1966 PDF
1966 PDF
Disusun Oleh :
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun Oleh :
ALEXANDER NIM L2A004013
SYARIFUDDIN HARAHAB NIM L2A004119
Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
ii
Kata Pengantar
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan Laporan Tugas Akhir dengan judul
“Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman D.I.Y” dapat
terselesaikan.
Penyusunan Laporan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus
ditempuh setiap mahasiswa dan merupakan tahap akhir dalam menyelesaikan
pendidikan tingkat sarjana program strata satu (S1) pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Diponegoro Semarang.
Dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini tidak lepas dari bimbingan dan
bantuan dari beberapa pihak, maka pada kesempatan ini ingin menyampaikan rasa
terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Ir. Sri Sangkawati, MS., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro.
2. Ibu Ir. Hj. Sri Eko Wahyuni, MS, selaku Dosen Pembimbing I.
4. Bapak Ir. M. Agung Wibowo, MM. M.Sc. Phd, selaku dosen wali (2153).
iii
Kata Pengantar
10. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah membantu
secara moral dan material dalam menyelesaikan penulisan laporan Tugas Akhir
ini.
Kami menyadari bahwa dalam menyusun Tugas Akhir ini masih jauh dari
sempurna, baik dari segi pembahasan, segi pengkajian maupun cara penyusunan, hal
tersebut karena keterbatasan kemampuan kami, maka dari itu kami harapkan pendapat,
saran dan kritik yang membangun demi penyusunan masa yang akan datang.
Akhir harapan kami, semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita
semua dan terutama bagi penyusun sendiri untuk pedoman dan bekal kami melakukan
tugas.
Penyusun
1. Alexander
L2A 004 013
2. Syarifuddin Harahab
L2A 004 119
iv
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR TABEL
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR TABEL
Tabel 4.10. Curah hujan rencana Metode Log Pearson III untuk periode ulang T tahun
Tabel 4.11. Intesitas curah hujan
Tabel 4.12. Perhitungan debit banjir rencana Metode Haspers
Tabel 4.13. Debit rencana periode ulang T tahun Metode Der Weduwen
Tabel 4.14. Perhitungan resesi unit hidrograf
Tabel 4.15. Intesitas curah hujan jam-jaman Metode Gama I
Tabel 4.16. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 2 tahun
Tabel 4.17. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 5 tahun
Tabel 4.18. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang `10 tahun
Tabel 4.19. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 25 tahun
Tabel 4.20. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 50 tahun
Tabel 4.21. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 100 tahun
Tabel 4.22. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 200 tahun
Tabel 4.23. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 1000 tahun
Tabel 4.24 Perhitungan hidrograf banjir PMP
Tabel 4.25 Rekapitulasi perhitungan banjir rancangan Metode HSS Gama I
Tabel 4.26 Debit rencana periode ulang T tahun metode HSS gama I
Tabel 4.27. Rekapitulasi debit banjir rencana
Tabel 4.28. Curah hujan bulanan rata-rata stasiun Beran. Santan dan Bronggang
Tabel 4.29. Kelembaman relatif Stasiun Klimatologi Plunyon
Tabel 4.30. Kelembaman relatif Stasiun Klimatologi Plambongan
Tabel 4.31. Rata-rata kelembaman relatif
Tabel 4.32. Suhu udara (oC) Stasiun Klimatologi Plunyon
Tabel 4.33. Suhu udara (oC) Stasiun Klimatologi Plambongan
Tabel 4.34. Rata-rata suhu udara (oC)
Tabel 4.35. Kecepatan angin (km/hari) Stasiun Klimatologi Plunyon
Tabel 4.36. Kecepatan angin (km/hari) Stasiun Klimatologi Plambongan
Tabel 4.37. Rata-rata kecepatan angin (km/hari)
Tabel 4.38. Sinar matahari (%) Stasiun Klimatologi Plunyon
Tabel 4.39. Sinar matahari (%) Stasiun Klimatologi Plambongan
Tabel 4.40. Rata-rata sinar matahari (%)
Tabel 4.41. Perhitungan evaporasi Metode Penman
Tabel 4.42. Perhitungan debit andalan tahun 1987
Tabel 4.43. Perhitungan debit andalan tahun 1988
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 5.39. Pehitungan gaya uplift pressure kondisi muka air normal
Tabel 5.40. Perhitungan gaya hidrostatis keadaan muka air normal
Tabel 5.41. Perhitungan tekanan tanah
Tabel 5.42. Rekapitulasi gaya pada tubuh pelimpah keadaan normal
Tabel 5.43. Perhitungan gaya akibat berat sendiri
Tabel 5.44 . Perhitungan gaya akibat gempa
Tabel 5.45. Perhitungan rembesan dan tekanan air tanah kondisi muka air banjir
Tabel 5.46. Pehitungan gaya uplift pressure kondisi muka air banjir
Tabel 5.47. Perhitungan gaya hidrostatis
Tabel 5.48. Perhitungan tekanan tanah
Tabel 5.49. Rekapitulasi gaya-gaya yang bekerja pada tubuh pelimpah
Tabel 5.50. Perhitungan garis rembesan lane kondisi Normal
Tabel 5.51. Perhitungan Debit Berdasarkan Prosentase Bukaan Pintu
Tabel 6.1. Mutu Beton
Tabel 6.2. Ukuran dan Bentuk Penahan Air
Tabel 6.3. Perletakan Lantai Jembatan
Tabel 7.1. Perhitungan Volume Pekerjaan
Tabel 7.2. Daftar Harga Satuan Upah Pekerja
Tabel 7.3. Daftar Harga Satuan Sewa Alat
Tabel 7.4. Daftar Harga Satuan Bahan Bangunan
Tabel 7.5. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Pembersihan dan Pembongkaran
Tabel 7.6. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Pengukuran dan Pematokan
Tabel 7.7. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Pasangan batu kosong tanpa pasir
Tabel 7.8. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Pasangan batu 1 : 4 (termasuk siar 1:3) dengan
pasir muntilan
Tabel 7.9. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Bekisting (acuan beton)
Tabel 7.10.Daftar Harga Satuan Pekerjaan Beton K-225
Tabel 7.11. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Baja tulangan U-24
Tabel 7.12. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Pipa Ralling Jembatan
Tabel 7.13. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Pasang Paving Block abu-abu K-400, dengan
tebal pas muntilan 6 cm
Tabel 7.14. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Gebalan Rumput
Tabel 7.15. Daftar Harga Satuan Pekerjaan galian tanah biasa dibuang di sekitar lokasi
proyek (dengan alat)
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 7.16. Daftar Harga Satuan Pekerjaan urugan bekas tanah galian(dipadatkan dengan alat
sederhana)
Tabel 7.17. Rekapitulasi Harga Satuan Pekerjaan
Tabel 7.18. Perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Tabel 7.19. Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Tabel 7.20. Analisis Kebutuhan Tenaga Kerja
x
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR GAMBAR
pelimpah .................................................................................................. 87
Gambar 2.26. Penampang memanjang bangunan pelimpah ........................................... 87
Gambar 2.27. Ambang bebas (Sodibyo,1993) ............................................................... 88
Gambar 2.28. Ambang bebas (Sodibyo,1993) ............................................................... 89
Gambar 2.29. Skema penampang memanjang saluran peluncur .................................... 90
Gambar 2.30. Bagian berbentuk terompet dari saluran peluncur pada
bangunan pelimpah ................................................................................. 91
Gambar 2.31. Bentuk kolam olakan datar tipe I USBR.................................................. 93
Gambar 2.32. Bentuk kolam olakan datar tipe II USBR ................................................ 94
Gambar 2.33. Bentuk kolam olakan datar tipe III USBR ............................................... 95
Gambar 2.34. Bentuk kolam olakan datar tipe IV USBR ............................................... 96
Gambar 2.35. Peredam energi tipe bak tenggelam (Bucket) ......................................... 96
Gambar 2.36. Grafik untuk mencari jari-jari minimum (Rmin) bak .............................. 97
Gambar 2.37. Grafik untuk mencari batas minimum tinggi air hilir .............................. 97
Gambar 2.38. Batas minimum tinggi air hilir ................................................................. 98
Gambar 2.39. Komponen bangunan penyadap tipe standar ........................................... 100
Gambar 2.40. Skema perhitungan untuk lubang-lubang penyadap ................................ 103
Gambar 2.38. Bangunan penyadap menara .................................................................... 104
Gambar 2.39. Tekanan hidrostatis yang bekerja pada bidang bulat
yang miring ............................................................................................. 105
Gambar 3.1. Bagan alir tugas akhir .............................................................................. 112
Gambar 4.1. Pengaruh 4 dan 3 stasiun hujan dan DAS Embung Tambakboyo ............ 114
Gambar 4.2. Sketsa penentuan jumlah dan pertemuan sungai ................................... 134
Gambar 4.3. Grafik hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Gama I .................................... 137
Gambar 4.4. Rekapitulasi hidrograf banjir rancangan .................................................. 149
Gambar 4.5. Potongan melintang Bendung Pulodadi ................................................... 150
Gambar 4.6. Grafik hubungan elevasi dengan volume genangan dan luas .................. 183
Gambar 4.7. Grafik flood routing periode ulang 50 tahun ............................................ 187
Gambar 4.8. Grafik flood routing PMF ......................................................................... 190
Gambar 4.9. Grafik flood routing periode ulang 1000 tahun ........................................ 193
Gambar 4.10. Neraca Air Embung Tambakboyo ........................................................... 200
Gambar 5.1. Tinggi jagaan (free board) ....................................................................... 203
Gambar 5.2. Panjang lintasan ombak effektif ............................................................... 205
Gambar 5.3. Grafik perhitungan metode SMB (Suyono Sosrodarsono, 1989) ............ 207
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
BAB I PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
Lokasi embung terletak pada posisi 7o45’431” – 7 45’703” LS dan 110o 24’739” – 110
25’066” BT di meandering Sungai Tambakboyo, Kelurahan Wedomartani, Kecamatan
Ngemplak, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Untuk lebih
jelasnya lokasi tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.
Lokasi Proyek
Laporan Tugas Akhir ini disusun dalam 8 bab, di mana pokok bahasan untuk tiap bab adalah
sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Menguraikan mengenai tinjauan umum, latar belakang, maksud dan tujuan, lokasi
perencanaan, ruang lingkup penulisan serta sistematika penulisan.
BAB II
DASAR TEORI
Dasar teori ini dimaksudkan untuk memaparkan secara singkat mengenai dasar-dasar teori
perencanaan embung yang akan digunakan dalam perhitungan konstruksi dan bangunan
pelengkapnya. Dalam perhitungan dan perencanaan embung, ada beberapa acuan yang harus
dipertimbangkan untuk mengambil suatu keputusan. Untuk melengkapi perencanaan embung
ini, maka digunakan beberapa standar antara lain : Tata Cara Penghitungan Struktur Beton
SK SNI T-15-1991-03, Penentuan Beban Gempa pada Bangunan Pengairan, 1999/2000,
Panduan Perencanaan Bendungan Urugan, Juli 1999, Peraturan Muatan Indonesia 1970 serta
beberapa standar lainnya.
Curah hujan pada suatu daerah merupakan faktor yang menentukan besarnya debit banjir
yang terjadi pada daerah yang menerimanya. Analisis hidrologi dilakukan untuk
mendapatkan karakteristik hidrologi dan meteorologi daerah aliran sungai. Tujuannya adalah
untuk mengetahui karakteristik hujan, debit air yang ekstrim maupun yang wajar yang akan
digunakan sebagai dasar analisis selanjutnya dalam pelaksanaan detail desain.
masing-masing stasiun hujan tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh
stasiun hujan di seluruh area.
R1 R2 ... Rn n
Ri
R =
n
= n
i 1
............................................................................ (2.01)
Dimana :
R = curah hujan rata-rata DAS (mm)
R1, R2, Rn = curah hujan pada setiap stasiun hujan (mm)
n = banyaknya stasiun hujan
A2
1
A4 3
A1 A3
4
A5 A7
A6
5 6 7
Gambar 2.1 Metode Poligon Thiessen
R1 R2 R R4 R Rn1
A1 3 A2 ................ n An
R 2 2 2 .......................... (2.04)
A1 A2 ....... An
Dimana :
R = Curah hujan rata-rata (mm)
R1, R2, ......., Rn = Curah hujan di garis Isohyet (mm)
A1, A2, ….. , An = Luas bagian yang dibatasi oleh Isohyet-Isohyet (km2)
Jika stasiun hujannya relatif lebih padat dan memungkinkan untuk membuat garis
Isohyet maka metode ini akan menghasilkan hasil yang lebih teliti. Peta Isohyet harus
mencantumkan sungai-sungai utamanya, garis-garis kontur dan mempertimbangkan
topografi, arah angin, dan lain-lain di daerah bersangkutan. Jadi untuk membuat peta
Isohyet yang baik, diperlukan pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang cukup
(Sosrodarsono, 2003).
Batas DAS
Stasiun hujan
Kontur tinggi hujan
A1 A3 A4 A5 A6
A2
50 mm 60 mm 70 mm
10 mm 40 mm
20 mm 30 mm
analisis frekuensi perhitungan hujan rencana ini dilakukan secara berurutan sebagai
berikut :
a. Parameter statistik
b. Pemilihan jenis sebaran
c. Uji kecocokan sebaran
d. Perhitungan hujan rencana
a. Parameter Statistik
Parameter yang digunakan dalam perhitungan analisis frekuensi meliputi parameter nilai
rata-rata ( X ), standar deviasi ( S d ), koefisien variasi (Cv), koefisien kemiringan (Cs) dan
koefisien kurtosis (Ck).Perhitungan parameter tersebut didasarkan pada data catatan tinggi
hujan harian rata-rata maksimum 20 tahun terakhir.
Nilai rata-rata
X
X i
............................................................................................ (2.05)
n
Dimana :
X = nilai rata-rata curah hujan
Xi = nilai pengukuran dari suatu curah hujan ke-i
Standar deviasi
Ukuran sebaran yang paling banyak digunakan adalah deviasi standar. Apabila penyebaran
sangat besar terhadap nilai rata-rata maka nilai Sd akan besar, akan tetapi apabila
penyebaran data sangat kecil terhadap nilai rata-rata maka nilai Sd akan kecil. Jika
dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagi berikut (Soewarno, 1995) :
X
n
2
i X
Sd i 1
.......................................................................... ..... (2.06)
n 1
Dimana :
Sd = standar deviasi curah hujan
Koefisien variasi
Koefisien variasi (coefficient of variation) adalah nilai perbandingan antara standar deviasi
dengan nilai rata-rata dari suatu sebaran. Koefisien variasi dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut (Soewarno, 1995) :
Sd
Cv = .............................................................................................. (2.07)
X
Dimana :
Cv = koefisien variasi curah hujan
Sd = standar deviasi curah hujan
Koefisien kemencengan
Koefisien kemencengan (coefficient of skewness) adalah suatu nilai yang menunjukkan
derajat ketidak simetrisan (assymetry) dari suatu bentuk distribusi. Jika dirumuskan dalam
suatu persamaan adalah sebagi berikut (Soewarno, 1995) :
Untuk populasi : Cs ................................................................. (2.08)
3
a
Untuk sampel : Cs 3
................................................................. (2.09)
Sd
3
1 n
X i
n i 1
................................................................. (2.10)
n 3
n
n 1n 2
a Xi X ................................................................. (2.11)
i 1
Dimana :
Cs = koefisien kemencengan curah hujan
Xi = curah hujan ke i
n = jumlah data curah hujan
a, = parameter kemencengan
Koefisien kurtosis
Koefisien kurtosis adalah suatu nilai yang menunjukkan keruncingan dari bentuk kurva
distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal yang mempunyai Ck = 3
yang dinamakan mesokurtik, Ck < 3 berpuncak tajam yang dinamakan leptokurtik,
sedangkan Ck > 3 berpuncak datar dinamakan platikurtik.
Leptokurtik
Leptokurtik
Mesokurtik
Mesokurtik
Platikurtik
C k i 1 4
................................................................................ (2.13)
Sd
dan untuk data yang sudah dikelompokkan
1 n
Xi X
n i 1
4
fi
Ck 4
........................................................... ................ (2.14)
Sd
Dimana :
Ck = koefisien kurtosis curah hujan
Sd = standar deviasi
Cs ≈ 0
Normal
Ck ≈ 3
Cs ≤ 1,1396
Gumbel Tipe I
Ck ≤ 5,4002
Cs ≈ 3Cv + Cv3
Log normal
Cv ≈ 0
(Sumber : Sutiono. dkk)
S =
( X i X )2
................................................................................................ (2.16)
n 1
Hubungan antara periode ulang T dengan YT dapat dihitung dengan rumus :
untuk T 20, maka : Y = ln T
T 1
Y = -ln ln ................................................................................................ (2.17)
T
Dimana :
XT = nilai hujan rencana dengan data ukur T tahun.
X = nilai rata-rata hujan
S = standar deviasi (simpangan baku)
YT = nilai reduksi variat ( reduced variate ) dari variabel yang diharapkan
terjadi pada periode ulang T tahun. Tabel 2.4.
Yn = nilai rata-rata dari reduksi variat (reduce mean) nilainya tergantung dari
jumlah data (n). Tabel 2.2.
Sn = deviasi standar dari reduksi variat (reduced standart deviation) nilainya
Tabel 2.2 Reduced mean (Yn) untuk Metode Sebaran Gumbel Tipe 1
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220
20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5300 0,5820 0,5882 0,5343 0,5353
30 0,5363 0,5371 0,5380 0,5388 0,5396 0,5400 0,5410 0,5418 0,5424 0,5430
40 0,5463 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5468 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481
50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518
60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545
70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567
80 0.5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585
90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599
100 0,5600
( Sumber:CD. Soemarto,1999)
Tabel 2.3 Reduced Standard Deviation (Sn) untuk Metode Sebaran Gumbel Tipe 1
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565
20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0315 1,0961 1,1004 1,1047 1,1080
30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388
40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1574 1,1590
50 1,1607 1,1923 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734
60 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844
70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,1930
80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001
90 1,2007 1,2013 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2046 1,2049 1,2055 1,2060
100 1,2065
( Sumber:CD.Soemarto, 1999)
Tabel 2.4 Reduced Variate (YT) untuk Metode Sebaran Gumbel Tipe 1
Periode Ulang (Tahun) Reduced Variate
2 0,3665
5 1,4999
10 2,2502
20 2,9606
25 3,1985
50 3,9019
100 4,6001
200 5,2960
500 6,2140
1000 6,9190
5000 8,5390
10000 9,9210
(Sumber : CD.Soemarto,1999)
log Xi
i 1
log(X ) ………………………………………….........……... (2.19)
n
Dimana :
log(X ) = harga rata-rata logaritmik
n = jumlah data
Xi = nilai curah hujan tiap-tiap tahun (R24 maks)
3. Menghitung harga standar deviasinya dengan rumus berikut :
log Xi log X
n
2
Sd i 1
………………………………….....……..... (2.20)
n 1
Dimana :
Sd = standar deviasi
4. Menghitung koefisien skewness (Cs) dengan rumus :
log Xi log( X )
n
3
i 1
Cs …..………………………………….......…...... (2.21)
n 1n 2Sd 3
Dimana :
Cs = koefisien skewness
5. Menghitung logaritma hujan rencana dengan periode ulang T tahun dengan rumus :
Log (XT) = log(X) + K .Sd ……………………………….......…………...... (2.22)
Dimana :
XT = curah hujan rencana periode ulang T tahun
K = harga yang diperoleh berdasarkan nilai Cs
6. Menghitung koefisien kurtosis (Ck) dengan rumus :
n
n 2 log Xi log( X )
4
i 1
Ck …………………………………......……….... (2.23)
n 1n 2n 3Sd 4
Dimana :
Ck = koefisien kurtosis
Sebaran Normal
Digunakan dalam analisis hidrologi, misal dalam analisis frekuensi curah hujan, analisis
statistik dari distribusi rata-rata curah hujan tahunan, debit rata-rata tahunan dan
sebagainya. Sebaran normal atau kurva normal disebut pula sebaran Gauss. Probability
Density Function dari sebaran normal adalah :
1 X 2
P X
1 _
2
e ................................................................................. (2.25)
2
Dimana :
P ( X ) = nilai logaritmik dari X atau log (X)
= 3,14156
E = 2,71828
X = variabel acak kontinu
= rata-rata nilai X
= standar deviasi nilai X
Untuk analisis kurva normal cukup menggunakan parameter statistik dan . Bentuk
kurvanya simetris terhadap X = dan grafiknya selalu di atas sumbu datar X, serta
mendekati (berasimtot) sumbu datar X, dimulai dari X = + 3 dan X-3 . Nilai mean
= modus = median. Nilai X mempunyai batas - <X<+ .
Luas dari kurva normal selalu sama dengan satu unit, sehingga :
1 X 2
P X
1 _
2
2
e dx 1,0 ................................................. (2.26)
Apabila nilai X adalah standar, dengan kata lain nilai rata-rata = 0 dan deviasi standar
= 1,0, maka Persamaan 2.29 dapat ditulis sebagai berikut :
1
t2
Pt
1
e 2
..................................................................................................... (2.28)
2
Dengan
X
t ................................................................................. ............... ................ (2.29)
Persamaan 2.28 disebut dengan sebaran normal standar (standard normal distribution).
Tabel 2.6 menunjukkan wilayah luas di bawah kurva normal, yang merupakan luas dari
bentuk kumulatif (cumulative form) dan sebaran normal.
Tabel 2.6 Wilayah Luas Di bawah Kurva Normal
1 0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09
-3,4 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0003 0,0002
-3,3 0,0005 0,0005 0,0005 0,0004 0,0004 0,0004 0,0004 0,0004 0,0004 0,0003
-3,2 0,0007 0,0007 0,0006 0,0006 0,0006 0,0006 0,0006 0,0005 0,0005 0,0005
-3,1 0,0010 0,0009 0,0009 0,0009 0,0008 0,0008 0,0008 0,0008 0,0007 0,0007
-3,0 0,0013 0,0013 0,0013 0,0012 0,0012 0,0011 0,0011 0,0011 0,0010 0,0010
-2,9 0,0019 0,0018 0,0017 0,0017 0,0016 0,0016 0,0015 0,0015 0,0014 0,0014
-2,8 0,0026 0,0025 0,0024 0,0023 0,0022 0,0022 0,0021 0,0021 0,0020 0,0019
-2,7 0,0036 0,0034 0,0033 0,0032 0,0030 0,0030 0,0029 0,0028 0,0027 0,0026
-2,6 0,0047 0,0045 0,0044 0,0043 0,0040 0,0040 0,0039 0,0038 0,0037 0,0036
-2,5 0,0062 0,0060 0,0059 0,0057 0,0055 0,0054 0,0052 0,0051 0,0049 0,0048
-2,4 0,0082 0,0080 0,0078 0,0075 0,0073 0,0071 0,0069 0,0068 0,0066 0,0064
-2,3 0,0107 0,0104 0,0102 0,0099 0,0096 0,0094 0,0094 0,0089 0,0087 0,0084
-2,2 0,0139 0,0136 0,0132 0,0129 0,0125 0,0122 0,01119 0,0116 0,0113 0,0110
-2,1 0,0179 0,0174 0,0170 0,0166 0,0162 0,0158 0,0154 0,0150 0,0146 0,0143
-2,0 0,0228 0,0222 0,0217 0,0212 0,0207 0,0202 0,0197 0,0192 0,0188 0,0183
-1,9 0,0287 0,0281 0,0274 0,0268 0,0262 0,0256 0,0250 0,0244 0,0239 0,0233
-1,8 0,0359 0,0352 0,0344 0,0336 0,0329 0,0322 0,0314 0,0307 0,0301 0,0294
-1,7 0,0446 0,0436 0,0427 0,0418 0,0409 0,0401 0,0392 0,0384 0,0375 0,0367
-1,6 0,0548 0,0537 0,0526 0,0516 0,0505 0,0495 0,0485 0,0475 0,0465 0,0455
-1,5 0,0668 0,0655 0,0643 0,0630 0,0618 0,0606 0,0594 0,0582 0,0571 0,0559
Dimana :
XT = besarnya curah hujan dengan periode ulang T tahun.
X = curah hujan rata-rata (mm)
S = Standar Deviasi data hujan harian maksimum
Kt = Standard Variable untuk periode ulang t tahun yang besarnya
diberikan pada Tabel 2.8
Tabel 2.8 Standard Variable (Kt) untuk Metode Sebaran Log Normal
T
Kt T (Tahun) Kt T (Tahun) Kt
(Tahun)
1 -1.86 20 1.89 90 3.34
2 -0.22 25 2.10 100 3.45
3 0.17 30 2.27 110 3.53
4 0.44 35 2.41 120 3.62
5 0.64 40 2.54 130 3.70
6 0.81 45 2.65 140 3.77
7 0.95 50 2.75 150 3.84
8 1.06 55 2.86 160 3.91
9 1.17 60 2.93 170 3.97
10 1.26 65 3.02 180 4.03
11 1.35 70 3.08 190 4.09
12 1.43 75 3.60 200 4.14
13 1.50 80 3.21 221 4.24
14 1.57 85 3.28 240 4.33
15 1.63 90 3.33 260 4.42
( Sumber : CD.Soemarto,1999)
2 2
Parameter h merupakan variabel acak. Peluang untuk mencapai nilai h sama atau
lebih besar dari pada nilai Chi-Square yang sebenarnya ( 2 ). Suatu distrisbusi dikatakan
selaras jika nilai 2 hitung < 2 kritis. Nilai 2 kritis dapat dilihat di Tabel 2.8. Dari
hasil pengamatan yang didapat dicari penyimpangannya dengan Chi-Square kritis paling
kecil. Untuk suatu nilai nyata tertentu (level of significant) yang sering diambil adalah 5
%.
Prosedur uji kecocokan Chi-Square adalah :
1. Urutkan data pengamatan (dari besar ke kecil atau sebaliknya).
2. Kelompokkan data menjadi G sub-group, tiap-tiap sub-group minimal terdapat lima
buah data pengamatan.
3. Hitung jumlah pengamatan yang teramati di dalam tiap-tiap sub-group (Oi).
4. Hitung jumlah atau banyaknya data yang secara teoritis ada di tiap-tiap sub-group
(Ei).
5. Tiap-tiap sub-group hitung nilai :
(Oi Ei ) 2
Oi Ei dan
Ei
(Oi Ei ) 2
6. Jumlah seluruh G sub-group nilai Ei
untuk menentukan nilai Chi-
Square hitung.
7. Tentukan derajat kebebasan dk = G-R-1 (nilai R=2, untuk distribusi normal dan
binomial, dan nilai R=1, untuk distribusi Poisson) (Soewarno, 1995).
Derajat kebebasan yang digunakan pada perhitungan ini adalah dengan rumus sebagai
berikut :
Dk = n – 3 ................................................................................................... (2.32)
Dimana :
Dk = derajat kebebasan
n = banyaknya data
b. Menurut Sherman
Rumus yang digunakan (Soemarto, 1999) :
a
I= ....................................................................................................................... (2.35)
tb
n n n n
i 1 i 1
n n n
c. Menurut Talbot
Rumus yang dipakai (Soemarto, 1999) :
a
I = .................................................................................................... (2.38)
(t b )
i
n n n n
(i.t ) i 2 i 2 .t
j 1 j 1 j 1 i 1
a = 2
................................................................... (2.39)
n
n
n i i
2
j 1 j 1
n n n
( i ) i .t n i 2 .t
j 1 j 1 j 1
b = 2
.............................................................. (2.40)
n
n
n i 2 i
j 1 j 1
Dimana :
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
t = lamanya curah hujan (menit)
a,b = konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah
aliran
n = banyaknya pasangan data i dan t
d. Menurut Ishiguro
Rumus yang digunakan (Soemarto, 1999) :
a
I= .......................................................................................................... (2.41)
t b
i i
n n n n
( i.
j 1
t ) i 2
j 1 j 1
2
. t
j 1
a= 2
............................................................. (2.42)
n
n
n i 2 i
j 1 j 1
n n n
j 1
(i ) i. t n i 2 . t
j 1 j 1
b= 2
.............................................................. (2.43)
n
n
n i 2
i
j 1 j 1
Dimana :
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
t = lamanya curah hujan (menit)
a,b = konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah
aliran
n = banyaknya pasangan data i dan t
pendekatan yang dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya PMP (Chay Asdak,
1995), yaitu :
yang berjangka panjang dan besarnya Km juga ditentukan oleh faktor lain selain nilai
tengah data hujan tahunan maksimum dan lama waktunya hujan. Besarnya PMP untuk
perencanaan embung adalah PMP/3, sedangkan untuk perencanaan DAM sama dengan
besarnya PMP.
Rn 67,65
qn ............................................................................................. (2.48)
240 t 1,45
4,1
1 ................................................................................................ (2.49)
q n 7
Dimana :
Qt = Debit banjir rencana (m3/det)
Rn = Curah hujan maksimum (mm/hari) dengan kemungkinan tak
terpenuhi n%
= Koefisien pengaliran atau limpasan (run off) air hujan
= Koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan DAS
qn = Debit persatuan luas atau curah hujan dari hasil perhitungan Rn
(m3/det.km2)
t = Waktu konsentrasi (jam)
A = Luas daerah pengaliran (km2) sampai 100 km2
L = Panjang sungai (km)
I = Gradien sungai atau medan
Dimana :
f = luas ellips yang mengelilingi DPS dengan sumbu panjang tidak lebih
dari 1,5 kali sumbu pendek (km 2 )
t = waktu konsentrasi (jam)
L = Panjang sungai (Km)
I = kemiringan rata-rata sungai
Intensitas Hujan
Untuk t < 2 jam
tR 24
Rt ....................................................... (2.54)
t 1 0.0008 (260 R 24)(2 t ) 2
Untuk 2 jam t <19 jam
tR 24
Rt ....................................................................................................... (2.55)
t 1
Untuk 19 jam t 30 jam
Hujan maksimum ( q n )
Rn
qn ....................................................................................................... (2.57)
3,6 t
Dimana :
t = Waktu konsentrasi (jam)
Qt = Debit banjir rencana (m3/det)
Rn = Curah hujan maksimum (mm/hari)
qn = Debit persatuan luas (m3/det.km2)
c. Menghitung luas daerah pengaliran, panjang sungai dan gradien sungai untuk
DAS.
d. Menghitung nilai waktu konsentrasi.
e. Menghitung koefisien reduksi, intensitas hujan, debit persatuan luas dan debit
rencana.
Perkiraan debit puncak banjir tahunan rata-rata, berdasarkan ketersediaan data dari
suatu DPS, dengan ketentuan :
1. Apabila tersedia data debit, minimal 10 tahun data runtut waktu maka, MAF
dihitung berdasarkan data serial debit puncak banjir tahunan.
2. Apabila tersedia data debit kurang dari 10 tahun data runtut waktu, maka MAF
dihitung berdasarkan metode puncak banjir di atas ambang (Peak over a
threshold = POT).
3. Apabila dari DPS tersebut, belum tersedia data debit, maka MAF ditentukan
dengan persamaan regresi, berdasarkan data luas DPS (AREA), rata-rata tahunan
dari curah hujan terbesar dalam satu hari (APBAR), kemiringan sungai (SIMS),
dan indeks dari luas genangan seperti luas danau, genangan air, waduk (LAKE).
Dimana :
AREA = Luas DAS.(km2)
PBAR = Hujan terpusat rerata maksimum tahunan selama 24 jam. (mm),
dicari dari peta isohyet.
APBAR = Hujan rerata maksimum tahunan yang mewakili DAS selama 24
jam.(mm)
ARF = Faktor reduksi.
MSL = Jarak terjauh dari tempat pengamatan sampai hulu sungai.(Km)
SIMS = Indek kemiringan
LAKE = Index danau ( 0 s/d 0.25).
MAF = Debit rerata maximum tahunan.(m3/dtk)
QT = Debit rancangan. (m3/dtk)
GF = Growth faktor
Kurva naik merupakan garis lurus, sedangkan kurva turun dibentuk oleh persamaan
sebagai berikut :
t
Qt Qp e k ................................................................................................... (2.63)
tr (-t/k)
T Qt = Qp.e
t
tp
Qp
TR t
Tb
Gambar 2.4 Sketsa Hidrograf satuan sintetik Gama I
Dimana :
Qt = debit yang diukur dalam jam ke-t sesudah debit puncak dalam
(m³/det)
Qp = debit puncak dalam (m³/det)
T = waktu yang diukur dari saat terjadinya debit puncak (jam)
K = koefisien tampungan dalam jam
Dimana :
Qp = debit puncak (m3/det)
JN = jumlah pertemuan sungai yaitu jumlah seluruh pertemuan sungai di
dalam DAS
TR = waktu naik (jam)
A = luas DAS (km2).
X-A=0,25L
WL
X-B=0,75L
B WF=WU/WL
A WU
Au
RUA=Au/A
Dimana :
WU = Lebar DAS diukur di titik sungai berjarak 0,75 L dari titik kontrol
(km)
WL = Lebar DAS diukur di titik sungai berjarak 0,25 L dari titik kontrol
(km)
A = Luas Daerah Aliran Sungai (km2)
AU = Luas Daerah Aliran Sungai di hulu garis yang ditarik tegak lurus
garis hubung antara titik kontrol dengan titik dalam sungai, dekat
titik berat DAS (km2)
H = Beda tinggi antar titik terjauh sungai dengan titik kontrol (m)
WF = WU/ WL
RUA = AU /DAS
SN = Jml L1/L
= Nilai banding antara jumlah segmen sungai tingkat satu dengan
jumlah segmen sungai semua tingkat
= Kerapatan jaringan = Nilai banding panjang sungai dan luas DAS
JN = Jumlah pertemuan anak sungai didalam DAS
Koefisien tampungan(k)
k 0,5617.A 0,1798 .S 0,1446 .SF 1, 0897 .D 0,0452 ............................................................ (2.67)
Dimana :
A = Luas Daerah Aliran Sungai (km2)
S = Kemiringan Rata-rata sungai diukur dari titik kontrol
SF = Faktor sumber yaitu nilai banding antara panjang sungai tingkat satu
dan jumlah panjang sungai semua tingkat
D = Jml L/DAS
Dalam pemakaian cara ini masih ada hal-hal lain yang perlu diperhatikan, di
antaranya sebagai berikut :
1. Penetapan hujan efektif untuk memperoleh hidrograf dilakukan dengan
menggunakan indeks-infiltrasi. Ø index adalah menunjukkan laju kehilangan air
hujan akibat depresion storage, inflitrasi dan sebagainya. Untuk memperoleh
indeks ini agak sulit, untuk itu dipergunakan pendekatan tertentu (Barnes, 1959).
Perkiraan dilakukan dengan mempertimbangkan pengaruh parameter DAS yang
secara hidrologi dapat diketahui pengaruhnya terhadap indeks infiltrasi (Sri Harto,
1993):
Persamaan pendekatannya adalah sebagai berikut :
= 10,4903 3,859 x106. A2 1,6985 x10 13 ( A / SN ) 4 ................................... (2.68)
b. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi terbatas dihitung dari evapotranpirasi potensial Metode Penman,
dE/Eto = (m/20) x (18-n) ............................................................................... (2.70)
dE = (m/20) x (18-n) x Eto ....................................................... ......... (2.71)
Etl = Eto – dE ........................................................................................ (2.72)
Dimana :
dE = selisih evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi
terbatas.
Eto = evapotranspirasi potensial.
Etl = evapotranspirasi terbatas.
m = prosentase lahan yang tidak ditutupi vegetasi.
= 10 - 40 % untuk lahan yang tererosi.
= 30 – 50 % untuk lahan pertanian yang diolah.
d. Limpasan (run off) dan tampungan air tanah (ground water storage)
V (n) = k.V (n-1) + 0,5 (l-k).I(n) ............................................................ (2.76)
dVn = V (n) – V (n-1) ........................................................................... (2.77)
Dimana :
V (n) = volume air bulan ke-n
V (n-1) = volume air tanah bulan ke-(n-1)
k = faktor resesi aliran tanah diambil antara 0 – 0,1
I = koefisien infiltrasi diambil antara 0 – 1,0
Harga k yang tinggi akan memberikan resesi lambat seperti kondisi geologi lapisan bawah
yang lulus air. Koefisien infiltrasi ditaksir berdasarkan kondisi porositas tanah dan
kemiringan lahan. Lahan porus mempunyai infiltrasi yang lebih tinggi dibandingkan tanah
lempung berat. Lahan yang terjal menyebabkan air tidak sempat berinfiltrasi ke dalam
tanah sehingga koefisien infiltrasi akan kecil.
e. Aliran Sungai
Aliran dasar = infiltasi – perubahan volume air dalam tanah.
B (n) = I – dV (n) ………………………………………………. …….... (2.78)
Aliran permukaan = volume air lebih – infiltrasi.
D (ro) = WS – I …………………………………………………… ………… (2.79)
Aliran sungai = aliran permukaan + aliran dasar
Run off = D (ro) + B (n) ………………………………………………. (2.80)
aliransungai
Debit = xluasDAS ……………………………… (2.81)
satubulan(dtk )
1. Erosivitas Hujan
Penyebab utama erosi tanah adalah pengaruh pukulan air hujan pada tanah. Hujan
menyebabkan erosi tanah melalui dua jalan, yaitu pelepasan butiran tanah oleh
pukulan air hujan pada permukaan tanah dan kontribusi hujan terhadap aliran. Pada
metode USLE, prakiraan besarnya erosi dalam kurun waktu per tahun (tahunan), dan
dengan demikian, angka rata-rata faktor R dihitung dari data curah hujan tahunan
sebanyak mungkin dengan menggunakan persamaan :
n
R EI / 100 X ........................................................................................ (2.82)
i 1
Dimana :
Besarnya EI proporsional dengan curah hujan total untuk kejadian hujan dikalikan
dengan intensitas hujan maksimum 30 menit. Faktor erosivitas hujan didefinisikan
sebagai jumlah satuan indeks erosi hujan dalam setahun. Nilai R yang merupakan
daya rusak hujan dapat ditentukan dengan persamaan yang dilaporkan Bols (1978)
dengan menggunakan data curah hujan bulanan di 47 stasiun penakar hujan di Pulau
Jawa dan Madura yang dikumpulkan selama 38 tahun. Persamaannya sebagai berikut
(Asdak, 2002) :
n
EI30
R ............................................................................ ................... (2.83)
i 1 X
Dimana :
R = indeks erosivitas hujan (KJ/ha/tahun)
n = jumlah kejadian hujan dalam kurun waktu satu tahun
EI 30 = indeks erosi bulanan (KJ/ha)
Sudah ada kondisi tanah yang sudah dibajak tetapi tidak ditanami, eksponen K
berkisar antara 1,1 s/d 1,2. Menurut Weischmer menyatakan bahawa nilai faktor LS
dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
a. Untuk kemiringan lereng lebih kecil 20 % :
L
LS x(0,76 0,53 0,076S 2 ) ............................................................... (2.85)
100
Dalam sistem metrik rumus :
L
LS x(1,36 0,965S 0,138S 2 ) ................................................. .......... (2.86)
100
Nilai faktor LS sama dengan 1 jika panjang lereng 22 meter dan kemiringan
lereng 9 %. Panjang lereng dapat diukur pada peta topografi, tetapi untuk
menentukan batas awal dan ujung dari lereng mengalami kesukaran. Atas dasar
pengertian bahwa erosi dapat terjadi dengan adanya run off (overland flow), maka
panjang lereng dapat diartikan sebagai panjang lereng overland flow.
(A
i 1
i Ci )
C DAS n
.................................................................…..... (2.88)
A
i 1
i
Untuk suatu sub DAS yang memiliki komposisi tata guna lahan/ vegetasi tanaman
yang cenderung homogen, maka nilai C dari tata guna lahan/ vegetasi yang dominan
tersebut akan diambil sebagai nilai C rata – rata.
Pendugaan laju sedimentasi potensial yang terjadi di suatu DAS dihitung dengan
persamaan Weischmeier dan Smith, 1958 sebagai berikut :
S-Pot = E-Akt x SDR............................................................................................... (2.92)
Dimana :
SDR = Sedimen Delivery Ratio
S-Pot = sedimentasi potensial
E-Akt = erosi aktual (erosi yang tejadi
Kebutuhan air non domestik untuk kota dapat dibagi dalam beberapa kategori antara lain :
(Ditjen Cipta Karya, 2000)
Kota kategori I (metro)
Kota kategori II (kota besar)
Kota kategori III (kota sedang)
Kota kategori IV (kota kecil)
Kota kategori V (desa)
Kebutuhan air bersih non domestik untuk kategori I sampai dengan V dan beberapa sektor
lain adalah sebagai berikut:
Tabel 2.13 Kebutuhan air non domestik kota kategori I,II,II dan IV
No SEKTOR NILAI SATUAN
1 Sekolah 10 Liter/murid/hari
2 Rumah sakit 200 Liter/bed/hari
3 Puskesmas 2000 Liter/hari
4 Masjid 3000 Liter/hari
5 Kantor 10 Liter/pegawai/hari
6 Pasar 12000 Liter/hektar/hari
7 Hotel 150 Liter/bed/hari
8 Rumah makan 100 Liter/tempat duduk/hari
9 Kompleks militer 60 Liter/orang/hari
10 Kawasan industri 0,2-0,8 Liter/detik/hari
11 Kawasan pariwisata 0,1-0,3 Liter/detik/hari
Perhitungan resapan air ini megggunakan Rumus praktis untuk menentukan besarnya
volume resapan air kolam embung, sebagai berikut :
Vi = K .Vu ……………………………………………………………………....... (2.102)
Dimana :
Vi = jumlah resapan tahunan (m3)
Vu = volume hidup untuk melayani berbagai kebutuhan (m3)
K = faktor yang nilainya tergantung dari sifat lulus air
material dasar dan dinding kolam embung.
K = 10%, bila dasar dan dinding kolam embung praktis rapat air (k < 10-5 cm/d)
termasuk penggunaan lapisan buatan (selimut lempung,
geomembran,"rubbersheet" semen tanah).
2.7 Embung
2.7.1 Pemilihan Lokasi Embung
Embung adalah suatu bangunan yang berfungsi untuk menampung kelebihan air pada saat
debit tinggi dan melepaskannya pada saat dibutuhkan. Embung merupakan salah satu
bagian dari proyek secara keseluruhan maka letaknya juga dipengaruhi oleh bangunan-
bangunan lain seperti bangunan pelimpah, bangunan penyadap, bangunan pengeluaran,
bangunan untuk pembelokan sungai dan lain-lain (Soedibyo, 1993).
Untuk menentukan lokasi dan denah embung harus memperhatikan beberapa faktor yaitu
(Soedibyo, 1993) :
1. Tempat embung merupakan cekungan yang cukup untuk menampung air, terutama
pada lokasi yang keadaan geotekniknya tidak lulus air, sehingga kehilangan airnya
hanya sedikit.
2. Lokasinya terletak di daerah manfaat yang memerlukan air sehingga jaringan
distribusinya tidak begitu panjang dan tidak banyak kehilangan energi.
3. Lokasi embung terletak di dekat jalan, sehingga jalan masuk (access road) tidak
begitu panjang dan lebih mudah ditempuh.
Sedangkan faktor yang menentukan didalam pemilihan tipe embung adalah (Soedibyo,
1993) :
1. Tujuan pembangunan proyek
2. Keadaan klimatologi setempat
3. Keadaan hidrologi setempat
4. Keadaan di daerah genangan
5. Keadaan geologi setempat
6. Tersedianya bahan bangunan
7. Hubungan dengan bangunan pelengkap
8. Keperluan untuk pengoperasian embung
9. Keadaan lingkungan setempat
10. Biaya proyek
Embung
Embung
Tampungan
Zone kedap
air
Zone lolos
air
Drainase
m
l
m
l
R R
1. Mempunyai daya dukung yang mampu menahan bahan dari tubuh embung dalam
berbagai kondisi.
2. Mempunyai kemampuan penghambat aliran filtrasi yang memadai sesuai dengan
fungsinya sebagai penahan air.
3. Mempunyai ketahanan terhadap gejala-gejala sufosi (piping) dan sembulan (boiling)
yang disebabkan oleh aliran filtrasi yang melalui lapisan-lapisan pondasi tersebut.
Sesuai dengan jenis batuan yang membentuk lapisan pondasi, maka secara umum pondasi
embung dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu (Soedibyo, 1993) :
1. Pondasi batuan (Rock foundation)
2. Pondasi pasir atau kerikil
3. Pondasi tanah.
a. Daya dukung tanah (bearing capacity)
adalah kemampuan tanah untuk mendukung beban baik dari segi struktur pondasi
maupun bangunan diatasnya tanpa terjadinya keruntuhan geser.
b. Daya dukung batas (ultimate bearing capacity)
adalah daya dukung terbesar dari tanah mendukung beban dan diasumsikan tanah
mulai terjadi keruntuhan. Besarnya daya dukung batas terutama ditentukan oleh :
1. Parameter kekuatan geser tanah terdiri dari kohesi (C) dan sudut geser dalam
().
2. Berat isi tanah ()
3. Kedalaman pondasi dari permukaan tanah (Zf)
4. Lebar dasar pondasi (B)
Besarnya daya dukung yang diijinkan sama dengan daya dukung batas dibagi
angka keamanan dan dapat dirumuskan sebagai berikut (Pondasi Dangkal dan
Pondasi Dalam, Rekayasa Pondasi II, 1997) :
qult
qa .............................................................................................. (2.103)
FK
Perhitungan daya dukung batas untuk pondasi dangkal pada kondisi umum :
1. Pondasi menerus
B
qult= c.Nc .D.Nq . .N ......................................... ……….. (2.104)
2
2. Pondasi persegi
B
qult = c.Nc1 0,3. .D.Nq B.0.4 .N ................................. (2.105)
2
Dimana :
qa = kapasitas daya dukung ijin
q ult = kapasitas daya dukung maximum
FK = faktor keamanan (safety factor)
Nc,Nq,Nγ = faktor kapasitas daya dukung Terzaghi
c = kohesi tanah
γ = berat isi tanah
B = dimensi untuk pondasi menerus dan persegi (m)
Tinggi embung
Mercu embung
Tinggi jagaan
Tinggi jagaan adalah jarak vertikal antara puncak bendungan dengan permukaan air
reservoir. Tinggi jagaan normal diperoleh sebagai perbedaan antara elevasi puncak
bendungan dengan elevasi tinggi muka air normal di embung. Tinggi jagaan minimum
diperoleh sebagai perbedaan antara elevasi puncak bendungan dengan elevasi tinggi muka
air maksimum di reservoir yang disebabkan oleh debit banjir rencana saat pelimpah
bekerja normal. Tinggi tambahan adalah sebagai perbedaan antara tinggi jagaan normal
dengan tinggi jagaan minimum.
Kriteria I :
h
H f h hw atau e ha hi .......................................................................... (2.106)
2
Kriteria II :
he
H f hw ha hi .......................................................................................... (2.107)
2
Dimana :
Hf = tinggi jagaan (m)
hw = tinggi ombak akibat tiupan angin (m)
he = tinggi ombak akibat gempa (m)
ha = perkiraan tambahan tinggi akibat penurunan tubuh bendungan (m)
hi = tinggi tambahan (m)
h = tinggi kemungkinan kenaikan permukaan air embung yang terjadi
timbulnya banjir abnormal
Tambahan tinggi akibat gelombang (Hw) dihitung berdasarkan pada kecepatan angin, jarak
seret gelombang (fecth) dan sudut lereng hulu dari bendungan. Digunakan rumus
(Soedibyo, 1993) :
2 Q0 h
Δh = ...…...……………………..…................... ...................... (2.108)
3 Q h
1
QT
Dimana :
Qo = debit banjir rencana
Q = kapasitas rencana
= 0,2 untuk bangunan pelimpah terbuka
= 1,0 untuk bangunan pelimpah tertutup
h = kedalaman pelimpah rencana
A = luas permukaan air embung pada elevasi banjir rencana
Kenaikan permukaan air embung yang disebabkan oleh ketidaknormalan operasi pintu
bangunan (ha). Sebagai standar biasanya diambil ha = 0,5 m. Angka tambahan tinggi
jagaan yang didasarkan pada tipe embung (hi). Karena limpasan melalui mercu embung
urugan sangat berbahaya maka untuk embung tipe ini angka tambahan tinggi jagaan (hi)
ditentukan sebesar 1,0 m (hi = 1,0 m). Apabila didasarkan pada tinggi embung yang
direncanakan, maka standar tinggi jagaan embung urugan adalah sebagai berikut
(Soedibyo, 1993) :
Tabel 2.16 Tinggi jagaan embung urugan
Lebih rendah dari 50 m Hf 2 m
Dengan tinggi antara 50-100 m Hf 3 m
Lebih tinggi dari 100 m Hf 3,5 m
Lebar puncak dari embung tipe urugan ditentukan berdasarkan pertimbangan sebagai
berikut ini.
Bahan timbunan asli (alam) dan jarak minimum garis rembesan melalui timbunan
pada elevasi muka air normal.
Pengaruh tekanan gelombang di bagian permukaan lereng hulu.
Formula yang digunakan untuk menentukan lebar puncak pada bendungan urugan sebagai
berikut (USBR, 1987, p.253) :
z
w 10 .......................................................................................................... (2.111)
5
Dimana :
w = lebar puncak bendungan (feet)
z = tinggi bendungan di atas dasar sungai (feet)
4. Panjang Embung
Panjang embung adalah seluruh panjang mercu embung yang bersangkutan termasuk
bagian yang digali pada tebing-tebing sungai di kedua ujung mercu tersebut. Apabila
bangunan pelimpah atau bangunan penyadap terdapat pada ujung-ujung mercu, maka lebar
bangunan-bangunan pelimpah tersebut diperhitungkan pula dalam menentukan panjang
embung (Sosrodarsono, 1989).
5. Volume Embung
Seluruh jumlah volume konstruksi yang dibuat dalam rangka pembangunan tubuh embung
termasuk semua bangunan pelengkapnya dianggap sebagai volume embung
(Sosrodarsono, 1989).
Kemiringan Lereng
Material Urugan Material Utama Vertikal : Horisontal
Hulu Hilir
a. Urugan homogen CH 1 : 3 1 : 2,25
CL
SC
GC
GM
SM
b. Urugan majemuk
a. Urugan batu dengan inti Pecahan batu 1 : 1,50 1 : 1,25
lempung atau dinding
diafragma Kerikil-kerakal 1 : 2,50 1 : 1,75
b. Kerikil-kerakal dengan
inti lempung atau dinding
diafragma
(Sumber :(Sosrodarsono, 1989)
Kemiringan timbunan embung pada dasarnya tergantung pada stabilitas bahan timbunan.
Semakin besar stabilitas bahannya, maka kemiringan timbunan dapat makin terjal. Bahan
yang kurang stabil memerlukan kemiringan yang lebih landai. Sebagai acuan dapat
disebutkan bahwa kemiringan lereng depan (upstream) berkisar antara 1: 2,5 sampai 1 :
3,5 , sedangkan bagian belakang (downstream) antara 1: 2 sampai 1: 3. Kemiringan lereng
yang efisien untuk bagian hulu maupun bagian hilir masing-masing dapat ditentukan
dengan rumus berikut (Sosrodarsono, 1989) :
m k . "
Sf tan
m k .m. " ............................................................. .................... (2.113)
n k.
Sf tan
n k .n ................................................................................................ (2.114)
Dimana :
Sf = faktor keamanan (dapat diambil 1,1) m dan n masing-masing kemiringan
Angka aman stabilitas lereng embung di bagian lereng hulu dan hilir dengan variasi beban
yang digunakan, diperhitungkan berdasarkan pada analisis keseimbangan batas (limit
equilibrium analysis). Geometri lereng tubuh embung disesuaikan dengan hasil analisis
tersebut, sehingga diperoleh angka aman ( S f ) yang sama atau lebih besar dari angka aman
minimum yang persyaratkan. Kemiringan lereng baik di sisi hilir maupun di sisi hulu
embung harus cukup stabil baik pada saat konstruksi, pengoperasian yaitu pada saat
embung kosong, embung penuh, saat embung mengalami rapid draw down dan ditinjau
saat ada pengaruh gempa. Sehingga kondisi beban harus diperhitungkan berdasarkan
rencana konstruksi, pengoperasian reservoir, menjaga elevasi muka air normal di dalam
reservoir dan kondisi emergency, flood storage dan rencana melepas air dalam reservoir,
antisipasi pengaruh tekanan air pori dalam tubuh bendungan dan tanah dasar fondasi.
Tinjauan stabilitas bendungan dilakukan dalam berbagai kondisi sebagai berikut :
a. Steady-State Seepage
Stabilitas lereng di bagian hulu di analisis pada kondisi muka air di reservoir yang
menimbulkan terjadinya aliran rembesan melalui tubuh Embung. Elevasi muka air
pada kondisi ini umumnya dinyatakan sebagai elevasi muka air normal (Normal High
Water Level).
b. Operation
Pada kondisi ini, muka air dalam reservoir maksimum (penuh-lebih tinggi dari elevasi
muka air normal). Stabilitas lereng di sebelah hulu dianalisis dengan kondisi muka air
tertinggi dimana dalam masa operasi muka air mengalami turun dengan tiba-tiba
(sudden draw down) dari elevasi dari muka air maksimum (tertinggi) menjadi muka
air terendah (LWL). Angka aman yang digunakan untuk tinjauan stabilitas lereng
embung dengan berbagai kondisi beban dan tegangan geser yang digunakan seperti
dalam Tabel 2.19 Secara umum angka aman minimum untuk lereng hilir dan hulu
juga dicantumkan pada Tabel 2.20.
Tabel 2.19 Angka aman minimum dalam tinjauan stabilitas lereng sebagai fungsi dari tegangan geser. (*)
Kriteria Kondisi Tinjauan Lereng Tegangan Koef. SF min.
geser Gempa
I Rapid drawdown Hulu CU 0% 1,50
Hulu CU 100% 1,20
II Muka air penuh Hulu CU 0% 1,50
(banjir) Hulu CU 100% 1,20
III Steady State Seepage Hilir CU 0% 1,50
Hilir CU 100% 1,20
(*) : Engineering and Design Stability of Earth and Rock-fill Dams, EM 1110-2-1902, 1970, p. 25.
Catatan : CU : Consolidated Undrained Test
Secara prinsip, analisis kestabilan lereng didasarkan pada keseimbangan antara masa tanah
aktif (potential runtuh) dengan gaya-gaya penahan runtuhan di bidang runtuh.
Perbandingan gaya-gaya di atas menghasilkan faktor aman (Sf) yang didefinisikan sebagai
berikut:
Sf =
............................................................................................................ (2.115)
Dimana :
= gaya-gaya penahan
Analisis ini dilakukan pada segala kemungkinan bidang permukaan runtuhan dan pada
berbagai keadaan embung di atas. Nilai angka aman hasil perhitungan (SF hitungan)
tersebut di atas harus lebih besar dari nilai angka aman minimum (SF minimum) seperti
tertera pada Tabel 2.19 dan Tabel 2.20. Gaya-gaya yang bekerja pada embung urugan :
Gaya-gaya atau beban-beban utama yang bekerja pada embung urugan yang akan
mempengaruhi stabilitas tubuh embung dan pondasi embung tersebut adalah :
a. Berat tubuh embung itu sendiri yang membebani lapisan-lapisan yang lebih bawah
dari tubuh embung dan membebani pondasi.
b. Tekanan hidrostatis yang akan membebani tubuh embung dan pondasinya baik dari
air yang terdapat didalam embung di hulunya maupun dari air didalam sungai di
hilirnya.
c. Tekanan air pori yang terkandung diantara butiran dari zone-zone tubuh embung.
d. Gaya seismic yang menimbulkan beban-beban dinamika baik yang bekerja pada tubuh
embung maupun pondasinya.
2. Tekanan Hidrostatis
Pada perhitungan stabilitas embung dengan metode irisan (slice methode) biasanya beban
hidrostatis yang bekerja pada lereng sebelah hulu embung dapat digambarkan dalam tiga
cara pembebanan. Pemilihan cara pembebanan yang cocok untuk suatu perhitungan harus
disesuaikan dengan semua pola gaya–gaya yang bekerja pada embung yang akan diikut
sertakan dalam perhitungan (Sosrodarsono, 1989).
Pada kondisi dimana garis depresi mendekati bentuk horizontal, maka dalam perhitungan
langsung dapat dianggap horizontal dan berat bagian tubuh embung yang terletak dibawah
garis depresi tersebut diperhitungkan sebagai berat bahan yang terletak dalam air. Tetapi
dalam kondisi perhitungan yang berhubungan dengan gempa biasanya berat bagian ini
U1
Ww
U1
U2
U
( U = Ww = V w)
U2
Gambar 2.15 Skema pembebanan yang disebabkan oleh tekanan hidrostatis yang bekerja pada
bidang luncur
Batuan Tanah
Luar biasa 7 400 0,20 g 0,25 g
Sangat Kuat 6 400-200 0,15 g 0,20 g
Kuat 5 200-100 0,12 g 0,15 g
Sedang 4 100 0,10 g 0,12 g
(ket : 1 gal = 1cm/det2) ( Sumber:Sosrodarsono, 1989)
Fs
C.l N U Ne tan
T Te
C.l .Acos e.sin V tan ..................................................... (2.117)
.Asin e.cos
Dimana :
Fs = faktor keamanan
N = beban komponen vertikal yang timbul dari berat setiap irisan bidang luncur
.A. cos
T = beban komponen tangensial yang timbul dari berat setiap irisan bidang
luncur .A.sin
U = tekanan air pori yang bekerja pada setiap irisan bidang luncur
Ne = komponen vertikal beban seismic yang bekerja pada setiap irisan bidang
luncur e. . A.sin
Te = komponen tangensial beban seismic yang bekerja pada setiap irisan bidang
luncur e. . A. cos
= sudut gesekan dalam bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang
luncur.
C = Angka kohesi bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang luncur
Z = lebar setiap irisan bidang luncur
Ne=e.W.sin α
U e.W = e.r.A
N = W.cos α
Te = e.W.cos α
i = b/cos α T = W.sinα W= γA
Bidang Luncur
S=C+(N-U-Ne )tan ф
( Sosrodarsono, 1989)
Gambar 2.16 Cara menentukan harga-harga N dan T
c. Beban dari tekanan hidrostatis yang bekerja pada dasar irisan ( U ) dapat
diperoleh dari hasil perkalian antara panjang dasar irisan (b) dengan tekanan air
U .b
rata-rata (U/cosα ) pada dasar irisan tersebut, jadi U =
cos
d. Berat beban komponen tangensial ( T ) diperoleh dari hasil perkalian antara berat
irisan (W) dengan sinus sudut rata-rata tumpuan dasar irisan tersebut jadi T =
Wsin α
e. Kekuatan tahanan kohesi terhadap gejala peluncuran ( C ) diperoleh dari hasil
perkalian antara angka kohesi bahan ( c’ ) dengan panjang dasar irisan ( b ) dibagi
c'.b
lagi dengan cos α, jadi C =
cos
3. Kekuatan tahanan geseran terhadap gejala peluncuran irisan adalah kekuatan tahanan
geser yang terjadi pada saat irisan akan meluncur meninggalkan tumpuannya
5. Faktor keamanan dari bidang luncur tersebut adalah perbandingan antara jumlah gaya
pendorong dan jumlah gaya penahan yang dirumuskan :
Fs
S ............................................................................................... (2.118)
T
Dimana :
Fs = faktor aman
Gambar 2.17 Skema perhitungan bidang luncur dalam kondisi embung penuh air
Gambar 2.18 Skema perhitungan bidang luncur dalam kondisi penurunan air embung tiba-tiba
ßB B C
1:n
H
ßA
θ
A
Gambar 2.19 Lokasi pusat busur longsor kritis pada tanah kohesif (c-soil)
Pada tanah Ø-c untuk menentukan letak titik pada pusat busur lingkaran sebagai
bidang longsor yang melalui tumit lereng dilakukan secara coba-coba dimulai dengan
bantuan sudut-sudut petunjuk dari Fellenius untuk tanah kohesif (Ø=0). Grafik
Fellenius menunjukkan bahwa dengan meningkatnya nilai sudut geser (Ø) maka titik
pusat busur longsor akan bergerak naik dari O o yang merupakan titik pusat busur
longsor tanah c(Ø=0) sepanjang garis O o-K yaitu O1, O2, 03,…….On. Titik K
merupakan koordinat pendekatan dimana x = 4,5H dan z = 2H, dan pada sepanjang
garis Oo-K diperkirakan terletak titik-titik pusat busur longsor. Tiap-tiap titik pusat
busur longsor tersebut dianalisis angka keamanannya untuk memperoleh nilai Fk
yang paling minimum sebagai indikasi bidang longsor kritis.
On
O3
O2
O1
R O0
B
H
2H A
+X O
K(4.5H , 2H)
+Z
4.5H
Gambar 2.20 Posisi titik pusat busur longsor pada garis O0-K
y0 = h2 d 2 - d ...................................................................................... (2.120)
Untuk zone inti kedap air garis depresi digambarkan sebagai kurva dengan persamaan
berikut:
Dimana :
h = jarah vertikal antara titik A dan B
d = jarak horisontal antara titik B2 dan A
l1 = jarak horisontal antara titik B dan E
l2 = jarak horisontal antara titik B dan A
A = ujung tumit hilir embung
B = titik perpotongan permukaan air embung dan lereng hulu embung.
A1 = titik perpotongan antara parabola bentuk besar garis depresi dengan
garis vertikal melalui titik B
B2 = titik yang terletak sejauh 0,3 l1 horisontal kearah hulu dari titik B
Akan tetapi garis parabola bentuk dasar (B2-C0-A0) yang diperoleh dari persamaan
tersebut bukanlah garis depresi yang sesungguhnya. Sehingga masih diperlukan
penyesuaian menjadi garis B-C-A yang merupakan bentuk garis depresi yang
sesungguhnya, seperti tertera pada gambar 2.21 sebagai berikut (Sosrodarsono, 1989).
Garis depresi didapat dengan persamaan parabola bentuk dasar pada Gambar 2.22
dibawah ini.
A1 = titik perpotongan antara parabola bentuk besar garis depresi dengan
garis vertikal melalui titik B
B2 = titik yang terletak sejauh 0,3 l1 horisontal ke arah hulu dari titik B
Pada titik permulaan, garis depresi berpotongan tegak lurus dengan lereng hulu
embung dan dengan demikian titik Co dipindahkan ke titik C sepanjang ∆a.
Panjang ∆a tergantung dari kemiringan lereng hilir embung, dimana air filtrasi
tersembul keluar yang dapat dihitung dengan rumus berikut (Sosrodarsono,1989) :
0
a + ∆a = ........................................................................................ (2.122)
1 cos
Dimana :
a = jarak AC (m)
∆a = jarak C0 C (m)
60 0 < α < 80 0
0 .4
0 .3
Bidang vertika
C = ∆a/(a+∆a) 0 .2
0 .1
0 ,0
30 0 60 0
90 0 120 0 150 0 1 8 00
α = S u d u t b id a n g sin g g u n g
a
Gambar 2.23 Grafik hubungan antara sudut bidang singgung (α ) dengan
a a
Garis equipotensial
N f
Qf = . K . H . L ................................................................................ (2.124)
N p
Dimana:
Qf = kapasitas aliran filtrasi
Nf = angka pembagi dari garis trayektori aliran filtrasi
Np = angka pembagi dari garis equipotensial
K = koefisien filtrasi
H = tinggi tekan air total
L = panjang profil melintang tubuh embung
Joseph B Franzini, hal 196, thn 1989). Hal tersebut dapat diketahui dengan
pembuatan flownet yang terjadi dalam tubuh dan pondasi embung tersebut.
Ketinggian tegangan suatu titik dinyatakan dengan rumus:
u
h y ..................................................................................................... (2.125)
γw
Dimana :
h = ketinggian tegangan (pressure head)
u = tegangan air
y = ketinggian titik diatas suatu datum tertentu
Menurut (Soedibyo, hal 80, 1993) banyaknya air yang merembes dan tegangan air
pori dapat dihitung dengan rumus:
k h
Q Nf ............................................................................... (2.126)
Ne
Dimana :
Q = jumlah air yang merembes
k = koefisien rembesan
h = beda ketinggian air sepanjang flownet
Ne = jumlah equipotensial
Nf = jumlah aliran
Dimana :
u = tegangan pori
h = beda tinggi energi hulu dengan hilir
D = jarak muka air terhadap titik yang ditinjau
agar tetap berada dibawah ketinggian maksimum yang ditetapkan. Suatu pelimpah banjir
yang dapat terkendali maupun yang tidak dapat terkendali dilengkapi dengan pintu air
mercu atau sarana-sarana lainnya, sehingga laju aliran keluarnya dapat diatur (Soedibyo,
1993). Pada hakekatnya untuk embung terdapat berbagai tipe bangunan pelimpah dan
untuk menentukan tipe yang sesuai diperlukan suatu studi yang luas dan mendalam,
sehingga diperoleh alternatif yang paling ekonomis. Bangunan pelimpah yang biasa
digunakan yaitu bangunan pelimpah terbuka dengan ambang tetap (Soedibyo, 1993). Ada
berbagai macam jenis spillway, baik yang berpintu maupun yang bebas, side channel
spillway, chute spillway dan syphon spillway. Jenis-jenis ini dirancang dalam upaya untuk
mendapatkan jenis Spillway yang mampu mengalirkan air sebanyak-banyaknya. Pemilihan
jenis spillway ini disamping terletak pada pertimbangan hidrolika, pertimbangan ekonomis
serta operasional dan pemeliharaannya. Pada prinsipnya bangunan spillway terdiri dari 3
bagian utama, yaitu :
Saluran pengarah dan pengatur aliran
Saluaran peluncur
Peredam energi
2 2
Q .Cd .Bx 3
................................................................................ (2.128)
3 2
3.g.h
Dimana :
Q = debit aliran (m3/s)
Cd = koefisien limpahan
B = lebar efektif ambang (m)
g = percepatan gravitasi (m/s)
h = tinggi energi di atas ambang (m)
V < 4 m/det
Gambar 2.25 Saluran pengarah aliran dan ambang pengatur debit pada sebuah pelimpah
h1
h2
1 2 3 4
Keterangan gambar :
1. Saluran pengarah dan pengatur aliran
2. Saluran peluncur
3. Bangunan peredam energi
4. Ambang
2/3h 1
h1 1/3h 1 h1 1/3h1 2/3h1
1/2 h 2
h2
1/2 h 2
K = koefisien kontraksi
H = kedalaman air tertinggi disebelah hulu bendung (m)
C = angka koefisien
N = jumlah pilar
Hv 0,282 Hd
0,175 Hd
He titik nol dari koordinatX,Y
Hd x
x
o
y
poros bendungan
R = 0,2 Hd
X 1,85 = 2 Hd 0,85 Y
R = 0,5 Hd
y
Guna memenuhi persyaratan tersebut maka diusahakan agar tampak atasnya selurus
mungkin. Jika bentuk yang melengkung tidak dapat dihindarkan, maka diusahakan
lengkungan terbatas dan dengan radius yang besar. Biasanya aliran tak seragam terjadi
pada saluran peluncur yang tampak atasnya melengkung, terutama terjadi pada bagian
saluran yang paling curam dan apabila pada bagian ini terjadi suatu kejutan
gelombang hidrolis, peredam energi akan terganggu (Gunadharma, 1997).
hL
hv1
V1
hd1 hv2
1 h1
l1 V2
hd2
2
l
2.7.6.3 Bagian Yang Berbentuk Terompet Pada Ujung Hilir Saluran Peluncur
Semakin kecil penampang lintang saluran peluncur, maka akan memberikan
keuntungan ditinjau dari segi volume pekerjaan, tetapi akan menimbulkan masalah-
masalah yang lebih besar pada usaha peredam energi yang timbul per-unit lebar aliran
tersebut. Sebaliknya pelebaran penampang lintang saluran akan mengakibatkan
besarnya volume pekerjaan untuk pembuatan saluran peluncur, tetapi peredaman
energi per-unit lebar alirannyan akan lebih ringan (Gunadharma, 1997). Berdasarkan
pada pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, maka saluran peluncur dibuat
melebar (berbentuk terompet) sebelum dihubungkan dengan peredam energi.
Pelebaran tersebut diperlukan agar aliran super-kritis dengan kecepatan tinggi yang
meluncur dari saluran peluncur dan memasuki bagian ini, sedikit demi sedikit dapat
dikurangi akibat melebarnya aliran dan aliran tersebut menjadi semakin stabil sebelum
mengalir masuk ke dalam peredam energi.
Gambar 2.30 Bagian berbentuk terompet dari saluran peluncur pada bangunan
hulu dan sebelah hilir loncatan hidrolis tersebut dapat diperoleh dari rumus sebagai
berikut :
Q
q ............................................................................................................. (2.132)
B
q
v ............................................................................................................. (2.133)
D1
D2
D1
0,5 1 8Fr 2 1 ........................................................................ ........... (2.134)
v
Fr1 ..................................................................................... (2.135)
g . D1
Dimana :
Q = Debit pelimpah (m3/det)
B = Lebar bendung (m)
Fr = Bilangan Froude
v = Kecepatan awal loncatan (m/dt)
g = Percepatan gravitasi (m²/det )
D1,2 = Tinggi konjugasi
D1 = kedalaman air di awal kolam (m)
D2 = kadalaman air di akhir kolam (m)
Ada beberapa tipe bangunan peredam energi yang pemakaiannya tergantung dari
kondisi hidrolis yang dinyatakan dalam bilangan Froude. Dalam perencanaan dipakai
tipe kolam olakan dan yang paling umum dipergunakan adalah kolam olakan datar.
Macam tipe kolam olakan datar yaitu
V1
D1
V2
D2
Gambar 2.31 Bentuk kolam olakan datar tipe I USBR (Soedibyo, 1993)
D2
D1 0.2 D1
Gigi pemencar
Ambang melengkung
aliran
L
Kemiringan 2 : 1
Gambar 2.32 Bentuk kolam olakan datar Tipe II USBR (Soedibyo, 1993)
D2
D1
Kemiringan
L Kemiringan 2 : 1
2:1
Gambar 2.33 Bentuk kolam olakan datar Tipe III USBR (Gunadharma, 1997)
Sistem kerja kolam olakan tipe ini sama dengan sistem kerja kolam olakan tipe
III, akan tetapi penggunaannya yang paling cocok adalah untuk aliran dengan
tekanan hidrostatis yang rendah dan debit yang besar per-unit lebar, yaitu untuk
aliran dalam kondisi super kritis dengan bilangan Froude antara 2,5 s/d
4,5.Biasanya kolam olakan tipe ini dipergunakan pada bangunan-bangunan
pelimpah suatu bendungan urugan yang sangat rendah atau bendung-bendung
penyadap, bendung-bendung konsolidasi, bendung-bendung penyangga dan lain-
lain.
tinggi kecepatan
H muka air hilir
q hc
+184
1
+183 a = 0.1 R
1
R 90° lantai lindung T
q2
hc 3 ................................................................................................ (2.136)
g
Dimana :
hc = kedalaman kritis (m)
q = debit per lebar satuan (m3/det.m)
g = percepatan gravitasi (m2/dt) (=9,81)
Demikian pula dengan batas minimum tinggi air hilir (Tmin). Tmin diberikan pada
Gambar 2.37 berikut :
Gambar 2.37 Grafik Untuk Mencari Batas Minimum Tinggi Air Hilir
H
Untuk nilai di atas 2,4 garis tersebut merupakan batas maksimum untuk
hc
H
menentukan besarnya nilai Tmin. Sedangkan untuk nilai yang lebih kecil dari 2,4
hc
maka diambil nilai kedalaman konjugasi sebagai kedalaman minimum hilir, dengan
H
pertimbangan bahwa untuk nilai yang lebih kecil dari 2,4 adalah diluar
hc
jangkauan percobaan USBR. Besarnya peredam energi ditentukan oleh perbandingan
h2 2
h2 dan h1 Gambar 2.38. Apabila ternyata lebih besar dari , maka tidak ada efek
h1 3
peredaman yang bisa diharapkan. Terlepas dari itu, pengalaman telah menunjukkan
bahwa banyak embung rusak sebagai akibat dari gerusan lokal yang terjadi di sebelah
hilir, terutama akibat degradasi dasar sungai. Oleh karena itu, dianjurkan dalam
menentukan kedalaman minimum air hilir juga berdasarkan degradasi dasar sungai
yang akan terjadi dimasa datang.
3
h2 dalam m
h1 h2 2 /3
1 =2
/h
1 h2
bias yang dipakai
0
0 1 2 3 4 5
h1 dalam m
rencana). Aliran yang melintasi Side Spillway seolah-olah terbagi menjadi 2 tingkatan
dengan 2 buah peredam energi yaitu terletak dibagian akhir saluran pengatur dan
peredam energi dibagian akhir dari bangunan pelimpah.
