Anda di halaman 1dari 58

PT.

PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

2. KOORDINASI PROTEKSI SISTEM DISTRIBUSI

2.1. PENDAHULUAN

Jaringan distribusi tegangan menengah 20 kV adalah jaringan yang dipasok dari


Gardu Induk atau Pusat Listrik Tenaga Diesel (sistem isolated), mempergunakan
Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM) atau mempergunakan saluran udara
Tegangan Menengah (SUTM). Gangguan hubung singkat sering terjadi pada
jaringan 20 kV, antar fase (3 fase atau 2 fase) atau gangguan hubung singkat fase
ke tanah (2 fase atau 1 fase ketanah), jika koordinasi proteksi kurang baik dapat
menyebabkan pemadaman yang meluas.

Bab ini membahas, bagaimana cara menghitung arus gangguan hubung singkat,
koordinasi proteksi antara Penyulang masuk Penyulang keluar, Gardu Hubung dan
Recloser yang mempunyai proteksi, serta perhitungan untuk setting relai.

Tujuan pembahasan adalah agar para peminat atau mahasiswa, mampu


menghitung sendiri besaran arus gangguan hubung singkat di system distribusi.
Yang digunakan untuk koordinasi over current relay dan ground fault relai yang
terpasang pada sistem distribusi.

2.2. PERHITUNGAN ARUS GANGGUAN HUBUNG SINGKAT.

Seperti telah dijelaskan pada bab II dan bab III, bahwa gangguan hubung singkat
mungkin terjadi pada setiap titik pada jaringan distribusi. Dalam hal ini kita perlu
menghitung besarnya arus gang-guan hubung singkat, sehingga bila gangguan
hubung singkat itu benar-benar terjadi didalam sistem, dapat di ketahui terlebih
dahulu besar arus gangguannya dan arus gangguan yang dihitung dapat juga
dipergunakan untuk mensetting peralatan proteksi.

Gangguan hubung singkat pada sistem 3 fase, adalah :


Gangguan 3 fase.
Gangguan 2 fase

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


16
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi
Gangguan 2 fase atau 1 fase ketanah.
Arus gangguan hubung singkat 3 fase, 2 fase, 2 fase ketanah atau 1 fase ketanah,
arus gangguannya dapat dihitung dengan menggunakan persamaan umum (Hukum
Ohm), yaitu:

Dimana :
I = Arus yang mengalir pada hambatan Z (Amp)
E = Tegangan sumber (volt)
Z = Impedansi jaringan, nilai ekIIalen dari seluruh impedansi
didalam jaringan dari sumber tegangan sampai titik
gangguan (ohm).

Dengan mengetahui besarnya tegangan sumber dan nilai impedansi tiap


komponen jaringan, serta bentuk konfigurasinya didalam sistem, maka besarnya
Arus gangguan hubung singkat dapat dihitung.

Lebih lanjut besarnya Arus yang mengalir pada tiap komponen jaringan juga dapat
dihitung dengan bantuan rumus tersebut. Yang membedakan antara gangguan
hubung singkat 3 fase, 2 fase, 2 fase ketanah atau 1 fase ketanah adalah
impedansi yang terbentuk sesuai dengan macam gangguan hubung singkat itu
sendiri, seperti ditunjukkan berikut ini:

Dimana:
Z1 = Impedansi urutan Positif
Z2 = Impedansi urutan Negatif
Z0 = Impedansi urutan Nol

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


17
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

2.3. REAKTANSI PADA TRANSFORMATOR TENAGA.

Reaktansi urutan positif (X1)

Reaktansi urutan positif tercantum pada papan nama (nameplate) transformator,


besarnya tergantung dari kapasitas transformator tenaga seperti terlihat pada
lampiran II, dimana XT1 = XT2.

Reaktansi urutan Nol (XT0)

Reaktansi urutan negatif, diperoleh dari data Transformator tenaga itu sendiri, yaitu
melihat adanya belitan delta sebagai belitan ketiga dalam transformator tenaga
tersebut:

Untuk Transformator tenaga dengan hubungan belitan Y,


dimana kapasitas belitan Delta () sama besar dengan
kapasitas belitan Y, maka XT0 = XT1.
Misal: XT1 = 4 ohm, nilai XT0 = XT1 = 4 ohm.

Untuk Transformator tenaga dengan hubungan belitan Yy,


dimana kapasitas belitan Delta (), sepertiga dari kapasitas
belitan Y (belitan yang dipakai untuk menyalurkan daya,
sedangkan belitan delta tetap ada didalam transformator, tetapi
tidak dikeluarkan kecuali satu terminal delta untuk
ditanahkan), maka nilai XT0 = 3*XT1.
Misal: X1 = 4 ohm, nilai XT0 = 3 * 4 ohm = 12 ohm.

Untuk Transformator tenaga dengan hubungan belitan YY dan


tidak mempunyai belitan delta didalamnya, maka besarnya XT0
berkisar antara 9 s/d 14 * XT1.
Misal: X1 = 4 ohm, dan dipilih XT0 = 10*XT1 maka besar XT0
sebagai berikut: XT0 = 10*4 ohm = 40 ohm.
Nilai impedansi dari transformator tenaga yang tercantum pada
nameplate transformator tenaga adalah nilai transformator

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


18
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi
tenaga saat di hubung singkat (short circuit) disisi sekunder,
disisi primer terdapat kebocoran fluks (flux leakage) yang
direpresentasikan dalam bentuk reaktansi bocor (reactance
leakage), dalam hal ini nilai tahanan murni tidak ada, jadi
impedansi transformator tenaga adalah nilai reaktansinya (X)
yang nilainya dalam persen (%).
Misal: transformator tenaga kapasitas 30 MVA, tegangan 150/20
kV dan impedansi = 10 % (nilai ini tercantum pada nameplate).
Jika diperhitungkan dalam satuan ohm (sisi 20 kV), adalah

202
XT = 10% x 1,33 Ohm.
30

Penjelasan Reaktansi urutan Nol Transformator Tenaga:


Bila transformator tenaga mempunyai belitan delta.
(lihat gambar II.1). Saat terjadi gangguan satu fase ketanah,
Arus urutan Nol (3I0) mengalir pada tiap fasenya pada inti besi
akan membentuk fluks (0), Arus urutan Nol yang mengalir
pada tiap fasenya menimbulkan fluks (0) pada inti besi, fluks
ini akan berputar di belitan delta. sehingga fluks yang timbul,
tidak akan berinteraksi dengan minyak trafo, yang dapat
memperkecil besarnya nilai reaktansi urutan Nol. Nilainya
tergantung dari besarnya kapasitas delta atau XT0 = 3 * XT1

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


19
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Gambar 2.1: Rangkaian transformator tenaga Yy dengan belitan delta

Jika transformator tenaga tidak mempunyai belitan delta


lihat gambar 2.2, maka fluks yang timbul karena adanya arus
gangguan hubung singkat 1 fase ketanah, akan mengalir
melalui minyak trafo sampai ke dinding transformator
tenaga, sehingga reluktansi dari minyak lebih besar dari
pada inti besi akibatnya reaktansi belitan menjadi lebih
besar, nilainya bisa antara XT0 = 9 s/d 14 * XT1

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


20
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Gambar 2.2: Rangkaian belitan transformator tenaga YY (tanpa belitan delta)

Penjelasan 3RN dan Z0 jaringan tenaga listrik.

Saat terjadi gangguan satu fase ketanah, akan timbul arus urutan Nol yang mengalir
pada penghantar dan selanjutnya mengalir ke tanah seperti terlihat pada gambar
2.3, tegangan E0 dapat direpresentasikan sebagai berikut :

Gambar 2.3: Rangkaian arus 3I0

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


21
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi
Dari persamaan (2.2) diatas, Nilai (Z 1 + 3ZN) adalah impedansi penghantar dan
tanah, 3RN adalah tahanan NGR.
Jadi dalam perhitungan arus gangguan hubung singkat, saat gangguan hubung
singkat 1 fase ketanah di jaringan distribusi terdapat nilai 3RN.

2.4. IMPEDANSI JARINGAN DISTRIBUSI.

Perhitungan impedansi jaringan distribusi 20 kV adalah impedansi (ohm/km) yang


diperoleh dari tabel (lihat lampiran I) besarnya tergantung luas penampang, nilai
impedansi dalam ohm tergantung dari panjang kawat.
Misal: suatu jaringan distribusi mempunyai Z = 0,250 + j 0,345 ohm/km, dimana nilai
0,250 adalah besar resistansi (R) dalam ohm/km dan j 0,345 adalah nilai reaktansi
(XL) dalam ohm/km.

Karena dalam hitungan untuk memperoleh arus gangguan, dimana titik gangguan
terjadi di jaringan 20 kV, maka impedansi ini dikalikan dengan panjang penyulang,
sebagai berikut:

Panjang jaringan 10 km (jaringan terpanjang dari jaringan distribusi), maka


impedansi jaringan, sebagai berikut:

Z = (0,250 + j0,345) ohm/km x 10 km


= (2,5 + j3,45) ohm.

2.5. PERHITUNGAN KOORDINASI RELAI ARUS LEBIH.

Pada tahap berikutnya, hasil perhitungan arus gangguan Hubung Singkat,


dipergunakan untuk menentukan nilai setelan Arus lebih, terutama nilai setelan TMS
( Time Multiple Setting ), dari Relai Arus Lebih dengan karakteristik jenis Inverse.
Disamping itu setelah nilai setelan Relai diperoleh, nilai-nilai arus gangguan hubung
singkat pada setiap lokasi gangguan yang diasumsikan, dipakai untuk memeriksa
relai Arus Lebih itu, apakah masih dapat dinilai selektif atau nilai setelan harus
dirubah ke nilai lain yang memberikan kerja Relai yang lebih selektif, atau
didapatkan kerja selektifitas yang optimum ( Relai bekerja tidak terlalu lama tetapi
menghasilkan selektifitas yang baik ).

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


22
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi
Sedangkan untuk setelan Arus dari Relai Arus Lebih dihitung berdasarkan arus
beban, yang mengalir di penyulang atau incoming feeder, artinya :

a) Untuk Relai arus lebih yang terpasang di Penyulang keluar (outgoing feeder),
dihitung berdasarkan arus beban maksimum (beban puncak) yang mengalir
di penyulang tersebut.

b) Untuk Relai arus lebih yang terpasang di penyulang masuk (Incoming


feeder), dihitung berdasarkan arus nominal Transformator tenaga.

Sesuai British standard untuk:


Relai Inversee biasa diset sebesar 1,05 s/d 1,3 x IBeban ,
Sedangkan Relai Definite diset sebesar 1,2 s/d 1,3 x IBeban.

Persyaratan lain, yang harus dipenuhi adalah penyetelan waktu minimum dari Relai
arus lebih ( terutama di penyulang ) tidak lebih kecil dari 0,3 detik. Pertimbangan
ini diambil agar Relai tidak sampai trip lagi, akibat arus Inrush current dari
transformator distribusi yang memang sudah tersambung di jaringan distribusi,
sewaktu PMT penyulang tersebut di operasikan.

Penyetelan Ground Fault Relay (GFR) dapat di setel mulai 6% s/d 12% x arus
gangguan hubung singkat 1 fase terjauh/terkecil) atau = 6% s/d 12% x IF1fase
terkecil , nilai ini untuk mengantisipasi jika peng-hantar tersentuh pohon, dimana
tahanan pohon besar (sesuai standard 26 ohm) yang dapat memperkecil besarnya
arus gangguan hubung singkat 1 fase ketanah.

2.6. SETELAN TIME MULTIPLE SETTING ( TMS )

Setelan Time multiple setting (Tms) dan setelan waktu Relai pada jaringan distribusi
mempergunakan standard Inverse, yang dihitung mempergunakan rumus kurva
waktu Vs arus, dalam hal ini juga diambil persamaan kurva arus waktu dari standard
British, sebagai berikut:

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


23
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

dan

Dimana:

t = Waktu trip (detik).

Tms = Time multiple setting (tanpa satuan)

IFAULT = Besarnya arus gangguan hubung singkat (amp)


Setelan Over Current Relay (inversee), diambil arus gangguan
hubung singkat terbesar.
Setelan Ground Fault Relay (inversee) diambil arus gangguan
hubung singkat terkecil.

ISET = Besarnya arus setting sisi primer (Amp)


Setelan Over Current Relay (Inversee) diambil (BS) 1,05 s/d
1,3 x Ibeban
Setelan ground fault relay (inversee) diambil 6% s/d 12% xarus
gangguan hubung singkat 1 fase terkecil.

, = Konstanta.

Tabel 2.1: Faktor dan tergantung pada kurva arus vs waktu:

Nama kurva
Standard Inversee 0,02 0,14
Very Inversee 1 13,2

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


24
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Extremely Inversee 2 80
Long inversee 1 120

2.7. APLIKASI PERHITUNGAN ARUS GANGGUAN HUBUNG SINGKAT DAN


SETELAN RELAI.

2.7.1. Koordinasi proteksi antara incoming dan outgoing feeder (tanpa Gardu
Hubung)

Sebagai contoh perhitungan arus gangguan hubung singkat dari system distribusi
20 kV yang dipasok dari suatu Gardu Induk seperti terlihat pada gambar 2.4 dan
uraiannya sebagai berikut:

Gambar 2.4: Pasokan daya dari Gardu induk distribusi

Data yang diperlukan untuk perhitungan arus gangguan hubung singkat dan
koordinasi relai (OCR dan GFR), adalah:

MVAshort circuit dibus 150 kV

Data Trafo:
- Kapasitas transformator tenaga (MVA)
- Reaktansi urutan positif transformator tenaga (%)
- Ratio tegangan

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


25
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi
- Mempunyai belitan delta atau tidak
- Ratio CT di penyulang masuk (incoming feeder)
- Neutral Grounding Resistance (NGR) yang terpasang.

Impedansi urutan positif, negatif dan Nol penyulang

Arus beban di penyulang

Ratio CT di penyulang.

A. PERHITUNGAN IMPEDANSI

A. 1. Perhitungan impedansi sumber

Data hubung singkat di bus 150 kV Gardu Induk PRIWA dimisalkan


sebesar 4547 MVA, dari MVASC diperoleh impedansi short circuit,
sebagai berikut:

Dengan mempergunakan persamaan 2.5 diperoleh:

Perlu dIIngat bahwa impedansi sumber ini adalah nilai tahanan pada sisi
150 kV, yang mewakili semua unit pembangkit beroperasi. Adapun
reaktansi (impedansi) sumber mencakup: impedansi sumber pembangkit,
impedansi transformator tenaga di Pusat Listrik dan impedansi transmisi,
seperti terlihat pada gambar 2.5 dibawah ini.

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


26
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Gambar 2.5: Interkoneksi antara Pusat Listrik

Karena arus gangguan hubung singkat yang akan dihitung adalah


gangguan hubung singkat disisi 20 kV (sebagai dasar perhitungan dalam
perhitungan satuan listrik pada tegangan 20 kV), maka impedansi sumber
tersebut harus dikonversikan dulu ke sisi 20 kV, sehingga perhitungan
Arus gangguan hubung singkatnya nanti sudah mempergunakan
tegangan 20 kV (sebagai sumber tidak lagi mempergunakan tegangan
150 kV, karena semua impedansi sudah di-konversikan ke sistem
tegangan 20 kV).
Untuk mengkonversikan impedansi yang terletak di sisi 150 kV kesisi 20
kV, dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Gambar 2.6: transformasi impedansi transformator tenaga

Daya transformator tenaga antara sisi primer dan sekunder sama, maka:

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


27
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Dimana :

kV1 = Tegangan transformator tenaga sisi primer (kV)


kV2 = Tegangan transformator tenaga sisi sekunder
(kV)
Z1 = Impedansi transformator tenaga sisi primer (Ohm)
Z2 = Impedansi transformator tenaga sisi sekunder
(Ohm).

Dengan mempergunakan persamaan (2.6), diperoleh:

A. 2. Perhitungan reaktansi transformator tenaga

Reaktansi urutan positif dan reaktansi urutan negatif

Dimana XT1 = XT2.


Dimisalkan reaktansi transformator tenaga 60 MVA adalah sebesar
12%. Untuk memperoleh nilai impedansi dalam ohm, dihitung dengan
cara sebagai berikut:
Cari terlebih dulu nilai ohm pada 100% untuk kapasitas transformator
tenaga 60 MVA pada sisi 20 kV , dengan mempergunakan persamaan
(II.5), diperoleh:

Nilai reaktansi transformator tenaga ini adalah nilai reaktansi urutan


Positif dan Negatif (XT1 = XT2), jadi:

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


28
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Reaktansi urutan Nol (XT0)

Pada perhitungan reaktansi urutan nol transformator tenaga, perlu


dilihat, apakah ada belitan delta atau tidak, dalam aplikasi ini
transformator tenaga mempunyai belitan delta, maka nilai reaktansi
urutan nol, sebagai berikut:

A. 3. Perhitungan impedansi penyulang

Impedansi penyulang yang akan dihitung disini, tergantung dari besarnya


impedansi per km (ohm/km) dari penyulang yang dihitung, dimana nilainya
ditentukan dari jenis penghantar, luas penampang dan panjang jaringan
SUTM atau jaringan SKTM. Dalam aplikasi, penghantar 20 kV
mempergunakan kabel tanah XLPE 3 x 240 mm2 , panjang = 10 km.
Z = (R + jX ) ohm/km
Z1 = Z2 = (0,125 + j 0,097) Ohm/km (lihat lampiran I)
Z0 = (0,275 + j0,290) ohm/km.

