Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

ETIKA DALAM PELAYANAN KONTRASSEPSI

Disusun Oleh :

Adelia Agustina Dewi(19050001) Antika Putri Mairis S. (19050009)

Afifah Yunike Prasasti (19050002) Assyafiera Raihanita R. (190500010)

Afii Faturrohmah (19050003) Dela Rosa Dianita P. (190500011)

Alifia Novretta Afdani (19050004) Desti Mardiantika (190500012)

Anggi Duwi Lestari (19050005) Dyah Fitri Wardatun F. (190500014)

Anisah Tryas Kamilah (19050006) Eis Nurhidayah (190500015)

Anita Firdaus (19050007) Faiqatul Himmah (190500016)

Anjeli Agustin (19050008)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEBIDANAN

TAHUN AKADEMIK 2021


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat
serta hidayahnya kepada kita semua. Sholawat serta salam mari kita haturkan kepada pahlawan
revolusioner dunia yakni Nabi Muhammad SAW dan semoga kita akan selalu mendapat
syafa’atnya baik di dunia maupun di akhirat.

Dengan pertolongan dan hidayahnya kami dapat menyusun makalah ini untuk memenuhi
tugas mata kuliah “Profesionalisme Kebidanan” tentang “Etika dalam Pelayanan Kontrasepsi”
tentunya dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari kesalahan, dan penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun supaya lebih sempurnanya makalah yang akan
datang. Semoga dengan terselesaikannya makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
dan bagi pembaca umumnya, dan membuahkan ilmu yang bermanfaat.

Jember, 24 Februari 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Dalam profesi bidan “etika” lebih dimengerti sebagai filsafat moral. Istilah etika berasal dari bahasa
yunani kuno. Kata yunani ethos dalam bentuk tunggal mempunyai artikebiasaan-kebiasaan tingkah
laku manusia, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara berfikir. Dalam bentuk jamakta etha
mempunyai adat kebiasaan. Menurut filsuf Yunani Aristoteles, istilah etika sudah dipakai untuk
menunjukkan filsafat moral. Sehingga berdasarkan asal usul kata, maka etika berarti : ilmu tentang
apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Dalam KBBI yang baru (Departemen
Pendidikan Kebudayaan, 1988) etika dijelaskan dengan membedakan tiga arti :

1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak)

2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.

3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat4. Jadi etika sebagai
sebuah system nilai adalah nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Etika merupakan bagian filosofis yang berhubungan
erat dengan nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah, dan
penyelesaiannya baik atau tidak (Jones, 1994).

Pelayanan keluarga berencana merupakan bagian yang tidak terpisah dari pelayanan kebidanan
dalam pelayanan ini akan ditentukan kapan, berapa dan jarak ( interval ) untuk mempunyai anak.
Untuk merencanakan semua ini merupakan kesepakatan yang telah dibuat oleh ibu dan suami,
mengenai jenis kontrsepsi yang akan digunakan merupakan keputusan ibu.

Dengan demikian keputusan yang dibuat oleh klien berada diluar kompetensi bidan. Jika klien
belum bisa membuat keputusan karena belum mendapatkan informasi yang cukup maka bidan
wajib memberikan informasiyang dapat digunakan termasuk alternative pilihan sehingga klien
dapat keputusan berdasarkan pengetahuan dan keyakinannya.
2.2 Penerapan Etika dalam Pelayanan KB

1. Konseling

Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan keluarga berencana. Dengan
melakukan konseling berarti petugas membantu klien dalam memilih dan memutuskan jenis
kontrasepsi yang akan digunakan sesuai pilihannya. Jika klien belum mempunyai keputusan
karena disebabkan ketidaktahuan klien tentang kontrasepsi yang akan digunakan, menjadi
kewajiban bidan untuk memberikan informasi tentang kontrasepsi yang dapat dipergunakan
oleh klien, dengan memberikan informasi tentang kontrasepsi yang dapat dipergunakan oleh
klien, dengan memberikan beberapa alternative sehingga klien dapat memilih sesuai dengan
pengetahuan dan keyakinan yang dimilikinya.

1. Tujuan Konseling :

a) Calon peserta KB memahami manfaat KB bagi dirinya maupun keluarganya.


b) Calon peserta KB mempunyai pengetahuan yang baik tentang alasan berKB , cara
menggunakan dan segala hal yang berkaitan dengan kontrasepsi.
c) Calon peserta KB mengambil keputusan pilihan alat kontrasepsi

2. Sikap bidan dalam melakukan konseling yang baik terutama bagi calon klien baru:

a) Memperlakukan klien dengan baik


b) Interaksi antara petugas dan klien
c) Bidan harus mendengarkan, mempelajari dan menanggapi keadaan klien serta
mendorong agar klien berani berbicara dan bertanyad. Memberi informasi yang baik
kepada kliene. Menghindari pemberian informasi yang berlebihanf. Terlalu banyak
informasi yang diberikan akan menyebabkan kesulitan bagi klien untuk mengingat hal
yang penting.g. Tersedianya metode yang diinginkan klienh. Membantu klien untuk
mengerti dan mengingati. Bidan memberi contoh alat kontrasepsi dan menjelaskan pada
klien agar memahaminya dengan memperlihtkan bagaimana cara penggunaannya. Dapat
dilakukan dengan dengan memperlihatkan dan menjelaskan dengan flipchart, poster,
pamflet atau halaman bergambar.

3. Langkah-langkah konseling :

a) Menciptakan suasana dan hubungan saling percaya


b) Menggali permasalahan yang dihadapi dengan calon
c) Memberikan penjelasan disertai penunjukan alat-alat kontrasepsi
d) Membantu klien untuk memilih alat kontrasepsi yang tepat untuk dirinya sendiri.

4. Ketrampilan dalam konseling

a) Mendengar dan mempelajari dengan menerapkan:


1) Posisi kepala sama tinggi
2) Beri perhatian dengan kontak mata
3) Sediakan waktu
4) Saling bersentuhan
5) Sentuhlah dengan wajar
6) Beri pertanyaan terbuka
7) Berikan respon
8) Berikan empati
9) Refleks back
10) Tidak menghakimib. Membangun kepercayaan dan dukungan:

5. Untuk menjadi konselor yang baik maka bidan harus memiliki karatkter sebagai berikut:

a) Adanya minat untuk menolong orang lain


b) Mampu untuk empati
c) Mampu untuk menjadi pendengar yang baik dan aktif
d) Mempunyai daya pengamatan yang tajam
e) Terbuka terhadap pendapat orang lain
f) Mampu mengenali hambatan psikologis, sosial, budaya

Informed choice dan informed consent merupakan hal yang tidak dilupakan dalam pelayanan keluarga
berencana. Bidan harus menjelaskan keuntungan dan kerugian setiap alat kontrasepsi dengan jujur dan
netral dan tidak memaksakan suatu jenis kontrasepsi, mengingat belum ada kontrasepsi yang aman dan
efektif 100%, maka informed choice dan informed consent selain merupakan perlindungan bagi bidan
dalam memberikan pelayanan juga akan memberikan rasa aman dan nyaman bagi klien sebagai
penerima jasa. Rasa aman dan nyaman akan mengingatkan kepatuhan klien terhadapat kontrasepsi
yang digunakan.

2.3 Wewenang Bidan Dalam Pelayanan KB

Bidan dalam memberikan asuhan kebidanan melalui proses pengambilan keputusan dan tindakan
dilakukan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup prakteknya berdasarkan ilmu dan kiat
kebidanan. Area kewenangan Bidan dalam pelayanan keluarga berencana tercantum dalam
Permenkes 1464/MENKES/PER/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan:

1. Pasal 9 tentang bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan
yang meliputi :
a. Pelayanan kesehatan ibu

b. Pelayanan kesehatan anak


c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan KB.

2. Pasal 11 ayat 2 (f) tentang pemberian konseling dan penyuluhan.


3. Pasal 12 tentang bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan KB
sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf c berwenang untuk.

a. Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan KB

b. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom

4. Pasal 18 ayat 1 huruf b bidan berkewajiban untuk memberikan informasi tentang masalah
kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan.
5. Pasal 18 ayat 1 huruf d tentang pelaksaan praktik atau kerja bidan berkewajiban untuk meminta
persetujuan tindakan yang akan dilakukan.

2.4 Hukum yang Berlaku pada Etika dalam Pelayanan Kontrasepsi

 Hukum dan Etika Keluarga Berencana di Indonesia diatur dengan Undang-Undang No. 10 Tahun
1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Keluarga Sejahteraantara lain sebagai berikut:

1. Pengaturan kelahiran diselenggarakan dengan tata cara yang berdaya guna dan berhasil guna
serta dapat diterima oleh pasangan suami istri sesuai dengan pilihannya.

2. Penyelenggaraan pengaturan kelahiran dilakukan dengan cara yang dapat


dipertanggungjawabkan

3. Setiap pasangan suami istri dapat menentukan pilihannya dalam merencanakan dan mengatur
jumlah anak, dan jarak antara kelahiran anak yang berlandaskan pada kesadaran dan rasa
tanggung jawab terhadap generasi sekarang maupun generasi mendatang.

4. Suami istri mempunyai hak dan kewajiban yang sama serta kedudukan yang sederajat dalam
menentukan cara pengaturan kelahiran. Suami dan istri harus sepakat mengenai pengaturan
kehamilan dan cara yang akan dipakai agar tujuannya tercapai dengan baik. Keputusan atau
tindakan sepihak dapat menimbulkan kegagalan atau masalah di kemudian hari. Oleh sebab itu
apabila istri gagal menggunakan alat kontrasepsi dengan alasan kesehatan, maka suamilah yang
harus menggunakan alat kontrasepsi yang cocok baginya.

 Dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 kembali ditegaskan bahwa:

1. Pelayanan kesehatan dalam keluarga berencana dimaksudkan pengaturan kehamilan bagi


pasangan usia subur untuk untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas. Dan
menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan obat dalam memberikan pelayanan
keluarga berencana yang aman, bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat.

2. Pemerintah bertanggung jawab dan menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat
dan obat dalam memberikan pelayanan keluarga berencana yang aman , bermutu, dan
terjangkau oleh masyarakat.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bahwa sepenuhnya keputusan penggunaan alat kontrasepsi berada di tangan pasien. Kita sebagai
tenaga kesehatan hanya memberi berbagai macam pilihan (inform choice) kepada pasien. Serta
memberikan arahan secara detail kepada pasien mengenai ( kelebihan, kekurangan, efek samping, dll)
pada alat kontrasepsi

3.2 Saran

1. Untuk meningkatkan profesionalisme bidan dalam setiap tindakan harus menggunakan inform
consent.
2. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan bidan harus menjalankan tugasnya sesuai dengan kode etik
profesinya.

Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai