Anda di halaman 1dari 16

EVIDENCE BASED PRACTICE GAWAT DARURAT PASIEN DENGAN

CIDERA KEPALA BERAT

Dosen Pembimbing : Lince Amalia, S.kep.Ners, M.kep

Di Susun Oleh :

Ahmad Syahid : SRP19316041

PROGRAM STUDI NERS TAHAP AKADEMIK


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH
PONTIANAK
2020
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Trauma kepala merupakan penyebab peningkatan angka mortalitas dan

morbiditas, trauma yang terjadi karena ruda paksa yang menimpa struktur

anatomi kepala, sehingga menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan

fungsional jaringan otak (Made, 2016). Cedera kepala (trauma kepala)

merupakan dimana kondisi struktur kepala mengalami benturan dari luar dan

berpotensi menimbulkan gangguan pada fungsi otak.

Angka kejadian trauma kepala dari tahun ke tahun cenderung mengalami

peningkatan hal tersebut dapat dikarenakan penanganan yang kurang tepat dan

cepat, dikatakan bahwa trauma kepala secara global menjadi penyebab

kematian keempat di dunia, dan WHO memprediksi pada tahun 2030 angka

kejadian meningkat sebanyak 40% pada kasus trauma (Murad, 2012).

Prevalensi cedera kepala di Amerika serikat telah mencapai mencapai

18,4% per 100.000 orang dengan rata-rata 53.014 kasus pertahun. Menurut

World Health Organization (WHO) memprediksi antara tahun 2000 dan 2020

terjadi peningkatan angka kejadian cedera kepala, terutama pada negara-negara

berkembang dan berpenghasilan rendah seperti Timor-Timor, Laos, Indonesia

dan Vietnam.
Sebagian daerah yaitu Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagian

besar kasus cedera kepala merupakan dampak dari keteledoran saat berkendara

atau pada saat bekerja.

Menurut Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes Sherly, (2019) di

temukan data bahwa jumlah presentasi angka kejadian CKB dapat di sebabkan

dari angka kecelakaan lalu lintas yaitu 34,2% dan jatuh atau kecelakaan pada

saat bekerja 55,5%. Hal ini disebabkan mayoritas mata pencarian penduduk

asli NTT adalah pengiris buah pohon lontar (Borassus flabellifer) yang

mengharuskan mereka memanjat pohon setinggi 15-30 meter tanpa alat

perlindungan diri. perlindungan diri. Mekanisme cedera yang ditimbulkan saat

terjatuh dari pohon lontar adalah deselerasi cepat kedepan dengan benturan

utama pada kepala dan servikal. Selain itu, kebiasaan warga NTT yang tidak

menggunakan helm sebanyak 58,4%, saat berkendara roda dua akan sangat

berbahaya dan mengancam nyawa apabila terjadi kecelakan lalu lintas.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah evidence based practice gawat darurat pasien dengan cidera
kepala berat

C. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui atau menganalisis terkait

beberapa literatur yang mengarah pada evidence based practice gawat darurat

pasien dengan cidera kepala berat


D. Manfaat

Hasil telaah jurnal ini dapat di gunakan untuk sumber informasi atau

literatur terutama pada bahasan materi gawat darurat pada pasien dengan

cidera kepala berat.

1. Manfaat teoritis

2. Manfaat praktis
Bab II

Analisis Jurnal

A. Metode Analisis Jurnal

Metode penulisan laporan ini menggunakan metode analisis yang

didapatkan dari 3 jurnal yang berkaitan dengan cidera kepala dengan

pendekatan evidence based practice. Adapun jurnal utama tesebut adalah :

1. Pengaruh Pengaturan Elevasi Kepala 15 – 30 terhadap Penurunan

Tekanan Intrakranial Pada Pasien Cedera Kepala Di Ruang Icu Dan

Seruni Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu, Serly Sani Mahoklory &

Ferdinandus Suban Hoda (Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes-

Volume 10 Nomor 4, Oktober 2019)

2. Pengaruh Posisi Head Up 30 Derajat Terhadap Nyeri Kepala Pada Pasien

Cedera Kepala Ringan, Arif Hendra Kusuma (Jurnal Ilmu Keperawatan

dan Kebidanan Vol.10 No-2 2019)

3. Penelitian Head Up 30o Untuk Memperbaiki Mean Arterial Pressure Pada

Pasien Cidera Kepala, Supono (Prodi D-IV Keperawatan Lawang,

Poltekkes Kemenkes Malang, 2019)


B. Metodologi Penelitian Jurnal

1. Metode Penelitian

Dari hasil penelitian Pengaruh Posisi Head Up 30 Derajat

Terhadap Nyeri Kepala Pada Pasien Cedera Kepala Ringan, Arif Hendra

Kusuma (2019) ini menggunakan rancangan Quasi-eksperimental

melalui pendekatan One Groups Pretest-Posttest Design. Penelitian ini

membandingkan rerata nyeri sebelum perlakuan diberikan dan sesudah

perlakuan diberikan. Penelitian ini dilakukan di Ruang Cempaka RSUD

Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto pada bulan Maret-April 2018.

Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien cedera kepala ringan yang

dirawat dengan jumlah sampel 22 responden. Intrument pengukuran

skala nyeri menggunakan penilaian skala Visual Analogue Scale (VAS).

Alasan penggunaan VAS karena skala ini mudah digunakan bagi

pemeriksa, dianggap

Dari hasil metode penelitian Dari hasil Penelitian Head Up 30o

Untuk Memperbaiki Mean Arterial Pressure Pada Pasien Cidera Kepala,

Supono di dapatkan bahwa desain dalam penelitian ini adalah Quasi

Eksperimental dengan menggunakan rancangan pre test and post test two

design group. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien cidera

kepala diruang bedah RSUD dr. R. Soedarsono Pasuruan.

Teknik pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling

yang sesuai dengan kriteria inklusi:Pasien cedera kepala sedang dengan

skor GCS 9-12 dan berat dengan skor GCS kurang dari 9, Bersedia
menjadi responden dan telah menandatangani informent consen. Untuk

kriteria eksklusi: Responden yang kurang kooperatif dengan riwayat

pemakaian alcohol dan obat-obatan yang mempengaruhi tingkat

kesadaran, Responden yang saat proses sedang berlangsung tiba-tiba

membatalkan karena suatu hal tertentu.

Adapun sampel yang diperoleh adalah sebanyak 34 responden,

dengan masing-masing kelompok 150 dan 300 masing-masing 17

responden. Uji statistik yang digunakan dalam analisis data hasil

penelitian adalah uji Wilcoxon Sign Rank Test yang digunakan untuk

menguji perbedaan dari data dependen (sampel terikat) yakni untuk

menganalisis perbedaan nilai MAP sebelum dan sesudah perlakuan posisi

15° dan 30°. Hasil kelompok kemudian diuji dengan uji hipotesis Man

Whitney U-Test adalah untuk membandingkan perbedaan nilai MAP

antara kelompok yang diberi perlakuan posisi Head Up 15° dan 30°.

Dari hasil penelitian Pengaruh Pengaturan Elevasi Kepala 15 - 30 0

Terhadap Penurunan Tekanan Intrakranial Pada Pasien Cedera Kepala Di

Ruang Icu Dan Seruni Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu, ini didpatkan hasil

bahwa metode penelitian yang digunakan ialah Pre Eksperimental

desain dengan “ Pre- Test and Post-Test one group desain dengan cara

observasi dilakukan sebanyak 2 kali, sebelum dan sesudah experiment

Penelitian ini akan dilakukan dua kali, pre test (sebelum) dilakukan

posisi elevasi kepala 15 - 300 dan post test (setelah) dilakukan posisi

elevasi kepala 15- 300 dengan demikian hasil penelitian ini dapat
diperoleh dengan membandingkan keadaan sebelum dan sesudah

dilakukan posisi elevasi kepala 15 - 300.Penelitian ini dilakukan di Ruang

ICU dan Ruang Seruni RSUD Dr.M.Yunus Bengkulu Pada bulan April

sampai Mei 2017.

Populasi dan sampel seluruh pasien yang mengalami tekanan

intracranial.Metode pengambilan sampel adalah sampel non-random,

jenis purposive sampling, sampel 10 orang.Kriteria inklusi sampel dalam

penelitian sebagai berikut : pasien yang mengalami cedera kepala yang

mengalami tekanan intrakranial dan bersedia menjadi responden.

