Anda di halaman 1dari 14

TUGAS 1

KONVERSI DAN PEMANFAATAN BATUBARA

Disusun oleh:
HARR SABARNO
03021381722091

Dosen Pengajar:
RR. YUNITA BAYUNINGSIH, S.T., M.T.
NIP 197803232008122002

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020
Tugas 2 Konversi dan Pemanfaatan Batubara
Mencari beberapa penelitian yang membahas mengenai briket campuran dengan
biomasa (contohnya ampas tebu, sekam padi dll). buat ringkasan yang isinya
nama biomasa yang digunakan, komposisi yang digunakan, prosedur pembuatan,
dan dan karakteristik briket campuran batubara dengan biomassa yang digunakan.

Jawaban.
A. Judul Penelitian: Reduksi Emisi Gas Buang Dengan Memanfaatkan
Sumber Energi Terbarukan Serbuk Pinus Dan Bahan Pengikat Kulit Kerang
Dan Pati Gadung Pada Campuran Biobriket Batubara

1. Nama Biomasa : Serbuk pinus, Bahan Pengikat kulit kerang dan pati gadung
pada campuran biobriket batubara
2. Komposisi yang digunakan
Adapun bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : Bahan
baku utama, Batubara dari PT. Batubara Bukit Asam (Persero)tbk Tanjung
Enim Sumatera Selatan Bahan baku pembuatan briket : Kulit Kerang, Pati
gadung dan pinus. Alat yang digunakan Ball Mill, Neraca Analitik, Ro‐Tap,
Stopwatch, Neraca Analitik, Cetakan briket, Wajan + sendok pengaduk, Beker
Gelas.
Variable penelitian yang digunakan terdiri dari variable yang divariasikan,
yaitu : Persen padatan bahan pengikat (binder) kulit kerang dan pinus 10 %,
12,5 %, 15 %, 17,5 %. Sedangkan variable tetap, persen padatan pati gadung
10 %, ukuran gadung, partikel batubara masing‐masing 50, 100 dan pinus 100
mesh. Lama pembriketan 3 jam.
3. Prosedur Pembuatan
a. Pengambilan sampel batubara dari PT. Batubara Bukit Asam di Tanjung
Enim Sumatera Selatan secara langsung di lapangan. Sedangkan gadung dan
pinus yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dari hutan wisata punti
kayu kota Palembang Sumatera Selatan
b. Preparasi dan analisa bahan baku briket Bahan baku yang digunakan untuk
pembuatan briket pada penelitian ini sebagaimana ditunjukkan Gambar 1,
searah jarum jam terdiri dari batubara, kulit kerang, gadung dan pinus.
Analisis batubara dimaksudkan untuk mengetahui kualitas daripada batubara.
Pada penelitian ini, sampel batubara dianalisa menggunakan analisis
proksimat dan ultimat (ASTM 3172).
c. Menyiapkan per sampel batubara dengan ukuran 100 mesh yang telah
dianalisa kualitas. Siapkan binder campuran kulit kerang dengan pati
gadung dan pinus dengan persen padatan masing‐ masing 10 % campurkan
serbuk batubara, kulit kerang, pati gadung dan pinus sesuai denngan
komposisi yang telah ditentukan kemudian diaduk sampai homogen.
d. Adonan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam cetakan briket yang
berbentuk silinder dengan ukuran diameter 5 cm dan tinggi 5 cm.
Kemudian keringkan pada suhu kamar hingga didapat biobriket batubara
Lakukan untuk masing‐masing persen padatan
e. Analisis kualitas briket untuk mengetahui kualitas briket batubara
dilakukan analisis proksimat, zat terbang dan total sulfur, nilai kalori.
f. Pengolahan dan analisa data pengolahan data dilakukan terhadap data yang
telah didapat dari percobaan pembriketan batubara untuk mendapatkan data
reduksi unsur‐unsur kimia dan total sulfur dalam biobriket batubara Untuk
mendapatkan gambaran hubungan antara penambahan biomasa terhadap
reduksi unsur‐kimia biobriket batubara dilakukan analisa data. Sehingga hasil
yang didapat merupakan jawaban atas permasalahan penelitian.

4. Karakteristik briket campuran batubara dengan biomassa (serbuk


pinus, bahan pengikat kulit kerang dan pati gadung).
Tabel Hasil Analisis Proksimat Dan Ultimat Batubara Biomassa Pinus
Dan Biobriket

Parameter Sumber energi


Batubara Biomassa Biobriket
pinus
Proksimat Moisture, adb % 27,5 9,96 16,94
(% adb) Ash Content, adb % 2,51 1,82 10,08
Volatile matter, adb % 38,6 65,23 44,35
Fixed carbon adb % 42,6 14,65 26,75
Total sulfur adb% 0,4 ‐ < 0,33
Nilai kalori Kkal/gr 5878 4178 6605

Ultimat S 0,2 0,07 0,13


(% adb) C 59,53 43,4 45,85
H 7,29 7,23 7,19
N 0,79 0,1 0,59
O 37,82 47,58 47,48

Pengaruh penambahan biomasa pinus terhadap unsur‐unsur kimia


biobriket batubara
Pengaruh penambahan biomasa pinus terhadap unsur‐unsur kimia dalam
campuran biobriket batubara ditunjukkan pada Tabel I. Dari hasil analisa
ultimat terhadap batubara, biomasa dan biobriket batubara sebagaimana yang
ditunjukkan pada terlihat bahwa terjadi reduksi kandungan unsur‐unsur kimia
karbon (C), Sulfur (S) dan Nitrogen (N) di dalam biobriket batubara. Hal ini
di karenakan ketiga unsur yang terkandung dalam biomasa serbuk pinus
sebagai bahan yang dicampurkan ke dalam bahan baku batubara lebih rendah
dibandingkan yang terdapat di dalam batubara. Sehingga penggunaannya di
dalam campuran briket dapat menurunkan jumlahnya di dalam biobriket
batubara. Selanjutnya apabila unsur‐unsur tersebut terbakar akan
menghasilkan senyawa‐senyawa oksida seperti CO2, SOx dan NOx dengan
jumlah yang teremisi ke udara juga berkurang sehingga efek rumah kaca
dapat direduksi. Dengan demikian dampak lingkungan akibat penggunaan
sumber bahan bakar tak terbarukan batubara dapat dimitigasi. Khusus untuk
gas CO2, dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan biomasa pinus
sebagai bahan bakar, maka pembentukan CO2 dapat direduksi dan CO2 yang
dihasilkan dari biobriket batubara yang mengandung biomasa pinus dapat
dikonsumsi kembali oleh tanaman untuk kebutuhan fotosintesisnya, proses
pelepasan dan penggunaan CO2 itu disebut siklus karbon. Hal ini disebabkan
CO2 hasil pembakaran dari biomasa bersifat renewnable.
Pengaruh penambahan serbuk kulit kerang terhadap kandungan total
sulfur biobriket batubara
Gas sulfur dioksida yang menjadi salah penyebab pencemaran udara dihasilkan
dari oksidasi antara unsur sulfur dalam batubara dengan oksigen. Banyak
penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya untuk mereduksi
total sulfur yang terkandung dalam briket batubara. Disamping itu kehadiran
unsur sulfur sulfur dalam batubara dapat menimbulkan bau pada saat briket
terbakar. Penggunaan serbuk kulit kerang dalam campuran biobriket batubara
dapat menurunkan total sulfur di dalam biobriket batubaradan mengurangi bau
yang ditimbulkannya. Hal ini dikarenakan sifat desulfurize yang terdapat dalam
kulit kerang sehingga dapat menurunkan total sulfur dalam batubara. Kulit kerang
yang mengandung senyawa CaCO3 sebagai komponen utama akan terurai menjadi
CaO dan CO2 . Adsorpsi senyawa SO2 oleh senyawa CaO membentuk senyawa
CaSO3.Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap batubara sub bituminus PT
Tambang Batubara Bukit Asam Tanjung enim sebagaimana ditunjukkan Gambar
3, terjadi penurunan kandungan total sulfur, hal yang sama juga telah dilakukan
oleh peneliti sebelumnyaseiring dengan penambahan persen padatan kulit kerang
terjadi penurunan kandungan total sulfur dalam batubara. Semakin kecil ukuran
partikel batubara maka total sulfur dalam batubara makin berkurang. Dengan
demikian jumlah Kandungan terendah total sulfur sebesar 0,14 didapatkan pada
ukuran partike partikel batubara sebesar 100 mesh untuk 17,5 % padatan kulit
kerang.Sedangkan kandungan sulfur yang terbesar sebesar 0,37 didapatkan pada
10 persen padatan kulit kerang dengan ukuran partikel batubara sebesar 35 mesh.
B. Judul Penelitian: Pengaruh Variasi Bahan Perekat Terhadap Laju
Pembakaran Biobriket Campuran Batubara Dan Sabut Kelapa.

