Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

OLEH :

NAMA : SRI ARLIZA FEBRIANI

NIM : 092STYC17

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan Rahmatn-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun
judul dari makalah ini “KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT
DARURAT”.

Makalah ini tidak akan selesai tanpa ada bantuan dari pihak-pihak yang ikut
membentu demi terselesaikannya makalah ini. Untuk itu penulis mengucapkan
banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang suda membantu menyelsaikan makalah
ini.

Saya sebagai penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari


kesempurnaan.Oleh karena itu mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun demi kesempurnaan maklah ini.

Mataram 10 april 2020

Penulis

SRI ARLIZA FEBRIANI

i
DAFTAR ISI

COVER.....................................................................................................................i

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang...........................................................................................1
B. Rumusan masalah.....................................................................................2
C. Tujuan.......................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

1. Pengkajian Gawat Darurat


a. Prehospital..............................................................................................3
b. Hospital..................................................................................................5
c. Bencana Alam dan Klb..........................................................................7
d. Primary Survey......................................................................................16
e. Secondery..............................................................................................25
f. Intervensi Resusitasi..............................................................................27
2. Proses Keperawatan Pada Area Keperawatan Gawat darurat
a. Pengkajian.............................................................................................28
b. Diagnosa................................................................................................33
c. Intervensi...............................................................................................34
d. Implementasi.........................................................................................40
e. Evaluasi.................................................................................................40

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................................43

DAFTAR PUSTAKA

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kegawatdaruratan atau dapat pula disebut emergency adalah suatu situasi yang
mendesak yang beresiko terhadap kesehatan, kehidupan, kesejahteraan atau
lingkungan.Suatu insiden dapat menjadi suatu kegawatdaruratan apabila
merupakan suatu insiden dan mendesak atau mengancam nyawa, kesehatan,
kesejahteraan, ataupun lingkungan. Insiden yang sebelumnya menyebabkan
hilangnya nyawa seseorang, kecacatan, merusak kesejahteraan, ataupun merusak
lingkungan, atau insiden yang memiliki probelitas yang tinggi untuk
menyebabkan bahaya langsung kekehidupan, kesehatan, kesejahteraan, ataupun
lingkungan (Wikipedia 2015)
Kegawat daruratan medis merupakan keadaan harus mendapatkan intervensi
segera.Dalam merespon kegawatdaruratan telah dibentuk emergency medical
servis (EMS) atau disebut pula layanan kegawatdaruratan medis.Tujuan utama
dari layanan ini adalah memberikan pengobatan kepada pasien yang
membutuhkan perawatan medis mendesak, dan tujuan menstabilkan kondisi saat
itu, dan menyediakan tranfor efisien dan efektif bagi pasien menuju layanan
definitif.
Layanan kegawatdaruratan medis ditiap- tiap Negara dan daerah menyediakan
layanan yang beragam dengan metode yang beragam pula, hal ini ditentukan oleh
kebijakan pemerintah Negara masing-masing dengan metode pendekatan yang
berbeda pula tergantung dari kondisi dari Negara tersebut.Secara umum, semua
layanan, kegawatdaruratan medis menyediakan layanan bantuan hidup dasar.
Bantuan hidup dasar merupakan suatu tindakan medis yang dilakukan pada pasien
dengan sakit yang mengancam nyawa atau cidera sampai pasien tersebut
mendapatkan pelayanan kesehatan penuh dirumah sakit. Pemberian BHD
bertujuan untuk menyediakan sirkulasi darah yang adekuat serta pernapasan
melalui perbatasan jalan napas
B. Rumusan masalah

1. Pengkajian pasien dengan keperawatan prehospital, hospital, bencana alam,


KLB. Menjelaskan primary survey, dan intervensi resusitasi
2. Proses keperawatan pada area pada area keperawatan gawat darurat
(pengkajian, diagnose, implementasi dan evaluasi)
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengkajian pasien dengan keperawatan prehospital,
hospital, bencana alam, KLB. Menjelaskan primary survey, dan intervensi
resusitasi
2. Untuk mengetahui proses keperawatan pada area pada area keperawatan
gawat darurat (pengkajian, diagnose, implementasi dan evaluasi)

2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian gawat darurat
Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan
medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih
lanjut (UU no 44 tahun 2009). Gawat darurat adalah suatu keadaan yang
terjadinya mendadak mengakibatkan seseorang atau banyak orang
memerlukan penanganan/pertolongan segera dalam arti pertolongan secara
cermat, tepat dan cepat. Apabila tidak mendapatkan pertolongan semacam itu
meka korban akan mati atau cacat/ kehilangan anggota tubuhnya seumur
hidup. (Saanin, 2012).
a. Pengkajian pasien kegawatdaruratan Prehospital
Tujuan utama dari penanganan bencana adalah menghindari atau
meminimalkan kerugian yang terjadi akibat bencana alan. Selain itu
bertujuan mengurangi penderitaan yang dialami korban dan mempercepat
proses pemulihan. Tujuan terakhir adalah memberikan perlindungan bagi
korban akibat dampak bencana (Mizam, 2012).
Dampak yang ditimblkan akibat bencana alam adalah dampak fisik, psikis,
social, material, dan ekonomi, serta kerusakan infrastuktur. Dampak fisik
yang sering ditemukan pada kondisi bencana adalah gangguan jalan nafas,
gagal pernafasan perdarahan tidak terkontrol, trauma dan kondisi
nontrauma yang lain yang terkadang juga dapat menimblkan kematian.
Semua kebutuhan tersebut membutuhkan manajemen prehospital bencana
yang tepat dan cepat dari tenaga kesehatan dalam memberikan respon.
Manajemen prehospital adalah pemberian pelayanan yang diberikan
selama korban pertama kali ditemukan, selama proses transportasi hingga
pasien tiba dirumah sakit. Penanganan korban selama fase prehospital
dapat menjadi penentu kondisi korban angka kecacatan dan kematian
akibat trauma (WHO, 2005).
Pelayanan yang dapat diberikan pada tahap pre hospital adalah lagkah-
langkah pertolongan dasar dan dilanjutkan dengan advanced

3
prehospita;.Pertolongan dasar dapat dimulai dari initial asessement
terhadap korban, evakuasi korban, pemberian oksigenasi pemantauan
kondisi pasien termsuk tingkat kesadaran, dan perawatan luka. Perawatan
kemudian dilanjutkan dengan penanganan advanced prehospital seperti
pemberian terapi cairan krikotriodektomi, intubasi endotrakel, dan
perawatan selama proses transportasi pasien kerumah sakit. Selain itu,
selama proses transport juga dibutuhkan monitoring dan observasi kondisi
pasien (WHO,2005). Pelayanan prehospital dilakukan dengan mendirikan
PSC, BSB, dan pelayanan ambulance serta komunikasi.
a. PSC (Public seafty center)
Merupakan pusat pelayanan yang menjamin kebutuhan masyarakat
dalam hal-hal yang berhbungan dengan kegadaran, termasuk
pelayanan medis yang dapat dihubungi dalam waktu singkat
dimanapun berada.Merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan,
yang bertujuan untuk mendapatkan respon cepat (quickrespons)
terutama pelayanan pra RS.PSC didirikan masyarakat untuk
kepentingan masyarakat.Pengorganisasian dibawah Pemda dengan
sumber daya manusia dari berbagai unsure tersebut, ditambah
masyarakat yang bergiat dalam paya pertolongan masyarakat, biyaya
dari masyarakat.Kegiatan menggunakan perkembangan teknologi
pembinaan untuk memberdayakan potensi masyarakat, komunikasi
untuk keterpaduan kegiatan. Kegiatan lintas sector PSC berfungsi
sebagai respon cepat penanggulangan gadar.
b. BSB
Unit khusus untuk penanganan pra RS, khususnya kesadaran dalam
bencana.Pengorganisasian dijajaran kesehatan (Depkes, Dinkes, RS)
petugas medis (perawat, dokter) non medis (Sanitarian, Gizi, farmasi
dll) pembiyayaan dari instansi yang ditunjuk APBN/APBD.
c. Pelayanan Ambulance

4
Terpadu dalam kondisi dengan memafaatkan ambulans puskesmas,
klinik, RB,RS, non kesehatan. Koordinasi melalui pusat pelayanan
yang disepakati bersama untuk mobilisasi ambulans terutama dalam
bencana.
d. Komunikasi
Terdiri dari jejaring informasi, dan pelayanan gadar hingga seluruh
kegiatan berlangsung dalam system terpadu.Pembinaan dilakukan
pada berbagai pelatihan untuk meningkatkan kemampan dan
keterampilan bagi dokter, perawat, awam, awam, penyulhan bagi
awam.
b. Pengkajian pasien dengan keperawatan hospitalisasi
Bencana merupakan kejadian yang menyebabkan terjadinya banyak
korban (pasien gawat darurat), yang tidak dapat dilayani oleh unit
pelayanan kesehatan seperti biasanya, terdapat kerugian materil dan terjadi
kerusakan infrastuktur fisik serta terganggunya kegiatan normal
masyarakat (DepKes RI 2006).
Tenaga kesehatan sebagai tim, baik perawat, dokter maupun tnaga
administrasi memegang peranan penting dalam pemberian pelayanan
keperawatan dan meis di IRD. Kebutuhan bagi perencanaan kegawatan
oleh staf pelayanan kesehatan telah lama dikenal dan kebanyakan rumah
sakit mempunyai 14 perencanaan insiden besar akan menempatkannya
kedalam tindakan yang nantinya akan menjadi suatu kebtuhan. Tenaga
kesehatan dalam sebuah rumah sakit yang paling banyak adalah
perawat.Semua perawat mempunyai tanggung jawab dalam perencanaan
dan keterlibatan dalam menangani korban. Perawat harus mengetahui apa
yang akan mereka lakukan baik ketika mereka sedang bekerja, atau tidak
bekerja sewaktu insiden terjadi. Perawat harus mengetahui bagaimana
memobilisasi bantuan mengevakuasi pasien-pasien dan mencegah
penyebaran bencana.

5
Menurut Dinas Kesehatan DIY (2005) , dalam kesiapsiagaan menghadapi
musibah masal (keadaan bencana ) rumah sakit harus memiliki ketentuan
umum sebagai berikut :
a. Mempunyai disaster plan yang diberlakkan didalam instansi terkait
dalam wilayah tempat unit Gawat Darurat (UGD) tersebut berada untk
menangani korban bencana, disaster plan tersebt hendaknya
disesuaikan dengan kondisi RS masing-masing dan pada dasarnya
harus mencakup berbagai masalah, diantaranya dalah :
1. Kejelasan tempat masuk 21 bencana intra rumah sakit
2. System aktivasi rumah sakit dalam memobilisasi diketer,
paramedic, tenaga lain serta sarana dan prasarana yang diperlkan
3. System koordinasi dan pengendalian intra rumah sakit
4. Penyapan ruang cadangan dalam rumah sakit untuk penerimaan
korban, tindakan dan ruangan perawatan
5. Koordinasi antar rumah sakit
6. System informasi data korban dan informasi pada keluarga
7. Sumber cadangan logistic medic dalam hal persediaan intra rumah
sakit bila tidak menckupi
8. Alternative cara pelayanan bila terjadi penggunaan/kerusakan
bangunan rumah sakit setempat akibat bencana baik alam maupun
ulah manusia
b. Mempnyai kerjasama dengan sarana dan pasilitas pelayanan kesehatan
disekitarnya dalam menghadapi musibah masal/keadaan bencana
didaerah wilayah kerjanya melalui system penanggulangan Gawat
Darurat Terpadu (SPGDT).
Pada tahap kesiap seiagaan ini rencana penanganan bencana dirumah
sakit mengacu pada organisasi yang ada didalam rumah sakit itu
sendiri dan memfokusakan pada asfek-asfek sebagai berikut :
1. Sumber daya manusia
2. Ketersediaan obat-obatan

6
3. Peralatan medis untuk menangani kegawatdaruratan
4. Informasi
5. Pengembangan rencana kegawat daruratan
6. Pelatihan
7. Keselamatan pasien
8. Pengungsian
Rencana itu juga menurut system cadangan, yaitu : komunikasi,
listrik, ketesediaan air, transportasi serta harus menjadi bagian dari
jaringan respons bencana rumah sakit, dengan prosedur yang jelas
untuk rujukan dan pemindaan pasien (Pan America Health
Organization, 2006)
c. Pengkajian pasien dengan keperawatan bencana alam dan KLB
i. Pengertian bencana

Bencana adalah suatu kejadian, yang disebabkan oleh


alam atau karena ulah manusia, terjadi secara tiba-tiba
atau perlahan-lahan, sehingga menyebabkan hilangnya
jiwa manusia, harta benda dan kerusakan lingkungan,
kejadian ini terjadi diluar kemampuan masyarakat
dengan segala sumberdayanya.

  MenurutUndang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 1


angka 1 :

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa


yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
factor alam dan/atau non-alam maupun factor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan,kerugian harta benda,
dan dampak psikologis.

B.  Klasifikasi bencana

Usep Solehudin (2005) mengelompokkan bencana


menjadi 2 jenis yaitu:

7
1. Bencana alam (natural disaster) yaitu kejadian-
kejadian alami seperti banjir, genangan, gempa bumi,
gunung meletus, badai, kekeringan, wabah dan lainnya.

2. Bencana ulah manusia (man made disaster) yaitu


kejadian-kejadian karena perbuatan manusia seperti
tabrakan pesawat udara atau kendaraan, kebakaran,
huru-hara, sabotase, ledakan, gangguan listrik,
gangguan komunikasi, gangguan transportasi dan
lainnya.

Berdasarkan cakupan wilayah, bencana terdiri dari:

1.    Bencana Lokal 

Bencana ini biasanya memberikan dampak pada


wilayah sekitarnya yang berdekatan.Bencana
terjadi pada sebuah gedung atau bangunan-
bangunan disekitarnya.Biasanya adalah karena
akibat factor manusia seperti kebakaran, ledakan,
terorisme, kebocoran bahan kimia dan lainnya.

2.    Bencana Regional 

Jenis bencana ini memberikan dampak atau


pengaruh pada area geografis yang cukup luas,
dan biasanya disebabkan oleh faktor alam seperti
badai, banjir, letusan gunung, tornado dan
lainnya. Bencana alam dapat dibagi menjadi
beberapa kategori, yaitu bencana alam yang
bersifat meteorologis, bencana alam yang bersifat
geologis, wabah dan bencana ruang
angkasa.Adapun pendapat lainnya, bencana alam
dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu
bencana alam yang bersifat meteorologist,
bencana alam yang bersifat geologis, wabah dan
bencana ruang angkasa.

C. Jenis-jenis bencana

8
Pada umumnya jenis bencana dikelompokkan kedalam
enam kelompok sebagai berikut :

1. Bencana Geologi
2. Bencana Hydro-meteorologi
3. Bencana Biologi
4. Bencana Kegagalan teknologi
5. Bencana Lingkungan
6. Bencana Sosial
7. Kedaruratan kompleks yang merupakan kombinasi
dari situasi bencana pada suatu daerah konflik.

