Anda di halaman 1dari 12

Makalah Pemberian Obat Melalui Injeksi Intramuskular

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Intramuskular (IM), rute IM memungkinkan adsorbsi obat yang lebih cepat
daripada rute SC karena pembuluh darah lebih banyak terdapat di otot. Bahaya kerusakan
jaringan berkurang ketika obat memasuki otot yang dalam tetapi bila tidak berhati-hati
ada resiko menginjeksi obat langsung ke pembuluh darah. Dengan injeksi di dalam otot
yang terlarut berlangsung dalam 10-30 menit, guna memperlambat adsorbsi dengan
maksud memperpanjang kerja obat, seringkali digunakan larutan atau suspensi dalam
minyak umpamanya suspense penicilin dan hormone kelamin.

1.2. Ruang Lingkup Penulisan


1.Pengertian pemberian obat secara IM
2. Tujuan pemberian secara IM
3. Indikasi pembrian obat secara IM
4. Kontra indikasi pemberian obat secara IM
5. Daerah penyuntikan IM
6. Persiapan alat dn bahan dalam pemberian obat secara IM
7. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam IM
8. Prosedur pelaksanaan dan penyuluhan pasien
9. Contoh kasus

1.3. Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini sebagai pembelajaran tentang bagaimana proses
pemberian obat secara intramuskular secara benar dan tpat sehingga tidak beresiko bagi
pasien dan petugas kesehatan.
1.4. Metode Penulisan
Data penulisan makalah ini diperoleh dengan metode studi kepustakaan. Metode
studi kepustakaan yaitu suatu metode dengan membaca pustaka tentang sistem pemberian
obat secara intramuskular. Selain itu, tim penulis juga memperoleh data dari CI Ruang
Rawat Bedah (RRB) serta dari interne yang merupakan metode yang dapat
mempermudah memperoleh informasi yang dibutuhkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pemberian Obat Secara Intramuskular


Pengertian pemberian obat secara intramuskular adalah pemberian obat/cairan
dengan cara dimasukkan langsung kedalam otot (muskulus). Pemberian obat dengan cara
ini dilakukan pada bagian tubuh yang berotot besar, agar tidak ada kemungkinan untuk
menusuk saraf, misalnya pada bokong dan kaki bagian atas atau pada lengan bagian atas.
Pemberian obat seperti ini memungkinkan obat akan dilepas secara berkala dalam bentuk
depot obat.
Jaringan intramuskular terbentuk dari otot yang bergaris yang mempunyai banyak
vaskularisasi aliran darah tergantung dari posisi otot ditempat penyuntikan.

2.2. Tujuan pemberian obat secara intramuskular


Tujuan pemberian obat secara intramuskular yaitu agar obat diabsrorbsi tubuh
dengan cepat.

2.3. Indikasi dalam pemberian obat secara intramuskular


Indikasi pemberian obat secara intramuskular biasa dilakukan pada pasien yang
tidak sadar dan tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberika obat
secara oral, bebas dari infeksi, lesi kulit, jaringan parut, benjolan tulang, otot atau saraf
besar dibawahnya. Pemeberian obat secara intramuskular harus dilakukan atas perintah
dokter.

2.4. Kontra indikasi dalam pemberian obat secara intramuskular


Kontra indikasi dalam pemberian obat secara intramuskular yaitu: infeksi, lesi kulit,
jaringan parut, benjolan tulang, otot atau saraf besar dibawahnya.

2.5. Daerah penyuntikan dalam pemberian obat secara intramuskular


a. Pada daerah paha (vastus lateralis) dengan cara anjurkan pasien untuk berbaring
telentang dengan lutut sedikit fleksi.
b. Pada ventrogluteal dengan cara anjurkan pasien untuk miring, tengkurap atau
telentang dengan lutut atau panggul miring dengan tempat yang diinjeksi fleksi.
Area ini paling banyak dipilih untuk injeksi muscular karena pada area ini tidak
terdapat pembuluh darah dan saraf besar.
c. Pada daerah dorsogluteal dengan cara anjurkan pasien untuk tengkurap dengan
lutut diputar kearah dalam atau miring dengan lutut bagian atas dan pinggul fleksi
dan diletakkan di depan tungkai bawah.
d. Pada daerah deltoid (lengan atas) dengan cara anjurkan pasien untuk duduk atau
berbaring mendatar lengan atas fleksi.

