Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Proses menua (aging) merupakan suatu perubahan progresif pada
organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel
serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu. Proses alami yang
disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial akan
saling berinteraksi satu sama lain. Proses menua yang terjadi pada lansia secara
linier dapat digambarkan melalui tiga tahap yaitu, kelemahan (impairment),
keterbatasanfungsional (functional limitations), ketidakmampuan (disability), dan
keterhambatan (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses
kemunduran.
Hal yang pertama perawat lakukan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada lansia adalah pengkajian. pengkajian keperawatan adalah
proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi dan komunikasi data tentang klien.
Proses keperawatan ini mencakup dua langkah yaitu pengumpulan data dari
sumber primer (klien) dan sumber sekunder (keluarga, tenaga kesehatan), dan
analisis data sebagai dasar untuk diagnose keperawatan. Secara umum, sakit
dipandang sebagai suatui kondisi yang dialami individu yang gagal mencapai
kesehatan optimum.Sakit akut adalah satu kondisi sakit pada individu yang
berhasil ditangani oleh intervensi atau membaik seiring dengan waktu.
Pendekatan holistik terhadap asuhan keperawatan menolak adanya
penggolongan individual.Pendekatan holistik menekankan pada keterkaitan
individual.Apabila ditinjau secara harfiah, pendekatan ini dapat digunakan untuk
menggambarkan individu dengan kondisi kesehatan kronis. Kesehatan individu
seharusnya tidak digolongkan, seperti diabetik, penderita kanker, skizofrenik, atau
individu yang terinfeksi HIV. Bagaimanapun, perawat dipaksa oleh pendekatan
system pelayanan kesehatan untuk cenderung melabel dan mengategorikan
kesehatan individu.Dengan demikian, dalam pembahasan ini, suatu upaya
dilakukan untuk menggambarkan populasi ini dalam konteks yang sangat luas.

1|Te r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
1.2 Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah pada Makalah ini yaitu:
1. Sebutkan dan jelaskan konsep biologis pada lansia
2. Sebutkan dan jelaskan terapi modalitas
3. Sebutkan dan jelaskan terapi senam ergonomic

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun Tujuan Penulisan pada Makalah ini yaitu:
1. Untuk Mengetahui dan Memahami konsep biologis pada lansia
2. Untuk Mengetahui dan Memahami terapi modalitas
3. Untuk Mengetahui dan Memahami terapi senam ergonomic

1|Te r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Biologis pada Lansia
2.1.1 Aspek Biologis
Upaya mempelajari proses penuaan telah dilakukan sejak lama.
Diawali oleh Aristoteles, Galen dan Roger Bacon yang mengemukakan
teori penuaan dan membuat daftar tentang umur terpanjang dari
berbagai spesies. Dalam abad ke-20, ellie Metchikoff, menerima hadiah
Nobel pada tahun 1908, memperkenalkan konsep penuaan akibat
absorbsi terus menerus toksin oleh kuman usus. Baru pada tahun 1950,
Confort melakukan studi penuaan yang modern yang meninjau proses
penuaan dari sudut ilmu faal, biokimia dan marfologi sel. Berdasarkan
temuannya dikembangkan berbagai teori penuaan dan penyusunan
hipotesis yang dapat diuji kebenarannya.
Perkembangan terakhir dari ilmu dan teknologi biologi
memungkinkan dipelajarinya proses penuaan dari segi sistem kekebalan
tubuh, mutasi sel, sistem saraf dan endokrin, kegagalan perbaikan
DNA, kesalahan dalam sintesa protein, akumulasi dari toksin,
kerusakan sel dan jaringan akibat radikal bebas, pencemaran
lingkungan dan sebagainya.
Dari berbagai study dapat disimpulkan bahwa proses penuaan ini
tidak hanya dipengaruhi oleh satu mekanisme saja, tetapi lebih
dipengaruhi oleh berbagai penyebab yang berdiri sendiri. Gabungan
kerusakan oleh lingkungan dan proses yang terjadi didalam sel
mengaburkan mekanisme-mekanisme yang terjadi. Hal ini
menyebabkan apa yang dipelajari di laboratorium tidak selalu berlaku
dalam proses biologis yang sesungguhnya terjadi dalam tubuh.

2|Te r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
2.1.2 Karakteristik Proses Penuaan
1. Menurut H.P Von Hahn (1975), proses penuaan merupakan suatu
proses biologis yang kompleks :
a. Adanya perubahan dalam tubuh yang terprogram oleh jam
biologis (biological clock).
b. Terjadinya aksi dari zat metabolok akibat mutasi spontan,
radikal bebas dan adanya kesalahan didalam molekul DNA
(Strehler, 1962).
c. Perubahan yang terjadi didalam sel dapat prime akibat gangguan
sistem pengaturan pertumbuhan, atau secara sekunder akibat
pengaruh dari luar sel.
2. Menurut Vincent J. Cristafalo (1990), beberapa karakteristik tentang
proses penuaan yang terjadi pada hewan menyusui dan manusia
adalah sebagai berikut :
a. Peningkatan kematian sejalan dengan peningkatan usia.
b. Terjadinya penuaan kimiawi dalam sel dan jaringan tubuh
mengakibatkan massa tubuh berkurang, pengingkatan lemak dan
lipofuschin yang dikenal sebagai age pigmen, serta perubahan
diserat kalogen yang dikenal sebagai cross-linking.
c. Terjadinya perubahan yang progresif dan merusak.
d. Menurunnya kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan
di lingkungan.
e. Meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit tertentu.

2.1.3 Teori Biologis Tentang Penuaan


Untuk menjelaskan perubahan fisik yang terjadi pada proses
penuaan, disusun teori biologis tentang penuaan (Marry Ann Christ et
al. 1993). Dikemukakan bahwa penuaan merupakan proses yang secara
berangsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif dan
mengakibatkan perubahan di dalam yang berakhir dengan kematian.
Penuaan juga menyangkut perubahan struktur sel, akibat interaksi sel

3|Te r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
dengan lingkungannya, yang pada akhirnya menimbulkan perubahan
degeneratif.
Teori biologis tentang proses penuaan dapat dibagi menjadi teori
intrinsik dan ekstrinsik. Intrinsik berarti perubahan yang berkaitan
dengan usia timbul akibat penyebab di dalam sel sendiri, sedangkan
teori ekstrinsik menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi diakibatkan
oleh pengaruh lingkungan. Teori biologis dapat dibagi dalam :
1. Teori Gerontik
Teori ini merupakan teori intrinsik yang menjelaskan bahwa
didalam tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan
menentukan jalannya proses penuaan. Setiap spesies mempunyai
jam biologis sendiri dan masing-masing spesies mempunyai
batasan usianya. Teori genetik mengakui adanya mutasi somatik
(somatic mutation), yang mengakibatkan kegagalan dan kesalahan
di dalam penggandaan Desoxyribo Nucleic Acid atau DNA. Sel
tubuh sendiri membagi diri maksimal 50 x (Hayflick Limit).
2. Teori Non Genetik
Teori ini merupakan teori ekstrinsik dan terdiri dari
berbagai teori seperti :
a. Teori Radikal Bebas
Radikal bebas yang terdapat dilingkungan seperti asap
kendaraan bermotor dan rokok, zat pengawet makanan, radiasi,
sinar ultraviolet mengakibatkan terjadinya pikmen dan kalogen
pada proses penuaan.
b. Teori Cross-link (Cross-link Theory)
Teori ini menjelaskan bahwa molekul kolagen dan zat kimia
merubah fungsi jaringan, mengakibatkan terjadinya jaringan
yang kaku pada proses penuaan.
c. Teori Kekebalan (immunologic Theory)

4|Te r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
Teori ini menjelaskan bahwa perubahan pada jaringan
limfoid mengakibatkan tidak adanya keseimbangan dalam sel-
T sehingga produksi antibody dan kekebalan menurun.
d. Teori Fisiologis
Teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik. Terdiri dari
teori oksidasi stress (oxidative stress theory) dan teori dipakai
aus.

2.1.4 Kegiatan gen pada Proses Penuaan


Kegiatan gen pada manusia dapat dikelompokan dalam dua jenis,
yaitu yang mengomntrol perkembangan organisme dan yang lain
berperan dalam fungsi organisme yang telah dewasa. Dengan demikian
disamping mempwngaruhi prolifersi sel, gen berperan dalam
pembentukan berbagai enzim yang melindungi sel dari zat-zat
berbahaya seperti radikal bebas seperti super oxide dismutase,
glutathione reduktase.
Gen berpengaruh juga pada pembentukan enzym DNA
polymerase, yang berperan pada penggandaan DNA yang rusak,
sehingga mengurangi akibat dari mutasi sel. Beberapa gen
bertanggungjawab atas pembentukan enzym proteolitik, yang dapat
menemukan dan memperbaiki sel yang mengalami degradasi protein.
Dengan demikian gen akan mengurangi pengaruh protein yang
abnormal, yang sering terdapat pada kelompok lanjut usia.
Berdasarkan penyelidikan mutakhir ditemukan gen yang
menghambat proses merthylasi DNA yang sering terjadi pada lanjut
usia. Methylasi DNA dikaitkan dengan X-Kromosom yang tak aktif,
sehingga menimbulkan kerusakan sel pada lanjut usia.