1. Nama Biomassa: Sabut Kelapa

2. Komposisi yang digunakan:


Batu bara, sabut kelapa, bahan perekat dan zat pengikat polutan
dicampur hingga rata dengan komposisi sebagai berikut :
a. Sabut kalapa dan batu bara (70% : 30%) + pati kanji 1 gram
b. Sabut kalapa dan batu bara (70% : 30%) + pati kanji 2 gram
c. Sabut kalapa dan batu bara (70% : 30%) + pati kanji 3 gram
d. Sabut kalapa dan batu bara (70% : 30%) + tetes tebu 1 gram
e. Sabut kalapa dan batu bara (70% : 30%) + tetes tebu 2 gram
f. Sabut kalapa dan batu bara (70% : 30%) + tetes tebu 3 gram
3 Prosedur yang digunakan:
a. Pencampuran briket dengan komposisi diatas
b. Pencetakan biobriket Bahan baku yang telah tercampur rata dimasukkan
ke dalam cetakan yang berbentuk silinder dengan diameter 1,5 cm dan
tinggi 1,75 cm.
c. Pengepresan. Setelah bahan baku dimasukkan ke dalam cetakan,
kemudian dilakukan pengepresan dengan tekanan 100 kg/cm2 dan
didiamkan selama 10 menit. Setelah itu biobriket dikeluarkan dari
cetakan dan dikeringkan di tempat yang tidak terkena sinar matahari
secara langsung selama 3 hari

4 Karakteristik briket campuran batubara dengan biomassa (Sbaut kelapa)


Dari hasil uji proximate dan ultimate dapat diketahui sifat-sifat bahan dasar seperti
yang terlihat pada table 1 sebagai berikut :
Batubara Sabut
Sifat
Lignite Kelapa
Kadar air (%) 14,31 2,45
Kadar abu (%) 2,02 1,34
Fixed Carbon (%) 69,53 21,62
Nilai kalor (kal/kg) 5289,395 3942,751
Volatile metter (%) 14,14 74,59
Pengaruh Bahan Perekat terhadap Laju Pembakaran
Variasi bahan perekat mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap laju
pem-bakaran. Dalam gambar di bawah, akan disajikan pengaruh variasi bahan
perekat terhadap laju pembakaran :

0.008
Pe
0.007
ng
ur 0.006
an
0.005
ga (gr
n am 0.004
M /de 0.003
as tik
sa )
La 0.002
ju
0.001

0
0 120 240 360 480 600 720 840 960 1080
Waktu (detik)
pati kanji 1 gram pati kanji 2 gram pati kanji 3 gram

