Kep Palliative
Kep Palliative
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Palliative Care adalah suatu perawatan kesehatan terpadu yang menyeluruh dengan
pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya adalah untuk mengurangi penderitaan
pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, dan juga memberikan
support kepada keluarganya. Dari definisi tersebut didapatkan bahwasannya salah satu tujuan
dasar dari palliative care adalah mengurangi penderitaan pasien yang termasuk didalamnya
adalah menghilangkan nyeri yang diderita oleh pasien tersebut.
Perawatan paliatif ini ditujukan untuk orang yang menghadapi penyakit yang belum dapat
disembuhkan seperti penyakit kanker, penyakit degeneratif, penyakit paru obstruktif kronis,
cystic fibrosis, stroke, parkinson, gagal jantung/heart failure, penyakit genetika dan penyakit
infeksi seperti HIV/AIDS. Pemberian pelayanan perawatan paliatif dilakukan oleh tim paliatif
yang terdiri dari dokter, perawat, pekerja sosial, psikolog, konselor spiritual (rohaniawan),
relawan, apoteker, ahli gizi dan profesi lain yang terkait dan fokus pendekatannya adalah
kepada pasien dan keluarga. Peranan tim paliatif diantaranya yaitu memberikan dukungan
pada pasien dan keluarga, menyediakan dan meningkatkan manajemen gejala fisik dan
emosional, melakukan kolaborasi untuk memenuhi kebutuhan pasien serta memberikan
informasi mengenai prognosis penyakit pasien.
Terdapat banyak alasan mengapa pasien dengan penyakit stadium lanjut tidak mendapatkan
perawatan yang memadai, namun semua alasan itu pada akhirnya berakar pada konsep terapi
yang eksklusif dalam menyembuhkan penyakit daripada meningkatkan kualitas hidup dan
mengurangi penderitaan. Itulah mengapa, seringkali keputusan untuk mengambil tindakan
paliatif baru dilakukan setelah segala usaha penyembuhan penyakit ternyata tidak efektif.
Padahal seharusnya, palliative care dilakukan secara integral dengan perawatan kuratif dan
rehabilitasi baik pada fase dini maupun lanjut.
Seiring dengan berkembangnya bidang ilmu ini, ruang lingkup dari palliative care yang
dulunya hanya terfokus pada memberikan kenyamanan bagi penderita, sekarang telah meluas
menjadi perawatan holistik yang mencakup aspek fisik, sosial, psikologis, dan spiritual.
Perubahan perspektif ini dikarenakan semakin hari semakin banyak pasien yang menderita
penyakit kronis sehingga tuntutan untuk suatu perkembangan adalah mutlak adanya. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis membuat makalah tentang Palliative Care untuk
mengulas materi tersebut lebih dalam.
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa mampu memahami
konsep dasar keperawatan paliatif lebih mendalam dalam praktik keperawatan.
2. Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini agar mahasiswa mampu :
a. Memahami pengertian kosep perawatan paliatif
b. Menjabarkan tujuan perawatan paliatif
c. Menerapkan prinsip dasar perawatan paliatif
d. Mengenal sejarah perkembangan perawatan paliatif
e. Menjabarkan tim dan tempat perawatan paliatif
f. Mendeskripsikan ruang lingkup kegiatan dan aspek perawatan paliatif
g. Memahami Sasaran Kebijakan Perawatan Paliatif
h. Mengaplikasikan Aspek Medikolegal dalam Perawatan Paliatif
i. Menjabarkan Kriteria dan Kompetensi Perawat Paliatif
j. Memahami Indikasi pelayanan paliatif
k. Menerapkan Langkah-langkah dalam pelayanan paliatif
BAB II
TINJAUAN TEORI
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan
keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat
mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian
yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual
(sumber referensi WHO, 2002).
Perawatan Paliatif adalah semua tindakan aktif guna meringankan beban penderita terutama
yang tidak dapat disembuhkan. Tindakan aktif yang dimaksud ialah antara lain
menghilangkan nyeri dan keluhan lain, serta perbaikan dalam bidang psikologis, sosial
dan spiritual. Tidak saja diberikan kepada penderita yang tidak dapat disembuhkan tetapi
juga penderita yang mempunyai harapan untuk sembuh bersama-sama dengan tindakan
kuratif. (Depkes-Pedoman Kanker Terpadu Paripurna, 1991).
Perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang bertujuan meningkatkan kualitas
hidup, dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan orang lain, memberikan dukungan
spiritual dan psikososial mulai saat diagnosis ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan
terhadap keluarga yang kehilangan atau berduka serta bertujuan memperbaiki kualitas hidup
pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit
yang mengancam jiwa.
Pengertian perawatan paliatif menurut Cancer Council Australia adalah perawatan yang
membantu pasien menjalani hidup senyaman dan sebaik mungkin dengan penyakit terminal
yang dialami. Perawatan paliatif diberikan pada tahap apapun saat fase aktif kanker.
Menurut American Cancer Society, perawatan paliatif adalah perawatan untuk dewasa dan
anak dengan penyakit serius yang berfokus mengurangi penderitaan dan meningkatkan
kualitas hidup pasien serta keluarga, tetapi tidak dimaksud untuk menyembuhkan penyakit.
Perawatan paliatif dapat diberikan kepada semua usia dan semua stadium panyakit dengan
mengurangi gejala, nyeri, dan stress dan diberikan bersama dengan pengobatan kuratif.
Tujuan utama dari perawatan paliatif adalah untuk membantu klien dan keluarga mencapai
kualitas hidup terbaik, menganggap kematian sebagai proses normal, tidak mempercepat
atau menunda kematian, menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu, menjaga
keseimbangan psikologis dan spiritual, mengusahakan agar penderita tetap aktif sampai
akhir hayatnya dan membanti mengatasi suasana duka cita pada keluarga.
Tindakan paliatif ini harus dapat membantu pasien untuk dapat mempertahankan secara
maksimal kemampuan fisik, emosi, spiritual, pekerjaan, dan sosial yang diakibatkan baik
oleh kanker maupun akibat tindakan.
Menurut WHO pada tahun 2007, prinsip pelayanan paliatif pasien kanker yaitu
menghilangkan nyeri dan gejala fisik lain, menghargai kehidupan dan menganggap kematian
sebagai proses yang alami, tidak bertujuan mempercepat atau menunda kematian,
mengintegrasikan aspek psikologis, sosial, dan spiritual, memberikan dukungan agar pasien
dapat hidup seaktif mungkin, memberikan dukungan kepada keluarga sampai masa dukacita,
menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan keluarganya dan
menghindari tindakan sia-sia.
Palliative care dan hospice telah berkembang pesat sejak tahun 1960-an. Cicely Saunders
seorang pekerja yang merintis perawatan ini dimana sangat memiliki peran penting dalam
menerik perhatian pasien pada akhir kehidupannya saat mengidap penyakit ganas stadium
lanjut. Palliative care mulai didefinisikan sebagai subyek kegiatan ditahun 1970 dan dating
untuk menjadi sinonim dengan dukungan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual pasien
dengan penyakit yang membatasi hidup, disampaikan oleh tim multidisipliner.
Standar perawatan pertama kali diperkenalkan pada 1997 di Jepang. Pendidikan palliative
care masuk dalam kurikulum sekolah-sekolah kedokteran dan semua sekolah keperawatan.
Dua puluh layanan yang terkait dengan palliative care tersedia di seluruh negeri. Tiga belas
organisasi yang dibangun di Singapura untuk menyediakan palliative care. Modul palliative
care ditambahkan ke kurikulum sekolah kedokteran. Pemerintah mulai menerapkan di setiap
kabupaten dan rumah sakit umum untuk memperkenalkan suatu palliative care pada tahun
1998 di Malaysia. Palliative care dimasukkan ke dalam rencana kesehatan nasional
Mongolia. Modul palliative care termasuk dalam kurikulum sekolah kedokteran di
Mongolia. Sebuah program pendidikan palliative care telah diterapkan untuk asisten
keperawatan di Selandia Baru. Empat puluh satu pelayanan palliative care ini sudah tersebar
di seluruh negeri dan mulai tahun 2005 palliative care diakui sebagai spesialisasi medis di
Australia.