2.1.5 Pengaruh Radikal Bebas Pada proses Penuaan


Radikal bebas merupakan molekul, fragmen molekul, atau atom
dngan elektron bebas tak berpansangan. Radikal bebas ini terjadi

5|Te r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
dalam sistem metabolok, akibat polusi asap industri atau kendaraan
bermotor, radiasi, pestisida, zat pengawet makanan, kerusakan sel atau
sel mati pada penyakit seperti hepatitis dan kanker. Karena radikal
bebas sangat aktif, zat ini mudah terkait dengan molekul lain dan
fungsi molekul berubah. Molekul bebas dapat terkait dengan DNA dan
RNA pada inti sel, sehingga terbentuk protein yang abnormal dan
menimbulkan gangguam fungsi.
Radikal bebas cepat dirusak oleh enzim dan di dalam tubuh seperti
Superozide Dismutase, Catalase, dan Glutathion Peroxidase. Radikal
bebas yang tak terkait merusak sel dan menggangu fungsi sel dan
dapat menimbulkan penyakit, degenari sel serta mempercepat proses
penuaan. Di dalam sel umumnya radikal bebas berbentuk peroxydase
dan moleku yang terjadi akibat interaksinya dengan sel, Reaksi yang
terjadi akibat interaksinya dengan oksigen biasanya sebagai berikut :

O2 + e àO2* (Superoxyde Radikal)


2 H + O2 + O2* à (Super Oxyde / Dismutase) 2H2O + O2
2 H2O2 à (Catalase) 2 H2O + O2 atau
2 H2O2 + 2 GSH à (Glutathione / Peroxydase) H2O + GSSG

2.2.1 Fungsi Kekebalan Pada lanjut Usia


Sistem kekebalan tubuh merupakan bagian dari pertahanan tubuh
dan bersifat seluler dan humoral. Sistem ini diperlukan seseorang dalam
interaksinya dengan lingkungan. Berbagai faktor eksternal seperti : usia
tua, makanan, pencemaran lingkungan, zat kimia, radiasi sinar
ultraviolet, genetika, penyakit terdahulu dan sistem hormonal
mempengaruhi sistem kekebalan tubuh.
Pada lanjut usia fungsi kekebalan dan mekanisme pertahanan tubuh
menurun sejalan dengan bertambahnya usia dan hal ian terkait dengan
meningkatnya angka kesakitan dan angka kematian akibat infeksi

6|Te r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
tertentu seperti : meningitis, tuberculosis, pneumonia, pneumokokus,
influenza, AIDS dan Bakterimia.
Peningkatan angka kesakitan dan kematian pada lanjut usia ini
sejalan pula dengan mengecilnya kelenjar tymus. Pengaruh kelenjar
tymus sangat penting didalam upaya mengendalikan reaksi kekebalan
tubuh.
Sistem kekebalan terlaksana berkat berfungsinya dengan baik
jaringan kelenjar limfa, limpa, sum-sum tulang, tonsil, kelenjar tymus,
dan kelenjar lymfa yang terletak dekat saluran pencernaan makanan dan
saluran peprnafasan. Jaringan ini terdiri dari sekupulan sel yang
berfungsii mengatur kekebalan atau berdiferensiasi menjadi sel plasma,
granulosit dan limfosit, yang terdiri dari sel B pembentuk
immunoglobulin dan sel T (Tymus Derived) yang berada di reticulo
endhotolial system.
Sel T juga mempengaruhi sel-sel lainnya seperti monocyte,
makropag umtuk membunuh antigen dan sel NK (Natural Killer) yang
berfungsi mengancurkan sel tumor dan mematikan kuman.

Sel B memebentuk immunoglobulin yang terbagi dalam :


IgM : Membantu pghagositosis
IgA : Berada di selaput lendir
IgD : Berada di permukaan sel
IgE : Berada di saluran pernafasan
IgG1 : Membunuh bakteri, virus
IgG2 : Membunuh bakteri, virus
IgG3 : Membunuh bakteri, virus
IgG4 : Membunuh bakteri, virus
Pada Lanjut Usia perubahan fungsi kekebalan yang dapat diukur
adalah:
1. Penurunan produksi kelenjar tymus

7|Te r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
2. Produksi dan reaksi terhadap IL-2 (T Cell Growh Factor, TCGF)
terbukti in vitro.
3. Penurunan ploriferasi sel
4. Menurunnya T sell dengan CD 8 antigen (Citotoxic/Suppressor
Cell)
5. Sensitivitas sel terhadap prostaglandin E2
6. Sintesa anti-idiotype antibodies
7. Penurunan tingkat reaksi antibody
8. Peningkatan autoimmun antibody
9. Peningkatan serum monoclonal immunoprotein
10. Fungsi sel NK tak berubah
11. Kimfosit B tak berubah
12. Hipersensitivitas hilang
13. Tak ada perubahan limfosit di daerah tepi

Bagan : Hubungan Kekebalan Sel dan Humoral pada Manusia

B Sel Memori Sel Limfosit


Induk (Stem Cell)

T sel pembantu / T Sel P


Sel Plasma
Pro Timosit T Sel
(Kelenjar Memori
Timus)
Pro Sel B (sumsum tulang)

Antibody Sel aktif

Timosit
B Limfosit

Sistem Kekebalan Humoral


Sistem Kekebalan sel

8|Te r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
Robert Berkow – John H Talbott (1977) : The Merck Manual (13th
edition) Merk Sharp & Dohme Research Lab. Division of Merck &
Co, Inc. Rathway, N.J.

Oksidasi Stress
Penyebab terjadinya stress oksidasi adalah penyakit seprti
penyakit Parkinson dan penyakit degenerasi basal ganglion
lainnya, penyakit alzhaimer dan penyakit motoneuron.
Keadaan ini menimbulkan terjadinya toksin dan keracunan
seperti keracunan MPP 5-OHDA, nitric oxyde dan amyloid
toxycity. Hal ini menyebabkan kematian. (Jenner,1994)

Dipakai dan AUS (Wear and Tear)


Setelah menginjak usia dewasa, sel dan jaringan tidak
tumbuh lagi. Selanjutnya terjadi fase disintegrasi jaringan dan
organ tubuh yang sering dipakai. Bila tak ada proses perbaikan atau
penggantian sel atau jaringan, proses tersebut akan diakhiri dengan
kematian. Mekanisme dipakai dan aus merupakan hal yang dialami
oleh organisme.
Proses perbaikan dan pergantian sel dimungkinkan bila
pada lansisa tersedia daya dan sarana yang ada pada saat itu atau
telas disiapkan jauh sebelumnya, misalnya mempertahankan
kebugaran tubuh pada saat masih muda (Kirkwood,1981).
Perbaikan juga dimungkinkan oleh reaktivasi stem cell untuk
mengembalikan fungsi sel yang berkurang atau rusak.
A. Perubahan Sel dalam proses Penuaan
Dalam abad ke -19, seorang ahli biologi bernama Weissman
membedakan dua jenis sel manusi yaitu sel tubuh (somatic cell)
dan sel kelamin (germ cell). karena diferensiasi sel tubuh dan

9|Te r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
kegagalan untuk membelah diri, akhirnya sel tubuh mengalami
proses penuaan dan akhirnya terjadi kematian pada manusia
tersebut.
Pendapat tersebut ditentang oleh Alexis Carel dari
Universitas Rockefeller pada tahun 1911, yang berhasil
mempersembahkan kehidupan sel jantung anak ayam selama 34
tahun. Menurut pendapatnya, sel tubuh dapat dipertahankan lama,
yang mengalami proses penuaan justru jaringan tubuh.
Pada awal tahun 1960, Hayflick dan Moorhead melakukan
percobaan menanam sel tubuh manusia dalam kultur jaringan dari
menemukan bahwa setelah terjadi poliferasi atau pembelahan sel
yang cepat, disusul dengan penurunan proliferasi yang diartikan
mereka sebagai proses penuaan sel dari kemudian disusul dengan
kematian sel.
Dengan demikian, kematian timbul bila seseorang
kehilangan kepasitas untuk menjalankan fungsinya, menyusul
kehilangan fungsi sel-selnya, baik sel fibroblast, sel otot polos, sel
endotel, sel glia dan limfosit. Masing-masing sel mempunyai jalur
perjalanan menuju masa penuaannya sendiri dan bila sel tidak
dapat lagi mempertahankan hemeostasisnya, jalur perjalanannya
terhenti walapun sel lainnya masih belum mati.
1. Perubahan yang terjadi pada sel ketika seseorang menjadi lanjut
usia adalah :
a. adanya perubahan genetik yang mengakibatkan terganggunya
metabolisme protein.
b. gangguan metabolisme nuclic acid dan deoxynucleic acid
(DNA).
c. terjadinya ikatan DNA dengan protein stabil yang
mengakibatkan gangguan genetik.
d. gangguan kegiatan enzym dan sistem pembuatan enzym.
e. menurunya proporsi di otak, otot, ginjal, darah dan hati.

