Anda di halaman 1dari 8

1

Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.)


1(1) – September 2012 : 1-8

Pertumbuhan dan Uji Kualitatif Kandungan Metabolit Sekunder Kalus Gatang


(Spilanthes acmella Murr.) dengan Penambahan PEG untuk Menginduksi
Cekaman Kekeringan

The growth and qualitative test of secondary metabolite content of the callus
culture of Spilanthes acmella Murr. with addition of PEG to induce drought stress

Zulhilmi*, Suwirmen dan Netty W. Surya

Laboratorium Riset Fisiologi Tumbuhan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Andalas, Kampus UNAND Limau Manis, Padang, 25163
*)
Koresponden : zoelciil@yahoo.com

Abstract

The study about the growth and qualitative test of secondary metabolite content of the callus
culture of Spilanthes acmella Murr. with addition of PEG to induce drought stress had been
done used completely randomized design with six treatments and six replications. The
treatments were the addition of PEG in various consentration : 1%, 2%, 3%, 4%, 5% and
control (without addition of PEG). The result showed that the addition of PEG to medium could
decrease fresh weight of callus. The fresh weight of callus was decrease significantly by
addition 5% PEG. On the qualitative test of secondary metabolite, alkaloid content was
increase by addition of 2% - 5% PEG (++), terpenoid content was increase by addition 3% - 4%
PEG (++) and fenolik was found on 4% PEG (+).

Keywords: callus culture, secondary metabolite, PEG, drought stress, Spilanthes acmella

Pendahuluan asam 3-acetylaleuritolic, b-sitostenone,


stigmasterol dan stigmasteryl-3-OBD-
Sekitar 60-75% penduduk bumi glucopyranosides dan fenolik (asam vanilat,
menggantungkan kesehatannya pada asam trans-ferulat dan asam trans-
tumbuhan (Harvey, 2000). Salah satu isoferulic), kumarin (scopoletin)
tanaman berkhasiat obat ini adalah gatang (Prachayasittikul et al., 2009).
(Spilanthes acmella Murr.). Salah satu upaya untuk
Tanaman Gatang (Spilanthes menghasilkan metabolit sekunder dengan
acmella Murr.) yang termasuk ke dalam jumlah yang banyak adalah dengan
famili Asteraceae telah digunakan sebagai teknologi kultur jaringan seperti kultur
obat tradisional untuk sakit gigi, sakit kalus (Kristina et al., 2007). Namun,
kepala, asma, rematik, demam, radang Mantell dan smith (1983) menyatakan
tenggorokan dan wasir (Wongsawaktul dan bahwa pada umumnya kandungan metabolit
prachayasittikul, 2008). Ekstrak dari sekunder dalam kultur relatif rendah. Hal
tanaman Gatang juga menunjukkan ini disebabkan oleh pembentukan metabolit
aktivitas anti mikroba, antioksidan, dan sekunder dipengaruhi oleh faktor internal
efek sitotoksik (Prachayasittikul et al., dan faktor eksternal. Faktor eksternal
2008). Spilanthes acmella Murr. seperti pemberian elisitor untuk menim-
mengandung berbagai metabolit sekunder bulkan kondisi tercekam dapat digunakan
seperti alkaloid (spilanthol) (Gokhale dan untuk meningkatkan metabolit sekunder (Di
Bhide, 1945, cit. Wongsawatkul dan Cosmo dan Masawa, 1995). Elisitor
Prachayasittikul, 2008), triterpenoid seperti merupakan stimulus fisika, kimia maupun
2
Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.)
1(1) – September 2012 : 1-8

