Anda di halaman 1dari 9

Informasi Geospasial Daerah Rawan Longsor Sebagai Bahan Masukan .............................................

(Arsjad, ABSM)

INFORMASI GEOSPASIAL DAERAH RAWAN LONGSOR


SEBAGAI BAHAN MASUKAN
DALAM PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH
(Geospatial Information of Landslide Prone Areas as Input
of Spatial Planning)
oleh/by :
1
A.B. Suriadi M. Arsjad
1
Peneliti pada Balai Penelitian Geomatika Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
Jl. Raya Jakarta Bogor Km. 46, Cibinong
email : budiman6109@gmail.com

Diterima (received): 29 November 2011; Disetujui untuk dipublikasikan (accepted): 14 Maret 2012

ABSTRAK
Dalam makalah ini diuraikan pendekatan inderaja dan SIG untuk mengidentifikasi daerah
rawan longsor serta tingkat risikonya terhadap manusia atau pemukiman. Bahaya longsor
dipengaruhi banyak faktor, untuk itu pendekatan analisis dilakukan melalui integrasi layer-
layer data baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data yang bersifat kualitatif seperti
jenis tanah, tipe batuan diberi nilai kuantitatif melalui pembobotan tergantung pengaruhnya
terhadap kerentanan longsor. Data kuantitatif seperti kemiringan lereng juga diberi bobot
sesuai dengan tingkat pengaruhnya terhadap longsor. Data tutupan lahan adalah salah satu
data kualitatif yang dipercaya pengaruhnya cukup besar terhadap kejadian longsor. Data ini
diekstrak melalui citra inderaja dan diolah melalui SIG. Identifikasi daerah rawan longsor
dilakukan melalui citra Landsat dan DEM SRTM dan dikonfirmasi melalui informasi historis,
dan wawancara dengan penduduk setempat. Dengan mengetahui daerah rawan longsor
dan tingkat risikonya maka diharapkan informasi spasial mengenai daerah rawan longsor
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menata alokasi ruang wilayah.

Kata Kunci: Longsor, Risiko, SIG, Penginderaan Jauh, Multi Kriteria, Data Multi Layers

ABSTRACT
This paper describes the remote sensing and Gographic Information System (GIS)
approach to identify landslide prone areas and the level of risk to human or settlement. Since
landslide is affected by many factors, the approach is carried through the integration of the
layers of both qualitatively and quantitatively data. Qualitative data such as soil type, rock
type rated quantitatively through a weighting depending of its influence on susceptibility to
landslide. Quantitative data such as slope is also given a weighting according to the level of
influence on landslide. Land cover data is one of the qualitative data that is believed has
considerable influence on the occurrence of landslide. This data is extracted through remote
sensing technique and analysed by using GIS. Identification of landslides prone areas was
carried out through the used of Landsat imagery and SRTM DEM in conjunction with
historical information, ground truth and local residents interviews. By knowing the landslide
prone areas and the level of risk, it is expected that this spatial information can be used as
consideration in arranging the space allocation.

Keywords: Landslides, Risk, GIS, Remote Sensing, Multi-Criteria, Multiple Layers Data