10 | T e r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
f. terjadinya pengurangan perenchym.
g. penambahan lipofuscin.
2. perubahan juga terjadinya di sel otak dan saraf, berupa :
a. jumlah sel menurun, dan fungsi digantikan sel yang tersisa.
b. terganggunya mekanisme perbaikan sel.
c. kontrol nukleus sel terhadap cytoplasma menurun.
d. degenarsi lysosom yang mengakibatkan hidrolisa sel.
e. berkurangnya butiran nissl
f. terjadinya penggumpalan kromatin
g. terjadi penambahan pikmen lipofuscin
h. terjadi vakuolisasi protoplasma
3. perubahan yang terjadi di otak lanjut usia adalah :
a. otak menjadi atrofis, beratnya berkurang 5-10%, ukurannya
mengecil, terutama di bagian parasagital, frontal dan parietal
(perry dan perry).
b. Jumlah neuron berkurang dan tak dapat diganti baru (Pearson,
Gatter, Powell, 1983). di samping itu terjadi pengurungan sel
non pyramidal.
c. terjadi pengurangan neurotransmitter (Jones,1980)
- Sel pyramidal : Asam amino, asam glutamik dan asam
aspartik.
- Sel non Pyramidal : Gamma Amino Butyric Acid
(GABAB), neuropeptides, somatostatin
- lain-lain : Monoamines, dopamine, noradrenaline, serotonin
d. Terbentuknya struktur abnormal di otak dan terakumulasinya
pikmen organik-mineral seperti lipofuscin, amyloid, plak dan
neurofibrillary tangle.
e. Perubahan biologis lainnya yang mempengaruhi otak, seperti
gangguan indera telinga, mata, gangguan kardiovaskular,
gangguan kelenjar thyroid dan kortikosteroid.
4. perubahan jaringan:

11 | T e r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
a. terjadi penurunan cytoplasma protein.
b. peningkatan metaplasmic protein seperti kolagen dan elastin.

Rangkuman

teori biologis tentang penuaan mencakup teori genetik dan non-


genetik. Teori ini mencoba menjelaskan bahwa proses penuaan
dipengaruhi faktor intrinsik dan ekstrinsik.

dalam faktor intrinsik, peranan enzym seperti DNA polymerase


yang berperan besar pada penggandaan dan perbaikan DNA, serta
enzym proteolytik yang dapat menemukan sel yang mengalami
degradasi protein sangat penting. sedangkan pada faktor ekstrinsik
yang penting dikemukakan adalah radikal bebas, fungsi kekebalan
seluler dan humoral oxydasi stres, cross link serta mekanisme dipakai
dan aus, sangar menentukan dalam proses penuaan yang terjadi.

adanya pengaruh faktor intrinsik dan ekstrinsik tadi pada akhirnya


akan mempengaruhi tingkat perubahan pada sel, sel otak dan saraf,
gangguan otak sertjaringan tubuh lainnya.

2.2 Terapi Modalitas


2.2.1 Definisi
Terapi Modalitas adalah suatu kegiatandalam memberikan askep
baik di institusipelayanan maupun di masyarakat yangbermanfaat bagi
kesla dan berdampakterapeutik. Pencapaian tujuan terapi modalitas
tergantung pada keadaan kesehatan klien dan tingkat dukungan yang
tersedia. Terapi yang dilakukan untuk mengisi waktu luang bagi lansia.

2.2.2 Tujuan Terapi Modalitas


1. Mengisi waktu luang bagi lansia
2. Meningkatkan kesehatan lansia
3. Meningkatkan produktifitas lansia

12 | T e r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
Menurut “Gostetamy 1973” Tujuan Yang Spesifik Dariterapi Modalitas:

1. Menimbulkan kesadaran terhadap salah satuperilaku klien


2. Mengurangi gejala
3. Memperlambat kemunduran
4. Membantu adaptasi dengan situasi yang sekarang
5. Membantu keluarga dan orang-orang yang berarti
6. Mempengaruhi keterampilan merawat diri sendiri
7. Meningkatkan aktifitas
8. Meningkatkan kemandirianMeningkatkan interaksi sosialantara lansia

2.2.3 Lingkup Terapi Modalitas


1. Terapi lingkungan (berkebun, bermain dengan binatang, rekreasi)
2. Terapi keluarga (rekreasi)
3. Terapi modifikasi perilaku (mendengarkan musik)
4. Terapi rehabilitasi (Okupasi “keterampilan/kejuruan, kegiatanfisik”)
5. Psikoanalisa psikoterapi (kegiatan keagamaan)
6. Terapi psikodarma (drama, cerita “pengalaman pribadi (life review
terapi)
7. Terapi aktivitas kelompok (cerdas cermat, mengisi TTS, prakarya)

2.2.4 Jenis Kegiatan Terapi Modalitas


1. Psikodrama
Bertujuan untuk Mengekspresikan perasaan lansia. Tema dapat
dipilih sesuai dengan masalah klien.
2. Terapi Aktifitas Kelompok
Terapi Aktivitas Kelompok Bertujuan untuk meningkatkan
kebersamaan, bersosialisasi, bertukar pengalaman, dan mengubah
perilaku. Untuk terlaksananya terlaksananya terapi ini dibutuhkan
leader, co-leader, dan fasilitator. Misalnya cerdas cermat, tebak
gambar, dan lain-lain.

13 | T e r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
Terapi kelompok dapat lebih praktis dan diterima dibandingkan
terapi individual bagi mereka yang mengalami distress psikologis dan
dengan keterbatasan pendapatan. Perasaan terasing dan tidak berguna
berkurang dengan saling berbagi masalah yang umum dihadapi. Terapi
kelompok digunakan untuk mengurangi kecemasan terkait stres terapi
jangka pendek penyakit tertentu, reaksi berduka, dan resolusi konflik.
Dengan dipandu oleh pemimpin kelompok (yang mungkin seorang
professional kesehatan jiwa), sekelompok individu yang mengalami
masalah emosional yang serupa bertemu untuk saling mendiskusikan
masalah mereka.

Implementasi
a. Pemimpin kelompok harus menentukan ketepatan kelompok untuk
masing-masing anggota yang bermasalah.
b. Idealnya, kelompok terapi harus terdiri dari sekitar 8 sampai 12
anggota.
c. Pertemuan harus dilakukan antara satu kali seminggu sampai satu
kali sehari selama 1 sampai 1 ½ jam. Pertemuan kelompok dapat
berlangsung selama beberapa bulan sampai bertahun-tahun,
bergantung pada kebutuhan anggota.
d. Peran pemimpin kelompok adalah memberikan bimbingan dan
klarifikasi mengenai topik yang sedang dibahas.
e. Ketika kelompok tersebut mengalami kemajuan, pemimpin
kelompok terapi. Anggota kelompok dapat melakukan sebaian
fungsi kepemimpinan ketika kelompok terapi berkembang dan
hanya membutuhkan sedikit bantuan.
Pertimbangan khusus
Terapi kelompok memberikan lansia kesempatan untuk
mendiskusikan bagaimana penyakit atau kematian pasangan
memengaruhi hidup mereka dan memberikan kesempatan pada mereka
untuk saling membantu dengan berbagi pemecahan masalah yang

14 | T e r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
berhasil digunakan. Bentuk terapi kesehatan jiwa ini berbeda
psikoterapi yaitu kelompok yang terdiri atas teman sebaya atau
anggota keluarga yang mempunyai pengalaman yang sama dan
professional kesehatan jiwa dapat terlibat didalam kelompok sebagai
fasilitator untuk memantau dan memfokuskan diskusi. Pertemuan
kelompok biasanya dilakukan di tempat ibadah, pusat lansia, rumah
sakit, sekolah, dan tempat umum lainnya. Kelompok tersebut dapat
bebas biaya atau memerlukan biaya tertentu.
3. Terapi music
Menghibur para lansia sehingga meningkatkan gairah hidup dan
dapat mengenang masa lalu.
Terapi musik menggunakan daya tarik universal bunyi ritmik untuk
mengkomunikasikan, mengeksplorasi, dan menyembuhkan. Terapi
musik dapat berupa menciptakan musik, bernyanyi, bergerak
mengikuti musik atau hanya mendengarkan. Terapi musik dapat
bermanfaat bagi pasien yang menderita ketidakmampuan
perkembangan, gangguan kesehatan jiwa demensia adiksi terhadap zat,
dan nyeri kronis.
Music juga telah berhasil digunakan untuk berkomunikasi dengan
pasien yang menderita Alzheimer dan korban yang mengalami cedera
kepala ketika pendekatan lainnya gagal. Pada sebuah penelitian
mengenai efek music pada pasien yang menderita Alzheimer, mereka
yang mendengar music band besar selama satu hari lebih waspada dan
bahagia serta mempunyai ingatan jangka panjang yang lebih banyak
dibandingkan pada kelompok pengendali. Selama sakit, music dapat
mengorientasikan kembali pasien yang konfusi. Pada tahap lanjut
penyakit, music memberikan kenyamanan psikologis.

Implementasi

a. Atur sebuah lingkungan yang nyaman.

15 | T e r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
b. Pilih musik yang tepat untuk pasien dan tujuan sesi. Musik tersebut
harus bermakna untuk peserta.
c. Jika sesi yang Anda lakukan akan meliputi pembuatan musik,
kumpulkan instrument yang tepat untuk kelompok tersebut.
d. Untuk sesi yang mencakup bernyanyi, pilih musik yang diketahui
oleh anggota kelompok tersebut. Berikan syair lagu tersebut, baik
dengan menulisnya atau dengan menulisnya atau dengan
mengulanginya ke kelompok.
e. Perkenalkan peserta satu sama lain. Jelaskan tujuan sesi dan
dorong setiap orang untuk berpartisipasi sebisa yang dapat mereka
lakukan.
f. Ketika kelompok sudah siap, mulai musik dan posisi diri Anda
sehingga Anda mengharap ke kelompok.
g. Jika kelompok akan mendengarkan musik, perhatikan reaksi
peserta. Jika mereka membuat musik berkelilinglah di antara
anggota kelompok dan berilah dukungan individual.
h. Dorong peserta untuk membahas perasaan yang mereka alami
ketika mendengarkan musik. Beri pujian atas upaya mereka.
i. Setelah sesi selesai, dokumentasikan aktivitas dan respons
kelompok.

Pertimbangan khusus

Musik khususnya efektif sebagai metode terapi kenangan untuk


lansia. Pada banyak pasien, musik yang mereka nikmati dimasa muda
mereka tidak lagi menjadi dari bagian hidup mereka selama puluhan
tahun.

4. Terapi Berkebun
Bertujuan Untuk Melatih kesabaran, kebersamaan, dan
memamfaatkan waktu luang.
5. Life review therapi

16 | T e r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
Bertujuan untukMeningkatkan gairah hidup dan hargadiri dengan
menceritakan pengalaman hidupnya. Life-review berkaitan dengan
peninjauan memori yang jauh tersimpan, pengungkapan perasaan yang
terkait memori tersebut, pengakuan konflik-konflik, dan pelepasan
sudut pandang yang membatasi diri. Selama periode krisis dan transisi,
meninjau hidup terjadi secara alami pada banyak orang.
Meninjau hidup dengan efektif dapat memecahkan, setidaknya
sebagaian, beberapa konflik-konflik pada masa lalu yang menyimpan
hal-hal penting untuk masa sekarang dan masa yang akan sekarang dan
masa yang akan datang. Pada lansia yang sangat tua, terapi ini
kemungkinan akan banyak merubah pandangan mengenai apa yang
telah terjadi bukan apa yang akan terjadi.
Terapi ini tidak hanya bermanfaat untuk lansia, tetapi juga untuk
dewasa muda. Anak-anak dapat ikut bersama lansia dan mendengar
mengenai sejarah dari lansia yang dulu berada di sana dan ikut
mengalami peristiwa sejarah.
Implementasi
a. Berikan kesempatan bagi pasien untuk untuk memberikan iktisar
peristiwa-peristiwa di dalam kehidupannya.
b. Dorong pencarian makna, pemecahan masalah, dan kepuasan
emosional.
c. Fasilitas ekspresi dengan membagi beberapa pengalaman hidup
Anda sendiri.
d. Fasilitas hubungan antara harapan pada masa lalu, peristiwa saat
ini, dan pengharapan pada masa yang akan datang.

Pertimbangan khusus

Lansia yang terganggu secara psikologis dapat menolak atau tidak


mampu untuk mengenang hidup dengan lancer. Ia mungkin perlu
bantuan dalam mengungkapkan pengalaman hidupnya.

17 | T e r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
6. Terapi dengan binatang

Meningkatkan rasa kasih sayang dan mengisi hari-hari sepinya


dengan bermain bersama binatang. Hewan peliharaan dapat melawan
kesepian pada pasien lansia dan membantu menjembatani jarak antara
pasien dan pemberi perawatan kesehatan. Umumnya digunakan di
fasilitas perawatan jangka panjang, terapi hewan peliharaan membantu
pasien lansia mengatasi apatis dan depresi sert memperbaiki interaksi
dengan orang lain.

Jika dibanding dengan orang yang tidak mempunyai hewan


peliharaan, lansia yang tinggal dikomunitas yang mempunyai hewan
peliharaan telah terbukti memiliki tingkat aktivitas harian yang lebih
baik, toleransi terhadap latihan yang lebih baik dan kadar kolesterol
serum yang lebih rendah. Selain itu, mereka jarang masuk ke sistem
perawatan kesehatan. Mereka juga menunjukkan penurunan stres dan
kesepian, peningkatan status emosional, dan kemampuan koping yang
lebih baik.

Implementasi

a. Pilih hewan peliharaan yang berprilaku baik dan memiliki peragai


yang baik. Hewan peliharaan yang telah mengikuti pelatihan
kepatuan yang merupakan pilihan ideal.
b. Pastikan hewan peliharaan telah dibersihkan oleh dokter hewan
dan imunisasinya telah diperbarui.
c. Pastikan jika hewan peliharaan dipilih sebagai maskot untuk
fasilitas, minta orang yang bertanggung jawab membuat jadwal
untuk penghuni yang tertarik merawat hewan peliharaan tersebut.
d. Delta Society organisasi hewan peliharaan nasional, mempunyai
cabang sebagaian di kota besar. Hewan dan pemiliknya harus
menjalani pengujian yang ketat sebelum diberikan sertifikat
sebagai tim terapi hewan peliharaan yang dapat berkunjung ke

18 | T e r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
fasilitas. Tidak ada biaya yang dikenakan untuk terapi hewan
peliharaan melalui organisasi ini.
e. Biarkan pasien bermain bersama dan memeluk hewan peliharaan
tersebut. Dorongan pasien untuk bicara dengan hewan peliharaan
tersebut dan bercerita mengenai hewan peliharaan yang pernah ia
miliki. Berikan sebanyak mungkin waktu yang dibutuhkan pasien
dengan hewan peliharaan jika mungkin.

Pertimbangan khusus

Pastikan lingkungan layak untuk terapi hewan peliharaan. Fasilitas


harus mempunyai area tempat hewan peliharaan dapat beristirahat dan
dijauhkan dari pasien yang alergi terhadap hewan, tidak tertarik
dengan hewan peliharaan, atau takut terhadap hewan peliharaan.

7. Terapi Okupasi
Bertujuan untuk Memamfaatkan waktu luang dan meningkatkan
produktifitas dengan membuat atau menghasilkan karya dari bahan
yang telah disediakan.
8. Rekreasi
Bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi, gairah hidup,
menurunkan rasa bosan dan melihat pemandangan.
9. Terapi kognitif
Bertujuan agar daya ingat tidak menurun. Serperti mengadakan
cerdas cermat, mengisi TTS, dll
10. Terapi keagamaan
Bertujuan untuk kebersamaan, persiapan menjelang kematian dan
meningkatkan pengajian, kebaktian, dll
11. Terapi Dansa
Dikenal juga sebagai terapi gerakan dansa, terapi dansa
memanfaatkan hubungan langsung antara gerakan tubuh dan pikiran.
Aspek khusus terapi dansa, seperti musik, irama, dan gerakan yang

19 | T e r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
singkron, mengubah status alam perasaan, menyadarkan kembali
ingatan dan perasaan yang lalu dan mengurangi isolasi. Pada kelompok
lansia lainnya, tetapi dansa digunakan untuk mempertahankan fungsi
fisik, meningkatkan nilai diri, membina hubungan, dan membantu
mereka meningkatkan ketakutan dan kesedihannya.
Bermacam gangguan dan ketidakmampuan dapat ditangani dengan
menggunakan terapi dansa. Biasanya, pasien yang akan ditangani
mempunyai masalah sosial, emosional, kognitif atau fisik. Terapi dansa
bahkan digunakan sebagai metode pencegahan penyakit dan
peningkatan kesehatan diantara pasien yang sehat. Selain itu, terapi ini
digunakan untuk mengurangi stress oleh pemberi perawatan dan pasien
yang menderita kanker, AIDS, dan penyakit Alzheimer. Teapi dansa
meningkatkan, fleksibilitas, menguatkan otot, memperbaiki fungsi
kardiovaskular, dan meningkatkan fungsi paru. Selain itu, terapi dansa
memberi sentuhan, sosialisasi, dan rasa keterkaitan.
Rutinitas dansa berkisar dari hanya bertepuk tangan dan
melambaikan tangan sampai sesi aerobik yang rumit. Musik harus
sesuai dengan kelompak lansia, baik kecepatannya maupun
penampilan estetisnya. Music rock and roll dengan gerakan cepat
mungkin kurang disenangi kelompok lansia yang tangkas
dibandingkan polka cepat. Gunakan musik yang cepat untuk
menstimulasi kelompok tersebut, dan music yang lambat untuk efek
menenangkan.
Implementasi
a. Atur ruangan untuk mengakmodasi gerakan bebas peserta.
b. Atur kursi disekitar pinggiran bagi mereka yang tidak dapat berdiri
atau menjadi lelah selama sesi terapi.
c. Kaji kelompk apakah ada faktor-faktor resiko. Faktor-faktor resiko
untuk pertimbangan mencakup status kardiovaskular yang buruk,
riwayat penyakit paru obstruktif, atau masalah otot degeneratif.

