Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

TUGAS II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

DISUSUN OLEH:

NAMA : ETI JUNIA ASTUTI

NIM : 029STYC 17

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG S1

MATARAM

2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan Rahmatn-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun
judul dari makalah ini “KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT
DARURAT”.

Makalah ini tidak akan selesai tanpa ada bantuan dari pihak-pihak yang ikut
membentu demi terselesaikannya makalah ini. Untuk itu penulis mengucapkan
banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang suda membantu menyelsaikan makalah
ini.

Saya sebagai penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan
Oleh karena itu mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
kesempurnaan maklah ini.

Mataram 16 april 2020

Penulis
ETI JUNIA ASTUTI

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... iii
BAB 1...................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN.................................................................................................................. 1
A. KATA PENGANTAR................................................................................................ 1
B. RUMUSAN MASALAH............................................................................................ 2
C. TUJUAN..................................................................................................................... 2
BAB II..................................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN..................................................................................................................... 4
A. Pengkajian pasien dengan kegawatan [kegawat daruratan]..................................4
1. Pengkajian keperawatan gawat darurat dengan Pre Hospital.................................... 4
2. Pengkajian hospital gawat darurat............................................................................ 6
3. Pengkajian pada pasien dengan Bencana alam dan KLB [kejadian luar biasa]........8
4. Menjelaskan primery survey.................................................................................. 17
5. Secondary survey................................................................................................... 25
6. Intervensi resusitasi................................................................................................ 27
B. Proses keperawatan pada area keperawatan gawat darurat................................27
1. Pengkajian primer.................................................................................................. 27
2. Pengkajian primer.................................................................................................. 28
3. Diagnosa keperawatan pasien gawat darurat.......................................................... 29
4. Diagnosis Masalah Keperawatan........................................................................... 29
5. Intervensi............................................................................................................... 30
6. Implementasi.......................................................................................................... 31
7. Evaluasi penanganan gawat darurat....................................................................... 31
BAB III................................................................................................................................. 32
PENUTUP............................................................................................................................ 32
A. KESIMPULAN........................................................................................................ 32

iii
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 33

iv
v
BAB 1

PENDAHULUAN
A. KATA PENGANTAR
Pre hospital care adalah pelayanan gawat darurat yang dilakukan
sebelum ke rumah sakit (diluar rumah sakit) dimana merupakan saat pertama
korban diberikan intervensi.
Pengkajian yang dilakukan di dalam rumah sakit meliputi beberapa
aspek diantaranya aspek fisik, psikososial, codeblue, dan juga etical
consideration pada kondisi kegawatdaruratan.
Bencana adalah suatu kejadian, yang disebabkan oleh alam atau
karena ulah manusia, terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, sehingga
menyebabkan hilangnya jiwa manusia, harta benda dan kerusakan lingkungan,
kejadian ini terjadi diluar kemampuan masyarakat dengan segala
sumberdayanya.
Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu
daerah dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang dapat
menjurus pada terjadinya wabah.
Survei primer atau biasa disebut primary survey adalah suatu proses
melakukan penilaian keadaan korban gawat darurat dengan menggunakan
prioritas ABCDE untuk menentukan kondisi patofisiologis korban dan
pertolongan yang dibutuhkan dalam waktu emasnya. Penilaian keadaan
korban gawat darurat dan prioritas terapi dilakukan berdasarkaan jenis
perlukaan, stabilitas tanda - tanda vital
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey
hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak
mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.

1
Intervensi resusitasi adalah bantuan hidup dasar diutamakan pada
penanganan airway, breathing, circulation
B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengkajian pasien dengan kegawatan [kegawat daruratan] dengan:
1) Bagaiaman pengkajian di pra hospital?
2) Bagiaman pengkajian hospital?
3) Apakah bencana alam dan bagaimana pengkajian bencana alam?
4) Apa yang dimaksud kejadian luar biasa?
5) Bagaimana pengkajian primary survey?
6) Bagaimana pengkajian secondary survey?
7) Apa itu intervensi resusitasi?
2. Proses keperawatan area gawat darurat
1) Bagaiman bentuk pengkajian gawat darurat?
2) Bagaimana bentuk diagnose gawat darurat?
3) Bagaimana intervensi gawat darurat?
4) Apa implementasi?
5) Bagaiman evaluasi gawat darurat?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui Pengkajian pasien dengan kegawatan [kegawat
daruratan] dengan:
1) Untuk mengetahui pengkajian di pra hospital
2) Untuk mengetahui pengkajian hospital
3) Untuk mengetahui bencana alam dan bagaimana pengkajian bencana
alam
4) Untuk mengetahui yang dimaksud kejadian luar biasa
5) Untuk mengetahui pengkajian primary survey
6) Untuk mengetahui pengkajian secondary survey
7) Iuntuk mengetahui intervensi resusitasi
2. Untuk mengetahui Proses keperawatan area gawat darurat
1) Untuk mengetahui bentuk pengkajian gawat darurat

2
2) Untuk mengetahui bentuk diagnose gawat darurat
3) Untuk mengetahuiintervensi gawat darurat
4) Untuk mengetahui implementasi
5) Untuk menegtahui evaluasi gawat darurat

3
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengkajian pasien dengan kegawatan [kegawat daruratan].
1. Pengkajian keperawatan gawat darurat dengan Pre Hospital
Pre hospital care adalah pelayanan gawat darurat yang dilakukan
sebelum ke rumah sakit (diluar rumah sakit) dimana merupakan saat
pertama korban diberikan intervensi. Terkait proses penanggulangan
gawat darurat pre Hospital, tenaga kesehatan prehospital sebelum ke
lokasi sudah mengetahui sekilas kondisi pasien dari Call Center. Sehingga
sebelum tenaga kesehatan kelokasi kejadian, tenaga kesehatan sudah
mempersiapkan peralatan yang ada untuk pertolongan kegawatan.
Kemudian proses selanjutnya yaitu pertolongan pertama. Pertolongan
kegawatan yang diberikan sesuai dengan temuan kondisi pasien
berdasarkan asessment dari tenaga kesehatan. Intervensi yang diberikan
berlandaskan prioritas kegawatan pasien. Setelah keadaan pasien stabil,
dilakukan proses transportasi menggunakan ambulan hingga sampai di
rumah sakit. Penanganan korban selama fase prehospital menentukan
kondisi pada pasien nantinya ("PERMENKES RI," 2016; Suryanto, 2017).
Pelayanan yang dapat diberikan pada tahap pre hospital adalah lagkah-
langkah pertolongan dasar dan dilanjutkan dengan advanced prehospital.
Pertolongan dasar dapat dimulai dari initial asessement terhadap korban,
evakuasi korban, pemberian oksigenasi pemantauan kondisi pasien
termsuk tingkat kesadaran, dan perawatan luka. Perawatan kemudian
dilanjutkan dengan penanganan advanced prehospital seperti pemberian
terapi cairan krikotriodektomi, intubasi endotrakel, dan perawatan selama
proses transportasi pasien kerumah sakit. Selain itu, selama proses
transport juga dibutuhkan monitoring dan observasi kondisi pasien.