Dengan demikian nilai impedansi penyulang urutan positif, negatif dan Nol
untuk lokasi gangguan yang diperkirakan terjadi pada 1%, 5%, 10%, 15%
s/d 100% panjang penyulang 10 km, dapat dihitung sebagai berikut (lihat
table II.2 dan II.3 dibawah ini):

Tabel II. 2: Impedansi penyulang urutan positif & negatif (Z1&Z2)

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


29
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Tabel II.3: Impedansi penyulang urutan Nol (Z0)

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


30
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

A. 4. Perhitungan impedansi ekIIalen.

Perhitungan yang akan dilakukan disini adalah perhitungan besarnya nilai


impedansi ekIIalen urutan Positif (Z1eq), impedansi ekIIalen urutan negatif
(Z2eq) dan impedansi ekIIalen urutan Nol (Zo eq) dari titik gangguan sampai
ke sumber, jaringan ekIIalennya seperti terlihat pada gambar II.7 dibawah
ini. Perhitungan Z1eq dan Z2eq langsung dapat menjumlahkan
impedansiimpedansi yang ada, sedangkan Z0eq dimulai dari titik gangguan
sampai ke Transformator tenaga yang netralnya ditanahkan.

Gambar II.7: Rangkaian equIIalent saat terjadi gangguan hubung singkat

Untuk menghitung impedansi Z0eq ini, diumpamakan Transformator


tenaga yang terpasang mempunyai hubungan Yyd, dimana nilai reaktansi
Nol, sebagai berikut:

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


31
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

XT0 = 3*Xt1 = 3*0,8 ohm = 2,4 ohm.

Nilai tahanan pembumian :

Tahanan NGR = 40 ohm, sesuai penjelasan pada II.3, bahwa tahanan


NGR menjadi =3*RN
Maka tahanan NGR dalam perhitungan = 3*40 ohm = 120 ohm.

Karena lokasi gangguan di asumsikan terjadi pada titik 1%, 5%, 10%, 15%
s/d 100 % panjang jaringan, maka Z1eq = Z2eq yang didapat adalah (lihat
table II.4):

Tabel II.4: Impedansi equIIalent urutan positif & negative (Z1eq&Z2eq)

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


32
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Karena lokasi gangguan di asumsikan terjadi pada 1%, 5%, 10%, 15% s/d
100 % panjang jaringan, maka Z0eq yang diperoleh adalah: (lihat tabel II.5
dibawah ini).

B. PERHITUNGAN ARUS GANGGUAN HUBUNG SINGKAT


Setelah memperoleh impedansi equIIalent sesuai dengan lokasi gangguan yang
dipilih, selanjutnya dihitung besarnya arus gangguan hubung singkat seperti
penjelasan dibawah ini.

Gangguan hubung singkat 3 fase.

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


33
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi
Dengan mempergunakan persamaan (III.5), dapat dihitung besarnya arus
gangguan hubung singkat 3 fase, sebagai berikut:

Dimana:
I = Arus gangguan 3 fase yang dicari (Amp)
Eph = Tegangan fase netral sistem 20 kV = 20.000/3
Z1eq = Impedansi equIIalent urutan positif yang diperoleh dari perhitungan diatas
(Lihat tabel II.4)

Sehingga arus gangguan hubung singkat 3 fase dapat dihitung, untuk lokasi
gangguan di 1% didepan Gardu Induk, sebagai berikut:

Gangguan hubung singkat 2 fase.


Dengan mempergunakan persamaan (III.6) dapat dihitung besarnya arus
gangguan hubung singkat 2 fase sebagai berikut (dimisalkan gangguan hubung
singkat yang terjadi antara fase A dan fase B):

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


34
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Karena arus gangguan singkat 3 fase (lihat persamaan III.5) adalah :

Dimana:

If 2FASE = Arus gangguan 2 fase yang dicari (Amp)


Eph-ph = Tegangan fase-fase sistem 20 kV = 20.000 volt
Z1eq = Impedansi urutan positif yang diperoleh dari perhitungan diatas
(lihat tabel II.4).
Z2eq = Impedansi urutan negatif yang diperoleh dari perhitungan diatas
(lihat tabel II.4).

Sehingga arus gangguan hubung singkat 2 fase, dapat dihitung pada lokasi 1%
depan Gardu Induk, sebagai berikut:

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


35
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Gangguan hubung singkat 1 fase ketanah.


Dengan mempergunakan persamaan (III.9) dapat dihitung besarnya arus
gangguan hubung singkat 1 fase ketanah, sebagai berikut:

Dimana:

If1FASE = arus gangguan 1 fase ketanah yang dicari (Amp)


Eph = tegangan fase-netral sistem 20 kV = 20.000/3 volt
Z1eq = Impedansi equIIalent urutan positif diperoleh
dari tabel II.4.
Z2eq = Impedansi equIIalent urutan negatif
diperoleh dari tabel II.4.
Z0eq = Impedansi equIIalent urutan Nol diperoleh
dari Tabel II.5

Sehingga arus gangguan hubung singkat 1 fase ketanah, untuk lokasi gangguan
1% dari panjang jaringan, dapat dihitung sebagai berikut:

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


36
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Perhitungan arus gangguan hubung singkat 3 fase, 2 fase dan 1 fase ketanah,
untuk lokasi yang diasumsikan gangguan terjadi 1%, 5%, 50%, 10% s/d 100 %
panjang jaringan, hasil yang diperoleh sebagai berikut:

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


37
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Dengan hasil perhitungan arus gangguan hubung singkat ini (3 fase, 2 fase dan
1 fase ketanah) seperti terlihat pada tabel II.6, dapat digunakan:
Untuk koordinasi relai proteksi Arus lebih (Over current Relay) , Ground
Fault Relay maupun setelan moment.
Bila Relai yang terpasang mempunyai rekaman besarnya arus gangguan.
lokasi gangguan hubung singkat dengan mudah dan cepat dapat
ditemukan.

Contoh:
Rekaman di relai = 23,3 (tergantung jenis relainya)
CT terpasang = 300/5-5
IN relai = 5 Amp (arus nominal ini tergantung dari pabrikan)
Perhitungan arus gangguan hubung singkat (sisi primer) =

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


38
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Dengan arus sebesar 6990 Amp, di cocokkan dengan hasil hitungan (lihat tabel
II.6), diperoleh lokasi gangguan hubung singkat 3 fase mendekati di 60%
panjang saluran = 60% x 10 km = 6 km dari GI.

Lebih lanjut, akan dihitung nilai setelan Arus dan waktu (T d atau Tms/Time
mutiplesetting) dari relai Arus lebih, sebagai berikut:

C. PERHITUNGAN SETELAN RELAI ARUS LEBIH DAN TMS.

C.1. Setelan arus lebih

Nilai setelan arus Relai Penyulang keluar (outgoing feeder)

Sebagai contoh dalam perhitungan ini dimisalkan arus beban


penyulang adalah sebesar 280 Amp, dan ratio trafo arus adalah 300 /
5-5 , serta relai arus lebih yang digunakan adalah dengan karakteristik
normal (standard) inversee.
Setelan relai arus lebih dapat dihitung, sebagai berikut :

Nilai setelan ini adalah nilai Primer, untuk menperoleh nilai setelan
sekunder yang akan disetkan pada Relai arus lebih, maka harus
dihitung dengan menggunakan data ratio Trafo Arus yang terpasang
di Penyulang tersebut:

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


39
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi
Nilai setelan Relai penyulang masuk (incoming feeder) dari
transformator
Untuk menentukan nilai setelan Relai Arus lebih disisi incoming feeder
Transformator tenaga, perlu dihitung terlebih dahulu arus nominal
Transformator tenaga itu yang datanya sesuai dengan data tersebut
diatas, sebagai berikut:
Kapasitas = 60 MVA
Tegangan = 150/20 kV
Impedansi = 12 %
CT ratio = 2000/5-5 (pada sisi incoming feeder)
Maka arus nominal Transformator tenaga pada sisi 20 kV:

Nilai setelan tersebut diatas adalah nilai primer, untuk memperoleh


nilai setelan sekunder yang dapat disetkan pada relai arus lebih,
maka harus dihitung dengan menggunakan data ratio trafo arus yang
terpasang di incoming 20 kV tersebut. Yaitu, sebagai berikut:

C.2. Setelan time multiple setting (TMS).

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


40
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi
Setelan Time multiple setting ( Tms ) di penyulang keluar (out going
feeder).

Karena Tms Relai arus lebih, pada penyulang yang akan disetel
(disetkan) pada Relai arus lebihnya diambil pada angka arus gangguan
hubung singkat (Ifault) sebesar arus gangguan 3 fase atau arus
gangguan 2 fase pada lokasi gangguan 1% depan Gardu Induk untuk
contoh ini diambil arus gangguan 3 fase = 12862,0 Amp (lihat tabel
II.7), dan waktu kerja relai arus lebih di Penyulang itu (sesuai
penjelasan II.3) diambil selama 0,3 detik, maka nilai Tms yang akan
disetkan pada relai arus lebih dari persamaan (II.3) dengan
karakteristik standar inverse, adalah :

Dari persamaan (II.4) diperoleh waktu (t), sebagai berikut :

Setelan tms di penyulang keluar (incoming feeder)

Selisih waktu kerja Relai di Incoming 20 kV ( sisi hulu ) lebih lama 0,4
detik dari waktu kerja Relai di penyulang ( sisi hilir ) disebut Grading
Time, yang maksudnya relai Incoming 20 kV memberi kesempatan
Relai di penyulang bekerja lebih dahulu, bila gangguan hubung singkat
terjadi di penyulang tersebut, penyulang itu saja yang trip dan Bus bar
20 kV masih bertegangan untuk memasok penyulang lainnya yang

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


41
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi
masih tersambung, sehingga beban di penyulang lain masih
beroperasi.
Karena koordinasi relai antara penyulang masuk dan penyulang keluar
berada dititik 1% depan Gardu Induk, maka Arus gangguan hubung
singkat (Ifault) diambil arus gangguan didepan bus sebesar arus
gangguan hubung singkat 3 fase pada lokasi gangguan 1% depan
Gardu Induk = 12862,0 Amp (lihat tabel II.7), maka nilai Tms yang akan
disetkan pada relai arus lebih dari persamaan (II.3) dengan
karakteristik standar inverse, sebagai berikut:

Dari hasil perhitungan diatas dan untuk mempermudah penglihatan


dapat dibuat tabel seperti terlihat pada tabel II.7

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


42
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Catatan:

Bila penyulang keluar dari Sumber (Gardu Induk) ada beberapa


buah penyulang perhitungan seperti yang sudah dilakukan
diatas, dapat diulangi tetapi data yang dimasukkan adalah data
penyulang yang akan dihitung, baik nilai Impedansi per-km nya
atau panjangnya, Khusus jaringan SUTM karena banyak
percabangan diambil jaringan terpanjang atau impedansi yang
terbesar.

Bila di penyulang masuk (incoming feeder) di Gardu Induk,


Koordinasi waktu dan arusnya diambil arus gangguan hubung
singkat 2 fase atau 3 fase terbesar dari beberapa penyulang
keluar.

D. PERHITUNGAN SETELAN GROUND FAULT RELAY (GFR)


Arus primer yang dipergunakan untuk setelan Ground Fault Relay diambil dari
arus gangguan hubung singkat 1 fase ketanah yang terkecil (lihat tabel II.7),
dimana arus gangguan hubung singkat 1 fase ketanah yang terkecil sebesar
276,21 Amp, perhitungan selanjutnya sebagai berikut:

Setelan GFR di outgoing feeder:

Dengan mempergunakan persamaan (II.3), diperoleh: (normal inverse)

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


43
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Dari persamaan (II.4) diperoleh waktu (t), sebagai berikut :

Setelan GFR di incoming feeder:

Arus primer yang dipergunakan untuk setelan Ground Fault Relay di


Penyulang masuk (incoming feeder), sama dengan arus yang diambil pada
setelan di outgoing feeder, adalah arus gangguan hubung singkat terkecil di
penyulang tersebut, dan dikalikan dengan konstanta sebesar 8% (diambil),
sebagai berikut:

Bila dimasukkan pada sisi sekunder Trafo arus, maka:

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


44
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Dari persamaan (II.3) diperoleh waktu (t), sebagai berikut:

Arus sebesar 288,37 Amp (lihat persamaan diatas), diambil arus gangguan
hubung singkat 1 fase ketanah dari tabel II.7 pada 1% didepan GI, titik ini
adalah titik koordinasi antara outgoing dan incoming feeder.
Dari hasil perhitungan diatas dan untuk mempermudah penglihatan dapat
dibuat tabel seperti terlihat pada tabel II.8

Catatan:

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


45
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi
Bila pada NGR mempergunakan jenis relai 50G, jenis relai ini waktunya
instantenous (cepat), waktunya antara 40 80 milidetik, yang tidak
dapat dikoordinasikan dengan relai arus lebih yang lain. Relai ini
terhubung dengan PMT di penyulang masuk, bila ada gangguan
hubung singkat 1 fase ketanah, maka relai 50G akan bekerja (trip)
terlebih dahulu dibandingkan dengan Relai yang ada di penyulang
keluar (Outgoing feeder).

Atau Bila pada NGR mempergunakan jenis relai 51N, jenis relai ini
dapat disetel sesuai besaran arus gangguan hubung singkat. Setelan
arusnya, sebagai berikut: Setelan arus: 6% x arus gangguan satu fase
terkecil.
Sesuai hitungan diatas, maka setelan arusnya adalah:

Sama seperti persamaan waktu di incoming feeder, arus sebesar


288,37 A (lihat persamaan diatas), diambil arus gangguan hubung
singkat 1 fase ketanah dari tabel II.7 pada 1% didepan GI, titik ini
adalah titik koordinasi antara incoming feeder dan Relai tanah.

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


46
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi
Bila di penyulang masuk (incoming feeder) di Gardu Induk, Koordinasi
waktu dan arusnya diambil arus gangguan hubung singkat 1 fase
terkecil dari beberapa penyulang keluar.

E. SETELAN MOMENT

E.1. Setelan High set

Setelan high set adalah setelan di incoming feeder yang gunanya untuk
mengamankan transformator tenaga, bila ada gangguan hubung singkat
yang nilainya besar di penyulang distribusi.
Untuk perhitungan ini diambil besaran arus dari transformator tenaga
sebesar = 4 x In trafo.

Sesuai perhitungan pada C.1.1, bahwa IN trafo sebesar = 1732,1 Amp.


Setelan arus primer High set = 4 x 1732,1 Amp
= 6928,4 Amp.

E.2. Setelan moment outgoing feeder

Pada setelan moment di outgoing feeder, disesuaikan dengan high set


incoming feeder, bila high set arusnya 6928,4 Amp kalau dilihat di tabel
II.7 arus ini terjadi pada gangguan hubung singkat 3 fase di antara 60%-
65% dari panjang penyulang.
Maka arus gangguan hubung singkat 3 fase untuk setelan moment di 65%
panjang penyulang (lihat tabel II.7) sebesar 6704.8 Amp.

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


47
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

F. PEMERIKSAAN SELEKTIFITAS KERJA RELAI ARUS LEBIH

Hasil perhitungan setelan relai arus lebih yang didapat pada bab II masih harus
diperiksa, apakah untuk nilai arus gangguan hubung singkat yang lain (lihat
lokasi gangguan hubung singkat 1%, 5%, 10%, 15% s/d 100% panjang
penyulang) kerja relai arus lebih antara yang terpasang dipenyulang keluar
(outgoing feeder) dan yang terpasang di penyulag masuk (incoming feeder),
masih bekerja selektif atau memberikan beda waktu kerja (grading time) yang
terlalu lama.

Untuk grading time yang terlalu lama, bila terjadi kegagalan kerja relai arus lebih
di Penyulang, maka relai arus lebih di incoming feeder yang dalam hal ini
bekerja sebagai pengaman cadangan menjadi terlalu lama membuka
(mentripkan) PMT nya.

Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada relai arus lebih dari jenis standar
(normal) inverse, karena setelan waktu (Tms) pada relai arus lebih jenis
inversee bukan menunjukan lamanya waktu kerja relai tersebut. Lamanya waktu
kerja relai ini ditentukan oleh besarnya arus gangguan yang mengalir di relai.
Makin besar arus gangguan hubung singkat yang mengalir di relai makin cepat
kerja relai tersebut menutup kontaknya, kemudian memberikan triping PMT.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan bermacam-macam nilai arus


gangguan hubung singkat sesuai hasil perhitungan di BAB II diatas, ke
persamaan standar Inversee yang digunakan, contohnya dapat dilihat berikut
ini. Karena nilai arus gangguan hubung singkat yang didapat dari hasil
perhitungan arus gangguan hubung singkat adalah dalam nilai arus primer,
maka dalam pemeriksaan selektifitas relai arus lebih ini, maka nilai setelan relai
arus lebih yang akan dimasukkan kedalam persamaan relai inverse juga diambil
dari nilai arus primernya.

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


48
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi
Didasarkan persamaan (II.4), diperoleh waktu kerjanya relai arus lebih dengan
data arus gangguan dari tabel II.7, dengan gangguan dilokasi 1% panjang
penyulang sebagai berikut:

Selanjutnya dengan mempergunakan persamaan (II.4), dengan lokasi


gangguan yang berbeda, dapat diperoleh koordinasi waktu antara penyulang
masuk dan penyulang keluar sebagaimana terlihat pada tabel II.9 dibawah ini.

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


49
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

G. PEMBUATAN GRAFIK

Dalam pembuatan grafik diambil dari data (hitungan) pemeriksaan waktu kerja
relai seperti terlihat diatas, hasil yang diperoleh sebagai berikut:

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


50
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Grafik diatas mempergunakan scater yang terdapat pada program excel :

Untuk panjang jaringan diambil dari 1% s/d 100% panjang


Grafik arus gangguan & koordinasi relai OCR koordinat arus diambil dari
arus gangguan 3 fase (tabel V.6)
Grafik kurva waktu OCR koordinat waktu diambil dari pemeriksaan waktu
kerja relai (tabel V.11).

2.7.2. Koordinasi Proteksi Antara Incoming Feeder, Outgoing Feeder Dan


Gardu Hubung/GH).

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


51
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Data-data MVASC dan transformator tenaga sama seperti aplikasi no 1 diatas.

A. PERHITUNGAN IMPEDANSI.

A.1. Reaktansi hubung singkat di sistem 150 kV (lihat perhitungan aplikasi no


1), sebagai berikut:

A.2. Reaktansi transformator tenaga (lihat perhitungan aplikasi no 1), sebagai


berikut:

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


52
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

A.3. Impedansi jaringan distribusi

Jaringan distribusi 20 kV mempergunakan bermacam-macam jenis


penghantar seperti:

Jaringan distribusi antara GI GH mempergunakan 2 jenis penghantar


yaitu, A3C 240 mm2 panjang = 5 km dan A3C 150 mm 2 panjang = 6 km.
Untuk perhitungan impedansinya antara A3C 240 mm2 dan A3C 150
mm2 dihubung seri, sebagai berikut: (lihat lampiran I)

Impedansi seri antara penghantar A3C 240 mm 2 dan A3C 150 mm2
dengan total panjang penyulang 11 km adalah:

Jaringan distribusi antara GH ke ujung jaringan (terpanjang)


mempergunakan A3C 150 mm2 panjang = 20 km, diperoleh impedansi
dalam ohm, sebagai berikut:

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


53
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

B. PERHITUNGAN ARUS GANGGUAN HUBUNG SINGKAT

Setelah memperoleh impedansi equIIalent sesuai dengan lokasi gangguan yang


dipilih, selanjutnya dihitung arus gangguan hubung singkat dari GIGH dan dari
GH ujung jaringan.

Arus gangguan hubung singkat yang diperlukan:

Untuk setelan OCR (over current Relay) diambil arus gangguan hubung
singkat 3 fase dilokasi 1% didepan GI dan 1% didepan GH.

Untuk setelan GFR diambil arus gangguan 1 fase letanah di lokasi 1%


depan GI, 1% depan GH dan 100% depan GH (diujung jaringan).

Untuk setelan moment diambil arus gangguan hubung singkat 3 fase 40%-
60% depan GI dan 40%-60% depan GH, perhitungan selanjutnya sebagai
berikut:

Arus gangguan hubung singkat 3 fase

(GI GH)
Dengan mempergunakan persamaan (III.5) dan persamaan (II.1) dapat
dihitung besarnya arus gangguan hubung singkat 3 fase, dilokasi 1%
depan Gardu Induk, sebagai berikut:

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


54
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Rec/GH ujung jaringan (end)


Sama seperti perhitungan arus gangguan 3 fase untuk GI GH tetapi
lokasinya 1% depan GH, sebagai berikut:

Arus gangguan hubung singkat 1 fase ketanah.

(GI GH)
Dengan mempergunakan persamaan (III.9) dapat dihitung besarnya
arus gangguan hubung singkat 1 fase ketanah:

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


55
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Rec/GH ujung jaringan/end)


Dengan mempergunakan persamaan (III.9) dapat dihitung besarnya
arus gangguan hubung singkat 1 fase ketanah:

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


56
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

C. PERHITUNGAN SETELAN RELAI ARUS LEBIH (OCR) DAN TMS.

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


57
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi
Pada perhitungan setelan relai arus lebih OCR dan GFR dimulai dari GH yang
ada proteksinya selanjutnya ke outgoing feeder dan incoming feeder, sebagai
berikut:

C.1. Setelan arus lebih (OCR) & Tms di GH

Nilai setelan arus di GH


Sebagai contoh dalam perhitungan ini dimisalkan arus beban
penyulang adalah sebesar 90 Amp, dan ratio trafo arus 100 / 5-5 , serta
relai arus lebih yang digunakan adalah dengan karakteristik normal
(standard) inversee.
Setelan relai arus lebih dapat dihitung, sebagai berikut:

Nilai setelan ini adalah nilai Primer, untuk menperoleh nilai setelan
sekunder yang akan disetkan pada Relai arus lebih, maka harus
dihitung dengan menggunakan data ratio Trafo Arus yang terpasang di
Penyulang tersebut:

Arus sebesar 4,95 yang di masukkan ke Relai.

Nilai setelan Tms di GH.


Dengan mempergunakan persamaan II.3 (normal inverse). diperoleh
nilai Tms di GH sebagai berikut:

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


58
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Dimana:
t = 0,3 detik
Ifault = arus fault (gangguan) = 2335,51 Amp
ISET = 99 Amp

Maka:

C.2. Setelan arus lebih (OCR) & Tms di outgoing feeder

Nilai setelan arus di Outgoing feeder


Sebagai contoh dalam perhitungan ini dimisalkan arus beban
penyulang adalah sebesar 200 Amp, dan ratio trafo arus 300 / 5-5 ,
serta relai arus lebih yang digunakan adalah dengan karakteristik
normal (standard) inversee.

Nilai setelan ini adalah nilai Primer, untuk menperoleh nilai setelan
sekunder yang akan disetkan pada Relai arus lebih, maka harus
dihitung dengan menggunakan data ratio Trafo Arus yang terpasang di
outgoing feeder tersebut, Setelan relai arus lebih dapat dihitung,
sebagai berikut:

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


59
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Arus sebesar 4 Amp yang dimasukkan ke Relai.

Nilai setelan Tms di outgoing feeder


Dengan mempergunakan persamaan II.3 (normal inverse). diperoleh
nilai Tms di outgoing feeder, sebagai berikut:

Arus gangguan ini diambil adalah sebagai titik koordinasi antara Relai
di outgoing feeder dengan Relai di GH.

Waktu kerja relai dapat dihitung dengan mempergunakan persamaan


II.4, sebagai berikut:

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


60
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

C.3. Setelan arus lebih (OCR) & Tms di incoming feeder

Nilai setelan arus di incoming feeder


Sebagai contoh dalam perhitungan ini diambil arus nominal
transformator sebesar 1732,1 Amp, dan ratio trafo arus adalah 2000 /
5-5 , serta relai arus lebih yang digunakan adalah dengan karakteristik
normal (standard) inversee.

Nilai setelan ini adalah nilai Primer, untuk menperoleh nilai setelan
sekunder yang akan disetkan pada Relai arus lebih, maka harus
dihitung dengan menggunakan data ratio Trafo Arus yang terpasang di
outgoing feeder tersebut, Setelan relai arus lebih dapat dihitung,
sebagai berikut:

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


61
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Arus sebesar 5 Amp, yang dimasukkan ke Relai.

Nilai setelan Tms di outgoing feeder


Dengan mempergunakan persamaan II.3. diperoleh nilai Tms di
outgoing feeder, sebagai berikut:

Arus gangguan ini diambil adalah sebagai titik koordinasi antara Relai
di outgoing feeder dengan Relai di incoming feeder.

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


62
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi
Waktu kerja relai dapat dihitung dengan mempergunakan persamaan
II.4, sebagai berikut:

Dari hasil perhitungan diatas dan untuk mempermudah penglihatan


dapat dibuat tabel seperti terlihat pada tabel II.10

D. PERHITUNGAN SETELAN GROUND FAULT RELAY (GFR)

D.1. Setelan arus dan Tms GFR di Gardu Hubung:

Nilai setelan arus GFR di Gardu Hubung


Untuk memperoleh setelan Ground fault relay diambil arus di ujung
jaringan (setelahGH) = 214,26 Amp, setelan arusnya dimulai dari GH
dikalikan 12%, GFR di Outgoing feeder x 10% dan GFR di incoming
feeder x 8%, perhitungannya sebagai berikut:

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


63
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Dengan ratio CT 100/5-5 diperoleh arus di sekunder:

Nilai setelan Tms di Gardu Hubung


Untuk memperoleh setelan Tms dipergunakan persamaan II.3 (normal
inverse) sebagai berikut:

D.2. Setelan arus dan Tms GFR di outgoing feeder:

Nilai setelan arus GFR di outgoing feeder


Untuk memperoleh setelan Ground fault relay diambil arus di ujung
jaringan (setelahGH) = 214,26 Amp, setelan arusnya x 10%
perhitungannya sebagai berikut:

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


64
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Nilai setelan Tms di outgoing feeder


Untuk memperoleh setelan Tms dipergunakan persamaan II.3 (nrmal
inverse), sebagai berikut:

Waktu kerja relai dapat dihitung dengan mempergunakan persamaan


II.4, sebagai berikut:

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


65
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

D.3. Setelan arus dan Tms GFR di incoming feeder:

Nilai setelan arus GFR di incoming feeder


Untuk memperoleh setelan Ground Fault Relay diambil arus di ujung
jaringan (setelahGH) = 214,26 Amp, setelan arusnya x 8%
perhitungannya, sebagai berikut:

Nilai setelan Tms di outgoing feeder


Untuk memperoleh setelan Tms dipergunakan persamaan II.3 (normal
inverse), sebagai berikut:

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


66
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Waktu kerja relai dapat dihitung dengan mempergunakan persamaan


II.4, sebagai berikut:

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


67
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Dari hasil perhitungan diatas dan untuk mempermudah penglihatan


dapat dibuat tabel seperti terlihat pada tabel II.10.

2.8. RINGKASAN

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


68
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


69
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

3. Setelan arus Over Current Relai dan Tms (diambil Normal Inverse).
Setelan arus:

a. Arus sisi primer diambil dari arus beban dikalikan dengan konstanta 1,05 s/d
1,3
b. Arus sisi sekunder, diambil dari arus primer dikalikan dengan ratio CT

Arus gangguan hubung singkatnya diambil dari arus gangguan

hubung singkat IF3atau IF2(sumber GI), IF2 (sumber PLTD) di depan relai
yang akan dihitung.

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


70
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


71
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


72
PT. PLN (Persero)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Koordinasi Proteksi Sistem
Distribusi

Berbagi Dan Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai-Nilai Perusahaan


73

Anda mungkin juga menyukai