Parasetamol
A. PENGANTAR
Rumus kimia Parasetamol adalah C8H9NO2 dengan nama kimia menurut IUPAC
(International Union of Pure and Applied Chemistry) adalah N-(4-Hydroxyphenyl) acetamide
dengan sinonim Acetaminophen; N-acetyl-p-aminophenol (APAP), dengan nama dagang
Panadol, dsb. Struktur kimia parasetamol seperti Gambar 8.7 berikut:
Parasetamol adalah analgesik antipiretik ringan dengan sedikit sifat anti-inflamasi dan
tidak berpengaruh pada agregasi trombosit. Tidak ada efek iritan pada mukosa lambung dan
dapat digunakan dengan aman dan efektif pada kebanyakan individu yang tidak toleran
terhadap aspirin. Ini adalah analgesik dan antipiretik standar pada anak-anak karena, tidak
seperti aspirin, dan dapat diformulasikan dalam bentuk supensi yang stabil. Dosis dewasa yang
biasa adalah 0,5-1 g yang diulang pada interval empat sampai enam jam jika diperlukan (Ritter,
et al., 2008).
Cedera pada hati setelah konsumsi acetaminophen adalah penyebab paling umum
morbiditas dan kematian serius, walaupun sistem organ selain hati juga mungkin akan
terpengaruh. Pencegahan cedera hati memerlukan diagnosis dan pengobatan dini.
Pengalaman klinis yang ekstensif telah menunjukkan bahwa terjadinya hepatotoksisitas dapat
diprediksi dan kejadiannya dicegah dengan pemberian N-acetylcysteine (NAC) yang tepat
waktu (Ford, 2007).
C. Efek samping
Efek toksik parasetamol yang paling penting adalah nekrosis hati yang menyebabkan
gagal hati setelah overdosis, namun gagal ginjal karena tidak adanya gagal hati juga telah
dilaporkan setelah overdosis. Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa parasetamol
menyebabkan penyakit hati kronis bila digunakan secara teratur dalam dosis terapeutik (4
g/24 jam). Parasetamol secara struktural terkait erat dengan phenacetin (sekarang ditarik
karena hubungannya dengan nefropati analgesik) yang menimbulkan pertanyaan apakah
pelepasan parasetamol jangka panjang juga menyebabkan nefropati analgesik, sebuah
masalah yang belum terselesaikan (Ritter, et al., 2008).
Parasetamol cepat dimetabolisme di hati. Konjugat sulfat dan glikoida utama (yang
mengandung sekitar 95% dosis parasetamol) diekskresikan dalam urin. Ketika parasetamol
dikonsumsi overdosis, kapasitas mekanisme konjugasi terlampaui dan metabolit toksik, N-
asetil benzoinquinimin (NABQI), terbentuk melalui metabolisme melalui enzim sitokrom P450
(CYP450) (Ritter, et al., 2008).
D. Toksokinetika
1. Absorbsi
Penyerapan parasetamol terjadi dengan cepat di duodenum, karena senyawanya
sebagai asam lemah. Jika pasien mengkonsumsi bersama makanan, mungkin ada
3. Metabolisme
Asetaminofen dimetabolisme hampir secara eksklusif di hati. Lebih dari 90
persen secara langsung dikonversi menjadi konjugat nukleoksida dan sulfida nontoksik
dan kurang dari 5 persen diekskresikan tidak berubah dalam urin. Sisanya (sekitar 5
persen) dioksidasi oleh berbagai enzim sitokrom P-450, termasuk P4502E1, P4501A2,
dan P4503A4. Metabolisme melalui enzim ini menghasilkan elektrofil reaktif N-asetil-
p-benzoquinoneimin (NAPQI) (Gambar 8.9). Dalam kebanyakan keadaan, NAPQI
segera bergabung dengan glutathione untuk membentuk konjugasi mercaptide yang
tidak beracun. Enzim sitokrom P-450 juga ditemukan di ginjal, dan beberapa NAPQI
terbentuk di ginjal (Ford, 2007).
Metabolisme parasetamol terjadi pada mikrosom hati pada tingkat
mikroskopis. Perlu diketahui bahwa tidak semua pasien mengalami nasib yang sama
4. Ekskresi
Sekitar 90% dosis terapeutik diekskresikan dalam urin dalam 24 jam; dari
bahan yang diekskresikan, 1-4% tidak berubah, 20-30% dikonjugasi dengan sulfat, 40-
60% dikonjugasi dengan asam glukuronat, 5-10% terdiri dari 3-hidroksi-3-sulfat, 3-
methoxyglucuronide dan metabolit 3-methoxy-3-sulfate, dan lebih kurang 5-10%
terdiri dari asam mercapturat dan konjugat sistein; 3-methylthio-4-hydroxyacetanilide
juga telah diidentifikasi pada konsentrasi <1%. Jumlah yang lebih besar dari asam
mercapturat dan konjugat sistein diekskresikan pada pasien overdosis (Moffat,et al.,
2011).
E. Toksisitas
F. Gejala Klinis
1. Akut
Pengenalan dini overdosis acetaminophen akut sangat penting, karena
prognosisnya paling baik bila pengobatan antidotal dimulai dalam 8 jam setelah overdosis.
Tanda-tanda awal toksisitas mungkin termasuk malaise, mual, dan muntah, dengan sedikit
temuan pada pemeriksaan fisik. Banyak pasien dengan tingkat asetaminofen yang toksik
dan potensi hepatotoksisitas yang signifikan pada awalnya asimtomatik setelah konsumsi
akut (tahap I pada Tabel 8.2). Tanda-tanda cedera hati, seperti sakit perut, muntah terus-
menerus, icterus, dan nyeri tekan kuadran kanan atas, hanya menjadi jelas 24 sampai 48
jam setelah konsumsi akut (tahap II). Transaminase serum mulai meningkat sejak 16 jam
setelah konsumsi yang signifikan dan selalu meningkat pada saat tanda klinis
hepatotoksisitas pada awalnya bermanifestasi (Ford, 2007).
Tabel 8.6. Tahapan Klinis Toksisitas Asetaminofen
Tahap Waktu Setelah Karakteristik
Penelanan
I 0,5 sampai 24 jam Anorexia, mual, muntah, malaise, pucat, diaphoresis
Cedera ginjal dapat terjadi, bahkan pada kasus di mana hepatotoksisitas ringan.
[12] [44] [49] Hal ini disebabkan oleh luka lokal dengan produksi in situ NAPQI dalam enzim
tubular P-450 ginjal. Gagal ginjal akut juga terjadi pada kasus gagal hati akut akut akibat
cedera hati (hepatorenal syndrome). Menentukan ekskresi fraksional natrium (FeNa)
dapat membantu dalam membedakan cedera ginjal primer (FeNa> 1) dari sindrom
hepatorenal (FeNa <1) (Ford, 2007).
2. Darah
a. Kolom GC: HP-5 (25 m 0,25 mm i.d., 0,33 mm).
H. Uji Skrining : Parasetamol pada serbuk atau tablet, urin, darah, plasma (Ditjenyanmed,
2004)
17. Metode Liebermann
f. Prinsip
Parasetamol setelah diekstraksi dengan eter pada pH 3-4 (HCl 2 N) bereaksi dengan
NaNO2 dalam suasana H2SO4 pekat membentuk senyawa berwarna ungu.
g. Alat
Tabung reaksi, Sentrifuse, Waterbath, Pipet tetes, Pipet ukur
h. Reagen
HCl 2N, Eter, Pereaksi Liebermann (1 gram NaNO2 dalam 10 ml H2SO4 pekat)
i. Cara Kerja
2) Kedalam tabung reaksi dimasukkan urin sebanyak 2 ml kemudian
ditambahkan HCl 2 N sampai pH 3-4
3) Ekstraksi dengan 5 ml eter selama 15 menit
4) Keringkan ekstrak di waterbath
5) Residu yang didapat ditambahkan 1 tetes pereaksi Liebermann
j. Pembacaan Hasil
I. Identifikasi Parasetamol (bahan kimia obat = BKO) pada Jamu metode KLT
a. Alat dan Bahan
1) TLC plate
2) Chamber kromatografi
3) Pipet mikrokapiler
4) Lampu UV
5) Labu ukur 10 ml
6) Gelas kimia 50 ml
b. Reagensia
1) 1,2 dichloroetan
2) Etanol 95%
3) Aceton
4) Etil acetate
5) Asam acetate glassial
6) Heksana
c. Cara Kerja
1) Sebanyak 1,5 gram sampel jamu dimasukkan ke dalam gelas kimia diekstraksi dengan
methanol/ aceton beberapa menit.
2) Saring menggunakan kertas Whatman no. 1 masukkan filtrat ke dalam labu ukur 10
ml.
3) Ulangi ekstraksi (no 2 dan 3).
4) Tambahkan etanol sampai volume 10 ml.
5) Lakukan kromatografi engan kondisi sebagai berikut :
Fase diam : silica gel GF 254
Fase gerak : 1. Asam asetat glassial dan 1,2 dichloroetan (1 : 12)
Latihan
1. Jelaskan metabolism parasetamol!
2. Jelaskan toksisitas kronik parasetamol!
3. Sebutkan metode uji kualitatif parasetamol!
a. Jelaskan prosedurnya
b. Jelaskan pengamatan hasilnya
4. Jelaskan metode uji konfirmasi parasetamol!
Ringkasan
Parasetamol adalah salah satu obat analgesic yang dijual bebas, bekerja dengan
mekanisme menghambat sintesis prostaglandin. Penggunaan dalam dosis terapeutik tidak
menimbulkan gangguan kesehatan, tetapi penggunaan yang berlebihan dapat mengakibatkan
toksisitas kronik. Parasetamol juga dapat menyebabkan toksisitas akut pada dosis toksik.
Parasetamol diekskresi sekitar 90% dosis terapeutik diekskresikan dalam urin dalam 24 jam;
dari bahan yang diekskresikan, 1-4% tidak berubah, 20-30% dikonjugasi dengan sulfat, 40-60%
dikonjugasi dengan asam glukuronat, 5-10% terdiri dari 3-hidroksi-3-sulfat, 3-
methoxyglucuronide dan metabolit 3-methoxy-3-sulfate, dan lebih kurang 5-10% terdiri dari
asam mercapturat dan konjugat sistein.
Pada kasus keracunan sampel analisis laboratorium dapat diambil berupa darah, urin
dan bahan yang dicurigai. Sebagai pengarah dapat dilakukan screening test dengan metode
uji warna (alfa naftol dan O-cresol) sedangkan uji konfirmasi dilaukan dengan metode
spektrofotometri dan gas kromatografi.