4
Pelayanan prehospital dilakukan dengan mendirikan PSC, BSB, dan
pelayanan ambulance serta komunikasi.
Pengkajian Prehospital adalah pengkajian yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan pre hospital (perawat ambulan) bertujuan membantu
dalam mengetahui kondisi, penyebab, dan intervesi segera yang bisa
diberikan kepada pasien. Prinsip dari pengkajian Pre Hospital adalah cepat
dan tepat (berfokus pada pasien). Diketahui Pengkajian Pre Hospital
memiliki dua pokok macam, diantaranya yaitu: Scene assessment,
Primary assessment.
1) Scene assessment
Pengkajian lingkungan (Scene assessment), merupakan langkah
awal bagi tenaga kesehatan prehospital atau perawat ambulan yang
akan melakukan pertolongan ke lokasi kejadian. Adapun kegiatan
scene assessment secara berurutan yaitu:
a. 3 A yaitu Aman Diri (menggunakan perlindungan diri/APD),
Aman lingkungaan (lihat situasi dan lokasi yang berpotensi
menimbulkan bahaya dan mengamankan orang-orang yang ada
disekitar tempat tersebut), Aman Pasien (pasien berada di tempat,
dan posisi aman)
b. Cek Kesadaran Pasien dengan AVPU.
A: Alert = sadar penuh
V: to Verbal = memberikan respon dengan rangsangan suara
P: to Pain = memberikan respon dengan rangsangan nyeri
U: unresponsive = tidak memberikan respon
Waktu hilangnya kessadaran merupakan hal pertama yang perlu
diidentifikasi. Waktu hilangnya kesadar (LOC) lost of
Consciousness juga perlu dicatat.
c. Dilakukan Triage. Melakukan pengelompokan pasien sesuai
prioritas kegawatan jika korban atau pasien kegawatan berjumlah
lebih dari satu. Jika satu pasien, berfokus pada prioritas kegawatan.

5
d. meninjau kebutuhan alat dan bantuan tambahan sesuai kondisi dan
jumlah pasien
e. Mengenali mekanisme kecelakaan (Ratih, 2018).
2) Primary assessment
Pengkajian Primer dilakukan setelah tindakan ekstrikasi jika
pasien terjebak didalam kendaraan. Pengkajian primer berfokus pada
kondisi pasien yang mengancam nyawa (menggunakan prioritas
Airway Breathing Circulation Disability Eksposure) Prioritas ABC
dapat berubah menjadi CAB jika pasien menunjukkan gejala tidak ada
nadi dan tidak bernyawa. Selain pengkajian ABC, pada pengkajian
Primer terdapat beberapa pengkajian yang perlu dilakukan. Pengkajian
ini dapat diamati melalui inspeksi dan palpasi, diantaranya yaitu:
pendekatan secara umum, pengkajian status mental (kecemasan), dan
temuan trauma yang tampak pada pasien. Ketika pasien menunjukkan
tanda-tanda tidak bernyawa (seperti tidak teraba nadi), berikan
resusitasi langsung dengan kompresi CPR, kemudian siapkan AED
secepatnya. Meskipun masih dalam tahap pengkajian, perawat
ambulan dapat sekaligus memberikan pertolongan atau intervensi
kegawatan diwaktu yang sama, tergantung kondisi dari pasien
kegawatan. Kemudian pengkajian primer yang selanjutnya adalah
prioritas Disability atau ketidakmampuan fisik dan prioritas Exposure
menggunting pakaian untuk melihat jejas dan memberikan
kenyamanan pada pasien seperti beri selimut.
2. Pengkajian hospital gawat darurat
Pengkajian yang dilakukan di dalam rumah sakit meliputi beberapa aspek
diantaranya aspek fisik, psikososial, codeblue, dan juga etical
consideration pada kondisi kegawatdaruratan. Yang meliputi:
1) Pengkajian

6
a. Standart: perawat gawat darurat harus melakukan pengkajian fisik
dan psikososial di awal dan secara bekelanjutan untuk mengetahui
masalah kpereawatan klien dalam lingkup kegawatdaruratan.
b. Keluaran: adalanya pengkajian keperawatan yang terdokumentasi
untuk setiap kliengawat darurat
c. Proses: pengkajian merupakan pendekatan sistematik untuk
mengidentifikasi masalah keperawatan gawat darurat. Proses
pengakajian tersebut dalam dua bagian yaitu primer dan skunder.
a) Pengkajian primer

(a) Airway

sumbatan obstruksi jalan fasolesa dan penumpukan secret


akibat kelemahan reflek batuk. Jika ada instruksi maka
lakukan, Chin lift, Suction, Guedel airway, Intubasi trakea
dengan leher ditahan pada posisi netral

(b) Breathing
Kelemahan menelana atau batuk atau melindungi jalan
napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan tak teratur,
suara napas terdengar ronchi atau aspirasi, weezhing,
sonor, stidor atau ngorok, ekspansi dinding dada.
(c) Circulation
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada
tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap
dini.
(d) Disability
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah sadar, hanya
respon terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak
dianjurkan mengukur GSC.
(e) Eksposure

7
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat di cari
semua cedera yang mungkin ada, jika ada kecurigaan
cedera leher atau tulang belakang, maka imobilisasi in line
harus dilaksanakan.

b) Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Anamnesis dapat menggunakan format AMPLE (alergi,
medikasi, post ilnes, last meal, dan event atau environment
yang berhubungan dengan kejadian). Pemeriksaan fisik
dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan
pemeriksaan diagnostic.
3. Pengkajian pada pasien dengan Bencana alam dan KLB [kejadian luar
biasa]
Bencana alam
a. Pengertian bencana alam
Bencana adalah suatu kejadian, yang disebabkan oleh alam
atau karena ulah manusia, terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-
lahan, sehingga menyebabkan hilangnya jiwa manusia, harta benda
dan kerusakan lingkungan, kejadian ini terjadi diluar kemampuan
masyarakat dengan segala sumberdayanya. MenurutUndang-
Undang Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 1 angka 1: Bencana adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh factor alam dan/atau non-alam maupun
factor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis.
Menurut United Nation Development Program (UNDP),
bencana adalah suatu kejadian yang ekstrem dalam lingkungan

8
alam atau manusia yang secara merugikan mempengaruhi
kehidupan manusia, harta benda atau aktivitas sampai pada tingkat
menimbulkan bencana.
Sedangkan menurut Ramli dkk, 2010 bencana adalah peristiwa
atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh factor alam dan atau factor nonalam maupun factor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis.
Menurut Undang-Undang No. 24 tahun 2007, bencana
diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Bencana Alam
Yaitu bencana yang bersumber dari fenomena alam seperti
gempa bumi, letusan gunung api, meteor, pemanasan global,
banjir, topan, dan tsunami.
b) Bencana Non Alam
Yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal
teknologi, gagal modernisasi, epidemic, dan wabah penyakit.
c) Bencana Sosial
Yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa yang
diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar
kelompok atau antar komunitas masyarakat dan terror.
b. Kategori bencana dan korban
a) Keadaan bencana dapat digolongkan berdasarkan jumlah
korban yang mencakup:
b) Mass patient incident (jumlah korban yang datang ke UGD
kurang dari 10 orang).

9
c) Multiple cassuality incident (jumlah korban yang datang ke
UGD antara 10 dan 100 orang).
d) Mass cassuality incident (jumlah korban yang datang ke UGD
lebih dari 100 orang
c. Prinsip-prinsip penatalaksanaan bencana alam
Ada 8 prinsip penatalaksanaan bencana, yaitu:
a) Mencegah berulangnya kejadian.
b) Meminimalkan jumlah korban
c) Mencegah korban selanjutnya.
d) Menyelamatkan korban yang cedera
e) Memberikan pertolongan pertama.
f) Mengevakuasi korban yang cidera.
g) Memberikan perawatan definitive.
h) Memperlancar rekonstruksi atau pemulihan
d. Manajemen Bencana
Manajemen bencana adalah upaya sistematis dan
komprehensif untuk menanggulangi semua kejadian bencana
secara cepat, tepat, dan akurat untuk menekan korban dan
kerugian yang ditimbulkan. Penyelenggaraan penanggulangan
bencana adalah serangkaian upaya meliputi penetapan kebijakan
pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, kegiatanh
pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Manajemen bencana bertujuan untuk: Mempersiapkan diri
menghadapi semua bencana atau kejadian yang tidak diinginkan.
a) Menekan kerugian dan korban yang dapat timbul akibat
dampak suatu bencana atau kejadian.
b) Meningkatkan kesadaran semua pihak dalam masyarakat atau
organisasi tentang bencana sehingga terlibat dalam proses
penanganan bencana.

10
c) Melindungi anggota masyarakat dari bahaya atau dampak
bencana sehingga korban dan penderitaan yang dialami dapat
dikurangi.
Manajemen bencana pada dasarnya dapat dibagi atas tingkatan
yaitu tingkat lokasi, tingkat unit atau daerah dan tingkat nasional
atau korporat. Tingkat lokasi disebut manajemen insiden (incident
management), pada tingkat daerah atau unit disebut manajemen
darurat (emergency management), dan pada tingkat yang lebih
tinggi disebut manajemen krisis (crisis management).
e. Komponen yang disiapkan untuk menghadapi bencana
Persiapan masyarakat, triage lapangan, persiapan Rumah Sakit,
dan persiapan UGD.
a) Perencanaan menghadapi bencana akan mencakup banyak
sumber daya:
1) Pejabat polisi, pemadam kebakaran, pertahanan sipil,
pamong praja terutama yang terlibat dalam penanganan
bencana dan bahan berbahaya.
2) Harus sering dilatih dan di evaluasi.
3) Memperhitungkan gangguan komunikasi, misalnya karena
jaringan telepon rusak atau sibuk.
4) Mempunyai pusat penyimpanan perbekalan, tergantung
dari jenis bencana yang di duga dapat terjadi.
5) Mencakup semua aspek pelayanan kesehatan dari
pertolongan pertama sampai terapi definitip.
6) Mempersiapkan transportasi penderita apabila kemampuan
local terbatas.
7) Memperhitungkan penderita yang sudah di rawat untuk
kemudian di rujuk karena masalah lain.
b) Perencanaan Pada Tingkat Rumah Sakit

11
Perencanaan bencana rumah sakit harus mulai dilaksanakan
meliputi:
1) Pemberitahuan kepada semua petugas.
2) Kesiapan daerah triase dan terapi.
3) Klasifikasi penderita yang sudah di rawat, untuk penentuan
sumber daya.
4) Pemeriksaan perbekalan (darah, cairan IV, medikasi) dan
bahan lain (makanan, air, listrik, komunikasi) yang mutlak
di perlukan rumah sakit.
5) Persiapan dekontaminas (bila diperlukan).
6) Persiapan masalah keamanan.
7) Persiapan pembentukan pusat hubungan masyarakat.
f. Pembagian daerah kejadian
Di tempat kejadian atau musibah masal, selalu terbagi atas:
1) Area 1: Daerah kejadian (Hot zone)
Daerah terlarang kecuali untuk tugas penyelamat(rescue)
yang sudah memakai alat proteksi yang sudah benar dan
sudah mendapat ijin masuk dari komandan di area ini.
2) Area 2: Daerah terbatas (Warm zone)
Di luar area 1, hanya boleh di masuki petugas khusus,
seperti tim kesehatan, dekotanminasi, petugas atau pun
pasien. Pos komando utama dan sektor kesehatan harus ada
pada area ini.
3) Area 3: Daerah bebas (Cold zone)
Di luar area 2, tamu, wartawan, masyarakat umum dapat
berada di zone ini karena jaraknya sudah aman.
Pengambilan keputusan untuk pembagian area itu adakah
komando utama.
g. Pengkajian keperawatan Pasca bencana

