Anda di halaman 1dari 9

Batuk kering → seringkali sangat menganggu, tidak dimaksudkan untuk

membersihkan saluran nafas,n pada kondisi tertentu berbahaya (pasca operasi)


→perlu ditekan Batuk kering terjadi apabila tidak ada sekresi saluran nafas, iritasi
pada tenggorokan, sehingga timbul rasa sakit.

Batuk Berdahak →Yaitu batuk yang terjadi karena adanya dahak pada
tenggorokan. Batuk berdahak lebih sering terjadi pada saluran nafas yang peka
terhadap paparan debu, lembab berlebih dan sebagainya. Batuk berdahak →
mekanisme pengeluaran sekret atau benda asing di saluran nafas → sebaiknya
tidak ditekan

Batuk tidak selalu berarti patologis atau abnormal. Batuk sebagai mekanisme
pertahanan respiratorik, batuk diperlukan untuk membersihkan jalan napas dari
mukus sekresi respiratorik, pada orang dewasa mencapai 30 ml/hari.Sebuah studi
yang mengukur batuk secara obyektif menemukan bahwa anak sehat dengan
rerata umur 10 tahun biasanya mengalami 10x batuk (rentang hingga 34) dalam
24 jam, sebagian besar batuk terjadi pada siang hari. Angka ini meningkat selama
infeksi respiratorik, yang bisa terjadi hingga 8x lipat per tahun pada anak sehat.
Walaupun sebagian besar anak batuk tidak mengalami kelainan paru yang serius,
batuk dapat sangat mengganggu dan sulit untuk diatasi. Sampai batas tertentu
batuk kronik pada anak adalah normal dan mempunyai prognosis yang baik. Jika
batuk kronik yang terjadi sangat sering atau berat, maka sangat mungkin terdapat
penyakit yang mendasarinya.

REFLEKS BATUK
Refleks batuk terdiri dari 5 komponen utama; yaitu reseptor batuk, serabut saraf
aferen, pusat batuk, susunan saraf eferen dan efektor Batuk bermula dari suatu
rangsang pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut saraf non mielin halus
yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang terletak di dalam
rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus dan di pleura. Jumlah
reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan
sejumlah besar reseptor didapat di laring, trakea, karina dan daerah percabangan
bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di saluran telinga, lambung, hilus, sinus
paranasalis, perikardial dan diafragma.Serabut aferen terpenting ada pada cabang
nervus Vagus, yang mengalirkan rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura,
lambung dan juga rangsang dari telinga melalui cabang Arnold dari n. Vagus.
Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus paranasalis, nervus
glosofaringeus menyalurkan rangsang dari faring dan nervus frenikus
menyalurkan rangsang dari perikardium dan diafragma.
Oleh serabut aferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk yang terletak di medula,
di dekat pusat pemapasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh serabut-
serabut eferen n. Vagus, n. Frenikus, n. Interkostal dan lumbar, n. Trigeminus, n.
Fasialis, n.Hipoglosus dan lain-lain menuju ke efektor. Efektor ini terdiri dari
otot-otot laring, trakea, bronkus, diafragma, otot-otot interkostal dan lain-lain. Di
daerah efektor inilah mekanisme batuk kemudian terjadi.

MEKANISME BATUK
Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase
inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi. Batuk biasanya bermula dari inhalasi
sejumlah udara, kemudian glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan
meningkat yang akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba dan
ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu. Fase inspirasi dimulai dengan
inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar udara, pada saat ini glotis secara
refleks sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi
jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu
fungsional. Penelitian lain menyebutkan jumlah udara yang dihisap berkisar
antara 50% dari tidal volume sampai 50% dari kapasitas vital. Ada dua manfaat
utama dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar akan
memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih
cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang besar akan memperkecil
rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah.
Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis akan
tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan
meningkat sampai 50 – 100 mmHg. Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk,
yang membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan
menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glotis tertutup
adalah 10 sampai 100% lebih besar daripada cara ekspirasi paksa yang lain. Di
pihak lain, batuk juga dapat terjadi tanpa penutupan glotis. Kemudian, secara aktif
glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi. Udara akan keluar dan
menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada sehingga
menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi yang maksimal
akan tercapai dalam waktu 30–50 detik setelah glotis terbuka, yang kemudian
diikuti dengan arus yang menetap' Kecepatan udara yang dihasilkan dapat
mencapai 16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai
pengurangan diameter trakea sampai 80%
MEKANISME DISPNEU

Sesak nafas atau dispneu adalah suatu reaksi kompensasi dari tubuh ketika terjadi
kelebihan karbondioksida didalam darah yang disebabkan oleh berbagai hal
misalnya obstruksi saluran pernafasan atau gangguan pada organ sistem respirasi.
Mekanisme
Deteksi oleh kemoreseptor
Terjadi peningkatan PCO2 di darah Dideteksi oleh reseptor perifer di
badan aorta dan badan karotis ke pusat pengaturan pernafasaan di darah
Peningkatan hiperventilasi

Terjadi peningkatan ion H+ dari reaksi karbondioksida dan air Menembus


+
blood Barin Barier H banyak dicairan otak Merangsang pusat
pernafasan di Medula peningkatan ventilasi
Deteksi oleh mekanoreseptor

