Anda di halaman 1dari 4

Ketorolac Thromethamine merupakan obat non steroid yang bersifat anti inflamasi.

Obat ini
termasuk dalam kelompok pyrrole-pyrrole dari NSAIDs. Obat ini diindikasikan untuk penggunaan jangka
pendek (maksimal 5 hari pada orang dewasa), managemen nyeri akut sedang sampai berat yang
memerlukan analgesik pada level opium dan hanya sebagai terapi lanjutan setelah pemberian dosis
ketorolac tromethamine IV atau IM, jika diperlukan. Ketorolac thromethamine tidak diperkenanakan
untuk digunakan pada pasien anak dan tidak diindikasikan untuk nyeri ringan maupun kronis.
Penambahan dosis obat ini melebihi 40 mg per hari pada dewasa tidak akan memberikan hasil yang
lebih baik tetapi akan meningkatkan resiko terjadinya kejadian buruk.

Farmakodinamik

Ketorolac tromethamine merupakan obat non steroid anti-inflammatory drug (NSAID) yang
memperlihatkan aktivitas analgesik pada binatang percobaan. Mekanisme aksi dari ketorolac, sama
seperti obat NSAID lainnya, tidak dapat dimengerti sepenuhnya tetapi dapat dikaitkan dengan
penghambatan sintesis prostaglandin. Ketorolac tromethamine tidak memiliki sifat sedatif atau ansiolitik
(cemas).

Puncak dari efek analgesik obat ini terjadi dalam 2 hingga 3 jam dan secara statistic tidak jauh
berbeda dari rentang dosis ketorolac yang direkomendasikan. Perbedaan signifikan antara dosis besar
dan kecil dari obat ini ada pada durasi efek analgesiknya.

Farmakokinetik

Ketorolac tromethamine adalah campuran rasemat dari bentuk [-]S- dan [+]R-enansiomerik,
dengan bentuk S yang memiliki aktivitas analgesik.

Perbandingan Farmakokinetik dari Pemberian Secara IV, IM, dan Oral

Farmakokinetik dari ketorolac tromethamine, dengan dosis IV dan IM serta dosis oral,
dibandingkan dalam tabel 1. Pada dewasa, tingkat bioavailabilitas setelah pemberian bentuk obat oral
dan IM adalah sama dengan obat yang diberikan secara IV.
Kinetik Linear

Pada dewasa, pemberian dosis tunggal baik secara oral atau IM maupun IV dalam dosis yang
direkomendasikan, clearance dari racemat tidak berubah. Hal ini menandakan bahwa farmakokinetik
dari ketorolac tromethamine pada orang dewasa, baik dosis tunggal atau ganda secara IM atau IV
maupun oral, adalah linear. Pada dosis lebih tinggi yang direkomendasikan, ada peningkatan
proporsional dalam konsentrasi racemat bebas dan terikat.

Absorbsi

Ketorolac tromethamine 100% diabsorbsi setelah administrasi secara oral. Pemberian obat ini
secara oral setelah mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak akan menyebabkan penurunan puncak
dan waktu konsentrasi ketorolac tromethamine tertunda sekitar 1 jam. Antasida tidak mempengaruhi
tingkat penyerapan dari obat.

Distribusi

Volume rata-rata dari ketorolac tromethamine setelah distribusi lengkap adalah sekitar 13 liter.
Parameter ini ditentukan dari data tunggal. Rasemat ketorolac tromethamine telah terbukti sangat
terikat protein (99%). Namun demikian, konsentrasi plasma setinggi 10 g/ml hanya akan menempati
sekitar 5% dari situs pengikatan albumin. Dengan demikian, fraksi yang tidak terikat untuk setiap
enansiomer akan konstan pada rentang terapeutik. Penurunan albumin serum, bagaimanapun juga,
akan menyebabkan peningkatan konsentrasi obat bebas. Ketorolac tromethamine diekskresikan dalam
ASI.

Metabolisme

Ketorolac tromethamine sebagian besar dimetabolisme dalam liver. Produk-produk metabolic


adalahh bentuk obat yang terhidroksilasi dan terkonjugasi. Produk metabolism, dan beberapa obat
yang tidak berubah, diekskresikan dalma urin.

Ekskresi

Rute utama eliminasi ketorolac dan metabolitnya adalah ginjal. Sekitar 92% dari dosis yang
diberikan dapat ditemukan dalam urin, sekitar 40% sebagai metabolit dan 60% sebagai ketorolac yang
tidak berubah. Sekitar 6% dari dosis diekskresikan dalam tinja. Sebuah studi dosis tunggal dengan 10 mg
obat ini menunjukan bahwa S-enansiomer dibersihkan sekitar dua kali lebih cepat daripada R-
enansiomer dan juga clearance tidak tergantung pada rute pemberian. Ini berarti rasio konsentrasi
plasma S/R menurun dengan waktu. Ada sedikit atau tidak ada inversi bentuk R- ke S pada manusia.
Pembersihan rasemat pada subjek normal, orang lanjut usia, dan pasien dengan gangguan hari dan
ginjal diuraikann pada Tabel 2.
Waktu paruh dari ketorolac tromethamine S-enansiomer sekitar 2,5 jam lebih cepat jika dibandingkan
dengan waktu paruh R-enansiomer yaitu 5 jam. Pada studi lain, waktu paruh untuk rasemat dikatakan
antara 5 sampai 6 jam.

Sumber : https://www.accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/label/2013/019645s019lbl.pdf
Parasetamol (asetaminofen) merupakan obat analgetik non narkotik dengan cara kerja
enghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem Syaraf Pusat (SSP). Parasetamol digunakan secara
luas di berbagai negara baik dalam bentuk sediaan dosis tunggal sebagai analgetik-antipiretik maupun
kombinasi dengan obat lain dalam bentuk sediaan obat flu, melalui resep dokter atau yang dijual bebas
(Lusiana Darsono 2002).

Parasetamol adalah paraaminofenol yang merupakan metabolit fenasetin dan telah digunakan
sejak tahun 1893 (Wilmana, 1995). Parasetamol mempunyai daya kerja analgetik, antipiretik, tidak
memounyai daya kerja anti radang dan tidak menyebabkan iritasi serta peradangan lambung (Sartono,
1993).

Farmakokinetik

Parasetamol cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan, dengan kadar serum puncak dicapai
dalam 30-60 menit. Waktu paruh kira-kira 2 jam. Metabolisme di hati, sekitar 3% diekskresi dalam
bentuk tidak berubah melalui urin dan 80-90% dikonjugasi dengan asam glukoronik atau asam sulfuric
kemudian diekskresi melalui urin dalam satu hari pertama; sebagian dihidroksilasi menjadi N-asetil
benzokuinon yang sangat reaktif dan berpotensi menjadi metabolit berbahaya. Pada dosis normal
bereaksi dengan gugus sulfhidril dari protein hati (Darsono, 2002).

Farmakodinamik

Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri
ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga
berdasrkan efek sentral seperti salisilat.

Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu Parasetamol tidak digunakan sebagai
antireumatik. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin yang lemah. Efek iritasi,
erosi, dan perdarahan lambung tidak terlihat pada kedua obat ini, demikian juga gangguan pernapasan
dan keseimbangan asam basa (Mardjono, 1971).

Semua obat analgetik non opioid bekerja melalui penghambatan siklooksigenase. Parasetamol
menghambat siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin terganggu.
Parasetamol menghambat siklooksigenase pusat lebih kuat dari pada aspirin, inilah yang menyebabkan
parasetamol menjadi obat antipiretik yang kuat melalui efek pada pusat pengaturan panas. Parasetamol
hanya mempunyai efek ringan pada siklooksigenase perifer. Inilah yang menyebabkan parasetamol
hanya menghilankann atau menguranngi rasa nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol tidak
mempengaruhi nyeri yang ditimbulkan efek langsung prostaglandin, ini menunjukkan bahwa
parasetamol menghambat sintesa prostaglandin dan bukan blockade langsung prostaglandin. Obat ini
menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesa prostaglandin, tetapi demam yang
ditimbulkan akibat pemberian prostaglandin tidak dipengaruhi, demikian pula peningkatan suhu oleh
sebab lain, seperti latihan fisik (Aris, 2009).

Anda mungkin juga menyukai