biologi yang dapat menginduksi respon disubkultur. Setelah kalus berumur 45 hari,
pertahanan tumbuhan. kalus disub kultur ke medium perlakuan.
Media padat yang ditambahkan Penambahan Elisitor
elisitor PEG telah digunakan untuk Penambahan elisitor PEG sesuai dengan
menciptakan kondisi cekaman kekeringan beberapa konsentrasi perlakuan dilakukan
dengan menurunkan potensial air pada saat pembuatan medium subkultur kalus.
medium pada berbagai percobaan kultur Kalus hasil elisitasi di uji pada hari ke-21
jaringan. Potensial air yang rendah di setelah elisitasi (pemberian elisitor).
medium menurunkan pembelahan sel dan
meningkatkan kandungan metabolit Pengamatan
sekunder (Ehsanpour dan Razavizadeh, Pengamatan dilakukan setelah 21 hari
2005). elisitasi. Pengamatan yang dilakukan
Konsentrasi pemakaian PEG meliputi persentase hidup kalus, tekstur dan
sebagai pengatur cekaman kekeringan warna kalus, bobot basah kalus (mg), dan
secara in vitro bervariasi dengan kisaran analisa kualitatif kandungan metabolit
0,2- 20%. Dragiiska et al. (1996) memakai sekunder yang meliputi pemeriksaan
5-10% PEG pada tanaman alfalfa alkaloid, terpenoid dan fenolik.
(Medicago sativa). Penelitian Astuti (cit. Pemeriksaan alkaloid dilakukan
Yulinda, 2010) melaporkan bahwa dengan metoda Culvenor-Fitzgerald. Reaksi
kandungan alkaloid dari tanaman positif alkaloid ditandai dengan adanya
Catharantus roseus mengalami peningkatan kabut putih hingga gumpalan putih. Apabila
dengan penambahan 1, 3, 5 dan 7 % PEG. terbentuk kabut putih berarti kandungan
Sedangkan Yulinda (2010) melaporkan alkaloid sedikit ditandai dengan (+), apabila
bahwa kandungan metabolit sekunder terbentuk endapan putih menandakan
triterpenoid pada kultur in vitro tanaman kandungan alkaloid sedang, ditandai
Centella asiatica meningkat dengan dengan (++), apabila terbentuk gumpakan
penambahan 1 dan 2 % PEG. putih menandakan kandungan alkaloid
Penelitian ini dilakukan dalam tinggi, ditandai dengan (+++) (Culvenor
mempelajari penggunaan elisitor berupa dan Fitzgerald, 1963).
PEG dalam peningkatan kandungan Pemeriksaan senyawa terpenoid
metabolit sekunder pada tanaman gatang dilakukan dengan menggunakan pereaksi
(Spilanthes acmella Murr.). Liebermann-Burchard. Sebagai pemban-
ding dari uji pereaksi Liebermann-Buchard
Metode Penelitian ini, digunakan biji Mahoni yang dilarutkan
dalam etanol dengan konsentrasi 0,05 %,
Penelitian ini dilakukan dengan metoda dicatat sebagai (+), 0,1 % dicatat sebagai
eksperimen menggunakan Rancangan Acak (++) dan 0,5 % dicatat sebagai (+++)
Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 6 (Culvenor dan Fitzgerald, 1963). Warna
ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah sampel dicocokkan dengan warna
dengan penambahan A. 0% PEG setara pembanding untuk menentukan kadar
dengan 0 MPa, B. 1% PEG setara dengan - sedikit (+), sedang (++) dan banyak (+++).
0,01 MPa, C. 2% PEG setara dengan -0,02 Sedangkan pemeriksaan senyawa fenolik
MPa, D. 3% PEG setara dengan -0,03 MPa, dilakukan dengan menggunakan pereaksi
E. 4% PEG setara dengan -0,04 MPa, F. 5 FeCl3. Sebagai pembanding digunakan
% PEG setara dengan -0,05 MPa (Michael ekstrak tanaman Vitex trifolia yang
dan Kaufmann, 1973). dilarutkan dalam etanol dengan konsentrasi
0,05 %, dicatat sebagai (+), 0,1 % dicatat
Kultur Kalus sebagai (++) dan 0,5 % dicatat sebagai
Kalus diinduksi dari internodus tanaman (+++) (Adfa, 2007). Warna sampel
gatang (Spilanthes acmella). Eksplan dicocokkan dengan warna pembanding
kemudian ditanam kedalam medium kalus, untuk menentukan kadar sedikit (+), sedang
yaitu medium MS yang berisi 1 ppm NAA (++) dan banyak (+++).
dan 1 ppm BAP. Kalus yang terbentuk
3
Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.)
1(1) – September 2012 : 1-8

Analisis Data Tabel 1. Persentase hidup, tekstur dan


Analisis data dilakukan secara statistik warna kalus Gatang (Spilanthes
terhadap parameter meliputi bobot basah acmella Murr.) setelah 21 hari
kalus. Data yang diperoleh dianalisis penanaman pada media perlakuan
dengan menggunakan sidik ragam. Bila PEG
pengaruh perlakuan berbeda nyata maka Perlakuan Persentase Tekstur dan Warna
dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan New Hidup (%) Kalus
Range Test (DNMRT) pada peluang 5 %. A. 0% PEG 100% Kompak, kuning
Selanjutnya hasil pengamatan dianalisis kecoklatan, putih, 3
secara deskriptif dengan membandingkan kalus membentuk akar
B. 1% PEG 100% Kompak, kuning
setiap perlakuan dan menganalisis kecoklatan, putih, 3
kandungan metabolit sekunder pada kalus membentuk akar
masing-masing perlakuan yang berbeda. C. 2% PEG 100% Kompak, kuning
kecoklatan, putih, 3
kalus membentuk akar
D. 3% PEG 100% Kompak, kuning
Hasil dan Pembahasan kecoklatan, putih, 4
kalus membentuk akar
Persentase Hidup, Tekstur dan Warna E. 4% PEG 100 % Kompak, coklat, sedikit
Kalus Gatang (Spilanthes acmella Murr.) putih, 3 kalus
membentuk akar
setelah 21 Hari Penanaman pada Media F. 5% PEG 100% Kompak, coklat, sedikit
Perlakuan PEG. putih, 2 kalus
membentuk akar
Setelah 21 hari kalus ditanam pada media
perlakuan didapatkan kalus dengan Pada awal perlakuan, semua kalus
pertumbuhan yang baik. Pada Tabel 1 dapat yang diperlakukan berstruktur kompak dan
dilihat bahwa persentase hidup kalus berwarna putih kekuningan. Di akhir
Gatang (Spilanthes acmella Murr.) pada perlakuan, dari segi tekstur kalus tidak
semua perlakuan adalah 100%. Hal ini mengalami perubahan, semua kalus
menunjukan bahwa cekaman kekeringan bertekstur kompak. Namun dari segi warna,
yang ditimbulkan oleh pemberian PEG kalus yang diberi perlakuan PEG 0-3%
pada medium dengan konsentrasi tersebut berwarna kuning kecoklatan pada bagian
masih bisa ditoleransi oleh kalus sehingga bawah dan putih pada bagian atas. Bagian
kalus masih dapat tumbuh dan bertahan putih menunjukkan sel-sel yang baru
terhadap perlakuan yang diberikan. terbentuk. Sedangkan kalus yang diberi
Menurut Mansfield dan Atkinson perlakuan PEG 4-5% berwarna coklat.
(1990) Respon tanaman terhadap stres air Perubahan warna kalus menjadi lebih coklat
sangat ditentukan oleh tingkat stres yang ini salah satunya disebabkan oleh
dialami dan fase pertumbuhan tanaman saat terbentuknya senyawa fenolik pada kalus
mengalami cekaman. Bila tanaman seiring dengan cekaman kekeringan yang
dihadapkan pada kondisi kering maka dialaminya. Sutjahjo, Kadir dan Mariska
tanaman mengubah distribusi asimilat baru (2007), menemukan pada seleksi kalus
untuk mendukung penyerapan air dari nilam, bahwa peningkatan konsentrasi PEG
media ke tanaman. dalam medium perlakuan dapat merubah
Menurut Pugnaire et al., (1999), warna kalus dari putih menjadi kuning
sebagian tanaman mentoleransi dehidrasi kecoklatan hingga pada kondisi cekaman
melalui mekanisme penyesuaian osmotik. yang ekstrim (20%) kalus berwarna coklat
Senyawa biokimia yang dihasilkan tanaman dan hitam. Selain itu, Hassanein (1999) cit.
sebagai respon terhadap kekeringan dan Matheka et al., (2008) menyatakan bahwa
berperan dalam penyesuaian osmotik pencoklatan eksplan merupakan efek dari
bervariasi, antara lain gula-gula, asam hilangnya air akibat sel mangalami
amino, dan senyawa terlarut yang cekaman osmotik.
kompatibel (Ingram dan Bartels, 1996).
4
Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.)
1(1) – September 2012 : 1-8

Berat Basah Kalus keluarnya air dari sitoplasma yang


disebabkan oleh penurunan potensial air di
Hasil perhitungan berat basah kalus sel. Penurunan potensial air di sel
Spilanthes acmella Murr. pada masing- mengakibatkan penyerapan air dan mineral
masing medium perlakuan yang dilakukan dari media terhambat. Selain itu, PEG juga
21 hari setelah tanam dapat dilihat pada menghambat mobilisasi sukrosa yang
tabel 2. Berikut ini: terdapat pada medium sehingga
mengganggu pemenuhan kebutuhan
Tabel 2. Berat basah kalus Spilanthes sukrosa yang sangat diperlukan untuk
acmella Murr. setelah 21 hari pertumbuhan kalus pada eksplan tersebut
penanaman di media perlakuan (El-Rahman, 2007).
PEG Cekaman kekeringan juga
Perlakuan Berat Basah %Penurunan mengganggu metabolisme nitrogen. Hal ini
PEG Kalus (mg) Berat Basah kalus tentunya juga berdampak langsung pada
(dibandingkan pertumbuhan kalus. Secara umum cekaman
dengan kontrol) kekeringan akan menghidrolisis protein dan
A. 0% 120 a - mengakumulasikan berbagai asam amino.
B. 1% 120 a 0
C. 2% 110 a 8,3 Selain itu cekamam kekeringan juga akan
D. 3% 110 a 8,3 menghambat sintesis protein dari asam
E. 4% 101,67 ab 15,28 amino dengan menghambat kerja enzim
F. 5 % 86,67 b 27,78 yang berperan dalam sintesis protein
(Kramer, 1983). Sehingga perlakuan
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa cekaman kekeringan dapat menghambat
perlakuan yang diberikan memberikan pertumbuhan tanaman (Lestari dan
pengaruh terhadap penurunan berat basah Sukmadjaja, 2006).
kalus. Pemberian PEG 5% memberikan Pada Tabel 2 dapat juga dilihat
pengaruh yang signifikan terhadap bahwa perlakuan 1%, 2%, 3% dan 4% PEG
penurunan berat basah kalus dibandingkan tidak terlalu memberikan pengaruh yang
dengan PEG 0% (kontrol), 1%, 2%, dan signifikan terhadap penurunan berat basah
3%. Pemberian PEG 5% mampu kalus dibandingkan dengan kontrol. Hal ini
menurunkan berat rata-rata kalus dari 120 mungkin disebabkan karena kalus mampu
mg (kontrol) menjadi 86,67 mg atau beradaptasi terhadap cekaman yang
menurun 27,78% dibandingkan dengan diterimanya. Menurut Mansfield dan
kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa Atkinson (1990) Respon tanaman terhadap
konsentrasi PEG 5 % memberikan efek stres air sangat ditentukan oleh tingkat stres
cekaman kekeringan pada medium sehingga yang dialami dan fase pertumbuhan
menghambat pertumbuhan kalus. tanaman saat mengalami cekaman. Bila
Menurut Kramer (1983) cekaman tanaman dihadapkan pada kondisi kering
kekeringan akan menghambat pertum- maka tanaman mengubah distribusi asimilat
buhan. Cekaman kekeringan menyebabkan baru untuk mendukung penyerapan air dari
turunnya potensial air dan tekanan turgor media ke tanaman.
sehingga perluasan dan pembelahan sel Menurut Pugnaire et al., (1999),
juga terhambat. Cekaman kekeringan juga sebagian tanaman mentoleransi dehidrasi
mengganggu berbagai proses metabolik dan melalui mekanisme penyesuaian osmotik.
bisa berujung pada kematian. Senyawa biokimia yang dihasilkan tanaman
Kalus yang mengalami cekaman sebagai respon terhadap kekeringan dan
akan mengalami gangguan metabolisme berperan dalam penyesuaian osmotik
(Biswas, Chowdurry, Bhattacharya dan bervariasi, antara lain gula-gula, asam
Mandal (2002). Bartels dan Sunkar (2005) amino, dan senyawa terlarut yang
cit. Matheka et al., (2008) menambahkan kompatibel (Ingram dan Bartels, 1996).
bahwa penurunan pertumbuhan kalus
diduga disebabkan oleh penurunan volume
sitoplasma dan vakuola sebagai akibat
5
Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.)
1(1) – September 2012 : 1-8

Analisa Kualitatif Kandungan Metabolit Cekaman kekeringan menginduksi


Sekunder pada Kalus Spilanthes acmella berbagai respon biokimia dan fisiologis
Murr. Setelah 21 hari Penanaman pada pada tumbuhan. Di bawah kondisi tercekam
Media Perlakuan kekeringan sel tanaman kehilangan air dan
menurunkan tekanan turgor. Hormon asam
Hasil analisa Kandungan Metabolit absisat tanaman meningkat sebagai akibat
Sekunder pada Kalus Spilanthes acmella dari cekaman kekeringan dan asam absisat
Murr. dengan penambahan PEG dengan memiliki peran penting dalam
beberapa konsentrasi sebagai elisitor dapat toleransi tanaman terhadap kekeringan dan
dilihat pada tabel dibawah ini: diduga memiliki peran dalam
melindungi sel dari defisit air (Ingram dan
Tabel 3. Kategori kandungan metabolit Bartels, 1996).
sekunder pada kalus Gatang Asam absisat merupakan
(Spilanthes acmella Murr.) setelah 21 seskuiterpenoid berkarbon 15. Senyawa
hari penanaman di media perlakuan Seskuiterpen masuk ke golongan senyawa
Perlakuan Alkaloid Terpenoid Fenolik yang dinamakan isoprenoid, terpenoid atau
A. 0% PEG + + - terpen. Golongan senyawa ini mempunyai
B. 1% PEG + + - sifat umum lipid dengan satuan rumus
C. 2% PEG ++ + - bangun lima karbon. Unit lima karbon ini
D. 3% PEG + ++ -
E. 4% PEG + ++ +
disebut unit isopren. Unit isopren disintesis
F. 5 % PEG ++ + - seluruhnya dari asetat senyawa asetil CoA
Ket: (-) : tidak terdeteksi, (+) : sedikit, (++) : sedang yang biasa disebut lintasan asam mevalonat.
Yang termasuk Isoprenoid adalah hormon
Data yang diperoleh pada Tabel 3 seperti giberelin, asam absisat, farsenol,
memperlihatkan bahwa pemberian PEG xantoksin (Prazat hormon asam absisat),
dari konsentrasi 2% sampai 5% ke dalam karotenoid, turpentin, karet, ekor fitol dari
medium dapat meningkatkan konsentrasi klorofil (Salisbury dan Ross, 1992).
metabolit sekunder secara umum Adapun senyawa terpenoid yang biasa
dibandingkan dengan kontrol (tanpa ditemukan pada tanaman Spilanthes
penambahan PEG) dan perlakuan B (1% Acmella Murr. seperti asam 3-
PEG). Hal ini menunjukkan bahwa acetylaleuritolic, b-sitostonone, stigmasterol
pemberian PEG dari konsentrasi 2% sampai dan stigmasteryl-3-OBD-glucopyranoside
5% sudah menyebabkan kalus mengalami (Prachayasittikul et al., 2008).
stress sehingga memacu pembentukan Cekaman kekeringan juga
metabolit sekunder. Menurut Rahayu et al mengganggu metabolisme nitrogen. Secara
(2005) kehadiran PEG pada medium dapat umum, cekaman kekeringan menghidrolisis
menurunkan potensial osmotik larutan protein dan mengakumulasi asam amino,
sehingga ketersediaan air bagi tanaman terutama prolin. Akumulasi prolin dipicu
akan berkurang. Berkurangnya ketersediaan oleh sintesisnya dari glutamat karena
air bagi tanaman ini mengganggu berbagai hilangnya inhibitor (penghambat) umpan
proses metabolisme. balik, menurunnya oksidasi prolin dan
Perlakuan PEG 2% dan 5% menurunnya penggabungannya menjadi
meningkatkan sintesis alkaloid sedangkan protein (Kramer, 1983). Stress Air
kandungan terpenoid meningkat pada merangsang aktivitas ornithine amino-
perlakuan 3 % dan 4 % PEG dibandingkan transferase dan pyrroline-5-karboksilat
dengan kontrol. Adapun senyawa fenolik reduktase, enzim biosintesis prolin dan
hanya muncul pada perlakuan PEG 4%. menghambat enzim yang terlibat dalam
Dari hasil ini dapat dilihat bahwa jenis degradasi prolin yaitu, prolin oksidase
metabolit sekunder yang dihasilkan berbeda pyrroline-5-karboksilat dehidrogenase
pada beberapa perlakuan. Hal ini mungkin (kandpal et al, 1981).
dikarenakan hasil yang didapatkan Selain prolin, senyawa lain yang
ditentukan oleh substrat yang terkandung merupakan produk dari metabolisme
dalam masing-masing kalus. nitrogen juga dihasilkan. Terlihat pada tabel
6
Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.)
1(1) – September 2012 : 1-8

3 bahwa pemberian PEG dengan bahwa kandungan metabolit sekunder


konsentrasi 2% dan 5% meningkatkan triterpenoid pada kultur invitro tanaman
kandungan alkaloid pada kalus Spilanthes Centella asiatica meningkat dengan
acmella. Menurut Bidwell (1979) akibat penambahan 1 dan 2 % PEG.
dari cekaman kekeringan sangat kompleks Selain Alkaloid dan Terpenoid.
bagi sitoplasma. Akibatnya secara langsung Senyawa fenolik juga dihasilkan oleh kalus
adalah kekurangan air, sitoplasma menjadi yang diberi perlakuan PEG 4%. Senyawa
lebih pekat. Hal ini mengakibatkan fenolik hanya muncul dengan kadar sedikit
ketidakseimbangan dalam proses biokimia. (+) dan hanya muncul pada perlakuan 4%.
Berbagai zat diakumulasikan ketika Menurut Salisbury dan Ross (1992) dengan
tanaman mengalami cekaman kekeringan. kekecualian tertentu, fungsi fisiologis
Akumulasi berbagai metabolit sekunder sebagian besar fenol tidak jelas. Banyak
adalah hasil sampingan dari jalur metabolik diantaranya sekedar sebagai produk
normal yang terganggu. samping metabolisme.
Alkaloid, dari segi biogenetik Kebanyakan senyawa fenol
diketahui berasal dari sejumlah kecil asam dihasilkan dari lintasan asam sikimat.
amino yaitu ornitin dan lisin yang Semua senyawa fenol mempunyai cincin
menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin aromatik yang mengandung bermacam
dan tirosin yang menurunkan alkaloid jenis gugus pengganti yang menempel seperti
isokuinolin, dan triftopan yang menurunkan hidroksil, karboksil, metoksil dan sering
alkaloid indol. Reaksi utama yang juga struktur cincin bukan aromatik.
mendasari biosintesis senyawa alkaloid Fenilalanin, tirosin dan triptofan adalah
adalah reaksi mannich antara suatu aldehida asam amino aromatik yang terbentuk
dan suatu amina primer dan sekunder, dan melalui jalan yang umum bagi senyawa
suatu senyawa enol atau fenol. Biosintesis fenol (Salisbury dan Ross, 1992).
alkaloid juga melibatkan reaksi rangkap Secara umum. Kualitas metabolit
oksidatif fenol dan metilasi. sekunder yang didapatkan pada penelitian
Jalur poliketida dan jalur mevalonat ini paling tinggi adalah pada kalus dengan
juga ditemukan dalam biosintesis alkaloid. perlakuan PEG 4% dimana pada kalus
Menurut Wadleigh et al., (1946, cit. tersebut ditemukan 3 kelompok senyawa
Kramer, 1983) cekaman kekeringan metabolit sekunder yaitu alkaloid (+),
menurunkan berat basah namun terpenoid (++) dan fenolik (+). Hal ini
meningkatkan produksi karet pada tanaman mungkin disebabkan karena sintesis
guayule dengan signifikan, cekaman senyawa metabolit sekunder tersebut
kekeringan juga juga meningkatkan tergantung pada ketersediaan prekursor dari
produksi senyawa aromatis yang diinginkan masing-masing senyawa metabolit sekunder
pada tembakau Turki (wolf, 1962, cit. pada tanaman. Seperti ornitin dan lisin yang
Kramer, 1983). Tetapi juga meningkatkan menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin
nitrogen dan kandungan nikotin yang tidak dan tirosin yang menurunkan alkaloid jenis
diinginkan (Van Barel, 1953, cit. Kramer, isokuinolin, dan triftopan yang menurunkan
1983). alkaloid indol. Fenilalanin, tirosin dan
Cekaman kekeringan dilaporkan triptofan adalah asam amino aromatik yang
meningkatkan kandungan alkaloid tanaman terbentuk melalui jalan yang umum bagi
Atropa belladonna, Hyscyamus muticus dan senyawa fenol (Salisbury dan Ross, 1992).
Datura. Selain itu cekaman kekeringan juga
meningkatkan kandungan minyak dari Kesimpulan
tanaman mint dan zaitun (Evenari,1960).
Penelitian Astuti (cit. Yulinda, Berdasarkan penelitian yang telah
2010) melaporkan bahwa kandungan dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa
alkaloid dari tanaman Catharantus roseus pemberian PEG memberikan efek terhadap
mengalami peningkatan dengan penurunan berat basah kalus dimana berat
penambahan 1, 3, 5 dan 7 % PEG. basah kalus menurun dengan signifikan
Sedangkan Yulinda (2010) melaporkan pada pemberian 5% PEG. Pada uji kualitatif
7
Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.)
1(1) – September 2012 : 1-8

