Anda di halaman 1dari 7

Sahabat Jadi Cinta

Hallo……., Namaku Leonardo Fernando, biasanya sich aku dipanggil sama teman – temanku
Leo. Ini adalah kisah cintaku yang berawal dari persahabatanku.

Ceritaku ini berawal dari pada saat ketika aku duduk di bangku SMP kelas 3. Aku
mempunyai sahabat yang terdiri dari 6 orang anak. Ada 3 cowok dan 3 cewek. Diantaranya
ada salah satu cewek yang bernama Livia, dia adalah satu – satunya cewek yang paling dekat
denganku.

Awalnya aku hanya beranggapan bahwa Livia itu sahabat yang paling care sama aku, karena
dia selalu menemaniku disaat ku suka dan duka. Tetapi lama – kelamaan aku merasakan
adanya rasa kepadanya yg tak ku mengerti, dan pada saat dia nggak ada di sampingku ku
merasa kesepian, juga ketika dia bersama orang lain hatiku merasa marah sekali.

Tetapi aku merasa, bahwa aku tidak pantas untuknya karena dia sahabat terbaikku. Tetapi aku
bingungnya, kata teman – teman dia sudah punya pacar.

Suatu ketika, dia berkata padaku,

“Leo, sebagai sahabat yang baik, aku tidak akan pernah pergi menjauh darimu atau dari
siapapun. Kecuali ada yang…….”

Tiba – tiba terputus karena dia segera lari menuju kantin. Sebenarnya aku bingung, apa
kelanjutan pembicaraannya itu.

Dan beberapa hari kemudian aku lihat Livia berduaan dengan Ridho (dia adalah sahabatku
juga) , tapi yang lainnya (para sahabatku yang lain) nggak ada! Apa yang terjadi ?

Aku bingung ditambah lagi hatiku marah banget. Keesokan harinya Aku langsung menemui
Ridho tentang yang kemarin waktu dia berduaan sama Livia.Dan aku berkata pada Ridho,

“Dho! Kamu kemaren sama Livia ngapain aja. Kamu mau macarin Livia? Apa maksudmu ?!
Jangan sampai ya persahabatan kita rusak cuman gara – gara kamu pacaran sama Livia .”

“Kamu kenapa sich Leo? Aku tuch nggak pacaran sama Livia! Kenapa kamu…….”

“Nggak! Aku sich nggak seperti yang kamu bayangin!”

Setelah itu aku langsung bergegas lari menjauhi Ridho.

Seminggu telah berlalu, kecurigaanku mulai terungkap, dan ternyata memang semua itu
terjadi. Aku segera menceritakannya pada sahabatku yang lain. Dan mereka semua setuju
untuk tidak akan menganggap Ridho dan Livia sebagai mereka lagi.

Ternyata dibalik itu semua, Livia mengakui bahwa dia sebenarnya tidak mencintai Ridho.
Hanya saja selama ini Livia merasa diberi perhatian lebih oleh Ridho. Ridho melakukan itu
semua karena Ridho tau kelemahan Livia itu dengan uang.
Livia menceritakan pengalaman pahitnya itu kepadaku, karena aku yang lebih tahu keadaan
hati Livia. Livia berkata padaku,

“Aku hanya mencintai seseorang yang jujur apa adanya.”

Tiba -tiba saja aku ingin berubah menjadi seperti orang yang dicintai Livia, yang lebih
dewasa. Aku benar – benar bingung dengan sikapku terhadap Livia. Oh Tuhan, apa yang
sedang aku alami ini?

Aku terus berdo’a sambil meminta banrtuan Yang Maha Tahu untuk mengetahui rasa apa
yang aku alami.

Beberapa hari kemudian, aku telah menjadi orang yang lebih kekanak – kanakan seperti dulu.
Sifat yang biasanya aku mencoba untuk menjadi lebih dewasa, kini menjadi seseorang yang
jujur apa adanya seperti apa yang dikatakan Livia dulu.

Ridho menyadari perubahanku ini. Dan dia bertanya kepadaku,

“Leo, kamu cintakan sama Livia.”

“Nggak…”

“Jujur aja dech sama aku.”

“Aku bilang nggak, ya nggak.!!!”

“Sebenarnya, aku sudah tahu kok meskipun kamu bilang nggak. Kamu suka kan sama
Livia.?? Ngaku aja dech… Aku ini seseorang yang telah menerima kemunafikanmu!”

“Dho! Sebenarnya aku memang suka sama Livia! Tetapi aku tidak ingin memilikinya, karena
aku tahu kalau Livia mencintaimu dan juga aku nggak ingin kalau persahabatan kita pecah
karena gara – gara kita memperebutkan Livia. Aku hanya ingin menjadi seseorang yang baik
dan juga menyenangkan buat Livia.”

“OK! So kamu mau menjadi seorang sahabat yang menjadi rasa cinta!”

Ridho berbicara kepadaku sambil mendorongku.

Kemudian, tiba – tiba Livia datang dan langsung menolongku yang terjatuh karena aku nggak
siap menerima dorongan dari Ridho.Livia langsung memarahi Ridho,

“Ridho, aku nggak suka kamu yang seperti itu! Yang kasar!”

Kemudian Livia mengajakku ke UKS. Disitu Livia berkata padaku,

“Leo, sorry ya sebelumnya. Kalau kamu memang aku nggak bisa balas cintamu itu. Aku
nggak suka sama orang yang kekanak – kanakan.

Tapi disatu sisi aku juga suka sama kamu yang orangnya apa adanya! Walau kamu kekanak –
kanakan, aku hanya bisa menganggapmu sebagai sahabat terbaikku saja, nggak lebih.”
Setelah Livia berkata begitu kepadaku dia langsung lari keluar ruangan UKS.

Malampun tiba, malam itu aku ingin sekali menelepon Shinta (dia juga sahabatku), tetapi
nggak diangkat. Akhirnya aku ke rumah Shinta.

Sesampainya disana, aku tak sengaja mendengar pembicaraan antara Shinta dengan Livia.
Ada apa ini?

Dan Livia berkata pada Shinta,

“Shin, sebenarnya aku tuch suka sama……Leo. Tetapi nggak ada alasan untuk aku nggak
mencintai Ridho karena dia sudah ngasih aku segalanya. Walaupun itu sebenarnya jerih
payah bokapnya.

Tapi dia pernah menyelamatkan nyawaku!”

Tiba – tiba ia berhenti sejenak. Segera aku masuk ke kamar Shinta.

“Liv, Ridho sudah melakukan apa??”

“Leo, dia sudah menyelamatkan aku.”

“Nyelamatkan apa?”

“Kenapa sich! Kamu suka sama aku? Kamu cinta sama aku?”

“Ha…Ha…Ha…Nggak mungkinlah Liv. Kalau begitu aku pergi dulu ya…..”

Setelah itu, aku langsung meninggalkan rumah Shinta.

Aku langsung menuju ke rumah Livia dan mencurahkan isi hatiku kepada Dava(adik Livia).

“Gimana nich Va! Aku tuch sebenarnya suka sama kakakmu, tetapi aku nggak mungkin
bilang itu semua ke kakakmu!

Aku nggak mau persahabatanku Va!”

“Kalau begitu kakak nggak usah suka sama kakakku ajah.”

“Ya nggak bisa begitu Va………”

Tiba – tiba Rani(dia juga sahabatku) datang,

“Dava, Leo, kalian lagi ngapain?”

“Nggak Ran, aku lagi bicara tentang Game sama Dava.”

“Nggak Kak Rani. Dia tadi bukan bicara tentang Game, tetapi Kak Leo bicara kalau
dia…….”
Aku langsung menutup mulut Dava, dan membisiki Dava,

“Va, jangan bilang ke siapa – siapa. Termasuk kakakmu juga ya.”

“Kalian bisik – bisik apaan sich. Aku jadi curiga kalau ada apa – apa.”

“Nggak ada apa – apa kok Ran.”

“Pasti ini tentang Livia kan?”

“Nggak.”

“Ngaku aja dech!”

“Tapi jangan beri tahu ke yang lainnya ya?”

“OK dech. Tapi sebenarnya ada apaan sich?”

“Sebenarnya ya, aku akui kalau aku suka sama Livia, tetapi kalau aku jadian sama Livia,
terus persahabatan kita hancur dong.”

“Kalau kamu suka sama Livia gak apa – apa kok, kami nggak akan nggangguin kalian untuk
pacaran. Dan persahabatan kita nggak akan pernah hancur. Kami semua sudah tahu kalau
kamu suka Livia, tetapi kecuali Livia.”

“Yang bener…

Ku nggak yakin kalau Livia juga suka sama aku.”

“Lho, kamu belum tahu ya kalau Livia tuch suka sama kamu dari lubuk hatinya yang paling
dalam.”

“Ha…….

Yang benar.!!”

“Iya. Dia bilang sendiri ke aku.”

“Ya sudah ya? Ku mau pulang dulu. Makasih ya Ran.”

Keesokan harinya, pada saat istirahat sekolah, aku ke kelasnya Livia. Tetapi aku nggak ke
Livia, aku mau ke Kevin(dia juga sahabatku). Dan aku berkata,

“Vin, kamu sudah tahu tentang aku sama Livia.”

“Sudah. Memangnya kenapa?”

“Kamu takut ungkapin perasaanmu ke Livia.”

“Iya. Vin, kamu mau bilangin perasaanku ke Livia.”


“Tenang aja. Kamu kan sahabatku.”

“Makasih ya Vin.”

Setelah sepulang sekolah, aku menemui Kevin sekali lagi,

“Vin, apakah kamu sudah bilang ke Livia?”

“Sudah”

“Terus dia jawab apa?”

“Sebenarnya sich dia mau jadi pacarmu, tetapi dia takut kalau persahabatan kita berantakan.
Lalu ku jawab, sebenarnya kami semua sudah tahu kalau kalian berdua sama – sama suka.”

Tiba – Tiba Livia datang menghampiriku,

“Leo, Kevin, kalian berdua ngapain disini.”

“Nggak apa – apa kok, hanya bicara tentang…

Biasalah anak cowok. Sudah dulu ya, Leo, Livia, aku pulang dulu.”

“OK”,jawab kami berdua.

Kemudian aku dan Livia ngomong bersama – sama,

“Liv…”,”Leo…”

“Nggak kamu duluan yang bicara!”

“Kamu ulu aja Leo!”

“Baiklah aku duluan. Liv, sebenarnya waktu itu yang kita di rumahnya Shinta. Itu semuanya
benar. Memang dari dulu aku suka sama kamu, tapi hanya sekedar sahabat aja. Tetapi
sekarang tidak, rasanya setiap kamu gak ada didekatku, aku merasa kesepian. Terus setiap
ketika kamu bersama orang lain hatiku merasa marah sekali. Livia maukah kamu jadi
pacarku?”

“A…Ak….Akuu…”

Seluruh sahabatku Shinta, Ridho, Rany, dan Kevin berkata,

“YAA…….”

“Apa!!! Teman – teman!!!”

“Kau sebenarnya mau jawab iya kan. Ngaku aja dech Liv!”

“Benar teman – teman.”


“Apa Liv? Kamu mau jadi pacarku???”

“Iya Leo?!?!?”

“Akhirnya kalian berdua jadian juga….”

“Hei Leo!”

“Ya teman – teman.”

“Ingat PJ’nya!!!!”

“Ah! Kalian bisa aja sich.”

“Kalau begitu hubungan kalian tidak kami restui.”

“Baiklah besok sepulang sekolah.”

“Horeee…”

“Leo, sebaiknya kamu ajak tuch pacar barumu jalan. Ya udah ya kami pulang duluan.
Selamat jalan – jalan ya Leo, Livia.”

Setelah sahabatku pergi aku langsung mengajak Livia jalan. Akhirnya impianku jadi
kenyataan juga. Terima kasih Tuhan telah mendengarkan do’aku.

Keesokan harinya, aku menjemput Livia. Ternyata dia sudah berangkat duluan. Kemudian
aku sambil berangkat ke sekolah juga mencari Livia.

Dan ternyata hingga aku sampai di sekolah aku tidak menemukan Livia.

Bel masuk telah berbunyi, aku tak tahu apakah Livia sudah datang apa belum. Setelah bel
istirahat berbunyi, aku langsung ke kelasnya Livia. Dan aku menemui Kevin.

“Vin apakah Livia tadi masuk?”

“Nggak, dia tadi nggak kelihatan tuch waktu pelajaran.”

“Ya sudah makasih.”

Aku merasa heran, dan juga perasaanku tentang Livia. Apakah yang terjadi dengan Livia?
Setelah pulang sekolah aku mencari dimana Livia dan menelusuri semua jalan yang pernah
aku lewati bersama Livia. Ternyata dia tergeletak di pinggir jalan.

Kemudian aku membawanya ke Rumah Sakit terdekat dan memberitahukan kepada orang
tuanya bahwa Livia telah ditabrak lari.

Setelah orang tuanya datang. Mereka menanngis, tetapi tangisan mereka tak seperti rasa
sakitnya hatiku. Beberapa hari telah berlalu, tetapi Livia masih belum siuman juga. Aku terus
meminta pertolongan kepada Tuhan, agar Livia cepat – cepat siuman.
Keesokan harinya, setelah aku pulang sekolah, aku langsung pergi ke Rumah Sakit tempat
Livia dirawat. Dia akhirnya siuman juga dan berkata kepadaku,

“Le… Leo! Sebenarnya aku mencintaimu dengan setulus hatinya dan dari lubuk hatiku yang
paling dalam.”

Setelah orang tuanya kuhubungi kalau Livia sudah siuman, dia langsung menghembuskan
nafasnya yang terakhir.

Aku merasa sangat sedih dan hatiku sakit sekali. Dan aku berjanji tidak akan melupakan
Livia untuk selamanya, dan juga aku tidak akan pernah pacaran lagi, sebelum aku bisa
menjaga seseorang yang aku cintai.

Anda mungkin juga menyukai