12
Pengkajian untuk pasca bencana meliputi tiga aspek yang akan
bereksi terhadap stress akibat pengalaman traumatis
a) Pengkajian prilaku (behavioral assessment)
1) dalam keadaan yang bagaiman klien mengalami
perilaku agresif yang berlebihan
2) dalam keadaan seperti apa klien mengalami kembali
trauma yang dirasakan
3) bagaimana cara klien menghindari situasi atau aktifitas
yang akan mengingatkan klien terhadap truma
4) seberapa sering klien terlibat aktivitas sosial.
5) Apakah klien menglami kesulitan dalam masalah
pekerjaan semenjak traumatis.
b) Pengkajian afektif (affective assessment)
1) Berapa lama waktu dalam satu hari klien merasakan
ketegangan dan perasaan ingin cepat marah
2) Apakah klien mengalami perasaan yang panic
3) Apakah klien pernah mengalami perasaan bersalah
yang berkaitan dengan trauma.
4) Tipe aktivitas yang disukai untuk dilakukan
5) Bagaiman hubungan yang secara emosional terasa
akrab dengan orang lain.
c) Pengkajian intelektual (intellectual assessment)
1) Kesulitan dalam konsentrasi.
2) Kesulitan dalam hal memori.
3) Apakah klien mengontrol pikiran-pikiran berulang
tersebut
4) Mimpi buruk yang dialami klien
5) Apa yang disukai klien terhadap dirinya dana pa yang
tidak disukai terhadap dirinya.
Kejadian Luar Biasa

13
a. Pengertian
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1501/MENKES/PER/X/2010, Kejadian Luar Biasa adalah
timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau
kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah
dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang dapat
menjurus pada terjadinya wabah.
Selain itu, Mentri Kesehatan RI (2010) membatasi pengertian
wabah sebagai berikut: “Kejadian berjangkitnya suatu penyakit
menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat
secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu
dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka”.
b. Kriteria kejadian luar biasa
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1501/MENKES/PER/X/2010, suatu derah dapat ditetapkan dalam
keadaan KLB apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai
berikut:
1) Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya
tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah.
2) Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga)
kurun waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut
menurut jenis penyakitnya.
3) Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih
dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu
jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya.
4) Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan
dengan angka rata-rata jumlah per bulan dalam tahun
sebelumnya.

14
5) Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu)
tahun menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan
dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan perbulan pada
tahun sebelumnya.
6)  Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate)
dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan
50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan
angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya
dalam kurun waktu yang sama. 
7) Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru
pada satu periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih
dibanding satu periode sebelumnya dalam kurun waktu yang
sama.
c. Faktor yang mempengaruhi timbulnya kejadian luar biasa (klb)
faktor yang mempengaruhi timbulnya Kejadian Luar Biasa adalah:
1) Herd Immunity yang rendah
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya KLB
atau wabah adalah herd immunity. Secara umum dapat
dikatakan bahwa herd immunity ialah kekebalan yang dimiliki
oleh sebagian penduduk yang dapat menghalangi penyebaran.
Hal ini dapat disamakan dengan tingkat kekebalan individu.
Makin tinggi tingkat kekebalan seseorang, makin sulit terkena
penyakit tersebut.
2) Patogenesitas
Patogenesitas merupakan kemampuan bibit penyakit untuk
menimbulkan reaksi pada pejamu sehingga timbul sakit.
3) Lingkungan Yang Buruk
Seluruh kondisi yang terdapat di sekitar organism, tetapi
mempengaruhi kehidupan ataupun perkembangan organisme
tersebut.

15
d. Penanggulangan KLB
Penanggulanagn dilakukan melalui kegiatan yang secara terpadu
oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat, meliputi: 
1) Penyelidikan epidemilogis
Penyelidikan epidemiologi pada Kejadian Luar Biasa adalah
untuk mengetahui keadaan penyebab KLB dengan
mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
kejadian tersebut, termasuk aspek sosial dan perilaku sehingga
dapat diketahui cara penanggulangan dan pengendaian yang
efektif dan efisien.
2) Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita
termasuk tindakan karantina.
Tujuannya adalah:
a. Memberikan pertolongan medis kepada penderita agar
sembuh dan mencegah agar mereka tidak menjadi sumber
penularan.
b. Menemukan dan mengobati orang yang tampaknya sehat,
tetapi mengandung penyebab penyakit sehingga secara
potensial dapat menularkan penyakit (carrier).
3) Pencegahan dan pengendalian
Merupakan tindakan yang dilakukan untuk memberi
perlindungan kepada orang-orang yang belum sakit, tetapi
mempunyai resiko terkena penyakit agar jangan sampai
terjangkit penyakit.
4) Pemusnahan penyebab penyakit
Pemusnahan penyebab penyakit terutama pemusnahan
terhadap bibit penyakit atau kuman dan hewan tumbuh-
tumbuhan atau benda yang mengandung bibit penyakit.
5) Penanganan jenazah akibat wabah

16
Terhadap jenazah akibat penyebab wabah perlu penanganan
secara khusus menurut jenis penyakitnya untuk menghindarkan
penularan penyakit pada orang lain.
6) Penyuluhan kepada masyarakat
Penyuluhan kepada masyarakat, yaitu kegiatan komunikasi
yang bersifat persuasif edukatif tentang penyakit yang dapat
menimbulkan wabah agar mereka mengerti sifat-sifat penyakit,
sehingga dapat melindungi diri dari penyakit tersebut dan
apabila terkena, tidak menularkannya kepada orang lain.
Penyuluhan juga dilakukan agar masyarakat dapat berperan
serta aktif dalam menanggulangi wabah.
7) Upaya penanggulangan lainnya
Upaya penanggulangan lainya adalah tindakan-tindakan khusus
masing-masing penyakit yang dilakukan dalam rangka
penanggulangan wabah.
4. Menjelaskan primery survey
Survei primer atau biasa disebut primary survey adalah suatu proses
melakukan penilaian keadaan korban gawat darurat dengan menggunakan
prioritas ABCDE untuk menentukan kondisi patofisiologis korban dan
pertolongan yang dibutuhkan dalam waktu emasnya. Penilaian keadaan
korban gawat darurat dan prioritas terapi dilakukan berdasarkaan jenis
perlukaan, stabilitas tanda - tanda vital.
1) Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal (cervical
spinecontrol). Airway manajemen merupakan hal yang terpenting
dalam resusitasi dan membutuhkan keterampilan yang khusus dalam
penatalaksanaan keadaan gawat darurat, oleh karena itu hal pertama
yang harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas. Kematian-kematian
dini karena masalah airway seringkali masih dapat dicegah, dan dapat
disebabkan oleh:
a. Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan airway

17
b. Ketidakmampuan untuk membuka airway
c. Kegagalan mengetahui adanya airway yang dipasang secara keliru
d. Perubahan letak airway yang sebelumnya telah dipasang
e. Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan ventilasi
f. Aspirasi isi lambung
Teknik-teknik mempertahankan airway:
a. Head tilt
Bila tidak sadar, pasien dibaringkan dalam posisi terlentang
dan horizontal, kecuali pada pembersihan jalan napas dimana bahu
dan kepala pasien harus direndahkan dengan posisi semilateral
untuk memudahkan drainase lendir, cairan muntah atau benda
asing. Kepala diekstensikan dengan cara meletakkan satu tangan di
bawah leher pasien dengan sedikit mengangkat leher ke atas.
Tangan lain diletakkan pada dahi depan pasien sambil mendorong /
menekan ke belakang. Posisi ini dipertahankan sambil berusaha
dengan memberikan inflasi bertekanan positif secara intermittena
(Alkatri, 2007).
b. Chin lift
Jari - jemari salah satu tangan diletakkan bawah rahang, yang
kemudian secara hati – hati diangkat ke atas untuk membawa dagu
ke arah depan. Ibu jari tangan yang sama, dengan ringan menekan
bibir bawah untuk membuka mulut, ibu jari dapat juga diletakkan di
belakang gigi seri (incisor) bawah dan, secara bersamaan, dagu
dengan hati – hati diangkat. Maneuver chin lift tidak boleh
menyebabkan hiperekstensi leher. Manuver ini berguna pada
korban trauma karena tidak membahayakan penderita dengan
kemungkinan patah ruas rulang leher atau mengubah patah tulang
tanpa cedera spinal menjadi patah tulang dengan cedera spinal.
c. Jaw thrust

18
Penolong berada disebelah atas kepala pasien. Kedua tangan
pada mandibula, jari kelingking dan manis kanan dan kiri berada
pada angulus mandibula, jari tengah dan telunjuk kanan dan kiri
berada pada ramus mandibula sedangkan ibu jari kanan dan kiri
berada pada mentum mandibula. Kemudian mandibula diangkat ke
atas melewati molar pada maxilla.

d. Oropharingeal Airway (OPA)


Airway orofaringeal digunakan untuk membebaskan jalan
napas pada pasien yang kehilangan refleks jalan napas bawah.
Teknik yang dapat dilakukan adalah: Posisikan kepala pasien lurus
dengan tubuh. Kemudian pilih ukuran pipa orofaring yang sesuai
dengan pasien. Hal ini dilakukan dengan cara menyesuaikan ukuran
pipa oro-faring dari tragus (anak telinga) sampai ke sudut bibir.
Masukkan pipa orofaring dengan tangan kanan, lengkungannya
menghadap ke atas (arah terbalik), lalu masukkan ke dalam rongga
mulut. Setelah ujung pipa mengenai palatum durum putar pipa ke
arah 180 drajat. Kemudian dorong pipa dengan cara melakukan jaw
thrust dan kedua ibu jari tangan menekan sambil mendorong
pangkal pipa oro-faring dengan hati-hati sampai bagian yang keras
dari pipa berada diantara gigi atas dan bawah, terakhir lakukan
fiksasi pipa orofaring. Periksa dan pastikan jalan nafas bebas.
Fiksasi pipa oro-faring dengan cara memplester pinggir atas dan
bawah pangkal pipa, rekatkan plester sampai ke pipi pasien.

19
e. Nasopharingeal Airway
Pada penderita yang masih memberikan respon, airway
nasofaringeal lebih disukai dibandingkan airway orofaring karena
lebih bisa diterima dan lebih kecil kemungkinannya merangsang
muntah (ATLS, 2004).
Teknik yang dapat dilakukan adalah: Posisikan kepala pasien
lurus dengan tubuh. Pilihlah ukuran pipa naso-faring yang sesuai
dengan cara menyesuaikan ukuran pipa naso-faring dari lubang
hidung sampai tragus (anak telinga). Pipa nasofaring diberi pelicin
dengan KY jelly (gunakan kasa yang sudah diberi KY jelly).
Masukkan pipa naso-faring dengan cara memegang pangkal pipa
naso-faring dengan tangan kanan, lengkungannya menghadap ke
arah mulut (ke bawah). Masukkan ke dalam rongga hidung dengan
perlahan sampai batas pangkal pipa. Patikan jalan nafas sudah
bebas.

f. Airway definitive
Terdapat tiga jenis airway definitif yaitu: pipa orotrakeal, pipa
nasotrakeal, dan airway surgical (krikotiroidotomi atau
trakeostomi). Penentuan pemasangan airway definitif didasarkan
pada penemuan- penemuan klinis antara lain
a) Adanya apnea

20
b) Ketidakmampuan mempertahankan airway yang bebas dengan
cara-cara yang lain
c) Kebutuhan untuk melindungi airway bagian bawah dari aspirasi
darah atau vomitus
d) Ancaman segera atau bahaya potensial sumbatan airway
e) Adanya cedera kepala yang membutuhkan bantuan nafas (GCS
< 8)
f) Ketidakmampuan mempertahankan oksigenasi yang adekuat
dengan Pemberian oksigen tambahan lewat masker wajah
Intubasi orotrakeal dan nasotrakeal merupakan cara yang paling
sering digunakan. Adanya kemungkinan cedera servikal merupakan
hal utama yang harus diperhatikan pada pasien yang membutuhkan
perbaikan airway. Faktor yang paling menentukan dalam pemilihan
intubasi orotrakeal atau nasotrakeal adalah pengalaman dokter.
Kedua teknik tersebut aman dan efektif apabila dilakukan dengan
tepat. Ketidakmampuan melakukan intubasi trakea merupakan
indikasi yang jelas untuk melakukan airway surgical.
Apabila pernafasan membaik, jaga agar jalan nafas tetap
terbuka dan periksa dengan cara
 Lihat (look), melihat naik turunnya dada yang simetris dan
pergerakan dinding dada yang adekuat.
 Dengar (listen), mendengar adanya suara pernafasan pada
kedua sisi dada.
 Rasa (feel), merasa adanya hembusan nafas.
2) Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi
Oksigen sangat penting bagi kehidupan. Sel-sel tubuh memerlukan
pasokan konstan O2 yang digunakan untuk menunjang reaksi kimiawi
penghasil energi, yang menghasilkan CO2 yang harus dikeluarkan
secara terus-menerus. Pada keadaan normal, oksigen diperoleh dengan
bernafas dan diedarkan dalam aliran darah ke seluruh tubuh. Airway

21
yang baik tidak dapat menjamin pasien dapat bernafas dengan baik
pula. Menjamin terbukanya airway merupakan langkah awal yang
penting untuk pemberian oksigen.
Apabila pernafasan tidak adekuat, ventilasi dengan menggunakan
teknik bag-valve-face-mask merupakan cara yang efektif, teknik ini
lebih efektif apabila dilakukan oleh dua orang dimana kedua tangan
dari salah satu petugas dapat digunakan untuk menjamin kerapatan
yang baik Cara melakukan pemasangan face-mask
a) Posisikan kepala lurus dengan tubuh
b) Pilihlah ukuran sungkup muka yang sesuai (ukuran yang sesuai bila
sungkup muka dapat menutupi hidung dan mulut pasien, tidak ada
kebocoran)
c) Letakkan sungkup muka (bagian yang lebar dibagian mulut)
d) Jari kelingking tangan kiri penolong diposisikan pada angulus
mandibula, jari manis dan tengah memegang ramus mandibula, ibu
jari dan telunjuk memegang dan memfiksasi sungkup muka
e) Gerakan tangan kiri penolong untuk mengekstensikan sedikit
kepala pasien
f) Pastikan tidak ada kebocoran dari sungkup muka yang sudah
dipasangkan
g) Bila kesulitan, gunakan dengan kedua tangan bersama-sama (tangan
kanan dan kiri memegang mandibula dan sungkup muka bersama-
sama)
h) Pastikan jalan nafas bebas (lihat, dengar, rasa)
i) Bila yang digunakan AMBU-BAG, maka tangan kiri memfiksasi
sungkup muka, sementara tanaga kanan digunakan untuk
memegang bag (kantong) reservoir sekaligus pompa nafas bantu
(squeeze-bag)

22
Sedangkan apabila pernafasan tidak membaik dengan terbukanya
airway, penyebab lain harus dicari. Penilaian harus dilakukan dengan
melakukan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi pada toraks
3) Circulation dengan kontrol perdarahan (hemorrage control)
Perdarahan merupakan penyebab kematian setelah trauma. Oleh
karena itu penting melakukan penilaian dengan cepat status
hemodinamik dari pasien, yakni dengan menilai tingkat kesadaran,
warna kulit dan nadi.
a) Tingkat kesadaran
Bila volume darah menurun perfusi otak juga berkurang yang
menyebabkan penurunan tingkat kesadaran.
b) Warna kulit
c) Wajah yang keabu-abuan dan kulit ektremitas yang pucat
merupakan tanda hipovolemia.
d) Nadi
Pemeriksaan nadi dilakukan pada nadi yang besar seperti a.
femoralis dan a. karotis (kanan kiri), untuk kekuatan nadi,
kecepatan dan irama.
Dalam keadaan darurat yang tidak tersedia alat-alat, maka secara
cepat kita dapat memperkirakan tekanan darah dengan meraba pulsasi:
a) Jika teraba pulsasi pada arteri radial, maka tekanan darah minimal
80 mmHg sistol
b) Jika teraba pulsasi pada arteri brachial, maka tekanan darah
minimal 70 mmHg sistol

23
c) Jika teraba pulsasi pada arteri femoral, maka tekanan darah
minimal 70 mmHg sistol
d) Jika teraba pulsasi pada arteri carotid, maka tekanan darah minimal
60 mmHg sistol
4) Disability, status neurologis
Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap
keadaan neurologis secara cepat. Hal yang dinilai adalah tingkat
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. Tanda-tanda lateralisasi dan tingkat
(level) cedera spina. Cara cepat dalam mengevaluasi status neurologis
yaitu dengan menggunakan AVPU, sedangkan GSC (Glasgow Coma
Scale) merupakan metode yang lebih rinci dalam mengevaluasi status
neurologis, dan dapat dilakukan pada saat survey sekunder. Adapun
AVPU adalah:
A: Alert
V: Respon to verbal
P: Respon to pain
U: Unrespon
GSC (Glasgow Coma Scale) adalah sistem skoring yang sederhana
untuk menilai tingkat kesadaran pasien.
a) Menilai “eye opening” penderita (skor 4-1)
Perhatikan apakah penderita:
1) Membuka mata spontan
2) Membuka mata jika dipanggil, diperintah atau dibangunkan
3) Membuka mata jika diberi rangsangan nyeri (dengan menekan
ujung kuku jari tangan)
4) Tidak memberikan respon
b) Menilai “best verbal response” penderita (skor 5-1)
Perhatikan apakah penderita:
1) Orientasi baik dan mampu berkomunikasi
2) Disorientasi atau bingung

24
3) Mengucapkan kata-kata tetapi tidak dalam bentuk kalimat
4) Mengerang (mengucapkan kata -kata yang tidak jelas artinya)
5) Tidak memberikan respon
c) Menilai “best motor respon” penderita (skor 6-1)
Perhatikan apakah penderita:
1) Melakukan gerakan sesuai perintah
2) Dapat melokalisasi rangsangan nyeri
3) Menghindar terhadap rangsangan nyeri
4) Fleksi abnormal (decorticated)
5) Ektensi abnormal (decerebrate)Tidak memberikan respon
Range skor: 3-15 (semakin rendah skor yang diperoleh, semakin
jelek kesadaran). Penurunan tingkat kesadaran perlu diperhatikan pada
empat kemungkinan penyebab (Pre-Hospital Trauma Life Support.
a) Penurunan oksigenasi atau/dan penurunan perfusi ke otak
b) Trauma pada sentral nervus sistem
c) Pengaruh obat-obatan dan alkohol
d) Gangguan atau kelainan metabolik
5) Exposure/environmental control, membuka baju penderita, tetapi cegah
hipotermia
Merupakan bagian akhir dari primary survey, penderita harus
dibuka keseluruhan pakaiannya, kemudian nilai pada keseluruhan
bagian tubuh. Periksa punggung dengan memiringkan pasien dengan
cara log roll. Selanjutnya selimuti penderita dengan selimut kering dan
hangat, ruangan yang cukup hangat dan diberikan cairan intra-vena
yang sudah dihangatkan untuk mencegah agar pasien tidak hipotermi.
5. Secondary survey
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan
secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya
dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak
mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.

25
1) Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat
pasien yang merupakan bagian penting dari pengkajian pasien.
Riwayat pasien meliputi keluhan utama, riwayat masalah kesehatan
sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga, sosial, dan sistem.
Pengkajian riwayat pasien secara optimalharus diperolehlangsung
daripasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya, usia, dan cacatatau
kondisipasienyang terganggu, konsultasikan dengan anggota keluarga,
orang terdekat, atau orang yang pertama kali melihat kejadian.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat
dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2010):
A: Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,
makanan)
M: Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau
penyalahgunaan obat
P: Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit
yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-
obatan herbal)
L: Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode
menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E: Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian
yang menyebabkan adanya keluhan utama)
Selain itu apat dilakukan pengkajian PQRST saat pasien
mengeluhkan nyeri, adapun pengkajian PQRS adalah:
P (Provokes/palliates): apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang
membuat nyerinya lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih
buruk? apa yang anda lakukan saat nyeri? apakah rasa nyeri itu
membuat anda terbangun saat tidur?

26
Q (Quality): bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya? apakah
seperti diiris, tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik,
diremas? (biarkan pasien mengatakan dengan kata-katanya sendiri.
R (Radiates): apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah
nyeri terlokalisasi di satu titik atau bergerak?
S (Severity): seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10
dengan 0 tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat
T (Time): kapan nyeri itu timbul? Berapa lama nyeri itu timbul?
Apakah terus menerus atau hilang timbul? apakah pernah merasakan
nyeri ini sebelumnya? apakah nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya
atau berbeda?
Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah
pemeriksaan tanda-tanda vital. Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi,
frekuensi nafas, saturasi oksigen, tekanan darah, berat badan, dan skala
nyeri.

6. Intervensi resusitasi
Bantuan hidup dasar diutamakan pada penanganan airway, breathing,
circulation berdasarakan panduan terbaru dari American Heart Association
2010 mengenai panduan resusitasi ini yaitu:
1) Kecepatan kompresi minimal 100 kali/menit (perubahan dari pandan
sebelumnya yang mengatakan “kurang lebi” 100x/menit
2) Kedalaman kompersi paling tidak 2 inch (5cm) pada dewasa dan
kedalaman kompersi paling tidak sepertiga diameter antero posterio
dan thorax pada bayi dan anak 1,5 inch (4 cm) pada bayi dan 2 inch (5
cm) pada anak. Perhatikan bahwa rentang 1,5 sampai 2 inch tidak lagi
digunakan untuk korban dewasa, dan kedalaman absolute yang
direkomendasikan untuk anak dan bayi lebih dalam daripada versi
AHA sebelumnya.

27
3) Menciptakan pengembangan dinding dada yang optimal disetiap akhir
kompresi.
4) Meminimalkan kompresi saat melakukan kompresi dada
5) Menghindari ventilasi yang berlebian
B. Proses keperawatan pada area keperawatan gawat darurat.
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat merupakan rangakaian kegiatan praktek
keperawatan kegawat daruratan yang diberikan oleh perawat yang
berkompeten untuk memberikan asuhan keperawatan diruang gawat darurat
untuk membatasi bio-psoko-sosial baik mendadak atau bertahap pada pasien
gawat darurat. Proses Keperawatan Gawat Darurat:
1. Pengkajian primer
Pengkajian Pemasalahan Utama
1) permasalahan pada airway (jalan nafas) denagan catatan lakuakan
control vertical (khusus pasien trauma)
2) Permasalahan pada Breathing (ventilasi)misalnya:
a. Look: lihat pergerakan dada (simetris/tidak), iram
(teratur/tidak), kedalaman, frekuensi cepat (dyspnea/tidak), ada
luka, ada jelas/hematoma.
b. Listen: dengarkan dengan telinga / stetoskop ada suaara
tambahan
c. Feel: rasakan adanya aliran udara
3) Permasalahan pada circulation (dengan control perdarahan) misalnya:
a. Periksa ada tidaknya denyut nadi pada pembuluh nadi besar (nadi
karotis, nadi femoralis)
b. Menenal ada tidaknya tanda – tanda syok (khusus syok
hipovolemik) disertai ada tidaknya tanda perdarahan eksternal
yang aktif
4) Disability pada trauma, Drug & Defibration, Diagnosis banding
a. metoda avpu (allert-verbal- pain- unresponse)
b. penilaian gcs/lasgow coma scale(eye-motorik-verbal)

28
c. melihat pupil (bulat, isokor/anisokor, reflek cahaya)
d. motorik (parese/tidak dan nilai kekuatan otot)
5) Exposure control (pada kaksus trauma, dengan membuka pakaian
pasien tetapi mencegah hipotermi), EKG pada kasus non trauma,
Pemeriksaan gangguan elektrolit
2. Pengkajian primer
1) Pengkajian riwayat penyakit

a) Anamesa: penyakit dahulu dan sekarang


b) Riwayat alergi
c) Riwayat penggunaan obat – obatan
d) Makan terakhir
e) Keluan utama
2) Gunakan pedoman sample
a) Sign and symptoms
b) Allergy
c) Medication
d) Past medical history
e) Last meal
f) Event leading
PENGKAJIAN SEKUNDER
a) Metode untuk mengkaji nyeri: PQRST
b) Pengkajian pemeriksaan dari ujung kepala ke ujung kaki
c) Masalah psikososial
d) Pemeriksaan penunjang (Lab, Ro)
3. Diagnosa keperawatan pasien gawat darurat

1) Diagnosa keperawatan dibuat sesuai dengan urutan masalah,


penyebab, dan data (problem, etiologi, symptoms/PES), baik bersifat
actual maupun resiko tinggi.
2) Terkadang di IGD hanya ditulis masalah keperawatan saja

29
3) Prioritas masalah ditentukan berdasarkan besaranya ancaman
terhadap kehidupan pasien atau pun berdasarkan dasar/penyebab
timbulnya gangguan kebutuhan klien
4) Agar memudahkan pembuatan prioritas masalah maka digunakan
pedoman berdasarkan abjad ABCD
5) ABC selalu sam untuk semua kasusu dengan ancaman kematian
(airway, breathing, circulation)
6) DE tergantung kasus (trauma, non tarauma)
4. Diagnosis Masalah Keperawatan
1) Membersihkan jalan nafas yang tidak efektif
2) Adanya pola nafas yang tidak normal
3) Adanya gangguan pertukaran gas
4) Penurunan curah jantung
5) Gangguan perfusi jaringan perifer
6) Gangguan perfusi jaringan serebral
7) Nyeri dada
8) Gangguan volume cairan: kaurang dari kebutuhan atau lebih dari
kebutuhan
9) Gangguan kebutuhan nutrisi sel: kurang dari kebutuhan
10) Gangguan termolegurasi (hipertermi atau hopotermi)
11) Kecemasan atau panic
12) Resiko tinggi cedera berulang
13) Keterbatasan aktivitas
5. Intervensi
1) Rencana tindakan observasi, pemantauan/ monitor
2) Tindakan mandiri keperawatan
3) Kolaborasi
4) Intervensi keperwatan
a. Intervensi mandiri: tindakan pemantauan berkelanjutan
kondisi klien, penyelamatan hidup dasar, pendidikan kesehatan,

30
atau pun pelaksanaan tindakan keperawatan lainnya sesuai dengan
kondisi kegawat daruratan klien.
b. Intervensi kolaborasi: tindakan kerja sama dengan
kesehatan lainnya dengan lingkup yang sesuai dengan aturan
profesi keperawatan.
5) Intervensi keperawatan
Intervensi mandiri:
a. Airway: head tilt, chin lift, jaw trust, Heimlich maneuver,
suction, pasang OPA, NA.
b. Breathing: posisi semi powler, observasi frekuensi nafas, (Resp
rate) irama latihan nafas dalam, latihan batuk, bagging dll
c. Ciculation: BHD, monitor TTV, monitor intake out put,
monitor tetesan infuse, menghentikan perdarahan denganbalut
tekan.

6. Implementasi
Pada implementasi perawat melakukan tindakan berdasarkan perencanaan
mengenai diagnose yang telah dibuat sebelumnya.
7. Evaluasi penanganan gawat darurat
Evaluasi dapat dilakukan berdasarkan tingkat kegawat daruratan klien: 1, 5,
15, 30 menit, atau1 jam sesuai dengan kondisi klien. Konsep penanganan
pasien dengan kegawat daruratan harus dapat di tangani hanya dalam 2 – 6
jam.
Evaluasi ada dua:
1) Evaluasi formatif
Evaluasi formatif merupakan evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir
pembahasan suatu pokok bahasan, topik, sesuai dengan tujuan yang
direncanakan diintervensi.
2) Evaluasi sumatif

31
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir satu
satuan waktu yang didalamnya tercakup lebih dari satu pokok bahasan
yang berfokus pada perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada
akhir tindakan perawatan klien. Tipe ini dilaksanakan pada akhir
tindakan secara paripurna.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pre hospital care adalah pelayanan gawat darurat yang dilakukan sebelum ke
rumah sakit (diluar rumah sakit) dimana merupakan saat pertama korban
diberikan intervensi. Pengkajian yang dilakukan di dalam rumah sakit
meliputi beberapa aspek diantaranya aspek fisik, psikososial, codeblue, dan
juga etical consideration pada kondisi kegawatdaruratan. Bencana adalah
suatu kejadian, yang disebabkan oleh alam atau karena ulah manusia, terjadi
secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, sehingga menyebabkan hilangnya jiwa
manusia, harta benda dan kerusakan lingkungan, kejadian ini terjadi diluar
kemampuan masyarakat dengan segala sumberdayanya. Kejadian Luar Biasa
adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian
yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu

32
tertentu dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
Survei primer atau biasa disebut primary survey adalah suatu proses
melakukan penilaian keadaan korban gawat darurat dengan menggunakan
prioritas ABCDE untuk menentukan kondisi patofisiologis korban dan
pertolongan yang dibutuhkan dalam waktu emasnya. Penilaian keadaan
korban gawat darurat dan prioritas terapi dilakukan berdasarkaan jenis
perlukaan, stabilitas tanda - tanda vital. Survey sekunder merupakan
pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara head to toe, dari depan
hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien
mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah
mulai membaik. Intervensi resusitasi adalah bantuan hidup dasar diutamakan
pada penanganan airway, breathing, circulation

DAFTAR PUSTAKA

Suryanto. (2017). Prehospital Care in Indonesia: Preparation of the Nursing


Workforce to Deliver an Ambulance Service. Monash University, Australia.
White, T. W (2015). [Do a Primary and Secondary Survey Like a Rockstar].
118, Yayasan Ambulan. (2015). Buku Panduan BT&CLS Basic Trauma Life Support
and Basic Cardiac Life Support (A. D. Pusponegoro, S. Soedarmo, R. Suhartono & Z.
A. Isma Eds.). Tangerang Selatan: Ambulan Gawat Darurat 118.
American Heart Association 2010
Nayduch, D. (2014). Nurse to Nurse Perawatan Trauma. Jakarta: Selemba Medika.
PERMENKES RI § SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT
TERPADU, 19 Stat. 18 (2016).

33

Anda mungkin juga menyukai