Anda di halaman 1dari 10

PEMBAHASAN

A. Sejarah Banten

Banten adalah sebuah provinsi di Indonesia yang letak ibu kotanya berada di Kota


Serang. Provinsi ini pernah menjadi bagian dari Provinsi Jawa Barat, tetapi menjadi wilayah
pemekaran sejak tahun 2000, dengan keputusan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000.
Banten memiliki pelabuhan besar yang terletak di Merak.

Sejak awal abad ke-16, pelabuhan Banten merupakan salah satu pelabuhan besar
Kerajaan Pajajaran setelah Sunda Kelapa yang ramai dikunjungi para pedagang asing.
Wilayah ini dikuasai oleh suatu kerajaan bercorak Hindu dan merupakan daerah vassal dari
Kerajaan Pajajaran, nama kerajaan itu terkenal dengan nama Banten Girang. Penguasa
terakhir Kerajaan Banten Girang adalah Pucuk Umun.

Berkembangnya agama Islam secara bertahap di wilayah Banten pada akhirnya


menggantikan posisi politis Banten Girang sebagai kerajaan bercorak Hindu. Era Kesultanan
pun perlahan mulai menggoreskan tinta sejarah di Tatar Banten. Penting untuk dikaji, adalah
mengenai perkembangan Kesultanan Banten sekitar abad ke-16 dan ke-17, yang menurut
kabar dari orang Perancis saat itu melihat Kesultanan Banten sebagai kota kosmopolitan
bersanding dengan Kota Paris, Perancis.

Sultan pertama Banten, Maulana Hasanuddin, memerintah tahun 1527-1570. Berawal


pada sekitar tahun 1526, ketika Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan
pesisir barat Pulau Jawa, Maulana Hasanuddin, putera Sunan Gunung Jati berperan dalam
penaklukan tersebut. Setelah penaklukan tersebut, Maulana Hasanuddin mendirikan benteng
pertahanan yang dinamakan Surosowan, yang kemudian hari menjadi pusat pemerintahan
setelah Banten menjadi kesultanan yang berdiri sendiri, dengan menaklukan beberapa
kawasan pelabuhan kemudian menjadikannya sebagai pangkalan militer serta kawasan
perdagangan.

Pada masa pemerintahan Hasanuddin, kekuasaan Kesultanan Banten diperluas ke


Lampung hingga Sumatera Selatan. Pasca Maulana Hasanuddin, Kesultanan Banten
menunjukkan signifikansi kemajuan sebagai sebuah kerajaan Islam di Nusantara. Sultan
Maulana Yusuf, sebagai pengganti ayahnya, memimpin pembangunan Kesultanan Banten di
segala bidang. Strategi pembangunan lebih dititikberatkan pada pengembangan infrastruktur
kota, pemukiman penduduk, keamanan wilayah, perdagangan dan pertanian.

Sultan Maulana Yusuf juga mencetuskan sebuah konsep pembangunan infrastruktur kota
yang dikenal dengan semboyannya gawe kuta baluwarti bata kalawan kawis. Sultan Maulana
Yusuf membangun pemukiman-pemukiman masyarakat sesuai dengan pembagian penduduk
berdasarkan pekerjaan, status dalam pemerintahan, ras dan sosial ekonomi. Kampung
Kasunyatan merupakan salah satu pemukiman yang dibangun bagi kaum ulama. Sesuai
dengan namanya kampung ini merupakan pusat pembelajaran agama Islam masa Sultan
Maulana Yusuf, bahkan sampai sekarang.

Hadirnya Sultan Maulana Yusuf memberikan arti penting bagi kemajuan Kesultanan
Banten. Periode pemerintahannya selama kurun waktu sepuluh tahun (1570-1580) dapat
dianggap sebagai fase awal bagi pembangunan Kesultanan Banten sebagai kota kosmopolitan
yang maju pesat di segala bidang.