20 | T e r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
d. Jelaskan tujuan sesi tersebut, dan dorong setiap lansia untuk
berpartisipasi sampai tahapan mereka mampu melakukannya.
e. Ketika kelompok lansia telah siap, mulai musik dan posisikan diri
Anda agar menghadap kearah kelompok.
f. Jika rutinitas terstruktur digunakan, peragakan gerakan yang Anda
minta lakukan dan dorong kelompok untuk meniru gerakan Anda.
g. Jika anda meminta ekspresi yang bebas, beredarlah ke dalam
kelompok dengan memberikan dorongan dan motivasi kepada
mereka yang ragu-ragu.
h. Puji upaya peserta dan dorong mereka untuk mendiskusikan
perasaan yang mereka alami selama berdansa.
i. Setelah sesi terapi, dokumentasikan tipe aktivitas dan respons
kelompok.

Pertimbangan Khusus

Karena berdansa merupakan aktivitas aerobik, perhatikan apakah


ada tanda-tanda gaangguan kardiovaskular, seperti pusing, kemerahan,
keringat yang banyak, dan disorientasi. Gerakan yang sangat cepat
dapat menyebabkan pusing. Bantu lansia yang pusing untuk duduk jika
perlu dan periksa tanda-tanda vitalnya.

12. Terapi Yoga


Di antara praktik kesehatan yang dikenal baik oleh lansia, yoga
(berarti “persatuan” dalam bahasa Sansekerta) adalah integrasi energy
fisik, mental dan spiritual untuk meningkatkan kesehatan serta
kesejahteraan. Tujuan pernafasan dalam yoga adalah membuat proses
selembut dan selentur mungkin. Asumsinya adalah irama pikiran
tercermin pada irama pernafasan. Dengan mempertahankan pernafasan
stabil dan berirama, pikiran akan tetap tenang dan terfokus.
Di antara manfaat yoga dan diperhitungkan adalah perbaikan
kesehatan, vitalitas, dan kedamaian pemikiran individu. Yoga berhasil

21 | T e r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
digunakan untuk merdakan stres dan kecemasan, menurunkan tekanan
darah, meredakan nyeri, memperbaiki keterampilan motorik,
mengobati adiksi, meningkatkan persepsi pendengaran dan
penglihatan, serta memperbaiki fungsi metabolic dan respiratorik.
Yoga juga efektif dalam mengobati gangguan metabolic dan penyakit
paru. Selain itu, yoga dapat meningkatkan kapasitas paru dan
menurunkan frekuensi pernafasn.

Yoga telah dipercaya dapat menurunkan kolesterol serum dan


meningkatkan kadar histamine untuk melawan alergi. Kemampuannya
membantu pengguna mengatur aliran darah sedang diteliti pada terpi
kanker. Para ilmuan sangat ingin membuktikan apakah pembatasan
aliran darah ke daerah tumor akan memperlambat pertumbuhan tumor.

Implementasi

a. Berikan lingkungan yang pribadi dan tenang, yang bebas dari


ketegangan.
b. Partisipasi harus memiliki ruangan yang cukup untuk bergerak
tanpa menyentuh atau mendistraksi anggota lainnya.
c. Masing-masing partisipan akan membutuhkan selimut kecil atau
handuk besar untuk digunakan pada beberapa postur.
d. Jelaskan tujuan sesi tersebut dan uraikan rencana latihan serta
manfaatnya.
e. Jawab setiap pertanyaan, dan ingatkan pasien bahwa mereka tidak
perlu melakukan postur yang dapat menyebabkan
ketidaknyamanan.
f. Ketika kelompok siap, bicara kepada mereka melalui posisi atau
teknik pernapasan, yang ditunjukkan satu persatu.
g. Ketika mereka semua telah dalam posisi atau mulai pola
pernapasan, berkeliling di antara murid untuk menyesuaikan teknik
mereka, sesuai kebutuhan.

22 | T e r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
h. Berikan pujian untuk semua upaya mereka.
i. Setelah Anda memimpin mereka selama semua latihan yang
direncanakan, tutup sesi dengan meminta mereka bernapas dalam
dan lambat.
j. Dokumentasikan sesi, teknik yang digunakan, dan respons pasien.

Pertimbangan Khusus

a. Beberapa aspek yoga yang lebih khusus dapat menyebabkan cedera


otak jika tidak dilakukan dengan tepat.
b. Terdapat teknik yoga yang memenuhi kebutuhan semua orang
tanpa memperhatikan kondisi fisiknya.
13. Terapi Oksigen

Pasien membutuhkan terapi oksigen ketika mengalami


hipoksemia yang disebabkan oleh kedaruratan pernafasan atau jantung
atau peningkatn fungsi metabolik. Pada kedaruratan pernapasan,
pemberian oksigen memungkinkan pasien mengurangi ventilasinya.
Ketika penyakit, seperti atelektasis atau sindrom distress pernapasan
dewasa, kerusakan difusi, atau ketika volume paru berkurang akibat
hipoventilasi, prosedur ini menaikkan kadar oksigen alveolar.

Ketika kebutuhan metabolik tinggi seperti pada kasus trauma


massif, luka bakar, atau demam tinggi pemberian oksigen menyuplai
tubuh dengan cukup oksigen memenuhi kebutuhan selular.
Keadekuatan terapi oksigen ditentukan oleh analisis gas darah arteri
(AGD), pemantauan oksimetri, dan pemeriksaan klinis. Penyakit
pasien, kondisi fisik, dan usia akan menentukan metode pemberian
yang paling tepat.

Peralatan

a. Sumber oksigen (unit di dinding, silinder, tabungan cairan, atau


konselator).

23 | T e r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
b. Meteran aliran.
c. Adapter jika memakaiunit di dinding, atau pengukur penurun
tekanan jika menggunakan silinder.
d. Air steril yang diuapkan.
e. Tanda HATI-HATI OKSIGEN.
f. sistem pemberian oksigen yang tepat (kanula hidung, masker
sederhana, masker rebreather parsial, atau masker
nonrebreatheruntuk aliran rendah atau berbagai konsentrasi
oksigenmasker Venturi, masker aerosol, kolartrakeostomi, slang T,
tenda atau tudung aliran tinggi dan konsentrasi oksigen yang
spesifik).
g. Slang penghubung diameter kecil dan diameter besar.
h. Lapisan kassa dan plester (untuk masker oksigen).
i. Adapter pancaran udara untuk masker enturi (jika menambah
kelembapan).
j. Pilihan: penganalisa untuk oksigen dan adapter humidifikasi steril,
k. monitor oksigen nadi, mesin Bipap (dapat digunakan untuk pasien
dengan masalah paru kronis).

Implementasi

a. Periksa port saluran keluar oksigen untuk memastikan aliran.


Pencet slang dekat percabangannya untuk memastikan bahwa
alarm yang dapat didengar akan berbunyi jika aliran oksigen
berhenti.
b. Kaji kondisis pasien. Pada keadaan darurat, pastikan bahwa jalan
nafas pasien terbuka sebelum memberikan oksigen.
c. Periksa kamar pasien untuk memastikan kamarnya aman untuk
pemberian oksigen. Jika mungkin, ganti elektronik dengan alat
yang nonelektronikdan ditempatkan tanda DILARANG
MEROKOK di kamar pasien. Oksigen mendukung terjadinya

24 | T e r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
kebakaran dan percikan api yang terkecil pun dapat menyebabkan
api.
d. Tempatkan tanda HATI-HATI OKSIGEN di tempat tidur pasien
dan pintu masuk kamar pasien.
e. Bantu dalam memasang alat penghantar oksigen pada pasien.
Pastikan alat ini terpasang dengan baik dan stabil.
f. Pantau respons pasien terhadap terapi oksigen. Periksa nilai gas
darah arteri pasien selama penyesuaian awal terhadap aliran
oksigen. Ketika pasien distabilisasi, Anda dapat menggunakan
oksimetri nadi. Periksa pasien dengan sering apakah ada tanda-
tanda hipoksia, seperti penurunan tingkat kesadaran, peningkatan
frekuensi jantung, aritmia, kegelisahan, perspirasi, dispnea,
penggunaan otot tambahan, terus menguap atau nafas cuping
hidung, sianosis, dan kulit dingin serta lembap.

Poin penting karena beberapa lansia tidak menjadi sianosis ketika


mengalami hipoksia, Anda perlu untuk mengevaluasi tanda-tanda
lainnya.

a. Ketika memantau respons pasien terhadap perubahan aliran


oksigen, periksa monitor oksimetri nadi atau ukur nilai AGD 20
sampai 30 menit setelah penyesuaian aliran. Pada keadaan ini,
pantau pasien dengan ketat apakah ada respons yang merugikan
terhadap aliran oksigen.
b. Observasi integritas kulit pasien untuk mencegah kerusakan kulit
pada titik-titik penekanan akibat alat penghantar oksigen. Lap uap
atau perspirasi dari wajah pasien dan masker jika perlu.
c. Jika pasien akan mendapatkan oksigen pada konsentrasi di atas
60% selama lebih dari 24 jam, perhatikan dengan cermat apakah
ada tanda-tanda toksisitas terhadap oksigen. Ingatkan pasien untuk
batuk dan bernafas dalam mencegah atelektasis. Selain itu untuk
mencegah kerusakan paru yang serius, ukur nilai AGD secara

25 | T e r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
berulang untuk menentukan apakah konsentrasi oksigen yang
tinggi masih diperlukan.
d. Jangan memberikan oksigen lebih dari 2 L/menit melalui kanula
hidung untuk pasien yang menderitapenyakit paru kronis kecuali
Anda mempunyai instruksi khusus untuk melakukannya. Hal ini
dikarenakan beberapa pasien yang menderita penyakit paru kronis
menjadi bergantung pada keadaan hiperkapnia dan hipoksia untuk
merangsang pernafasan mereka; sehingga, oksigen tambahan dapat
menyebabkan mereka berhenti bernafas. Akan tetapi, terapi
oksigen jangka panjang selama 12 sampai 17 jam sehari dapat
membantu pasien yang menderita penyakit paru kronis tidur lebih
baik, bertahan hidup lebih lama, dan mengalami penurunan ansiden
penurunan hipertensi paru.

Komplikasi

Konsentrasi oksigen yang tinggi selama periode lama dapat


menyebabkan kerusakan pada jalan napas dan paru. Henti napas
merupakan komplikasi yang mungkin terjadi jika konsentrasi oksigen
terlalu tinggi untuk pasien yang menderita penyakit paru obstruktif
kronis.

14. Terapi Trombolitik


Obat-obatan trombolitik memberikan koreksi masalah trombik
akut dan ekstensif dengan cepat. Obat trombolitik diberikan I.V. awal
pada infark miokart akut untuk mencegah pembentukan thrombus
primer atau sekunder dalam pembuluh darah di sekitar daerah yang
nekrotik, sehingga meminimalkan kerusakan miokart. Tujuannya
adalah (sebagai skema di American Heart Association algoritma untuk
nyeri dada iskemik) menghantarkan agnes fibrinolitik dalam 30 menit
kedatangan di unit gawat darurat. Obat trombolitik juga digunakan
untuk mengobati stroke.

26 | T e r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
Poin penting Pasien yang berusia 75 tahun dan lebih beresiko
tinggi mengalami hemoragi karena mereka lebih cenderung menderita
penyakit serebrovaskular sebelumnya.

Implementasi

a. Setelah pemasangan kateter I.V., agnes trombolitik diinfudkan


sesuai dengan petunjuk pabrik pembuatnya.
b. Untuk melarutkan trombus dalam kateter arterivenosa, dokter
menginfuskan jumlah obat yang diinginkan ke dalam kateter
sampai trombus larut.

Komplikasi

Bahaya utama terapi trombolitik adalah perdarahan, lisis lambat,


dan okulasi berulang. Ketika miokardium mengalami reperfusi, dapat
juga terjadi aritmia.

15. Terapi Aroma


Terapi aroma berhubungan dengan inhalasi atau pemakaian
minyak alami yang diuapkan dari berbagai tanaman. Mereka yang
menggunakan terapi aroma mengatakan terapi aroma efektif dalam
menurunkan stress, mencegah penyakit, dan bahkan mengobati
penyakit tertentu – baik fisik maupun psikologis.
Terapi aroma sangat populer di Eropa, minyak alami dapat
dihirup, dimasase ke kulit, atau dimasukkan kedalam air mandi untuk
menciptakan sensasi menyenangkan, meningkatkan relaksasi. Terapi
aroma dapat digunakan baik sendiri atau dengan terapi lain, seperti
masase atau terapi herbal untuk mengobati infeksi bakteri atau virus,
kecemasan, nyeri, masalah otot, arthritis, herpes simpleks, herpes
zoster, masalah kulit, sakit kepala, dan dyspepsia. (lihat efek terapeutik
minyak alami).
Terapi aroma dapat dipakai sendiri atau diberikan oleh terapis
aroma yang terlatih. Walaupun tidak ada bukti ilmiah yang

27 | T e r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
membuktikan terapi aroma mencegah atau menyembuhkan penyakit,
perawat yang dilatih terapi aroma dapat menganjurkan minyak khusus
sebagai tambahan terapi konvensional, mengajarkan pasien bagaimana
menggunakan minyak tersebut, dan memberikan perawatan.

Implementasi

a. Selain minyak alami yang tepat, terapi aroma memerlukan


peralatan lain, yang bergantung pada cara minyak diberikan
(sebagai contoh, masase, inhalasi, mandi, atau difusi).
b. Masase membutuhkan minyak perantara dan untuk masase seluruh
tubuh, perlu meja masase. Masase mencakup mengencerkan
minyak alami dengan minyak perantara yang sesuai dan
mengoleskannya ke bagian tubuh yang tampak atau ke seluruh
tubuh dengan menggunakan teknik masase.
c. Inhalasi membutuhkan semangkuk air hangat dan sebuah handuk
besar. Dengan handuk yang mengandung beberapa tetes minyak
alami. Pasien menghirup uap air selama beberapa menit.
d. Untuk mandi, pasien membutuhkan bak mandi yang diisi dengan
air hangat. Pasien menambahkan beberapa tetes minyak alami ke
permukaan air hangat dan kemudian berendam ke dalam bak
mandi selama 10 sampai 20 menit, dengan menghirup uap air saat
ia berendam.
e. Difusi membutuhkan micromist atau alat difusi lilin atau cincin
keramik yang dapat diletakkan di lampu pijar. Metode ini
mencakup memberikan beberapa tetes minyak alami pada alat
difusi dan menyalakan sumber panas untuk mendifusikan partikel-
partikel mikro minyak ke udara. Terapi rata-rata membutuhkan
waktu 30 menit.

Pertimbangan khusus

28 | T e r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
a. Minyak sitrus tidak boleh dipakai sebelum dijemur di bawah sinar
matahari. Anjurkan pasien untuk menghindari mengoleskan
minyak kayu manis atau cengkeh pada kulit. Hati-hati terhadap
minyak tertentu seperti kemangi, adas, daun jeruk, rosmeri, dan
verbena dapat menyebabkan iritasi jika pasien memiliki kulit
sensitif.
b. Metode pemakaian yang berbeda membutuhkan tindakan
kewaspadaan keamanan khusus. Ketika menggunakan terapi
inhalasi, pasien harus menjaga wajahnya cukup jauh dari
permukaan air untuk menghindari cedera luka bakar. Ketika
menggunakan metode difusi, ia setidaknya harus 1 m jauhnya dari
alat.
c. Terapi aroma dikontraindikasikan selama kehamilan karena
mengandung risiko tosik pada ibu dan janin. Terapi aroma harus
digunakan dengan hati-hati pada bayi dan anak-anak di bawah usia
5 tahun karena banyak minyak alami bersifat toksik bagi pasien
dalam usia ini.
d. Peringatan pasien untuk menjaga minyak alami jauh dari mata dan
membran mukosa untuk menghindari iritasi. Jika terjadi kontak,
pasien harus membasuh dengan banyak air, jika pembasuhan tidak
meredakan nyeri, ia harus mencari bantuan medis.

2.3 Terapi Senam Ergonomik


A. Definisi
Senam ergonomis adalah salah satu metode yang praktis dan efektif
dalam memelihara kesehatan tubuh. Gerakan yang terkandung dalam
senam ergonomic adalag gerakan yang sangat efektif, efisien, dan logis
karena rangkaian gerakannya merupakan rangkaian gerak yang dilakukan
manusa sejak dulu sampai saat ini.
B. Teknik senam Ergonomis

29 | T e r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
1) Gerakan ke 1, lapang dada
Berdiri tegak, dua lengan diputar ke belakang semaksimal
mungkin. Rasakan keluar dan masuk napas dengan rileks. Saat dua
lengan di atas kepala, jari kaki jinjit.
Manfaat :
 Putaran lengan pada bahu menyebabkan stimulus untuk
mengoptimalkan fungsinya cabang besar saraf di bahu (pleksus
brakialis), dalam merangsang saraf pada organ paru, jantung, liver,
ginjal, lambung, dan usus; sehingga metabolisme optimal.
 Dua kaki dijinjit meningkatkan stimulus sensor-sensor saraf yang
merupakan refleksi fungsi organ dalam.
2) Gerakan ke 2, Tunduk syukur
Dari posisi berdiri tegak dengan menarik napas dalam secara rileks,
lalu tahan napas sambil membungkukkan badan ke depan (napas dada)
semampunya. Tangan berpegangan pada pergelangan kaki sampai
punggung terasa tertarik/teregang. Wajah menengadah sampai terasa
tegang/panas. Saat melepaskan napas, lakukan secara rileks dan
perlahan.
Manfaat:
 Menarik napas dalam dengan menahannya di dada merupakan
teknik menghimpun oksigen dalam jumlah maksimal, sebagai
bahan bakar metabolisme tubuh.
 Membungkukkan badan ke depan dengan dua tangan berpegangan
pada pergelangan kaki, akan menyebabkan posisi tulang belakang
(tempat juluran saraf tulang belakang berada) relatif dalam posisi
segmental anatomis-fungsional (segmen dada-punggung) yang
lurus; menyebabkan relaksasi dan membantu mengoptimalkan
fungsi serabut saraf segmen tersebut. Di samping itu, dapat
menguatkan struktur anatomis-fungsional otot, ligamen, dan tulang
belakang.

30 | T e r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
 Dalam posisi Tunduk Syukur (membungkuk) ini, segmen ekor-
pungung membentuk sudut sedemikian rupa yang menyebabkan
tarikan pada serabut saraf yang menuju ke tungkai, menyebabkan
stimulus yang meningkatkan (eksitasi) fungsi dan membantu
menghindari risiko jepitan saraf.
 Menengadahkan wajah menyebabkan tulang belakang (termasuk
saraf tulang belakang di dalamnya) membentuk sudut yang lebih
tajam dari posisi normal, menyebabkan peningkatan kerja (eksitasi)
serabut saraf segmen ini, berperan dalam meningkatkan,
mempertahankan suplai darah, dan oksigenasi otak secara optimal.
3) Gerakan ke 3, Duduk perkasa
Menarik napas dalam (napas dada) lalu tahan sambil
membungkukkan badan ke depan dan dua tangan bertumpu pada paha,
wajah menengadah sampai terasa tegang/panas. Saat membungkuk,
pantat jangan sampai menungging.
Manfaat :
 Duduk Perkasa dengan lima jari kaki ditekuk-menekan alas/ lantai
merupakan stimulator bagi fungsi vital sistem organ tubuh: ibu jari
terkait dengan fungsi energi tubuh; jari telunjuk terkait dengan
fungsi pikiran, jari tengah terkait dengan fungsi pernapasan, jari
manis terkait dengan fungsi metabolisme dan detoksifikasi material
dalam tubuh, serta jari kelingking terkait dengan fungsi liver (hati)
dan sistem kekebalan tubuh.
 Menarik napas dalam lalu ditahan sambil membungkukkan badan
ke depan dengan dua tangan bertumpu pada paha, memberikan
efek peningkatan tekanan dalam rongga dada yang diteruskan ke
saluran saraf tulang belakang, dilanjutkan ke atas (otak),
meningkatkan sirkulasi dan oksigenasi otak; yang pada akhirnya
mengoptimalkan fungsi otak sebagai ‘pusat komando’ kerja sistem
anatomisfungsional tubuh.

31 | T e r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
 Punggung tangan yang bertumpu pada paha akan menekan dinding
perut sejajar dengan organ ginjal yang ada di dalamnya, membantu
mengoptimalkan fungsi ginjal
4) Gerakan ke 4, Sujud syukur
Posisi Duduk Perkasa dengan dua tangan menggenggam
pergelangan kaki, menarik napas dalam (napas dada), badan
membungkuk ke depan sampai punggung terasa tertarik/teregang,
wajah menengadah sampai terasa tegang/panas. Saat membungkuk,
pantat jangan sampai menungging. Saat melepaskan napas, lakukan
secara rileks dan perlahan.
Manfaat :
 Dengan menampung udara pernapasan seoptimal mungkin
kemudian menahannya, akan meningkatkan tekanan di dalam
saluran saraf tulang belakang tempat saraf tulang belakang berada,
dan akan berdampak pada meningkatnya suplai darah dan
oksigenasi otak.
 Dengan menengadahkan kepala, terjadi fleksi pada ruas tulang
leher termasuk serabut saraf simpatis yang berada di sana.
 Dua tangan menggenggam pergelangan kaki adalah untuk
membantu kita dalam memosisikan ruas tulang leher dalam
keadaan fleksi dan melebarkan ruang antar ruas tulang tersebut, di
mana terdapat jaringan ikat lunak sebagai absorber (shock breaker).
Posisi ini memberikan efek relaksasi pada serabut saraf simpatis
tersebut, yang di antaranya memberikan persarafan pada pembuluh
darah ke otak hingga terjadi pula relaksasi dinding pembuluh darah
ini.
5) Gerakan ke 5, Berbaring pasrah
Posisi kaki Duduk Pembakaran dilanjutkan Berbaring Pasrah.
Punggung menyentuh lantai/alas, dua lengan lurus di atas kepala,
napas rileks dan dirasakan (napas dada), perut mengecil.
Manfaat :

32 | T e r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
 Relaksasi saraf tulang belakang, karena struktur tulang belakang
‘relatif’ mendekati posisi melurus di mana lekukan-lekukan
anatomis segmental tulang belakang (diikuti saraf tulang belakang)
menyebabkan regangan/tarikan pada serabut saraf tulang belakang
berkurang, sehingga memberikan kesempatan rileks dan bisa
mengatur kembali fungsi optimal organ dalam yang dipersarafi.
 Efek relaksasi saraf tulang belakang ini juga diteruskan ke pusat
(otak) sebagai sinyal tentang kondisi anatomisfungsional saat itu,
kemudian pusat memberikan respon dalam bentuk ‘pengaturan
kembali’ kerja sistem dalam tubuh, dan terjadilah proses self
healing (penyembuhan diri sendiri).
 Efek optimalisasi fungsi sistem tubuh juga berlangsung akibat
stimulasi tombol-tombol kesehatan saat tungkai dalam posisi
Duduk Pembakaran, lengan lapang dada, dan napas rileks
(lingkaran)

33 | T e r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
2.4 Analisis Jurnal
No Author and title Aim Study design Participants Methods Main result Publication

1. Andi Surya dan Erna Tujuan dari Jenis penelitian Sampel penelitian Dalam penelitian ini Hasil penelitian -
Rochmawati penelitian ini menggunakan metode untuk masing- jenis penelitian menunjukkan bahwa
mempublikasikan adalah untuk dengan quasi masing kelompok menggunakan metode nilai pre-test dan
ekeperimen, jenis post-test kelompok
jurnal dengan judul mengetahui adalah 16 kuantitatif dengan
rancangan pre-posttest kontrol maupun
“Pengaruh Senam pengaruh senam responden. Dalam quasi ekeperimen, jenis
with control group intervensi sama-sama
Ergonomik terhadap ergonomik menentukan rancangan pre-posttest
design. Populasi yaitu mengalami
Tingkat Nyeri terhadap tingkat reponden kedalam with control group
lansia yang tinggal penurunan nyeri
Penderita Osteoartritis nyeripenderita dipanti berjumlah 40 kelompok design. Populasi yaitu sendi, namun hasil
pada Lansia di Rumah osteoartritis lansia, sedangkan intervensi dan lansia yang tinggal lebih signifikan pada
Asuh Anak dan Lansia pada lansia di jumlah sampel untuk kontrol, peneliti dipanti berjumlah 40 kelompok intervensi.
Wredha Griya Asih Rumah Asuh masing-masing melakukan secara lansia, sedangkan
Lawang” Anak dan Lansia kelompok adalah 16 acak dengan cara jumlah sampel untuk
Wredha Griya responden. responden masing-masing
Asih Lawang. mengambil kertas kelompok adalah 16
yang terdapat responden. Dalam
tulisan intervensi menentukan reponden
atau kontrol. kedalam kelompok

1 |Te r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
Instrumen untuk intervensi dan kontrol,
mengukur nyeri peneliti melakukan
dilakukan dengan secara acak dengan cara
menggunakan alat responden mengambil
ukur Visual kertas yang terdapat
analog scale tulisan intervensi atau
(VAS) atau garis kontrol, setelah itu
lurus bertuliskan kelompok intervensi
nyeri sampai diberikan senam
tidak nyeri. ergonomik sedangkan
kelompok kontrol
diberikan intervensi
standar berupa senam
lansia. Dalam
melakukan kegiatan
senam ergonomik,
peneliti bekerjasama
dengan instruktur
senam yang sudah

2 |Te r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
tersertifikasi. Agar tidak
terjadi bias atau
bertukar kelompok
peneliti membagi
pelaksanaan senam
lansia dan ergonomik
secara bergantian,
dengan cara yang tidak
melakukan senam
responden diarahkan
untuk menonton televisi
atau menyanyi dia aula
begitu juga dengan
sebaliknya.
Instrumen untuk
mengukur nyeri dilakukan
dengan menggunakan alat
ukur Visual analog scale
(VAS) atau garis lurus

3 |Te r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
bertuliskan nyeri sampai
tidak nyeri.

