1. Kimia Klinik
Pemeriksaan laboratorium yang berdasarkan pada reaksi kimia dapat digunakan darah,
urin atau cairan tubuh lain. Terdapat banyak pemeriksaan kimia darah di dalam laboratorium
klinik antara lain uji fungsi hati, otot jantung, ginjal, lemak darah, gula darah, fungsi pankreas,
elektrolit dan dapat pula dipakai beberapa uji kimia yang digunakan untuk membantu
menegakkan diagnosis anemi.
Uji fungsi hati meliputi pemeriksaan kadar protein total & albumin, bilirubin total &
bilirubin direk, serum glutamic oxaloacetate transaminase (SGOT/AST) & serum glutamic
pyruvate transaminase (SGPT/ALT), gamma glutamyl transferase (γ-GT), alkaline
phosphatase (ALP) dan cholinesterase (CHE). Pemeriksaan protein total dan albumin
sebaiknya dilengkapi dengan pemeriksaan fraksi protein serum dengan teknik elektroforesis.
Dengan pemeriksaan elektroforesis protein serum dapat diketahui perubahan fraksi protein di
dalam serum. Pemeriksaan elektroforesis protein serum ini menunjukkan perubahan fraksi
protein lebih teliti dari hanya memeriksa kadar protein total dan albumin serum.
Uji fungsi jantung dapat dipakai pemeriksaan creatine kinase (CK), isoenzim creatine
kinase yaitu CKMB, N-terminal pro brain natriuretic peptide (NT pro-BNP) dan Troponin-T.
Kerusakan dari otot jantung dapat diketahui dengan memeriksa aktifitas CKMB, NT pro-
BNP, Troponin-T dan hsCRP. Pemeriksaan LDH tidak spesifik untuk kelainan otot jantung,
karena hasil yang meningkat dapat dijumpai pada beberapa kerusakan jaringan tubuh seperti
hati, pankreas, keganasan terutama dengan metastasis, anemia hemolitik dan leukemia.
Uji fungsi ginjal terutama adalah pemeriksaan ureum dan kreatinin. Ureum adalah produk
akhir dari metabolisme protein di dalam tubuh yang diproduksi oleh hati dan dikeluarkan
lewat urin. Pada gangguan ekskresi ginjal, pengeluaran ureum ke dalam urin terhambat
sehingga kadar ureum akan meningkat di dalam darah. Kreatinin merupakan zat yang
dihasilkan oleh otot dan dikeluarkan dari tubuh melalui urin. Oleh karena itu kadar kreatinin
dalam serum dipengaruhi oleh besar otot, jenis kelamin dan fungsi ginjal. Di Laboratorium
Klinik Utama Bio Medika pemeriksaan kadar kreatinin dilaporkan dalam mg/dl dan estimated
GFR (eGFR) yaitu nilai yang dipakai untuk mengetahui perkiraan laju filtrasi glomerulus yang
dapat memperkirakan beratnya kelainan fungsi ginjal.
Beratnya kelainan ginjal diketahui dengan mengukur uji bersihan kreatinin (creatinine
clearance test/CCT). Creatinine clearance test/CCT memerlukan urin kumpulan 24 jam,
sehingga bila pengumpulan urin tidak berlangsung dengan baik hasil pengukuran akan
mempengaruhi nilai CCT. Akhir-akhir ini, penilaian fungsi ginjal dilakukan dengan
pemeriksaan cystatin-C dalam darah yang tidak dipengaruhi oleh kesalahan dalam
pengumpulan urin. Cystatin adalah zat dengan berat molekul rendah, dihasilkan oleh semua
sel berinti di dalam tubuh yang tidak dipengaruhi oleh proses radang atau kerusakan jaringan.
Zat tersebut akan dikeluarkan melalui ginjal. Oleh karena itu kadar Cystatin dipakai sebagai
indikator yang sensitif untuk mengetahui kemunduran fungsi ginjal.
Pemeriksaan lemak darah meliputi pemeriksaan kadar kolesterol total, trigliserida, HDL
dan LDL kolesterol. Pemeriksaan tersebut terutama dilakukan pada pasien yang memiliki
kelainan pada pembuluh darah seperti pasien dengan kelainan pembuluh darah otak,
penyumbatan pembuluh darah jantung, pasien dengan diabetes melitus (DM) dan hipertensi
serta pasien dengan keluarga yang menunjukkan peningkatan kadar lemak darah. Untuk
pemeriksaan lemak darah ini, sebaiknya berpuasa selama 12 - 14 jam. Bila pada pemeriksaan
kimia darah, serum yang diperoleh sangat keruh karena peningkatan kadar trigliserida
sebaiknya pemeriksaan diulang setelah berpuasa > 14 jam untuk mengurangi kekeruhan yang
ada. Untuk pemeriksaan kolesterol total, kolesterol HDL dan kolesterol LDL tidak perlu
berpuasa. Selain itu dikenal pemeriksaan lipoprotein (a) bila meningkat dapat merupakan
faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner.
Pemeriksaan kadar gula darah dipakai untuk mengetahui adanya peningkatan atau
penurunan kadar gula darah serta untuk monitoring hasil pengobatan pasien dengan Diabetes
Melitus (DM). Peningkatan kadar gula darah biasanya disebabkan oleh Diabetes Melitus atau
kelainan hormonal di dalam tubuh. Kadar gula yang tinggi akan dikeluarkan lewat urin yang
disebut glukosuria. Terdapat beberapa macam pemeriksaan untuk menilai kadar gula darah
yaitu pemeriksaan gula darah sewaktu, kadar gula puasa, kadar gula darah 2 jam setelah
makan, test toleransi glukosa oral, HbA 1c, insulin dan C-peptide. Kadar gula darah sewaktu
adalah pemeriksaan kadar gula pada waktu yang tidak ditentukan. Kadar gula darah puasa bila
pemeriksaan dilakukan setelah pasien berpuasa 10 - 12 jam sebelum pengambilan darah atau
sesudah makan 2 jam yang dikenal dengan gula darah 2 jam post-prandial. Pasien DM dalam
pengobatan, tidak perlu menghentikan obat pada saat pemeriksaan gula darah puasa dan tetap
menggunakan obat untuk pemeriksaan gula darah post-prandial. Pemeriksaan kadar gula
darah puasa dipakai untuk menyaring adanya DM, memonitor penderita DM yang
menggunakan obat anti-diabetes; sedangkan glukosa 2 jam post-prandial berguna untuk
mengetahui respon pasien terhadap makanan setelah 2 jam makan pagi atau 2 jam setelah
makan siang. Kadar gula darah sewaktu digunakan untuk evaluasi penderita DM dan
membantu menegakkan diagnosis DM. Selain itu dikenal pemeriksaan kurva harian glukosa
darah yaitu gula darah yang diperiksa pada jam 7 pagi, 11 siang dan 4 sore, yang bertujuan
untuk mengetahui kontrol gula darah selama 1 hari dengan diet dan obat yang dipakai. Pada
pasien dengan kadar gula darah yang meragukan, dilakukan uji toleransi glukosa oral (TTGO).
Pada keadaan ini pemeriksaan harus memenuhi persyaratan :
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien harus makan karbohidrat yang cukup.
2. Tidak boleh minum alkohol.
3. Pasien harus puasa 10 – 12 jam tanpa minum obat, merokok dan olahraga sebelum
pemeriksaan dilakukan.
4. Di laboratorium pasien diberikan gula 75 g glukosa dilarutkan dalam 1 gelas air yang harus
dihabiskan dalam waktu 10 – 15 menit atau 1.75 g per kg berat badan untuk anak.
5. Gula darah diambil pada saat puasa dan 2 jam setelah minum glukosa.
Insulin adalah merupakan hormon yang dihasilkan oleh pankreas pada sel beta pulau
Langerhans. Berkurangnya aktifitas insulin akan menyebabkan terjadinya Diabetes Melitus.
Pemeriksaan aktifitas insulin bila diduga terdapat insufisiensi insulin, peningkatan kadar
insulin pada pasien dengan hipoglikemia. Pengukuran aktifitas insulin ini tidak dipengaruhi
oleh insulin eksogen. Insulin berasal dari pro insulin yang mengalami proteolisis menjadi C-
peptide. C-peptide dipakai untuk mengetahui sekresi insulin basal.
Untuk pemantauan DM dilakukan uji HbA1c. Pemeriksaan ini menunjukkan kadar gula
darah rerata selama 1 – 3 bulan. Dalam keadaan normal, kadar HbA 1c berkisar antara 4 – 6%
dan bila gula darah tidak terkontrol, kadar HbA 1c akan meningkat. Oleh karena itu, penderita
dengan kadar gula darah yang normal bukan merupakan petanda DM terkontrol. DM
terkontrol bila kadar HbA1c normal. Hasil pemeriksaan HbA1c akan lebih rendah dari
sebenarnya bila didapatkan hemoglobinopati seperti thalassemia. Oleh karena itu, penderita
DM sebaiknya melakukan pemeriksaan analisa hemoglobin untuk mengetahui kelainan
tersebut dalam menilai hasil pemeriksaan HbA1c . Akhir – akhir ini uji HbA 1c selain untuk
monitoring pengobatan, dipakai untuk diagnosis DM.
Pankreas menghasilkan enzim amilase dan lipase. Amilase selain dihasilkan oleh
pankreas juga dihasilkan oleh kelenjar ludah dan hati yang berfungsi mencerna
amilum/karbohidrat. Kadar amilase di dalam serum meningkat pada radang pankreas akut.
Pada keadaan tersebut, keadaan amilase meningkat setelah 2 – 12 jam dan mencapai puncak
20 – 30 jam dan menjadi normal kembali setelah 2 – 4 hari. Gejala yang timbul berupa nyeri
hebat pada perut. Kadar amilase ini dapat pula meningkat pada penderita batu empedu dan
pasca bedah lambung.
Lipase adalah enzim yang dihasilkan oleh pankreas yang berfungsi mencerna lemak.
Lipase akan meningkat di dalam darah apabila ada kerusakan pada pankreas. Peningkatan
kadar lipase dan amilase terjadi pada permulaan penyakit pankreatitis, tetapi lipase serum
meningkat sampai 14 hari, sehingga pemeriksaan lipase bermanfaat pada radang pankreas
yang akut stadium lanjut.
Untuk pembentukan hemoglobin dibutuhkan antara lain besi, asam folat dan vit. B12.
Besi merupakan unsur yang terbanyak didapatkan di darah dalam bentuk hemoglobin, serum
iron (SI), total iron binding capacity (TIBC) dan ferritin. Pemeriksaan SI bertujuan
mengetahui banyaknya besi yang ada di dalam serum yang terikat dengan transferin, berfungsi
mengangkut besi ke sumsum tulang. Serum iron diangkut oleh protein yang disebut transferin,
banyaknya besi yang dapat diangkut oleh transferin disebut total iron binding
capacity (TIBC). Saturasi transferin mengukur rasio antara kadar SI terhadap kadar TIBC
yang dinyatakan dalam persen. Ferritin adalah cadangan besi tubuh yang sensitif, kadarnya
menurun sebelum terjadi anemia. Pada anemia tidak selalu terjadi perubahan pada SI, TIBC
dan ferritin tergantung pada penyebab anemia. Pada anemia defisiensi besi, kadar SI dan
saturasi transferin menurun sedangkan TIBC akan meningkat/normal dan cadangan besi tubuh
menurun. Pengukuran asam folat dan vitamin B12 bertujuan untuk mengetahui penyebab
anemia.
Natrium (Na) merupakan kation ekstraseluler terbanyak, yang fungsinya menahan air di
dalam tubuh. Na mempunyai banyak fungsi seperti pada otot, saraf, mengatur keseimbangan
asam-basa bersama dengan klorida (Cl) dan ion bikarbonat. Kalium (K) merupakan kation
intraseluler terbanyak. Delapan puluh – sembilan puluh persen K dikeluarkan oleh urin
melalui ginjal. Oleh karena itu, pada kelainan ginjal didapatkan perubahan kadar K. Klorida
(Cl) merupakan anion utama didalam cairan ekstraseluler. Unsur tersebut mempunyai fungsi
mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh dan mengatur keseimbangan asam-basa.
Kalsium (Ca) terutama terdapat di dalam tulang. Lima puluh persen ada dalam bentuk ion
kalsium (Ca), ion Ca inilah yang dapat dipergunakan oleh tubuh. Protein dan albumin akan
mengikat Ca di dalam serum yang mengakibatkan penurunan kadar ion Ca yang berfungsi di
dalam tubuh. Oleh karena itu untuk penilaian kadar Ca dalam tubuh perlu diperiksa kadar Ca
total, protein total, albumin dan ion Ca.
Fosfor (P) adalah anion yang terdapat di dalam sel. Fosfor berada di dalam serum dalam
bentuk fosfat. Delapan puluh sampai delapan puluh lima persen kadar fosfat di dalam badan
terikat dengan Ca yang terdapat pada gigi dan tulang sehingga metabolism fosfat mempunyai
kaitan dengan metabolisme Ca. Kadar P yang tinggi dikaitkan dengan gangguan fungsi ginjal,
sedangkan kadar P yang rendah mungkin disebabkan oleh kurang gizi, gangguan pencernaan,
kadar Ca yang tinggi, peminum alkohol, kekurangan vitamin D, menggunakan antasid yang
banyak pada nyeri lambung.
2. Hematologi
Dalam sirkulasi darah didapatkan sel darah dan cairan yang disebut plasma. Sel darah
tersebut terdiri dari eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih), trombosit (sel
pembeku darah). Pemeriksaan hematologi adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk
mengetahui kelainan dari kuantitas dan kualitas sel darah merah, sel darah putih dan trombosit
serta menguji perubahan yang terjadi pada plasma yang terutama berperan pada proses
pembekuan darah.
Pemeriksaan pada sel darah meliputi kadar hemoglobin, jumlah eritrosit, hematokrit, nilai
eritrosit rerata (nilai NER), jumlah leukosit dan trombosit. Selain itu pemeriksaan hematologi
meliputi pula hitung retikulosit, hitung eosinofil, aktifitas glucose-6-phosphate
dehydrogenase (G6PD), daya tahan osmotik eritrosit yang dikenal sebagai resistensi osmotik
eritrosit, penetapan fraksi hemoglobin dalam eritrosit yang diperiksa dengan analisa
hemoglobin, pemeriksaan sel lupus eritematosus (LE) serta penetapan golongan darah. Selain
itu, pemeriksaan hematologi yang terpenting adalah pemeriksaan hitung jenis leukosit disertai
dengan penilaian morfologi sel darah yang dapat diketahui dengan pemeriksaan gambaran
darah tepi. Pemeriksaan gambaran darah tepi dapat menilai kelainan bentuk dari eritrosit,
leukosit dan trombosit yang dapat menimbulkan kelainan secara hematologis.
Pemeriksaan hematologi dapat dilakukan secara manual yang memakan waktu cukup
lama dan tidak menunjukkan ketelitian serta ketepatan yang baik. Akhir-akhir ini dengan
perkembangan teknologi dalam bidang laboratorium, jumlah sel darah dapat dihitung dengan
metoda otomatis yang disebut blood cell counter.
3. Imunologi
Insulin-like Growth Factor 1 (IGF-1) adalah faktor pertumbuhan yang mempunyai fungsi
sangat kompleks. Faktor pertumbuhan IGF-1 merupakan perantara terhadap hormon
pertumbuhan, memicu pengambilan asam amino, sintesis protein dan utilisasi penggunaan
glukosa. Faktor pertumbuhan ini diproduksi oleh hati yang membantu kerja dari fungsi
endokrin. Kadar IGF-1 dalam serum meningkat pada saat pertumbuhan dan menurun setelah
dewasa.
Kortisol adalah hormon golongan glikokortikoid yang dihasilkan oleh korteks adrenal atas
pengaruh adrenocorticotropic hormone (ACTH). Hormon ini mempengaruhi metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak ; sebagai anti inflamasi ; mempertahankan tekanan darah ;
memperlambat kerja insulin dan memicu terjadinya glikogenesis di hati. Kadar kortisol di
dalam darah dipengaruhi oleh waktu pengambilan, pada pagi hari kadarnya lebih tinggi dan
rendah pada sore hari. Pemeriksaan kadar kortisol bertujuan untuk mengetahui fungsi korteks
adrenal.
Transferin adalah protein yang tergolong dalam fraksi beta globulin yang dihasilkan oleh
hati. Transferin berfungsi mengangkut besi dari dinding usus atau cadangan besi ke sumsum
tulang untuk pembentukan prekursor eritrosit dan limfosit. Kadar transferin ini meningkat bila
didapatkan defisiensi besi dan menurun pada infeksi menahun, peradangan, penyakit kanker,
penyakit ginjal dengan proteinuria dan penyakit kelainan hati.
Fosfatase asam adalah enzim yang dihasilkan terutama oleh kelenjar prostat dan
didapatkan dalam kadar tinggi di dalam semen. Selain itu, enzim ini didapatkan pula dalam
sumsum tulang, eritrosit, limpa dan hati. Sepertiga sampai seperempat dari kadar fosfatase
asam total serum dihasilkan oleh kelenjar prostat yang disebut sebagai fosfatase asam prostat
yang merupakan isoenzim fosfatase asam. Kadar fosfatase asam dan fosfatase asam prostat ini
meningkat terutama pada kanker prostat, sedangkan kadarnya pada hipertrofi prostat jinak
normal. Setelah prostatic massage atau extensive palpation dapat meningkatkan kadar
fosfatase asam. Pemeriksaan aktifitas fosfatase asam kurang bermanfaat untuk mendeteksi
kanker prostat. Oleh karena itu untuk menentukan adanya kanker prostat lebih baik dilakukan
pengukuran kadar Prostate Spesific Antigen (PSA).
4. Serologi
Pemeriksaan serologi adalah pemeriksaan yang menggunakan serum seperti pemeriksaan
pada dugaan demam dengue. Demam dengue dapat merupakan infeksi pertama kali yang
disebut infeksi primer dan dikenal sebagai demam dengue, serta infeksi kedua kali yang
disebut infeksi sekunder yang dapat menimbulkan penyakit demam berdarah yang dikenal
sebagai Dengue Haemorragic Fever (DHF). Penyakit ini dapat berlanjut dengan renjatan dan
berakhir dengan kematian. Pada demam dengue, pemeriksaan serologi yang tersedia adalah
pemeriksaan antigen NS-1, antibodi dengue IgG dan IgM.
Pemeriksaan antigen NS-1 dengue dapat dilakukan pada hari pertama sampai hari
kesembilan dari demam baik pada infeksi primer maupun infeksi sekunder, sehingga
antigen NS-1 ini merupakan pemeriksaan dini untuk mengetahui adanya infeksi dengan
virus dengue.
Pada infeksi primer didapatkan kadar antibodi IgM setelah hari ke 4 - 5 demam dan
antibodi IgG akan timbul setelah hari ke 14 demam dan bertahan dalam jangka waktu yang
lama. Pada infeksi sekunder, antibodi IgG akan timbul lebih dahulu yaitu 1 – 2 hari setelah
gejala demam timbul dan antibodi IgM akan timbul pada setelah hari ke 5 – 10 demam.
Pemeriksaan antibodi terhadap virus Chikungunya IgM dilakukan terhadap pasien demam
dengan gejala pusing, sakit kepala, nyeri sendi dan ruam berwarna merah pada kulit. Untuk
memastikan perlu dilakukan pemeriksaan antibodi terhadap virus Chikungunya IgM. Bila
hasil negatif sebaiknya diulang 2 – 4 hari kemudian.
Pemeriksaan Widal adalah pemeriksaan yang bertujuan mengetahui adanya demam tifoid
yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A,B,C.
Pemeriksaan Widal sering menunjukkan reaksi silang dengan kuman yang berasal dari usus
sehingga pemeriksaan ini tidak bersifat spesifik. Untuk mendeteksi infeksi dengan Salmonella
typhi yang spesifik dapat diperiksa Salmonella typhi IgM.
Pada infeksi lambung yang disebabkan oleh kuman Helicobacter pylori yang dapat
menyebabkan radang, tukak lambung dan dapat menimbulkan keganasan. Oleh karena itu
adanya infeksi dengan kuman Helicobacter pylori dapat diketahui dengan pemeriksaan
antibodi terhadap H.pylori IgG-IgM.
Penyakit infeksi lain yang banyak di Indonesia adalah infeksi dengan parasit Entamoeba
histolityca yang dapat menyebabkan perdarahan usus bahkan dapat menimbulkan kerusakan
dinding usus (perforasi). Pasien yang diduga pernah mengalami infeksi dengan parasit tersebut
dapat diketahui dengan pemeriksaan antibodi IgG terhadap amoeba.
Terhadap penyakit tuberculosis (TBC), khususnya yang telah menyebar di dalam tubuh
dapat diketahui dengan pemeriksaan antibodi terhadap kuman tuberculosis.
Untuk penyakit syphilis yang disebabkan oleh Treponema pallidum dapat dilakukan
pemeriksaan VDRL/TPHA. VDRL adalah pemeriksaan yang tidak spesifik tetapi cukup
sensitif untuk penyakit syphilis. Tetapi pada beberapa penyakit seperti TBC, kusta, frambusia
dapat menimbulkan hasil positif palsu. Sedangkan syphilis stadium dini dan syphilis stadium
lanjut sering menghasilkan reaksi negatif palsu. Untuk membuktikan seseorang pernah kontak
dengan kuman Treponema pallidum dilakukan pemeriksaan serologi TPHA yang menguji
adanya antibodi spesifik terhadap kuman Treponema pallidum.
Chlamydia trachomatis adalah bakteri Gram negatif yang hidup intraseluler. Infeksi
dengan bakteri ini dapat menimbulkan non-gonorrheal urethritis, lymphogranuloma
venereum, trachoma, neonatal pneumonia dan sindrom Reifer's. Penyakit terbanyak yang
ditimbulkan oleh bakteri ini adalah non-gonorrheal urethritis. Empat puluh persen (40%)
kasus non-gonorrheal urethritis disebabkan oleh infeksi bakteri Chlamydia, 70% kasus pada
wanita menyebabkan infeksi endoserviks dan 50% pada lelaki timbul urethritis asimptomatik.
Pemeriksaan untuk mengetahui adanya infeksi dengan bakteri C. trachomatis dapat dilakukan
dengan mendeteksi antibodi atau antigen C. trachomatis. Pemeriksaan dengan antibodi
terhadap C. trachomatis menggunakan serum atau plasma. Antibodi C. trachomatis ada 2
macam yaitu golongan IgG dan IgM. Deteksi antibodi C. trachomatis IgM mempunyai banyak
kelemahan karena antibodi IgM tidak selalu timbul pada infeksi akut demikian juga dengan
antibodi IgG. Antibodi IgG dapat menimbulkan hasil positif palsu bila terdapat faktor
rheumatoid dalam darah yang mengganggu reaksi pada pemeriksaan.
Virus measles menyebabkan penyakit demam akut pada anak yang sangat menular.
Penyakit ini ditandai oleh radang selaput lendir saluran napas atas disertai ruam pada kulit.
Penyakit ini disertai komplikasi radang paru, telinga dan otak. Pada telinga dapat
menyebabkan hilang pendengaran dan pada wanita hamil infeksi virus Measles dapat
mengakibatkan abortus spontan, kematian janin dan cacat kongenital. Diagnosis penyakit ini
dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan antibodi IgM terhadap virus Measles di
dalam serum pada keadaan akut dan antibodi IgG setelah penyembuhan karena antibodi IgG
ini bertahan dalam waktu yang cukup lama atau akibat vaksinasi.
Infeksi virus Mumps dalam keadaan akut dapat menimbulkan radang kelenjar liur
(parotitis), radang selaput otak (meningitis) dan radang pada testis (orchitis). Untuk
memastikan adanya infeksi akut diperiksa antibodi IgM terhadap virus Mumps dan infeksi
masa lampau diketahui dengan memeriksa antibodi IgG. Antibodi IgG terhadap Mumps
mungkin didapatkan setelah imunisasi 12 – 24 bulan.
5. Mikrobiologi/Penyakit Infeksi
Tidak hanya ditimbulkan oleh mikroorganisme yang menetap di tubuh manusia, suatu
penyakit infeksi juga dapat muncul akibat ditularkan oleh penderita penyakit tersebut.
Penularan ini dapat terjadi melalui kontak langsung atau melalui media perantara, seperti
makanan yang tercemar, udara, air, atau darah. Selain itu, penyakit infeksi juga dapat
ditularkan dari hewan atau serangga.
Pemeriksaan penyakit infeksi akan dilakukan oleh dokter terhadap pasien yang
mengalami gejalanya. Berikut ini adalah sejumlah gejala yang umumnya menjadi penanda
adanya infeksi :
Demam
Batuk
Nyeri otot
Lemas
Diare
Jika Anda mengalami gejala-gejala di atas, dianjurkan untuk menemui dokter dan
menjalani pemeriksaan yang disarankan. Terlebih lagi jika :
Anda sebelumnya digigit hewan atau serangga
Disertai dengan munculnya ruam atau pembengkakan pada kulit
Disertai dengan gangguan penglihatan secara tiba-tiba
Demam yang terjadi berlangsung lama
Disertai dengan sesak napas
Disertai dengan batuk-batuk yang berlangsung lebih dari 1 minggu
Disertai dengan sakit kepala hebat
Tidak ada halangan bagi seseorang untuk menjalani pemeriksaan penyakit infeksi. Akan
tetapi, prosedur ini dapat melibatkan pengambilan sampel darah menggunakan jarum. Oleh
karena itu, bagi pasien yang sedang mengonsumsi obat pengencer darah, akan diminta oleh
dokter untuk menghentikan konsumsi obat tersebut sementara waktu. Selain itu, bagi pasien
yang menderita kelainan pembekuan darah, harus memberitahukan kondisinya tersebut kepada
dokter sebelum menjalani pemeriksaan penyakit infeksi.
Pemeriksaan penyakit infeksi diawali dokter dengan mempelajari gejala yang ada pada
diri pasien. Nyeri dapat menjadi petunjuk penting mengenai sumber infeksi di tubuh pasien.
Selain itu, ruam, batuk, pilek, hidung tersumbat, dan diare, juga membantu dokter dalam
mendiagnosis. Selain mempelajari gejala, dokter juga akan meninjau riwayat medis pasien. Di
antaranya :
Penyakit yang pernah diderita pasien.
Kondisi kesehatan keluarga pasien di rumah dan teman-teman akrabnya.
Prosedur yang pernah dijalani pasien, misalnya bedah atau transplantasi organ, karena hal
tersebut dapat menjadi sarana terjadinya infeksi.
Riwayat imunisasi dan penggunaan obat-obatan yang dapat memengaruhi kondisi sistem
imun pasien, seperti kortikosteroid dan obat imunosupresif.
Setelah itu, jika diperlukan, pemeriksaan penunjang akan dilakukan. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan mengambil sampel untuk diuji di laboratorium. Sampel yang digunakan
umumnya diambil dari :
Darah
Urine
Tinja
Ludah
Lendir tenggorokan
Dahak
Cairan otak dan tulang belakang (serebrosipinal)
Sampel jaringan tubuh
Berikut ini adalah beberapa contoh pemeriksaan penunjang yang dapat disarankan oleh
dokter untuk menentukan penyebab infeksi :
Apusan Gram bakteri. Pemeriksaan dengan mikroskop ini dilakukan untuk mendeteksi
keberadaan bakteri dan menentukan jenis bakteri, Gram positif atau negatif, karena akan
menentukan pengobatan.
Kultur mikroba. Sampel yang sudah diambil dari pasien akan dikultur di laboratorium
dengan menggunakan medium kultur khusus untuk mengidentifikasi mikroba penyebab
penyakit infeksi secara lebih spesifik. Proses kultur mikroba dapat memakan waktu selama
beberapa hari hingga minggu, tergantung kepada tingkat kesulitan bakteri untuk
ditumbuhkan di laboratorium. Beberapa jenis bakteri bahkan ada yang tidak dapat
ditumbuhkan di laboratorium sama sekali, seperti bakteri penyebab sifilis (Treponema
pallidum), sehingga membutuhkan metode diagnosis lain untuk mengidentifikasi penyakit
tersebut.
Tes antibodi. Tes antibodi dilakukan untuk mendeteksi antibodi spesifik yang bereaksi
terhadap mikroba penyebab infeksi. Tes antibodi umumnya menggunakan sampel darah,
namun juga bisa menggunakan sampel dari cairan tubuh lainnya, seperti cairan
serebrospinal. Antibodi berperan untuk mendeteksi mikroba penyebab infeksi, karena
antibodi hanya akan bereaksi spesifik terhadap salah satu jenis mikroba hanya jika terjadi
infeksi. Oleh karena itu, keberadaan antibodi akan menjadi pertanda bahwa pasien sudah
terkena infeksi mikroba tersebut dan memberikan respons imun. Akan tetapi, kelemahan
dari tes ini adalah antibodi tetap ada di dalam sistem imun meskipun mikroba penyebab
infeksi sudah tidak ada di dalam tubuh.
Tes antigen. Antigen adalah bagian dari mikroba yang dapat memicu respons sistem imun
di dalam tubuh, dengan bereaksi terhadap antibodi. Dengan kata lain, keberadaan mikroba
dapat diketahui dengan mendeteksi antigen Tes ini dapat digunakan untuk mengetahui
penyebab infeksi yang tidak dapat dilakukan dengan metode kultur mikroba. Misalnya
bakteri sifilis atau virus. Antigen umumnya diperoleh dari sampel darah yang kemudian
direaksikan dengan antibodi spesifik untuk mengidentifikasi jenis antigen yang
menyebabkan infeksi pada pasien.
Tes resistensi terhadap antimikroba. Tes dilakukan untuk mengetahui obat antimikroba
yang paling efektif dalam mengobati infeksi, dan mengetahui apakah mikroba penyebab
infeksi sudah memiliki ketahanan atau resistensi terhadap obat yang akan digunakan. Tes
resistensi antimikroba juga dilakukan dengan melakukan kultur mikroba, kemudian
ditambahkan jenis obat antimikroba yang akan digunakan. Hasil dari tes ini dapat menjadi
pertimbangan bagi dokter untuk menentukan obat mana yang akan diberikan kepada pasien.
Tes genetik mikroba. Tes ini dilakukan dengan cara mendeteksi keberadaan DNA atau
RNA spesifik milik mikroba penyebab infeksi. Tes ini dapat memberikan hasil lebih akurat
dan cepat dibanding dengan kultur mikroba, dikarenakan tidak harus menunggu mikroba
untuk tumbuh terlebih dahulu.
Selain metode pemeriksaan di atas, pasien juga dapat menjalani tes penunjang lainnya
sebagai pendukung untuk memberikan diagnosis yang lebih akurat. Contohnya adalah foto
Rontgen, MRI, CT scan, dan biopsi.
1. Fiksasi ; bertujuan agar jaringan diusahakan mati secepatnya sehingga tidak terjadi
perubahan pasca mati (autolisis post mortem) sehingga struktur jaringan sampel dapat
dipertahankan seperti saat sampel masih hidup.
2. Preparasi organ atau jaringan target dari sampel ; Seluruh organ target dalam
pemeriksaaan dimasukkan dalam embedding cassete.
3. Dehidrasi ; Tahap ini merupakan proses menarik air dari jaringan dengan menggunakan
bahan kimia tertentu.
4. Clearing ; Tahap ini bertujuan untuk menghilangkan bahan kimia dehidrasi sehingga
contoh sampel menjadi transparan.
5. Infiltrasi ; Teknis histologi ini untuk menyusupkan paraffin ke dalam jaringan sampel
untuk menggantikan xylol yang telah hilang, sehingga sampel tidak rusak waktu
pemotongan dengan mikrotom.
6. Teknik embedding ; Sampel yang sudah diiris pada bagian yang mengalami perubahan
dimasukkan kedalam cassete embedding yang sudah diberi label dengan menggunakan
pensil.
7. Pemotongan ; Pemotongan dilakukan dengan menggunakan mikrotom dengan ketebalan
irisan 4-6 um.
8. Pewarnaan jaringan dan sediaan preparat ; Pewarnaan ini dipergunakan dengan teknik
pewarnaan ganda haematoksilin dengan eosin.
9. Pengamatan ; Pengamatan hasil untuk diagnosis dengan metode komparasi dibawah
mikroskop cahaya pada pembesaran 100-1000 x
Laboratorium Sitopatologi
Sitologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari sel yang berasal dari tubuh
manusia baik yang terlepas sendiri (exfoliated) dari permukaan epitel atau yang diambil dari
berbagai tempat dengan cara tertentu. Berperan untuk menentukan perubahan struktur sel
dikenal dengan istilah sitologi diagnostik. Bahan-bahan yang dapat diperiksa Sitologi : Urine,
dahak, cairan lambung, cairan pleura, ascites, cairan sendi, cairan cerebrospinal, mukosa alat
kelamin wanita, aspirasi jaringan tumor.
Didalam pelayanan pemeriksaan laboratorium Patologi Anatomi, pemeriksaan sitologi
dibagi dalam 2 bagian yaitu (1) pemeriksaan sitologi exfoliatif misalnya PAP Smear adalah
pemeriksaan sitologi dari apusan cervix uteri ,(2) Sitologi aspiratif atau FNAB (Fine needle
aspirasi biopsi) adalah tindakan medik untuk mengambil sel dari suatu kelainan organ dengan
needle ukuran 22-25 Gauge. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan adanya tumor atau
keradangan.
FNAB /BAJAH (Sitologi Aspiratif) sudah dilakukan sejak dibukanya pelayanan
laboratorium Patologi Anatomi di RSUDTN, Boalemo yaitu April 2017. Sebagian besar
pemeriksaan ini dilakukan sebelum operasi dan pemeriksaan ini lebih sederhana,lebih cepat
dan tidak terlalu intervesif sedangkan untuk pemeriksaan sitologi exfoliatif misalnya PAP
Smear baru dapat dilaksanakan mulai September 2017, pemeriksaan PAP Smear merupakan
salah satu pemeriksaan preventif yang berperan untuk deteksi dini kanker Rahim selain itu
pula dapat menjadi follow up pasca pengobatan. Pap smear berbeda dengan pemeriksaan IVA
(Inspeksi Visual Asam Asetat). Pada Pap smear adalah pemeriksaan yang berfungsi
mendeteksi perubahan sel-sel leher Rahim (ecto dan endocervix atau bagian luar dan dalam
cervix) sedangkan pada IVA adalah pemeriksaan leher Rahim dengan cara melihat langsung
dengan mata telanjang permukaan leher Rahim (cervix) setelah memulas dengan larutan asam
acetat 3-5%.
Deteksi dini adalah upaya untuk medeteksi dan mengidentifikasi secara dini adanya
kanker sehingga diharapkan dapat diterapi dan memiliki peluang lebih besar untuk sembuh
(80-90%). Berdasarkan data SIRS (System informasi Rumah sakit Indonesia) 2010 bahwa
kanker payudara dan kanker leher Rahim merupakan jenis kanker tertinggi. Pada pasien rawat
inap maupun rawat jalan diseluruh Rumah Sakit di Indonesia dengan proporsi sebesar 28,7%
untuk kanker payudara dan kanker leher Rahim 12,8%.
https://www.biomedika.co.id/
[2]. No Name. 2020. “Hal-hal Seputar Pemeriksaan Infeksi yang Perlu Anda Tahu”
https://www.alodokter.com/hal-hal-seputar-pemeriksaan-penyakit-infeksi-yang-perlu-anda-tahu
http://labpatologianatomi.blogspot.com/2013/01/histopatologi.html
[5]. Dr. Fadhli Rizal Makarim. 2019. “Mengenal Lebih Dekat Mikrobiologi Klinik”.
https://www.halodoc.com/mengenal-lebih-dekat-mikrobiologi-klinik
http://annasyalala.blogspot.com/2013/06/lab-parasitologi-yang-representatif_7935.html