2.6. Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Pemberian Obat Secara Intramuskular
1. Tempat injeksi
2. Jenis spuit dan jarum yang digunakan
3. Kondisi atau penyakit klien
4. Obat yang tepat dan benar
5. Dosis yang diberikan harus tepat
6. Pasien yang tepat
7. Cara atau rute pemberian obat harus tepat dan benar

2.7. Alat dan Bahan Dalam Pemberian Obat Secara Intramuskular


1. Daftar buku obat/catatan dan jadwal pemberian obat
2. Obat yang dibutuhkan (obat dalam tempatnya)
3. Spuit dan jarum suntik sesuai dengan ukuran. Untuk orang dewasa panjangnnya
2,5-3 cm dan untuk anak-anak panjangnya 1,25-2,5 cm.
4. Kapas alkohol
5. Cairan pelarut/aquabidest steril
6. Bak instrument/ bak injeksi
7. Gergaji ampul (bila diperlukan)
8. Nierbekken
9. Handscoon 1 pasang

2.8. Prosedur Kerja Pemberian Obat Secara Intramuskular


1. Mencuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3. Ambil obat dan masukkan ke dalam spuit sesuai dengan dosisnya. Setelah itu letakkan
dalam bak injeksi.
4. Periksa tempat yang akan dilakukan penyuntikan (perhatikan lokasi penyuntikan)
5. Desinfekasi dengan kapas alkohol pada tempat yang akan dilakukan injeksi.
6. Lakukan penyuntikan:
a. Pada daerah paha (vastus lateralis) dengan cara anjurkan pasien untuk
berbaring telentang dengan lutut sedikit fleksi.
b. Pada ventrogluteal dengan cara anjurkan pasien untuk miring, tengkurap atau
telentang dengan lutut atau panggul miring dengan tempat yang diinjeksi
fleksi. Area ini paling banyak dipilih untuk injeksi muscular karena pada area
ini tidak terdapat pembuluh darah dan saraf besar.
c. Pada daerah dorsogluteal dengan cara anjurkan pasien untuk tengkurap
dengan lutut diputar kearah dalam atau miring dengan lutut bagian atas dan
pinggul fleksi dan diletakkan di depan tungkai bawah.
d. Pada daerah deltoid (lengan atas) dengan cara anjurkan pasien untuk duduk
atau berbaring mendatar lengan atas fleksi.
7. Lakukan penusukan dengan posisi jarum tegak lurus.
8. Setelah jarum masuk lakukan inspirasi spuit,bila tidak ada darah yang tertarik
dalam spuit maka tekanlah spuit hingga obat masuk secara berlahan-lahanhingga
habis.
9. Setelsh selesai tarik spuit dan tekan sambil dimasase penyuntikan dengan kapas
alcohol,kemudian spuit yang telah di gunakan letakkan dalam bengkok.
10. Catat reaksi pemberian jumlah dosis dan waktu pemberian
11. Cuci tangan

2.9. Prosedur Pelaksanaan Pemberian Obat Secara IM (Intra Muskuler) dan Penyuluhan
Pasien
Penyuluhan pasien,memungkinkan pasien untuk minum obat dengan aman dan
efektif.
a. Tahap PraInteraksi
1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan obat dengan benar
4. Menempatkan alat di dekat klien dengan benar
b. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/klien
3. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
c. Tahap Kerja
d. Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
3. Membereskan alat-alat
4. Berpamitan engan klien
5. Mencuci tangan
6. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
BAB III
TINJAUAN KASUS

1. Biodata pasien
Nama : Tn “ M ”
Umur : 55 tahun
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Alamat : Desa Purwodadi
2. Keluhan Utama
Pasien mengatakan adanya benjolan pada skrotum sebelah kanan yang sudah
dirasakan 1 tahun ini.
3. Diagnosa Medis
Tn “ M ” Usia 55 Tahun dengan Hernia Scrotalis Dextra
4. Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Hari/Tanggal : Selasa, 18 Maret 2014
Jam : 12.00 WIB
Tempat : Ruang Rawat Bedah/RSUD Padangsidimpuan
Pembimbing lapangan : Hanti Fitiani, AmK (Staf RRB)
Oleh : Kelompok II
5. Langkah-langkah tindakan dan hasilnya:
a. Persiapan alat
· Spuit sesuai ukuran
· Obat Xylomidon 2 cc/8 jam
· Obat Duradryl 2cc/8 jam (anti histamin)
Pengguanaan secara IM jarang menimbulkan efek samping sehingga cara ini
paling sering digunakan.
· Kapas alkohol
· Bengkok
· Tempat sampah
· Buku catatan dan alat tulis