D. Faktor-faktor penyebab bencana

1. Faktor Alam

2. Faktor Non-Alam, dan

3. Faktor Sosial/Manusia

E.  Kategori bencana dan korban

Keadaan bencana dapat digolongkan berdasarkan


jumlah korban yang mencakup:

1.   Mass patient incident (jumlah korban yang datang


ke UGD kurang dari 10 orang).
2.  Multiple cassuality incident (jumlah korban yang
datang ke UGD antara 10 dan 100 orang).
3.   Mass cassuality incident (jumlah korban yang
datang ke UGD lebih dari 100 orang)
F. fase-fase bencana

1.    Pra-dampak: dimulai sejak awitan bencana, jika


kejadian ini sudah diketahui terlebih dahulu. Fase pra-
dampak didefinisikan sebagai periode yang pada saat
itu kita mengantisipasi dan diperingatkan

2.    Dampak: periode selam bencana terjadi, berlanjut


hingga dimulainya fase paska dampak. Fase ini juga
dikenal sebagai penyelamatan.Pada saat ini pengkajian
penting harus dilakukan yaitu mengevaluasi besarnya

9
kerugian, identifikasi sumber daya yang ada, dan
merencanakan penyelamatan korban.Fase ini bisa
berlangsung singkat.

3.    Paska-dampak: disebut fase pemulihan. Selama


fase ini, besarnya kerugian sudah dievaluasi dan
penyelamatan korban telah selesai dilaksanakan,
kerusakn lebih lanjut sudah diminimalka.Fase ini dapat
menjadi fase yang paling lama.

E.   Dampak bencana alam

Bencana alam dapat mengakibatkan dampak yang


merusak pada bidang ekonomi, social dan
lingkungan.Kerusakan infrastruktur dapat mengganggu
aktivitas social, dampak dalam bidang sosial mencakup
kematian, luka-luka, sakit, hilangnya tempat tinggal dan
kekacauan komunikasi, sementara kerusakan
lingkungan dapat mencakup hancurnya hutan yang
melindungi daratan.

F.   Prinsip-prinsip penatalaksanaan bencana alam

Ada 8 prinsip penatalaksanaan bencana, yaitu:

1.    Mencegah berulangnya kejadian.


2.    Meminimalkan jumlah korban
3.    Mencegah korban selanjutnya.
4.    Menyelamatkan korban yang cedera
5.    Memberikan pertolongan pertama.
6.    Mengevakuasi korban yang cidera.
7.    Memberikan perawatan definitive.
8.    Memperlancar rekonstruksi atau pemulihan.
G.  pencegahan

10
Tercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal,
terarah dan terpadu bagi setiap anggota masyarakat
yang berada dalam keadaan gawat darurat.Upaya
pelayanan kesehatan pada penderita gawat darurat
pada dasarnya mencakup suatu rangkaian kegiatan
yang harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga
mampu mencegah kematian atau cacat yang mungkin
terjadi. Cakupan pelayanan kesehatan yang perlu
dikembangkan meliputi:

1.    Penanggulangan penderita ditempat kejadian

2.  Transpotasi penderita gawat darurat dan tempat


kejadian kesarana kesehatan yang lebih memadai

3.  Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk


menunjang kegiatan penanggulangan penderita gawat
darurat

4.    Upaya rujukan ilmu pengetahuan, pasien dan


tenaga ahli

5.  Upaya penanggulangan pendereita gawat darurat


ditempat rujukan (Unit Gawat Darurat dan ICU)

6.    Upaya pembiayaan penderita gawat darurat

H. Komponen yang disiapkan untuk menghadapi bencana

Persiapan masyarakat, triage lapangan, persiapan


Rumah Sakit, dan persiapan UGD.

1.    Perencanaan menghadapi bencana akan mencakup


banyak sumber daya:

a)Pejabat polisi, pemadam kebakaran, pertahanan sipil,


pamong praja terutama yang terlibat dalam
penanganan bencana dan bahan berbahaya.

b)  Harus sering dilatih dan di evaluasi.

c) Memperhitungkan gangguan komunikasi, misalnya


karena jaringan telepon rusak atau sibuk.

11
d)Mempunyai pusat penyimpanan perbekalan,
tergantung dari jenis bencana yang di duga dapat
terjadi.

e)Mencakup semua aspek pelayanan kesehatan dari


pertolongan pertama sampai terapi definitip.

f)Mempersiapkan transportasi penderita apabila


kemampuan local terbatas.

g)Memperhitungkan penderita yang sudah di rawat


untuk kemudian di rujuk karena masalah lain.

2.    Perencanaan Pada Tingkat Rumah Sakit

Perencanaan bencana rumah sakit harus mulai


dilaksanakan meliputi:

a)  Pemberitahuan kepada semua petugas.

b)  Kesiapan daerah triase dan terapi.

c)  Klasifikasi penderita yang sudah di rawat, untuk


penentuan sumber daya.

d)   Pemeriksaan perbekalan(darah, cairan IV, medikasi)


dan bahan lain(makanan, air, listrik, komunikasi) yang
mutlak di perlukan rumah sakit.

e)   Persiapan dekontaminasi(bila diperlukan).

f)   Persiapan masalah keamanan.

g)   Persiapan pembentukan pusat hubungan


masyarakat.

I.     Pembagian daerah kejadian

Di tempat kejadian atau musibah masal, selalu terbagi


atas:

1.    Area 1 : Daerah kejadian (Hot zone)


Daerah terlarang kecuali untuk tugas
penyelamat(rescue) yang sudah memakai alat proteksi

12
yang sudah benar dan sudah mendapat ijin masuk dari
komandan di area ini.
2.    Area 2 :Daerah terbatas (Warm zone)
Di luar area 1, hanya boleh di masuki petugas khusus,
seperti tim kesehatan, dekotanminasi, petugas atau pun
pasien. Pos komando utama dan sektor kesehatan
harus ada pada area ini.
3.    Area 3 : Daerah bebas (Cold zone)
Di luar area 2, tamu, wartawan, masyarakat umum
dapat berada di zone ini karena jaraknya sudah
aman.Pengambilan keputusan untuk pembagian area
itu adakah komando utama.

PENANGGULANGAN KLB

A. DEFINISI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 1501/MENKES/PER/X/2010, Kejadian Luar Biasa adalah
timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau
kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu
daerah dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan
yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
Selain itu, Mentri Kesehatan RI (2010) membatasi pengertian
wabah sebagai berikut: “Kejadian berjangkitnya suatu
penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah
penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada
keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta
dapat menimbulkan malapetaka”.
Istilah wabah dan KLB memiliki persamaan, yaitu
peningkatan kasus yang melebihi situasi yang lazim atau
normal, namun wabah memiliki konotasi keadaan yang
sudah kritis, gawat atau berbahaya, melibatkan populasi
yang banyak pada wilayah yang lebih luas. 

13
B. KRITERIA KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 1501/MENKES/PER/X/2010, suatu derah dapat ditetapkan
dalam keadaan KLB apabila memenuhi salah satu kriteria
sebagai berikut:
1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang
sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu
daerah.
2. Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3
(tiga) kurun waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-
turut menurut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih
dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun
waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya.
4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu)
bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih
dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah per bulan
dalam tahun sebelumnya.
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1
(satu) tahun menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih
dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan
perbulan pada tahun sebelumnya.
6.  Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality
Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu menunjukkan
kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih
dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu
penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang
sama. 

14
7. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita
baru pada satu periode menunjukkan kenaikan dua kali
atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam
kurun waktu yang sama.
C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TIMBULNYA KEJADIAN LUAR
BIASA (KLB)
Menurut Notoatmojo (2003), faktor yang mempengaruhi
timbulnya Kejadian Luar Biasa adalah:
1.  Herd Immunity yang rendah
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya KLB/
wabah adalah herd immunity. Secara umum dapat dikatakan
bahwa herd immunity ialah kekebalan yang dimiliki oleh
sebagian penduduk yang dapat menghalangi penyebaran.
Hal ini dapat disamakan dengan tingkat kekebalan
individu.Makin tinggi tingkat kekebalan seseorang, makin
sulit terkena penyakit tersebut.
2.   Patogenesitas
Patogenesitas merupakan kemampuan bibit penyakit untuk
menimbulkan reaksi pada pejamu sehingga timbul sakit.
3.  Lingkungan Yang Buruk
Seluruh kondisi yang terdapat di sekitar organism, tetapi
mempengaruhi kehidupan ataupun  perkembangan
organisme tersebut
D. PENANGGULANGAN KLB
Penanggulanagn dilakukan melalui kegiatan yang secara
terpadu oleh pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakat, meliputi: 
1.   Penyelidikan epidemilogis

15
Penyelidikan epidemiologi pada Kejadian Luar Biasa
adalah untuk mengetahui keadaan penyebab KLB
dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap kejadian tersebut, termasuk
aspek sosial dan perilaku sehingga dapat diketahui cara
penanggulangan dan pengendaian yang efektif dan
efisien (Anonim, 2004 dalam Wuryanto, 2009).
2. Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi
penderita termasuk tindakan karantina.
Tujuannya adalah:
a. Memberikan pertolongan medis kepada penderita
agar sembuh dan mencegah agar mereka tidak
menjadi sumber penularan.
b. Menemukan dan mengobati orang yang tampaknya
sehat, tetapi mengandung penyebab penyakit
sehingga secara potensial dapat menularkan
penyakit (carrier).
3. Pencegahan dan pengendalian
Merupakan tindakan yang dilakukan untuk memberi
perlindungan kepada orang-orang yang belum sakit,
tetapi mempunyai resiko terkena penyakit agar jangan
sampai terjangkit penyakit.
4. Pemusnahan penyebab penyakit
Pemusnahan penyebab penyakit terutama pemusnahan
terhadap bibit penyakit/kuman dan hewan tumbuh-
tumbuhan atau benda yang mengandung bibit penyakit.
5. Penanganan jenazah akibat wabah
Terhadap jenazah akibat penyebab wabah perlu
penanganan secara khusus menurut jenis penyakitnya

16
untuk menghindarkan penularan penyakit pada orang
lain.
6. Penyuluhan kepada masyarakat
Penyuluhan kepada masyarakat, yaitu kegiatan
komunikasi yang bersifat persuasif edukatif tentang
penyakit yang dapat menimbulkan wabah agar mereka
mengerti sifat-sifat penyakit, sehingga dapat
melindungi diri dari penyakit tersebut dan apabila
terkena, tidak menularkannya kepada orang lain.
Penyuluhan juga dilakukan agar masyarakat dapat
berperan serta aktif dalam menanggulangi wabah.

7. Upaya penanggulangan lainnya


Upaya penanggulangan lainya adalah tindakan-tindakan
khusus masing-masing penyakit yang dilakukan dalam
rangka penanggulangan wabah.(Menteri Kesehatan RI,
2010)
d. Menjelaskan primary survey
Survei primer atau biasa disebut primary survey adalah suatu proses
melakukan penilaian keadaan korban gawat darurat dengan menggunakan
prioritas ABCDE untuk menentukan kondisi patofisiologis korban dan
pertolongan yang dibutuhkan dalam waktu emasnya. Penilaian keadaan
korban gawat darurat dan prioritas terapi dilakukan berdasarkaan jenis
perlukaan, stabilitas tanda - tanda vital.
Adapun prioritas ABCDE yaitu :

17
1. Airway,menjaga airway dengan kontrol servikal (cervical spinecontrol)
Airway manajemen merupakan hal yang terpenting dalam resusitasi
dan membutuhkan keterampilan yang khusus dalam penatalaksanaan
keadaan gawat darurat, oleh karena itu hal pertama yang harus dinilai
adalah kelancaran jalan nafas. Menurut ATLS (Advanced Trauma Life
Support) 2004, Kematian-kematian dini karena masalah airway seringkali
masih dapat dicegah, dan dapat disebabkan oleh :
a. Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan airway
b. Ketidakmampuan untuk membuka airway
c. Kegagalan mengetahui adanya airway yang dipasang secara keliru
d. Perubahan letak airway yang sebelumnya telah dipasang
e. Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan ventilasi
f. Aspirasi isi lambung

Teknik-teknik mempertahankan airway :

a. Head tilt
Bila tidak sadar, pasien dibaringkan dalam posisi terlentang dan
horizontal, kecuali pada pembersihan jalan napas dimana bahu dan kepala
pasien harus direndahkan dengan posisi semilateral untuk memudahkan
drainase lendir, cairan muntah atau benda asing. Kepala diekstensikan
dengan cara meletakkan satu tangan di bawah leher pasien dengan sedikit
mengangkat leher ke atas. Tangan lain diletakkan pada dahi depan pasien
sambil mendorong / menekan ke belakang. Posisi ini dipertahankan

18
sambil berusaha dengan memberikan inflasi bertekanan positif secara
intermittena (Alkatri, 2007).
b. Chin lift
Jari - jemari salah satu tangan diletakkan bawah rahang, yang
kemudian secara hati – hati diangkat ke atas untuk membawa dagu ke
arah depan. Ibu jari tangan yang sama, dengan ringan menekan bibir
bawah untuk membuka mulut, ibu jari dapat juga diletakkan di belakang
gigi seri (incisor) bawah dan, secara bersamaan, dagu dengan hati – hati
diangkat. Maneuver chin lift tidak boleh menyebabkan hiperekstensi
leher. Manuver ini berguna pada korban trauma karena tidak
membahayakan penderita dengan kemungkinan patah ruas rulang leher
atau mengubah patah tulang tanpa cedera spinal menjadi patah tulang
dengan cedera spinal.
c. Jaw thrust
Penolong berada disebelah atas kepala pasien. Kedua tangan pada
mandibula, jari kelingking dan manis kanan dan kiri berada pada angulus
mandibula, jari tengah dan telunjuk kanan dan kiri berada pada ramus
mandibula sedangkan ibu jari kanan dan kiri berada pada mentum
mandibula. Kemudian mandibula diangkat ke atas melewati molar pada
maxila (Arifin, 2012)

d. Oropharingeal Airway (OPA)


Airway orofaringeal digunakan untuk membebaskan jalan napas pada
pasien yang kehilangan refleks jalan napas bawah (Kene, davis, 2007).

19
Teknik yang dapat dilakukan adalah : Posisikan kepala pasien lurus
dengan tubuh. Kemudian pilih ukuran pipa orofaring yang sesuai dengan
pasien. Hal ini dilakukan dengan cara menyesuaikan ukuran pipa oro-
faring dari tragus (anak telinga) sampai ke sudut bibir. Masukkan pipa
orofaring dengan tangan kanan, lengkungannya menghadap ke atas (arah
terbalik), lalu masukkan ke dalam rongga mulut.Setelah ujung pipa
mengenai palatum durum putar pipa ke arah 180 drajat. Kemudian dorong
pipa dengan cara melakukan jaw thrust dan kedua ibu jari tangan
menekan sambil mendorong pangkal pipa oro-faring dengan hati-hati
sampai bagian yang keras dari pipa berada diantara gigi atas dan bawah,
terakhir lakukan fiksasi pipa orofaring. Periksa dan pastikan jalan nafas
bebas. Fiksasi pipa oro-faring dengan cara memplester pinggir atas dan
bawah pangkal pipa, rekatkan plester sampai ke pipi pasien (Arifin,
2012).

e. Nasopharingeal Airway
Pada penderita yang masih memberikan respon, airway nasofaringeal
lebih disukai dibandingkan airway orofaring karena lebih bisa diterima
dan lebih kecil kemungkinannya merangsang muntah (ATLS, 2004).
Teknik yang dapat dilakukan adalah : Posisikan kepala pasien lurus
dengan tubuh. Pilihlah ukuran pipa naso-faring yang sesuai dengan cara
menyesuaikan ukuran pipa naso-faring dari lubang hidung sampai tragus
(anak telinga). Pipa nasofaring diberi pelicin dengan KY jelly (gunakan

20
kasa yang sudah diberi KY jelly). Masukkan pipa naso-faring dengan cara
memegang pangkal pipa naso-faring dengan tangan kanan,
lengkungannya menghadap ke arah mulut (ke bawah). Masukkan ke
dalam rongga hidung dengan perlahan sampai batas pangkal pipa.Patikan
jalan nafas sudah bebas.

f. Airway definitif
Terdapat tiga jenis airway definitif yaitu : pipa orotrakeal, pipa
nasotrakeal, dan airway surgical (krikotiroidotomi atau trakeostomi).
Penentuan pemasangan airway definitif didasarkan pada penemuan-
penemuan klinis antara lain (ATLS, 2004):
1. Adanya apnea
2. Ketidakmampuan mempertahankan airway yang bebas dengan cara-
cara yang lain
3. Kebutuhan untuk melindungi airway bagian bawah dari aspirasi
darah atau vomitus
4. Ancaman segera atau bahaya potensial sumbatan airway
5. Adanya cedera kepala yang membutuhkan bantuan nafas (GCS < 8)
6. Ketidakmampuan mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan
Pemberian oksigen tambahan lewat masker wajah

21
Intubasi orotrakeal dan nasotrakeal merupakan cara yang paling sering
digunakan. Adanya kemungkinan cedera servikal merupakan hal utama
yang harus diperhatikan pada pasien yang membutuhkan perbaikan
airway.Faktor yang paling menentukan dalam pemilihan intubasi
orotrakeal atau nasotrakeal adalah pengalaman dokter.Kedua teknik
tersebut aman dan efektif apabila dilakukan dengan
tepat.Ketidakmampuan melakukan intubasi trakea merupakan indikasi
yang jelas untuk melakukan airway surgical.

Apabila pernafasan membaik, jaga agar jalan nafas tetap terbuka dan
periksa dengan cara (Haffen, Karren, 1992) :

 Lihat (look), melihat naik turunnya dada yang simetris dan


pergerakan dinding dada yang adekuat.
 Dengar (listen), mendengar adanya suara pernafasan pada kedua sisi
dada.
 Rasa (feel), merasa adanya hembusan nafas.
2. Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi
Oksigen sangat penting bagi kehidupan. Sel-sel tubuh memerlukan
pasokan konstan O2 yang digunakan untuk menunjang reaksi kimiawi
penghasil energi, yang menghasilkan CO2 yang harus dikeluarkan secara
terus-menerus (Sherwood, 2001)..Pada keadaan normal, oksigen diperoleh
dengan bernafas dan diedarkan dalam aliran darah ke seluruh tubuh (Smith,
2007).Airway yang baik tidak dapat menjamin pasien dapat bernafas dengan
baik pula (Dolan, Holt, 2008).Menjamin terbukanya airway merupakan
langkah awal yang penting untuk pemberian oksigen.
Apabila pernafasan tidak adekuat, ventilasi dengan menggunakan
teknik bag-valve-face-mask merupakan cara yang efektif, teknik ini lebih
efektif apabila dilakukan oleh dua orang dimana kedua tangan dari salah satu
petugas dapat digunakan untuk menjamin kerapatan yang baik (ATLS, 2004).
Cara melakukan pemasangan face-mask (Arifin, 2012):

22
a. Posisikan kepala lurus dengan tubuh
b. Pilihlah ukuran sungkup muka yang sesuai (ukuran yang sesuai bila
sungkup muka dapat menutupi hidung dan mulut pasien, tidak ada
kebocoran)
c. Letakkan sungkup muka (bagian yang lebar dibagian mulut)
d. Jari kelingking tangan kiri penolong diposisikan pada angulus mandibula,
jari manis dan tengah memegang ramus mandibula, ibu jari dan telunjuk
memegang dan memfiksasi sungkup muka
e. Gerakan tangan kiri penolong untuk mengekstensikan sedikit kepala
pasien
f. Pastikan tidak ada kebocoran dari sungkup muka yang sudah dipasangkan
g. Bila kesulitan, gunakan dengan kedua tangan bersama-sama (tangan
kanan dan kiri memegang mandibula dan sungkup muka bersama-sama)
h. Pastikan jalan nafas bebas (lihat, dengar, rasa)
i. Bila yang digunakan AMBU-BAG, maka tangan kiri memfiksasi sungkup
muka, sementara tanaga kanan digunakan untuk memegang bag
(kantong) reservoir sekaligus pompa nafas bantu (squeeze-bag)

Sedangkan apabila pernafasan tidak membaik dengan terbukanya


airway, penyebab lain harus dicari. Penilaian harus dilakukan dengan
melakukan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi pada toraks
3. Circulation dengan kontrol perdarahan (hemorrage control)

23
Perdarahan merupakan penyebab kematian setelah trauma (Dolan,
Holt, 2008). Oleh karena itu penting melakukan penilaian dengan cepat status
hemodinamik dari pasien, yakni dengan menilai tingkat kesadaran, warna
kulit dan nadi (ATLS,2004).
a. Tingkat kesadaran
Bila volume darah menurun perfusi otak juga berkurang yang
menyebabkan penurunan tingkat kesadaran.
b. Warna kulit
Wajah yang keabu-abuan dan kulit ektremitas yang pucat merupakan
tanda hipovolemia.
c. Nadi
Pemeriksaan nadi dilakukan pada nadi yang besar seperti a. femoralis dan
a. karotis (kanan kiri), untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama.
Dalam keadaan darurat yang tidak tersedia alat-alat, maka secara cepat
kita dapat memperkirakan tekanan darah dengan meraba pulsasi (Haffen,
Karren, 1992):
a. Jika teraba pulsasi pada arteri radial, maka tekanan darah minimal 80
mmHg sistol
b. Jika teraba pulsasi pada arteri brachial, maka tekanan darah minimal 70
mmHg sistol
c. Jika teraba pulsasi pada arteri femoral, maka tekanan darah minimal 70
mmHg sistol
d. Jika teraba pulsasi pada arteri carotid, maka tekanan darah minimal 60
mmHg sistol
4. Disability, status neurologis
Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap keadaan
neurologis secara cepat.Hal yang dinilai adalah tingkat kesadaran, ukuran dan
reaksi pupil. Tanda-tanda lateralisasi dan tingkat (level) cedera spina. Cara
cepat dalam mengevaluasi status neurologis yaitu dengan menggunakan
AVPU, sedangkan GSC (Glasgow Coma Scale) merupakan metode yang

24
lebih rinci dalam mengevaluasi status neurologis, dan dapat dilakukan pada
saat survey sekunder. Adapun AVPU adalah :
A : Alert
V : Respon to verbal
P : Respon to pain
U : Unrespon
GSC (Glasgow Coma Scale) adalah sistem skoring yang sederhana untuk
menilai tingkat kesadaran pasien.
a. Menilai “eye opening” penderita (skor 4-1)
Perhatikan apakah penderita :
 Membuka mata spontan
 Membuka mata jika dipanggil,diperintah atau dibangunkan
 Membuka mata jika diberi rangsangan nyeri (dengan menekan ujung
kuku jari tangan)
 Tidak memberikan respon
b. Menilai “best verbal response” penderita (skor 5-1)
Perhatikan apakah penderita :
 Orientasi baik dan mampu berkomunikasi
 Disorientasi atau bingung
 Mengucapkan kata-kata tetapi tidak dalam bentuk kalimat
 Mengerang (mengucapkan kata -kata yang tidak jelas artinya)
 Tidak memberikan respon
c. Menilai “best motor respon” penderita (skor 6-1)
Perhatikan apakah penderita :
 Melakukan gerakan sesuai perintah
 Dapat melokalisasi rangsangan nyeri
 Menghindar terhadap rangsangan nyeri
 Fleksi abnormal (decorticated)
 Ektensi abnormal (decerebrate)Tidak memberikan respon

25
Range skor : 3-15 (semakin rendah skor yang diperoleh, semakin jelek
kesadaran). Penurunan tingkat kesadaran perlu diperhatikan pada empat
kemungkinan penyebab (Pre-Hospital Trauma Life Support Commitee 2002)
:
a. Penurunan oksigenasi atau/dan penurunan perfusi ke otak
b. Trauma pada sentral nervus sistem
c. Pengaruh obat-obatan dan alkohol
d. Gangguan atau kelainan metabolik
5. Exposure/environmental control, membuka baju penderita, tetapi cegah
hipotermia
Merupakan bagian akhir dari primary survey, penderita harus dibuka
keseluruhan pakaiannya, kemudian nilai pada keseluruhan bagian
tubuh.Periksa punggung dengan memiringkan pasien dengan cara log roll.
Selanjutnya selimuti penderita dengan selimut kering dan hangat, ruangan
yang cukup hangat dan diberikan cairan intra-vena yang sudah dihangatkan
untuk mencegah agar pasien tidak hipotermi.
e. Secondary Survey
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey
hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak
mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
1. Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien
yang merupakan bagian penting dari pengkajian pasien.Riwayat pasien
meliputi keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang, riwayat
medis, riwayat keluarga, sosial, dan sistem. Pengkajian riwayat pasien
secara optimalharus diperolehlangsung daripasien, jika berkaitan dengan
bahasa, budaya,usia, dan cacatatau kondisipasienyang terganggu,
konsultasikan dengan anggota keluarga, orang terdekat, atau orang yang
pertama kali melihat kejadian.

26
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari
pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,
makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau
penyalahgunaan obat
P :Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang
pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan
herbal)
L :Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi
berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk
dalam komponen ini)
E :Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama)
Selain itu apat dilakukan pengkajian PQRST saat pasien mengeluhkan
nyeri, adapun pengkajian PQRS adalah :
 P (Provokes/palliates) : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang
membuat nyerinya lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih
buruk? apa yang anda lakukan saat nyeri? apakah rasa nyeri itu
membuat anda terbangun saat tidur?
 Q (Quality) : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya? apakah
seperti diiris, tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram,
kolik, diremas? (biarkan pasien mengatakan dengan kata-katanya
sendiri.
 R (Radiates) : apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana?
Apakah nyeri terlokalisasi di satu titik atau bergerak?
 S (Severity) : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10
dengan 0 tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat

27
 T (Time) : kapan nyeri itu timbul? Berapa lama nyeri itu timbul?
Apakah terus menerus atau hilang timbul? apakah pernah merasakan
nyeri ini sebelumnya? apakah nyerinya sama dengan nyeri
sebelumnya atau berbeda?

Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah


pemeriksaan tanda-tanda vital.Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi,
frekuensi nafas, saturasi oksigen, tekanan darah, berat badan, dan skala
nyeri. Tanda-tanda vital pada tahapan usia adalah sebagai berikut :

TTV Bayi Anak Remaja Dewasa Dewasa


Muda Tua
Nadi 120 – 130 80 – 90 70 – 80 70 – 80 60 – 70
x/mnt x/mnt x/mnt x/mnt x/mnt
RR 30 – 40 20 – 30 16 – 20 16 – 20 14 – 16
x/mnt x/mnt x/mnt x/mnt x/mnt
TD 70-90/50 80- 90- 110- 130-
mmHg 100/60 110/66 125/60- 150/80-
mmHg mmHg 70 90
mmHg mmHg
Suhu 36,5 – 37 36,5 – 37 36,5 – 36,5 – 37 36,5 –
ºC ºC 37 ºC ºC 37 ºC
Terkadang pada usia bayi dan anak tekanan darah tidak diperiksa.
Hanya pada remaja dan dewasa saja tekanan darah perlu di periksa.

f. Intervensi resusitasi
Bantuan hidup dasar diutamakan pada penanganan airway, breathing,
circulation berdasarakan panduan terbaru dari American Heart Association
2010 mengenai panduan resusitasi ini yaitu:
1. Kecepatan kompresi minimal 100 kali/menit (perubahan dari pandan
sebelumnya yang mengatakan “kurang lebi” 100x/menit
2. Kedalaman kompersi paling tidak 2 inch (5cm) pada dewasa dan
kedalaman kompersi paling tidak sepertiga diameter antero posterio

28
dan thorax pada bayi dan anak 1,5 inch (4 cm) pada bayi dan 2 inch (5
cm) pada anak. Perhatikan bahwa rentang 1,5 sampai 2 inch tidak lagi
digunakan untuk korban dewasa, dan kedalaman absolute yang
direkomendasikan untuk anak dan bayi lebih dalam daripada versi
AHA sebelumnya.
3. Menciptakan pengembangan dinding dada yang optimal disetiap akhir
kompresi.
4. Meminimalkan kompresi saat melakukan kompresi dada
5. Menghindari ventilasi yang berlebian
b. Proses keperawatan pada area gawat darurat Asma
A. Pengkajian
1. Data biologis
a. Umur
Umur merupakan salah satu faktor mempengaruhi tekana darah,
semakin tua seseorang maka semakin beresiko terserang asma
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin juga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi tekanan
c. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan secara tidak langsung juga mempengaruhi
2. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan keluhan yang paling dirasakan dan yang
paling sering mengganggu pasien pada saat itu.Keluhan utama pasien
dijadikan sebagai acuan dalam menggali informasi lebih dalam,
melakukan pemeriksaan, dan pemberian tindakan.Misalnya kasus dengan
hipertensi.
3. Keluhan sekarang
Hal ini meliputi keluhan utama dan anamnesis lanjutan.
4. Riwayat penyakit sekarang

29
Ditanyakan adalah penderita pernah sakit serupa sebelumnya, bila dan
kapan terjadinya dan sudah berapa kali dan telah diberi obat apa saja, serta
mencari penyakit relevan dengan keadaan sekarang dan penyakit kronik
(hipertensi, diabetes mellitus, dll), perawatan lama, rawat inap, imunisasi,
riwayat pengobatan.

5. Riwayat penyakit dahulu


Anamnesis ini digunakan untuk mencari ada tidaknya penyakit
keturunan dari pihak keluarga (diabetes mellitus, hipertensi,dll) atau
riwayat penyakit yang menular.
6. Pemeriksan fisik head to toe
a. Head to toe (dari kepala sampai dengan kaki)
Dari pemeriksaan head to toe didapatkan data pada
pemeriksaan mata, konjungtiva anemis, terdapat lingkaran hitam
dimata, mata sayu.pada kepala tidak ada lesi dan berbentuk
mesochepal. Pada pemeriksaan hidung tidak terdapat polip.Pada
telinga terdapat sedikit serumen, bibir kering.Leher tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid. Pemeriksaan dada, yaitu dada simetris,
getaran dinding kana dan kiri sama, sura sonor, tidak terdapat ronchi.
Pada abdomen bentuk perut datar, tidak ada nyeri tekan.Pada genetalia
tidak terdapat gangguan berkemih, pada ekstremitas atas terpasang
infus dan pada ekstremitas bawah tidak terdapa oedema.
7. Konsep Viginia Henderson

1) Bernafas dengan normal

30
Bantuan yang dapat diberikan kepada klien oleh perawat adalah
membantu memilih tempat tidur, kursi yang cocok, serta
menggunakan bantal, alas dan sejenisnya sabagai alat pembantu
agar klien dapat bernafas secara normal dan kemampuan
mendemonstrasikan dan menjelaskan pengaruhnya kepada klien.
2) Kebutuhan akan nutrisi
Perawat harus mampu memberikan penjelasan mengenai tinggi
dan berat badan yang normal, kebutuhan nutrisi yang
diperlukan.Pemilihan dan penyediaan makanan, dengan tidak lupa
memperhatikan latar belakang dan social klien.
3) Kebutuhan eliminasi
Perawat harus mengetahui semua saluran pengeluaran dan
keadaan normalnya, jarak waktu pengeluaran, dan frekuensi
pengeluaran.
4) Gerak dan keseimbangan tubuh
Perawat harus mengetahui tentang prinsip-prinsip keseimbangan
tubuh, miring, dan bersandar.
5) Kebutuhan isthirahat dan tidur
Perawat harus mengetahui intensitas istirahat tidur pasien yang
baik dan menjaga lingkungan nyaman untuk istirahat.
6) Kebutuhan berpakaian
Perawat dasarnya meliputi membantu klien memilihkan pakaian
yang tepat dari pakaian yang tersedia dan membantu untuk
memakainya.
7) Mempertahankan temperature tubuh atau sirkulasi
Perawat harus mengetahui piosiologi panas dan bisa mendorong
kearah tercapainya keadaan panas maupun dingin dengan
mengubah temperature, kelembapan atau pergerakan udara, atau
dengan memotivasi klien untuk meningkatkan atau mengurangi
aktifitasnya.

31
8) Kebutuhan akan personal hygiene
Perawat harus mampu untuk memotivasi klien mengenai konsep
konsep kesehatan bahwa walaupun sakit klien tidak perlu untuk
menurunkan standard kesehatannya, dan bisa menjaga tetap
bersih baik fisik maupun jiwanya
9) Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Perawat mampu melindungi klien dari trauma dan bahaya yang
timbul yang mungkin banyak factor yang membuat klien tidak
merasa nyaman dan aman.
10) Berkomunikasi
Berkomunikasi dengan orang lain dan mengekspresikan emosi,
keinginan, rasa takut dan pendapat. Perawat menjadi penerjemah
dalam hubungan klien dengan tim kesehatan lain dalam
memajukan kesehatannya, dan membuat klien mengerti akan
dirinya sendiri, juga mampu menciptakan lingkungan yang
teraupeutik.
11) Kebutuhan spiritual
Perawat mampu untuk menghormati klien dalam memenuhi
kebutuhan spiritualnya dan meyakinkan pasien bahwa
kepercayaan, keyakinan dan agama sangat berpengaruh terhadap
upaya penyembuhan.
12) Kebutuhan bekerja
Dalam perawatan dasar maka penilaian terhadap interprestasi
terhadap kebutuhan klien sangat penting, dimana sakit bisa
menjadi lebih ringan apabila seseorang dapat terus bekerja
13) Kebutuhan bermain dan rekreasi
Perawat mampu memkilihkan aktifitas yang cocok sesuai umur,
kecerdasan, pengalaman dan selera klien, kondisi, serta keadaan
penyakit.
14) Kebutuhan belajar 

32
Perawat dapat membantu klien belajar dalam mendorong usaha
penyembuhan dan meningkatkan kesehatan, serta memperkuat
dan mengikuti rencana terapi yang diberikan.
8. Analisa data

No Symptom Etiologi Problem


1 Ds : Asma Bersihan jalan nafas tak
1. Klien mengatkan efektif
sering batuk
2. Klien mengatkan Permeabilitas kapiler
susah nafas meningkat
Do :
1. Terdengar suara
whezzing atau Edema muskus
ronchi
2. Klien terlihat
gelisah Spasme otot polos
3. Sianosis sekresi kelenjar
4. kBunyi nafas bronkus meningkat
menurun

Obstruksi proksimal
dari bronkus pada
tahap ekspirasi dan
inspirasi

Muskus berlebih

Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas

2 Ds : Edema Kerusakan pertukaran gas


1. Klien mengeluh
sesak
2. Klien mengatakan Konsentrasi O2
pusing dalam darah menurun
3. Mengeluh
penglihatan kabur
Do : hipoksemia

33
1. Takikardi
2. PO2 menurun
3. Kesadaran gangguan pertukaran
menurun warna gas
kulit abnormal
3 Do : Penyempitan jalan Pola nafas tidak efektif
Klien mengeluh nafas
susah bernafas
Ds :
1. Penggunaan otot Peningkatan kerja
bantu pernfasan otot pernafasan
2. Pola nafas
abnormal
3. Tekanan inspirasi Pola nafas tidak
dan ekspirasi efektif
menurun

Ds : Suplai darah O2 Intoleransi aktivitas


1. Klien mengeluh kejantung berkurang
lelah
2. Merasa tidak
nyaman setelah Penurunan cardiac
beraktivitas output
Do :
1. Tekanan darah
berubah kurang Tekanan darah
20% dari istirahat menurun
2. Menunjukan
iskemia
3. Sianosis
Kelemahan dan
keletihan

Intoleransi aktifitas

B. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1. Bersihan jalan nafas tak efektif b/d peningkatan produksi mukus yang
ditandai dengan os mengatakan batuk dan dahak sulit keluar,sputum
warna putih kental, os gelisah

34
2. Kerusakan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi dan perfusi yang
ditandai dengan os mengatakan nafas sesak , tampak retraksi otot bantu
pernafasan,RR > 20 kali /menit,PaO2 < 60 mmHg, Pa CO2 > 40 mmHg,
os tampak sianosis
3. Pola nafas tak efektif b/d bronkospasme yang ditandai os mengatakan
sesak nafas, os gelisah, terdengar suara wheezing (+), tampak pembesaran
vena leher, takikardi, berkeringat.
4. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik yang ditandai dengan os
mengatakan badan lemah, os mengatakan nafas sesak,berkeringat

C. Rencana Tindakan

Diagnosa Tujuan Rencana tindakan Rasionalisasi


keperawatan

1.Bersihan jalan Setelah diberi - Auskultasi bunyi -Mengetahui


nafas tak efektif tindakan nafas ,catat adanya luasnya obstruksi
b/d peningkatan perawatan bunyi mengi, ronkhi oleh mukus
produksi mukus selama 3x 24
yang ditandai os jam jalan nafas
batuk dan dahak pasien efektif -Pantau frekuensi -Mengetahui
sulit keluar, ,dengan KE: pernafasan.catat rasio tanda stress
sputum warna inspirasi/ expirasi pernafasan
putih kental,os -Bunyi jalan
gelisah nafas
bersih/jelas
-Beri posisi nyaman,
-Pasien bisa misal:peninggian
batuk efektif dan kepala tempat -Sekresi bergerak
mengeluarkan tidur,duduk pada sesuai gaya
sekret sandaran tempat tidur gravitasi akibat
perubahan posisi
dan
meningkatkan
kepala tempat

35
tidur akan
memindahkan isi
perut menjauhi
diafragma
sehingga
memungkinkan
diafragma untuk
berkontraksi

-Beri pasien 6-8


-Mengencerkan
gelas /hari kecuali ada
sekret.
indikasi lain

-Mengeluarkan
-Ajarkan dan berikan
sekret dan
dorongan penggunaan
meningkatkan
teknik pernafasan
patensi jalan
diafragma dan batuk
nafas

-Lakukan drainage
-Merontokkan
postural dengan
sekret agar
perkusi dan fibrasi
mudah
pada pagi dan malam
dikeluarkan
sesuai yang
diharuskan

-Instruksikan pasien
menghindari iritan
seperti asap , asap
rokok, aerosol, cuaca - Tidak
dingin merangsang
pembentukan
mukus lagi
-Beri bronkodilator

36
sesuai therapy

-Memfasilitasi
pergerakan sekret.

2.Kerusakan Setelah diberi -Observasi frekuensi, -Mengetahui


pertukaran gas b/d tindakan kedalaman adekuatnya jalan
ketidaksamaan perawatan pernafasan,catat nafas dan
ventilasi dan selama 3x24 jam penggunaan otot meningkatnya
perfusi yang terjadi perbaikan bantu nafas,nafas kerja pernafasan
ditandai dengan os dalam bibir,ketidakmampuan
mengatakan nafas pertukaran gas bicara/ berbincang
sesak , tampak dengan KE:
retraksi otot bantu
pernafasan,RR > -GDA dalam
rentang normal -Observasi tingkat
20 kali kesadaran -Mengetahui
/menit,PaO2 < 60 -Gejala disstres indikasi hipoksia
mmHg, Pa CO2 > pernafasan tidak
40 mmHg, os ada -Monitor AGD
tampak sianosis
-Tanda –tanda -Menentukan
vital dalam batas keseimbangan
normal asam basa ,dan
kebutuhan
-Gelisah tidak oksigen
ada

-Atur pemberian -Menambah


oksigen suplai O2
sehingga
meningkatkan
pertukaran gas

-Beri posisi -Mengoptimalkan


duduk(fowler) kontraksi

37
diafragma

-Dorong nafas dalam


perlahan atau nafas
bibir sesuai -Memfasilitasi
kemampuan pernafasan yang
dalam sehingga
O2 yang masuk
lebih banyak

-Beri bronkodilator
sesuai therapy -Meningkatkan
diameter jalan
nafas sehingga
mengurangi kerja
pernafasan

-Mengetahui
-Observasi tanda vital, adekuatnya suplai
dan warna membrane O2 ke paru-paru
mukosa kulit dan jaringan

-
Mempertahankan
-Kolaboratif tindakan
suplai O2 saat
intubasi dan ventilasi
terjadi gagal nafas
mekanik bila perlu

3.Pola nafas tidak Setelah diberi -Observasi perubahan -Menentukan


efektif b/d tindakan pada RR dan adekuatnya pola
perawatan dalamnya pernafasan nafas yang
bronkospasme selama 3x24 jam berefek pada
yangditandai os pola nafas suplai O2 yang
mengatakan sesak pasien efektif, masuk
nafas, os gelisah, dengan KE:
terdengar suara
wheezing (+), -Tanda-tanda

38
tampak vital dalam batas -Atur pemberian -Suplai O2 yang
pembesaran vena normal oksigen cukup akan
leher, takikardi, mengurangi kerja
berkeringat. -Tidak terjadi pernafasan
sianosis dan
tanda hipoksia

-Bunyi nafas -Memfasilitasi


bersih -Dorong nafas dalam pernafasan yang
perlahan atau nafas dalam sehingga
bibir sesuai O2 yang masuk
kemampuan lebih banyak

-Meningkatkan
diameter jalan
-Beri bronkodilator nafas sehingga
sesuai therapy mengurangi kerja
pernafasan

-Mengetahui
adekuatnya suplai
O2 ke paru-paru
dan jaringan
-Observasi tanda vital,
dan warna membrane
mukosa kulit
-Mengoptimalkan
kontraksi
diafragma

-Beri posisi
duduk(fowler)

4.Intoleransi Setelah diberi -Evaluasi respon -Menentukan


aktivitas b/d tindakan pasien terhadap kemampuan
kelemahan fisik perawatan aktivitas pasien dalam

39
yang ditandai selama 3x24 jam melakukan
dengan os pasien aktivitas
mengatakan menunjukkan
badan lemah, os peningkatan -Catat adanya
mengatakan toleransi dispnea, peningkatan -Menentukan
nafas terhadap kelelahan dan periode istirahat
sesak,berkeringat aktivitas, dengan perubahan tanda vital pasien dan
KE: selama dan setelah aktivitas yang
-Pasien dapat aktivitas. menimbulkan
dan mau kelelahan pasien.
melakukan
aktivitas sesuai -Berikan kepada
kemampuannya pasien aktivitas sesuai
kemampuannya
-Tanda tanda -Memenuhi
vital dalam batas kebutuhan pasien
normal tanpa
menimbulkan
-Pertahankan obyek kelelahan
yang digunakan
pasien agar mudah
terjangkau -Memudahkan
pasien dalam
penggunaan
sehingga
mengurangi
penggunaan O2

-Bantu pasien
melakukan aktivitas
dengan melibatkan -Semua
keluarga kebutuhan pasien
dapat terpenuhi

-Observasi vital sign

-Tanda vital yang


normal

40
mendukung
pasien untuk
beraktivitas

D. IMPLEMENTASI
Pada implementasi perawat melakukan tindakan berdasarkan perencanaan
mengenai diagnose yang telah dibuat sebelumnya.
E. EVALUASI
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi
memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama
tahap pengkajian, analisa data, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan
(Ignatavicius & Bayne, 1994).
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan
dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang
diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan :
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai
tujuan yang ditetapkan).
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami
kesulitan untuk mencapai tujuan).
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan
waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan) (Iyer et al., 1996).

41
Salah satu format catatan perkembangan yang diorientasikan kearah
proses keperawatan adalah metode SOAPIER (Fischbach, 1991). Hal ini
meliputi sebagai berikut :
Subjective data (data subyektif) Pernyataan atau
interaksi
klien
Objective data (data obyektif) Pengamatan dan
penilaian
perawat
Analysis (analisis) Status diagnosa
keperawata
n
PlanOf Care ( rencana asuhan) Hasil dan tindakan
yang
direncanak
an
Implementation (implementasi) Tindakan yang
diimplemen
tasikan
Evaluation (evaluasi) Respon klien
terhadap
tindakan
/hasil
Revision (revisi) Perubahan rencana
saat
diperlukan
Evaluasi ditulis setiap kali setelah semua tindakan dilakuakan
terhadap pasien. Pada tahap evaluasi dibagi menjadi 4 yaitu SOAPIER atau
SOAP :
S Subyektif Hasil pemeriksaan terahir yang dikeluka oleh
pasien biasanya biasanya data ini berubungan
dengan kriteria hasil
O Obyektif Hasil pemerikasaan terakhir yang dilakukan
oleh perawat biasanya data ini juga
berhubungan dengan kriteria hasil
A Analisia Pada tahap ini dijelaskan apakah masalah
kebutuhan pasien telah telah terpenuhi atau
tidak
P Rencana asuhan Dijelaskan rencana tindakan lanjut yang
akan dilakukan terhadap pasien
I Intervensi Tindakan prawat untuk mengatasi masalah

42
yang ada
E Evaluasi Evaluasi terhadap tindakan keperawatan
R Revisi
Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebagian,atau tidak teratasi
adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan
criteria hasil yang telah ditetapkan. Formaat evaluasi menggunakan :
S Subjektif adalah informasi berupa ungkapan yang didapat
dari klien setelah tindakan diberikan
O Objektif adalah informasi yang didapat berupa hasil
pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh
perawat setelah tindakan dilakukan
A Analisis adalah membandingkan antara informasi subjective
dan objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian
diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian
atau tidak teratasi.
P Planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan
dilakukan berdasarkan hasil analisa

43
BAB III

PENUTUP

3.1 kesimpulan
Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan
tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan
kecacatan lebih lanjut (UU no 44 tahun 2009).Gawat darurat adalah suatu
keadaan yang terjadinya mendadak mengakibatkan seseorang atau banyak
orang memerlukan penanganan/pertolongan segera dalam arti pertolongan
secara cermat, tepat dan cepat. Apabila tidak mendapatkan pertolongan
semacam itu meka korban akan mati atau cacat/ kehilangan anggota
tubuhnya seumur hidup. (Saanin, 2012).

44
DAFTAR PUSTAKA

C. Long Barbara. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Yayasan Ikatan Alumni


Pendidikan Keperawatan Padjajaran Bandung.

Nurjannah, dkk. 2013. Manajemen Bencana. Penerbit Alfa Beta, Bandung.

45
46

Anda mungkin juga menyukai