Sebagai daerah pemasok rempah-rempah terbesar yang dijadikan komoditi unggulan dan
sangat dibutuhkan oleh bangsa-bangsa Eropa, seperti Bangsa Portugis, Inggris maupun
Belanda. Membuat minat terhadap rempah-rempah makin meningkat, maka kunjungan
Bangsa Eropa ke Pelabuhan Banten juga semakin meningkat dan menyebabkan semakin
menipisnya persediaan lada di Banten. Oleh karena itu Banten membutuhkan pasokan lada
yang lebih banyak sehingga Banten mulai memasok lada dari daerah Lampung.

Awalnya Sultan Maulana Hasanuddin merencanakan untuk memperluas perkebunan lada


ke arah timur namun dikarenakan saat itu daerah tersebut masih dikuasai oleh Raja
Padjajaran dan Sultan Cirebon jadi sangat kecil kemungkinan untuk memperluas daerah
kekuasaan ke arah timur, sehingga Sultan Maulana Hasanuddin memutuskan untuk
memperluas perkebunan lada dengan menyeberangi Selat Sunda menuju daerah Sumatera
yakni Lampung

B. Komoditas Dagang
1. Lada

Lada ( Piper nigrum ) adalah tanaman rempah yang memiliki banyak khasiat dan
salah satunya tanaman obat. Sekitar tahun 1522 Banten mendukung penting bagi Kerajaan
Sunda, karena melalui pelabuhan ini setiap tahun meminta 1000 bahar lada. Ukuran berat
yang digunakan untuk menimbang lada pada saat itu adalah bahar. Satu bahar setara dengan 3
pikul, sedangkan 1 pikul sama dengan 60 kilogram. Jadi berat 1 bahar lada adalah 3 x 60
kilogram yaitu 180 kilogram (Untoro,2007: 26).

Ekspor lada Banten memiliki daya tarik yang kuat mendorong Portugis harus
menjalin kerjasama dengan Banten. Seperti perdagangan dipusat-pusat perdagangan lainnya,
yang datang tidak terbatas orang atau bangsa Indonesia.

2. Beras

Beberapa sumber melaporkan bahwa beras (Oriza sativa) merupakan salah satu komoditi
penting yang diperjual belikan di Banten. Hal ini perlu diperhatikan sebagai bahan makanan
yang dibutuhkan oleh penduduk Banten. Meskipun Banten hanya sebagai pemasok beras-
beras yang dijual oleh wilayah-wilayah bawahannya, namun komoditi ini terbilang cukup
tinggi perdagangannya. Dalam Sejarah Banten Juga diminta sebagai Sultan Ageng Tirtayasa
dirancang untuk membangun lumbung yang berada di alun-alun tidak dibuat sebagai tempat
penyimpanan beras negara.

3. Gula

Gula merupakan salah satu yang penting pendapatan kesultanan Banten. Bahan baku yang
dibutuhkan dibutuhkan (Saccaharum officinarum). Selain tebu, bahan lain yang dibuat adalah
pohon aren ( Arenga pinnata ), juga pohon siwalan ( Borassus Flabellifer ).Guillot (1990: 34)
menjelaskan bahwa di Kelapadua, wilayah kecil Pecinan telah membentuk penggilingan tebu
yang dibuat menjadi gula. Tempat produksi gula ini juga dilengkapi dengan produksi arak
yang disediakan oleh etnis Cina, konsumennya adalah para pelaut yang ada di pelabuhan
Banten.

Produksi gula Kepaladua berkembang hingga menjadi pusat produksi gula utama di kota
Banten. Akan tetapi, sejak direbutnya produksi ini oleh Belanda pada 1682 yang mulai
dikendalikan dan memonopoli perdagangan gula, produksi gula menjadi beralih ke wilayah
antara Tanara dan Tangerang. Peninggalan arkeologi Nisan bercorak Cina berangka tahun
1661 yang ditemukan di Kelapadua merupakan sumber informasi tentang perkiraan
berdirinya produksi gula pertama yang ada di pulau Jawa.

4. Cengkeh

Cengkeh (Syzygiumaromaticum) juga mewarnai perdaganganyang ada di Banten.


Different Sumber menyebutkan bahwa cengkeh merupakan komoditi Yang Tinggi
permintaannya di Pasar. Meilink Roelofsz (1962) turut serta menjelaskan perdagangan
cengkeh Banten pada bukunya "Perdagangan Asia dan Pengaruh Eropa di Kepulauan
Indonesia antara 1500 dan sekitar 1630" pada 1629 Inggris membeli 120.000 pon cengkeh
dan meningkat pada 1636 menjadi 300.000 pon dari Banten.

5. Barang Dagang lain

Sebagian besar barang yang dijajakan adalah barang dagangan untuk dikirim ke pasaran
Asia, seperti berbagai macam bahan makanan, barang-barang keramik, rempah-rempah,
barang perhiasan, mutiara, sutera, porselen, emas, dan berbagai jenis kain, obat-obatan,serta
benda-benda yang terbuat dari kayu dan logam. Benda-benda logam yang diperjual belikan
dalam perdagangan di Banten adalah keris, pisau, peluru, golok, kunci, engsel, jendela pintu,
pegangan pintu, pahat, paku, paku jamur, ring dan ladam.

Hasil pertanian yang dihasilkan oleh Banten dan juga diperdagangkan adalah jahe,
kelapa, pinang, tembakau, asam, ketimun, buncis, semangka, kacang-kacangan, sayur, dan
bawang merah.Sedangkan tanaman lain yang non-pertanian adalah rotan, ikan,cangkang
kura-kura, gading gajah, dan opium (Untoro, 2007)

C. Sistem Perdagangan

Untuk memajukan perdagangan Banten maka Sultan Ageng Tirtayasa harus dipulihkan
Sistem Monopoli Belanda terlebih dahulu,karena sistem inilah yang menutup pintu
perdagangan dengan langsung. Berbeda dengan VOC yang menganut sistem monopoli,
Banten menganut sisstem perdagangan bebas. Aturan perdagangan dibuat lebih menarik,
terutama bagi pedagang-pedagang Eropa. Pedagang-pedagang India, Cina Arab datang
membanjiri pelabuhan Banten, Setelah mereka dibawa oleh Belanda dari Malaka dan dari
Makassar. Demikian pesatnya perdagangan Banten Hingga memberanikan Sultan Ageng
meminta VOC untuk mengambil bagian dalam perdagangan rempah-rempah di Maluku dan
Malaka (Untoro, 2007).

Transaksi yang terjalin di perdagangan Banten sudah berorientasi ekonomi pasar,


sehingga dikenal pasar Konkrit (nyata) dan pasar Abstrak. Pasar Konkrit menerima barang-
barang kebutuhan sehari-hari yang diperjual belikan secara langsung di pasar yang
diselenggarakan setiap bepergian. Dengan demikian pada pasar konkrit berlangsung pasar
barang konsumsi dan pasar sumber daya produksi. Sementara, dipasar Abstrak calon penjual
menawarkan barang barang melalui contoh yang sudah ditentukan jenis dan kualitasnya.
D. Peninggalan Arsitektur

Beberapa peninggalan budaya material Arsitektural pada masa Kesultanan Banten adalah
sebagai berikut :

1. Masjid Agung Banten

Masjid Agung Banten adalah salah satu bangunan peninggalan Kerajaan Banten yang
hingga kini masih berdiri kokoh. Masjid ini terletak di Desa Banten Lama, 10 km utara Kota
Serang. Dibangun pada tahun 1652 tepat di masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanudin,
putera pertama Sunan Gunung Jati, masjid ini memiliki beberapa keunikan corak. Keunikan
corak masjid Agung Banten di antaranya menaranya berbentuk mirip mercusuar, atapnya
menyerupai atap dari pagoda khas gaya arsitektur China, ada serambi di kiri kanan bangunan,
serta kompleks pemakaman sultan Banten beserta keluarganya di sekitar kompleks masjid.

