Anda di halaman 1dari 11

RESUME ANALISA HASIL

LABORATORIUM
MATERI :
1. PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA PENDERITA DIABETES
MELLITUS
2. PEMERIKSAAN GLUKOSA DENGAN METODE POCT
Dosen : Dr. Sussylawati Sp. PK

ARUM NAFILAH

NIM : P17334122508

DIV ALIH JENJANG LABORATORIUM MEDIK 2022

MATERI 1
PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS

DIABETES MELLITUS

Penyakit khronis peningkatan kadar glukosa darah akibat gangguan metabolisme. Organ
pankreas tidak mampu memproduksi insulin dengan cukup ( gangguan fungsi insulin)

Beberapa mekanisme terjadinya DM :


1. Hormon Insulin = regulasi, sekresi, uptake dan breakdown Insulin
2. Beta cells pankreas = Kerusakan sel beta

Jenis DM :

DM Tipe I
- Terjadi karena produksi insulin rendah atau bahkan tidak ada pembentukan insulin sama
sekali
- DM tipe I ini bisa terjadi akibat genetik misal sedari kecil kadar insulin rendah sehingga
tergantung pada obat insulin, auto imun.
DM Tipe II
- Terjadi karena faktor didapat sesuai kondisi. Kadar Insulin dapat normal, meningkat atau
menurun
- Khas ditandai dengan insulin resisten
- Sensitifitas sel terhadap insulin menurun
- Kegagalan fungsi pankreas sehingga pelepasan insulin lambat atau tidak mencukupi
- Terjadi pada usia > 40 tahun
- Kasus bisa terjadi pada anak kecil karena konsumsi makanan tinggi karbohidrat

HIPERLIPIDEMI PADA DM
Penurunan dari enzim pemecah lemak yang kerjanya dipengaruhi oleh Insulin hingga terjadi
penumpukan lemak. Meski kadar glukosanya sudah terkontrol karena sudah terdapat timbunan
trigliserida dan kolestrol di dalam sel, sementara HDL yang berfungsi membawa kolestrol untuk
dimetabolisme kadarnya rendah.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PEMERIKSAAN GULA DARAH
Ambang ginjal : adalah batas kemampuan ginjal mereabsorbsi glukosa. Pada keadaan normal,
ginjal akan mereabsorbsi glukosa darah sampai kadar tertentu, sehingga glukosa dalam urine
tidak ditemukan.
Ambang ginjal: - normal 10 mmol / l atau 180 mg /dl glukosa darah
- meningkat pada usia tua
- menurun pada penyakit tubulus ginjal berat, kehamilan

1. TEST TOLERANSI GLUKOSA (ORAL ATAU IV)

2
a. OGTT (Oral Test Toleransi Glukosa)
- Dilakukan pada pasien sehat dan tidak ada keluhan
- Aktifitas normal, tidak berlebihan
- Tidak boleh minum obat diabetes atau obat lain yang mempengaruhi kadar glukosa
- Tidak minum alcohol (gangguan pengeluaran glukosa oleh hati = rendah palsu)
- Saat test tidak merokok dan minum alcohol
Tujuan OGTT :
Mengetahui berapa lama glukosa yang diberikan akan habis di dalam darah
Indikasi OGTT :
Diabetes, Resistensi insulin, Hypoglycaemia reactive, kelainan metabolisme karbohidrat
Persiapan Pemeriksaan OGTT :
- Pasien berpuasa 10 – 14 jam
- Dilakukan pada pagi hari
- Pasien diberi minum 75 gr glukosa atau 100 gr glukosa pada wanita hamil. Dan
diminum dalam 5 menit
- Periksa kadar glukosa puasa, setelah ½ jam,1, 2 dan 3 jam
Nilai rujukan OGTT :

2. IVGTT ( INTRA VENA GLUKOSA TOLERANSI TEST)


- Dilakukan pada pasien yang tidak dapat minum glukosa secara oral
- Persiapan pasien puasa selama 10 – 14 jam sebelum pemeriksaan
- Pasien mendapat suntikan glukosa 50 % secara intra venous
- Dilakukan pemeriksaan glukosa setiap jam selama 3 jam

Penyebab Hypoglikemia Berulang / Persisten


- Hormon insulin berlebihan (Hiperinsulinaemia)
- Kekurangan hormone (GH, ACTH, Glukagon, Kortisol, Tiroid)
- Kelainan metabolisme karbohidrat, asam amino, dan asam lemak secara heriditer
- Abnormalitas homeostasis glukosa menyebabkan menurunnya konsentrasi glukosa
plasma secara terus menerus
- Umumnya akan menimbulkan gejala pada kadar glukosa < 50 mg/dl ( 2,8 mmol/L)
- Bila terjadi dalam jangka panjang = kerusakan neurologis yg menyebabkan keterbelangan
mental, kejang berulang, keterlambatan perkembangan, gangguan kepribadian dan
merusak fungsi kardiovaskuler

3
Pemeriksaan Gula Lainnya : (saat pemeriksaa Perhatikan persiapan pasien, tehnik
pengambilan sampel, jenis sampel dll)
- Glukosa Puasa
- Glukosa 2 jam pp
- Glukosa sewaktu

Faktor Mempengaruhi Pemeriksaan Glukosa :


- Lama puasa - Jenis sampel yang digunakan (WB,
- Asupan karbohidrat plasma, serum) :
- Cafein  Darah vena (serum/plasma)
- Riwayat obat-obatan  Darah kapiler (Alat
- Trauma Glukometer)
- Usia  Kadar glukosa pada plasma
- Aktifitas lebih tinggi ( 10 – 15% ) dari
- Berat badan pada kadar WB
- Konsumsi alkohol - Waktu pemeriksaan
- Sampel lisis

Jenis Alat Pemeriksaan Glukosa


- SPEKTROFOTOMETRI (sampel serum atau plasma)
- POCT (darah kapiler / WB)
Faktor yang mempengaruhi hasil glukosa dari kapiler (POCT)
• Hematokrit • Gagal ginjal khronik
• Anemia • Polisitemia
• Dehidrasi/ hemokonsentrasi • Hemodilusi

PEMERIKSAAN URINE GLUKOSA DAN KETON


Bahan pemeriksaan :
• Urine ( glukosa urine dan keton )
• Darah (keton )
Perhatikan factor factor yang mempengaruhi pemeriksaan urine.
- Urine lama : Glukosa, benda keton menurun (negatip palsu)
- Gunakan selalu urine baru dengan batas waktu ≤ 2 jam

PEMERIKSAAN HBA1C
Satuannya %, menunjukkan persentase glycated hemoglobin dan mencerminkan pengendalian
glukosa darah pada pasien DM selama beberapa bulan terakhir.

Tujuan pemeriksaan :
- Monitoring kadar glukosa dalam waktu lama

4
- Monitoring pasien diabet / Pre diabet
- Skrining pre diabet / diabetes

Tehnik pemeriksaan : (Pilih metode pem yang sudah terstandarisasi, misal oleh IFCC)
- High performance liquid chromatography (HPLC)
- Immunoassay
- Enzymatic
- Capilarry electrophoresis

Faktor yang mempengaruhi kadar HbA1c : Perdarahan, Transfusi darah, Anemia, Penyakit ginjal
khronis, Penyakit liver, Terapi Erythropoitin

Nilai rujukan HBA1C : 4 – 5,9 %


Kadar tinggi : DM tidak terkontrol = berhubungan dengan penyakit cardiovasculer, nephropathy,
retinopathy
Kadar rendah : G6PD anemia, Anemia hemolitik mis Thalassemia

HBA1C dikenal EAG (Estimated Average Glukosa)


- Rumus matematik untuk mengkonversi hasil HbA1c menjadi Estimated Average Glucose
(eAG).
- Tujuannya pendekatan kontrol glikemik oleh pasien
- EAG = (HbA1c x 28.7) - 46,7
- EAG tidak bisa digunakan pada Wanita hamil, Kondisi lain anemia hemolitik, gangguan
ginjal, dan gangguan hepar.
- Rumus eAG masih dalam perdebatan ,karena belum ada cukup bukti untuk
merekomendasikan atau melarang penggunaan eAG dalam praktik sehari-hari. Tetapi ada
beberapa peneliti yang menyarankan utk mencantumkan nilai eAG pada pemerikaan
HBA1C, tujuannya untuk memudahkan pasien mengkontrol keberhasilan terapinya

PEMERIKSAAN MIKROALBUMINURIC
Terjadi akibat peningkatan permeabilitas glomerulus ginjal terhadap albumin. Marker kerusakan
ginjal

Bahan pemeriksaan : urine sewaktu (dianjurkan urine pagi yang baru) atau urine 24 jam
Metode Pemeriksaan : dengan albumin spesific dipstick atau dengan alat otomatik
- Biasanya hasil dalam bentuk ratio albumin dengan creatinin urine (ACR = Albumin
Creatinine Ratio)

Hal yang perlu diperhatikan saat melakukan pemeriksaan mikroalbuminuric :


- Tidak boleh melakukan aktifitas yang berat 24 jam sebelum melakukan test
- Bila ditemukan mikroalbuminuria, test diulang pada 3 - 6 bulan berikutnya

5
- Hasil ACR kurang akurat pada orang yang mempunyai massa otot berlebih atau yang
sangat sedikit
- Pilihlah reagen kreatinin yang sdh terstandarisasi
- Hindari penggunaan sampel urine lama

Nilai rujukan Mikroalbuminuric :

PEMERIKSAAN C PEPTIDE
Dibentuk oleh sel beta pancreas. Jumlah produksinya sama dengan produksi insulin (marker
produksi insulin)
Tujuan pemeriksaan :
- Untuk membedakan tipe I dan tipe II DM
- Mengetahui produksi insulin alamiah ( pada penderita terapi insulin)
- Insulin resisten
- Diagnosis hypoglikemia (DM Tipe II atau tumor pankreas )
Metode pemeriksaan : ELISA, RIA atau EIA
Persiapan pemeriksaan : Puasa 12 jam (termasuk obat obatan)
Nilai rujukan C Peptide : 0,51 – 2,72 ng/ml

HOMA IR (The Hemostatis Model Assesment Insulin Resisten)


Fungsi : Mengetahui ada tidaknya resistensi Insulin
Perhitungan :

Nilai rujukan HOMA IR :


- Normal < 2,77
- Resistensi insulin ≥ 2,77

Penilaian Homa IR dilakukan pada minggu pertama dan minggu ke 12

PEMERIKSAAN INSULIN
Mekanisme yang mendasari resistensi insulin:

6
- Faktor genetic
- Defek primer pada sel taget
- Auto antibody terhadap insulin
- Degradasi insulin yang berlangsung cepat
Indikasi pemeriksaan : pasien hypoglikemia , keadaan produksi insulin yang abnormal.
Persyaratan pemeriksaan : Puasa 8 jam
Metode pemeriksaan : Elisa, RIA atau EIA
Nilai rujukan pemeriksaan insulin : 5 – 20 mcU / ml ( microUnit per milliliter)

KESIMPULAN
 Tipe DM : ada yaitu tipe I (jarang ) dan tipe II (terbanyak)
 Penyebab DM adalah produksi insulin yang tidak mencukupi atau gangguan fungsi
insulin
 Pemeriksaan laboratorium pada DM adalah pemeriksaan glukosa darah, glukosa urine,
benda keton, HBA1C, mikroalbuminuria, C peptide, Homa IR dan Insulin
 Selalu lakukan pemeriksaan Quality Control sebelum pemeriksaan serum pasien
 Perhatikan faktor faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium
 Selalu perhatikan Standard Operasional Prosedur pada pemeriksaan laboratorium,
sehingga didapatkan hasil yang akurat dan terpecaya.

7
MATERI 2

PEMERIKSAAN GLUKOSA DENGAN METODE POCT

POINT OF CARE TESTING (POCT)


Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan didekat pasien atau disamping tempat tidur pasien.
Bedside test volume sampel (darah atau urin) sedikit.

Jenis pemeriksaan POCT :


- Gula Darah 90%
- Analisa Gas Darah dan Elektrolit
- Koagulasi Rapid (Prothombin Time/INR)
- Rapid Cardiac Marker
- Test carik celup urine 41%
- Test kehamilan
- Darah samar
- Hb & Ht
- Antigen test
- Cholesterol
- HbA1c

Perbedaan POCT
Dulu Sekarang
- Sampel : kapiler (WB) - Sampel : kapiler (WB) dan vena (serum)
- Tidak ada kontrol - Ada kontrol
- Tidak connect SIL (umumnya) - Bisa connect SIL ( beberapa merk )

Manfaat pemeriksaan POCT


Hasil pemeriksaan lebih cepat, dipakai pada kasus emergency dapat digunakan untuk memantau
kondisi kesehatan seseorang secara mandiri.
Masalah : hasil sering tidak akurat

POCT
- Bukanlah pengganti layanan laboratorium konvensional
- Layanan tambahan untuk sebuah laboratorium klinik
- Dalam operasinya, layanan ini dilaksanakan di dekat pasien (bedside test)
- Pertanggungjawaban dan operasinya tetap dilakukan oleh petugas yang berwenang dari
Laboratorium Klinik selain untuk tetap menjamin kualitas dari hasil yang diberikan, juga
untuk menjamin bahwa hasil yang didapat tetap tercatat dalam sistem informasi

8
laboratorium (SIL), karena alat-alat POCT saat ini umumnya belum terkoneksi langsung
dengan SIL.
- Kalibrasi dan kontrol terhadap alat yang digunakan dilakukan oleh petugas laboratorium
klinik dengan prosedur yang telah ditetapkan dan dibandingkan dengan hasil dari
peralatan standar yang ada di laboratorium klinik
- Kesalahan banyak terjadi karena dilakukan oleh operator yang tidak kompeten

Perbedaan
Lab. Pusat POCT
- Tenaga laboratorium - Tenaga non-lab
- Serum/plasma - Whole blood
- Darah vena - Kapilar
- Wet chemistry - Dry chemistry, biosensor
- Kuantitatif - Kualitatif/semikuantitatif/kuantitatif terbatas
- Pelaporan : nilai serum/plasma - Pelaporan : nilai WB

POCT GLUKOSA
Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Pemeriksaan Glukosa
Pra-analitik :
- Persiapan pasien
- Specimen collection
- Jenis & volume spesimen
- Penanganan spesimen
- Kondisi spesimen (hemolitik, lipemik)
- Antikoagulan
Analitik :
Quality management :
- Penanganan reagen
- Kalibrasi alat
- QC (PMI dan PME)
- Maintenance
Interferences :
- Lingkungan : cahaya, suhu, kelembaban
- Kondisi pasien : Ht, PO2, Perfusi jaringan
- Obat-obatan : as. Askorbat, asetaminofen, dopamin, maltose

Pasca-analitik :
- Error data
- Rentang pengukuran
- Nilai kritis

9
Presisi & akurasi :
- Sumber kesalahan : Pra-analitik dan Operator (Training berkesinambungan)

Produsen Alat Mengunggulkan Produknya Dengan Presisi Dan Akurasi Yang Baik
1. CLSI ( Clinical Laboratory Standard International):
- ≥ 75 mg/dL : perbedaannya 20%
- < 75 mg/dL : perbedaannya ± < 15 mg/dL

2. ADA (American Diabetes Asociation) :


- 1987-1994 : POCT vs Lab.pusat < 15%
- 1996 : < 5%

3. IFCC (International Frederation of Clinical Chemistry)


Pelaporan hasil glukosa plasma bergantung pada teknik pengukuran : Menggunakan
faktor 1,11 dari hasil glukosa WB
Tujuan : harmonisasi hasildan mengurangi misjudgement

Pada keadaan tertentu dapat ditemukan :


Glukosa Puasa : kapilar > vena (2-5 mg/dL)
Glukosa Post-prandial : kapilar > vena (20-25%)

Dipengaruhi metode enzymatic yang dipakai :


Enzim GLDH (Glutamat Dehidrogenase) , tidak dapat membedakan xylose / bukan = false tinggi
Enzim GLDH-PQQ (Glutamat dehidrogenase PyroQuinoline Quinone), tidak dapat membedakan
maltose, Imunoglobulin, galaktose, icodextrin, xylose = false tinggi

Note : Perbedaan hasil POCT dengan pemeriksaan alat otomatis (wet reagen) sangat berbahaya
pada keadaan hypoglycaemi, bisa menyebabkan kematian terutama pada bayi.

Hematokrit :
Sebagian besar alat mempunyai rentang Ht : 20 - 60%
- Ht < = glukosa >
- Ht > = glukosa < Efek
Ht : 4 - 30% utk setiap perubahan 10% Ht

Tekanan partial Oksigen (PO2)


Pada glukose-meter GOD :
Oksigen mempengaruhi reaksi (berkompetisi untuk mengikat elektron)

10
- Pasien terapi oksigen = hasil lebih rendah
- PO2 rendah pada spesimen vena = hasil lebih tinggi

Hasil Palsu
- Hasil tinggi palsu: Serum/plasma, Darah vena, Suhu tinggi (>40°C), Kelembaban tinggi
(>90%), Ht rendah, Antikoagulan : NaF
- Hasil rendah palsu: Shock, dehidrasi, inadekuat, vaskularisasi, Hipotensi berat As.
Askorbat, Alkohol, Ht >>, PO2 >>, Sampel sedikit, Suhu rendah <15°,viskositas >>,
Pemeriksaan terlambat

Sumber Kesalahan POCT


Sumber kesalahan :
- Operator belum kompeten
- Tidak paham prosedur –
- Kualitas reagen & alat (QC)
Regulasi tidak jelas Bukan tugas utama petugas non - laboratorium Hasil keputusan terapi
Pemeliharaan alat & reagen :
- Baterai sudah lemah
- Alat tidak dibersihkan
- Reagen tidak pada suhu yg tepat
- Reagen/kontrol kadaluarsa

KESIMPULAN
POCT merupakan layanan tambahan
POCT glukosa dipengaruhi oleh :
- Jenis sampel ( plasma/serum, atau whole blood)
- Metode yang dipakai
- Hematokrit ◦
- PO2
- Kondisi fisik seperti dehidrasi, shock
- Suhu dan kelembaban
Pencegahan : Lakukan kalibrasi, maintenance dan pemeriksaan QC rutin untuk POCT. Bila hasil
pemeriksaan meragukan, ulang dengan menggunakan alat fotometer (wet reagen)

11

Anda mungkin juga menyukai