2.
BAB III

PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Menurut Tuti, (2019) Setelah dilakukkan teknik elevasi kepala 15– 300

pada pasien cedera kepala didapatkan terjadi perubahan dengan skala nyeri

sebelum dan sesudah, dilakukan teknik elevasi kepala 15 – 300 yang dirasakan

rata-rata nyeri dimana sebelum diberikan teknik elevasi kepala 15 - 300 rata –

rata dengan skala 10,30 (Berat) dan setelah dilakukan teknik elevas kepala 15 –

300 rata – rata dengan skala 4,90 (Sedang).

Sedangkan denyut nadi sebelum dilakukan elevasi kepala 15 – 300 rata –

rata dengan skala 4,90 dan setelah dilakukan teknik elevasi kepala menjadi 5,30.

Selain itu, sebelum dilakukan teknik elevasi kepala 15 – 30 0 tekanan darah

minimun adalah 120/100 dan maksimum adalah 180/120. Berdasarkan uji pairet

sampel t test didapatkan p value < 25 0,05 (0,000) artinya terdapat perbedaan

skala sebelum dan sesudah dilakukan teknik elevasi kepala 15 – 300 terhadap

peningkata intrakranial pada pasien cedera kepala di ruang ICU dan Seruni RSUD

Dr. M. Yunus Bengkulu. Setelah dilakukan elevasi kepala 15 – 300, pasien cedera

kepala menunjukkan perubahan yang signifikan, dilihat dari skala nyeri kepala

pasien merasakan nyeri kepala rendah 3 orang, sedang 5 orang dan berat 2 orang.

Berdasarkan data tersebut menunjukan bahwa tehnik elevasi kepala sangat

berpengaruh pada penanganan kasus cidera kepala berat, hal ini hampir selaras

dengan sebuah penelitian dari Supono, (2019) yang mengemukakan bahwa

menurutnya pemberian Mean artery Preasure (MAP) pada pasien cidera kepala
berat dengan posisi elevasi 150 bahwa rata-rata MAP sebelum dilakukan

pemberian posisi head up 150 adalah 97,11mmhg, dengan nilai minimum 76,00

mmhg dan nilai maximum116,00 mmhg. Setelah dilakukan pemberian posisi head

up 150 dengan rentang waktu dua jam dari pengukuran awal maka didapatkan nilai

mean MAP adalah 92,47 mmhg dengan nilai minimum 86,00 mmhg dan nilai

maximum 101,00 mmhg. Pada penelitian ini peneliti menggunakan parameter

Mean Arterial Pressure atau rerata arteri dengan mengukur tekanan darah

kemudian menghitung sistole dikali diastole dibagi tiga. Dalam hal ini MAP

dibagi dalam tiga kategori yaitu tinggi MAP >100 mmhg, normal MAP 100

mmhg dan MAP rendah apabila <70 mmhg. Pemberian posisi 150 mengakibatkan

terjadinya penurunan TIK dan manajemen perfusi serebral dengan mengatur

posisi untuk meningkatkan venous drainage aliran darah balik yang berasal dari

intrakranial sehingga dapat mengurangi tekanan intrakranial.

Pada saat penelitian sebagian besar pasien cidera kepala yang menjadi

responden mengalami hematoma sehingga dapat mempengaruhi tekanan

intrakranial. Karena pada keadaan tersebut terjadi hipoksemia serebral otak akan

memberikan respon fisiologis disamping itu posisi head up 150 juga dapat

memeberikan homeostasis otak dan mencegah kerusakan otak sekunder seperti

stabilitas fungsi pernafasan untuk mempertahankan perfusi serebral yang adekuat,

menjaga posisi kepala dengan tinggi sekitar15- 30° dapat mengurangi tekanan

vena jugularis dan penurunan tik.

Menurut Vera (2015) posisi head up atau head of bed (HBO) atau disebut

juga posisi semi fowler adalah posisi elevasi bed dimana bagian kepala dinaikkan
mencapai 15-45° pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial, hal ini

dimaksudkan untuk mempermudah drainase darah dan mencegah fleksi leher,

rotasi kepala, batuk dan bersin serta dapat menurunkan ICP dengan stabilitas CPP

tetap terjaga.

Data diatas menunjukkan bahwa posisi elevasi 15-300 sangat berpengaruh

terhadap proses penyembuhan cidera kepala berat terutama dalam meringankan

rasa nyeri saat berposisi serta dapat menurunkan resiko naiknya tekanan

Intrakaranial serta membantu otak dalam memenuhi kebutuhan oksigenasi.

Hal ini sejalan dengan sebuah penelitian dari Arif, (2019) yang

mengemukakan bahwa Berdasarkan tabel penelitianya diketahui bahwa rerata

skala nyeri sebelum dilakukan posisi head up 30 derajat sebesar 4,77 sedangkan

nilai rerata skala nyeri sesudah diberikan posisi head up 30 derajat sebesar 3,36.

Hasil rerata tersebut terjadi selisih penurunan skala nyeri dengan rerata sebesar

1,41. Dari hasil analisis uji dependent t-test didapatkan P value 0,002 (α<0,05),

maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara skala nyeri

kepala sebelum dan sesudah diberikan intervensi.

Hasil penelitian ini menurut Arif, (2019) sesuai dalam teori dan beberapa

hasil penelitian diatas dimana terdapat perbedaan yang signifikan rerata skala

nyeri kepala antara sebelum dan ssudah diberikan perlakuan posisi Head Up 30

derajat pada pasien cedera kepala ringan di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto. Penurunan skala nyeri ini bisa disebabkan oleh posisi Head Up 30

derajat yang sesuai dengan posisi anatomis tubuh manusia sehingga memberikan

rasa nyama dan menyebabkan respon nyeri pun berkurang.


BAB IV

Implikasi dan Applicability

1. Penerapan Dalam Hasil Keperawatan

Dari hasil penelitian dari jurnal utama yang berjudul Pengaruh

Pengaturan Elevasi Kepala 15 - 300 Terhadap Penurunan Tekanan Intrakranial

Pada Pasien Cedera Kepala Di Ruang Icu Dan Seruni Rsud Dr. M. Yunus

Bengkulu menunjukan bahwa Setelah dilakukkan teknik elevasi kepala 15 –

300 pada pasien cedera kepala didapatkan terjadi perubahan dengan skala nyeri

sebelum dan sesudah, dilakukan teknik elevasi kepala 15 – 300 yang dirasakan

rata-rata nyeri dimana sebelum diberikan teknik elevasi kepala 15 - 300 rata –

rata dengan skala 10,30 (Berat) dan setelah dilakukan teknik elevasi kepala 15

– 300 rata – rata dengan skala 4,90 (Sedang). Sedangkan denyut nadi sebelum

dilakukan elevasi kepala 15 – 300 rata – rata dengan skala 4,90 dan setelah

dilakukan teknik elevasi kepala menjadi 5,30.

Selain itu sebelum dilakukan teknik elevasi kepala 15 – 300 tekanan

darah minimun adalah 120/100 dan maksimum adalah 180/120. Berdasarkan

uji pairet sampel t test didapatkan p value < 0,05 (0,000) artinya terdapat

perbedaan skala sebelum dan sesudah dilakukan teknik elevasi kepala 15 – 300

terhadap peningkatan intrakranial pada pasien cedera kepala di ruang ICU dan

Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. Setelah dilakukan elevasi kepala 15 –

300, pasien cedera kepala menunjukkan perubahan yang signifikan, dilihat dari
skala nyeri kepala pasien merasakan nyeri kepala rendah 3 orang, sedang

5orang dan berat 2 orang.

Data diatas menunjukkan bahwa yang mengalami perubahan terlihat

pada nyeri kepala, tekanan darah dan denyut nadi terdapat pada responden

kesembilan yang menunjkan sebelum responden diberikan teknik elevasi

kepala 15 - 300 nyeri kepala pasien sangat berat dengan nilai 10 tekanan darah

160/90 denyut nadi 70 dan sesudah diberikan teknik elevasi kepala 15 – 300

nyeri kepala menjadi (nyeri sedang) 4-6 tekanan darah 120/110 denyut nadi 70.

Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh elevasi kepala sebelum

dan sesudah diberikan teknik elevasi kepala 15 – 300 terhadap penurunan

tekanan intrakranial pada pasien yang mengalami cedera

kepala.Penatalaksanaan penurunan TIK, salah satunya dengan mengatur posisi

pasien dengan kepala sedikit elevasi (15 – 300) untuk meningkatkan venous

drainage dari kepala dan elevasi kepala dapat menyebabkan penurunan tekanan

darah sistemik, mungkin dapat dikompromi oleh tekanan serebral.

Tekanan darah pasien nyeri kepala setelah dilakukan elevasi kepala 15 –

300 mengalami penurunan, sebaliknya denyut nadimenjadi normal. Hal ini

sejalan dengan hasil penelitian Duwward et al (2013) mengatakan bahwa posisi

15 – 300 akan mengurangi ICP, tekanan darah, denyut nadi dan MAP (mean

arterial pressure) dengan maintenance CPP dan cardiac output dibandinkan

dengan posisi 600 yang biasanyanya cederung menurunkan MAP (mean

arterial pressure) yang berpengaruh pada CPP, hal serupa juga di sampaikan

dalam penelitian Jun Yu Fan,(2014) dan Orlando et al, (2000) menyatakan


bahwa posisi elevasi kepala 15 – 300 sangat efektif menurunkan ICP, tekanan

darah, denyut nadi , dan MAP (mean arterial pressure).

2. Kemudahan dan Kesulitan Dalam Penelitian

Menurut jurnal utama yang saya telaah, tidak ditemukan bahwa ada

kemudahan dan kesulitan dalam melakukan penelitian, namun ada beberapa

kriteria yang masuk dalam penelitian yang berfungsi sebagai pedoman yang

dapat mempermudah jalanya penelitian pada jurnal yang saya telaah,

diantaranya ialah ditemukanya Kriteria Inklusi yang berisi Kriteria inklusi

sampel dalam penelitian sebagai berikut : pasien yang mengalami cedera

kepala yang mengalami tekanan intrakranial dan bersedia menjadi responden.

Teknik Pengumpulan data primer dengan menggunakan lembar observasi.

Sedangkan data sekunder adalah data yang didapatkan dengan merujuk pada

buku register dan buku laporan. Data diolah menggunakan analisis univariat

dan bivariat. Sehingga dianalisis menggunakan Paired T Test.

Penelitian ini dilakukan di Ruang ICU dan Ruang Seruni RSUD

Dr.M.Yunus Bengkulu Pada bulan April sampai Mei 2017. Populasi dan

sampel seluruh pasien yang mengalami tekanan intracranial. Metode

pengambilan sampel adalah sampel non-random, jenis purposive sampling,

sampel 10 orang.
BAB V

Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

Menurut dari beberapa literatur yang penelaah baca, pengaturan posisi

elevasi sangat berpengaruh penting dalam proses penyembuhan cideea kepala

berat, hal ini bisa berupa dalam memperbaiki tekanan intrakranial kemudian juga

dalam membantu dalam pemenuhan oksigenasai ke otak, kemudian juga tidak

kalah penting nya dalam penanganan nyeri sehingga nyeri dapat berkurang secara

signifikan

2. Saran

Penelitan ini dapat menjadi salah satu intervensi keperawatan yang

dilakukan oleh perawat untuk mengatasi nyeri pada pasien cedera kepala berat.

Serta penelaah selanjutnya diharapkan dapat mencari alternatif lain yang dapat

meringankan masalah nyeri pada cidera kepala berat atau alternatif lainya.
Daftar Pustaka

Pawestri, R., Supono., Mustayah. (2019). Head up 30o untuk memperbaiki Mean
Arterial Pressure pada pasien Cidera Kepala. Hasil Hasil Penelitian Dan
Pengabdian Masyarakat Seri Ke-3 Poltekes Kemenkes Malang

Sani,S., Ferdinandus., (2019). Keterampilan perawat dan pelaksanaan manajemen


care bundle pada pasien cedera kepala di instalasi gawat darurat kota
kupang. STIKes Maranatha Kupang. Volume 10 Nomor 4, Oktober

Hendra, A., Atika, D. (2019). Pengaruh posisi head up 30 derajat terhadap nyeri
kepala pada pasien cedera kepala ringan. Akper serulingmas cilacap. Jurnal
Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.10 No.2

Anggraini, T., Nopia, D., Asrizal. (2019). Pengaruh pengaturan elevasi kepala 15
- 30 terhadap penurunan tekanan intrakranial pada pasien cedera kepala di
0

ruang icu dan seruni rsud dr. M. Yunus bengkulu. Program Studi
Keperawatan FMIPA Universitas Bengkul

Anda mungkin juga menyukai