2. Benteng Speelwijk

Sebagai poros utama maritim nusantara di masa silam, kerajaan Banten juga
meninggalkan bangunan berupa benteng dan mercusuar. Benteng dengan tembok setinggi 3
meter ini bernama Benteng Speelwijk. Dibangun tahun 1585, benteng peninggalan Kerajaan
Banten ini berfungsi selain sebagai pertahanan kerajaan dari serangan laut juga berfungsi
untuk mengawasi aktifitas pelayaran di sekitar Selat Sunda. Di dalam benteng ini terdapat
beberapa meriam kuni dan sebuah terowongan yang menghubungkan antara benteng dan
keraton Surosowan.

3. Vihara Avalokitesvara

Meski Kesultanan Banten berazaskan atas Islam, toleransi dari penduduk dan
pemimpinnya dalam beragama terbilang sangat tinggi. Hal ini dibuktikan dengan adanya
peninggalan sejarah yang berupa bangunan Vihara, tempat ibadah umat Budha. Vihara
peninggalan Kerajaan Banten tersebut bernama Avalokitesvara. Hingga kini, kita masih dapat
melihatnya. Yang unik, di dinding vihara ini kita juga dapat melihat relief kisah legenda
siluman ular putih yang melegenda itu

4. Istana Keraton Kaibon Banten

Peninggalan Kerajaan Banten selanjutnya adalah bangunan istana Kaibon. Istana ini
dulunya adalah tempat tinggal ibunda Sultan Syaifudin, yakni Bunda Ratu Aisyah. Akan
tetapi, saat ini bangunan istana tersebut sudah hancur dan hanya dapat dilihat reruntuhannya
saja. Pada saat kerajaan Banten bentrok dengan pemerintah kolonial Belanda pada 1832,
Daendels –Gubernur Hindia Belanda, meruntuhkan bangunan bersejarah ini.

5. Istana Keraton Surosowan Banten

Selain istana Keraton Kaibon, Kerajaan Banten di masa silam juga meninggalkan
bangunan istana lainnya, yaitu istana Keraton Surosawan. Istana ini adalah tempat tinggal
dari Sultan Banten dan menjadi kantor pusat kepemerintahan. Nasib istana Keraton
Surosawan juga sama dengan Keraton Banten, hancur luluh. Saat ini tinggal kepingan-
kepingan reruntuhannya saja yang dapat kita lihat bersama bangunan kolam pemandiaan para
putri.
DAFTAR PUSTAKA

1. Guillot, Claude. (2008). Banten (Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII). Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia.
2. Karma. 2017. Usaha Sultan Ageng Tirtayasa dalam Membangun Ekonomi Banten
Abad XVII M. Fakultas Adab dan Humaniora. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah. Jakarta.
3.
4. https://www.academia.edu/28297642/SEJARAH_SINGKAT_KESULTANAN_BAN
TEN_ABAD_XVI-XIX_M diakses pada 25 Agustus 2019.
5. https://kisahasalusul.blogspot.com/2016/05/peninggalan-kerajaan-banten.html diakses
pada 25 Agustus 2019.
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa
selesai pada waktunya.

Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Saya berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, saya memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga
saya sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya
makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Cilegon, 25 Agustus 2019


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................

DAFTAR ISI..........................................................................................................................

PEMBAHASAN....................................................................................................................

A. Sejarah Banten...........................................................................................................
B. Komoditas Dagang...................................................................................................
C. Sistem Perdagangan..................................................................................................
D. Peninggalan Arsitektur..............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................
MAKALAH

STUDI KEBANTENAN

SEJARAH BANTEN

Anda mungkin juga menyukai