Grafik pengaruh komposisi pere-kat pati kanji (1 gram, 2 gram dan 3 gram)
terha-dap laju pengurangan massa biobriket cam-puran sabut kelapa dan batubara
70% : 30%
Laju pembakaran biobriket dengan perekat pati pada awalnya naik sampai
mencapai optimum, sedangkan pada biobriket yang bahan perekatnya tetes tebu
pada awalnya juga naik tapi pada saat titik tertentu sebelum mencapi optimum,
laju pembakaran akan turun. Hal ini disebabkan karena volatile matter yang
dimiliki pati kanji masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan tetes tebu. Pada
biobriket dengan perekat pati kanji, semakin banyak campuran pati kanji maka
kemungkinan terbakarnya semakin cepat karena nilai volatile matter yang
semakin tinggi tetapi yang lebih menarik disini laju pembakan dicapai pada
waktu yang sama.
C Judul Penelitian: Pengaruh Komposisi Dan Ukuran Serbuk Briket Yang
Terbuat Dari Batubara Dan Jerami Padi Terhadap Karakteristik Pembakaran

1. Nama Biomassa: Jerami Padi


2. Komposisi yang digunakan
bahan yang dipergunakan meliputi:
a. Batubara yang berasal dari pertambangan yang ada di Indonesia, sampel diambil dari
tempat pengolahan batubara yang berada di Mojosongo, Solo.
b. Jerami yang berada Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
c. Bahan perekat berupa tepung pati kanji.
Alat yang digunakan meliputi:
a. Timbangan
b. Alat pirolisis berupa kiln metal yang dilengkapi dengan ruang pengarangan, dapur
pembakaran, isolator, cerobong, dan termokopel.
c. Lubang pemasukan material melalui bagian atas dengan membuka tutup yang
berbentuk kerucut.

Perbandingan komposisi bahan


a. Campuran batubara 100% dan jerami 0%
b. Campuran batubara 70% dan jerami 30%
c. Campuran batubara 50% dan jerami 50%
d. Campuran batubara 30% dan jerami 70%
e. Campuran batubara 0% dan jerami 100%
f. Ukuran partikel: 35 dan 50 mesh

3. Prosedur yang digunakan


a. Batubara yang telah diayak dicampurkan dengan jerami dengan perbandingan
komposisi B/J: 100/0; 70/30; 50/50; 30/70; 0/100, menurut mesh 35 dan 50.
b. Bahan baku yang telah tercampur rata dimasukkan ke dalam cetakan yang
berbentuk silinder.
c. Kemudian melakukan pengepresan dengan menggunakan alat press hidrolik
manual.
d. Setelah itu mengeluarkan briket dari cetakan dan mengeringkan di tempat
yang tidak terkena sinar matahari secara langsung selama 3 hari.
4. Karakteristik briket campuran batubara dengan biomassa (Jerami padi)
Untuk mengetahui kondisi awal bahan baku yang dapat mempengaruhi
kualitas briket maka dilakukan pengujian nilai kalor dan rendemen arang bahan
baku. Hasil pengujian terhadap nilai rendemen dan kalor arang bahan baku yaitu
batubara dan jerami padi disajikan dalam tabel
Tabel Hasil pengujian nilai rendemen dan kalor arang bahan baku

Bahan Baku Rendemen Nilai kalor


(%) (kal/g)
Batubara 68,549 6150,740
Jerami Padi 24,619 4751,184

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa bahan baku arang batubara mempunyai
rendemen sebesar 68,549% dan nilai kalor 6150,740 kal/g. Sedangkan arang
jerami padi memiliki rendemen sebesar 24,619% dan nilai kalor 4751,184 kal/g.
Rendemen arang digunakan sebagai salah satu indikator keberhasilan pembuatan
arang. Ditinjau dari besarnya rendemen maka bahan baku jerami padi ini telah
sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa proses pembuatan biobriket proses
pembentukan arang dapat menghasilkan rendemen sebesar 20-30 %. Sedangkan
nilai kalor arang batubara sebesar 6150,740 kal/g telah melampaui standar SNI
01-6235-2000 tentang briket arang yaitu minimum 5000 kal/g dan untuk jerami
padi sebesar 4751,184 kal/g perlu penambahan campuran bahan baku lain yang
mempunyai nilai kalor lebih tinggi sebagai pendukung sehingga menghasilkan
kalor yang memenuhi standart SNI yaitu batubara. Dengan campuran kedua bahan
baku berpotensi sebagai bahan baku pembuatan briket.
Secara umum pembakaran briket dibagi menjadi tiga tahap. Pertama adalah
tahap pengeringan/pemanasan dengan pengurangan massa yang lambat. Tahap
kedua adalah devolatilisasi yang ditunjukkan dengan pengurangan massa yang
cepat dan ketiga pembakaran arang yang ditunjukan dengan pengurangan massa
yang lambat.Pengaruh komposisi campuran bahan baku terhadap laju pembakaran
pada beberapa variasi ukuran partikel dilakukan pada semua sampel briket. Briket
dialiri udara dengan kecepatan konstan yaitu 0,3 m/s pada temperatur lingkungan
rata-rata 30oC dan suhu tungku rata-rata 500oC. Gambar 4.7 berikut merupakan
grafik laju pembakaran briket komposisi campuran arang batubara dan jerami padi
pada ukuran partikel 35 dan 50 mesh.

Pada di atas dapat dilihat bahwa tahap pengeringan pada briket seluruh
komposisi batubara dan jerami padi membutuhkan waktu pengeringan rata-rata ±8
menit, hal ini terkait dengan kadar air yang dimiliki oleh briket. Untuk komposisi
jerami padi lebih cepat mengering dikarenakan lebih banyak kadar air dari grafik
terlihat komposisi jerami padi lebih cepat mengering ini dikarenakan dalam
pengujian tidak dimulai dengan suhu lingkungan. Sedangkan tahap devolatilisasi
dan tahap pembakaran pada briket komposisi 100% jerami padi lebih lama dari
briket dengan komposisi 100% batubara. Hal ini disebabkan oleh briket dengan
komposisi 100% batubara mengandung volaitile matter lebih besar dari briket
dengan komposisi 100% jerami padi dan selanjutnya sesuai dengan komposisi
campuran bahan baku. Sedangkan variasi ukuran partikel tidak begitu
berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan volatile matter sehingga proses
devolatisasi kedua briket hampir sama. Laju pembakaran tertinggi tercapai pada
komposisi 100% batubara (4,81 g/menit) pada pada ukuran partikel 35 mesh
terjadi pada menit ke-8. Hal ini disebabkan bahwa semakin tinggi kandungan
jerami padi maka semakin cepat proses pembakaran serta laju pembakaran,
sedangkan perbedaan ukuran partikel sangat berpengaruh secara signifikan
terhadap waktu pembakaran, hal ini disebabkan bahwa semakin kecil ukuran
partikel maka briket semakin padat sehingga semakin sulit oksigen masuk
menyebabkan waktu pembakaran serta laju semakin lama.
D Judul Penelitian: Karateristik Bio-Briket Berbahan Baku
Batubara Dan Batang/Ampas Tebu Terhadap Kualitas Dan Laju
Pembakaran

1. Nama Biomassa: Batang/Ampas Tebu

2. Komposisi yang digunakan


a. Limbah batu bara sebagai bahan utama pembuatan briket bio-batu bara.
b. Arang ampas tebu (AT) dan batang tebu (BT) sisa pembakaran lahan
berfungsi untuk mempermudah penyalaan awal briket dan mengurangi emisi
gas berbahaya.
c. Tepung tapioka atau kanji yang berfungsi sebagai perekat briket bio-batu
bara.
d. Kapur (CaO) untuk mereduksi kandungan sulfur (S) pada batu bara.
e. Tanah lempung untuk mengurangi bau sulfur batu bara dan sebagai perekat
briket bio-batu bara.
3. Prosedur Pembuatan
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah proses pirolisis (PP) dan
tanpa pirolisis (TP). Sampel pertama limbah batu bara di pirolisis pada suhu 400
C selama 2 jam. Sampel batu bara kedua tanpa menggunakan proses pirolisis.
o