37
Globe Volume 14 No. 1 Juni 2012 : 37 - 45

PENDAHULUAN Sirampog (Nugroho, 2012). Berdasarkan


inventarisasi kerentanan gerakan tanah di
Latar belakang Jawa Tengah, disebutkan bahwa telah
terjadi longsor di 27 kabupaten/kota dan di
Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 Kabupaten Brebes terjadi pada 10
tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), kecamatan yang meliputi 27 desa (Dinas
disebutkan bahwa, Penataan Ruang ESDM Provinsi Jawa Tengah, 2009),
diselenggarakan dengan memperhatikan sebagai tersaji pada Tabel 1.
kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang rentan terhadap Tabel 1. Kejadian Longsor Tahun 2009
bencana. Dengan demikian masalah Jumlahlokasi
kebencanaan ini harus merupakan No. Kabupaten/Kota Tahun 2009
pertimbangan dalam penataan ruang Kec Desa
wilayah. Dalam UU No 24 Tahun 2007, 1 Banjarnegara 18 47
tentang Penanggulangan Bencana, PP No 2 Banyumas 19 238
21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan 3 Batang *) 4 20
Penanggulangan Bencana disebut bahwa 4 Blora 6 17
pemerintah daerah berkewajiban menyu- 5 Boyolali 8 67
6 Brebes 10 27
sun, menetapkan, dan menginformasikan
7 Cilacap 11 157
peta rawan bencana. 8 Grobogan *) 3 14
Diantara bencana alam yang 9 Jepara *) 4 9
berpotensi mendatangkan bahaya bagi 10 Karanganyar 9 62
penduduk di suatu wilayah adalah longsor 11 Kebumen 13 44
atau land slide. Longsor adalah suatu 12 Kendal *) 2 7
proses geomorfologi dalam menuju 13 Kudus *) 3 9
keseimbangan baru permukaan bumi. 14 Magelang 10 163
15 Pati 8 37
Kalau terjadi dalam skala besar sering
16 Pekalongan *) 3 16
mendatangkan mala-petaka karena 17 Pemalang 7 14
bersifat destruktif yang menyebabkan 18 Purbalingga 10 150
kerusakan besar bangunan jalan, 19 Purworejo 9 46
jembatan, dan permukiman pada 20 Rembang 10 52
umumnya. Tidak jarang longsor juga 21 Semarang 12 154
menelan korban jiwa. Oleh karena itu, 22 Sragen 11 30
perlu ada identifikasi dan pemetaan 23 Tegal 13 22
24 Temanggung 12 274
wilayah potensial longsor untuk menge- 25 Wonogiri 15 70
tahui tingkat kerentanan suatu wilayah 26 Wonosobo 13 260
terhadap longsor. Informasi spasial longsor 27 Kota Semarang *) 4 18
sangat dibutuhkan dalam menyusun tata Jumlah 247 2024
ruang wilayah sebagai implementasi Keterangan : *) adalah Kabupaten/Kota dengan
perencanaan tata ruang yang berwawasan tingkat longdor rendah
lingkungan. Demikian pentingnya informasi
longsor ini dalam penataan ruang, ditandai Tujuan penelitian
dengan keluarnya sebuah Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No:22/PRT/M/ Tujuan dari penelitian ini adalah
2007 Tentang Pedoman Penataan Ruang pertama, melakukan pemetaan daerah
Kawasan Rawan Bencana Longsor. Dalam rawan longsor, potensi bahaya (hazard
pedoman ini diatur alokasi penggunaan prone) serta potensi risiko yang
lahan pada daerah rawan longsor. kemungkinan berdampak pada penduduk.
Tiga kecamatan di Kabupaten Brebes Kedua, memberikan contoh data sebagai
merupakan daerah rawan longsor, yakni masukan dalam perencanaan tata ruang
Kecamatan Salem, Bantarkawung dan wilayah.

38
Informasi Geospasial Daerah Rawan Longsor Sebagai Bahan Masukan .............................................(Arsjad, ABSM)

Lokasi penelitian massa tanah secara gravitasi mengikuti


kemiringan lereng. Selanjutnya Vernes
Peneltian ini dilakukan di Kabupaten (1958) dalam Dune dan Leopold (1978)
Brebes dan Tegal yaitu di bagian Hulu Kali membagi gerakan landslide menjadi a)
Pemali (Upper Catchment of Kali Pemali). plannar failure yaitu rock slides dan debris
Secara Geografis daerah penelitian slides, b) rotational failure (slump). Yang
terletak antara 108º 41’ 00’’ – 109º 12’ 00” sering mendatangkan bencana di
BT dan 6º 58’ 00” – 7º 20’ 00” LS seperti Indonesia adalah rock slide dan debris
tersaji pada Gambar 1. slide yang dikenal dengan longsor, dimana
LOKASI PENELITIAN materialnya adalah campuran rombakan
1
0
8
°
5
0
'