b. Persiapan pasien
1. Memberi salam pada pasien
2. Menganjurkan pasien untuk tidur tengkurap pada tempat yang telah
disediakan
6. Langkah-langkah tindakan
a. Petugas mencuci tangan di air yang mengalir dengan menggunakan sabun dan
dikeringkan dengan handuk kering dan bersih
b. Memperhatikan lingkungan pasien untuk menjaga privasi pasien
c. Melakukan anamnese pada pasien
d. Membuka spuit dari kemasan dan memasukkan obat kedalam spuit (jangan ada
gelembung udara dalam spuit)
e. Mengatur posisi pasien (ventrogluteal) dan membebaskan daerah yang akan
disuntikkan dari pakaian pasien
f. Menentukan tempat penyuntikan yaitu pada daerah bokong dengan menarik garis lurus
dari SIAS menuju Os Coccygeus, dibagi 3 bagian lalu diambil 1/3 bagian pertama dari
SIAS
g. Mendesinfekasi bagian yang akan disuntik dengan kapas alcohol
h. Meregangkan daerah yang akan disuntik dengan jari telunjukdan ibu jari
i. Memasukkan jarum ke posisi tegak lurus 900 dan cepat sedalam 2/3 bagian jarum
j. Memasukkan obat secara perlahan-lahan
k. Telunjuk tangan kiri menekan bekas suntikan dengan kapas alcohol dan tangan kanan
mencabut jarum dengan cepat.
l. Menekan daerah yang telah disuntik dan mengadakan komunikasi dengan klien bahwa
proses sudah selesai dikerjakan.
m. Merapikan baju pasien dan menata lingkungan
n. Mengembalikan alat pada tempatnya
o. Membuang bekas spuit dan jarum ke safety box, tutup spuit dibuang ke sampah medis
p. Mencuci tangan dengan sabun pada air yang mengalir dengan cara menggunakan 7
langkah dan dikeringkan dengan handuk kering dan bersih.
q. Mencatat tindakan yang sudah dilakukan
7. Hasil tindakan
- Klien merasa lega dan puas
- Keadaan pasien baik tidak mengalami pusing
8. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Menganjurkan pada pasien untuk melakukan kompres hangat pada area yang
dilakukan penusukan, apabila masih terasa nyeri/bengkak, untuk mengurangi rasa
nyeri tersebut.
BAB IV
PEMBAHASAN

1. Menurut teori dalam persiapan alat ada bak instrumen kecil yang telah diberi alas,
Sedangkan dilapangan tidak memakai bak instrumen. Jadi persiapan alat antara teori
dan praktek dilapangan ada kesenjangan, keefisiensi waktu dan banyaknya pasien
yang menunggu merupakan faktor utama penyebab terjadinya kesenjangan.
2. Pada saat persiapan pasien, terjadi kesenjangan antara teori dan praktek. Bidan tidak
memberikan salam dam memperkenalkan diri, keefisieni waktu dan banyaknya pasien
yang menunggu merupakan faktor utama penyebab terjadinya kesenjangan tersebut.
3. Pada saat melakukan tindakan
a. Setiap melakukan suatu tindakan injeksi, petugas tidak selalu mencuci tangan,
tetapi hanya di awal/pasien pertama saja. Hal ini dikarenakan sudah ada pasien lain
yang menunggu dan untuk keefisienan waktu. Selain itu handuk yang digunakan
untuk mengeringkan tangan bukan handuk sekali pakai, melainkan handuk yang
setiap kali digunakan untuk mengeringkan tangan sesudah selesai melakukan
tindakan, untuk setiap orang yang memakai. Petugas juga tidak selalu
memperkenalkan diri pada setiap pasien, yang sekali lagi disebabkan dengan
tujuan efisiensi waktu.
b. Menurut teori selesai melakukan tindakan spuit harus di spool dengan larutan
clorin sebelum dibuang, sedangkan di lapangan tidak dilakukan karena spuit
langsung dibuang di safety box. Karena spuit yang digunakan memakai spuit
disposibble.

BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
a. Pasien yang di periksa adalah Tn. “M “ usia 55 tahun.
b. Diagnosa medis Tn. “ M “ usia 55 tahun dengan Injeksi Intra muscular Xylomidon 2cc
dan Duradryl 2cc setiap 8 jam sekali.
c. Dalam melakukan tindakan injeksi IM tersebut ada beberapa kesenjangan antara teori
yang di dapat dengan kenyataan pada praktik di lapangan.
d. Setelah di lakukan tindakan keadaan pasien baik tidak mengalami pusing, pasien
merasa lega dan puas

5.2. Saran
a. Lahan Praktek
Diharapkan bagi lahan praktek untuk terus meningkatkan mutu pelayanan pada
masyarakat/pasiensekitar guna meningkatkan kesejahteraan kesehatan pasien.
b. Mahasiswa
Diharapkan bagi mahasiswa lebih meningkatkan ilmu pengetahuan, lebih
banyak membaca buku tentang kesehatan, serta dapat memahami dan menerapkan
tindakan sesuai dengan teori.
c. Institusi
Institusi pendidikan sebagai tempat untuk mencari ilmu, diharapkan dapat
menjadi tempat pengembangan ilmu khususnya tentang injeksi yang sering dijumpai
dalam lahan praktek.

DAFTAR PUSTAKA

Ceklist Akbid Brawijaya Husada (2011). Injeksi intramuscular

Potter, Perry. Ganiswara (2005). Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Famakologi, FKUI

Ratna Ambarwati, Eni (2009). KDPK Kebidanan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Kawan
Pustaka

Saifudin, Abdul Bani (2006). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Tjay, T.H (2009). Faktor Patofisiologi Tubuh. Http://liew.267.wordpress.com/ pengaruh


cara pemberian terhadap absorbs obat/ diakses tanggal 26 Agustus 2011

Uliyah, Musrifatul dkk (2008). Ketrampilan Dasar Praktik Klinik. Jakarta: Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai