Anda di halaman 1dari 6

Naskah Drama “Bulan Bujur Sangkar” Karya Iwan

Simatupang
 3 April 2013
 Drama
 3 Komentar
 Dibaca: 54363

Sastra Indonesia | Drama – Naskah Drama berjudul “Bulan Bujur Sangkar” Karya
Iwan Simatupang.

Drama Satu Babak


Bulan Bujur Sangkar
karya Iwan Simatupang

ADEGAN 1

ORANG TUA

(Sibuk Menyiapkan Tiang Gantungan).

Kau siap. Betapa megah. Hidupku seluruhnya kusiapkan untuk mencari jenis kayu
termulia bagimu. Mencari jenis tali termulia. Enam puluh tahun lamanya aku
mengelilingi bumi, pegunungan, lautan, padang pasir. Harapan nyaris tewas. Enam
puluh tahun bernapas hanya untuk satu cita-cita. Akhirnya kau ketemu juga olehku.
Kau kutemukan jauh di permukaan laut. Setangkai lumut berkawan sunyi yang riuh
dengan sunyinya sendiri. Kau kutemui jauh tinggi. Sehelai jerami dihimpit salju
ketinggian, yang bosan dengan putihnya dan tingginya. Kau siap! Kini kau bisa
memulai faedahmu!

MASUK PEMUDA, BERTAMPANG LIAR, LETIH, DAN MENENTENG MITRALIUR.


IA KAGET, MELIHAT TIANG GANTUNGAN DAN ORANG YANG BERDIRI
TENANG DI SAMPINGNYA. IA MENODONGKAN MITRALIURNYA.

ORANG TUA

Tunggu! Jangan tergesa. Mari kita tentukan dulu tegak kita masing-masing. Agar
jangan silap menafsirkan peran kita masing-masing. Yang mematikan atau yang
dimatikan.
ANAK MUDA

Maksud Bapak?

ORANG TUA

Tingkah laku harus senantiasa sesuai dengan watak yang ingin digambarkan.

(Ia bisa mengambil mitraliur dari tangan anak muda)

Sifat lahir harus sesuai dengan sifat rohani, agar …

(Anak muda sadar dan mendepak mitraliur. Terdengar serentetan tembakan).

… agar dicapai kesatuan waktu, kesatuan ruang, kesatuan laku.

ANAK MUDA

Bapak ingin bunuh saya?

ORANG TUA

Siapa hendak bunuh siapa?

ANAK MUDA

Bapak ingin bunuh saya.

ORANG TUA

Membunuh kau? Aku? Hendak bunuh kau?

ANAK MUDA

Ya, Bapak hendak bunuh saya!

ORANG TUA
Mengapa? Dengan alasan apa? Dengan tujuan apa aku harus membunuh kau?

ANAK MUDA

Jahanam! Alasan! Tujuan!

IA MENYERGAP ORANG TUA ITU. ORANG TUA MENGELAK.

ORANG TUA

Tunggu dulu! Jangan tergesa. Tiap laku harus mentaati suatu gaya.

ANAK MUDA

Laku? Gaya? Persetan semuanya! Yang penting bagiku adalah kesudahan lakon.
Berakhir! Alangkah bahagianya aku bila aku tahu, akulah pembuat keakhiran itu.

LAGI IA MENYERGAP. ORANG TUA MENGELAK SIGAP.

ORANG TUA

Maksudmu?

ANAK MUDA

Lakon Bapak berakhir kini! Kini! Akulah yang mengakhirinya.

ORANG TUA

Lakon tak dapat diakhiri, tapi mengakhiri diri sendiri. Tenaga lakon sudah hadir
dalam dirinya, sejak semula. Adegan demi adegan, babak demi babak.

ANAK MUDA

Tapi, sekali ia toh mesti tamat?

ORANG TUA
Tamat? Betapa kerap tamat justru berarti permulaan? Pengarang melukiskan pada
akhir lakonnya kata-kata “layar turun”. Apa nyatanya? Layar turun, ruang
pertunjukan terang kembali. Barulah lakon sesungguhnya mulai bagi penonton. Ia
pulang ke rumah, meletakkan dirinya di ranjang untuk menggoreskan titik ke dalam
kelam biliknya. Apa selanjutnya terjadi, sesudah layar turun untuk kali penghabisan
tadi?

ANAK MUDA

Tanya yang bukan tanya; bila “tamat” berarti “mati”. Ha ha ha. Apa yang terjadi
sesudah mati? Tentu tak apa-apa, sebab mati adalah keakhiran mutlak.

MENYERGAP.

Mutlak!

ORANG TUA

Alangkah simpelnya, menganggap mati sebagai keakhiran mutlak. Kata siapa? Lihat
setiap agama, satu per satu mereka memperoleh rangsang asasinya dalam rumus
“Maut sebagai Awal mutlak”.

ANAK MUDA

Kesudahan dan kemulaan, sama saja. Pokok. Mutlak.

ORANG TUA

Apa maksudmu dengan “Maut Multak” itu?

ANAK MUDA

Lawan dari “Kehidupan Mutlak”.

ORANG TUA

Maksudmu?
ANAK MUDA

Kita. Bapak, aku. Aku yang hendak bunuh Bapak.

ORANG TUA

Sedang tadi?

ANAK MUDA

Tadi? Tadi … Bapak yang hendak bunuh aku.

ORANG TUA

Bagus! Bagaimana hal ini dapat kau jelaskan?

ANAK MUDA

Entah. Mungkin karena waktu.

ORANG TUA

Karena waktu? Maksudmu?

ANAK MUDA

Kelanjutan waktu mengantar Bapak ke taraf di mana kematian bagi Bapak bukan tak
mungkin menjadi kenyataan. PAUSE. Tapi karena taraf itu ikut dalam kelanjutan
waktu, maka kematian Bapak itu mengantar dirinya sendiri ke muka. Di sini ia sudah
bukan kematian lagi.

ORANG TUA

Bukan kematian lagi? Lalu apa?

ANAK MUDA

Kematian Bapak mengimbangi dirinya sendiri.


ORANG TUA

Lalu?

ANAK MUDA

Kematian Bapak menjadi kehidupan.

ORANG TUA

Kematianku menjadi kehidupan? Oh, alangkah indahnya kematian kalau begitu.

MEREKA BERPELUKAN.

Anda mungkin juga menyukai