2. Vivi Meliana Sitinjak, Tujuan dari Penelitian ini Pada penelitian ini Penelitian ini Hasil uji data -
Maria Fudji Hastuti dan penelitian ini menggunakan desain jumlah responden menggunakan desain menunjukkan bahwa
Arina Nurfianti adalah untuk quasi experimental yang digunakan quasi experimental mean skala nyeri
sebanyak 24 orang posttest kelompok
mempublikasikan mengetahui dengan pendekatan dengan pendekatan
responden yang dengan perlakuan
jurnal dengan judul “ pengaruh Senam pretest and posttest pretest and posttest
dibagi menjadi 12 lebih rendah yaitu
Pengaruh Senam Rematik with control group with control group
orang responden 4,92 daripada mean
Rematik terhadap terhadap design. Populasi design. Populasi terbagi
kelompok skala nyeri posttest
Perubahan Skala Perubahan Skala terbagi menjadi perlakuan dan 12 menjadi populasi target kelompok kontrol
Nyeri pada Lanjut Nyeri pada populasi target dan orang responden dan populasi yaitu 6,58.
Usia dengan Lanjut Usia populasi kelompok kontrol, terjangkau.Populasi Kelompok dengan
Osteoarthritis Lutut” dengan terjangkau.Populasi pembagian target dalam penelitian intervensi senam
Osteoarthritis target dalam kelompok ini adalah lansia dengan rematik memberikan
Lutut. penelitian ini adalah dilakukan dengan nyeri sendi akibat penurunan skala

lansia dengan nyeri cara simple random osteoarthritis lutut. nyeri sendi yang
sampling yaitu lebih signifikan
sendi akibat Populasi terjangkau
menggunakan daripada kelompok
osteoarthritis lutut. dalam penelitian ini
nomor undian tanpa intervensi
Populasi terjangkau adalah semua lanjut

4 |Te r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
dalam penelitian ini secara acak usia yang mengalami senam rematik
adalah semua lanjut dilakukan oleh nyeri sendi dengan p value

usia yang mengalami peneliti. osteoarthritis di Panti sebesar 0,000


(p<0,05)
nyeri sendi Werdha Sinar Abadi
menunjukkan bahwa
osteoarthritis di Singkawang sejumlah
ada perbedaan yang
Panti Werdha Sinar 35 orang.
signifikan antara
Abadi Singkawang Teknik sampling dalam
kelompok perlakuan
sejumlah 35 orang. penelitian ini
yang diberikan
Teknik sampling menggunakan non
intervensi senam
dalam penelitian ini probability sampling
rematik dengan
menggunakan non dengan teknik purposive
kelompok kontrol
probability sampling sampling. Peneliti
yang tidak diberikan
dengan teknik memilih sampel
senam rematik.
purposive sampling. berdasarkan kriteria
Perubahan skala
sampel yang dipilih sampel merupakan lansia
nyeri sendi berupa
peneliti lansia dengan dengan usia > 55 tahun,
penurunan skala
usia > 55 tahun, memiliki riwayat medis
nyeri sendi lebih
osteoarthritis lutut, dan
memiliki riwayat efektif ditunjukkan
keluhan nyeri sendi (skala
medis osteoarthritis oleh kelompok
1–9). Pada penelitian ini
lutut, dan keluhan perlakuan dengan

5 |Te r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
nyeri sendi (skala 1– jumlah responden yang senam rematik
9). digunakan sebanyak 24 daripada kelompok
orang responden yang kontrol tanpa senam
jumlah responden
dibagi menjadi 12 orang rematik.
yang didapatkan
responden kelompok
sebanyak 24 orang
perlakuan dan 12 orang
responden yang dibagi
responden kelompok
menjadi 12 orang
kontrol, pembagian
responden kelompok
kelompok dilakukan
perlakuan dan 12
dengan cara simple
orang responden
random sampling yaitu
kelompok kontrol,
menggunakan nomor
pembagian kelompok
undian secara acak.
dilakukan dengan cara
Waktu penelitian selama 2
simple random
minggu pada periode
sampling yaitu
Januari sampai Februari
menggunakan nomor
2016. Variabel yang
undian secara acak
memengaruhi atau
dilakukan oleh
variabel independen
peneliti.
dalam penelitian ini
adalah senam rematik

6 |Te r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
Untuk alat ukur untuk sedangkan variabel
mengobservasi tingkat terpengaruh atau variabel
nyeri sendi yang dependen dalam
digunakan dalam penelitian ini adalah skala
penelitian adalah nyeri sendi pada lansia di
lembar observasi skala Panti Werdha Sinar Abadi
nyeri sendi Pain Singkawang. Alat yang
Assessment in digunakan adalah hand
Advanced Dementia bandle dan kursi, untuk
Scale (PAINAD) alat ukur untuk
mengobservasi tingkat
nyeri sendi yang
digunakan dalam
penelitian adalah lembar
observasi skala nyeri
sendi Pain Assessment in
Advanced Dementia Scale
(PAINAD)

7 |Te r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
Kekurangan Dan Kelebihan

Author Kelebihan Kekurangan

Andi Surya dan Erna 1. Dalam melakukan 1. Di jurnal tidak


Rochmawati kegiatan senam dijelaskan mengenai
mempublikasikan jurnal ergonomik berapakali intervensi
dengan judul “Pengaruh peneliti dan waktu dilakukan
Senam Ergonomik bekerjasama nya intervensi.
terhadap Tingkat Nyeri dengan instruktur 2. Tidak adanya kriteria
Penderita Osteoartritis senam yang sudah inklusi dan kriteria
pada Lansia di Rumah tersertifikasi. eksklusi di dalam
Asuh Anak dan Lansia 2. Adanya jurnal.
Wredha Griya Asih pengukuran 3. Di dalam jurnal tidak
Lawang” tingkat nyeri dijelaskan apakah
pretest dan selama penelitian
posttest dengan dilakukan sample
menggunakan alat menggunakan terapi
ukur visual analog medis atau tidak.
scale (VAS)
3. Terdapat grup
control dalam
penelitian
sehingga peneliti
dapat
membandingkan
antara grup yang
diberikan
intervensi senam
ergonomik dan
tidak.
4. Adanya

1|Te r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
perubahan tingkat
nyeri yang
signifikan dari
dilakukannya
senam ergonomik
yakni dari 6,33
(s.d 0,723
menjadi 4,26
(0,181).
Vivi Meliana Sitinjak, 1. Adanya pemilihan 1. Tidak disebutkan
Maria Fudji Hastuti dan sampel dengan apa sajah enam
Arina Nurfianti kriteria inklusi tahap senam
mempublikasikan jurnal merupakan lansia rematik yang akan
dengan judul “ dengan usia >55 di intervensikan
Pengaruh Senam tahun, memiliki di jurnal.
Rematik terhadap riwayat medis 2. Tidakada
Perubahan Skala Nyeri osteoarthritis lutut penjelasan
pada Lanjut Usia dengan dan keluhan nyeri mengenai apa
Osteoarthritis Lutut” (sekala 1-9) dan yang dilakukan
kriteria eksklusi oleh kelompok
adalah lansia yang kontrol selama
mengalami radang dilakukannya
dengan sekala intervensi pada
nyeri sendi berat kelompok
tidak terkontrol perlakuan.
(sekala 10) yang 3. Di dalam jurnal
mengharuskan tidak dijelaskan
lansia bedrest.. apakah selama
2. Terdapat grup penelitian
control dalam dilakukan sample
penelitian menggunakan

2|Te r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
sehingga peneliti terapi medis atau
dapat tidak.
membandingkan
antara grup yang
diberikan
intervensi senam
rematik dan tidak.
3. Dilakukannya pre
dan post test
sehingga peneliti
dapat mengetahua
ada tidaknya
perubahan setelah
diberikannya
intervensi.
4. Adanya alat ukur
untuk
mengobservasi
tingkat nyeri
dengan
menggunakan
lembar observasi
sekala nyeri sendi
pain assessment
in advanced
dementia scale
(PAINAD)
5. Adanya durasi
dan frekuensi
dilakukannya
intervensi di

3|Te r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
jurnal.
6. Kelompok dengan
intervensi senam
rematik
memberikan
penurunan skala
nyeri sendi yang
lebih signifikan
daripada
kelompok tanpa
intervensi senam
rematik dengan p
value sebesar
0,000 (p<0,05)
menunjukkan
bahwa ada
perbedaan yang
signifikan antara
kelompok
perlakuan yang
diberikan
intervensi senam
rematik dengan
kelompok kontrol
yang tidak
diberikan senam
rematik.

4|Te r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai
kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan
kemunduran sejalan dengan waktu.
Dari berbagai study dapat disimpulkan bahwa proses penuaan ini
tidak hanya dipengaruhi oleh satu mekanisme saja, tetapi lebih
dipengaruhi oleh berbagai penyebab yang berdiri sendiri. Gabungan
kerusakan oleh lingkungan dan proses yang terjadi didalam sel
mengaburkan mekanisme-mekanisme yang terjadi. Hal ini
menyebabkan apa yang dipelajari di laboratorium tidak selalu berlaku
dalam proses biologis yang sesungguhnya terjadi dalam tubuh.
1.2 Saran
Kelompok lanjut usia memiliki masalah kesehatan, baik dari segi
fisik maupun segi mental. Kerja perawat dalam memberikan asuhan
terapi diharapkan bisa berlangsung secara komprehensif. Sehingga
lansia dapat menjalani proses menua dengan kualitas hidup seoptimal
mungkin.

5|Te r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c
Daftar Pustaka

1. Sethiabudi, Tony. 2005. Tinjauan Gerontologi Dari Berbagai Aspek. Jakarta :


Gramedia Pustaka Utama
2. Bandiyah, S. 2009. Lanjut Usia Dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta :
Nuha Medika

6|Te r a p i M o d a l i t a s S e n a m E r g o n o m i c

Anda mungkin juga menyukai