Anda di halaman 1dari 5

1.

1 Indikasi Parasetamol adalah obat golongan analgesik non opiat yang merupakan senyawa turunan dari para-aminophenol . Obat ini tergolong kedalam analgetika non narkotik dan memiliki efek antipiretik. Parasetamol bekerja sebagai analgesik perifer yang bekerja seperti aspirin akan tetapi tidak memiliki efek anti inflamasi yang dimiliki aspirin. Obat ini dimanfaatkan untuk meredakan nyeri ringan sampai sedang seperti demam, sakit kepala, nyeri haid, sakit gigi, encok dan nyeri akibat benturan ringan. Parasetamol juga dapat dikombinasikan dengan obat lainya seperti mefenamat untuk mengatasi nyeri disertai peradangan atau dikombinasikan dengan tramadol untuk mengatasi rasa nyeri yang hebat. Obat ini tidak menyebabkan agregasi trombosit atau pendarahan. Parasetamol dapat diberikan per oral dan per rektal untuk mengatasi keluhan nyeri ringan hingga sedang, serta demam (Sweetman, 2009; Tjay dan Rahardja, 2008). parasetamol umumnya ditoleransi dengan baik oleh pasien hipersensitif terhadap asam asetilsalisilat.

1.2 Farmakokinetik
Parasetamol yang diberikan secara oral, absorbsinya akan berhubungan dengan tingkat pengosongan lambung, absorbsinya cepat dan hampir seluruhnya terjadi pada saluran

pencernaan (Tjay dan Rahardja, 2008). Konsentrasi puncak dalam darah umumnya tercapai
dalam waktu 10-60 menit. Dosis penggunaan untuk analgesik biasanya menghasilkan konsentrasi 5 hinga 20 mcg dari total serum. Parasetamol sedikit terikat pada protein plasma dan sebagian dimetabolisme oleh enzim mikrosomal hati dan diubah menjadi sulfat dan glukoronida acetaminophen, yang secara farmakologis tidak aktif. Sebagian kecil mengalami hidroksilasi hingga menghasilkan metabolit (Nacetyl-p-benzoquinoneimine) yang umumnya dihasilkan dalam jumlah yang sangat kecil oleh isoenzim sitokrom p450n (terutama CYP2E1 dan CYP3A4) di hati dan ginjal.metabolit ini biasanya didetoksifikasi dengan mengkojugasikannya bersama glutation atau mungkin terakumulasi akibat penggunaan dengan dosis berlebihan (Sweetman, 2009). Parasetamol dieksresikan melalui urine dalam bentuk metabolitnya, Kurang dari 5% diekskresikan dalam bentuk tidak berubah. Waktu paruh parasetamol adalah 2-3 jam dan relatif tidak berpengaruh oleh fungsi ginjal. Dengan kuantitas toksik atau penyakit hati, waktu paruhnya dapat meningkat dua kali lipat atau lebih (Katzung, 2002; MHRA, 2009). Parasetamol yang diberikan per rektal memiliki kecepatan absorpsi yang lebih lambat dibandingkan bila diberikan secara per oral. Parasetamol didistribusikan ke hampir sebagian besar jaringan tubuh. Parasetamol dapat menembus plasenta dan terekskresi dalam air susu. (Sweetman, 2009). Adapun Bioavailabilitas dari parasetamol: 70 90%. T plasma : pada dewasa sekitar 1 3 jam, dan

pada neonatus sekitar 5 jam. Volume distribusi (Vd) paracetamol adalah 1 L/kg. Clearence (Cl) : sekitar 5 mL/min/kg (Moffat et al, 2003).

1.3 Mekanisme Parasetamol (asetaminofen) termasuk kedalam golongan obat analgesik perifer yang dapat meringankan bahkan menghilangkan rasa nyeri tanpa mempengaruhi sistem saraf pusat atau menyebabkan penurunan kesadaran serta tidak mengakibatkan efek ketagihan. analgesik dan antipiretik pada sistem saraf pusat (Tjay dan Rahardja, 2008). Paracetamol menghambat sintesis prostaglandin di hipotalamus, mencegah sintesis prostaglandin di tulang belakang, dan menghambat sintesis oksida nitrat diinduksi dalam makrofag (Mashford, 2007). Sedangkan daya antipiretik diperoleh karena kerjanya memberikan rangsangan terhadap pusat pengatur kalor di hipotalamus, yang mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit) dengan bertambahnya pengeluaran kalor yang disertai keluarnya banyak keringat (Tjay dan Rahardja, 2008). Pada dosis terapetik, inhibisi sintesis prostaglandin tidak signifikan pada jaringan perifer, sehingga parasetamol memiliki efek anti inflamasi yang rendah (Mashford, 2007).

1.4 Dosis Dosis Parasetamol untuk dewasa Dosis lazim sekali : 500 mg Dosis lazim sehari : 500 mg 2 g

Dosis Parasetamol untuk Anak dan Bayi Umur 6 12 bulan 1 5 tahun 5 10 tahun 10 tahun ke atas 50 mg 50 mg 100 mg 100 mg 200 mg 250 mg Dosis Lazim Sekali Sehari 200 mg 200 mg 400 mg 400 mg 800 mg 1g

(Depkes RI, 1979).

1.5 Efek Samping

Parasetamol merupakan analgesik umumnya dianggap aman dengan angka kejadian efek samping yang rendah dibandingkan dengan obat lain. Efek samping yang ditimbulkan karena mengkonsumsi parasetamol jarang dilaporkan, meskipun terdapat laporan terjadinya reaksi hematologis meliputi trombositopenia, leukopenia, pansitopenia dan agranulositosis. Efek lainyya seperti ruam pada kiulit dan reaksi hipersensitivitas lainnya terjadi sesekali (Sweetman, 2009). Efek samping yang paling umum terjadi adalah gangguan lambung, gangguan usus, kerusakan darah, kerusakan ginjal dan hati. Efek-efek ini terutama terjadi pada penggunaan jangka panjang ataupun dalam dosis tinggi, sehingga tidak dianjurkan untuk menggunakannya secara kontinu (Tjay dan Rahardja, 2008). Penggunaan parasetamol jangka panjang secara sendiri tampaknya tidak menyebabkan nefropati analgesik. Parasetamol dapat digunakan pada pasien dengan metastasis hati (Mashford, 2007). Meskipun dapat masuk kedalam air susu, parasetamol termasuk pada obat analgesik yang tergolong aman bagi wanita hamil dan menyusui (Tjay dan Rahardja, 2008).

1.6 Kontra Indikasi Penderita dengan gangguan fungsi hati yang berat Penderita dengan gangguan fungsi ginjal Penderita diabetes mellitus Penderita dengan riwayat hipersensitivitas pada parasetamol (Lacy et al, 2006; MHRA, 2009).

1.7 Interaksi Obat Resiko toksisitas parasetamol dapat meningkat pada pasien yang menerima obat berpotensi hepatotoksik lainnya atau obat yang menginduksi enzim mikrosomal hati . Penyerapan parasetamol dapat dipercepat oleh obat-obatan seperti metoclopramide. Ekskresi dapat dipengaruhi dan konsentrasi plasma dapat berubah ketika diberikan dengan probenesid, sedangkan pemberian colestyramine mengurangi absorbsi dari parasetamol jika diberikan dalam selang waktu 1 jam dengan pemberian parasetamol (Sweetman, 2009). Parasetamol dapat memperpanjang efek antikoagulan dari warfarin dan senyawa kumarin lainnya sehingga meningkatkan resiko pendarahan. Obat-obatan yang dapat menginduksi enzim mikrosomal di hati seperti barbiturat, antikovulsan serta alkohol dapat meningkatkan resiko hepatotoksisitas dari parasetamol (MHRA, 2009). Efek analgetik parasetamol diperkuat oleh kodein dan

kafein. Pada dosis tinggi dapat memperkuat efek antikoagulansia tetapi pada dosis biasa tidak interaktif. Dapat memperpanjang masa paruh kloramfenikol. Kombinasi dengan obat AIDS zidovudin meningkatkan resiko akan neutropenia (Tjay dan Rahardja, 2008). Barbiturat, karbamazepin, hydantoins, isoniazid, rifampin, sulfinpyrazone dapat meningkatkan potensi hepatotoksik dan menurunkan efek analgesik dari parasetamol, sedangkan kolesteramin dan propantelin dapat menurunkan absorpsi parasetamol. Etanol dapat meningkatkan resiko induksi hepatotoksik dari parasetamol (Lacy et al, 2006).

1.8 Peringatan dan Perhatian Limit dosis < 4 g/hari dapat menyebabkan toksisitas hati pada kasus overdosis akut, pada beberapa pasien dewasa dapat menyebabkan kerusakan hati pada dosis harian kronis (Lacy et al, 2006). Pemberian kepada pasien penderita gangguan ginjal atau fungsi hati harus diperhatikan. Penggunaan parasetamol pada pasien yang ketergantungan alkohol harus diperhatikan karena dapat meningkatkan efek hepatotoksisitas. Resiko overdosis pada penderita nerosis hati akan lebih besar dan berbahaya. Perhatian terhadap cara penggunaan parasetamol dalam bentuk suppositoria. Pemakaian suppositoria paracetamol tidak boleh diikuti dengan penggunaan analgesik yang mengandung parasetamol (MHRA, 2009).

1.9 Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat, pada suhu kamar terkendali (Depkes RI, 1979).

DAPUS: Lacy, C. F., et al. 2006. Drug Information Handbook. Ohio : Lexi-comp. Mashford, M. L. 2007. Therapeutic Guidelines: Analgesic, 5th Version. Australia: Therapeutic Guidelines Limited. Moffat, A. C., M D Osselton, B Widdop. 2003. Clarke`s Analysis of Drugs and Poisons. London: Pharmaceutical Press. Sweetman, S.C. 2009. Martindale: The Complete Drug Reference. 36th Edition. USA: Pharmaceutical Press. 108-111 Tjay, T.H. dan K. Rahardja. 2008. Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya. 6th Edition. Jakarta: PT Elex Media Computindo. Hal: 313-315

MHRA. 2009. Public Assessment Report Decentralised Procedure. United Kingdom: Medicines and Healthcare Product Regulatory Agency. PL 35104/0001-2; UK/H/3781/0101/DC

Anda mungkin juga menyukai