kandungan metabolit sekunder, kandungan 2007. Micropropagation and


alkaloid meningkat dengan penambahan 2% Biochemical Genetic Markers
dan 5% PEG dengan kadar sedang, Detection for Drought and Salt
kandungan terpenoid meningkat pada Tolerance of Pear Roostock.
penambahan 3% dan 4% PEG dengan kadar Australian Journal of Basic and
sedang dan senyawa fenoik muncul pada Applies Sciences 1(4): 625-636.
penambahan 4% PEG dengan kadar sedikit. Evenari, M. 1960. Plant Physiology and
Zone Research. Arid zone Res. 18:
Ucapan Terima kasih 175-195.
Harvey, A. 2000. Strategies for Discovering
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Drugs from Perviously
Zozy Aneloi Noli yang telah memberi Unexpioned Natural Product.
banyak masukan dan saran dalam penulisan Drugs discovery Today 5 (7) :
artikel ini. 294-300.
Ingram, J. and D. Bartels. 1996. The
Daftar Pustaka Molecular Basis of Dehydration
Tolerance in Plants. Ann. Rev.
Adfa, M. 2007. Isolasi Senyawa Flavonoid Physiol. Mol. Biol. 47 : 377-403.
Aktif Berkhasiat Sitotoksik dari Kandpal, R. P., C. S. Vaidyanathan, M.
Daun Kemuning (Murraya Udaya, K. S. K. Sastry and N.
Panicullata L. Jack.). Jurnal A. Rao. 1981. Alterations in The
Gradien 3 (2) : 262-266. Activities of The Enzymes of
Bidwell, R. C. S. 1979. Plant Physiology. Proline Metabolism in Ragi
Macmillan Publishing co., Inc. (Eleusine Coracana) Leaves
New York. During Water Stress. J. Biosci.,
Biswas, B., Chowdurry, A. Bhattacharya 3 (4) : 361-370.
and B. Mandal. 2002. In Vitro Kramer, P. J. 1983. Water Relation of
Screening for increasing Drought Plant. Academic Press, Inc. Ltd.
Tolerance in Rice. In Vitro Cell. London.
Dev. Biol-Plant. 35 : 525-530. Kristina, N. N. 2007. Peluang Peningkatan
Culvenor, C. C. J and J. S. Fitzgerald. 1963. Kadar Kurkumin pada tanaman
A Field Method for Alkaloid Kunyit dan Temulawak. Balai
Screening of Plants. J. Pharm. Penelitian Obat dan Aromatik.
Sci. 52: 303-306. Lestari, E. G., dan D. Sukmadjaja. 2006.
Di Cosmo, F., and M. Misawa. 1995. Plant Uji Toleransi Kekeringan pada
Cell and Tissue Culture : Galur Somaklonal IR64 dan
Alternatives for Metabolites Towuti Hasil Seleksi In Vitro.
Production. Biotechnology Penelitian Pertanian Tanaman
Advances 3 : 425-453. Pangan 25(2) : 85-90.
Dragiiska, R., D. Djilianov, P. Denchev and Mansfield, T. A., and C. J. Atkinson. 1990.
A. Atanassov. 1996. In Vitro Stomatal behavior in water
Selection for Osmotic Tolerance stressed plants. In : Alscher and
in Alfalfa (Medicago Sativa L.) Cumming (Eds.). Stress Respons
Bulg. J. Plant physiol. 22 (3-4) : in Plant: Adaptation and
30-39. Acclimation Mechanisms.
Ehsanpour, A. A., and R. Razavizadeh. Wiley-Liss. Inc. New York. P :
2005. Effect of UV-C on Drought 241-246.
Tolerance of Alfalfa (Medicago Mantell, J. M., E. Magiri, A. O. Rasha and
sativa) Callus. American Journal J. Machuka. 2008. In vitro
of Biochemistry and selection and characterization of
Biotechnology I (2) : 107-110. drought tolerance somaclones of
El-Rahman, A., M. F. Al-Ansary, A. A. tropical maize (Zea mays L.). In
Rizkalla and A. M. Badr-Elden. : Mantell, S. H., H. Smith (Eds.).
8
Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.)
1(1) – September 2012 : 1-8

Plant Biotechnology. Cambridge Sutjahjo, S., A. Kadir dan I. Mariska. 2007.


University Press. New York. P : Efektifitas Polietilen Glikol
75-108. sebagai Bahan Penyeleksi Kalus
Matheka, J. M., E. Magiri, A. O. Rasha and Nilam yang di Iradiasi Sinar
J. Machuka. 2008. In Vitro Gamma untuk Toleransi terhadap
Selection and Characterization of Cekaman Kekeringan. Jurnal
Drought Tolerance Somaclones of Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia
Tropical Maize (Zea mays L.). 9(1) : 48-57.
Journal of Biotechnology 7(4) : Sutjahjo, S., A. Kadir dan I. Mariska. 2007.
641-650. Efektivitas Polietilen Glikol
Michael, B. E., and M. R. Kaufmann. 1973. sebagai Bahan Penyeleksi Kalus
The Osmotic Potential of Nilam yang Diiradiasi Sinar
Polyethylene Clycol 6000. Plant Gamma untuk Toleransi Terhadap
Physiol. 51 : 914-916. Cekaman Kekeringan. Jurnal
Prachayasittikul, S., S. Suphapong, and A. Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia
Worachartcheewan. 2009. 9(1) : 48-57.
Bioactive Metabolites from Wongsawatkul, O., and S. Prachayasittikul.
Spilanthes acmella Murr. 2008. Vasorelaxant and
Molecules 14 : 850-867. Antioksidan Activities of
Pugnaire, F. I., L. Serrano and J. Pardos. Spilanthes acmella Murr. Int. J.
1999. Constrains by water stress Mol. Sci. 9 : 2724-2744.
on plant growth. In : M. Yulinda, E. 2010. Kultur In Vitro Tanaman
Pessarakli (Ed.). Handbook of Centella asiatica dengan
Plant and Crop Stress 2nd. Beberapa Konsentrasi Polietilen
Marcell Dekker. New York. P : Glikol (PEG) 6000 dan
271-283. Potensinya untuk Produksi
Rahayu, E. S., E. Guhardja, S. Ilyas dan Metabolit Sekunder Triterpenoid.
Sudarsono. 2005. Polietilen [Skripsi]. Universitas Andalas.
Glikol (PEG) dalam Media In Padang.
Vitro Menyebabkan Kondisi
Cekaman yang Menghambat
Tunas Kacang Tanah (Arachis
hypogea L.). Berk. Penel. Hayati
II : 39-48.
Salisbury, F. B., dan C. W. Ross. 1992.
Fisiologi Tumbuhan. (Terj.
Lukman, D. R., dan Sumaryono).
Penerbit ITB. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai