menyebabkan
kesalahan
dalam
penatalaksanaan
penderita
DM.
(Sudoyo,2006)
2. Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa
Metode pemeriksaan gula darah meliputi metode reduksi, enzimatik, dan
lainnya. Yang paling sering dilakukan adalah metode enzimatik, yaitu metode
glukosa oksidase (GOD) dan metode heksokinase. (Sudoyo,2006)
Metode GOD banyak digunakan saat ini. Akurasi dan presisi yang baik
(karena enzim GOD spesifik untuk reaksi pertama), tapi reaksi kedua rawan
interferen (tak spesifik). Interferen yang bisa mengganggu antara lain bilirubin,
asam urat, dan asam askorbat. (Sudoyo,2006)
Metode heksokinase juga banyak digunakan. Metode ini memiliki akurasi dan
presisi yang sangat baik dan merupakan metode referens, karena enzim yang
digunakan spesifik untuk glukosa.Untuk mendiagosa DM, digunakan kriteria dari
konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia tahun 1998 (PERKENI 1998).
f. Metode Kolorimetri: waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena tidak
dipengaruhi non-glycosylated ataupun glycosylated labil. Kerugiannya waktu
lama, sampel besar, dan satuan pengukuran yang kurang dikenal oleh klinisi,
yaitu m mol/L.
Interpertasi Hasil Pemeriksaan HbA1C
HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena
itu, HbA1C bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada
penderita DM (glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA 1C-nya )
sejak 3 bulan lalu (umur eritrosit). HbA1C meningkat: pemberian Tx lebih intensif
untuk menghindari komplikasi. (Sudoyo,2006)
Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA 1C (terkontrol): 4%-5,9%.4 Jadi,
HbA1C penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau
belum.1,18 Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan
sekali. (Sudoyo,2006)
4. Pemeriksaan untuk Memantau Komplikasi DM
Komplikasi spesifik DM: aterosklerosis, nefropati, neuropati, dan retinopati.
Pemeriksaan laboratorium bisa dilakukan untuk memprediksi beberapa dari
komplikasi spesifik tersebut, misalnya untuk memprediksi nefropati dan
gangguan aterosklerosis. (Sudoyo,2006)
Pemeriksaan Mikroalbuminuria
Pemeriksaan untuk memantau komplikasi nefropati: mikroalbuminuria serta
heparan sulfat urine (pemeriksaan ini jarang dilakukan).Pemeriksaan lainnya
yang rutin adalah pemeriksaan serum ureum dan kreatinin untuk melihat fungsi
ginjal. (Sudoyo,2006)
Mikroalbuminuria: ekskresi albumin di urin sebesar 30-300 mg/24 jam atau
sebesar 20-200 mg/menit. Mikroalbuminuria ini dapat berkembang menjadi
makroalbuminuria. Sekali makroalbuminuria terjadi maka akan terjadi penurunan
yang menetap dari fungsi ginjal. Kontrol DM yang ketat dapat memperbaiki
mikroalbuminuria pada beberapa pasien, sehingga perjalanan menuju ke nefropati
bisa diperlambat. Pengukuran mikroalbuminuria secara semikuantitatif dengan
menggunakan strip atau tes latex agglutination inhibition, tetapi untuk memonitor
pasien tes-tes ini kurang akurat sehingga jarang digunakan. Yang sering adalah
cara kuantitatif: metode Radial Immunodiffusion (RID), Radio Immunoassay
(RIA), Enzym-linked Immunosorbent assay (ELISA), dan Immunoturbidimetry.
Metode kuantitatif memiliki presisi, sensitivitas, dan range yang mirip, serta
semuanya menggunakan antibodi terhadap human albumin. Sampel yang
digunakan untuk pengukuran ini adalah sampel urine 24 jam. (Sudoyo,2006)
Interpretasi Hasil Pemeriksaan Mikroalbuminuria
Menurut Schrier et al (1996), ada 3 kategori albuminuria, yaitu albuminuria
normal
(<20
mg/menit),
mikroalbuminuria
(20--200
mg/menit),
Overt
pemeriksaan
laboratorium
infeksi,
sering
dibutuhkan
kultur
(pembiakan), misalnya kultur darah, kultur urine, atau lainnya. Pemeriksaan lain
yang juga seringkali dibutuhkan adalah pemeriksaan kadar insulin puasa dan 2
jam PP untuk melihat apakah ada kelainan insulin darah atau tidak. Kadangkadang juga dibutuhkan pemeriksaan lain untuk melihat gejala komplikasi dari
DM, misalnya adanya gangguan keseimbangan elektrolit dan asidosis/alkalosis
metabolik maka perlu dilakukan pemeriksaan elektrolit dan analisa gas darah.
Pada keadaan ketoasidosis juga dibutuhkan adanya pemeriksaan keton bodies,
misalnya aceton/keton di urine, kadar asam laktat darah, kadar beta hidroksi
butarat dalam darah, dan lain-lainnya. Selain itu, mungkin untuk penelitian masih
dilakukan pemeriksaan biomolekuler, misalnya HLA (Human Lymphocyte
Antigen) serta pemeriksaan genetik lain. (Sudoyo,2006)
Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. 2006.
Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.