Perlakuan proses pirolisis (PP) dan tanpa pirolisis (TP) bahan baku batu bara
bertujuan untuk membandingkan kualitas kedua briket. Biomassa ampas dan
batang tebu dikarbonisasi secara konvensional tanpa menggunakan parameter
waktu dan suhu.
Pengujian briket bio-batu bara dilakukan dengan analisis proksimat dan laju
pembakaran. Dalam proses uji laju pembakaran, briket bio-batu bara dibakar pada
suhu pembakaran 400 C menggunakan udara ruang pada furnace dan
o

pengamatan penurunan massa dilakukan setiap 2 menit selama 30 menit dan 2


jam.
Proses pembriketan menggunakan 2 variabel bebas yaitu limbah batu bara
tanpa pirolisis TP (50 g) dan proses pirolisis PP (50 g). Untuk masing-masing
variabel ditambahkan arang biomassa ampas tebu (AT) 10 g dan arang batang
tebu (BT) 30 g. Sebagai bahan perekat briket digunakan 5 g tanah lempung basah
dan 5 g tepung kanji dengan menambahkan air 50 mL,
4. Karakteristik Briket campuran batubatra denan biomassa

Hasil uji proksimat briket bio-batu bara TP (50 g) dan PP (50 g) setelah
proses pembriketan. Dalam tabel terlihat bahwa ada perbedaan kandungan kadar
air, abu, zat terbang, karbon terikat dan nilai kalori setelah proses pembriketan.

Bahan Kadar Zat Kadar Karbon kalori


baku air terbang abu terikat (kal/g)
(%) (%) (%) (%)
Briket TP
5,23 23,87 24,37 51,06 4874,96
(50 g)
Briket PP
4,17 18,39 25,76 51,68 5157,87
(50 g)

Hasil uji proksimat pada Tabel campuran batu bara proses pirolisis dan tanpa
proses pirolisis berpengaruh terhadap kadar air, abu, zat terbang, karbon terikat
dan nilai kalori briket bio-batu bara yang diuraikan sebagai berikut.
a. Pengaruh Campuran Batu Bara Pirolisis dan tanpa Pirolisis terhadap Kadar Air
Proses pirolisis dan tanpa pirolisis batu bara berpengaruh pada kadar air briket
bio-batu bara. Setelah proses pembriketan, kadar air briket TP (50 g) lebih tinggi
karena batu bara yang tidak mengalami proses pirolisis mengandung kadar air 2,75%,
sehingga sangat berpengaruh pada briket bio-batu bara. Batu bara memiliki kadar
air berupa inhernt moisture atau air bawaan dari batu bara dan free moisture atau
air yang yang menempel pada permukaan batu bara (Sukandarrumidi, 2017). Di
lain pihak, briket bio-batu bara PP (50g) mengandung kadar air lebih kecil
daripada TP (50 g). Kadar air batu bara yang telah mengalami proses pirolisis
hanya sebesar 0,89%, sehingga pada saat proses pembriketan membantu
menurunan kadar air briket bio-batu bara PP (50 g).
b Pengaruh Campuran Batu Bara Pirolisis dan tanpa Pirolisis terhadap Zat
TerbangProses pembriketan berpengaruh terhadap zat terbang briket bio-batu bara
TP (50 g) dan PP (50 g) disebabkan penambahan perekat tanah lempung dan
kapur (CaO). Penambahan kapur dan tanah lempung pada briket bio-batu bara
dapat mengurangi kandungan emisi, sehingga volatile matter juga berkurang
setelah proses pembriketan. Penambahan kapur dan tanah lempung pada briket
bio-batu bara dapat mengurangi kandungan emisi, sehingga volatile matter juga
berkurang setelah proses pembriketan, selain berkurangnya emisi juga
dikarenakan telah berkurangnya zat terbang (volatile matter) yang terdapat dalam
batu bara sebagai akibat karbonisasi (Budiyanto dkk., 2008).
c. Pengaruh Campuran Batu Bara Pirolisis dan tanpa Pirolisis terhadap KadarAbu
Kadar abu briket bio-batu bara mengalami kenaikan setelah proses pembriketan.
Kadar abu yang tinggi disebabkan karena adanya penambahan tanah lempung dan
kapur. Tetapi dari hasil uji proksimat batu bara, kadar karbon terikat PP (50 g)
lebih besar daripada TP (50 g). Kemungkinan besar pada saat pembakaran, karbon
terikat terbakar habis, sehingga dihasilkan abu dalam jumlah yang banyak. Hal ini
sesuai dengan teori, dimana semakin lama waktu karbonisasi, maka kadar abu
semakin meningkat karena karbon akan habis terbakar dan menyisakan abu yang
merupakan hasil pembakaran (Junary dkk., 2015).
d Pengaruh Campuran Batu Bara Pirolisis dan tanpa Pirolisis terhadap Karbon
Terikat Batu bara memiliki kandungan kadar karbon terikat yang lebih tinggi
daripada biomassa, tetapi setelah dipirolisis mengalami kenaikan karbon terikat,
karena berkurangnya kadar air, kadar abu dan zat terbang pada saat pirolisis.
Semakin berkurang kadar air, kadar abu dan zat terbang, maka akan semakin
tinggi karbon terikat pada material tersebut. Briket memiliki kadar air, kadar abu
dan kadar menguap yang tinggi, maka kadar karbon terikat semakin tinggi (Hasan
dkk., 2017).
e Pengaruh Campuran Batu Bara Pirolisis dan tanpa Pirolisis terhadap Nilai
Kalori Nilai kalori batu bara tanpa pirolisis sebesar 5762,77 kal/g, sedangkan
proses pirolis mengalami kenaikan sebesar 6481,78%. Ketika proses pembriketan,
terjadi penurunan nilai kalori pada briket bio-batu bara, karena adanya
penambahan perekat tanah lempung dan kapur. Pengikat anorganik seperti PVA,
semen, lempung dan natrium silikat mempunyai kelemahan yaitu adanya
tambahan abu yang berasal dari pengikat, sehingga dapat menghambat
pembakaran dan menurunkan nilai kalor (Maharsa dan Muhammad., 2012).
Daftar Pustaka

Nurhalim, dkk. 2018. Karakteristik Bio-briket berbahan baku batuabara dan


batang/amaps tebu terhadap kualitas laju pembakaran. Jurnal rekayasa proses,
12(1), 51-58.
Sudiro dan Suroto Sigit. 2014. Pengaruh dan komoposisi ukuran serbuk briket
yang terbuat dari batubara dan jerami padi terhdap karakteristik pembakaran.
Jurnal sainteck politeknik indonnusa surakarta, ISSN, 2(2), 2355-5009.
Basri, H., dan Juniah, R. 2008. Reduksi emisis gas buang dengan memanfaatkan
sumber energi terbarukan serbuk pinus dan baha pengikat kulit kerang pada
campuran biobriket batubara. Seminar lokakarya nasional energi dan
linkungan semarang.
Sulistio, Amin. 2007. Pengaruh variasi bahan perekat terhadap laju pembakaran
biobriket terhadap campuran batubara dansabut kelapa. Jurnal media mesin, ISSN
411-4348, 8(2), 45-52.

Anda mungkin juga menyukai