Mekanoreseptor terletak di otot-otot inspirasi, mekanoreseptor di musculus


sternocleidomastoideus melewatkan implus ke vertebre cervikalis C2. Sedangkan
m. clalene melewatkan implus ke VC4-8 . m.diafragma melewatkan implus ke
VC3-5 dan m. intercostalis melewatkan implus ke VC8-VT11 lalu implus-implus
ini akan diterusakan ke medula oblongata dari sini akan terjadi peningkatan
ventilasi dengan perangsangan DRG dan DRG oleh komplek pra-botzinger.
Dasar ilmiah dalam sel dan organ untuk pemberian terapi

DUNGAN KIMIA JAHE MERAH Jahe merah (Zingiber offcinale Linn. Var.
rubrum) merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe
merah termasuk dalam suku temu-temuan (zingiberaceae), satu keluarga dengan
temu-temuan yang lain seperti temu lawak, temu hitam, kunyit dan
kencur.Tanaman jahe merah suatu tanaman rumput-rumputan tegak dengan
ketinggian 30-100 cm, namun kadang-kadang tingginya mencapai 120 cm.
Daunnya sempit, berwarna hijau, bunganya kuning kehijauan dengan bibir bunga
ungu gelap, rimpangnya berwarna merah, dan akarnya bercabang-cabang,
berwarna kuning dan berserat (Arobi, 2010).

Jahe merah mengandung komponen minyak menguap (volatile oil) dan minyak
tak menguap (non-volatile oil) dan pati. Minyak menguap disebut minyak atsiri
merupakan komponen pemberi aroma khas, sedangkan minyak yang tak menguap
disebut oleoresin merupakan komponen pemberi rasa pedas dan pahit. Komponen
yang terdiri dari oleoresin merupakan kandungan jahe merah yang meliputi fixed
oil yang terdiri dari zingerol, shogaol dan resin (Herlina et al dalam Arobi 2010).

Berdasarkan beberapa penelitian, dalam minyak atsiri jahe merah terdapat


unsurunsur n-nonylaldehyde, d-champene, cineol, geraniol, dan zingiberene.
Bahan-bahan tersebut merupakan sumber bahan baku terpenting dalam industri
farmasi atau obat-obatan. Kandungan minyak atsiri dalam jahe merah kering
sekitar 1-3%. Komponen utama minyak atsiri jahe merah yang menyebabkan bau
harum adalah zingberen dan zingiberol. Oleoresin jahe merah banyak
mengandung komponen-komponen non-volatil yang mempunyai titik didih lebih
tinggi daripada komponen volatil minyak atsiri. Oleoresin tersebut mengandung
komponen-komponen pemberi rasa pedas yaitu gingerol sebagai komponen utama
serta shagaol dan zingeron dalam jumlah sedikit. Kandungan oleoresin jahe merah
segar berkisar antara 0,4-3,1 % (Herlina et al dalam Arobi, 2010)
Manfaat jahe merah baru saja diproklamirkan pada Konferensi Internasional
American Thoracic Society 2013 di Philadelphia. Dalam pertemuan ini
dinyatakan bahwa jahe merah atau akar pedas pedas dapat membantu penderita
asma bernapas lebih mudah.Dalam studi tersebut, peneliti menyelidiki apakah
komponen jahe merah bisa meningkatkan efek beta-agonis. Obat asma yang
disebut beta-agonis (β-agonis) bekerja dengan relaksasi otot polos (ASM) jaringan
di saluran napas.Elizabeth Townsend, doktor di Universitas Columbia
Departemen Anestesiologi menyatakan bahwa dalam penelitian tersebut,
komponen jahe merah dapat bekerja secara sinergis dengan β-agonis untuk
merelaksasi jaringan otot di saluran nafas atau yag disebut ASM.Dalam studi
tersebut, para peneliti mengambil sampel ASM untuk neurotransmitter asetilkolin.
Tim kemudian menggabungkan isoproterenol β-agonis dengan tiga ekstrak jahe
merah terpisah: 6- gingerol, 8-gingerol atau 6-shogaol. Para peneliti menemukan
bahwa jaringan yang diberi kombinasi ekstrak jahe merah dan isoproterenol
menunjukkan respon relaksasi secara signifikan lebih besar dibandingkan mereka
yang diobati hanya dengan isoproterenol. Secara khusus, campuran 6-shogaol
menjadi yang paling efektif.Setelah melihat efek dari ekstrak jahe merah, para
peneliti melihat mekanisme di balik efek aditif dengan berfokus pada enzim paru-
paru yang disebut phosphodiesterase4D (PDE4D), karena penelitian sebelumnya
telah menunjukkan bahwa senyawa kimia dapat menghambat relaksasi jaringan
ASM. Menggunakan metode yang disebut polarisasi neon, tim menemukan bahwa
ketiga ekstrak tersebut mampu menghambat PDE4D.Mereka juga menemukan
bahwa ekstrak 6- shogaol sangat efektif dalam melarutkan filamen aktin F-,
struktur protein yang berperan dalam penyempitan ASM.Data ini menunjukkan
bahwa senyawa 6-gingerol, 8-gingerol dan shogaol 6 ketika bersinergi dengan β-
agonis dapat menjadi suatu terapi mengurangi gejala asma.Perkembangan ekstrak
jahe merah menjadi obat yang signifikan mengobati jutaan pasien asma di seluruh
dunia (Smith dalam web RSUA, 2013).

Anda mungkin juga menyukai