Anda di halaman 1dari 5

Nama : Istianingsih Sutimin

NIM : 2017021022

Kontaminasi Bakteri pada Produk TC

Kontaminasi bakteri merupakan salah satu penyebab utama terjadinya infeksi pada pasien
setelah transfusi. Berdasarkan beberapa studi, diketahui bahwa resiko kontaminasi bakteri
pada komponen darah lebih besar dibandingkan infeksi menular lewat transfusi darah, seperti
: HIV, hepatitis C (HCV), hepatitis B (HBV). Produk darah yang terkontaminasi bakteri
dapat menyebabkan reaksi yang bersifat non imun akut, yaitu reaksi yang sering kali
menimbulkan gejala klinis berat. Selain itu, reaksi transfuse non imun akut juga terjadi dalam
kurun waktu yang pendek setelah proses transfusi.
Dibandingkan virus, bakteri lebih sering menjadi penyebab transfusion – transmitted
infection, terutama transfusi trombosit. Trombosit lebih sering terkontaminasi karena banyak
bakteri pada suhu ruang. Produk komponen darah yang terkontaminasi bakteri telah diakui
sebagai masalah yang terus menjadi sumber kecemasan.
Kontaminasi bakteri pada produk darah dapat berasal dari dalam tubuh donor dan berasal
dari lingkungan. Kontaminasi yang paling sering didapat yaitu yang berasal dari lingkungan,
hal ini dikarenakan donor dengan bakteremia dapat terseleksi untuk tidak menjadi donor pada
proses pemeriksaan oleh dokter. Kontaminasi yang berasal dari lingkungan bisa didapat dari
proses pengambilan darah donor, proses pembuatan komponen dan penyimpanan darah, serta
distribusi darah.
Masuknya organisme yang dikarenakan desinfeksi lengan yang kurang baik dapat
menyebabkan produksi bakteri dalam jumlah yang besar selama penyimpanan, dan jumlah
bakteri tersebut mungkin meningkat seiring dengan besarnya jumlah racun dari bakteri.
Proses desinfeksi kulit donor yang kurang baik menyebabkan bakteri yang normal terdapat di
kulit donor dapat ikut bersama dengan aliran darah ke dalam kantong darah.
Kontaminasi yang disebabkan dari lingkungan juga dapat terjadi pada waktu proses
pengolahan komponen darah yang rentan terhadap kontaminasi bakteri. Pembuatan
komponen darah yang tidak aseptik memungkinkan bakteri dapat tumbuh dan
memperbanyak diri di dalam kantong komponen darah. Pada pembuatan komponen wash
erythrocyte (WE) kemungkinan darah di dalam kantong dapat kontak dengan udara luar dan
memperbesar resiko kontaminasi bakteri. Oleh karena itu, masa simpan komponen darah ini
pendek.
proses pengolahan secara esensial tidak diketahui dengan pasti. Sepanjang pembuatan
komponen darah ditangani dengan menggunakan sistem tertutup, dan dilakukan dengan
Standard Operational Procedure (SOP) yang telah teruji, kontaminasi tidak akan terjadi.
Kontaminasi bakteri pada proses pengolahan TC dapat terjadi karena prosedur yang kurang
terjamin sterilitasnya, terutama pada proses finishing pemisahan trombosit (tidak sesuai
dengan SOP) di samping karena peralatan yang kurang steril.
Kontaminasi bakteri juga dapat terjadi saat masa penyimpanan produk komponen darah.
Adanya bakteri pada kantong darah dapat mempunyai efek buruk karena selama masa
penyimpanan, bakteri dapat bermultiplikasi dan meninggalkan endotoksin. Endotoksin
dihasilkan ketika bakteri tersebut mati, sehingga dapat menyebabkan gejala klinis dalam
waktu yang cepat pada resipiennya. Penyimpanan komponen konsentrat trombosit pada suhu
20˚C hingga 24˚C, yang merupakan suhu yang baik untuk pertumbuhan mikroba serta
komposisi biologis dari komponen konsentrat trombosit.
Cara penyimpanan dan lingkungan tempat penyimpanan yang berbeda dapat menentukan
perbedaan kualitas trombosit. Paparan secara mekanis maupun kimiawi juga dapat
mengakibatkan perubahan kualitas trombosit. Kondisi penyimpanan konsentrat trombosit
yang disimpan dalam suhu kamar sangat rentan terhadap kontaminasi bakteri. Kebersihan
tempat penyimpanan darah harus dijaga agar darah tetap steril dan terhindar dari
kontaminasi.
Komponen konsentrat trombosit disimpan dengan penambahan zat pengawet sehingga
viabilitas trombosit dapat dipertahankan. Pengawet yang digunakan antara lain Citrat
Phosphate Dextrose (CPD) dan Acid Citrat Dextrose (ACD). Dektrosa merupakan
karbohidrat yang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi bakteri. Kantong komponen
konsentrat trombosit merupakan kantong berpori, disamping itu penyimpanan kantong
dengan proses agitasi memungkinkan adanya sirkulasi dengan udara luar, yang mungkin
mengakibatkan kontaminasi bakteri. Oleh karena itu, masa penyimpanan trombosit maksimal
adalah 5 hari. Selain itu, jika komponen darah yang disimpan pada suhu dingin, kemudian
berada pada suhu ruang lebih dari 30 menit, maka dapat meningkatkan resioi kontaminasi
bakteri.
Kontaminasi juga dipengaruhi oleh proses pendistribusian produk darah yang merupakan