Sejarah dan perkembangan palliative care di Indonesia bermula dari adanya perubahan yang
terus-menerus setiap rapat kerja untuk membahas system penanggulangan penyakit kanker
pada tahun 1989. Penanggulangan penyakit kanker ini harus dilaksanakan secara paripurna
dengan mengerjakan berbagai intervensi mulai dari pencegahan, deteksi dini, terapi, dan
perawatan paliatif. Departemen Kesehatan Republik Indonesia menerbitkan surat Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor: 812/Menkes/SK/VIII/2007 pada tanggal 19 Juli 2007 yang
berisi keputusan Menkes tentang kebijakan palliative care. Dengan terbitnya surat keputusan
tersebut diharapkan bisa menjadi pedoman-pedoman pelaksanaan palliative care di seluruh
Indonesia serta mendorong lajunya pengembangan palliative care secara kualitas maupun
kuantitas.
E. Tim dan Tempat Perawatan Paliatif
Pendekatan perawatan paliatif melibatkan berbagai disiplin ilmu yaitu pekerja sosial, ahli
agama, perawat, dokter, psikolog, relawan, apoteker, ahli gizi, fisioterapi, dan okupasi
terapi.
Komposisi tim paliatif terdiri :
1. Dokter
1) Dokter umum
Dokter umum memiliki peranan penting terutama pada perawatan pasien terminal di
tingkat layanan primer yaitu di puskesmas dan di rumah pasien. Sehingga tata laksana
gejala fisik dan kebutuhan psikososial dan spiritual dapat berjalan baik.
2) Dokter Paliatif
3) Dokter Spesialis
2. Perawat
Perawat tersebut harus memiliki pengetahuan dan keterampilan sesuai prinsip-prinsip
pengelolaan paliatif. Perawat yang bekerja di program paliatif bertanggung jawab dalam
penilaian, pengawasan, dan pengelolaan asuhan keperawatan pasien paliatif serta
supervisi terhadap pelaku rawat dan mengontrol kondisi pasien secara periodik.
3. Pelaku rawat (caregiver)
a. Melakukan atau membantu pasien melakukan perawatan diri dan kegiatan sehari hari
(memandikan, memberi makan, beraktifitas sesuai kemampuan pasien, dll)
b. Memberikan obat sesuai anjuran dokter
c. Melaporkan kondisi pasien kepada perawat
d. Mengidentifikasi, mencatat dan melaporkan gejala fisik serta gejala lain kepada
perawat.
4. Apoteker
Terapi obat merupakan komponen utama dari manajemen gejala dalam pelayanan
paliatif. Apoteker memastikan bahwa pasien dan keluarga memiliki akses penting
terhadap obat-obatan untuk pelayanan paliatif. Keahlian apoteker dibutuhkan untuk
memberikan informasi yang tepat mengenai dosis, cara pemberian, efek samping dan
interaksi obat-obatan kanker, morfin dan anti nyeri lainnya yang diberikan kepada pasien
untuk menjalani terapi paliatif-nya.
5. Pekerja sosial
Perannya membantu pasien dan keluarganya dalam mengatasi masalah pribadi dan sosial,
penyakit dan kecacatan, serta memberikan dukungan emosional/konseling selama
perkembangan penyakit dan proses berkabung. Masalah pribadi biasanya akibat disfungsi
keuangan, terutama karena keluarga mulai merencanakan masa depan.
Pekerja Sosial Medik
1) Menerima dan menganalisa masalah sosial ekonomi pasien dan keluarga
2) Melaksanakan program sosial medis seperti bimbingan sosial (misalnya masalah
pendidikan dan masalah di tempat kerja) dan memberikan alternatif pemecahan sosial
ekonomi
3) Menjembatani dalam persiapan kelengkapan administra-si untuk klaim asuransi
4) Bekerjasama dengan perusahaan atau badan sosial untuk memecahkan masalah yang
dihadapi pasien dan keluarga
5) Reevaluasi program yang telah dilaksanakan dan melaporkan perkembangan pasien,
serta mengusulkan program baru bila diperlukan
6. Psikolog
Peran psikolog :
1) Menerima permintaan penanganan psikologi
2) Menganalisa dan menegakkan diagnosa gangguan psikologi
3) Melakukan pendekatan psikologi sesuai kebutuhan pasien dan keluarga
4) Melakukan evaluasi pendekatan yang telah diberikan
5) Berkoordinasi dengan anggota tim paliatif
7. Rohaniwan
Rohaniwan seharusnya terampil dan bukan sebagai pendengar yang menghakimi, mampu
mengatasi pertanyaan yang berkaitan dengan makna kehidupan. Dengan berkoordinasi
dengan anggota tim paliatif lainnya, diharapkan mampu menganalisa kebutuhan rohani
dan keagamaan bagi pasien dan keluarga serta memberikan dukungan dalam tradisi
keagamaan, mengorganisir ritual keagamaan dan sakra-men. Hal tersebut sangat berarti
bagi pasien kanker dan keluarganya.
8. Terapis
1) Melakukan program rehabilitasi medis sesuai anjuran dokter spesialis rehabilitasi
medik.
2) Berkoordinasi dengan dokter spesialis rehabilitasi medik dan anggota tim paliatif
lainnya
9. Relawan
Melibatkan relawan dalam tim paliatif berarti terdapat dukungan masyarakat dan
menunjukkan bahwa masyarakat itu mampu berperan serta.
Peran relawan dalam paliatif:
1) Relawan yang terlibat dalam rumah sakit dan tim pelayanan paliatif membantu
profesional kesehatan untuk memberikan pendampingan bagi pasien dan keluarga.
2) Relawan berasal dari semua lini masyarakat, dan dapat menjembatani antara institusi
layanan kesehatan dan pasien.
3) Dengan pelatihan dan dukungan yang tepat, relawan dapat memberikan pelayanan
langsung kepada pasien dan keluarga, membantu tugas-tugas administratif, atau
bahkan bekerja sebagai konselor. Selain itu, dapat berperan membantu meningkatkan
kesadaran, memberikan pendidikan kesehatan, menggalang bantuan dana, serta
membantu rehabilitasi pasien.
Masing-masing profesi terlibat sesuai dengan masalah yang dihadapi penderita, dan
penyusunan tim perawatan paliatif disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan tempat
perawatannya. Pasien dapat memilih dimana ingin dirawat, misalnya :
1) Rumah sakit
Tim perawatan paliatif merupakan kolaborasi antara interdisiplin ilmu dan biasanya
terdiri dari seorang dokter dan atau perawat senior bersama dengan satu atau lebih
pekerja sosial dan pemuka agama/rohaniawan. Sebagai tambahan, tim tersebut juga
dibantu teman sejawat dari gizi dan rehabilitasi, seperti fisioterapis atau petugas terapi
okupasi. Konsultasi awal biasanya dilakukan oleh dokter atau perawat yang berhubungan
dengan kebutuhan pasien dan keluarga dan juga memberi rujukan kepada dokter utama
yang menangani pasien tersebut. Terkadang juga konsultan perawatan paliatif dilibatkan
untuk membantu komunikasi dengan keluarga. Perawatan paliatif berbasis rumah sakit
dapat diselenggarakan dalam beberapa tingkat atau model, yaitu primer, sekunder, dan
tersier. Pertama, perawatan paliatif primer harus tersedia di semua rumah sakit. Pada
tingkat ini, minimal klinisi harus memiliki pendidikan tentang dasar-dasar pengelolaan
nyeri dan gejala lain. Model primer berfokus pada peningkatan pelayanan yang sudah ada
dan pendidikan bagi klinisi. Karena itu, model ini cocok bagi institusi yang memiliki
keterbatasan sumber daya. Kedua, perawatan palatif sekunder memerlukan semua tenaga
kesehatan yang terlibat dalam perawatan pasien untuk memiliki level kompetensi
minimum dan memerlukan para spesialis yang menyediakan perawatan paliatif melalui
tim konsultasi interdisipliner, unit khusus, maupun keduanya. Ketiga, program tingkat
tersier dapat melibatkan organisasi tersier, seperti rumah sakit pendidikan dan pusat-pusat
pendidikan dengan tim ahli dalam perawatan paliatif. Pada level ini, program yang dibuat
dapat dijadikan sebagai konsultan bagi level praktik primer dan sekunder ataupun sebagai
program percontohan bagi pusat-pusat pengembangan lainnya. Praktisi dan institusi yang
terlibat dalam level perawatan paliatif tersier juga harus berpartisipasi dalam aktivitas-
aktivitas pendidikan dan penelitian.
2) Hospice
Hospice merupakan tempat pasien dengan penyakit stadium terminal yang tidak dapat
dirawat di rumah namun tidak melakukan tindakan yang harus dilakukan di rumah sakit.
Pelayanan yang diberikan tidak seperti di rumah sakit, tetapi dapat memberikan
pelayanan untuk mengendalikan gejala-gejala yang ada, dengan keadaan seperti di rumah
pasien sendiri.
3) Rumah
Peran keluarga lebih menonjol karena sebagian perawatan dilakukan oleh keluarga.
Keluarga atau orang tua sebagai care giver diberikan latihan pendidikan keperawatan
dasar. Perawatan di rumah hanya mungkin dilakukan bila pasien tidak memerlukan alat
khusus atau keterampilan perawatan yang mungkin dilakukan oleh keluarga.
F. Lingkup Kegiatan dan Aspek Perawatan Paliatif
Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi penatalaksanaan nyeri, penatalaksanaan keluhan
fisik lain, asuhan keperawatan, dukungan psikologis, dukungan sosial, dukungan cultural
dan
spiritual, dukungan persiapan dan selama masa dukacita. Pada setiap individu terdapat
keterkaitan antara sistem biologis, sistem psikologis, dan sistem sosial. Penyakit yang
dialami individu akan memberikan pengaruh besar dalam emosi, penampilan, dan perilaku
sosial individu. Dr. Elisabeth Kubler Ross mengidentifikasi terdapat lima tahap yang
mungkin dilewati oleh pasien penyakit terminal yang divonis tidak akan hidup lama lagi.
Melalui tahapan tersebut maka dapat terlihat gambaran mengenai proses perubahan
psikologis pada pasien terminal dalam menghadapi sebuah kenyataan yaitu kematian atau
rasa kehilangan sehingga pasien memerlukan bantuan maupun dukungan untuk melewati
tahapan tersebut.
Pemberian perawatan paliatif sangat dianjurkan untuk pasien dan keluarga pasien dengan
penyakit terminal salah satunya adalah kanker. Perawatan ini memungkinkan tidak hanya
mendapatkan perawatan secara aspek fisik saja namun juga perawatan secara psikologis dan
sosial dalam menghadapi penyakit fisik yang berpengaruh terhadap masalah pikologis dan
sosial yang dihadapi pasien dan keluarga pasien. Hal ini sesuai definisi perawatan paliatif
menurut WHO yaitu perawatan yang aktif dan menyeluruh terhadap pasien yang
penyakitnya tidak lagi memberikan tanggapan kepada pengobatan yang menyembuhkan.
Kontrol dari rasa sakit, gejala-gejala lain, masalah psikologis, sosial, dan spiritual
merupakan hal yang terpenting. Sehingga aspek perawatan paliatif berupa aspek psikologis,
sosial, dan spiritual menjadi fokus dalam rangkaian pengobatan kanker.
1) Aspek Psikologis
Pasien dengan pernyakit terminal biasanya semakin tidak bisa menunjukkan dirinya
secara ekspresif. Pasien menjadi sulit untuk mempertahankan kontrol biologis dan
fungsi sosialnya, seperti menjadi sering mengeluarkan air liur, perubahan ekspresi
bentuk muka, gemetaran dan lain sebagainya. Pasien juga sering mengalami kesakitan,
muntah-muntah, keterkejutan karena perubahan penampilan yang drastis disebabkan
kerontokan rambut atau penurunan berat badan, dan stres karena pengobatan sehingga
pasien mengalami ketidak mampuan untuk berkonsentrasi.
2) Aspek Sosial
Ancaman terhadap konsep diri yang terjadi karena menurunnya fungsi mental dan fisik
pasien dapat juga mengancam interakhi sosial pasien. Meskipun pasien penyakit
terminal sering menginginkan dan membutuhkan untuk dijenguk, namun pasien
mungkin juga mengalami ketakutan bahwa kemunduran mental dan fisiknya akan
membuat orang-orang yang menjenguknya menjadi kaget dan merasa tidak enak.
Konsekuensi mengenai interaksi sosial yang tidak menyenangkan ini dapat membuat
pasien mulai menarik diri dari kehidupan sosialnya dengan cara membatasi orang-orang
yang mengunjunginya hanya kepada beberapa orang anggota keluarga saja.
3) Aspek spiritual
Spiritualitas penting dalam meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup seseorang.
Spiritualitas juga penting dikembangkan untuk dijadikan dasar tindakan dalam
pelayanan kesehatan. Aspek ini dinyatakan juga dalam pengertian kesehatan seutuhnya
oleh WHO pada tahun 1984, yang oleh American Psychiatric Assosiation (APA)
dikenal dengan dengan rumusan “bio-psiko-sosio-spiritual”. Kekosongan spiritual,
kerohanian, dan rasa keagamaan dapat menimnulkan permasalahan psiko-sosial begitu
juga sebaliknya. Bussing et al dalam penelitiannya juga mengungkapkan bahwa pasien
kanker yang memiliki sandaran sumber religius yang kuat akan mengantarkan pasien
tersebut pada prognosis yang lebih baik dari yang diperkirakan.
Kebutuhan spiritual inilah yang menjadikan salah satu aspek terpenting dalam
pemberian perawatan paliatif pada pasien dengan penyakit terminal salah satunya
kanker. Perawatan paliatif dapat menyentuh aspek spiritual dengan cara membantu
pasien untuk mengidentifikasi kepercayaan spiritualitas positif yang dimilikinya,
sehingga pasein dapat menggunakan kepercayaan tersebut untuk menghadapi situasi
kesehatannya. Pemahaman akan kebutuhan spiritualitas akan mempengaruhi kualitas
hidup individu secara psikologis, dengan kata lain spiritualitas adalah sesuatu yang
menghidupkan semangat bagi penderita kanker untuk mencapai kesehatan yang lebih
baik. Pemahaman yang baik juga akan membantu pasien dalam menerima kondisi yang
terjadi pada dirinya. Intervensi terhadap pemenuhan kebutuhan spiritualitas
membutuhkan pengakuan dari penderita kanker. Dalam hal ini perlu adanya hubungan
yang baik antar pemberi layanan kesehatan, pasien, dan keluarga pasien. Pasien
diharapkan dapat merasakan ketenangan dalam jiwa kemudian perawat membantu
pasien untuk merasakan dalam jiwa kehadiran satu kekuatan yang Maha Agung yang
menciptakan kita semua sebagai manusia.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang bertujuan meningkatkan kualitas
hidup, dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan lain, memberikan dukungan spiritual
dan psikososial mulai saat diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan terhadap
keluarga yang kehilangan/berduka. Palliative care ini bertujuan mengurangi rasa sakit dan
gejala tidak nyaman lainnya, meningkatkan kualitas hidup, dan memberikan pengaruh
positif selama sakit, membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai saat meninggalnya,
menjawab kebutuhan pasien dan keluarganya, termasuk dukungan disaat-saat sedih dan
kehilangan, dan membantu keluarga agar tabah selama pasien sakit serta disaat sedih.
Klasifikasi palliative ada beberapa macam yaitu religious, music, kemoterapi, hipnoterapi,
dan lain-lain.
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Rahajeng,Ekowati dr dkk. (2016). Modul TOT Paliatif Kanker Bagi Tenaga Kesehatan.
Kemenkes RI : Jakarta
Kementerian Kesehatan RI. (2016). Pedoman Program Paliatif Kanker, Jakarta
https://www.scribd.com/presentation/407082767/KONSEP-DASAR-KEPERAWATAN-PALIATIF-TEMU-1-
pptx diakses pada tanggal 25 februari 2020