Persyaratan yang perlu diperhatikan pada bangunan pelimpah tipe ini agar debit yang
melintasi tidak menyebabkan aliran yang menenggelamkan bendung pada saluran
pengatur maka saluran samping dibuat cukup rendah terhadap bendung tersebut.
Bangunan direncanakan sedemikian rupa agar pada saat mengalirkan debit banjir
abnormal perbedaan elevasi permukaan air diudiknya/hulunya dan di hilir bending
tidak kurang 2/3 kali tinggi di atas mercu bendung tersebut. Semakin besar
kemiringan sisi saluran samping akan lebih baik karena dapat mengurangi volume
galian. Akan tetapi harus diingat bahwa tinggi jatuhnya berkas aliran air dari bendung
ke dalam aliran tersebut, sehingga kekuatan batuan di atas bangunan pelimpah yang
akan dibangun perlu diperhatikan. Untuk Pertimbangan stabilitas dan kemudahan
dalam pelaksanaan konstruksi. Maka disarankan lebar dasar Side Spillway diambil
sekecil mungkin dengan lebar dasar yang sempit sehingga volume pernggalian akan
berkurang dan akan mempunyai efek peredam energi yang tinggi. Pada bangunan
pelimpah yang kecil, biasanya lebar dasar sepanjang dasar saluran samping dibuat
seragam. Sedangkan pada bangunan pelimpah yang besar, biasanya lebar dasar kolam
akan semakin besar ke hilir. Sehingga saat melewatkan debit banjir rencana,
permukaan air di dalam kolam tersebut membentuk bidang yang hampir datar dengan
penampang basah paling efektif. Untuk saluran samping pada bangunan pelimpah
samping, rumus dari I. Hinds sebagai dasar perencanaan. Rumus I. Hinds adalah
sebagai berikut :
Q x q .x ……………………………………………………………... (2.137)
v a .x n
……………………………………………………………………… (2.138)
n 1
y . h v …………………………………………………………….. (1.139)
n
Dimana :
Qx = debit pada titik x (m3/dt)
q = debit banjir tepi udik bendung dengan suatu titik pada mercu bendung
tersebut (m)
v = kecepatan rata-rata aliran air di dalam saluran samping pada suatu titik
tertentu (m/dt)
N = exponent untuk kecepatan aliran air didalam saluran samping (anatara
0,4 s/d 0,8)
Y = perbedaan elevasi antara mercu bendung dengan permukaan air di
dalam saluran samping pada bidang Ax yang melalui titik tersebut.
Hv = tinggi tekanan kecepatan aliran (hv=v2/2g).
kelongsoran embung. Sudut kemiringan pondasi sandaran sibuat tidak lebih dari 60 o
kecuali pondasinya terdiri dari batuan yang cukup kokoh (DPU, 1970).
Lubang Penyadap
Kapasitas lubang-lubang penyadap dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
1. Untuk lubang penyadap yang kecil.
Dimana :
Q = debit penyadap sebuah lubang (m3/det)
C = koefisien debit, ±0,62
A = luas penampang lubang (m2)
g = gravitasi (9,8 m/det2)
H = tinggi air dari titik tengah lubang ke permukaan (m)
B.C. 2 g H 2 ha 2 H 1 ha 3 .............................................
3 3 2
Q = (2.141)
2
Dimana :
B = lebar lubang penyadap (m)
H1 = kedalaman air pada tepi atas lubang (m)
H2 = kedalaman air pada tepi bawah lubang (m)
ha = tinggi tekanan kecapatan didepan lubang penyadap (m)
V a2
=
2g
Va = kecepatan aliran air sebelum masuk kedalam lubang penyadap
(m/det)
Biasanya dianggap harga Va = 0, sehingga rumus diatas berubah menjadi :
2 3 2
Q= B.C. 2 g H 22 H 13 ................................................................. (2.142)
3
Apabila lubang penyadap yang miring membentuk sudut θ dengan bidang
horisontal,
maka :
Qi = Q sec θ........................................................................................ (2.143)
Dimana :
r = radius lubang penyadap (m)
H
Rumus tersebut berlaku untuk >3
r
H1
H H2 H
Tekanan air yang bekerja pada bidang bulat yang miring (P 0), dengan skema pada
Gambar 2.42
Gambar 2.42 Tekanan hidrostatis yang bekerja pada bidang bulat yang miring
Dimana :
P = Resultan seluruh tekanan air (t)
γ = berat per unit volume air (l t/m3)
B = lebar daun pintu yang menampung tekanan air (m)
H = tinggi daun pintu yang menampung tekanan air (m)
H1 = tinggi air di udik daun pintu (m)
H2 = perbedaaan antara elevasi air di udik dan hilir daun pintu (m)
H3 = tinggi air di hilir daun pintu (m)
BAB III
METODOLOGI
Setiap perencanaan akan membutuhkan data-data pendukung baik data primer maupun data
sekunder (Soedibyo, 1993).
Data primer didapat dari pihak-pihak yang berkepentingan dan data-data aktual lainnya
yang berkaitan dengan kondisi saat ini. Metode pengumpulan data primer adalah sebagai
berikut :
a. Metode Observasi
Dengan survey langsung ke lapangan, agar dapat diketahui kondisi real di lapangan secara
garis besar, untuk data detailnya bisa diperoleh dari instansi yang terkait .
b. Metode Wawancara
Yaitu dengan mewawancarai narasumber yang dapat dipercaya untuk memperoleh data
yang diperlukan.
Data sekunder yaitu data-data kearsipan yang diperoleh dari instansi terkait, serta data-data
yang berpengaruh pada perencanaan. Adapun data sekunder antara lain :
a. Data Topografi
Untuk menentukan elevasi dan tata letak lokasi di mana akan didirikan embung dan luas
daerah aliran sungai
b. Data Geologi
Data geologi dapat berupa data fisiografi, morfologi batuan, kondisi sedimen serta kondisi
litologi pada batuan. Data tersebut digunakan untuk memperhitungkan tipe pondasi yang
akan dipilih dan sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan embung.
c. Data Tanah
Data yang dihasilkan dari penyelidikan tanah di sekitar willayah embung. Data ini
digunakan untuk mengetahui struktur dan tipe dari tanah maupun batuan yang ada,
permeabilitas tanah, sifat-sifat fisik tanah, penentuan dan perhitungan jenis pondasi yang
dipilih serta daya dukung tanah terhadap konstruksi embung. Adapun data yang diperoleh
dari data tanah antara lain :
Data sondir
Test CBR
d. Data Hidrologi
Data ini berupa data klimatologi yang berupa data curah hujan, evapotranspirasi dan data-
data pendukung lainnya.
e. Data Penduduk.
Untuk menentukan proyeksi penduduk pada beberapa tahun ke depan dan mengetahui
pertumbuhan penduduk pada daerah tersebut. Data ini dapat diperoleh melalui instansi
terkait yaitu instansi Biro Pusat Statistik.
f. Data Klimatologi
Survey dan investigasi pendahuluan dilakukan untuk mengetahui keadaan sosial, ekonomi,
budaya masyarakat dan pengamatan lokasi di lapangan serta tanggapan masyarakat
terhadap rencana pembangunan embung.
Untuk dapat mengatasi permasalahan secara tepat maka pokok permasalahan harus
diketahui terlebih dahulu. Solusi masalah yang akan dibuat harus mengacu pada
permasalahan yang terjadi.
Studi pustaka ini dilakukan untuk mendapatkan metode dalam analisis data, perhitungan
dan perencanaan embung yang telah terbukti kebenarannya
Data digunakan untuk mengetahui penyebab masalah dan untuk merencanakan embung
yang akan dibuat. Data yang diperoleh berupa data primer dan sekunder.
Data yang telah didapat diolah dan dianalisis sesuai dengan kebutuhannya. Masing-masing
data berbeda dalam pengolahan dan analisisnya. Pengolahan dan analisis yang sesuai akan
diperoleh variabel-variabel yang akan digunakan dalam perencanaan embung.
Hasil dari analisis data digunakan untuk menentukan perencanaan konstruksi embung
yang sesuai, dan tepat disesuaikan dengan kondisi-kondisi lapangan yang mendukung
konstruksi embung tersebut.
Hasil perencanaan dan stabilitas konstuksi embung diwujudkan dalam bentuk gambar
yang detail dengan ukuran, bentuk dan skala yang ditentukan
spesifikasi. Dalam RKS pada perencanaan embung terdiri atas syarat-syarat umum, syarat-
syarat teknis dan pengawasan kualitas bahan.
RAB disusun dengan tujuan untuk memperoleh nilai / harga satuan pekerjaan berdasarkan
harga upah dan bahan yang berlaku di lokasi pekerjaan, analisa harga satuan dan kuantitas
/ volume.
Time Schedule adalah suatu pembagian waktu terperinci yang disediakan untuk masing-
masing bagian pekerjaan, mulai dari pekerjaan awal sampai pekerjaan akhir serta sebagai
sarana koordinasi suatu jenis pekerjaan. Network Planning merupakan gambar yang
memperlihatkan susunan urutan pekerjaan dan logika ketergantungan antara kegiatan yang
satu dengan yang lainnya beserta waktu pelaksanaan. Man Power merupakan terkait
dengan jumlah sumber daya manusia yang akan digunakan dalam pelaksanaan
pembangunan.
Mulai
mulai
Identifikasi
Masalah
Studi Pustaka
Pengumpulan Data
T
Memenuhi
Memggghhh
Syarat
enuhi syarat
Y
`
Analisis Hidrologi
Analisis Hidrolika
Perencanaan Konstuksi
Embung
Aman
Gambar Konstruksi
Time Schedule,Network
Planning dan Man Power
selesai
BAB IV
ANALISIS HIDROLOGI
Secara umum analisis hidrologi merupakan satu bagian analisis awal dalam perancangan
bangunan-bangunan hidraulik. Analisis hidrologi diperlukan untuk mengetahui karakteristik
hidrologi di lokasi Embung Tambakboyo. Analisis hidrologi digunakan untuk menentukan
besarnya debit banjir rencana pada suatu perencanaan bangunan air. Data untuk penentuan
debit banjir rencana pada tugas akhir ini adalah data curah hujan, dimana curah hujan
merupakan salah satu dari beberapa data yang dapat digunakan untuk memperkirakan
besarnya debit banjir rencana.
Ada beberapa cara untuk mendapatkan debit banjir rencana antara lain yaitu :
Dalam perencanaan Embung Tambakboyo ini, untuk mendapatkan debit rencana dipakai
analisis data curah hujan maksimum yang turun pada daerah aliran sungai.
Gambar 4.1 Pengaruh 4 dan 3 stasiun hujan dan DAS Embung Tambakboyo
Tabel 4.1 Luas pengaruh stasiun hujan terhadap DAS Sungai Tambakboyo
Nama
No Luas Das (km2) C
Stasiun
1 Bronggang 15,34 0,755
2 Beran 3,22 0,158
3 Santan 1,77 0,087
Luas Total 20,33 1
(Sumber : Perhitungan)
Besarnya curah hujan maksimum harian rata-rata DAS dihitung dengan metode Thiessen.
Metode ini mempertimbangkan daerah pengaruh tiap titik pengamatan. Penggunaan
metode Thiessen karena kondisi topografi dan jumlah stasiun memenuhi syarat untuk
digunakan metode ini. Cara yang ditempuh untuk mendapatkan hujan maksimum harian
rata-rata DAS adalah sebagai berikut :
Tentukan hujan maksimum harian pada tahun tertentu di salah satu pos hujan.
Cari besarnya curah hujan pada tanggal-bulan-tahun yang sama untuk pos hujan yang
lain.
Hitung hujan DAS dengan salah satu cara yang dipilih.
Tentukan hujan maksimum harian (seperti langkah 1) pada tahun yang sama untuk
pos hujan yang lain.
Ulangi langkah 2 dan 3 setiap tahun.
(Sumber : Perhitungan)
Data yang digunakan dalam analisis curah hujan rencana adalah intensitas hujan
maksimum harian rata-rata DAS Sungai Tambakboyo berdasarkan waktu konsentrasi (tc).
Tabel 4.3 menunjukkan beberapa parameter yang menjadi syarat penggunaan suatu
metode sebaran. Dari tabel tersebut ditunjukkan beberapa nilai C s. Cv. dan Ck yang
menjadi persyaratan dari penggunaan empat jenis metode sebaran.
Tabel 4.3. Persyaratan metode sebaran
Cs ≈ 0
Normal
Ck ≈ 3
Cs ≤ 1,1396
Gumbel Tipe I
Ck ≤ 5,4002
Cs ≠ 0
Log Pearson Tipe III
Ck ≈1,5Cs²+3
Cs ≈ 3Cv + Cv3
Log normal
Cv ≈ 0
(Sutiono. dkk)
Nilai f2 dicari pada tabel 2.9 dengan menggunakan nilai DK = 3 dan derajad
kepercayaan 5% kemudian dibandingkan dengan nilai f2 hasil perhitungan pada tabel
4.5 Syarat yang harus dipenuhi yaitu f2 hitungan < f2 tabel. Perhitungan nilai f2
disajikan pada tabel 4.5 sebagai berikut :
Tabel 4.5 Metode Chi-Kuadrat
Jumlah Data
No. Nilai batas sub kelompok Oi - Ei (Oi-Ei)²/Ei
Oi Ei
1 76,5< x ≤ 91,5 4 3,33 0,67 0,135
2 91,5 < x ≤ 106,5 7 3,33 3,67 4,045
3 106,5 < x ≤ 121,5 3 3,33 -0,33 0,033
4 121,5< x ≤ 136,5 1 3,33 -2,33 1,630
5 136,5 < x ≤ 151,5 4 3,33 0,67 0,135
6 151,5< x < 166,5 1 3,33 -2,33 1,630
Jumlah 20 20 7,608
(Sumber : Perhitungan)
Tabel 4.8 Curah hujan rencana metode sebaran normal untuk periode ulang T tahun
T k Xt
No Xrt Sd
(Tahun) Normal (mm)
1 2 112,10 24,62 0,000 112,10
2 5 112,10 24,62 0,840 132,78
3 10 112,10 24,62 1,280 143,61
4 20 112,10 24,62 1,640 152,48
5 50 112,10 24,62 2,050 162,57
6 100 112,10 24,62 2,330 169,47
(Sumber : Perhitungan )
Diketahui :
Xn = 112,10 mm
Sn = 24,62
Km = 20
PMP = 112,10 + (20 x 24,62)
= 604,54 mm
Untuk perencanaan embung, besarnya PMP yang akan digunakan untk perhitungan PMF
adalah sebesar 1/3 PMP.
1/3 PMP = 201,516 mm
1 0,012 x 20,33 0 ,7
1 0,75 x 20,33 0 ,7
0,679
Waktu konsentrasi ( t )
t = 0,1 x L0,8 x I-0,3
Diketahui :
L = 16,51 km
I = 0,024228
t = 0,1 x 16,51 x 0,024228
= 2,877 jam
Koefisien reduksi ( )
1 t 3,7 x10 0.4t f 3 / 4
1 x
t 2 15 12
Dimana :
f = luas ellips yang mengelilingi DPS dengan sumbu panjang tidak lebih dari
1.5 kali sumbu pendek (km 2 )
t = waktu konsentrasi (jam)
L = Panjang sungai (km)
I = kemiringan rata-rata sungai
Intensitas hujan
Untuk t < 2 jam
tR24
Rn
t 1 0.0008 (260 R24 )( 2 t ) 2
Rn 0.707 R24 t 1
dimana t dalam jam dan Rt.R24 (mm)
Hujan maksimum ( q n )
tR24
Rn
t 1
2,877 x112,10
2,877 1
= 83,181 (mm/hari)
Rn
qn
3,6 t
20,877 x97,740
3,6 x 2,877
= 8,032 (m3/det.km2)
t 1
120 .A
= t9
120 A
Rn 67.65
qn = x
240 t 1.45
t = 0,25xLxQ0,125xI 0,25
H
Is
L
Dimana :
Qn = debit banjir (m³/det) dengan kemungkinan tak terpenuhi n %
Rn = curah hujan harian maksimum (mm/hari) dengan kemungkinan tidak
terpenuhi n %.
= koefisien limpasan air hujan (run off)
= koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan DAS
q n = curah hujan (m³/det/km²)
A = luas daerah aliran (km²) sampai 100 km²
t = lamanya curah hujan (jam) yaitu pada saat-saat kritis curah hujan yang
mengacu pada terjadinya debit puncak
Perhitungan :
Periode ulang 2 tahun
Untuk R2 = 112,10
Asumsi t = 6,479 jam
H 400
Is 0,024228
L 16510
6,506 1
120 x20,33
6,506 9
0,9253
120 20,33
112,10 67,65
q x 3,985 (m³/det/km²)
240 6,479 1,45
4,1
1 0,6163
(0,9253x3,985) 7
Q 0,6163x0,9253x3,985 x 20,33 46,194m 3 / det
Tabel 4.11 Debit rencana periode ulang T tahun Metode Der Weduwen
Perhitungan :
V = 1,02 - 0,0275, log(AREA)
= 1,02 – 0,0275 log 20,33 = 0,98403
H 400
SIMS = = = 24,2277 m/km
MSL 16,51
APBAR = PBAR x ARF
= 132,78 x 0,97 = 128,795 mm
8
MAF = 6
( AREA)V x( APBAR) 2.445 xSIMS 0.117 x(1 LAKE ) 0.85
10
8
= 6
(20,33) 0,997 x (128,795) 2.445 x 24,2277 0.117 x(1 0) 0.85
10
= 32,424 m3/dtk
Berdasarkan Tabel 2.11 maka bisa ditentukan nilai Growth Factor yang diambil
berdasarkan periode dan luas DAS, Berikut disajikan hasil perhitungan debit banjir
rencana :
QT = GF(T,AREA) x MAF
Untuk T = 2 tahun, nilai GF = 1,26
QT = 1,26 x 32,424 = 40,87 m3/dtk
Luas
Periode QT
PBAR(R24) APBAR MAF GF DAS
(tahun) (m3/dtk)
(km2)
5 132,78 128,795 32,434 1,26 20,33 40,87
10 143,61 139,304 39,290 1,56 20,33 61,29
20 152,48 147,902 45,487 2,35 20,33 106,89
50 162,57 157,695 53,206 2,75 20,33 146,32
100 169,47 164,382 58,893 3,27 20,33 192,58
(Sumber : Perhitungan)
L1 22,927
SF 0,410084
Lst 55,908
N 1 17
SN 0,515
N 33
Wu 1,616
WF 0,0833419
Wl 1,939
Au 10,473
RUA 0,51516
A 20,33
SIM WF RUA 0,393939x0,51516 0,429444
Lst 55,908
D 2,75
A 20,33
Perhitungan :
a. Waktu mencapai puncak
TR = 0,43 (L/100SF)3 + 1,0665 SIM + 1,2775
= 0,43 (16,908/100 x 0,410084)3 +1,0665 x 0,429444 + 1,2775
= 1,763451 jam
b. Debit puncak
QP = 0,1836 A0,5886 TR-0,4008 JN0,2381
= 0,1836 x (20,33)0,5886 x (1,763451)-0,4008 x (15)0,2381
= 1,641071 m3/det
c. Waktu dasar
TB = 27,4132 TR0,1457 S-0,0986 SN 0,7344 RUA0,2574
= 27,4132 x (1,763451)0,1457x (0,024228)-0,0986x (0,515) 0,7344 x
(0,51516)0,2574
= 20,302 jam
d. Koefisien tampungan
K = 0,5617 A0,1798 S-0,1446 SF-1,0897 D0,0452
= 0,5617 x (20,33)0,1798 x (0,024228)-0,1446 x (0,410084) -1,0897 x (2,75)0,0452
= 4,571365
e. indeks
Φ = 10,4903 – 3,859,10-6A2 + 1,6985,10-13 (A/SN)4
= 10,4903 – 3,859,10-6 (20,33)2 + 1,6985,10-13 (20,33/0.515)4
= 10,489 mm/jam
f. Aliran dasar
QB = 0,4751 A0,6444D0,9430
=0,4751 x 20,330,6444 x 2,750,9430
= 8,591 m3/det
Dimana :
Qt = Debit yang terjadi pada jam ke-t
Qp = Debit puncak
t = Waktu
k = Faktor tampungan
Tabel 4.24 Debit rencana periode ulang T tahun metode HSS gama I
Periode BF Q
No
Tahun (m3/det) (m3/det)
1 2 8,59 73,55
2 5 8,59 92,91
3 10 8,59 99,82
4 25 8,59 112,81
5 50 8,59 123,00
6 100 8,59 129,97
9 PMF 8,59 162,34
Menentukan kemiringan dasar sungai dengan mengambil elevasi sungai pada jarak
100 m dari as tubuh embung di sebelah hulu dan hilir. di dapat :
h
I = 0,004
L
Menentukan besaran koefisien manning berdasarkan kondisi dasar sungai, ditentukan.
n = 0,02
Menentukan luas tampang aliran :
A = 30 m2
Periode Ulang Haspers Weduwen HSS Gama I FSR PMF Passing Capacity
No 3 3 3 3 3
Tahun (m /det) (m /det) (m /det) (m /det) (m /det) (m3/det)
1 2 100,16 46,19 73,55 -
2 5 118,64 58,36 92,91 40,87
3 10 128,32 65,03 99,82 61,29
162,34 113,26
4 20 136,24 70,67 112,81 106,89
5 50 145,26 77,21 123,00 146,32
8 100 151,42 81,77 129,97 192,58
4.3.2 Evapotranspirasi
Evapotranspirasi terbatas dihitung dari evapotranpirasi potensial Metode Penman.
dE/Eto = (m/20) x (18-n)
dE = (m/20) x (18-n) x Eto
Etl = Eto – dE
Dimana :
dE = selisih evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi
terbatas.
Eto = evapotranspirasi potensil.
Etl = evapotranspirasi terbatas.
m = prosentase lahan yang tidak ditutupi vegetasi.
= 10 - 40 % untuk lahan yang tererosi.
= 30 – 50 % untuk lahan pertanian yang diolah.
4.3.4 Limpasan (Run Off) dan Tampungan Air Tanah (Ground Water Storage)
V (n) = k.V (n-1) + 0.5 (l-k).I
dVn = V (n) – V (n-1)
Dimana :
V (n) = volume air bulan ke-n
V (n-1) = volume air tanah bulan ke-(n-1)
k = faktor resesi aliran tanah diambil antara 0 – 0,1
I = koefisien infiltrasi diambil antara 0 – 1,0
Harga k yang tinggi akan memberikan resesi lambat seperti kondisi geologi lapisan
bawah yang lulus air. Koefisien infiltrasi ditaksir berdasarkan kondisi porositas tanah
dan kemiringan lahan. Lahan porus mempunyai infiltrasi yang lebih tinggi dibandingkan
tanah lempung berat. Lahan yang terjal menyebabkan air tidak sempat berinfiltrasi ke
dalam tanah sehingga koefisien infiltrasi akan kecil.
1 Suhu Udara C 25,0 24,9 25,0 22,9 24,7 23,4 23,3 23,9 24,5 25,4 25,5 25,4
2 Kelembaban Relatif % 94,30 93,23 93,56 93,37 94,44 94,37 88,78 93,99 94,10 91,86 94,78 94,20
3 Kecepatan Angin (U) m/s 0,562 0,855 0,351 0,520 0,432 0,425 0,541 0,604 0,686 0,477 0,355 0,366
4 Penyinaran Matahari 8 Jam (Q1) % 35,61 31,05 43,04 44,10 48,73 51,64 54,14 57,82 49,75 43,65 37,18 32,30
5 Albedo (r) 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25
6 Transfer ke 12 Jam = 0, 786 Q1+ 3,45 % 31,436 27,859 37,281 38,113 41,755 44,037 46,007 48,894 42,552 37,755 32,670 28,839
Perhitungan (Prosida/Penman)
7 Tabel 2a dan 2b dengan (1) f(Tai) x 10-2 8,96 8,95 8,96 8,71 8,93 8,77 8,76 8,83 8,90 9,01 9,02 9,01
-1 2
8 Tabel 2a dan 2b dengan (1) L x 10 2,43 2,42 2,43 2,17 2,40 2,23 2,22 2,29 2,37 2,49 2,50 2,49
wa
9 Tabel 2a dan 2b dengan (1) Pz ,Jsa mmHg 23,75 23,60 23,75 20,93 23,31 21,58 21,45 22,23 23,05 24,35 24,49 24,35
10 Tabel 2a dan 2b dengan (1) 1,91 1,90 1,91 1,76 1,89 1,80 1,79 1,83 1,87 1,94 1,95 1,94
wa
11 (2) x (9) Pz mmHg 22,4 22,0 22,2 19,5 22,0 20,4 19,0 20,9 21,7 22,4 23,2 22,9
12 Tabel 3 dengan (11) f(Tdp) 0,123 0,127 0,125 0,153 0,127 0,144 0,157 0,139 0,130 0,123 0,114 0,117
wa wa
13 (9) - (11) Pz , Jsa - Pz mmHg 1,355 1,598 1,529 1,388 1,295 1,214 2,407 1,337 1,359 1,981 1,278 1,413
14 Tabel 4 dengan (3) x f(U2) 0,138 0,165 0,118 0,134 0,126 0,125 0,136 0,142 0,149 0,130 0,119 0,120
15 (13) x(14) 0,187 0,264 0,181 0,186 0,163 0,152 0,327 0,189 0,203 0,257 0,152 0,169
H -2
16 Tabel 5 dengan Lintang ca sh x 10 9,12 9,16 8,90 8,32 7,64 7,25 7,37 7,93 8,59 8,99 9,08 9,06
17 Tabel 6 dengan (6) ash x f(r) 0,338 0,325 0,361 0,365 0,379 0,388 0,395 0,407 0,382 0,363 0,343 0,328
18 (16) x (17) 3,087 2,973 3,215 3,033 2,893 2,810 2,913 3,224 3,280 3,264 3,117 2,975
19 8 x [1 - (6)] 5,485 5,771 5,018 4,951 4,660 4,477 4,319 4,089 4,596 4,980 5,386 5,693
20 1 - [(19)/10] 0,451 0,423 0,498 0,505 0,534 0,552 0,568 0,591 0,540 0,502 0,461 0,431
21 (7) x (12) x (20) 0,498 0,481 0,558 0,673 0,606 0,697 0,781 0,726 0,625 0,556 0,474 0,454
22 (18) - (21) 2,589 2,492 2,657 2,360 2,288 2,113 2,132 2,498 2,655 2,708 2,643 2,521
23 (8) x (22) 6,292 6,031 6,457 5,121 5,491 4,712 4,733 5,722 6,292 6,743 6,607 6,277
24 (15) + (23) 6,479 6,294 6,638 5,307 5,654 4,863 5,060 5,911 6,495 7,00 6,758 6,446
25 (24) : (10) Eto mm/hari 3,392 3,313 3,475 3,015 2,991 2,702 2,827 3,230 3,473 3,609 3,466 3,323
26 Jumlah Hari hari 31 28 31 30 31 30 31 31 30 31 30 31
27 Evaporasi mm/bulan 105,15 92,756 107,739 90,46 92,731 81,058 87,637 100,13 104,19 111,87 103,98 103,0019
(Sumber : Perhitungan )
[1] CURAH HUJAN (P) mm 633 499 315 130 113 26 10 1 1 5 282 352
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 17 16 14 12 11 8 5 1 1 4 13 18
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 40 40 50 50 50 50 50 40 30
[5] (m/20) * (18 - N) 0,015 0,030 0,060 0,120 0,140 0,250 0,325 0,425 0,425 0,350 0,100 0,000
[6] dE [5] x [3] mm 1,58 2,78 6,46 10,86 12,98 20,26 28,48 42,56 44,28 39,15 10,40 0,00
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 103,58 89,97 101,27 79,60 79,75 60,79 59,15 57,58 59,91 72,71 93,58 103,00
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 529,42 409,03 213,73 50,40 33,25 -34,79 -49,15 -56,58 -58,91 -67,71 188,42 249,00
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 0 34,79 49,15 56,58 58,91 67,71 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 529,42 409,03 213,73 50,40 33,25 0 0 0 0 0 188,42 249,00
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 158,83 122,71 64,12 15,12 9,98 0 0 0 0 0 56,53 74,70
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 138,97 107,37 56,10 13,23 8,73 0 0 0 0 0 49,46 65,36
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 327,73 326,32 286,82 225,04 175,32 131,49 98,62 73,96 55,47 41,61 68,30
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 436,97 435,10 382,43 300,05 233,77 175,32 131,49 98,62 73,96 55,47 91,07 133,66
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm 1,35 -1,87 -52,67 -82,38 -66,28 -58,44 -43,83 -32,87 -24,65 -18,49 35,59 42,60
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 157,48 124,58 116,79 97,50 76,26 58,44 43,83 32,87 24,65 18,49 20,93 32,10
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 370,60 286,32 149,61 35,28 23 0 0 0 0 0 131,90 174,30
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 528,07 410,90 266,40 132,77 99,54 58,44 43,83 32,87 24,65 18,49 152,83 206,40
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 2,0E-04 1,6E-04 1,0E-04 5,1E-05 3,8E-05 2,3E-05 1,7E-05 1,3E-05 9,5E-06 7,1E-06 5,9E-05 8,0E-05
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 4141,88 3222,84 2089,45 1041,39 780,69 458,38 343,78 257,84 193,38 145,03 1198,70 1618,89
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 4,14 3,22 2,09 1,04 0,78 0,46 0,34 0,26 0,19 0,15 1,20 1,62
(Sumber : Perhitungan )
[1] CURAH HUJAN (P) mm 576 825 746 225 407 184 19 16 53 522 424 360
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 15 18 17 13 16 9 4 3 8 14 13 14
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 40 30 40 50 50 50 30 30 30
[5] (m/20) * (18 - N) 0,045 0,060 0,090 0,160 0,075 0,240 0,375 0,450 0,450 0,165 0,105 0,075
[6] dE [5] x [3] mm 4,73 5,57 9,70 14,47 6,95 19,45 32,86 45,06 46,89 18,46 10,92 7,73
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 100,42 87,19 98,04 75,99 85,78 61,60 54,77 55,07 57,31 93,41 93,06 95,28
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 475,58 737,81 647,96 149,01 321,22 122,40 -35,77 -39,07 -4,31 428,59 330,94 264,72
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 0 0 42,35 57,10 23,06 0 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 475,58 737,81 647,96 149,01 321,22 122,40 0 0 0 428,59 330,94 264,72
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 142,67 221,34 194,39 44,70 96,37 36,72 0 0 0 128,58 99,28 79,42
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 124,84 193,67 170,09 39,12 84,32 32,13 0 0 0 112,51 86,87 69,49
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 317,13 383,10 414,89 340,51 318,62 263,06 197,30 147,97 110,98 167,61 190,86
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 422,84 510,80 553,19 454,01 424,83 350,75 263,06 197,30 147,97 223,49 254,49 260,35
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm 14,67 87,97 42,39 -99,18 -29,18 -74,08 -87,69 -65,77 -49,32 75,51 31,00 5,87
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 128,00 133,38 152,00 143,89 125,55 110,80 87,69 65,77 49,32 53,07 68,28 73,55
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 332,91 516,47 453,57 104,31 224,86 85,68 0 0 0 300,01 231,66 185,31
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 460,91 649,84 605,57 248,20 350,41 196,47 87,69 65,77 49,32 353,08 299,94 258,85
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,8E-04 2,5E-04 2,3E-04 9,6E-05 1,4E-04 7,6E-05 3,4E-05 2,5E-05 1,9E-05 1,4E-04 1,2E-04 1,0E-04
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 3615,07 5096,96 4749,71 1946,69 2748,36 1541,02 687,77 515,82 386,87 2769,34 2352,54 2030,29
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 3,62 5,10 4,75 1,95 2,75 1,54 0,69 0,52 0,39 2,77 2,35 2,03
(Sumber : Perhitungan )
[1] CURAH HUJAN (P) mm 528 708 470 226 179 433 541 145 10 314 418 387
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 17 19 15 13 12 15 16 12 6 15 15 13
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 40 40 30 30 40 50 30 30 30
[5] (m/20) * (18 - N) 0,015 -0,015 0,045 0,100 0,120 0,045 0,030 0,120 0,300 0,045 0,045 0,075
[6] dE [5] x [3] mm 1,58 -1,39 4,85 9,05 11,13 3,65 2,63 12,02 31,26 5,03 4,68 7,73
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 426,35 618,74 365,76 139,04 89,77 355,44 456,86 48,37 -90,69 205,63 317,52 287,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 0 0 0 0 90,69 0 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 426,35 618,74 365,76 139,04 89,77 355,44 456,86 48,37 0 205,63 317,52 287,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 127,90 185,62 109,73 41,71 27 107 137 15 0 62 95,26 86,25
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 111,92 162,42 96,01 36,50 24 93 120 13 0 54 83,35 75,47
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 307,44 352,39 336,30 279,60 227,37 240,51 270,33 212,27 159,20 159,88 182,43
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 409,92 469,86 448,41 372,80 303,17 320,68 360,44 283,02 212,27 213,18 243,23 257,89
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 59,94 -21,45 -75,60 -69,64 17,51 39,76 -77,41 -70,76 0,91 30,06 14,66
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 151,30 125,68 131,18 117,32 96,57 89,12 97,30 91,92 70,76 60,78 65,20 71,59
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 298,44 433,12 256,03 97,33 63 249 320 34 0 144 222,27 201,25
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 449,75 558,80 387,21 214,64 159,41 337,93 417,11 125,78 70,76 204,72 287,47 272,84
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,7E-04 2,2E-04 1,5E-04 8,3E-05 6,1E-05 1,3E-04 1,6E-04 4,9E-05 2,7E-05 7,9E-05 1,1E-04 1,1E-04
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 3527,53 4382,89 3037,06 1683,53 1250,27 2650,51 3271,52 986,54 554,96 1605,71 2254,72 2139,97
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 3,53 4,38 3,04 1,68 1,25 2,65 3,27 0,99 0,55 1,61 2,25 2,14
(Sumber : Perhitungan )
[1] CURAH HUJAN (P) mm 856 465 564 240 117 63 49 109 11 77 209 682
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 19 13 16 12 11 7 6 10 3 8 11 17
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 40 40 50 50 50 50 50 40 30
[5] (m/20) * (18 - N) -0,015 0,075 0,030 0,120 0,140 0,275 0,300 0,200 0,375 0,250 0,140 0,015
[6] dE [5] x [3] mm -1,58 6,96 3,23 10,86 12,98 22,29 26,29 20,03 39,07 27,97 14,56 1,55
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 754,35 375,74 459,76 153,04 27,77 -14,56 -35,14 12,37 -89,69 -31,37 108,52 582,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 0 14,56 83,14 0,00 89,69 31,37 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 754,35 375,74 459,76 153,04 27,77 0 0 12,37 0 0 108,52 582,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 226,30 112,72 137,93 45,91 8 0 0 4 0 0 32,56 174,75
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 198,02 98,63 120,69 40,17 7 0 0 3 0 0 28,49 152,91
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 372,01 352,98 355,25 296,57 227,89 170,92 128,19 98,58 73,93 55,45 62,95
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 496,02 470,64 473,67 395,43 303,86 227,89 170,92 131,44 98,58 73,93 83,94 215,86
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 -25,37 3,03 -78,24 -91,57 -75,96 -56,97 -39,48 -32,86 -24,64 10,00 131,92
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 249,70 138,09 134,90 124,16 99,90 75,96 56,97 43,19 32,86 24,64 22,55 42,83
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 528,04 263,02 321,83 107,13 19 0 0 9 0 0 75,97 407,75
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 777,75 401,11 456,74 231,29 119,34 75,96 56,97 51,85 32,86 24,64 98,52 450,58
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 3,0E-04 1,5E-04 1,8E-04 8,9E-05 4,6E-05 2,9E-05 2,2E-05 2,0E-05 1,3E-05 9,5E-06 3,8E-05 1,7E-04
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 6100,15 3146,09 3582,34 1814,05 936,00 595,82 446,86 406,69 257,73 193,30 772,73 3534,04
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 6,10 3,15 3,58 1,81 0,94 0,60 0,45 0,41 0,26 0,19 0,77 3,53
(Sumber : Perhitungan )
[1] CURAH HUJAN (P) mm 1023 1106 249 520 38 8 0 0 0 12 271 545
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 20 21 11 14 8 4 0 0 0 7 11 13
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 40 30 50 50 50 50 50 50 40 30
[5] (m/20) * (18 - N) -0,030 -0,045 0,140 0,060 0,250 0,350 0,450 0,450 0,450 0,275 0,140 0,075
[6] dE [5] x [3] mm -3,15 -4,17 15,08 5,43 23,18 28,37 39,44 45,06 46,89 30,76 14,56 7,73
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 921,35 1016,74 144,76 433,04 -51,23 -69,56 -84,14 -96,63 -100,69 -96,37 170,52 445,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 51,23 69,56 84,14 96,63 100,69 96,37 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 921,35 1016,74 144,76 433,04 0 0 0 0 0 0 170,52 445,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 276,40 305,02 43,43 129,91 0 0 0 0 0 0 51,16 133,65
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 241,85 266,90 38,00 113,67 0 0 0 0 0 0 44,76 116,94
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 404,89 503,84 406,38 390,04 292,53 219,40 164,55 123,41 92,56 69,42 85,64
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 539,85 671,79 541,84 520,05 390,04 292,53 219,40 164,55 123,41 92,56 114,18 202,58
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 131,93 -129,95 -21,79 -130,01 -97,51 -73,13 -54,85 -41,14 -30,85 21,62 88,40
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 299,80 173,09 173,37 151,70 130,01 97,51 73,13 54,85 41,14 30,85 29,53 45,25
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 644,94 711,72 101,33 303,13 0 0 0 0 0 0 119,37 311,85
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 944,75 884,81 274,71 454,83 130,01 97,51 73,13 54,85 41,14 30,85 148,90 357,10
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 3,6E-04 3,4E-04 1,1E-04 1,8E-04 5,0E-05 3,8E-05 2,8E-05 2,1E-05 1,6E-05 1,2E-05 5,7E-05 1,4E-04
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 7409,99 6939,90 2154,63 3567,37 1019,74 764,80 573,60 430,20 322,65 241,99 1167,88 2800,87
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 7,41 6,94 2,15 3,57 1,02 0,76 0,57 0,43 0,32 0,24 1,17 2,80
(Sumber : Perhitungan )
[1] CURAH HUJAN (P) mm 975 952 832 533 260 113 92 336 184 257 320 281
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 16 14 15 14 13 7 6 12 11 14 15 14
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 30 40 40 50 30 40 40 30 40
[5] (m/20) * (18 - N) 0,030 0,060 0,045 0,060 0,100 0,220 0,300 0,090 0,140 0,080 0,045 0,080
[6] dE [5] x [3] mm 3,15 5,57 4,85 5,43 9,27 17,83 26,29 9,01 14,59 8,95 4,68 8,24
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 873,35 862,74 727,76 446,04 170,77 35,44 7,86 239,37 83,31 148,63 219,52 181,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 873,35 862,74 727,76 446,04 170,77 35,44 7,86 239,37 83,31 148,63 219,52 181,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 262,00 258,82 218,33 133,81 51 11 2 72 25 45 65,86 54,45
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 229,25 226,47 191,04 117,09 45 9 2 63 22 39 57,63 47,64
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 395,44 466,43 493,10 457,64 376,85 289,62 218,76 211,20 174,80 160,36 163,49
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 527,25 621,91 657,47 610,19 502,47 386,15 291,68 281,59 233,06 213,81 217,99 211,13
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 94,66 35,56 -47,28 -107,72 -116,31 -94,47 -10,09 -48,53 -19,25 4,17 -6,85
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 285,40 164,17 182,77 181,09 158,95 126,95 96,83 81,90 73,52 63,84 61,69 61,30
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 611,34 603,92 509,43 312,23 120 25 6 168 58 104 153,67 127,05
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 896,75 768,09 692,20 493,32 278,49 151,76 102,34 249,45 131,84 167,88 215,35 188,35
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 3,5E-04 3,0E-04 2,7E-04 1,9E-04 1,1E-04 5,9E-05 3,9E-05 9,6E-05 5,1E-05 6,5E-05 8,3E-05 7,3E-05
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 7033,51 6024,38 5429,19 3869,31 2184,29 1190,28 802,67 1956,56 1034,06 1316,78 1689,09 1477,31
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 7,03 6,02 5,43 3,87 2,18 1,19 0,80 1,96 1,03 1,32 1,69 1,48
(Sumber : Perhitungan )
[1] CURAH HUJAN (P) mm 469 313 478 391 145 104 0 10 0 16 438 489
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 14 14 14 13 12 8 1 3 0 4 13 14
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 30 40 40 50 50 50 50 30 30
[5] (m/20) * (18 - N) 0,060 0,060 0,060 0,075 0,120 0,200 0,425 0,375 0,450 0,350 0,075 0,060
[6] dE [5] x [3] mm 6,31 5,57 6,46 6,78 11,13 16,21 37,25 37,55 46,89 39,15 7,80 6,18
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 367,35 223,74 373,76 304,04 55,77 26,44 -84,14 -86,63 -100,69 -92,37 337,52 389,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 0 0 83,14 86,63 100,69 92,37 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 367,35 223,74 373,76 304,04 55,77 26,44 0 0 0 0 337,52 389,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 110,20 67,12 112,13 91,21 17 8 0 0 0 0 101,26 116,85
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 96,43 58,73 98,11 79,81 15 7 0 0 0 0 88,60 102,24
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 295,82 265,92 273,02 264,62 209,45 162,29 121,72 91,29 68,47 51,35 104,96
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 394,43 354,55 364,03 352,83 279,26 216,39 162,29 121,72 91,29 68,47 139,95 207,21
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 -39,87 9,47 -11,20 -73,57 -62,87 -54,10 -40,57 -30,43 -22,82 71,48 67,26
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 133,60 107,00 102,65 102,41 90,30 70,81 54,10 40,57 30,43 22,82 29,77 49,59
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 257,14 156,62 261,63 212,83 39 19 0 0 0 0 236,27 272,65
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 390,75 263,62 364,29 315,24 129,34 89,32 54,10 40,57 30,43 22,82 266,04 322,24
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,5E-04 1,0E-04 1,4E-04 1,2E-04 5,0E-05 3,4E-05 2,1E-05 1,6E-05 1,2E-05 8,8E-06 1,0E-04 1,2E-04
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 3064,77 2067,65 2857,24 2472,52 1014,44 700,55 424,30 318,23 238,67 179,00 2086,65 2527,46
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 3,06 2,07 2,86 2,47 1,01 0,70 0,42 0,32 0,24 0,18 2,09 2,53
(Sumber : Perhitungan )
[1] CURAH HUJAN (P) mm 502 697 890 236 82 0 0 0 0 39 205 321
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 14 15 16 10 6 0 0 0 0 5 8 11
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 40 50 50 50 50 50 50 40 30
[5] (m/20) * (18 - N) 0,060 0,045 0,030 0,160 0,300 0,450 0,450 0,450 0,450 0,325 0,200 0,105
[6] dE [5] x [3] mm 6,31 4,17 3,23 14,47 27,82 36,48 39,44 45,06 46,89 36,36 20,80 10,82
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 400,35 607,74 785,76 149,04 -7,23 -77,56 -84,14 -96,63 -100,69 -69,37 104,52 221,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 7,23 77,56 83,14 96,63 100,69 69,37 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 400,35 607,74 785,76 149,04 0 0 0 0 0 0 104,52 221,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 120,10 182,32 235,73 44,71 0 0 0 0 0 0 31,36 66,45
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 105,09 159,53 206,26 39,12 0 0 0 0 0 0 27,44 58,14
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 302,32 346,39 414,49 340,21 255,16 191,37 143,53 107,64 80,73 60,55 65,99
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 403,09 461,85 552,65 453,61 340,21 255,16 191,37 143,53 107,64 80,73 87,99 124,13
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 58,76 90,80 -99,04 -113,40 -85,05 -63,79 -47,84 -35,88 -26,91 7,25 36,15
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 143,50 123,56 144,93 143,75 113,40 85,05 63,79 47,84 35,88 26,91 24,10 30,30
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 280,24 425,42 550,03 104,33 0 0 0 0 0 0 73,17 155,05
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 423,75 548,98 694,96 248,08 113,40 85,05 63,79 47,84 35,88 26,91 97,27 185,35
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,6E-04 2,1E-04 2,7E-04 9,6E-05 4,4E-05 3,3E-05 2,5E-05 1,8E-05 1,4E-05 1,0E-05 3,8E-05 7,2E-05
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 3323,60 4305,88 5450,84 1945,78 889,46 667,09 500,32 375,24 281,43 211,07 762,92 1453,78
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 3,32 4,31 5,45 1,95 0,89 0,67 0,50 0,38 0,28 0,21 0,76 1,45
(Sumber : Perhitungan )
[1] CURAH HUJAN (P) mm 606 681 475 245 87 241 72 0 4 182 729 399
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 15 16 12 10 8 12 6 0 2 8 16 13
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 40 50 40 50 50 50 40 30 40
[5] (m/20) * (18 - N) 0,045 0,030 0,090 0,160 0,250 0,120 0,300 0,450 0,400 0,200 0,030 0,100
[6] dE [5] x [3] mm 4,73 2,78 9,70 14,47 23,18 9,73 26,29 45,06 41,68 22,37 3,12 10,30
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 504,35 591,74 370,76 158,04 -2,23 163,44 -12,14 -96,63 -96,69 73,63 628,52 299,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 2,23 67,56 12,14 97,63 96,69 0,00 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 504,35 591,74 370,76 158,04 0,00 95,88 0 0 0 73,63 628,52 299,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 151,30 177,52 111,23 47,41 0 29 0 0 0 22 188,56 89,85
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 132,39 155,33 97,32 41,49 0 25 0 0 0 19 164,99 78,62
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 322,79 358,59 341,94 287,57 215,68 180,63 135,48 101,61 76,21 71,65 177,48
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 430,39 478,13 455,92 383,43 287,57 240,85 180,63 135,48 101,61 95,53 236,64 256,10
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 47,73 -22,21 -72,49 -95,86 -46,72 -60,21 -45,16 -33,87 -6,07 141,10 19,46
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 174,70 129,79 133,44 119,91 95,86 75,49 60,21 45,16 33,87 28,16 47,45 70,39
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 353,04 414,22 259,53 110,63 0 67 0 0 0 52 439,97 209,65
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 527,75 544,01 392,97 230,53 95,86 142,61 60,21 45,16 33,87 79,71 487,42 280,04
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 2,0E-04 2,1E-04 1,5E-04 8,9E-05 3,7E-05 5,5E-05 2,3E-05 1,7E-05 1,3E-05 3,1E-05 1,9E-04 1,1E-04
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 4139,31 4266,86 3082,19 1808,17 751,84 1118,51 472,26 354,20 265,65 625,17 3823,01 2196,45
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 4,14 4,27 3,08 1,81 0,75 1,12 0,47 0,35 0,27 0,63 3,82 2,20
(Sumber : Perhitungan )
[1] CURAH HUJAN (P) mm 374 275 223 170 47 38 1 24 0 329 570 426
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 13 12 12 10 6 4 1 4 0 12 15 14
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 40 40 40 50 50 50 50 50 30 30 40
[5] (m/20) * (18 - N) 0,075 0,120 0,120 0,160 0,300 0,350 0,425 0,350 0,450 0,090 0,045 0,080
[6] dE [5] x [3] mm 7,89 11,13 12,93 14,47 27,82 28,37 37,25 35,05 46,89 10,07 4,68 8,24
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 272,35 185,74 118,76 83,04 -42,23 -39,56 -83,14 -72,63 -100,69 220,63 469,52 326,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 42,23 39,56 83,14 72,63 100,69 0 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 272,35 185,74 118,76 83,04 0 0 0 0 0 220,63 469,52 326,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 81,70 55,72 35,63 24,91 0 0 0 0 0 66 140,86 97,95
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 71,49 48,76 31,17 21,80 0 0 0 0 0 58 123,25 85,71
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 277,12 244,41 206,69 171,36 128,52 96,39 72,29 54,22 40,67 73,94 147,89
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 369,49 325,88 275,58 228,48 171,36 128,52 96,39 72,29 54,22 98,58 197,19 233,60
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 -43,62 -50,29 -47,10 -57,12 -42,84 -32,13 -24,10 -18,07 44,36 98,60 36,41
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 105,10 99,34 85,92 72,01 57,12 42,84 32,13 24,10 18,07 21,83 42,25 61,54
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 190,64 130,02 83,13 58,13 0 0 0 0 0 154 328,67 228,55
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 295,75 229,36 169,06 130,14 57,12 42,84 32,13 24,10 18,07 176,27 370,92 290,09
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,1E-04 8,8E-05 6,5E-05 5,0E-05 2,2E-05 1,7E-05 1,2E-05 9,3E-06 7,0E-06 6,8E-05 1,4E-04 1,1E-04
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 2319,65 1798,94 1325,96 1020,72 448,02 336,02 252,01 189,01 141,76 1382,57 2909,26 2275,27
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 2,32 1,80 1,33 1,02 0,45 0,34 0,25 0,19 0,14 1,38 2,91 2,28
(Sumber : Perhitungan )
[1] CURAH HUJAN (P) mm 424 659 514 404 95 317 285 33 67 620 684 326
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 16 17 16 14 8 12 11 5 7 17 18 13
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 30 50 30 40 50 50 30 30 40
[5] (m/20) * (18 - N) 0,030 0,015 0,030 0,060 0,250 0,090 0,140 0,325 0,275 0,015 0,000 0,100
[6] dE [5] x [3] mm 3,15 1,39 3,23 5,43 23,18 7,30 12,27 32,54 28,65 1,68 0,00 10,30
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 322,35 569,74 409,76 317,04 5,77 239,44 200,86 -63,63 -33,69 511,63 583,52 226,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 7,23 67,56 83,14 97,63 101,69 92,37 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 322,35 569,74 409,76 317,04 0 0 0 0 0 0 583,52 226,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 96,70 170,92 122,93 95,11 0 0 0 0 0 0 175,06 67,95
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 84,62 149,56 107,56 83,22 0 0 0 0 0 0 153,18 59,46
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 286,96 327,39 326,21 307,08 230,31 172,73 129,55 97,16 72,87 54,65 155,87
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 382,62 436,52 434,95 409,44 307,08 230,31 172,73 129,55 97,16 72,87 207,83 215,33
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 53,90 -1,57 -25,51 -102,36 -76,77 -57,58 -43,18 -32,39 -24,29 134,96 7,50
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 120,10 117,02 124,50 120,63 102,36 76,77 57,58 43,18 32,39 24,29 40,10 60,45
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 225,64 398,82 286,83 221,93 0 0 0 0 0 0 408,47 158,55
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 345,75 515,84 411,33 342,56 102,36 76,77 57,58 43,18 32,39 24,29 448,57 219,00
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,3E-04 2,0E-04 1,6E-04 1,3E-04 3,9E-05 3,0E-05 2,2E-05 1,7E-05 1,2E-05 9,4E-06 1,7E-04 8,4E-05
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 2711,82 4045,92 3226,20 2686,79 802,84 602,13 451,60 338,70 254,02 190,52 3518,27 1717,69
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 2,71 4,05 3,23 2,69 0,80 0,60 0,45 0,34 0,25 0,19 3,52 1,72
(Sumber : Perhitungan )
[1] CURAH HUJAN (P) mm 518 355 437 334 214 44 66 1 15 229 396 561
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 14 13 14 12 11 4 5 1 3 9 13 15
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 30 40 50 50 50 50 40 30 30
[5] (m/20) * (18 - N) 0,060 0,075 0,060 0,090 0,140 0,350 0,325 0,425 0,375 0,180 0,075 0,045
[6] dE [5] x [3] mm 6,31 6,96 6,46 8,14 12,98 28,37 28,48 42,56 39,07 20,14 7,80 4,64
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 416,35 265,74 332,76 247,04 124,77 -33,56 -18,14 -95,63 -85,69 120,63 295,52 461,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 0,00 33,56 18,14 95,63 85,69 0,00 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 416,35 265,74 332,76 247,04 124,77 0,00 0,00 0,00 0,00 120,63 295,52 461,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 124,90 79,72 99,83 74,11 37 0 0 0 0 36 88,66 138,45
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 109,29 69,76 87,35 64,85 33 0 0 0 0 32 77,58 121,14
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 305,47 281,42 276,58 256,07 216,62 162,46 121,85 91,38 68,54 75,15 114,55
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 407,29 375,23 368,77 341,43 288,82 216,62 162,46 121,85 91,38 100,21 152,73 235,69
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 -32,07 -6,46 -27,34 -52,60 -72,21 -54,15 -40,62 -30,46 8,82 52,52 82,96
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 148,30 111,79 106,29 101,46 90,04 72,21 54,15 40,62 30,46 27,37 36,13 55,49
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 291,44 186,02 232,93 172,93 87 0 0 0 0 84 206,87 323,05
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 439,75 297,81 339,22 274,38 177,37 72,21 54,15 40,62 30,46 111,81 243,00 378,54
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,7E-04 1,1E-04 1,3E-04 1,1E-04 6,8E-05 2,8E-05 2,1E-05 1,6E-05 1,2E-05 4,3E-05 9,4E-05 1,5E-04
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 3449,09 2335,82 2660,61 2152,10 1391,20 566,33 424,75 318,56 238,92 877,00 1905,94 2969,00
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 3,45 2,34 2,66 2,15 1,39 0,57 0,42 0,32 0,24 0,88 1,91 2,97
(Sumber : Perhitungan )
[1] CURAH HUJAN (P) mm 447 538 361 483 139 123 26 67 10 159 308 213
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 15 16 13 14 12 11 6 8 3 12 13 12
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 30 40 40 50 50 50 40 30 40
[5] (m/20) * (18 - N) 0,045 0,030 0,075 0,060 0,120 0,140 0,300 0,250 0,375 0,120 0,075 0,120
[6] dE [5] x [3] mm 4,73 2,78 8,08 5,43 11,13 11,35 26,29 25,03 39,07 13,42 7,80 12,36
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 345,35 448,74 256,76 396,04 49,77 45,44 -58,14 -29,63 -90,69 50,63 207,52 113,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 0,00 0,00 58,14 29,63 90,69 0,00 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 345,35 448,74 256,76 396,04 49,77 45,44 0,00 0,00 0,00 50,63 207,52 113,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 103,60 134,62 77,03 118,81 15 14 0 0 0 15 62,26 34,05
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 90,65 117,80 67,40 103,96 13 12 0 0 0 13 54,48 29,79
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 291,49 306,96 280,77 288,55 226,21 178,60 133,95 100,47 75,35 66,48 90,72
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 388,65 409,29 374,36 384,73 301,61 238,14 178,60 133,95 100,47 88,64 120,96 120,51
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 20,63 -34,92 10,37 -83,12 -63,48 -59,53 -44,65 -33,49 -11,82 32,31 -0,45
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 127,00 113,99 111,95 108,44 98,05 77,11 59,53 44,65 33,49 27,02 29,94 34,50
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 241,74 314,12 179,73 277,23 35 32 0 0 0 35 145,27 79,45
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 368,75 428,11 291,68 385,67 132,89 108,92 59,53 44,65 33,49 62,46 175,21 113,94
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,4E-04 1,7E-04 1,1E-04 1,5E-04 5,1E-05 4,2E-05 2,3E-05 1,7E-05 1,3E-05 2,4E-05 6,8E-05 4,4E-05
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 2892,22 3357,84 2287,77 3024,96 1042,29 854,28 466,95 350,22 262,66 489,89 1374,23 893,70
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 2,89 3,36 2,29 3,02 1,04 0,85 0,47 0,35 0,26 0,49 1,37 0,89
(Sumber : Perhitungan )
[1] CURAH HUJAN (P) mm 455 379 629 352 128 199 76 6 2 461 631 163
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 15 14 16 13 11 12 6 2 1 15 16 11
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 30 40 40 50 50 50 40 30 40
[5] (m/20) * (18 - N) 0,045 0,030 0,075 0,060 0,120 0,140 0,300 0,250 0,375 0,120 0,075 0,120
[6] dE [5] x [3] mm 4,73 2,78 8,08 5,43 11,13 11,35 26,29 25,03 39,07 13,42 7,80 12,36
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 353,35 289,74 524,76 265,04 38,77 121,44 -8,14 -90,63 -98,69 352,63 530,52 63,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 0 0 8 91 99 0 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 353,35 289,74 524,76 265,04 38,77 121,44 0 0 0 352,63 530,52 63,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 106,00 86,92 157,43 79,51 12 36 0 0 0 106 159,16 19,05
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 92,75 76,06 137,75 69,57 10 32 0 0 0 93 139,26 16,67
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 293,07 276,84 310,94 285,39 221,67 190,16 142,62 106,97 80,23 129,59 201,64
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 390,75 369,12 414,59 380,52 295,56 253,55 190,16 142,62 106,97 172,79 268,86 218,31
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 -21,63 45,47 -34,07 -84,95 -42,01 -63,39 -47,54 -35,66 65,82 96,06 -50,55
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 129,40 108,55 111,96 113,59 96,58 78,45 63,39 47,54 35,66 39,97 63,09 69,60
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 247,34 202,82 367,33 185,53 27 85 0 0 0 247 371,37 44,45
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 376,75 311,37 479,29 299,12 123,72 163,45 63,39 47,54 35,66 286,81 434,46 114,04
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,5E-04 1,2E-04 1,8E-04 1,2E-04 4,8E-05 6,3E-05 2,4E-05 1,8E-05 1,4E-05 1,1E-04 1,7E-04 4,4E-05
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 2954,96 2442,22 3759,26 2346,07 970,39 1282,04 497,18 372,88 279,66 2249,55 3407,62 894,49
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 2,95 2,44 3,76 2,35 0,97 1,28 0,50 0,37 0,28 2,25 3,41 0,89
(Sumber : Perhitungan )
[1] CURAH HUJAN (P) mm 590 703 340 257 125 98 60 6 4 324 306 400
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 14 16 12 11 10 7 3 2 1 11 11 14
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 40 50 50 50 50 50 30 30 30
[5] (m/20) * (18 - N) 0,060 0,030 0,090 0,140 0,200 0,275 0,375 0,400 0,425 0,105 0,105 0,060
[6] dE [5] x [3] mm 6,31 2,78 9,70 12,66 18,55 22,29 32,86 40,05 44,28 11,75 10,92 6,18
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 488,35 613,74 235,76 170,04 35,77 20,44 -24,14 -90,63 -96,69 215,63 205,52 300,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 0 0 24,14 90,63 96,69 0 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 488,35 613,74 235,76 170,04 35,77 20,44 0 0 0 215,63 205,52 300,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 146,50 184,12 70,73 51,01 11 6 0 0 0 65 61,66 90,15
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 128,19 161,11 61,89 44,64 9 5 0 0 0 57 53,95 78,88
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 319,64 360,56 316,84 271,11 210,37 161,80 121,35 91,01 68,26 93,65 110,70
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 426,19 480,75 422,45 361,47 280,49 215,74 161,80 121,35 91,01 124,86 147,60 189,58
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 54,56 -58,30 -60,98 -80,98 -64,76 -53,93 -40,45 -30,34 33,85 22,73 41,98
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 169,90 129,56 129,03 111,99 91,71 70,89 53,93 40,45 30,34 30,84 38,92 48,17
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 341,84 429,62 165,03 119,03 25 14 0 0 0 151 143,87 210,35
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 511,75 559,18 294,06 231,02 116,75 85,20 53,93 40,45 30,34 181,78 182,79 258,52
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 2,0E-04 2,2E-04 1,1E-04 8,9E-05 4,5E-05 3,3E-05 2,1E-05 1,6E-05 1,2E-05 7,0E-05 7,1E-05 1,0E-04
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 4013,82 4385,88 2306,43 1811,95 915,70 668,25 423,03 317,27 237,95 1425,80 1433,69 2027,64
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 4,01 4,39 2,31 1,81 0,92 0,67 0,42 0,32 0,24 1,43 1,43 2,03
(Sumber : Perhitungan )
[1] CURAH HUJAN (P) mm 250 535 273 103 154 103 103 103 103 103 295 345
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 13 15 12 10 11 11 9 6 5 6 11 13
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 40 30 40 50 50 50 50 50 50 50 40 40
[5] (m/20) * (18 - N) 0,100 0,045 0,120 0,200 0,175 0,175 0,225 0,300 0,325 0,300 0,140 0,100
[6] dE [5] x [3] mm 10,52 4,17 12,93 18,09 16,23 14,19 19,72 30,04 33,86 33,56 14,56 10,30
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 148,35 445,74 168,76 16,04 64,77 25,44 18,86 6,37 2,31 -5,37 194,52 245,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5,37 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 148,35 445,74 168,76 16,04 64,77 25,44 18,86 6,37 2,31 0 194,52 245,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 44,50 133,72 50,63 4,81 19 8 6 2 1 0 58,36 73,65
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 38,94 117,01 44,30 4,21 17 7 5 2 1 0 51,06 64,44
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 252,71 277,29 241,19 184,05 150,79 118,10 92,29 70,47 53,31 39,98 68,28
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 336,94 369,71 321,58 245,40 201,05 157,47 123,05 93,96 71,08 53,31 91,04 132,73
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 32,77 -48,13 -76,19 -44,35 -43,58 -34,42 -29,09 -22,88 -17,77 37,74 41,68
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 67,90 100,95 98,76 81,00 63,78 51,22 40,07 31,00 23,58 17,77 20,62 31,97
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 103,84 312,02 118,13 11,23 45 18 13 4 2 0 136,17 171,85
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 171,75 412,97 216,89 92,23 109,12 69,03 53,28 35,46 25,19 17,77 156,79 203,82
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 6,6E-05 1,6E-04 8,4E-05 3,6E-05 4,2E-05 2,7E-05 2,1E-05 1,4E-05 9,7E-06 6,9E-06 6,0E-05 7,9E-05
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 1347,07 3239,08 1701,15 723,36 855,84 541,40 417,88 278,12 197,60 139,37 1229,75 1598,60
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 1,35 3,24 1,70 0,72 0,86 0,54 0,42 0,28 0,20 0,14 1,23 1,60
(Sumber : Perhitungan )
[1] CURAH HUJAN (P) mm 447 419 355 116 272 10 50 4 15 61 327 693
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 15 14 12 10 13 6 7 2 3 6 14 16
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 40 40 50 50 50 50 50 30 30
[5] (m/20) * (18 - N) 0,045 0,060 0,090 0,160 0,100 0,300 0,275 0,400 0,375 0,300 0,060 0,030
[6] dE [5] x [3] mm 4,73 5,57 9,70 14,47 9,27 24,32 24,10 40,05 39,07 33,56 6,24 3,09
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 345,35 329,74 250,76 29,04 182,77 -67,56 -34,14 -92,63 -85,69 -47,37 226,52 593,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 0 67,56 34,14 92,63 85,69 47,37 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 345,35 329,74 250,76 29,04 182,77 0 0 0 0 0 226,52 593,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 103,60 98,92 75,23 8,71 55 0 0 0 0 0 67,96 178,05
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 90,65 86,56 65,82 7,62 48 0 0 0 0 0 59,46 155,79
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 291,49 283,54 262,02 202,23 187,66 140,74 105,56 79,17 59,38 44,53 78,00
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 388,65 378,05 349,36 269,64 250,21 187,66 140,74 105,56 79,17 59,38 103,99 233,79
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 -10,61 -28,69 -79,72 -19,43 -62,55 -46,91 -35,19 -26,39 -19,79 44,62 129,79
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 127,00 109,53 103,92 88,43 74,26 62,55 46,91 35,19 26,39 19,79 23,34 48,25
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 241,74 230,82 175,53 20,33 128 0 0 0 0 0 158,57 415,45
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 368,75 340,35 279,45 108,76 202,20 62,55 46,91 35,19 26,39 19,79 181,91 463,70
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,4E-04 1,3E-04 1,1E-04 4,2E-05 7,8E-05 2,4E-05 1,8E-05 1,4E-05 1,0E-05 7,6E-06 7,0E-05 1,8E-04
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 2892,22 2669,48 2191,82 853,02 1585,95 490,62 367,97 275,97 206,98 155,24 1426,75 3637,00
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 2,89 2,67 2,19 0,85 1,59 0,49 0,37 0,28 0,21 0,16 1,43 3,64
(Sumber : Perhitungan )
[1] CURAH HUJAN (P) mm 431 362 264 245 34 43 40 34 35 178 245 650
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 15 14 12 10 13 6 3 0 0 7 11 13
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 40 40 40 50 50 50 50 50 30 30 30
[5] (m/20) * (18 - N) 0,045 0,080 0,120 0,160 0,125 0,300 0,375 0,450 0,450 0,165 0,105 0,075
[6] dE [5] x [3] mm 4,73 7,42 12,93 14,47 11,59 24,32 32,86 45,06 46,89 18,46 10,92 7,73
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 329,35 272,74 159,76 158,04 -55,23 -34,56 -44,14 -62,63 -65,69 69,63 144,52 550,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 55,23 34,56 44,14 62,63 65,69 0,00 0 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 329,35 272,74 159,76 158,04 0 0 0 0 0 69,63 144,52 550,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 98,80 81,82 47,93 47,41 0 0 0 0 0 21 43,36 165,15
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 86,45 71,60 41,94 41,49 0 0 0 0 0 18 37,94 144,51
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 288,34 269,95 233,92 206,55 154,91 116,19 87,14 65,35 49,02 50,47 66,31
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 384,45 359,94 311,89 275,40 206,55 154,91 116,19 87,14 65,35 67,29 88,41 210,81
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 -24,52 -48,05 -36,49 -68,85 -51,64 -38,73 -29,05 -21,78 1,94 21,11 122,40
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 122,20 106,34 95,97 83,90 68,85 51,64 38,73 29,05 21,78 18,95 22,24 42,75
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 230,54 190,92 111,83 110,63 0 0 0 0 0 49 101,17 385,35
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 352,75 297,26 207,81 194,53 68,85 51,64 38,73 29,05 21,78 67,69 123,41 428,09
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,4E-04 1,1E-04 8,0E-05 7,5E-05 2,7E-05 2,0E-05 1,5E-05 1,1E-05 8,4E-06 2,6E-05 4,8E-05 1,7E-04
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 2766,72 2331,53 1629,91 1525,75 540,02 405,02 303,76 227,82 170,87 530,95 967,95 3357,70
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 2,77 2,33 1,63 1,53 0,54 0,41 0,30 0,23 0,17 0,53 0,97 3,36
(Sumber : Perhitungan )
[1] CURAH HUJAN (P) mm 431 362 264 245 34 43 40 34 35 178 245 650
[2] JUMLAH HARI HUJAN (N) hr 15 14 12 10 13 6 3 0 0 7 11 13
Limited Evapotranpiration
[3] Evapotranpiration (Eto) mm 105,15 92,76 107,74 90,46 92,73 81,06 87,64 100,13 104,19 111,87 103,98 103,00
[4] Exposed Surface (m) % 30 30 30 30 40 50 50 50 50 40 40 30
[5] (m/20) * (18 - N) 0,045 0,060 0,090 0,120 0,100 0,300 0,375 0,425 0,325 0,120 0,140 0,030
[6] dE [5] x [3] mm 4,73 5,57 9,70 10,86 9,27 24,32 32,86 42,56 33,86 13,42 14,56 3,09
[7] Etl = Eto -dE [3] - [6] mm 101,65 89,26 104,24 86,96 89,23 77,56 84,14 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
WATER BALANCE
[8] P - Etl [1] - [7] mm 297,35 354,74 207,76 363,04 130,77 -48,56 17,86 -93,63 -65,69 19,63 -20,48 544,50
[9] SOIL STORAGE mm 0 0 0 0 0,00 48,56 0,00 93,63 65,69 0,00 20,48 0
[10] SOIL MOISTURE mm 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
[11] WATER SURPLUS [8] - [9] mm 297,35 354,74 207,76 363,04 130,77 0 17,86 0 0 19,63 0,00 544,50
RUN OFF AND
GROUND WATER STORAGE
[12] INFILTRATION 0,3 x [11] mm 89,20 106,42 62,33 108,91 39 0 5 0 0 6 0 163,35
[13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] mm 78,05 93,12 54,54 95,30 34 0 5 0 0 5 0 142,93
[14] K x (Vn-1) mm 298,00 282,04 281,37 251,93 260,42 221,06 165,80 127,86 95,90 71,92 57,81 43,36
[15] STORAGE VOLUME [13] + [14] mm 376,05 375,16 335,91 347,23 294,75 221,06 170,49 127,86 95,90 77,08 57,81 186,29
[16] dVn = Vn - Vn-1 mm -23,40 -0,89 -39,25 11,32 -52,48 -73,69 -50,58 -42,62 -31,97 -18,82 -19,27 128,48
[17] BASE FLOW [12] - [16] mm 112,60 107,32 101,58 97,59 91,71 73,69 55,94 42,62 31,97 24,71 19,27 34,87
[18] DIRECT RUNOFF [11] - [12] mm 208,14 248,32 145,43 254,13 92 0 13 0 0 14 0,00 381,15
[19] RUN OFF [17]+[18] mm 320,75 355,64 247,01 351,72 183,25 73,69 68,44 42,62 31,97 38,45 19,27 416,02
[20] RUN OFF [17]+[18] m³/dt 1,2E-04 1,4E-04 9,5E-05 1,4E-04 7,1E-05 2,8E-05 2,6E-05 1,6E-05 1,2E-05 1,5E-05 7,4E-06 1,6E-04
[21] CA km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
[22] DEBIT EFEKTIF [19] x A lt/dt 2515,73 2789,39 1937,42 2758,66 1437,29 577,95 536,80 334,29 250,72 301,62 151,14 3262,99
[23] DEBIT EFEKTIF [19] x A m³/dt 2,52 2,79 1,94 2,76 1,44 0,58 0,54 0,33 0,25 0,30 0,15 3,26
(Sumber : Perhitungan )
Dari tabel di atas untuk perhitungan debit andalan digunakan curah hujan 90 % tak
terpenuhi pada data ke-m dimana :
M = 0,9 x N
= 0,9x 20
= 18 (Data debit andalan yang digunakan pada urutan ke-18)
Gambar 4.6 Grafik hubungan elevasi dengan volume genangan dan luas
Dimana :
Cd = koefisien debit yang melimpah
B = lebar spillway
g = percepatan gravitasi 9,81 m/det2
h = elevasi air yang melimpah melalui pelimpah/spillway (trial error).
sehingga didapat :
3
2 2
Qoutflow .Cd.B g .H 2
3 3
3
2 2
Qoutflow .1,3.25 9,81.H 2
3 3
Debit spillway
Debit spillway merupakan debit banjir yang melimpah secara bertahap melalui spillway.
Debit ini disebut debit outflow.
Puncak optimal embung yang diperoleh pada saat debit inflow sama dengan debit outflow
yang dihitung dengan penelusuran banjir (flood routing). Perhitungan flood routing
dilakukan dengan menggunakan tabel.
Tabel 4.64 Perhitungan flood routing periode ulang 50 tahun
Jam t Q Inflow Q Rerata Q Rerata x t Asumsi elevasi Q Outflow Q Outrerata Q Outrerata x t
3 3 3 3 3
Jam det m /det m /det m m m /det m /det m3
1 2 3 4 5 6 7 8 9
0 8,59 147,000 0,00
3600 29,94 107799,53 4,10 14777,14
1 51,30 147,280 8,21
3600 77,33 278390,28 13,90 50039,27
2 103,36 147,500 19,59
3600 111,92 402904,92 26,02 93673,92
3 120,47 147,700 32,45
3600 121,74 438256,90 39,49 142152,86
4 123,00 147,890 46,52
3600 120,67 434396,64 50,55 181985,12
5 118,33 147,990 54,58
3600 114,17 411011,68 54,17 195003,33
6 110,01 147,980 53,76
3600 105,00 378004,62 52,53 189109,70
7 99,99 147,950 51,31
3600 94,68 340842,29 49,31 177506,81
8 89,37 147,900 47,31
3600 84,07 302655,66 45,75 164699,24
9 78,78 147,860 44,19
3600 73,68 265243,03 42,67 153601,24
10 68,58 147,820 41,14
3600 63,78 229607,38 40,03 144090,00
11 58,98 147,790 38,91
3600 54,52 196265,70 37,81 136112,19
12 50,06 147,760 36,71
3600 46,09 165929,46 35,28 127013,54
13 42,12 147,720 33,85
3600 38,87 139932,21 33,15 119344,75
Penguapan atau evaporasi dipengaruhi oleh suhu air. suhu udara (Atmosfer).
kelembaman. kecepatan angin. tekanan udara. sinar matahari dan lain-lain yang saling
berhubungan. Rumus yang digunakan rumus empiris Penman :
Ea = 0,35(ea – ed) (1 – 0,01V)
Dimana :
ea = tekanan uap jenuh pada suhu rata-rata harian (mm/Hg)
ed = tekanan uap sebenarnya (mm/Hg)
V = kecepatan angin pada ketinggian 2 m di atas permukaan tanah
1 Kelembaman Relatif % 94,30 93,23 93,56 93,37 94,44 94,37 88,78 93,99 94,10 91,86 94,78 94,20
2 Suhu Udara °C 25,01 24,91 25,05 22,95 24,70 23,41 23,29 23,88 24,52 25,39 25,54 25,43
3 Kecepatan angin m/dt 0,56 0,85 0,35 0,52 0,43 0,43 0,54 0,60 0,69 0,48 0,36 0,37
mile/hr 30,35 46,17 18,98 28,07 23,32 22,96 29,21 32,64 37,06 25,77 19,19 19,78
4 Sinar Matahari (%) 35,61 31,05 43,04 44,10 48,73 51,64 54,14 57,82 49,75 43,65 37,18 32,30
5 Tekanan Uap Jenuh (ea) mm/Hg 26,85 26,85 27,13 27,99 28,13 26,99 26,13 25,99 27,13 28,42 27,71 21,84
6 Tekanan Uap Sebenarnya (ed) mm/Hg 25,32 25,03 25,38 26,13 26,57 25,47 23,20 24,43 25,53 26,11 26,26 20,57
7 Evaporasi (E) mm/hr 0,70 0,93 0,73 0,83 0,67 0,65 1,33 0,73 0,77 1,02 0,60 0,53
8 Jumlah Hari (1 bulan) Hari 31 28 31 30 31 30 31 31 30 31 30 31
1,08E- 8,42E- 9,63E- 7,81E- 7,57E- 1,53E- 8,40E- 8,88E- 1,18E- 6,98E- 6,15E-
m/dt 8,09E-09 08 09 09 09 09 08 09 09 08 09 09
Evaporasi tiap bulan dalam m3
m3 42145,29 912,79 1097,38 949,96 1052,18 881,56 826,46 1732,17 947,82 970,53 1329,68 762,99
Total kehilangan selama 1 tahun m3 12157,79
(Sumber : Perhitungan )
SDR =
S 1 0,8683A 0, 2018 0,8683A 0 , 2018
2S 50n
Volume sedimen pada embung tergantung pada umur rencana embung. Embung
Tambakboyo direncanakan mempunyai umur rencana 50 tahun, dan berat jenis dari material
sedimen adalah 2,2 ton/m3.
Volume sedimen = (573,552 (ton/th) / 2,2 ton/m3) x 50 th
= 13035,27 m3
Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman masuk pada kota kategori kota sedang sehingga
diperoleh data sebagai berikut :
NO Uraian l/org/hr
1 Konsumsi unit sambungan rumah (SR) 130 l/org/h 130
2 Konsumsi unit hidran umum (HU) 30 l/org/h 30
4 Kehilangan air 25% 40
5 Faktor hari maksimum 1,2 240
6 Faktor jam puncak 1,5 360
7 Cakupan pelayanan 90 % 324
Kebutuhan Air Baku
324 l/o/hr
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa besarnya kebutuhan air sebesar 324 l/org/hr. Untuk
kebutuhan air baku per bulan sebesar :
Kebutuhan air baku per jiwa = 324 l/org/hr
= 324 x 30
= 9.720 l/org
= 9,72 m3/org
Berdasarkan perhitungan neraca air jumlah volume air yang dapat digunakan untuk
kebutuhan air baku sebesar 82.000 m3. Sehinga dapat diperoleh jumlah penduduk yang
terpenuhi kebutuhan air bakunya per bulan.
Jumlah penduduk terpenuhi = Volume Air : Kebutuhan Air
= 82.000 m3 : 9,72 m3/org
= 8436 orang
BAB V
PERENCANAAN KONSTRUKSI
he
H f h (hw atau ) ha hi
2
he
H f hw ha hi
2
Dimana :
Hf = tinggi jagaan (m)
∆h = yang terjadi akibat timbulnya banjir abnormal (m)
hw = tinggi ombak akibat kenaikan (m)
he = tinggi jagaan ombak akibat gempa (m)
ha = tinggi kemungkinan kenaikan permukaan air, apabila terjadi kemacetan pada
pintu bangunan pelimpah (m)
hi = tinggi tambahan yang didasarkan pada tingkat urgensi embung (m)
Puncak embung
Tinggi jagaan
5.1.1 Tinggi Kenaikan Permukaan Air yang Disebabkan oleh Banjir Abnormal
(h)
Dihitung Berdasarkan Persamaan Sebagai berikut :
2 Q0 h
h
3 Q Ah
1
Q
Dimana :
Qo = debit banjir rencana (m3/det)
Q = kapasitas rencana (m3/det)
= 0,2 untuk bangunan pelimpah terbuka
= 1,0 untuk bangunan pelimpah tertutup
H = kedalaman pelimpah rencana (m)
A = luas permukaan air pada elevasi banjir rencana (km2)
T = durasi terjadinya banjir abnormal (biasanya antara 1 s/d 3 jam)
Qo = 123,00 m3/detik
Q = 54,58 m3/detik
H = 0,99 ≈ 1 m
A = 0,0735 km²
h = 0,3 m
metode SMB yang dikombinasikan dengan metode Saville. Dengan kemiringan hulu 1:3,
tinggi jangkauan ombak (hw) yang didapat adalah 0,071 m .
Dimana :
Feff = fetch rerata efektif
Xi = panjang fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke ujung akhir fetch.
α = deviasi mbahan 60 sampai sudut sebesar 840 pada kedua sisi dari arah angin.
X i . Cos 2088,665
Feff 109,45m
Cos 19,084
V
e = z . Ac .
g
1
e = 0,80 151,72
980
e = 0,124
e .
he g . h0
Dimana :
= +147,99 - (+140)
= + 7,99 (MSL)
0,124 1
= 9,8 7,99 = 0,349 m
3,14
he
Jadi tinggi puncak ombak di atas permukaan air rata-rata = 0,175 m.
2
5.1.5 Angka Tambahan Tinggi Jagaan yang Didasarkan pada Tipe Bendungan (hi)
Mengingat limpasan melalui mercu bendungan urugan akan sangat berbahaya, maka untuk
bendungan type ini angka tambahan tinggi jagaan (hi) diambil sebesar 1,0 m (Suyono
Sosrodarsono, 1981).
Berdasarkan data perhitungan tersebut di atas di mana :
h = 0,3 m
hw = 0,071 m
he
= 0,175 m
2
ha = 0,5 m
hi = 1,0 m
Maka tinggi jagaan dapat ditentukan , yang hasilnya adalah sebagai berikut :
Maka tinggi embung (H) = Elv.MAB – Elv. Dasar kolam + tinggi jagaan
= 147,99 – 140 + 2
= 9,99 m ≈ 10 m
Crest = +150 m
HWL = + 147,99 m
Effective
LWL = + 144 m storage
+ 140,81 m
Dead storage
+ 140 m
Untuk memperoleh lebar minimum mercu embung, dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut ;
B = 3,60 (H)1/3 – 3,00
Dimana :
B = Lebar puncak embung (m).
H = Tinggi embung (= 10 m).
B = 3,60 (H)1/3 – 3,00
= 3,60 x 10 1/3 – 3,00 = 4,697 m 5,00 meter
Berdasarkan perhitungan diatas diperoleh lebar mercu embung minimum 5 meter.
Pelimpah banjir diletakkan pada tebing sebelah kiri embung, pondasi bagian kiri sungai
mempunyai daya dukung yang baik, profil ambang yang digunakan adalah ambang
overflow atau pelimpah bebas dengan tipe OGEE yang mercunya mengikuti lengkung
Harold.
Dalam pra desain ini lebar pelimpah banjir direncanakan sebesar 25,00 m, dimana nilai ini
merupakan hasil yang dianggap paling sesuai dari beberapa alternatif dimensi yang telah
dianalisis, sedangkan puncak atau crest pelimpah berada pada elevasi + 150 m. Pelimpah
direncanakan dengan debit outflow spillway sebesar 54,58 m3/dt
2 2 3
54,58 1,3 x x x 9,81x (25 0,44 xH e ) xH e 2
3 3
Dengan cara coba-coba diperoleh He = 1,17 m
Be = 25 – (0.44 x 1,17)
Be = 24,485 m
Saluran pengarah aliran dimaksudkan agar aliran air senantiasa dalam kondisi hidrolika
yang baik dengan mengatur kecepatan alirannya tidak melebihi 4 m/det dengan lebar
semakin mengecil ke arah hilir. Apabila kecepatan aliran melebihi 4 m/det, maka aliran
akan bersifat helisoidal dan kapasitas alirannya akan menurun. Disamping itu aliran
helisoidal tersebut akan mengakibatkan peningkatan beban hidrodinamis pada bangunan
pelimpah tersebut. Berdasarkan pengujian-pengujian yang ada saluran pengaruh aliran
ditentukan sebagai berikut :
V < 4 m/det
W
Gambar 5.6 Saluran pengarah aliran dan ambang pengatur debit pada bangunan Pelimpah
a 0,175 H d b 0,282 H d
Dimana :
Dari penjelasan di atas didapat lengkung mercu spillway bagian hulu sebagai berikut:
a = 0,175 × 0,99 = 0,173 m
b = 0,282 × 0,99 = 0,279 m
r1 = 0,5 × 0,99 = 0,495 m
r2 = 0,2 × 0,99 = 0,198 m
+147
+141
poros embung
r 2= 0,2 Hd = 0,198 m
X ^1,85 = 2 (Hd^0,85 )Y
r 1 = 0,5 Hd = 0,495 m
Gambar 5.7 Koordinat penampang memanjang ambang penyadap saluran pengatur debit
b. Penampang lintang sebelah hilir dari titik tertinggi mercu pelimpah dapat diperoleh
dengan persamaan lengkung Harold sebagai berikut:
X 1.85
X 1.85 2 H d Y Y
0.85
2 H d0.85
Dimana:
Hd = tinggi tekanan rencana (m)
X = jarak horisontal dari titik tertinggi mercu embung ke titik di permukaan
mercu di sebelah hilirnya (m)
Y = jarak vertikal dari titik tertinggi mercu embung ke titik permukaan
mercu sebelah hilirnya (m)
hL
hv1
V1
hd1 hv2
h1
A
l1 V2
hd2
L B
Dimana :
V1 = kecepatan aliran air pada bidang 1
V2 = kecepatan aliran pada bidang 2
hd 1 = kedalaman air pada bidang 1
hd 2 = kedalaman air pada bidang 2
∆l1 = panjang lereng dasar diantara bidang 1 dan bidang 2
∆l = jarak horisontal diantara bidang 1 dan bidang 2
R = radius (jari-jari) hidrolika rata-rata pada potongan saluran yang diambil
S0 = Kemiringan dasar saluran
Di titik A :
Kecepatan aliran V1 = 2,252 m/det
Tinggi tekanan kecepatan aliran hv1 = 0,185 m
Tinggi aliran hd1 = 0,66 m
Jari-jari bidrolis rata-rata R = A/(2Hd+b) = 0,626 m
Tabel 5.4 Nilai Froude dengan asumsi kecepatan aliran yang berbeda
V2 b2 hd2 A2 R2 R rata2 V rata2 hv1 hl hv2 he2 he2+hd2 bil Froude
7,5 25 0,291 7,277 0,284 0,455 4,876 0,258 0,133 2,867 3,258 3,55 4,438
7,9 25 0,276 6,909 0,270 0,448 5,076 0,258 0,147 3,181 3,586 3,86 4,798
8,4 25 0,260 6,498 0,255 0,440 5,326 0,258 0,166 3,596 4,020 4,28 5,261
8,9 25 0,245 6,133 0,241 0,433 5,576 0,258 0,185 4,037 4,481 4,73 5,737
9,3 25 0,235 5,869 0,230 0,428 5,776 0,258 0,202 4,408 4,869 5,10 6,128
10 25 0,218 5,458 0,215 0,420 6,126 0,258 0,233 5,097 5,588 5,81 6,833
11 25 0,198 4,962 0,195 0,411 6,626 0,258 0,281 6,167 6,707 6,91 7,883
11,1 25 0,197 4,917 0,194 0,410 6,676 0,258 0,286 6,280 6,825 7,02 7,991
11,2 25 0,195 4,873 0,192 0,409 6,726 0,258 0,291 6,393 6,943 7,14 8,099
11,22 25 0,195 4,865 0,192 0,409 6,736 0,258 0,292 6,416 6,967 7,16 8,121
2 V 2 d1
2
d1 d1
d2
2 4 g
atau :
2 V 2 d1
2 2
d1 d
d2 1
2 4 g d1
Bila :
2
V1
2
F1
g . d1
maka :
d2 1 1
2 F1
2
d1 2 4
atau :
d2 1
1 8 F1 1
2
d1 2
Didapatkan hasil perhitungan sebagai berikut :
hd2 = d1 = 0,195 m
Fr = 8,121
d2 1 1
2 8,1212
0,195 2 4
d2 = 2,14 m
Gigi-gigi pembentur
nilai h3/d1 = 2. (berdasarkan bilangan Froude )
h3 = 0,39 m ≈ 0,4 m
Lebar kolam olak = 25 m
Jumlah gigi-gigi dibuat = 35 bh @ 40 cm
Jarak antara gigi-gigi (0,75h3) = 30 cm
Jarak ke dinding masing-masing = 40 cm.
Kemiringan =1:1
Cek jumlah jarak = (35 x 0,4) + (34 x 0,3) + (2 x 0,4) = 25 m
Ambang ujung hilir kolam olakan
Nilai h4/ d 1 = 1,5 (berdasarkan bilangan Froude)
h4 = 0,293 m ≈ 0,3 m
Kemiringan =1:2
Jarak antara gigi-gigi pemencar aliran sampai dengan gigi-gigi benturan adalah
0,8 x d 2 = 0,8 x 2,14 = 1,712 m ≈ 2 m
Dimana :
Fb = tinggi jagaan
c = koefisien = 0,1 untuk penampang saluran berbentuk persegi panjang, dan
0,13 untuk penampang berbentuk trapesium
v = kecepatan aliran (m/det)
d = kedalaman air di dalam saluran (m)
Untuk menghitung turbulensi dan aliran yang tidak stabil, R ditambah 1,5 nya lagi (data
empiris).Tebal lapisan pasangan batu kosong sebaiknya diambil 2 sampai 3 kali d 40 dicari
dari kecepatan rata-rata aliran dengan bantuan Gambar 5.9.
Gambar 5.9 dapat dipakai untuk menentukan d40 dari campuran pasangan batu kosong dari
kecepatan rata-rata selama terjadi debit rencana diatas ambang bangunan.
Data :
Qoutflow = 54,58 m3/det
V rata-rata = Qoutflow / A penampang
A penampang = Beff . Hd = 24,485 . 0,99 = 24,24 m2
V rata-rata = 54,58 / 24,24 = 2,25 m/det
Dari grafik pada Gambar 5.9 didapat Dm = 0,3 m
1/ 3
54,58
f = 1,76 Dm0,5 R = 0,47
0,96
= 1,76 (0,3)0,5 = 1,78 m
= 0,96
Maka kedalaman gerusan dibawah permukaan air banjir adalah 1,78 m ≈ 1,8 m.
Untuk keamanan dari turbulensi dan aliran tidak stabil R = 1,5 x 1,8 = 2,7 m
Panjang lindungan dari pasangan batu kosong = 4 x R = 4 x 2,7 = 10,8 m
Diambil panjang lindungan pasangan batu kosong 11 m.
hv 0.19
hd 0.99
+ 147
2/3 hd = 0,66 m
W 7.00 1 : 1,5
H 7.00
+ 140
1.02
+ 139,75
d2 2.14
2.70
0.20 0.30 1.14
d1 0.40 + 138,86 Batu kosong
0.50
2.00 4.50
Gambar 5.10 Penampang memanjang spillway, kolam olak dan pasangan batu untuk gerusan
Peil Schaal Untuk memantau ketinggian air yang ada di Di pasang di dua tempat yaitu di
embung menara dan spillway
Patok Geser Untuk memantau pergeseran yang terjadi Di pasang pada puncak mercu dan
pada tubuh embung down stream embung.
Dimana :
Fs = safety factor (u/s = up stream, d/s = down stream)
Kemiringan lereng tanggul adalah perbandingan antara panjang garis vertikal yang melalui
puncak dengan panjang garis horizontal yang melalui tumit masing masing. Dari data teknis
yang ada, kemiringan Embung Tambakboyo direncanakan :
Dari data tanah yang ada, diketahui bahwa jenis tanah di sekitar Embung Tambakboyo adalah
Homogen Course Silt sehingga kemiringan hulu diambil 1:3,0 dan hilir 1:2,25.
Mencermati peta situasi rencana Embung Tambakboyo, jarak tepi embung yang saling
berhadapan maksimum 290,6 meter dan kemiringan lereng hulu embung direncanakan
pada kemiringan 1 : 3,00. Untuk merencanakan ketebalan dan ukuran batu-batu hamparan
dapat digunakan ketentuan di bawah ini (Tabel 5.7).
Tabel 5.7 Ketebalan hamparan pelindung dan gradasi batuan untuk kemiringan lereng 1:3
Bahan yang dipakai untuk lapisan kedap air dapat berasal dari tanah dan tanah liat (clay),
baik tanpa campuran maupun dicampur dengan pasir dengan perbandingan tertentu
berdasarkan hasil percobaan penimbunan (trial embankment). Tanah ataupun tanah liat
yang dipakai sebagai bahan timbunan lapisan kedap air ini haruslah memenuhi persyaratan
utama untuk bahan kedap air yaitu :
a. Koefisien filtrasi serta kekuatan geser yang diinginkan.
Lapisan kedap air harus mempunyai tingkat permeabilitas yang rendah, hal ini ditentukan
oleh nilai koefisien filtrasinya. Sebagai standar koefisien filtrasi (k) bahan nilainya
1 x 10 -5 cm/dt. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya rembesan air melalui lapisan
kedap air yang bersangkutan. Untuk mendapatkan nilai (k) yang memenuhi syarat untuk
lapis kedap air biasanya diperkirakan berdasarkan prosentase butiran tanah yang lolos
saringan No.300 (Suyono Sosrodarsono, 1989). Gradasi bahan kedap air biasanya
mempunyai ukuran butiran seperti tertera pada Gambar 5.11.
Gambar 5.11 Gradasi bahan yang dapat dipergunakan untuk penimbunan zone kedap air embung
urugan homogen
ombak dan aliran air. Kondisi batu untuk perlindungan lereng ini harus baik dan tidak
mudah lapuk.
Perlindungan lereng bagian hulu ini dimulai dari batas tertinggi gerakan gelombang
(mercu) sampai ke permukaan genangan terendah (LWL). Dalam pelaksanaannya lapisan
timbunan batu ini diletakkan di atas suatu lapisan saringan yang terdiri dari batu pasir
dengan ukuran butir yang teratur. Lapisan saringan ini memiliki ketebalan sebesar 0,2 m.
Penempatan lapisan saringan ini di bawah lapisan timbunan batu, bertujuan mencegah
tergerusnya bahan-bahan halus dari embung ke dalam tumpukan batu. Pengggunaan rip-
rap sebagai lapisan pelindung mempunyai kelebihan, antara lain :
Pelapisan (zoning) embung dapat dilihat pada Gambar 5.12 sebagai berikut :
Rip-Rap
3
1 2.25
1
Lapisan Kedap Air
Urugan Tanah Liat Drainase Kaki
Keterangan:
A = Lapisan kedap air (impervious zone)
B = Rip-rap
Dari hasil hitungan tinggi gelombang sebesar 0,071 m didapat ketebalan minimum untuk rip-
rap 40 cm, ketebalan minimum lapisan filter 15 cm (dapat dilihat pada Tabel 5.8).
CRE ST+150
7.19
HWL + 147,99
3
10.00
1 4.41
4.56
8.22 0.34
40.72
23.97 33.53
57.50
Yo h 2
d2 d
Yo 7,99 2
40,7212 40,721
= 0,776 m
Yo
Ao
2
= 0,388 m
Maka garis parabola bentuk dasar dapat diperoleh dengan persamaan :
Y 2.Yo. x Yo 2
Y 2.0,776. x 0,776 2
Y 1,552. x 0,602 2
Dengan memasukkan nilai - nilai X pada persamaan tersebut diperoleh nilai kurva
Seepage sebagai berikut :
X Y X Y X Y X Y
-0,338 0 15 4,887 31 6,980 47 8,576
0 0,776 16 5,043 32 7,090 48 8,666
1 1,468 17 5,195 33 7,198 49 8,755
2 1,925 18 5,342 34 7,305 50 8,843
3 2,293 19 5,485 35 7,411 51 8,931
4 2,610 20 5,625 36 7,515 52 9,017
5 2,892 21 5,761 37 7,617 53 9,103
6 3,149 22 5,895 38 7,719 54 9,187
7 3,386 23 6,025 39 7,819 55 9,272
8 3,608 24 6,152 40 7,917 56 9,355
9 3,817 25 6,277 41 8,015 57 9,437
10 4,015 26 6,400 42 8,111 58 9,519
11 4,204 27 6,520 43 8,206 59 9,601
12 4,385 28 6,638 44 8,300 60 9,681
13 4,558 29 6,754 45 8,393 61 9,761
14 4,725 30 6,867 46 8,485 62 9,840
(Sumber : Perhitungan )
CREST+150
7.19
2,25
HWL + 147,99
1
3
10.00
1
30.72 10.00
23.97 23.53
Gambar 5.14 Sket garis depresi Embung Tambakboyo dengan drainase kaki
Yo h d d
2 2
= 1,022 m
Maka garis parabola bentuk dasar dapat diperoleh dengan persamaan :
Y 2.Yo. x Yo 2
Y 2.1,022. x 1,022 2
Y 2,044. x 1,045
Dengan memasukkan nilai - nilai X pada persamaan tersebut diperoleh nilai kurva
Seepage sebagai berikut :
Tabel 5.10 Perhitungan harga X
X Y X Y X Y X Y
0 1,022 16 5,809 32 8,152 48 9,958
1 1,758 17 5,983 33 8,276 49 10,060
2 2,266 18 6,151 34 8,399 50 10,161
3 2,679 19 6,315 35 8,520 51 10,261
4 3,037 20 6,475 36 8,639 52 10,360
5 3,356 21 6,631 37 8,756 53 10,458
6 3,648 22 6,783 38 8,872 54 10,556
7 3,918 23 6,932 39 8,987 55 10,652
8 4,171 24 7,078 40 9,100 56 10,748
9 4,409 25 7,221 41 9,211 57 10,842
10 4,635 26 7,361 42 9,322 58 10,936
11 4,851 27 7,499 43 9,431 59 11,029
12 5,057 28 7,634 44 9,538 60 11,121
13 5,255 29 7,767 45 9,645 61 11,213
14 5,446 30 7,897 46 9,750 62 11,304
15 5,631 31 8,026 47 9,855 63 11,394
(Sumber : Perhitungan )
Permukaan aliran keluar dapat dihitung dengan rumus :
Y0
a a
1 cos
1,022
a a
1 cos 124
= 0,655 m
Permukaan aliran keluar, d = 1240 (< 300), nilai C (∆a/(a + ∆a) dapat dicari dengan :
0.4
Bidang vertika
0.3
α = 124o
0.2
0.1
0,0
30 0 60 0
90 0 120 0 150 0 1800
α = Sudut bidang singgung
Nf
Qf k H L
Ne
Dimana :
Qf = kapasitas aliran filtrasi (kapasitas rembesan)
Nf = angka pembagi dari garis trayektori aliran filtrasi
Ne = angka pembagi dari garis equipotensial
k = koefisien filtrasi
H = tinggi tekanan air total
L = panjang profil melintang tubuh embung
Dari data yang ada di dapat :
Nf = 3
Ne = 10
k = 4 x 10 -5 cm/det = 4 x 10-6 m/det
H = 7,99 m L = 57,5 m
Maka debit aliran filtrasi adalah sebagai berikut :
3
Qf = x 4 x10 6 x 7,99 x57,5
10
Syarat Q lebih kecil dari 2% Qinflow rata-rata embung (0,02 x 54,58 = 1,09 m³/dt ).
Tinggi Embung = 10 m
Tabel 5.11 Kondisi perencanaan teknis material urugan sebagai dasar perhitungan
γ timbunan dalam beberapa
Zone tubuh Kekuatan Geser
kondisi (ton/m3)
embung
C (kg/cm2) θ kering basah Jenuh
(γd) (γb) (γsat)
Zone kedap air 4,6 38,18 0,91 1,39 1,54
Zone lulus air 0,02 36,36 1,22 1,55 1,77
Metode analisis stabilitas lereng untuk embung tipe tanah urugan (earth fill type dam) dan
timbunan batu (rock fill type dam) didasarkan pada bidang longsor bentuk lingkaran.
Faktor keamanan dari kemungkinan terjadinya longsoran dapat diperoleh dengan
menggunakan rumus keseimbangan sebagai berikut (Suyono Sosrodarsono, 1981) :
Fs
C.l N U Ne tan
T Te
C.l . Acos e.sin V tan
. Asin e.cos
Dimana :
Fs = faktor keamanan
N = beban komponen vertikal yang timbul dari berat setiap irisan bidang luncur
.A. cos
T = beban komponen tangensial yang timbul dari berat setiap irisan bidang
luncur .A.sin
U = tekanan air pori yang bekerja pada setiap irisan bidang luncur
Ne = komponen vertikal beban seismic yang bekerja pada setiap irisan bidang
luncur e. . A.sin
Te = komponen tangensial beban seismic yang bekerja pada setiap irisan bidang
luncur e. . A. cos
= sudut gesekan dalam bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang
luncur.
C = Angka kohesi bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang luncur
Z = lebar setiap irisan bidang luncur
E = intensitas seismis horisontal
Gambar. 5.16 Sliding metode irisan bidang luncur, kondisi selesai dibangun
Irisan A (m²) γ W (Ton/m) α Sin α Cos α T = W. Sin α N = W.Cos α Tg ø Ne = e.W. Sin α Te = e.W. Cos α U = u.b / Cos α CL
1 4,79 0,91 4,36 57 0,838 0,545 3,65 2,38 0,786 0,37 0,24 0,00
2 12,59 0,91 11,46 44 0,694 0,720 7,96 8,24 0,786 0,80 0,82 0,00
3 16,61 0,91 23,09 34 0,559 0,829 12,90 19,14 0,786 1,29 1,91
4 18,00 0,91 16,38 24 0,407 0,914 6,66 14,97 0,786 0,67 1,50 0,00
5 18,19 0,91 25,28 15 0,259 0,966 6,54 24,42 0,786 0,65 2,44
140,21
6 17,38 0,91 15,82 7 0,122 0,993 1,93 15,70 0,786 0,19 1,57 0,00
7 15,62 0,91 21,71 1 0,017 1,000 0,38 21,71 0,786 0,04 2,17
8 13,04 0,91 11,87 -15 -0,259 0,966 -3,07 11,46 0,786 -0,31 1,15 0,00
9 9,50 0,91 13,21 -21 -0,358 0,934 -4,73 12,33 0,786 -0,47 1,23
10 5,23 0,91 8,05 -27 -0,454 0,891 -3,65 7,18 0,786 -0,37 0,72 0,00
Jumlah 28,57 137,53 7,86 2,86 13,75 0,00 140,21
Fs
C.l N U Netan
T Te
Gambar. 5.17 Sliding metode irisan bidang luncur, kondisi saat air turun mendadak (Rapid drow down)
W
Irisan A (m²) γ α Sin α Cos α T = W. Sin α N = W. Cos α Tg ø Ne = e.W.Sin α Te = e.W. Cos α U = u.b / Cos α CL
(Ton/m)
1 4,79 0,91 4,36 57 0,838 0,545 3,65 2,38 0,786 0,37 0,24 0,00
2 10,27 0,91 9,35 44 0,694 0,720 6,49 6,73 0,786 0,65 0,67 4,59
2,32 1,39 3,22 44 0,694 0,720 2,24 2,32 0,786 0,22 0,23
3 8,22 0,91 7,48 34 0,559 0,829 4,18 6,20 0,786 0,42 0,62 11,92
8,39 1,39 11,66 34 0,559 0,829 6,52 9,67 0,786 0,65 0,97
4 4,68 0,91 4,26 24 0,407 0,914 1,73 3,89 0,786 0,17 0,39 15,89
13,32 1,39 18,51 24 0,407 0,914 7,53 16,92 0,786 0,75 1,69
140,21
5 0,57 0,91 0,52 15 0,259 0,966 0,13 0,50 0,786 0,01 0,05 20,25
17,62 1,39 24,49 15 0,259 0,966 6,34 23,66 0,786 0,63 2,37
6 17,38 1,54 26,77 7 0,122 0,993 3,26 26,57 0,786 0,33 2,66 20,47
7 15,62 1,54 24,05 1 0,017 1,000 0,42 24,05 0,786 0,04 2,41 20,12
8 13,04 1,54 20,08 -15 -0,259 0,966 -5,19 19,40 0,786 -0,52 1,94 19,60
9 9,50 1,54 14,63 -21 -0,358 0,934 -5,24 13,66 0,786 -0,52 1,37 18,79
10 5,23 1,54 8,05 -27 -0,454 0,891 -3,65 7,18 0,786 -0,37 0,72 16,74
Fs
C.l N U Ne tan = 140,21 (163,11 2,84 148,37) x0,786 = 3,345 > 1,2 (Aman)
T Te 28,40 16,31
Gambar. 5.18 Sliding metode irisan bidang luncur, kondisi saat air penuh
Irisan A (m²) γ W (Ton/m) α Sin α Cos α T = W. Sin α N = W.Cos α Tg ø Ne = e.W.Sin α Te = e.W.Cos α U = u.b / Cos α CL
1 4,94 0,91 4,50 57 0,838 0,545 3,77 2,45 0,786 0,38 0,25 0,00
2 11,41 0,91 10,38 43 0,682 0,732 7,08 7,60 0,786 0,71 0,76 2,12
1,37 1,39 1,90 43 0,682 0,732 1,30 1,39 0,786 0,13 0,14
3 11,37 0,91 10,35 30 0,500 0,866 5,17 8,96 0,786 0,52 0,90 7,22
4,61 1,39 6,41 30 0,500 0,866 3,20 5,55 0,786 0,32 0,56
4 9,98 0,91 9,08 19 0,325 0,946 2,96 8,59 0,786 0,30 0,86 6,50
6,27 1,39 8,72 19 0,325 0,946 2,84 8,24 0,786 0,28 0,82 117,02
5 8,80 0,91 8,01 9 0,156 0,988 1,25 7,91 0,786 0,13 0,79 6,53
6,37 1,39 8,85 9 0,156 0,988 1,38 8,75 0,786 0,14 0,87
6 7,98 0,91 7,26 -1 -0,017 1,000 -0,13 7,26 0,786 -0,01 0,73 5,23
5,02 1,39 6,98 -1 -0,017 1,000 -0,12 6,98 0,786 -0,01 0,70
7 8,06 0,91 7,33 -10 -0,174 0,985 -1,27 7,22 0,786 -0,13 0,72 2,13
1,74 1,39 2,42 -10 -0,174 0,985 -0,42 2,38 0,786 -0,04 0,24
8 4,45 0,91 4,05 -18 -0,309 0,951 -1,25 3,85 0,786 -0,13 0,39 0,00
Jumlah 25,75 87,13 11,00 2,58 8,71 29,73 117,02
Fs
C.l N U Ne tan = 117,02 (87,13 2,58 29,73) x0,786 = 4,645 > 1,2 (Aman)
T Te 25,75 8,71
Struktur atas merupakan struktur dari jembatan yang terletak dibagian atas dari jembatan.
Struktur jembatan bagian atas meliputi :
5.12.1.1 Sandaran
Merupakan pembatas antara kendaraan dengan pinggiran jembatan yang berfungsi
sebagai pengaman bagi pemakai lalu lintas yang melewati jembatan tersebut.
Konstruksi sandaran terdiri dari :
− Tiang sandaran (Raill Pos) , biasanya dibuat dari beton bertulang untuk jembatan
girder beton, sedangkan untuk jembatan rangka tiang sandaran menyatu dengan
struktur rangka tersebut.
− Sandaran ( Hand Raill) , biasanya dari pipa besi, kayu dan beton bertulang.
Beban yang bekerja pada sandaran adalah beban sebesar 100 kg yang bekerja dalam
arah horisontal setinggi 0,9 meter.
200
10
11 10
36 45 1 1
10 10
16 25
52 45 1 1
Pot I-I Pot II- II
20 20
50
60 40 130 40 130 40 60
b. Penentuan Pembebanan
Muatan horisontal H = 100 kg / m’
( Letak H = 90 cm dari trotoir )
P = H x L
= 100 x 2,00
= 200 kg
Gaya momen H sampai ujung lantai jembatan ( h ) = 90 = 0,9 m
M =P x h
= 200 x 0,9
0,85 f ' c 2k
ρ perlu 1 1
fy
0,85 f ' c
=1,002 x 10 -3
perlu < min, = min = 0,0058
As =xbxd
= 0,0058 x 217 x 100
= 125,86 mm2
Dipakai tulangan 2 Ø 10 (As =157 mm2)
157 x 240
min =
0,85x 22,5x100
= 19,7 mm
a
c =
1
19,7
=
0,85
= 23,176 mm
d c
fs =600 x
c
217 23,176
= 600 x
23,176
= 5017,88 Mpa > fy = 240 Mpa (Aman)
a
Mn = As x fy x d
2
19,7
= 157 x 240 x 217
2
= 7.805.412 N.mm
= 7.805,412 N.m
Mn 7.805,412
8,67 (Aman)
Mu 900
Walaupun secara toeritis tidak perlu sengkang tetapi untuk kestabilan struktur dan
peraturan mensyaratkan dipasang tulangan minimum.
s maksimum = 0,5 x d
= 0,5 x 217
= 108,5 mm
Atau
s maksimum = 600 mm
1 22,5
= x 100 x108,5
3 240
= 71,48 mm2
Dipakai tulangan Ø 8 mm, (Av = 100,531 mm2) dengan jarak sengkang
Av. fy
s =
1x f ' c
.b
3
100,531x 240
=
1x 22,5
x100
3
= 152,59 mm
Jadi dipakai tulangan Ø 8 -100 untuk tulangan geser dan 2 Ø 10 untuk tulangan
lentur.
16
10
45
Ø8-100 Ø8-100
2Ø10 2Ø10
10 10
25 16
45
Pot II-II Pot I-I
20
5.00
A
8.30 8.30 8.40
a. Perencanaan Pelat
Mutu beton = K-225 ( f ‘c = 22,5 Mpa )
Mutu baja = BJTP –24 ( fy = 240 Mpa )
Tebal selimut = 40 mm
tul. utama = 12 mm
Tinggi efektif ( d ) = h – p – 0,5 x tul. utama
= 200 – 40 – 0,5 x 12
= 154 mm
b. Pembebanan Pelat
Beban mati
Berat pelat = 0,2 x 2400 kg/m3 = 480 kg/m2
Berat aspal = 0,1 x 2200 kg/m3 = 220 kg/m2
Berat air hujan = 0,05 x 1000 kg/m3 = 50 kg/m2
Total beban mati (q DL) = 750 kg/m2
A B C
1/16 1/9 1/16
1/14 1/14
0.55
MA = MC = Momen tumpuan tepi =1/16 x 750 x 1,7 2 kgm = 135 kgm = 1,35 kNm
MB = Momen tumpuan tengah =1/9 x 750 x 1,72 kgm =241 kgm = 2,41 kNm
2
MAB = MBC = Momen lapangan = 1/14 x 750 x 1,7 kgm =155 kgm = 1,35 kNm
Beban hidup
Beban Akibat Muatan "T" pada Lantai Kendaraan
50 20
cm cm
45 o
10
cm
20
90 cm 60
cm cm
Gambar 5.24 Penyebaran muatan T pada lantai
ty = 60
ty / lx = 0,353 fym = 0,0768
lx = 170
60
Bagian - I :
tx = 185
tx / lx = 1 fxm = 0,0837
lx = 170
ty = 60
ty / lx = 0,353 fym = 0,0525
lx = 170
Bagian – II :
tx = 10
tx / lx = 0,058 fxm = 0,2355
lx = 170
ty = 60
ty / lx = 0,353 fym = 0,0345
lx = 170
q = 150 kg/m2
2m
1,75 m
Di tinjau akibat beban 1 ( satu ) roda ( yang menentukan ) pada tengah-tengah plat.
Mxm = 0,1414 x 197,88 x 0,6 x 0,9 = 15,11 kNm
0,85 f ' c 2k
ρ perlu 1 1
fy
0,85 f ' c
= 1,48 x 10-6
perlu < min, = min = 0,0058
As = x b x d
= 0,0058 x 1000 x 154
= 893,2 mm2
Di pakai tulangan Ø 12 (As = 113,04 mm2) dengan jarak antar tulangan
113,04 x1000
S perlu =
893,2
= 126,58 mm
Dipakai tulangan Ø 12 – 100 mm.
0,85 f ' c 2k
ρ perlu 1 1
fy
0,85 f ' c
= 2,29 x 10-6
perlu < min, = min = 0,0058
As = x b x d
= 0,0058 x 1000 x 154
= 893,2 mm2
Di pakai tulangan Ø 12 (As = 113,04 mm2) dengan jarak antar tulangan
113,04 x1000
S perlu =
893,2
= 126,58 mm
Dipakai tulangan Ø 12 – 100 mm.
3. Penulangan Tumpuan
hf = 200 mm,
d = h – p – 0,5 Ø = 200 – 40 – 0,5 x 12 = 154 mm
k = Mxm/( .b.d2)
= (7.963 ) / (0,8 x 1000 x 154 2)
= 4,19 x 10-4
0,85 f ' c 2k
ρ perlu 1 1
fy
0,85 f ' c
= 1,74 x 10-6
perlu < min, = min = 0,0058
As = x b x d
= 0,0058 x 1000 x 154
= 893,2 mm2
Di pakai tulangan Ø 12 (As = 113,04 mm2) dengan jarak antar tulangan
113,04 x1000
S perlu =
893,2
= 126,58 mm
Dipakai tulangan Ø 12 – 100 mm.
Pelat
Gelagar
Beban hidup
Beban merata = 1,7 x 2200 = 3740 kg/m
Beban terpusat = 12 ton = 12000 kg/m
Total beban merata = 816 + 526 + 374 + 85 = 5543 kg/m
Total beban terpusat =12000 kg
1 1
Momen maksimal = xqxL2 xPxL
8 4
= 47732,159 + 24900
= 72632,159 kg.m
1 1
Geser maksimal = xqxL xP
2 2
1 1
x5543x8,3 x12000
2 2
= 29003,45 kg
c. Penulangan Gelagar Jembatan (Balok T)
Direncanakan gelagar jembatan berupa balok T
Bef
0,2
0,55
0,4
Gambar 5.28 Gelagar Jembatan (Balok T)
Bef = 6 ho + bo
= 6 x 0,2 + 0,4
= 1,6 m
= 160 cm
Bef = bo + L/2
= 0,4 + 8,3/2
= 2,06 m
= 206 cm
Bef = bo + Lo/10 + Bk/2
= 0,4 + 8,3/10 + 1,7/2
= 2,08 m
= 208 cm
Bef yang dipakai adalah yang terkecil = 160 cm
Gelagar :
fc’ = 35 Mpa
fy = 240 Mpa
β1 = 0,81
Ø 12-100 Ø 12-100 10 Ø 28
0.20
Ø 12-100
Ø 12-100
Ø 12-100
0.80
1/16
A
Ø 12-100 Ø 12-100
Ø 12-100
Ø 12-100
1/9
B
Ø 12-100 10 Ø 28
1.70 1/14
Ø 12-100
1/16
C
0.80 Ø 12-100
Ø 12-100
0.55
8.30
Pilar identik dengan abutmen perbedaannya hanya pada letak konstruksinya saja.
Sedangkan fungsi pilar adalah untuk memperpendek bentang jembatan yang terlalu
panjang.
Dalam mendesain pilar dilakukan dengan urutan sebagai berikut :
1. Menentukan bentuk dan dimensi rencana penampang pilar.
2. Menentukan pembebanan yang terjadi pada pilar :
a. Beban mati berupa gelagar induk, lantai jembatan, , trotoir, perkerasan jembatan (
pavement), sandaran, dan air hujan
b. Beban hidup.
c. Beban sekunder berupa beban gempa, rem dan traksi, koefisien kejut, beban
angin dan beban akibat aliran dan tumbukan benda – benda hanyutan.
3. Menghitung momen, gaya normal dan gaya geser yang terjadi akibat kombinasi dari
beban – beban yang bekerja.
Dalam perencanaan ini, struktur bawah jembatan berupa abutmen yang dapat diasumsikan
sebagai dinding penahan tanah. Dalam hal ini perhitungan abutmen meliputi :
1. Menentukan bentuk dan dimensi rencana penampang abutmen.
2. Menentukan pembebanan yang terjadi pada abutmen :
a. Beban mati berupa gelagar induk, lantai jembatan, perkerasan jembatan
(pavement), sandaran, dan air hujan.
b. Beban hidup berupa beban merata dan garis.
c. Beban sekunder berupa beban gempa, tekanan tanah aktif, rem dan traksi,
koefisien kejut , beban angin dan beban akibat aliran dan tumbukan benda –
benda hanyutan.
3. Menghitung momen, gaya normal dan gaya geser yang terjadi akibat kombinasi dari
beban – beban yang bekerja.
b. Beban Hidup
Beban Hidup Akibat Bangunan Atas
Beban terbagi rata (q’)
Untuk L < 30 m, maka
q = 22 ton/m
22
q’ = = 8 ton/m
2,75
k = 1,002
q’ = 8 x 1,002 ton/m
= 8,016 ton/m
1. Beban Vertikal
a. Beban Sendiri
Berat (A)
Perhitungan Volume =Volume x A x Yo A x Zo
No. Volume ( m3 ) 2,2(ton) Yo(m) Zo(m) (ton.m) (ton.m)
W1 10,25 x 2 x 5 102,5 225,5 5,125 1 1155,69 225,5
W1 0,75 x 0,4 x 5 1,5 3,3 10,63 10,63 35,769 3,3
Jumlah 228,8 1190,769 228,8
(Sumber : Perhitungan )
Xo = 1 m
1190,769
Zo = 5,28 m
225,5
Berat Pilar = (W1 + W2 )= 228,8 ton
2. Gaya Horisontal
a. Gaya Rem dan Traksi
Beban D tanpa koefisien kejut ;
Beban terbagi rata = q’ = 8 x 8,33 = 66,64 ton
Beban garis tanpa kejut = 4,36 ton
Gg = f x Wd
Dimana :
F = gaya gesek tumpuan dengan balok
f = koefisien gesek antara karet dengan beton/baja (f = 0,15-0,18)
T= C x W
Dimana :
T = gaya horisontal akibat gempa
C = koefisien gempa untuk wilayah DIY = 0,14
W = Muatan mati dari bagian konstruksi yang ditinjau (ton)
B. Kombinasi Pembebanan
Keterangan :
A = Beban Angin
Ah = Gaya akibat aliran dan hanyutan
AHg = Gaya akibat aliran dan hanyutan pada saat terjadi gempa
Gg = Gaya gesek pada tumpuan bergerak
Gh = Gaya horisontal ekivalen akibat gempa bumi
(H+K) = Beban hidup dan kejut
M = Beban mati
P1 = Gaya-gaya pada saat pelaksanan
Rm = Gaya rem
S = Gaya sentrifugal
SR = Gaya akibat susut dan rangkak
Tm = Gaya akibat perubahan suhu
Ta = Gaya tekanan tanah
Tag = Gaya tekanan tanah akibat gempa bumi
Tb = Gaya tumbuk
Tu = Gaya angkat
q all = qult / 2
= 870,142 / 2
= 435,071 (t/m2)
Dimana :
qult = daya dukung ultimate tanah dasar (t/m2)
Ta - - - - - - -
Tu - - - - - - -
Total 377,79 944,475 -
V
Fg = n
Hy
0,6 x 377,79
= 1,5
45,3
= 5,003 > 1,5 ......... (Aman)
1. Gaya Vertikal
a. Beban Sendiri
Xo =
AxXo
A
484,917
=
324,5
= 1,494 m
1465,177
Yo = 4,515m
324,5
d. Berat tanah
2. Gaya Horisontal
a. Gaya Rem dan Traksi
Beban D tanpa koefisien kejut ;
Beban terbagi rata = q’ = 8 x 8,33 = 66,64 ton
Beban garis tanpa kejut = 4,36 ton
Gg = f x Wd
Dimana :
F = gaya gesek tumpuan dengan balok
f = koefisien gesek antara karet dengan beton/baja (f = 0,15-0,18)
T= C x W
Dimana :
T = gaya horisontal akibat gempa
C = koefisien gempa untuk wilayah DIY = 0,14
W = Muatan mati dari bagian konstruksi yang ditinjau (ton).
Ka tan 2 45 0 θ/2 tan 2 45 0 37,75/2 0.241
beban merata q = 0.6 x 1,6 = 0,96 T/m2
Gaya tekanan tanah aktif :
P1 = q x Ka x h = 0,96 x 0.241 x 11 = 2,545 T
Lengan terhadap A : 5,5 m
MP1 = 2,545 x 5,5 = 13,998 Tm
B. Kombinasi Pembebanan
Keterangan :
A = Beban Angin
Ah = Gaya akibat aliran dan hanyutan
AHg = Gaya akibat aliran dan hanyutan pada saat terjadi gempa
Gg = Gaya gesek pada tumpuan bergerak
Gh = Gaya horisontal ekivalen akibat gempa bumi
(H+K) = Beban hidup dan kejut
M = Beban mati
P1 = Gaya-gaya pada saat pelaksanan
Rm = Gaya rem
S = Gaya sentrifugal
SR = Gaya akibat susut dan rangkak
Tm = Gaya akibat perubahan suhu
Ta = Gaya tekanan tanah
Tag = Gaya tekanan tanah akibat gempa bumi
Tb = Gaya tumbuk
Tu = Gaya angkat
q all = qult / 2
=711,584 / 2
= 355,792 (t/m2)
Dimana :
qult = daya dukung ultimate tanah dasar (t/m2)
c = kohesi tanah dasar (t/m2) = 0,2 (t/m2)
= berat isi tanah dasar (t/m3) = 1,811 (t/m3)
B = lebar pondasi (meter) = 4 m
L = panjang pondasi (meter) = 5 m
Df = kedalaman pondasi (meter) = 1 m
N , Nq, Nc = faktor daya dukung Terzaghi
b. Gaya Gempa
Rumus : ad = n(ac x z)m
ad
E
g
Dimana :
Ad = percepatan gempa rencana (cm/det2)
E = koeisien gempa
Maka :
ad = 151,72 cm2/det
a d 151,72
E 0,15
g 980
Dari koefisien gempa diatas, kemudian dicari besarnya gaya gempa dan momen akibat
gempa dengan rumus :
K=ExG
Dimana :
E = 0,15 (koefisien gempa)
G = berat bangunan (Ton)
K = gaya gempa
Tabel 5.37 Perhitungan gaya akibat gempa
Lx
Px Hx H
L
Dimana :
Px = Gaya angkat pada titik x (T/m2)
Hx = Tinggi titik yang ditinjau ke muka air atau tinggi energi di hulu pelimpah (m)
Lx = Jarak sepanjang bidang kontak dari hulu sampai x (m)
H = Beda tinggi energi (m)
L = Panjang total bidang kontak bangunan dan tanah bawah (m)
L dan Lx ditentukan menurut cara angka rembesan Lane dimana :
- Bidang horisontal memiliki daya tahan tehadap aliran (rembesan) 3 kali lebih
lemah dibandingkan dengan bidang vertikal.
- Bidang yang membentuk sudut 45 0 atau lebih terhadap bidang horisontal
dianggap vertikal.
Lv
1
L H
3
Tabel 5.38 Perhitungan rembesan dan tekanan air tanah kondisi muka air normal
Tabel 5.39 Pehitungan gaya uplift pressure kondisi muka air normal
d. Tekanan Hidrostatis
Tekanan hidrostatis pada keadaan muka air normal.
Tabel 5.40 Perhitungan gaya hidrostatis keadaan muka air normal
SF
MV 1,5
MH
Dimana :
SF = Faktor keamanan
M.V = Jumlah momen vertikal (t.m)
M.H = Jumlah momen horisontal (t.m)
SF
488,564
1,5
143,897
= 3,395 > 1,5 (Aman)
Dengan didapatkannya nilai SF = 3,395 maka bangunan spillway yang ada dinyatakan
aman terhadap bahaya guling.
SF
V U 1,5
H
Dimana :
SF = Faktor keamanan
(V-U) = Jumlah gaya vertikal dikurangi gaya uplift pressure (t)
H = Jumlah gaya horisontal yang bekerja pada bangunan spillway (t)
54,72
SF 1,5
24,17
= 2,264 > 1,5 (Aman)
Dari hasil perhitungan nilai SF = 2,264, dengan demikian bangunan spillway yang ada
dinyatakan aman terhadap bahaya geser.
CL LV 1
3 LH / H
Dimana :
CL = Angka rembesan Lane
Lv = Jumlah panjang vertikal (m)
LH = Jumlah panjang horisontal (m)
H = Beda tinggi muka air (m)
Dari hasil perhitungan nilai CL = 2,333, dengan demikian bangunan spillway dinyatakan
aman terhadap bahaya piping.
qult a C N c z N q sub B N
Dimana :
Dari hasil penyelidikan tanah pada lokasi embung, tanah dasar untuk lokasi pondasi adalah
sebagai berikut:
sat tanah = 1,811 gr/cm3
sub tanah = sat tanah - air
= 1,811 – 1
= 0,811
c = 0,2 ton/m2
= 41,41°
maka diperoleh harga – harga dari Tabel faktor daya dukung terzaghi (interpolasi) sebagai
berikut:
Nc = 117,3
Nq = 108,9
N = 159,5
, = bentuk tapak pondasi adalah jalur atau strip, = 1, dan = 0.5
Perhitungan:
Qult = c×Nc + ×z×Nq + ×sub×B×N
Qult = 0,2 117,3+ 1,811 1108,9+ 0,50,81112,82159,5
= 1049,84 ton/m3
SF = safety Factor = 2,0 – 3.0
Faktor keamanan (Safety factor) diambil 3, maka besarnya daya dukung ijin tanah adalah:
qult 1049,84
ijin = 349,947 t/m2
SF 3
untuk menghitung nilai stabilitas terhadap daya dukung tanah, maka perlu ditinjau
eksentrisitas terlebih dahulu (DR. Suyono). rumus yang digunakan adalah sebagai berikut
ΣM L
e = - ≤ L/6
ΣV 2
V 6 e
max 1 '
L L
Dari hasil perhitungan di atas, dengan demikian bangunan spillway dinyatakan aman
terhadap daya dukung tanah.
K2
B2
K1
K3
B1
B3
K4
B4
D E
K6 K7
K5 B6 B7
wh1 K8 K9 K10
B5
B8 B9 B10
wh6
A K11
B11
H I wh7
B
M
wh2 K12 K13 P
C F G K14
B12 B13
wh3 Pa
wh4 J B14
Pp
K wh8
wh5 N O
12.82
U D-E
U E-F
U B-CU C-D U F-G U G-J U J-K
U K-N U N-O
b. Gaya Gempa
Rumus : ad = n(ac x z)m
ad
E
g
Dimana :
Ad = percepatan gempa rencana (cm/det2)
E = koeisien gempa
Maka :
ad = 151,72 cm2/det
a d 151,72
E 0,15
g 980
Dari koefisien gempa diatas, kemudian dicari besarnya gaya gempa dan momen akibat
gempa dengan rumus :
K=ExG
Dimana :
E = 0,15 (koefisien gempa)
G = berat bangunan (Ton)
K = gaya gempa
Tabel 5.44 Perhitungan gaya akibat gempa
Lx
Px Hx H
L
Dimana :
Px = Gaya angkat pada titik x (T/m2)
Hx = Tinggi titik yang ditinjau ke muka air atau tinggi energi di hulu pelimpah (m)
Lx = Jarak sepanjang bidang kontak dari hulu sampai x (m)
H = Beda tinggi energi (m)
L = Panjang total bidang kontak bangunan dan tanah bawah (m)
Lv
1
L H
3
Tabel 5.45 Perhitungan rembesan dan tekanan air tanah kondisi muka air banjir
Tabel 5.46 Pehitungan gaya uplift pressure kondisi muka air banjir
Gaya Uraian V Jarak Momen
(ton) (m) (ton,m)
U B-C 0,5 x (8,711+ 8,558) x 1 8,64 12,32 106,44
U C-D 0,5 x (8,558 + 3,453) x 1 6,01 11,32 68,03
U D-E 0,5 x (3,453 + 3,3) x 1 3,34 10,32 34,47
U E-F 0,5 x (3,3 + 5,194) x 2 8,45 8,61 72,75
U F-G 0,5 x (5,194 + 4,88) x 2 10,07 6,82 68,68
U G-J 0,5 x (4,159 + 3,93) x 1,5 6,07 5,07 30,77
U J-K 0,5 x (4,472 +4,512) x 1,5 6,74 3,57 24,06
U K-N 0,5 x (4,148+ 3,995) x 1 4,07 2,32 9,44
U N-O 0,5 x (4,401 + 4,112) x 1,82 7,75 0,91 7,05
Jumlah 61,14 421,71
d. Tekanan Hidrostatis
Tekanan hidrostatis dihitung pada keadaan banjir.
Tabel 5.47 Perhitungan gaya hidrostatis
Gaya Uraian Gaya Horizontal Gaya Vertikal Jarak X Jarak Y Momen V Momen H
(ton) (ton) (m) (m) (ton,m) (ton,m)
Wh1 0,5 x 8,711 x 9,17 39,940 4,560 182,126
Wh2 1 x 3,93 3,930 1,000 3,930
Wh3 0,5 x( 4,742- 3,93) x 1 0,406 0,830 0,337
Wh4 3,995 x 0,5 1,990 0,250 0,498
Wh5 0,5 x (4,401-3,995) x 0,5 0,100 0,170 0,017
Wh6 0,5 x 4,112 x 3,5 -7,190 1,170 -8,412
Wh7 0,5 x 3,21 x 2,14 x 1 3,440 1,070 3,681
Wh8 3,453 x 3,5 -12,090 3,25 -39,293
Wh9 0,5 x (8,558-3,453) x 3,5 -8,930 2,670 -23,843
Jumlah -21,020 3,440 3,681 115,360
Gaya Momen
No Faktor Gaya
H V Mh Mv
1 Berat Konstruksi 102,19 819,65
2 Gaya Gempa -16,147 -66,35
3 Tekanan Uplift -61,140 -421,710
4 Gaya Hidrostatis -21,020 3,440 -115,360 3,681
5 Tekanan Tanah 7,897 3,224
SF
MV 1,5
MH
Dimana :
SF = Faktor keamanan
M.V = Jumlah momen vertikal (t.m)
M.H = Jumlah momen horisontal (t.m)
401,621
SF 1,5
178,483
= 2,25 > 1,5 (Aman)
Dengan didapatkannya nilai SF = 2,25 maka bangunan spillway yang ada dinyatakan aman
terhadap bahaya guling.
SF
V U 1,5
H
Dimana :
SF = Faktor keamanan
(V-U) = Jumlah gaya vertikal dikurangi gaya uplift pressure (t)
H = Jumlah gaya horisontal yang bekerja pada bangunan spillway (t)
44,49
SF 1,5
29,27
= 1,52 > 1,5 (Aman)
Dari hasil perhitungan nilai SF = 1,52, dengan demikian bangunan spillway yang ada
dinyatakan aman terhadap bahaya geser.
CL LV 1
3 LH / H
Dimana :
CL = Angka rembesan Lane
Lv = Jumlah panjang vertikal (m)
LH = Jumlah panjang horisontal (m)
H = Beda tinggi muka air (m)
Lv 1 / 3LH 12,36 3,27
CL 2,18 --> aman (CL = 2)
Hw 7,17
Dari hasil perhitungan nilai CL = 2,18, dengan demikian bangunan spillway dinyatakan
aman terhadap bahaya piping.
qult a C N c z N q sub B N
Dimana :
Dari hasil penyelidikan tanah pada lokasi embung, tanah dasar untuk lokasi pondasi adalah
sebagai berikut:
sat tanah = 1,811 gr/cm3
sub tanah = sat tanah - air
= 1,811 – 1
= 0,811
c = 0,2 ton/m2
= 41,41°
maka diperoleh harga – harga dari Tabel faktor daya dukung terzaghi (interpolasi) sebagai
berikut:
Nc = 117,3
Nq = 108,9
N = 159,5
, = bentuk tapak pondasi adalah jalur atau strip, = 1, dan = 0.5
Perhitungan:
Qult = c×Nc + ×z×Nq + ×sub×B×N
Qult = 0,2 117,3+ 1,811 1108,9+ 0,50,81112,82159,5
= 1049,84 ton/m3
SF = safety Factor = 2,0 – 3.0
Faktor keamanan (Safety factor) diambil 3, maka besarnya daya dukung ijin tanah adalah:
qult 1049,84
ijin = 349,947 t/m2
SF 3
untuk menghitung nilai stabilitas terhadap daya dukung tanah, maka perlu ditinjau
eksentrisitas terlebih dahulu (DR. Suyono). rumus yang digunakan adalah sebagai berikut
ΣM L
e = - ≤ L/6
ΣV 2
Dari hasil perhitungan di atas, dengan demikian bangunan spillway dinyatakan aman
terhadap daya dukung tanah.
K2
B2
K1
K3
B1
B3
K4
B4
D E
K6 K7
K5 B6 B7
wh1 K9 K10
K8
B5
B8 B9 B10
A K11
wh8
H I B11 wh9
B
M wh7
wh2 K12 K13 P
C F G K14
wh3 B12 B13 wh6
wh4 Pa J B14
Pp
K
wh5
N O
12.82
U D-E
U E-F
U B-CU C-D U F-G U G-J U J-K
U K-N U N-O
Untuk memperhitungkan tebal lantai belakang (kolam olak), digunakan rumus sebagai
berikut :
Px Wx
dx ≥ Sf .
pas
Dimana :
Dx = Tebal lantai pada titik x
Px = Gaya angkat pada titik x
Wx = Kedalaman air pada titik x
pas = Berat jenis bahan (2,2 ton/m³)
Sf = Faktor keamanan (1,5)
Perhitungan :
Px = Hx – (Lx.Hw/L)
= 8,14 – (17,8 x 7 / 19,16)
= 1,637
1,637 0
dx ≥ 1,5x
2,2
≥ 1,12 m
Direncanakan tebal lantai kolam olak dibuat 1,2 m
Kontrol :
dx
Sf = .pas
Px Wx
1,2
= x 2,2
1,637 0
= 1,613 > 1,5 (Aman)
Ruang operasi
Menara penyadap
Pipa penyalur
Pipa
ventilasi
Pintu
H
Gambar 5.53 Skema pengaliran dalam penyalur kondisi pintu terbuka 80%
0,949 0,785xd 2 x
1
x 0,25xd 3 x 0,13 2
2 1
0,015
a2 b
2
1
f maks xKx 2 x xP
a b t
2
2
0,5
2
1 0,5 2
2400 x0,8 x 2 x
2 x8,58375
2 0,5 0,5 t
2
0,5
1397,99
t
0,5
1397,99 t 0,01337cm
Dimana :
a,b = panjang sisi-sisi bidang persegi panjang (cm)
t = tebal lembaran baja (cm)
P = tekanan air
3,25 x γair
tekanan air
Pintu
3,75 x γ air
Gambar 5.54 Gaya tekanan air yang terjadi pada pintu
F
1
3,25 3,75x 0,5x 0,5x air
2
F 0,875x 9810
F 8,58375KN
0,5 m
balok melintang
0,5 m
Gambar 5.55 Skema tekanan hidrolis dari plat baja yang didukung oleh balok-balok cabang
vertikal.
Dari gambar 5.56 Momen maksimal yang terjadi pada balok melintang dengan bentuk
beban 2 segitiga. Dari bentuk beban trapesium ini didapat gaya merata sebesar :
q 0,125x 0,5x 2 x8,58375 1,073KN / m
beban q
1
M maks xqxl 2
8
1
x1,073x 0,5 2
8
0,034KNm
M maks
Wx
340
Wx
2400
Wx 0,142cm 3
Dipakai pelat besi 50 x 10 dengan Wx = 0,833 cm3
BAB VI
Pasal 1
Umum
Pasal 2
Syarat – syarat Peserta Lelang
Pasal 3
Pemberian Penjelasan
Pasal 4
Jaminan Penawaran dan Pelaksanaan
4.1 Jaminan Penawaran untuk pelelangan ini adalah sebesar 1-3 % dari nilai kontrak,
berupa surat Jaminan Bank Pembangunan Daerah dan jangka waktu berlakunya
ditetapkan oleh panitia pelelangan.
4.2 Bagi Pemborong atau Kontraktor yang tidak memenangkan pelelangan ini, jaminan
lelang tersebut akan dikembalikan atau dapat diambil 6 (enam) hari setelah
pengumuman pemenang lelang.
4.3 Jaminan Penawaran menjadi milik Negara bila peserta mengundurkan diri setelah
memasukkan Surat Penawaran, atau mengundurkan diri setelah ditunjuk sebagai
Pemenang Lelang.
4.4 Bagi yang memenangkan pelelangan ini, jaminan tersebut akan dikembalikan setelah
menggantinya dengan Jaminan Pelaksanaan yang besarnya 5 % dari nilai kontrak
dan berjangka waktu sampai penyelesaian pekerjaan.
4.5 Jaminan Pelaksanaan dapat dikembalikan apabila pekerjaan sudah diserahkan yang
pertama kalinya dan diterima baik oleh Pimpinan Proyek (disertai Berita Acara
Penyerahan Pertama).
Pasal 5
Pelelangan
5.1 Pelelangan akan diadakan menurut Peraturan yang berlaku sesuai Keppres No.17
dan No. 80 Tahun 2003 serta perubahan-perubahan pada saat Rapat Penjelasan.
5.2 Yang tidak diperkenankan ikut sebagai peserta atau penjamin dalam Pelelangan ini
adalah :
a. Pegawai Negeri, Pegawai Badan Usaha Milik Negara atau Pegawai Hak Milik
Pemerintah.
b. Mereka yang dinyatakan pailit.
c. Mereka yang dalam keikutsertaannya akan bertentangan dengan tugasnya.
5.3 Pemasukan Surat Penawaran paling lambat pada :
a. Hari :
b. Tanggal :
c. Tempat :
d. Jam :
5.4 Pembukaan Surat Penawaran akan dilaksanakan pada :
a. Hari :
b. Tanggal :
c. Tempat :
d. Jam :
5.5 Wakil Pemborong yang mengikuti atau menghadiri pelelangan harus membawa surat
kuasa bermaterai Rp. 6.000,- dari Direktur Kontraktor dan bertanggung jawab
penuh.
Pasal 6
Sampul Surat Penawaran
6.1 Sampul Surat Penawaran berukuran 25 x 40 cm, berwarna putih dan tidak tembus
baca.
6.2 Sampul Surat Penawaran yang berisi surat-surat Penawaran lengkap dengan
lampiran-lampirannya, supanya ditutup (dilem) dan diberi lak 5 (lima) tempat dan
tidak boleh diberi kode cap perusahaan atau kode lainnya.
6.3 Sampul Surat Penawaran di sebelah kiri atas dan di sebelah kanan supaya ditulis
sesuai contoh (lihat contoh sampul Penawaran berikut ini).
Bagian Muka :
SURAT PENAWARAN
Proyek Pekerjaan Pembangunan Bendung Danawarih
Kotamadia Tegal
Jawa Tengah
SURAT PENAWARAN
Proyek Pekerjaan Pembangunan Embung Tambakboyo.
Kepada :
Kepada Yth. : Pimpinan Proyek Pekerjaan
Pembangunan Bendung Danawarih
Yth : Pimpinan
di Tegal
Proyek Pekerjaan
Pembangunan Embung Tambakboyo.
Bagian Belakang :
Pasal 7
Sampul Penawaran Yang Tidak Sah
7.1 Sampul surat dibuat menyimpang atau tidak sesuai dengan syarat-syarat pada Pasal
5.
7.2 Sampul Surat Penawaran terdapat tanda-tanda lain di luar syarat-syarat yang telah
ditentukan dalam Pasal 6.
7.3 Dicantumkan nomor surat keluar.
Pasal 8
Persyaratan Penawaran
8.1 Penawaran yang diminta adalah penawaran yang benar-benar lengkap menurut
gambar bestek, peraturan-peraturan yang telah ditentukan, serta Berita Acara Rapat
Penjelasan (Aanwijzing).
8.2 Surat Penawaran, Surat Pernyataan dan Daftar Rencana Anggaran Biaya (RAB)
supaya dibuat di atas kertas yang ada kopstok masing-masing perusahaan
(Kontraktor) dan harus ditandatangani oleh Direksi Pemborong yang bersangkutan
dan di bawah tanda tangan disebutkan nama lengkap.
8.3 Apabila Surat Penawaran tidak ditandatangani oleh Direktur Pemborong sendiri,
maka harus dilampiri :
a. Surat Kuasa dari Direktur Pemborong yang bersangkutan dan diberi materai Rp.
6.000,-.
b. Foto copy Akte Pendirian Badan Hukum.
8.4 Surat Penawaran dibuat rangkap 7 (tujuh) lengkap dengan lampiran dan Surat
Penawaran yang asli diberi materai Rp. 6.000,- dan materai diberi tanggal, terkena
tanda tangan si Penawar dan juga Cap Perusahaan.
8.5 Surat Penawaran termasuk lampiran-lampirannya dimasukkan ke dalam sampul
Surat Penawaran yang tertutup sesuai dengan yang tercantum pada Pasal 13.
8.6 Lampiran-lampiran Surat Penawaran :
a. Rencana Anggaran Biaya yang memuat uraian pekerjaan, volume, harga satuan
pekerjaan, jumlah harga, jumlah total harga dan keuntungan Pemborong
(Kontraktor).
b. Daftar harga satuan dan upah kerja serta daftar analisa satuan pekerjaan.
c. Rencana kerja (Time Schedule) dalam bentuk Bar Chart dan kurva “S” satu
lembar.
d. Daftar tenaga kerja.
e. Daftar peralatan yang dimiliki dan yang akan disewa.
f. Surat kualifikasi terbaru dan masih berlaku.
g. Surat kesanggupan bermaterai Rp. 6.000,-.
h. Foto copy NPWP yang masih berlaku.
i. Foto copy SIUJK yang masih berlaku.
j. Foto copy TDR bidang pekerjaan sipil yang masih berlaku.
k. Foto copy Surat Jaminan Penawaran atau Tender Garansi yang masih berlaku.
l. Foto copy akte pendirian perusahaan.
m. Foto copy anggota GAPENSI atau KADIN yang masih berlaku.
n. Foto copy PKP (Pengusaha Kena Pajak).
8.7 Bagi Pemborong (kontraktor) yang sudah memasukkan Surat Penawaran tidak dapat
mengundurkan diri dan apabila ditunjuk sebagai pemenang terikat untuk
melaksanakan pekerjaan dan menyelesaikannya sesuai dengan penawaran yang
diajukan.
8.8 Apabila pemborong (kontraktor) yang telah ditunjuk mengundurkan diri, maka
pekerjaan diberikan kepada pemenang kedua, apabila yang bersangkutan menerima
persyaratan yang sama dengan pemenang pertama.
8.9 Bagi peserta yang tidak mendapatkan pekerjaan, maka tender garansi dapat diambil
setelah ada pengumuman lelang.
Pasal 9
Surat Penawaran Yang Tidak Sah
9.1 Surat Penawaran yang tidak dimasukkan dalam sampul tertutup yang telah
ditentukan panitia.
9.2 Surat Penawaran, Surat Pernyataan dan Daftar Rencana Anggaran Biaya (RAB)
serta surat-surat lainnya yang tidak dibuat di atas kertas kop nama perusahaan yang
bersangkutan.
9.3 Surat Penawaran yang tidak ditandatangani oleh penawar.
9.4 Surat Penawaran yang tidak bermaterai dan tidak diberi tanggal serta tidak terkena
tanda tangan oleh penawar atau tidak ada stampel perusahaan, dalam hal ini
kekurangan dapat dipenuhi pada saat pembukaan pelelangan.
9.5 Harga penawaran yang tertulis dengan angka tidak sama dengan yang ditulis dengan
huruf.
9.6 Jumlah penawaran yang tertulis dengan angka maupun dengan huruf tidak jelas
besarnya (buram sama sekali dan tidak dapat dibaca).
9.7 Surat penawaran yang diajukan dalam syarat lain tidak sesuai dengan syarat-syarat
yang telah ditetapkan.
9.8 Syarat penawaran yang tidak terdapat pernyataan yang jelas bahwa penawaran
tunduk pada ketentuan-ketentuan yang termuat dalam pelelangan.
9.9 Terdapat salah satu lampiran surat penawaran yang tidak ditandatangani oleh
penawar dan tidak diberi stempel perusahaan kecuali foto copy.
9.10 Surat penawaran dari pemborong atau kontraktor yang tidak diundang.
9.11 Surat penawaran yang tidak lengkap lampirannya sesuai dengan ketentuan dalam
Pasal 7 ayat 6.
Pasal 10
Pemasukan Penawaran
10.1 Pembukaan surat penawaran dilakukan oleh panitia pelelangan di hadapan para
peserta pelelangan pada waktu yang telah ditentukan panitia pelelangan.
10.2 Sebagai unsur pemeriksaan adalah 2 (dua) wakil dari peserta lelang yang
mendampingi panitia pelelangan dalam pemeriksaan surat penawaran yang masuk.
10.3 Keputusan yang sah dan tidaknya suatu penawaran berada di tangan panitia.
10.4 Atas pembukaan sampul dan penetapan sah atau tidaknya suatu penawaran, harga-
harga penawaran dan lain-lain peristiwa pada penyelenggaraan pelelangan dibuatkan
berita acara pembukaan surat penawaran pelelangan yang ditandatangani oleh
panitia pelelangan dan sekurang-kurangnya oleh 2 (dua) orang wakil peserta.
10.5 Keputusan mengenai hasil pelelangan akan diberitahukan oleh panitia pelelangan
kepada masing-masing peserta lelang.
10.6 Pemberi tugas dan panitia lelang tetap berwenang untuk tidak memberikan alas an-
alasan berhasil atau tidaknya suatu penawaran.
Pasal 11
Calon Pemenang
11.1 Panitia lelang menilai calon pemenang yang sah dan menetapkan 3 (tiga) calon
pemenang untuk diusulkan pada Pimpinan Proyek dalam menentukan pemenang
lelang.
11.2 Penilaian surat penawaran dilakukan berdasarkan :
a. Kriteria-kriteria seperti yang tercantum dalam Keppres. No. 17 dan No. 80
Tahun 2003.
b. Persyaratan teknis dan administrasi sesuai yang telah ditentukan.
c. Kesesuaian dengan rencana kerja dan syarat-syarat yang telah diberikan.
d. Kewajaran harga dan memperhatikan harga pasar.
e. Harga standar yang telah diberikan.
11.3 Pemilihan peserta lelang yang akan menjadi calon pemenang dilihat dari
kelengkapan persyaratan, perhitungan harga yang ditawarkan dapat
dipertanggungjawabkan dan penawaran tersebut adalah yang terendah di antara
penawaran yang memenuhi syarat.
11.4 Jika 2 (dua) peserta atau lebih mengajukan harga penawaran yang sama, maka
panitia memilih peserta yang menurut pertimbangan mempunyai kecakapan dan
kemampuan yang terbesar. Jika bahan-bahan untuk menentukan pilihan itu tidak
ada, maka pemilihan dilakukan dengan undian, hal ini dicatat dalam Berita Acara.
11.5 Calon pemenang harus sudah ditetapkan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari
setelah pembukaan Surat Penawaran.
Pasal 12
Pengumuman Pemenang
12.3 Kepada rekanan yang berkeberatan atas penetapan pemenang pelelangan, diberikan
kesempatan untuk mengajukan sanggahan secara tertulis kepada pejabat yang
bersangkutan selambat-lambatnya dalam waktu 4 (empat) hari setelah pengumuman
atau penetapan pemenang dan sanggahan hanya dapat diajukan terhadap pelaksanaan
prosedur pelelangan.
12.4 Jawaban terhadap sanggahan diberikan secara tertulis selambat-lambatnya dalam
waktu 4 (empat) hari kerja setelah diterimanya sanggahan tersebut.
Pasal 13
Pembatalan Lelang
13.1 Lelang dibatalkan apabila:
a. Diantara rekanan yang diundang mengikuti Aanwijzing dan peserta yang
mengajukan surat penawaran yang sah ternyata kurang dari 3 (tiga).
b. Semua penawaran melampaui dana yang tersedia dan harga standar yang
berlaku.
c. Harga-harga yang ditawarkan oleh peserta lelang dianggap tidak wajar.
d. Apabila sanggahan yang diajukan oleh rekanan ternyata benar.
e. Berhubungan dengan berbagai hal yang tidak mungkin diadakan penetapan.
Pasal 14
Pemberian Pekerjaan
14.1 Pimpinan Proyek akan memberikan pekerjaan kepada pemborong atau kontraktor
yang penawarannya pantas, wajar dan bertanggung jawab dan menang dalam
pelelangan.
14.2 Surat Perintah Kerja (Gunning) akan diberikan kepada pemborong atau kontraktor
yang telah ditunjuk dalam waktu 6 (enam) hari setelah habisnya masa sanggahan.
Pasal 1
Nama Proyek
Nama proyek ini adalah Perencanaan Embung Tambakboyo. Proyek ini berada di wilayah
Kabupaten Sleman.
Pasal 2
Lingkup Pekerjaan
Lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan dalam proyek ini adalah Perencanaan Embung
Tambakboyo. Lebih lanjut tentang pembangunan ini akan diuraikan dalam bagian syarat-
syarat teknis.
Pasal 3
Pemberi Tugas
Pemberi tugas dalam proyek ini adalah adalaha Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA) Kabupaten Sleman, yang kemudian disebut PIHAK KESATU.
Pasal 4
Perencana
4.1 Sebagai perencana dalam proyek ini adalah PT. iccon Mulya dengan alamat Jl.
Poncowolo Barat VII 504 C Semarang.
4.2 Perencana juga berkewajiban mengadakan pengawasan berkala dalam bidang
struktur dan pelaksanaan kerja.
4.3 Tidak dibenarkan mengubah ketentuan-ketentuan pelaksanaan sebelum mendapat
ijin atau pengawasan dari Pimpinan Proyek.
Pasal 5
Pengawas Lapangan
Sebagai Pengawas Lapangan adalah petugas yang ditunjuk oleh Badan Perencanaan
Pasal 6
Pemborong/Kontraktor
6.1 Kontraktor adalah perusahaan yang ditunjuk sebagai pemenang lelang yang
selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA.
6.2 Apabila kontraktor akan memulai pekerjaannya di lapangan sebelumnya supaya
memberitahukan terlebih dahulu kepada Pemimpin Proyek secara tertulis.
6.3 Untuk melaksanakan pekerjaan ini, maka pihak kontraktor harus menempatkan
seorang Kepala Pelaksana yang ahli dan cakap serta diberi kekuasaan penuh oleh
Direktur/Pimpinan perusahaan, agar dapat bertindak untuk dan atas namanya.
6.4 Kepala pelaksana harus berpengalaman dan memiliki anak buah yang terampil
sehingga dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Pasal 7
Rencana Kerja (Time Schedule)
7.1 Pemborong atau Kontraktor harus membuat Rencana Kerja pelaksanaan pekerjaan
yang disetujui Pimpinan Proyek selambat-lambatnya 1 (satu) minggu setelah Surat
Perintah Kerja (SPK) dikeluarkan.
7.2 Pemborong atau Kontraktor harus melaksanakan pekerjaan menurut rencana kerja
dan syarat-syarat, gambar rencana beserta gambar-gambar penjelasannya yang telah
dibuat dan disepakati bersama.
7.3 Pemborong atau Kontraktor tetap bertanggung jawab sepenuhnya atas terselesainya
pekerjaan tepat pada waktunya.
Pasal 8
Laporan Harian dan Mingguan
8.1 Pemborong diwajibkan membuat laporan Harian dan Mingguan, yang menunjukkan
prestasi kemajuan fisik pekerjaan kepada Pemberi Tugas, yang diketahui oleh
Direksi Lapangan dan Pengelola Proyek lainnya.
8.2 Penilaian prestasi kerja atas dasar pekerjaan yang telah dikerjakan, tidak termasuk
bahan-bahan bangunan di tempat pekerjaan dan tidak atas dasar besarnya
pengeluaran uang yang telah dilaksanakan oleh Pemborong atau Kontraktor.
8.3 Laporan tersebut memuat laporan penandatanganan bahan bangunan, penggunaan
mesin-mesin kerja, penggunaan alat-alat bantu kerja, pengerahan tenaga kerja,
laporan keadaan cuaca, dokumentasi proyek dan lain sebagainya.
8.4 Semua laporan tersebut dibuat sebenar-benarnya rangkap 6 (enam).
Pasal 9
Pengawasan
Pasal 10
Jangka Waktu Pelaksanaan
10.1 Jangka waktu penyelesaian pekerjaan ini ditentukan atas kesepakatan antara Pemberi
Tugas dan Kontraktor.
10.2 Kesanggupan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan oleh peserta lelang harus
dicantumkan dalam Surat Penawaran dan dihitung dalam hari kalender.
10.3 Kecuali ketentuan lain, maka jangka waktu pelaksanaan dihitung dari tanggal yang
tersebut dalam Surat Pemenang atau Surat Perintah Kerja.
Pasal 11
Keamanan Tempat Pekerjaan
11.1 Sejak dimulainya pekerjaan hingga penyerahan tersebut Pemborong atau Kontraktor
harus benar-benar menjaga atau mematuhi peraturan-peraturan keamanan yang
berlaku guna mencegah hal-hal yang tidak diingankan seperti kecelakaan, pencurian
dan lain-lainnya.
11.2 Untuk menjaga keamanan lokasi pekerjaan dibuat pagar pembatas dengan pintu
yang kuat serta dibuat gardu penjagaan lengkap dengan petugas kemanannya.
11.3 Dalam melaksanakan pekerjaan dan pengangkutan bahan-bahan keperluan
pekerjaan, kontraktor harus teliti dan hati-hati, sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu dan menimbulkan kerusakan terhadap jalan-jalan yang sudah ada,
maupun prasaran-prasarana umum lainnya seperti jaringan listrik, air minum,
telepon dan lain-lainnya.
11.4 Kontraktor harus melaporkan kepada pengawas apabila terjadi kerusakan yang
dikarenakan kelalaiannya dan mengganti ongkos perbaikan kepada instansi yang
bersangkutan.
11.5 Kontraktor harus melakukan segala usaha untuk mencegah pengotoran jalan umum
oleh kendaraan-kendaraan yang dipergunakan untuk pekerjaan.
11.6 Apabila terjadi kerusakan-kerusakan peralatan di lokasi pekerjaan yang disebabkan
kelalaian dalam pelaksanan, Kontraktor wajib memperbaiki dengan biaya sendiri.
11.7 Kontraktor harus mengurus penjagaan di luar jam kerja dalam lokasi pekerjaan
termasuk bangunan yang sedang dikerjakan, gudang dan lain sebagainya.
11.8 Untuk keamanan dan penjagaan perlu diadakan penerangan lampu-lampu pada
tempat-tempat tertentu serta ruang-ruang yang dipakai atas persetujuan Direksi.
11.9 Kontraktor bertanggung jawab sepenuhnya atas bahan dan alat-alat yang disimpan
dalam gudang dan halaman lokasi pekerjaan. Apabila terjadi kebakaran atau
pencurian, Kontraktor harus mendatangkan gantinya untuk kelancaran
pelaksanaannya.
11.10 Kontraktor harus menjaga jangan sampai terjadi kebakaran, perusakan dan sabotase
di tempat pekerjaan.
11.11 Alat-alat pemadam kebakaran atau lainnya untuk keperluan yang sama harus ada di
tempat pekerjaan.
Pasal 12
Kebersihan dan Ketertiban
12.1 Selama berlangsungnya pembangunan, keadaan di sekitar lokasi kerja dan bagian
bangunan yang dikerjakan, harus tetap bersih dan tertib, bebas dari bahan-bahan
bekas, tumpukan tanah dan lain-lainnya. Kelalaian dalam hal ini dapat menyebabkan
seluruh pekerjaan dihentikan sementara. Akibat dari hal-hal sehubungan dengan ini
seluruhnya menjadi tanggung jawab Kontraktor.
12.2 Pemborong atau Kontraktor wajib membuat barak-barak bagi Pekerja, WC dan
urinoir khusus untuk Pekerja.
12.3 Penimbunan bahan yang ada di dalam gudang maupun yang berada di sekitar lokasi
kerja, harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kelancaran dan
keamanan. Jalannya pemeriksaan dan penelitian bahan-bahan dilakukan oleh
Pengelola Proyek maupun Konsultan Pengawas.
12.4 Para pekerja tidak diperkenankan keluar masuk proyek dengan bebas tanpa seijin
Pengawas.
12.5 Peraturan lain mengenai ketertiban akan dikeluarkan oleh Konsultan Pengawas pada
waktu pelaksanaan.
Pasal 13
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
13.1 Pelaksanaan pekerjaan oleh Kontraktor maupun oleh Sub Kontraktor harus
memenuhi syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku menurut Undang-
undang.
13.2 Pemborong bertanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan Pekerja.
13.3 Apabila terjadi kecelakaan, Pemborong harus segera mengambil tindakan yang perlu
untuk menyelamatkan korban dengan segala biaya ditanggung oleh Kontraktor, dan
Kontraktor harus segera memberitahukan kepada Pimpinan Proyek.
13.4 Kontraktor harus menyediakan obat-obatan atau PPPK yang memenuhi syarat yang
ditentukan di tempat pekerjaan dan setiap kali selesai dipergunakan harus segera
dilengkapi kembali.
13.5 Kontraktor harus menyediakan perlengkapan keamanan kerja seperti helm, sepatu,
sarung tangan dan sebagainya yang diperlukan untuk keselamatan kerja.
13.6 Kontraktor harus melakukan pencegahan kecelakaan kerja semaksimal mungkin
dengan papan-papan peringatan mengenai keselamatan kerja di lokasi pekerjaan.
Pasal 14
Pertanggungan Asuransi
14.1 Semua resiko yang diakibatkan oleh keadaan force majeur seperti kebakaran, gempa
bumi, banjir dan lain sebagainya yang dapat mengakibatkan kerugian pada pekerjaan
dan masih dalam pemesanan pemborong adalah menjadi resiko pemborong. Oleh
sebab itu sebaiknya pemborong menyusutkan resiko ini sampai sekecil mungkin
dengan jalan menutup pertanggungan (asuransi).
14.2 Dalam lingkungan pertanggungan asuransi harus tercakup kerugian yang
diakibatkan force majeur terhadap bagian-bagian pekerjaan yang menjadi tanggung
jawab Pemborong atau Kontraktor sendiri, yang diakibatkan oleh kelalaian
Pemborong dalam melaksanakan pekerjaan.
14.3 Surat polisi tersebut harus mencantumkan nama Pemberi Tugas bersama dengan
kuitansi dan premi yang telah dibayar Pemborong dan harus diserahkan kepada
Pengelola Proyek.
Pasal 15
Permulaan Pekerjaan
15.1 Selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) minggu setelah Surat Perintah
Kerja dikeluarkan dari Pimpinan Proyek, pekerjaan harus segera dimulai.
15.2 Kontraktor diwajibkan memberitahukan kepada direksi, apabila memulai pekerjaan.
15.3 Apabila ketentuan di atas tidak dipenuhi, maka jaminan pelaksanaan dinyatakan
hilang.
Pasal 16
Pembayaran
16.1 Berdasarkan Surat Edaran Nomor 07/SE/KPKN/2002 bulan April 2003 dan Surat
Edaran dari Departemen Keuangan R.I. cq. Direktur Jenderal Anggaran nomor SE-
48/A/2002 tanggal 21 April 2003, tentang pembayaran dapat dilakukan setelah pihak
rekanan menyerahkan jaminan yang diterbitkan oleh pemerintah atau bank atau
lembaga keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan RI sebesar nilai
angsuran tersebut, yang berhak mencairkan adalah Pemimpin Proyek untuk
keperluan pemeliharaan sebagaimana yang diatur dalam Surat Perjanjian Pemborong
RI.
16.2 Pembayaran uang muka akan diberikan pada pemborong sebesar 20 % dari nilai
perjanjian kontrak yang akan digunakan sebagai modal kerja untuk mobilisasi awal
dan demobilisasi dibayarkan sesudah Kontrak ditandatangani kedua belah pihak.
16.3 Pembayaran kembali uang muka akan diperhitungkan berangsur-angsur secara
merata pada tahap-tahap pembayaran dan berangsur-angsur berdasarkan kemajuan
pelaksanaan pekerjaan. Pembayaran tersebut diatur sebagai berikut :
a. Angsuran I (satu)
Pasal 17
Penundaan Pembayaran
Pasal 18
Perintah Pelaksanaan
18.1 Apabila terjadi ketidaksamaan antara peraturan ini dengan gambar bestek maka
digunakan gambar rencana yang lebih mengikat.
18.2 Kontraktor tidak diperbolehkan mengubah konstruksi yang telah ada kecuali
mendapat ijin Direksi.
18.3 Kekurangan-kekurangan dan ketentuan-ketentuan yang belum tercantum dalam
bestek ini dibuat pengaturan tersendiri.
18.4 Bila Kontraktor tidak ada di tempat pekerjaan dimana Direksi akan memberikan
penjelasan-penjelasan atau petunjuk-petunjuknya maka petunjuk tersebut harus
diikuti dan dilaksanakan oleh Pelaksana atau orang-orang yang ditunjuk oleh
Kontraktor.
18.5 Kontraktor diharuskan untuk memberikan penjelasan-penjelasan tertulis secara
lengkap apabila Direksi memerlukan tentang tempat pekerjaan yang akan dimulai
pelaksanaannya.
18.6 Dalam keadaan apapun tidak dibenarkan memulai pekerjaan yang sifatnya permanen
tanpa terlebih dahulu mendapat ijin dari Direksi.
18.7 Pemberitahuan yang lengkap dan jelas atas macam pekerjaan yang akan
dilaksanakan kepada Direksi harus agak longgar sehingga ada waktu yang
memungkinkan untuk mengadakan pemeriksaan.
Pasal 19
Penyerahan Pekerjaan
19.1 Pekerjaan dapat diserahkan untuk pertama kalinya apabila pekerjaan telah selesai
100 % dan dapat diterima dengan baik oleh Pimpinan Proyek disertai dengan Berita
Acara dan dilampirkan Daftar Kemajuan Pekerjaan.
19.2 Pada penyerahan pertama pekerjaan ini, keadaan sekitarnya harus dalam keadaan
bersih.
19.3 Sewaktu diadakan penelitian dan pemeriksaan secara teknis dalam rangka
penyerahan pertama, maka surat pernyataan teknis diajukan kepada Pimpinan
Proyek.
19.4 Surat permohonan pernyataan teknis yang dikirimkan kepada Pimpinan Proyek
maupun tembusannya yang ditujukan kepada Pengelolaan Proyek harus sudah
dikirim selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sebelum penyerahan yang pertama
berakhir.
Pasal 20
Perpanjangan Waktu Penyerahan
20.1 Surat Permohonan Perpanjangan Waktu Penyerahan pertama yang dilakukan kepada
Pimpinan Proyek harus sudah diterima selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari
sebelum batas waktu penyerahan yang pertama kali berakhir dan surat-surat tersebut
dilampiri :
a. Data lengkap
b. Time Schedule baru yang sudah direncanakan dengan matang. Surat
permohonan perpanjangan waktu penyerahan tanpa data lengkap tidak akan
dipertimbangkan.
20.2 Permohonan perpanjangan waktu penyerahan pekerjaan yang pertama kalinya dapat
diterima Pimpinan Proyek apabila :
a. Ada pekerjaan tambahan dan pengurangan yang tidak dapat dihindari setelah
atau sebelum kontrak ditandatangani kedua belah pihak.
b. Adanya Surat Perintah tertulis dari Pimpinan Proyek tentang pekerjaan
tambahan.
c. Adanya Surat Perintah tertulis dari Pimpinan Proyek tentang pekerjaan untuk
sementara waktu dihentikan.
d. Adanya gangguan curah hujan yang terus menerus di tempat pekerjaan, dimana
hal ini harus diperkuat dengan persetujuan Direksi Lapangan.
e. Adanya force majeur (bencana alam, gangguan keamanan dan sebagainya) di
lokasi pekerjaan, dimana hal ini harus dikukuhkan oleh Kepala Daerah
setempat.
Pasal 21
Masa Pemeliharaan
21.1 Jangka waktu pemeliharaan adalah 90 (sembilan puluh) hari kalender setelah
penyerahan pekerjaan.
21.2 Apabila dalam pemeliharaan terjadi kerusakan-kerusakan akibat kurang sempurnanya
mutu bahan yang digunakan, maka pihak pemborong harus segera memperbaiki dan
menyempurnakan kembali setelah pihak Pemborong diperingatkan atau diberitahu
yang pertama kalinya secara tertulis oleh Pimpinan Proyek.
Pasal 22
Pekerjaan Tambahan dan Kurang
22.1 Pemborong hanya dapat mengajukan pembayaran tambah, hanya untuk pekerjaan
tambah yang diperintahkan secara tertulis oleh Pimpinan Proyek.
22.2 Setelah pekerjaan tambah dikerjakan, pemborong supaya mengajukan pada
Pimpinan Proyek Daftar Rencana Anggaran Biaya, agar Pimpinan Proyek dapat
memperhitungkan apakah pekerjaan tambah tersebut dapat dibayar atau tidak.
22.3 Di dalam mengajukan daftar Rencana Anggaran Biaya pekerjaan ditambah 10 %
(sepuluh persen) keuntungan Pemborong dari Bowsoom dan pajak jasa sebesar 2,5
% dari jumlah Bowsoom dan keuntungan Pemborong.
22.4 Untuk memperhitungkan pekerjaan tambah dan pengurangan menggunakan harga
satuan yang telah dimaksudkan ke dalam Penawaran atau Kontrak.
22.5 Bilamana harga satuan pekerjaan belum tercantum dalam Surat Penawaran yang
diajukan, maka akan diselesaikan secara musyawarah.
Pasal 23
Denda Keterlambatan Pekerjaan
Apabila jangka waktu penyelesaian yang telah disepakati di atas dilampaui maka pihak
pemborong dikenakan denda 1/1000 (satu perseribu) dari jumlah harga borongan untuk
setiap kali keterlambatan, setinggi-tingginya 5 % (lima persen) dari jumlah harga
borongan, kecuali jika keterlambatan pekerjaan disebabkan oleh force majeur.
Pasal 24
Pencabutan Pekerjaan
melaksanakan sendiri pekerjaan tersebut atau menyerahkan pada pihak lain dengan
pembiayaan sepenuhnya dipikul oleh PIHAK KEDUA.
24.5 Pada pencabutan pekerjaan, PIHAK KEDUA hanya akan menerima pembayaran
sebatas pekerjaan yang telah diperiksa serta disetujui oleh Pimpinan Proyek,
sedangkan harga-harga bahan bangunan yang berada di tempat pekerjaan menjadi
resiko pihak kedua sendiri.
Pasal 25
Dokumentasi
25.1 Sebelum kegiatan dimulai, keadaan lapangan atau tempat dimana pekerjaan akan
dilaksanakan yang masih dalam keadaan fisik 0% (nol persen) atau dimana tanah
masih dalam keadaan seperti semula belum ada kegiatan atau bangunan.
Pengambilan gambar supaya dipilih pada tempat-tempat yang dianggap penting
menurut pertimbangan dan petunjuk Direksi Lapangan.
25.2 Pemborong diwajibkan membuat foto dokumentasi pada tahapan-tahapan fisik
mencapai ; 0 %, 50 % dan 100 %. Pengambilan gambar proyek agar diusahakan
pada tempat atau titik pemotretan yang tetap, sehingga nantinya akan tampak dan
diketahui dengan perubahan-perubahan dan perkembangan-perkembangan yang
terjadi selama terselenggaranya proyek.
25.3 Pengambilan foto proyek yaitu 9 x 13 cm berwarna atau ukuran kartu pos.
Pemborong juga harus membuat dan menyerahkan foto proyek ukuran 10R untuk
keadaan proyek 0 % dan 100 %, masing-masing 2 (dua) buah.
25.4 Pengambilan foto proyek sekurang-kurangnya 4 (empat) buah titik, pada tempat atau
posisi yang berbeda.
25.5 Khusus untuk penyerahan pekerjaan pertama atau penyerahan pekerjaan yang telah
mencapai keadaan fisik 100 %, supaya dilampiri foto pemeriksaan oleh Badan
Pengawas Pembangunan pada Berita Acara Pengajuan Permohonan Pembayaran
Angsuran.
25.6 Semua foto dokumentasi proyek tersebut supaya dimasukkan ke dalam album
khusus.
25.7 Ukuran, warna dan bentuk album foto khusus tersebut ditentukan kemudian,
sehingga diperoleh keseragaman.
Pasal 26
Force Majeur
26.1 Yang dimaksud dengan force majeur adalah kejadian-kejadian bencana alam atau
musibah yang terjadi pada waktu peleksanaan seperti: huru-hara, perang, tanah
longsor, gempa bumi, banjir dan lain sebagainya, yang terjadi diluar kekuasaan
Pemborong, yang mempengaruhi kelancaran pelaksanaan pekerjaan.
26.2 Bila terjadi force majeur, maka pemborong diwajibkan membuat laporan kepada
Pimpinan Proyek dalam jangka waktu selambat-lambatnya 7 x 24 jam setelah
terjadinya force majeur.
26.3 Bila terjadi 7 (tujuh) hari sejak dikeluarkan surat Gubernur atau peraturan mengenai
force majeur ini, Pimpinan Proyek tidak atau belum menjawab pengajuan
pemborong, maka dianggap force majeur disetujui oleh Pimpinan Proyek.
26.4 Untuk pekerjaan permanen atau pekerjaan sementara atau bahan-bahan di daerah
kerja yang mengalami kehancuran atau kerusakan akibat force majeur, maka
pemborong berhak atas biaya perbaikan pekerjaan permanen atau pekerjaan
sementara yang telah selesai atau telah dibayar oleh Pimpinan Proyek dalam
sertifikat bulanan sesuai dengan perhitungan biaya kerusakan oleh Konsultan.
Pasal 27
Perselisihan
27.1 Segala perselisihan atau pertikaian antara Pemilik dan Direksi Pekerjaan dengan
Kontraktor, yang timbul dari atau sehubungan dengan Kontrak atau pelaksanaan
pekerjaan (baik selama berlangsungnya pekerjaan atau setelah penyelesaiannya baik
sebelum atau sesudah pemutusan, penelantaran, atau pelanggaran Kontrak) harus
diselesaikan secara munsyawarah untuk memperoleh mufakat.
27.2 Jika Pemilik atau Direksi Pekerjaan dan Kontraktor gagal mencapai kesepakatan
antar Direksi Pekerjaan dengan Kontraktor mengenai suatu hal yang berdasarkan
kontrak diharuskan adanya persetujuan Pemilik, maka perselisihan dapat
diselesaikan oleh Direksi Pekerjaan dengan tunduk pada ketentuan Pasal 2 Ayat (1)
yaitu mengenai tugas dan wewenang Direksi Pekerjaan, atau diselesaikan oleh
Pemilik yang harus memberikan keputusannya secara tertulis kepada Kontraktor
dalam waktu 15 hari sejak pengakhiran perundingan oleh Kontraktor kepada Pemilik
atau sebaliknya.
27.3 Jika pemilik memberikan keputusan tertulisnya kepada Kontraktor dan tidak ada
permintaan untuk arbitrasi yang disampaikan oleh Kontraktor selama 15 hari sejak
penerimaan keputusan tertulis tersebut, maka keputusan tersebut adalah terakhir dan
mengikat serta harus dengan segera diberlakukan oleh kedua belah pihak. Kontraktor
harus tetap melaksanakan pekerjaan dengan penuh kesungguhan tanpa
memperhatikan apakah Kontraktor meminta arbitrasi atau tidak.
27.4 Jika Pemilik tidak memberikan keputusan tertulisnya dalam jangka waktu 15 hari
sebagaimana ditentukan, atau jika Kontraktor tidak puas dengan keputusan tersebut,
maka dalam waktu 15 hari sejak penerimaan keputusan tersebut atau dalam jangka
waktu 30 hari sejak pengakhiran perundingan, jika tidak ada keputusan yang
dihasilkan, Kontraktor dapat menuntut agar perselisihan tersebut diajukan kepada
suatu Dewan Arbitrasi, untuk menyelesaikan perselisihan berdasarkan ketentuan
sebagai berikut :
a. Peraturan arbitrasi yang dianut, kecuali ditentukan lain dalam syarat khusus
Kontrak dalam Pasal 27.4 (a) adalah :
(i) Jumlah Arbiter 3 orang.
(ii) Masing-masing pihak memilih seorang Arbiter.
(iii) Kedua Arbiter memilih seorang Arbiter sebagai ketua.
(iv) Apabila kedua Arbiter gagal memilih ketua dalam waktu 30 hari sesudah
penunjukan Arbiter masing-masing pihak, maka penunjukan Arbiter
diserahkan kepada Badan Arbitrasi Nasional Indonesia (BANI).
b. Tempat arbitrasi adalah di Jakarta, kecuali apabila disepakati ditempat lain.
Pengeluaran untuk Arbiter yang diangkat oleh Kontraktor akan dibebankan
kepada Kontraktor, dan pengeluaran untuk Arbiter yang diangkat oleh Pemilik
akan dibebankan oleh Pemilik. Pengeluaran untuk Ketua Dewan Arbitrasi dan
pengeluaran lain akan ditanggung bersama oleh kedua pihak. Keputusan Dewan
Arbiter harus mengikat dan final bagi Pemilik dan Kontraktor. Kontraktor harus
memenuhi instruksi Direksi Pekerjaan dan tetap bekerja dengan kesungguhan
menurut cara yang diarahkan oleh Direksi Pekerjaan, kecuali hal-hal yang
dipersengketakan.
27.5 (1)Semua berita acara memberitahukan, atau perintah tertulis yang harus
diberikan kepada oleh Pemilik atau Direksi Pekerjaan kepada Kontraktor
berdasarkan ketentuan Kontrak, harus dikirim atau disampaikan ke kantor
Kontraktor yang tercantum dalam Surat Perjanjian atau alamat lainnya yang
ditunjuk oleh Kontraktor sesuai dengan Pasal 27.5 (3)
Pasal 28
Tanggung jawab
28.1 Pada keadaan apapun dimana pekerjaan yang telah dilaksanakan telah mendapat
persetujuan oleh Direksi tidak berarti membebaskan Kontraktor atas tanggung
jawabnya kepada pekerjaan sesuai dengan isi kontrak.
28.2 Tenaga-tenaga kerja yang digunakan harus tenaga yang ahli atau terlatih dan
berpengalaman pada bidangnya dan dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik
sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku serta petunjuk-petunjuk dari
Direksi.
28.3 Kontraktor harus mengusahakan atas tanggungannya, langkah-langkah, peralatan
yang perlu untuk melindungi pekerja-pekerja atau bahan-bahan yang digunakan agar
tidak terjadi sesuatu yang tidak diharapkan.
28.4 Kontraktor harus menyediakan perlengkapan-perlengkapan yang dibutuhkan Direksi
untuk memperlancar pekerjaan serta menjamin kualitas pekerjaan.
28.5 Kontraktor harus selalu membuat laporan-laporan secara tertulis hal ikhwal yang
terjadi dalam rangka Pelaksanaan Proyek kepada Direksi secara periodik.
Pasal 29
Penyerahan Pekerjaan pada Sub Kontraktor
29.1 Pada dasarnya pekerjaan harus diselesaikan sendiri oleh PIHAK KEDUA dan
apabila bagian-bagian pekerjaan tersebut oleh PIHAK KEDUA akan diborongkan
kepada PIHAK KETIGA (Sub Kontraktor) dan golongan ekonomi lemah setempat,
maka terlebih dahulu harus mendapatkan persetujuan PIHAK KESATU, tanggung
jawab penyelesaian pekerjaan tetap di PIHAK KEDUA.
29.2 Apabila terdapat kepastian bahwa pekerjaan PIHAK KEDUA telah diborongkan
kepada PIHAK KETIGA tanpa persetujuan PIHAK KESATU, maka setelah PIHAK
KESATU memberi pernyataan tertulis kepada PIHAK KEDUA, PIHAK KEDUA
harus mengembalikan keadaan sehingga sesuai dengan perjanjian Pemborong ini dan
semua biaya yang telah dikeluarkan oleh PIHAK KEDUA atau PIHAK KETIGA
ditanggung sepenuhnya PIHAK KEDUA.
29.3 Dalam hal dimana ada bagian-bagian pekerjaan diborongkan kepada PIHAK
KETIGA dengan persetujuan PIHAK KESATU, maka PIHAK KEDUA tetap
bertanggungjawab penuh kepada PIHAK KESATU terhadap segala tindakan dan
pekerjaan yang dilakukan PIHAK KETIGA. PIHAK KESATU tidak memiliki
hubungan langsung dengan PIHAK KETIGA, melainkan selalu dengan PIHAK
KEDUA.
Pasal 30
Kerjasama Dengan Golongan Ekonomi Lemah
30.1 Pemborong yang terpilih sebagai Pelaksana Pekerjaan. Ditetapkan dalam Surat
Penjanjian (Kontrak) untuk bekerjasama dengan rekanan golongan ekonomi lemah
setempat antara lain sebagai Sub Kontraktor atau leveransir barang, bahan dan jasa.
Pasal 31
Penggunaan Bahan-bahan Bangunan
31.3 Semua bahan bangunan yang dinyatakan tidak dapat dipakai atau ditolak oleh
Direksi atau Pengawas Lapangan harus segera disingkirkan dari lokasi pekerjaan.
31.4 Pemborong bertanggungjawab sepenuhnya atas keamanan bahan bangunan, alat-alat
kerja dan lain-lainnya yang disimpan dalam gudang dan lokasi pekerjaan. Apabila
terjadi kebakaran atau pencurian maka Pemborong harus segera mendatangkan
gantinya demi kelancaran pekerjaan.
Pasal 2
Normalisasi Standar Indonesia
Pasal 3
Pekerjaan Persiapan
Pasal 4
Gambar-gambar Pekerjaan
4.1 Gambar-gambar rencana pekerjaan terdiri dari gambar bestek, gambar detail situasi
dan lain sebagainya yang akan disampaikan kepada Pemborong/Kontraktor beserta
dokumen-dokemen lainnya. Kontraktor tidak boleh mengubah dan menambah tanpa
persetujuan dari Pimpinan Proyek/Direksi, gambar-gambar tersebut tidak boleh
diberikan kepada pihak lain yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan
borongan ini atau digunakan untuk maksud lain.
4.2 Gambar-gambar tambahan
Pemborong/Kontraktor harus membuat gambaran detail (gambar kerja/shop
drawing) yang disahkan oleh Direksi, gambar-gambar tersebut menjadi milik
Direksi.
As Built Drawing
Yang dimaksud dengan As Built Drawing adalah gambar-gambar yang sesuai
dengan yang dilaksanakan. Untuk pekerjaan ulang yang belum ada dalam
bestek, Kontraktor harus membuat gambar-gambar yang sesuai dengan apa yang
dilaksanakan yang dengan jelas memperlihatkan perbedaan antara gambar
kontrak dan gambar pelaksanaan. Gambar-gambar tersebut harus diserahkan
rangkap 3 (tiga) dan biaya pembuatannya ditanggung oleh pihak Kontraktor.
4.3 Pemborong/Kontraktor harus menyimpan di tempat kerja satu bendel gambar
kontrak lengkap termasuk Rencana Kerja dan Syarat-syarat Berita Acara Rapat
Penjelasan (Aanwijzing), Time schedule, dan semuanya dalam keadaan baik (dapat
dibaca dengan jelas), hal ini untuk menjaga jika pemberi tugas atau wakilnya
sewaktu-waktu memerlukannya.
Pasal 5
Mobilisasi
Pasal 6
Daerah Kerja
6.1 Areal tanah untuk daerah kerja pada dasarnya disediakan oleh pemberi tugas,
penggunaan daerah diluar yang disediakan menjadi tanggung jawab dan atas usaha
Pemborong/Kontraktor.
6.2 Kontraktor harus menutup daerah kerja bagi umum untuk keamanan kerja alat dan
bahan selama pelaksanaan pekerjaan berlangsung.
6.3 Pada daerah yang telah disediakan, Pemborong harus merencanakan penggunaannya
yang pada dasarnya akan membantu kelancaran pelaksanaan. Rencana harus
disetujui oleh Direksi sebelum penggunaan areal kerja.
6.4 Pemborong diharuskan membuat kantor lapangan, gudang dan sebagainya guna
menunjang pelaksanaan pekerjaan.
6.5 Sebelum pekerjaan dimulai seluruh daerah kerja dibersihkan terlebih dulu.
Pasal 7
Peralatan Kerja
7.1 Pemborong harus menyediakan peralatan dengan baik dan siap pakai yang
diperlukan untuk pekerjaan pembangunan.
7.2 Untuk pelaksanaan pekerjaan ini Pemberi Tugas/Direksi tidak menyediakan atau
meminjamkan atau menyewakan peralatan kerja.
Pasal 8
Pengukuran
dengan menggunakan Bench Mark atau titik referensi yang disetujui direksi.
Pengukuran volume yang dikerjakan dibuat berdasarkan ketinggian yang disetujui.
8.7 Kontraktor harus menyediakan dan memelihara peralatan pengukuran untuk dipakai
sendiri dan Direksi. Alat dan perlengkapan harus baik menurut direksi dan alat harus
diganti jika hilang atau rusak. Semua alat-alat dan perlengkapan itu tetap menjadi
milik Kontraktor. Alat-alat tidak boleh ditukar dalam waktu pelaksanaan kontrak,
kecuali dengan ijin atau perintah Direksi.
8.8 Semua biaya yang dikeluarkan untuk pekerjaan pengukuran harus sudah masuk
dalam harga satuan penawaran.
Pasal 9
Mutual Check
9.1 Untuk sistem pelaksanaan pekerjaan ini adalah kontrak harga satuan
9.2 Untuk pelaksanaan Mutual Check I harus diperhatikan beberapa hal-hal sebagai
berikut :
a. Diadakan dengan dasar gambar tender yang telah dimenangkan Kontraktor
b. Terdiri dari Kontraktor dan bersama-sama dengan pihak Direksi.
c. Kontraktor harus melakukan pengukuran kembali semua kegiatan-kegiatan
pekerjaan dengan mencocokan kembali pada titik tetap dengan ketelitian 10 √L
mm. Membuat gambar-gambar hasil pengukuran kembali profil memanjang dan
melintang dengan mengikuti standar penggambaran tender drawing. Membuat
gambar-gambar bangunan dengan mengikuti standar penggambaran tender
drawing. Membuat perhitungan hidrolis apabila ada perubahan bentuk.
Membuat perhitungan kuantitas dan Rencana Anggran Biaya atas perubahan
(tambahan/pengurangan)
d. Semua produk-produk hasil uitsetten/pengukuran kembali disampaikan pada
Pemberi Tugas untuk selanjutnya diteliti/diperiksa kebenarannya dan setelah
mendapat persetujuan dari direksi maka Kontraktor dapat melaksanakan
pekerjaan tersebut.
e. Dari hasil pengukuran kembali/uitsetten akan didapat perbandingan volume
dengan tender drawing.
f. Gambar-gambar hasil uitsetten adalah sebagai dasar untuk pelaksanaan
konstruksi lapangan.
Pasal 10
Pengalihan Aliran Sungai dengan Pengeringan Dasar Galian
10.1 PIHAK KEDUA harus melaksanakan pengalihan air sungai untuk memungkinkan
terlaksananya pekerjaan.
10.2 Sebelum melaksanakan pekerjaan ini, maka PIHAK KEDUA diharuskan
menyerahkan kepada Direksi rencana dari pekerjaan pengalihan sungai.
10.3 Sekalipun rencana tersebut telah disetujui Direksi, tidak berarti PIHAK KESATU
bebas dari tanggung jawab dalam metode yang dipergunakan.
10.4 Pengalihan sungi harus dijaga sepenuhnya melalui saluran pengelak sementara
selama pembuatan jembatan, pembuangan dan bangunan lain.
10.5 PIHAK KEDUA harus merencanakan, membangun dan memelihara semua
pekerjaan pelindung sementara yang perlu, seperti tanggul penutup sementara
(kistdam), tanggul-tanggul dan pekerjaan pelindung lainnya.
10.6 PIHAK KEDUA harus menyediakan semua bahan yang diperlukan untuk pekerjaan
ini dan harus pula menyediakan, memasang, memelihara dan mengoperasikan
pompa-pompa air yang diperlukan dan segala peralatan untuk membuang air dari
seluruh area pekerjaan yang membutuhkan proses pengeringan.
10.7 PIHAK KEDUA bertanggung jawab dan harus memperbaiki dengan biaya sendiri
semua kerusakan pada pondasi bangunan atau bagian lain dari pekerjaan yang rusak
Pasal 11
Pekerjaan Tanah
11.1 Untuk pekerjaan-pekerjaan kecil, misalnya saluran got, bangunan kecil dengan
galian yang tidak terlalu dalam, dapat digunakan tenaga manusia.
11.2 Untuk galian yang besar dan dalam, misalnya bendung, saluran primer yang
mempunyai jumlah volume yang besar, supaya menggunakan alat berat.
11.3 Hasil galian dapat dipakai sebagai timbunan tanggul, bila hasil galian memenuhi
syarat bahan timbunan atau disetujui Direksi.
11.4 Semua biaya untuk galian tanah dan pembuangannya harus sudah masuk harga
satuan, dimana meliputi penggalian, pembuangan, ganti rugi tanaman, pembersihan
termasuk penggunaan alat berat.
11.5 Untuk tanah-tanah yang tidak dapat bertahan pada lereng-lereng yang ditentukan
oleh direksi dan material-material yang longsor ke daerah galian disepanjang garis
galian, harus dipindahkan oleh Kontraktor dan lereng-lereng harus diselesaikan
kembali menurut garis dan tingkat yang ditetapkan oleh direksi. Kontraktor diminta
untuk menggali daerah-daerah yang mungkin akan longsor diluar batas-batas
penggalian yang diperlukan untuk mencegah kerusakan pada pekerjaan.
11.6 Untuk daerah asal bahan (borrow area) ada beberapa hal-hal yang perlu diperhatikan
antara lain :
a. Bahan timbunan yang diperlukan untuk pekerjaan harus diambilkan dari borrow
area yang disetujui oleh direksi dan setelah diuji untuk mengetahui kecocokan
bahan.
b. Sebelum penggalian tanah, permukaan harus dikupas dari tanaman-tanaman
termasuk akar-akarnya. Apabila permukaan tanah dikupas sampai kedalaman
0,15 m maka tanah kupasan ditimbun dan ditempatkan disekitar borrow area.
c. Setelah selesai penggalian, Kontraktor meninggalkan daerah tersebut dalam
keadaan rapi sesuai petunjuk direksi, termasuk semua pekerjaan tanah yang
diperlukan untuk mencegah penggenangan air di daerah tersebut. Apabila
borrow area terletak pada sawah atau tanah tegalan , maka tanah yang dipakai
untuk timbunan tidak boleh melebihi kedalaman 0,5 m dan setelah semua
penggalian selesai daerah tersebut dapat dipakai kembali untuk pertanian.
d. Batas borrow area minimum 20 m diluar batas pekerjaan tetap.
11.7 Kontraktor harus menggali, memuat, mengangkut, membuang, membentuk dan
memadatkan bahan-bahan timbunan tersebut sampai dengan ukuran yang tercantum
di dalam gambar.
11.8 Penggalian saluran dan pembuangannya sebagai berikut :
a. Penggalian saluran harus sesuai dengan dimensi yang ada pada gambar.
b. Tanah galian dari saluran primer, sekunder, saluran pembuang dan saluran jalan
harus ditempatkan sepanjang tanggul saluran atau jika terdapat kelebihan galian,
dan jika tidak disebutkan harus diletakkan tanggul yang memerlukan tambahan
timbunan.
c. Kelebihan galian yang tidak dibutuhkan untuk pekerjaan tanah baik setempat
atau di tempat lain dimana volume galian dan timbunan tidak seimbang di
sepanjang saluran, harus diletakkan pada tempat tanggul buangan terpisah dan
di luar pekerjaan tanah permanen. Tanggul buangan di buat menurut direksi dan
kontraktor menyiapkan rencana pekerjaan tanah tersebut bagi setiap bagian dari
pekerjaan dengan detail lokasi dan program penggalian dari saluran dan
membuang tanahnya sebagai timbunan tanggul.
d. Kontraktor harus mengajukan usul rencana pelaksanaan pekerjaan tanah
selambat-lambatnya tujuh hari sebelum tanggal yang dimaksud sebagi
pemberitahuan kepada direksi.
Pasal 12
Timbunan Tanah Kembali
12.1 Untuk timbunan tanah kembali dipadatkan, dimaksudkan menimbun kembali bekas
galian bangunan dengan material tanah hasil galian atau menurut petunjuk Direksi.
12.2 Timbunan harus dilakukan sedemikian dicapai kepadatan yang cukup dan merata.
Pemadatan dilakukan dengan stamper atau alat ringan sedemikian sehingga tidak
membahayakan bangunan atau menurut petunjuk Direksi.
12.3 Harga satuan untuk timbunan kembali dipadatkan harus sudah termasuk biaya
pemadatan, perapian dan biaya-biaya lain yang diperlukan, misalnya alat bambu dan
lain-lain.
Pasal 13
Timbunan Tanah Tanggul
13.1 Timbunan tanggul dibedakan dengan timbunan dengan tanah yang tersedia
(misalnya galian dan sebagainya) dan timbunan dari lokasi pengambilan (borrow
area).
13.2 Timbunan tanggul yang kecil dimana kepadatan dan kualitas yang disyaratkan tidak
begitu tinggi misalnya untuk tanggul saluran sekunder. Maka penimbunan-
penimbunan tetap harus dengan persetujuan Direksi.
13.3 Dalam hal tanah timbunan dari material yang tersedia (hasil galian) tanah yang
digunakan harus dari tanah yang baik dan dapat memenuhi persyaratan bahan
timbunan atau sesuai petunjuk Direksi.
13.4 Material timbunan harus bersih dari akar-akar tumbuhan, humus, bahan-bahan
organik dan bahan substansi lain.
13.5 Timbunan tanah dilakukan lapis demi lapis dengan ketebalan 20 cm atau sesuai
dengan percobaan pemadatan. Setiap lapis harus dipadatkan dengan alat pemadat
sehingga dicapai kepadatan minimum 95 % dari hasil proctor standart.
13.6 Harga satuan timbunan harus sudah cukup semua biaya untuk sewa alat dan biaya
operasinya, biaya pemadatan dan biaya tes laboratorium.
Pasal 14
Pekerjaan Pasangan Batu
14.1 Bahan batu adalah jenis batuan basalt/andesit dan permukaan batu harus dipecah
minimal 2 sisi dan bersih dari kotoran.
14.2 Bahan pasir adalah jenis Muntilan dengan kadar lumpur maksimum 1 % dengan
butiran tajam.
14.3 Campuran spesi terdiri dari 1 PC : 4 Pasir diaduk dengan beton molen. Perbandingan
tersebut adalah perbandingan volume. Adukan harus ditampung dalam kotak
peneampungan agar tidak tercampur dengan bahan lain.
14.4 Pemasangan batu tidak boleh bersentuhan dan rongga-rongga harus terisi penuh
spesi.
14.5 Harga satuan termasuk upah tenaga kerja, bahan, pembersihan batu muka dan
perapihan.
Pasal 15
Pekerjaan Siaran
15.1 Bahan pasir sejenis Muntilan dengan campuran 1 PC : 3 Pasir.
15.2 Sebelumnya permukaan antara batu muka digaruk sedalam 2 cm dan dibersihkan
kemudian diisi spesi 1,5 cm (siar dalam).
15.3 Volume dihitung sesuai dengan luasan permukaan batu muka yang disiar sesuai
garis gambar.
15.4 Harga satuan termasuk upah tenaga, bahan, pembersihan batu muka dan perapihan.
Pasal 16
Pekerjaan Plesteran
16.1 Bahan pasir sejenis Muntilan dengan campuran 1 PC : 3 Pasir (perbandingan
volume).
16.2 Sebelumnya permukaan harus dibersihkan dari kotoran tanah dan dilakukan
penyiraman.
16.3 Volume dihitung sesuai dengan luasan permukaan.
16.4 Harga satuan termasuk upah tenaga, bahan, pembersihan batu muka dan perapiahan
peralatan.
Pasal 17
Pekerjaan Beton Bertulang
17.1 Semen Portland yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat N.1 – 8 dan harus
melalui pengujian.
17.2 Pasir dan split yang dipakai harus memenuhi syarat-syarat PBI 1971. Untuk split
harus berasal dari batu pecah jenis basalt/andesit. Pasir jenis muntilan.
17.3 Pemborong diwajibkan membuat sample/kubus beton dan melakukan tes terhadap
mutu beton selama waktu pelaksanaan sesuai dengan persyaratan PBI 1971. Biaya
pengujian menjadi tanggung jawab kontraktor.
17.4 Campuran beton 1 PC : 2 Pasir : 3 Split (perbandingan volume). Pengadukan harus
menggunakan beton molen dan pemadatan harus menggunakan vibrator.
17.5 Pembongkaran bekesting atas persetujuan Direksi.
17.6 Beton yang telah dicor harus terus dibasahi minimum selama 14 hari.
17.7 Mutu beton yang digunakan adalah sebagai berikut :
Pasal 18
Komposisi/Campuran Beton
18.1 Beton harus dibentuk dari semen portland, pasir kerikil/batu pecah air seperti yang
ditentukan sebelumnya, semuanya dicampur dalam perbandingan yang serasi dan
diolah sebaik-baiknya sampai pada ketentuan yang baik dan tepat.
18.2 Untuk beton mutu B 0, campuran yang biasa untuk pekerjaan non strukturil dipakai
perbandingan dari semen portland terhadap pasir dan agregat kasar tidak boleh
kurang dari 1:3:5.
18.3 Untuk beton mutu B 1 dan K 125, campuran nominal dari semen portland, pasir dan
kerikil/batu pecahan harus digunakan dengan perbandingan volume 1:2:3 atau
1:11/2:21/2.
18.4 Untuk mutu K175 dan mutu-mutu lainnya yang lebih tinggi harus dipakai campuran
yang direncanakan (design mix). Campuran yang direncanakan diketemukan dari
percobaan-percobaan campuran untuk memenuhi kekuatan karakteristik yang
disyaratkan.
18.5 Tingkat agregat yang kasar untuk kelas II derajat K 125 dan untuk kelas III derajat K
175 beton berada dalam batas yang ditentukan dalam N.1.2.1971 dan kontraktor
harus memperoleh derajat yang patut apabila diminta oleh direksi dengan
mengkoordinir ukuran agregat yang profesional, agar diperoleh derajat yang
sepatutnya.
18.6 Perbandingan antara bahan-bahan pembentuk beton yang dipakai untuk berbagai
pekerjaan (sesuai kelas mutu) harus dipakai dari waktu ke waktu selama berjalannya
pekerjaan, demikian juga pemeriksaan terhadap agregat dan beton yang dihasilkan.
Perbandingan campuran dan faktor air semen yang tepat, kekedapan, awet dan
kekuatan yang dikehendaki dengan tidak memakai semen terlalu banyak.
Faktor air semen dari beton (tidak terhitung air yang dihisap oleh agregat) tidak
boleh melampaui 0,55 (dari beratnya) untuk kelas III dan jangan melampaui 0,60
(dari beratnya) untuk kelas lainnya. Pengujian dari beton akan dilakukan oleh direksi
dan perbandingan campuran harus diubah jika perlu untuk tujuan atau penghematan
yang dikehendaki, kegairahan bekerja, kepadatan, kekedapan, awet atau kekuatan
dan Kontraktor tidak berhak atas penambahan konpensasi disebabkan perubahan
yang demikian.
Pasal 19
Pamasangan Bekesting
19.1 Acuan beton/bekesting adalah konstruksi non permanen sebagai cetakan
pembentukan beton muda agar setelah mengeras mempunyai bentuk, dimensi dan
kedudukan yang benar sesuai gambar rencana.
19.2 Bahan acuan beton dapat dibuat dari baja, kayu atau beton pratekan yang harus
bersih permukaannya sebelum proses pengecoran dilaksanakan.
19.3 Pembuatan acuan beton harus sesuai dengan gambar rencana dan detail-detailnya
yang telah mendapat persetujuan dari Direksi. Tata cara pengecoran tahapan
persiapan kerja dan pelaksanaan pengecoran harus disetujui oleh Direksi.
19.4 Konstruksi acuan beton harus tidak menimbulkan kerusakan-kerusakan pada beton
jadi pada saat pembongkaran. Acuan beton harus dapat menerima getaran vibrator
(alat pemadat). Acuan beton dan perancah hanya diperbolehkan terjadi lendutan
maksimum 3 mm pada saat beban maksimum atau 1/300 panjang bentang.
19.5 Pada acuan beton sebelah dalam harus dilapisi multipleks atau plywood. Acuan
beton dibuat dari papan dengan kualitas tebal 3 cm dan sekur (penyanggah) dari
kayu 5/7.
19.6 Pada acuan beton pratekan harus dikonstruksikan kuat dengan bahan baja, kayu atau
plywood/multipleks dengan sekur/strip baja sehingga mendapat kedudukan dan
kekuatan yang cukup. Sistem sambungan yang digunakan harus sesuai dengan
peraturan yang ada.
19.7 Sebelum proses pengecoran dilaksanakan maka bagian dalam acuan beton diolesi
dengan oli atau bahan lain yang memudahkan dalam pembongkaran dengan syarat-
syarat bahan tersebut tidak mempengaruhi mutu atau warna beton cor. Pelaksanaan
ini dilakukan sebelum penyetelan besi tulangan.
19.8 Pada acuan harus diperhatikan pemeliharaan, kekokohan dan kelancaran fungsi baut-
baut yang ada.
19.9 Pada acuan dinding tegak dan bagian tipis harus dilaksanakan menurut kemajuan
pekerjaan dari bawah ke atas dengan satu sisi tertutup bertahan, di mana harus
memenuhi persyaratan pengecoran agar pengecoran dapat dilakukan pada tinggi
jatuh kurang dari ketinggian 130 cm (persyaratan PBI) atau acuan tetap utuh tetapi
proses pengecoran dilakukan dengan bantuan pompa, pipa/selang dan vibrator agar
proses pengisian beton dapat merata dan padat.
Pasal 20
Pengadukan Beton
20.1 Syarat pelaksanaan pekerjaan beton dari pengadukan sampai perawatannya,
hendaknya sesuai dengan ketentuan dan persyaratan PBI 1971.
20.2 Pengadukan, pengangkutan, pengecoran sebaiknya dilakukan pada cuaca yang baik,
bila hari sedang hujan atau panas terik, maka harus dilakukan usaha untuk
melindungi alat-alat pengadukan tersebut atau pengangkutan atau pengecoran
sehingga dapat dijamin bahwa air semen tidak akan berpengaruh atau berubah.
20.3 Direksi dapat menunda proses pengecoran apabila berpendapat bahwa keadaan tidak
memungkinkan dan tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemborong untuk mengklaim
keputusan atas keputusan tersebut.
20.4 Alat pengaduk semen harus dirawat terutama dari kontainernya (bebas dari
pengumpulan bahan beton sisa yang mengeras) dan Direksi akan mengontrol pada
saat dimulainya pengadukan selanjutnya.
20.5 Pengadukan di lapangan harus dibuat tempat khusus di lokasi pekerjaan dan harus
dapat menghasilkan adukan homogen. Penakaran bahan adukan harus seteliti
mungkin pada perbandingan jumlah yang disyaratkan dengan memperhatikan
kapasitas maksimum mesin pengaduk tersebut.
20.6 Waktu aduk dari bahan tersebut adalah tiap kurang dari 1,5 (satu setengah) menit
dihitung dari pemasukan semua bahan termasuk air untuk kapasitas aduk dari 1 m3
maka waktu minimum harus diperpanjang dengan persetujuan Direksi.
20.7 Putaran dari mesin minimum harus diperpanjang dengan persetujuan Direksi.
20.8 Putaran dari mesin pengaduk harus dikontrol. Kontinuitasnya sesuai dengan
rekomendasi pabrik.
20.9 Harus disediakan mesin aduk lebih dari satu untuk lebih berfungsi sebagai reserve
mixer serta dapat ikut melayani pada beban puncak kebutuhan adukan persatuan
waktu.
20.10 Beton rusak-mengeras tidak boleh diaduk lagi dan harus dibuang agar tidak
mengganggu-memperlambat proses pengecoran. Pengadukan dilanjutkan 10
(sepuluh) menit kemudian untuk waktu aduk lebih dari 1,5 (satu setengah) menit dan
harus dibolak-balik pada waktu tertentu menurut perintah Direksi.
20.11 Pengangkutan bahan adukan beton jadi ke lokasi harus dilakukan secara khusus
untuk menjaga agar tidak terjadi segregasi dan kehilangan bahan-bahan (air semen
dan butiran-butiran halus).
20.12 Pengangkutan harus kontinu sehingga tidak terjadi pemisahan antara beton yang
sudah dicor terlebih dahulu dengan yang masih baru atau dapat terjadi pengikatan
sempurna.
20.13 Penggunaan talang miring untuk transportasi bahan aduk harus mendapat ijin dari
Direksi, dimana harus diperhatikan panjang talang dan kontinuitas pasokan.
20.14 Adukan beton harus dicor dalam waktu satu jam setelah pengadukan air dimulai,
jangka waktu ini termasuk transportasi ke lokasi. Dengan pengadukan mekanis dapat
Pasal 21
Pekerjaan Pasangan Batu Kali
21.1 Batu yang akan digunakan adalah batu kali diameter batu tidak boleh melebihi 20
cm dan tidak kurang dari 10 cm.
21.2 Jenis batu yang dipergunakan berkualitas baik.
21.3 Permukaan batu yang menghadap keluar tidak boleh berbentuk lonjong melainkan
berbentuk pipih.
21.4 Batu dipasang pada sayap pasangan/dinding yang miring atau sesuai petunjuk
Direksi Lapangan.
Pasal 22
Pasangan Batu Pengisi
22.1 Batu dipasang tegak lurus dengan permukaan, agar kedudukan batu-batu kuat dalam
pemasangannya dan diatur sedemikian rupa sehingga permukaan batu rata (satu
batu).
22.2 Pertemuan antara satu bata dengan batu yang lain saling beriringan dan tidak boleh
ada tanahnya.
Pasal 23
Sambungan Gerak
23.1 Pada penahanan air (water stop), Kontraktor harus menyediakan dan memasang
penahan air, pada semua tempat sambungan gerak pada bagian yang memerlukan
dan sambungan harus kedap air. Apabila tidak diminta lain, penahan air dibuat dari
karet didapat dari pabrik yang disetujui direksi dan harus disimpan dan dipasang
sesuai petunjuk dari pabrik. Penahanan air di atas harus dicetak sampai kepanjangan
yang memungkinkan dan lengkap dengan bagian yang membentuk sudut dan
persilangan, dan harus dibuat untuk keperluan bangunan-bangunan di bawah air
secara menerus. Usulan kontraktor untuk menyambung penahan air harus disetujui
direksi, dan semua sambungan harus rapat. Adapun ukuran minimum dan bentuk
dari penahan sebagai berikut:
Pada bagian ujungnya karet penahan air harus mempunyai potongan lingkaran, harus
dilindungi dari kerusakan akibat terkena panas selama pemasangannya. Pada
pengecoran betonnya harus dirapatkan dengan hati-hati dan seksama sehingga tidak
ada lubang-lubang yang terjadi. Kontraktor harus menyediakan hasil pengujian dari
pabrik untuk tiap penahanan air yang dikirim ke lapangan.
23.2 Pada karet penahan air harus memenuhi persyaratan-persyaratan dari pada SNI atau
spesifikasi lain yang disetujui direksi.
23.3 Pada pengisi sambungan, Kontraktor harus menyediakan dan memasang pengisi
sambungan pada semua sambungan dan apabila tidak ditentukan lain, sambungan
harus fibre board yang direndam bitumen seperti expandite flexcell. Pengisi
sambungan harus didapatkan dari pabrik yang disetujui direksi dan harus disimpan
dan dipasang menurut instruksi dari pabrik. Lembaran-lembaran pengisi sambungan
dipasang rapat sehingga sambungan menutupi pada sisi-sisinya untuk mencegah
keluarnya semen.
23.4 Pada batang dowel apabila menembus sambungan harus dibungkus, bungkusan-
bungkusan harus dibuat terlebih dahulu dari bahan yang memenuhi untuk pengisi
sambungan atau bahan lain yang disetujui oleh Direksi.
23.5 Pada penutup sambungan, Kontraktor harus membuat alur pada sambungan gerak
dan sambungan konstruksi pada kedua permukaan dari pekerjaan betonnya kecuali
bagian bawah dari pekerjaan beton yang ada penyangganya. Alur dibuat lurus .
Kontraktor harus menyiapkan permukaan dari alur dan menyiapkan bahan penutup
sambungan kemudian mengisi alur tersebut dengan bahan di atas. Penutup
sambungan dari bahan semacam bitumen didapatkan dari pabrik. Pemasangan
penutup sambungan harus disetujui terlebih dahulu oleh Direksi.
23.6 Pada sambungan dengan cat bitumen, Kontraktor harus membersihkan dan
mengeringkan permukaan-permukaan tersebut sebelum pengecatan bitumen
dilaksanakan, dan pengecatan dengan bitumen dilaksanakan dalam 2 lapisan. Jenis
bitumen harus dari jenis penetrasi 40/50 atau lainnya yang mendapat persetujuan
dari Direksi.
23.7 Perletakan jembatan harus dari karet biasa atau karet dengan lapisan kering baja dan
sesuai dengan kebutuhan sebagai berikut:
Karet pendukung yang dipakai pada ujung terjepit dari balok dan lantai beton harus
dipasang dengan pasak baja lunak melalui bantalan pendukung, diisi ke dalam
lubang yang sudah dibuat lebih dahulu dengan adukan semen pasir 1:1. Pasak-pasak
itu harus dibungkus dengan dua lapis kertas bangunan dimana ia menonjol kedalam
lantai beton. Jika diijinkan oleh Direksi, Kontraktor dapat mengganti dengan
lembaran-lembaran pendukung dari timah hitam dengan ukuran dan mutu yang
disetujui.
Pasal 24
Pemasangan Peil Schaal
24.1 Bahan peil schaal/alat ukur tinggi air dibuat dari fiberglass.
24.2 Bahan dan ukuran peil schaal harus sesuai dengan petunjuk Direksi Lapangan.
24.3 Peil schaal dipasang pada dinding tegak sungai (di atas mercu), di antara saluran
dengan pintu intake dan pada sayap saluran irigasi.
24.4 Pemasangan peil schaal harus tegak lurus dengan permukaan air. Diusahakan
pemasangan pada lokasi air yang tenang (tidak bergelombang).
24.5 Pada bagian kiri dan kanan peil schaal diberi paku atau baut dan permukaan peil
schaal harus rata.
24.6 Pada tempat perletakan peil schaal diberi pasangan 1 :3.
Pasal 25
Syarat – syarat Bahan
Apabila dianggap perlu Direksi dapat memerintahkan untuk diadakan pemeriksaan pada
bahan atau pada campuran bahan-bahan yang dipakai dalam pelaksanaan konstruksi
bendung untuk menguji pemenuhan persyaratan oleh Pemborong/Kontraktor.
Pemeriksaan bahan-bahan dan beton harus dilakukan dengan cara-cara yang ditentukan
dan pemeriksaan tersebut harus disimpan oleh Pemborong dan apabila diminta harus dapat
menunjukkan kepada Direksi setiap saat selama pekerjaan berlangsung dan selama 2 (dua)
tahun setelah pekerjaan selesai.
25.1 Semen Portland
a. Untuk konstruksi beton bertulang pada umumnya dapat dipakai jenis semen
yang memenuhi ketentuan-ketentuan dan persyaratan yang ditentukan dari
spesifikasi teknis yang sesuai dengan NI – 8 1972.
b. Apabila dipakai persyaratan-persyaratan khusus mengenai sifat-sifat betonnya,
maka dapat dipakai semen lain seperti yang ditentukan dalam NI-8 seperti
semen Portland, trassemen alluminia, semen tahan sulfat dan lainnya. Dalam hal
ini Pemborong harus meminta pertimbangan dari lembaga pemeriksaan bahan-
bahan yang diakui dan disetujui oleh Direksi.
c. Semen yang dipakai harus dalam keadaan baru dan masih dalam kantong-
kantong yang disegel. Semen disimpan di tempat yang kering dan terlindung
dari pengaruh cuaca, berventilasi secukupnya dan penimbunan tak langsung
mengenai tanah. Merk yang dipilih tidak dapat diganti dalam pelaksanaan
kecuali dengan persetujuan Direksi.
c. Batu yang dipakai harus bersih dari kotoran yang melekat kalau perlu harus
dicuci terlebih dahulu.
25.6 Besi Beton
a. Besi beton yang dipakai bebas dari kotoran, lapisan lemak, minyak sisik, karat
dan tidak cacat (retak, mengelupas dan sebagainya) serta lapisan yang
mengurangi daya lekatnya besi dengan beton.
b. Besi yang digunakan dalam beton bertulang adalah besi dengan fy = 240 Mpa.
c. Besi beton yang dipakai harus disuplai dari satu sumber dan tidak dibenarkan
mencampur bermacam-macam sumber. Besi beton yang dipakai sebelumnya
harus dimintakan uji laboratoriun dengan dua contoh percobaan perlengkungan
dan stress-strain untuk setiap 20 ton besi. Pengujian masing-masing percobaan
digunakan 3 (tiga) batang besi dengan pengawasan dari Direksi.
d. Garis tengah besi beton harus sesuai dengan gambar rencana, apabila yang
dipakai kurang dari ketentuan maka diwajibkan menambah tulangan sesuai
dengan petunjuk-petunjuk Direksi.
e. Besi beton sebelum dipakai sebagai konstruksi harus dilindungi dari terik
matahari dan hujan sehingga tidak timbul karat.
f. Batang-batang tulangan disimpan tidak langsung menyentuh tanah. Batang
tulangan besi beton dari berbagai ukuran harus diberi tanda dan dipisahkan satu
sama lainnya sehingga tidak tertukar.
g. Penimbunan batang-batang tulangan di udara terbuka untuk jangka waktu yang
lama harus dicegah.
25.7 Air
a. Air yang dipakai untuk perawatan dan pembuatan beton tidak boleh
mengandung minyak, asam, alkali garam dan bahan-bahan lain yang dapat
merusak besi tulangan atau betonnya, dalam hal ini mutu air yang digunakan,
dianjurkan untuk mengirim contoh air tersebut ke laboratorium pemeriksaan
bahan-bahan yang ditunjuk dan diakui oleh Direksi untuk diteliti sampai
seberapa jauh air tersebut mengandung zat-zat yang dapat merusak beton dan
besi tulangan.
b. Apabila pemeriksaan contoh air tersebut dalam ayat 1 di atas tidak dapat
dilakukan, maka dalam hal ini adanya keragu-raguan mengenai pemakaian air
harus diadakan percobaan pembanding antara kekuatan beton (semen+pasir)
dengan menggunakan air itu selama 7 (tujuh) sampai 18 (dua puluh delapan)
hari paling sedikit adalah 90 % dari kekuatan beton tersebut dengan martel
dengan memakai air suling pada umur yang sama.
c. Jumlah air yang dipakai untuk membuat adukan beton dapat ditentukan dengan
ukuran berat dan harus dilakukan secepatnya.
Pasal 26
Pekerjaan Lain-lain
Syarat-syarat untuk pekerjaan lain-lain yang belum tercantum dalam uraian di atas akan
diatur dan ditentukan lebih lanjut sesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku.
Pasal 27
Pemeliharaan dan Finishing
27.1 Bila setelah dilaksanakan terjadi kerusakan, Pemborong harus memperbaiki sebelum
pekerjaan diserahkan kepada pihak Direksi.
27.2 Semua jenis pekerjaan harus dipelihara sesuai dengan petunjuk Direksi di lapangan.
27.3 Bila ada penjelasan yang tercantum di atas yang belum jelas atau kurang dipahami,
akan disusul di kemudian hari dan bila perlu dikonsultasikan dengan pihak Direksi.
BAB VII
RENCANA ANGGARAN BIAYA
1 Badan bendung
(Pasangan batu)
- Badan bendung tanpa lantai
48,93 x 25 1223,25 m3
kolam olak
- Lantai kolam olak 6,47 x 25 161,75 m3
Total 1385 m3
3 Jembatan
a Pilar (pasangan batu) ((2 x 10,25) + (0,4 x 0,4)) x 5 x 2 206,6 m3
b Gelagar jembatan
• beton (0,55 x 0,4 x 25) x 3 16,5 m3
• tulangan
¾ lentur ((73,88.10-4 x 25) x 3) x 7850 4349,685 kg
¾ geser (1,88 x 78,5 x 10-6 x 250) x 3 x 7850 868,877 kg
c Lantai jembatan
• beton 5 x 0,2 x25 25 m3
((5 x 113,1 . 10-6 x 250) + ( (8,3 x 113,1 . 10-6
• tulangan 2215,148 kg
x 50) x 3)) x 7850
d Pagar sandaran
1. Tiang Pagar
• beton ((0,1 x 0,16 x 0,55)+(0,1 x 0,25 x 0,45)) x 26 0,521 m3
• tulangan
((78,5 .10-6 x 4 x 0,55) +(78,5.10-6 x 4 x
¾ lentur 64,087 Kg
0,45))x 26 x 7850
((0,44 x 50,3.10-6 x 6) + (0,62 x 50,3.10-6 x 5))
¾ geser 58,928 kg
x 26 x 7850
2. Railing Φ6 (2 x 25) x 2 100 m1
6 Bekisting 7.00 m3
15 Direksi keet 1 ls
pembersihan
18 1 ls
akhir/demobilisasi
(Sumber : Perhitungan )
Harga bangunan (bowsom) adalah harga pekerjaan fisik keseluruhan pekerjaan. Biaya
pembangunan (animingsom) adalah harga pekerjaan fisik yang ditambahkan PPn sebesar 10
% harga pekerjaan fisik. Harga inilah yang digunakan dalam setiap pelelangan pekerjaan
pemborongan.
Satuan / Harga
No. Uraian
Unit Satuan
Satuan / Harga
No. Uraian
Unit Satuan
A. TENAGA KERJA
B. ALAT
A. TENAGA KERJA
B. BAHAN
C. PERALATAN
A. TENAGA KERJA
B ALAT
Harga Jumlah
No. Uraian Satuan Kuantitas
Satuan Harga
Urut ( Rp.) ( Rp.)
A. TENAGA KERJA
B. BAHAN
C. ALAT
A. TENAGA KERJA
B. BAHAN
A. TENAGA KERJA
B. BAHAN
C. ALAT
A. TENAGA KERJA
B. BAHAN
A. TENAGA KERJA
B. BAHAN
C. PERALATAN
A. TENAGA KERJA
B. BAHAN
C. ALAT
A. TENAGA
A. TENAGA KERJA
B. BAHAN
C. ALAT
A. TENAGA KERJA
B. ALAT
HARGA HARGA
NO URAIAN SATUAN VOLUME SATUAN PEKERJAAN
( Rp.) ( Rp.)
a b c d e f=(dxe)
I PEKERJAAN PERSIAPAN
1 Pembersihan dan pembongkaran m2 1,000.00 27,434.00 27,434,000.00
2 Pengukuran dan pematokan m 2
1,000.00 4,498.00 4,498,000.00
3 Direksi Keet ls 1.00 37,500,000.00 37,500,000.00
4 Barak Kerja, Gudang ls 1.00 20,000,000.00 20,000,000.00
Jumlah Harga Pekerjaan I 89,432,000.00
II PEKERJAAN TANAH
IV PEKERJAAN LAIN-LAIN
Administrasi, dokumentasi,
1 Ls 1 27,500,000.00 27,500,000.00
mobilisasi dan demobilisasi
2 Pembersihan akhir Ls 1 2,500,000.00 2,500,000.00
Jumlah Harga Pekerjaan XIII 30,000,000.00
Total 3,140,491,034.24
JUMLAH
DURASI
NO URAIAN SATUAN VOLUME KOEFISIEN TENAGA
(MGU)
KERJA
a b c d
I PEKERJAAN PERSIAPAN
1 Pembersihan dan pembongkaran m2 1,000.00 0.08 90 1
2 Pengukuran dan pematokan m2 1,000.00 0.025 42 1
3 Direksi Keet ls 1.00 - 40 1
4 Barak Kerja, Gudang ls 1.00 - 40 1
Jumlah Harga Pekerjaan I
II PEKERJAAN TANAH
JUMLAH
DURASI
NO URAIAN SATUAN VOLUME KOEFISIEN TENAGA
(MGU)
KERJA
a b c d
III PEKERJAAN PASANGAN
1 Pasangan batu m3 2,145.35 3.11 6672 17
3
2 Pasangan batu kosong m 4,257.51 1.575 6706 19
3
3 Bekisting m 7.00 0.75 5 1
4 Pembesian kg 7,556.73 0.057 431 2
5 Pembetonan m3 44.351 2.233 99 1
6 Pintu intake Unit 1.00 - 5 1
7 Peil Skaal Unit 1.00 - 6 1
8 Besi pagar dia. 3” (galvanis) m' 100 0.257 26 1
2
9 Paving block m 7,380 0.793 5852 11
Jumlah Harga Pekerjaan III
IV PEKERJAAN LAIN-LAIN
Administrasi, dokumentasi,
1 Ls 1 - 200 24
mobilisasi dan demobilisasi
2 Pembersihan akhir Ls 1 - 100 1
Jumlah Harga Pekerjaan XIII
Dalam perencanaan Embung Tambakboyo ini akan menggunakan metode kegiatan pada anak
panah dan memakai metode CPM (critical path method). Critical path method atau disebut
juga metode lintasan kritis merupakan metode jadwal perencanaan proyek dengan
menggunakan peristiwa paling awal (Earliest Event Time/EET) dan peristiwa paling akhir
(Latest Event Time/LET).
Paling awal (EET) yaitu waktu mulai paling awal/tercepat suatu peristiwa terjadi dan tidak
mungkin terjadi sebelumnya. Manfaat ditetapkannya EET adalah untuk mengetahui saat
paling awal mulai melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berasal dari peristiwa (event) yang
bersangkutan. Sedangkan LET adalah waktu paling akhir/saat paling akhir suatu peristiwa
dapat terjadi dan tidak mungkin terjadi sesudahnya. Manfaat ditetapkannya LET adalah untuk
mengetahui saat paling akhir atau paling lambat untuk memulai melaksanakan kegiatan yang
berasal dari peristiwa (event) yang bersangkutan. Gambar Network planning dapat dilihat
pada lampiran.
b d
a
c e
a = urutan kegiatan
b = waktu kegiatan paling cepat
c = waktu kegiatan paling lambat
d = simbol kegiatan
e = waktu kegiatan
= lintasan kritis
= dummy
BAB VIII
PENUTUP
8.1 Kesimpulan
a. Debit banjir rencana ditentukan dengan beberapa metode. Namun metode yang dipilih
adalah Metode Hidrograf Satuan Sentetik (HSS) Gama I atas pertimbangan efesiensi dan
ketidakpastian besarnya debit banjir. Dari hasil perhitungan debit rencana didapat sebesar
123,00 m3/dtk dengan periode ulang 50 tahun.
b. Hasil flood routing dapat diketahui ketinggian limpasan maksimum (outflow) di atas
mercu dan debit outflow sebesar 54,58 m3/dtk.
c. Direncanakan pembangunan Embung Tambakboyo untuk kebutuhan pariwisata sehingga
volume air pada ketinggian + 144 m dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan
pariwisata, selebihnya dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan air baku yang volumenya
sebesar 82.000 m³.
d. Urugan tanah untuk mendukung beban dari tubuh embung diambil dari tanah disekitar
Embung Tambakboyo.
e. Untuk melindungi agar tubuh embung terjaga terhadap naik turunnya permukaan air, maka
pada lereng hulu bendungan dipasang batuan yang tahan terhadap pelapukan (rip-rap).
8.2 Saran
Agar Embung Tambakboyo berfungsi sesuai dengan yang diharapkan, maka hal yang harus
diperhatikan adalah Eksploitasi dan pemeliharaan harus dilakukan secara continue.