proses pengiriman darah dari UTD ke bank darah atau ke rumah sakit. Proses ini haruslah
tertutup dan tidak melibatkan keluarga pasien. Selain itu, pada saat transportasi darah,
kualitas darah harus diperhatikan. Mulai dari suhu, bentuk, dan lainnya. Untuk produk TC
ditransportasilan dengan suhu yang sama dengan suhu simpannya yaitu disimpan di 222˚C,
dengan memperhatikan keadaan produk trombosit tidak kontak langsung dengan dinding
coldbox.
Selain produk trombosit komponen sel darah merah juga dapat terkontaminasi oleh
bakteri yang berasal dari donor, akan tetapi tidak menimbulkan gejala klinis pada donor,
sehingga tidak terdeteksi pada saat seleksi donor. Sebagai contoh, bakteri Yersinia
enterolitica yang tidak terlalu menampakkan gejala klinis, yaitu donor hanya menderita diare
ringan. Yersinia enterolitica, diketahui juga dapat memproduksi toksin pada suhu rendah.
Beberapa jenis bakteri dapat tumbuh dan berkembang pada suhu dingin, sehingga
memungkinkan komponen sel darah merah dengan suhu simpan 4 ˚C hingga 6 ˚C dapat
terkontaminasi bakteri, jenis bakteri yang dapat mengontaminasi yaitu : Bakteri batang Gram
negatif (Yersinia enterocolitica, E.coli, Enterobacter/Pantoea sp, Serratia marcescens dan
S.liquifaciens, Pseudomonas sp) dan bakteri kokus Gram positif (Staph. Epidermidis,
Propionibacteria). Kontaminasi bakteri juga dapat menyebabkan sel lekosit yang ada di
dalam kantong darah untuk memproduksi sitokin yang dapat memicu efek demam pada
pasien
Gejala klinis pasien yang diakibatkan karena kontaminasi bakteri mulai dari reaksi
sedang hingga berat ditandai dengan adanya gejala gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, dispnea
ringan dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya warna kemerahan di
kulit, urtikaria, demam, takikardia, kaku otot. Reaksi sedang hingga berat dapat juga
disebabkan oleh kontaminasi pirogen dan/atau bakteri
Pada reaksi yang membahayakan nyawa ditemukan gejala gelisah, nyeri dada, nyeri di
sekitar tempat masuknya infus, napas pendek, nyeri punggung, nyeri kepala, dan dispnea.
Terdapat pula tanda-tanda kaku otot, demam, lemah, hipotensi (turun ≥2 0% tekanan darah
sistolik), takikardia (naik ≥20%), hemoglobinuria dan perdarahan yang tidak jelas. Reaksi ini
disebabkan oleh hemolisis intravaskular akut, kontaminasi bakteri, syok septik, kelebihan
cairan, anafilaksis dan gagal paru akut akibat transfusi
Kontaminasi bakteri pada produk komponen darah dapat dikurangi salah satunya dengan
penggunaan kantong sampel. Tujuannya agar darah mengalir ke kantong sampel setelah
akses jarum. Dengan dialirkannya terlebih dahulu darah ke kantong sampel telah terbukti
mengurangi kontaminasi bakteri dari kulit. Kantong sampel harus disegel dengan
menggunakan electric sealer atau klem sebelum darah dialirkan ke kantong utama.
Pemeriksaan kontaminasi bakteri pada komponen darah dapat dilakukan dengan metode
kultur, yang merupakan alat penting dalam mendeteksi keberadaan organisme yang hidup
dalam aliran darah. Salah satu alat yang digunakan untuk mendeteksi bakteri yaitu Bact /
Alert. Alat ini menggunakan sistem deteksi mikroba dengan teknologi kolorimetri. Pada
pemeriksaannya terdapat dua media cair disetiap botol yang berbeda dalam mengevaluasi,
yaitu untuk pertumbuhan bakteri aerob dan anaerob. Sensor Emulsi Cairan khusus dibagian
bawah setiap botol kultur terlihat berubah warna sebagai respon terhadap perubahan pH
sebagai akibat keunikan CO2 yang dihasilkan mikroorganisme
Pada setiap botol akan ditambahkan sampel pemeriksaan sebanyak 5 mL atu 10 mL.
Salah satu studi pada khususnya dengan jelas menunjukkan keuntungan dari pembiakan 10
mL darah/botol dibandingkan dengan 5 mL darah/botol, menemukan bahwa 7.2% lebih
banyak kasus bakteriemia terdeteksi pada botol yang diinokulasi dengan 10 mL darah dan
bahwa organisme terdeteksi lebih cepat dari pada pada botol yang diinokulasi dengan hanya
5 mL darah
Namun, penelitian lain telah menemukan volume 5 mL darah yang disarankan untuk
menginokulasi botol kultur darah. Jika menginokulasi lebih banyak darah ke dalam botol
kultur darah meningkatkan sensitivitas dan tingkat deteksi. Menurut setidaknya satu
penelitian, inokulasi lebih dari 10 mL darah/botol tidak meningkatkan tingkat positif dan
justru menurunkannya. Jika lebih banyak darah yang diinokulasi ke dalam botol kultur darah
akan lebih sedikit bakteri yang terdeteksi, kemungkinan disebabkan karena peningkatan
jumlah penghambat dalam botol sehingga darah secara alami mengandung banyak
penghambat pertumbuhan bakteri, mulai dari pelengkap dan lisozim hingga sel darah putih.
Dikarenakan resiko yang ditimbulkan pada produk darah jika terkontaminasi maka
standar hasil pemeriksaan QC terhadap kontaminasi produk darah harus mencapai 100%
negatif terhadap bakteri.

Anda mungkin juga menyukai