1
0
9
°
0
0
'

1
0
9
°
1
0
'
batu dan tanah dengan aliran sangat
cepat.
Dalam Permen PU tersebut di atas
'
0
0
pasal 2 butir 2 dikatakan bahwa Pedoman
°
7
7
Penataan Ruang Kawasan Rawan
°
0
0
'

Bencana Longsor bertujuan untuk


KAB TEGAL
mewujudkan rencana tata ruang wilayah
'
provinsi dan kabupaten/kota yang ope-
0
1
°
7
7
°
1
0
rasional dalam memberikan perlindungan
kepada masyarakat dari ancaman
'
KAB BREBES

bencana longsor. Pada lampiran Permen


tersebut klasifikasi tipe kawasan rawan
'
0
2
°
7 longsor terdiri atas tiga kategori yaitu Zona
7
°

A, B, dan C, sebagai terlihat pada Gambar


2
0
'

2. Pada Zona A, tipe longsornya adalah


1
0
8
°
5
0
'

1
0
9
°
0
0
'

1
0
9
°
1
0
'

gerakan tanah cepat, sedangkan pada


Gambar 1. Lokasi Penelitian Zona B dan C, gerakannya lebih lambat.

METODOLOGI

Longsor (Landslide)

Secara formal definisi longsor tercantum


dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
(Permen PU) Nomor 22/ PRT/M/2007
pasal 1 butir 1, yaitu suatu proses
perpindahan massa tanah/batuan dengan
arah miring dari kedudukan semula,
sehingga terpisah dari massa yang
mantap, karena pengaruh gravitasi,
dengan jenis gerakan berbentuk rotasi dan
translasi. Sedangkan kawasan rawan Gambar 2. Tipologi Zona Potensi Longsor
bencana longsor adalah kawasan lindung (Sumber : Permen PU 22/2007)
atau kawasan budidaya yang meliputi
zona-zona berpotensi longsor. Secara Longsor adalah hasil dari interaksi
ilmiah sebagaimana dikemukakan oleh beberapa faktor, terutama faktor geologi,
Selby (1985), longsor atau landslide geomorfologi, hidrometeorologi, kelereng-
adalah salah satu dari tipe gerakan tanah an dan tutupan lahan. Faktor-faktor yang
(mass movement/mass wasting) yaitu berinteraksi mempengaruhi kejadian
suatu fenomena alam berupa bergeraknya longsor ini dapat diidentifikasi melalui citra

39
Globe Volume 14 No. 1 Juni 2012 : 37 - 45

inderaja dan diturunkan berdasarkan kelas yang lebih sederhana yaitu rendah,
sistem informasi geografis. sedang dan tinggi. Secara skematis proses
SIG Pemetaan Risiko Bencana Longsor
Tata Ruang adalah seperti tersaji pada Gambar 3.
Sedangkan penilaian bobot hasil penelitian
Tata ruang adalah wujud struktur ruang seperti tersaji pada Tabel 3.
dan pola ruang yang disusun secara
nasional, regional dan lokal. Secara
nasional disebut Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional, yang dijabarkan ke
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Provinsi, dan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten dan Kota,
RTRWK (Wikipedia, 2009).
Untuk menyusun tata ruang yang baik
dibutuhkan banyak aspek sebagaimana
tertera dalam UU No 26 Tahun 2007 yaitu
informasi spasial atau peta kebencanaan.
Berdasarkan pedoman dalam Permen PU
No 22/2007, daerah yang mempunyai
tingkat kerawanan tinggi pada Zona A,
alokasi lahan hanya untuk hutan lindung,
lahan budidaya berada pada Zona B dan C
seperti tersaji pada Tabel 2. Gambar 3. Operasi SIG dalam Pemetaan
Risiko Bencana Longsor
Pemetaan Kawasan Rawan Longsor
Tabel 2. Parameter yang digunakan untuk
Penelitian ini menggunakan pende- identifikasi rawan longsor
katan inderaja dan SIG. Identifikasi faktor- Data layer Kelas Bobot
faktor yang mempengaruhi kejadian Peta 1. rendah 1
Kerapatan 2. sedang 5
longsor melalui data inderaja antara lain Aliran (Dd)
mengidentifikasi unit-unit lahan berdasar- 3. tinggi 9
Peta 1.≤ 40 3
kan aspek geomorfologi. Menurunkan Peta
Kemiringan 2.41 - 70 5
Kemiringan Lereng berdasarkan Digital Lereng (S, %) 3.>70 9
Elevation Model (DEM) dari Shuttle Radar 1.Dataran fluvial 1
Topography Mission (SRTM) dan integrasi 2.Dataran tertoreh sedang 2
data tabular kedalam data spasial. 3.Pegunungan tertoreh
7
Data ini kemudian dipetakan dan Peta ringan
Geomorfologi/ 4.Pegunungan tertoreh
diklasifikasi menjadi peta-peta tematik Bentuk Lahan sedang
8
input. Setiap satuan kelas dari peta tematik (Blh) 5.Pegunungan tertoreh berat 9
ini diberikan bobot atau skor dikaitkan 6.Perbukitan tertoreh ringan 4
dengan perkiraan pengaruhnya terhadap 7.Perbukitan tertoreh sedang 5
longsor. Peta-peta tematik input dioverlay 8.Perbukitan tertoreh berat 8
1. Tubuh air 1
atau diintegrasikan melalui operasi SIG 2. Hutan 3
sehingga dihasilkan unit-unit baru dan Peta Liputan 3. pemukiman 2
tabel atribut baru. Semua skor atau bobot Lahan 4. Kebun campuran 6
akhirnya dijumlahkan sehinga didapatkan (Llh) 5. sawah 2
nilai kumulatif hasil overlay. Nilai kumulatif 6. semak/belukar 5
7. lahan kosong 7
ini kemudian direklasifikasi menjadi tiga

40
Informasi Geospasial Daerah Rawan Longsor Sebagai Bahan Masukan .............................................(Arsjad, ABSM)

Tabel 3. Alokasi Lahan Berdasarkan Permen PU No 22/2007

Penyiapan Peta Tematik Input tingkat torehan semakin tinggi kerapatan


aliran. Kerapatan aliran dibagi atas tiga
Kerapatan Aliran tingkat yaitu rendah, sedang dan tinggi.

Kerapatan aliran adalah jumlah panjang Kemiringan Lereng


alur sungai (baik yang berair maupun
tidak) per unit area, seperti pada Kemiringan lereng adalah perban-
Persamaan 1. dingan antara beda tinggi dua titik di muka
bumi dengan jarak mendatar antara dua
Dd = L/A .........................(1) titik tersebut. Secara matematis dapat
diformulasikan seperti pada Persamaan 2.
dimana,
Dd = kerapatan aliran, S= tg α x 100% .........................(2)
L = jumlah panjang saluran sungai
dalam satu unit area, dan dimana,
A = luas unit area. S = kemiringan lereng (%)
α = sudut yang dibentuk oleh dua titik
Tingkat kerapatan aliran berasosiasi tersebut dengan bidang datar
dengan kemiringan lereng, lapisan material
permukaan, dan curah hujan. Kerapatan Semakin tinggi kemiringan lereng
aliran yang tinggi menunjukkan intensitas semakin berpotensi longsor. Kemiringan
erosi yang tinggi pada masa lampau. lereng diklasifikasikan jadi tiga kelas (Lihat
Dengan demikian semakin tinggi Tabel 3). Untuk menghitung pengaruh
kerapatan aliran maka cenderung lereng terhadap longsor dimulai dari klas
berpotensi semakin tinggi kemungkinan lereng 40%, karena lereng di bawah 40%
terjadi longsor. Peta kerapatan aliran sangat kecil kemungkinan terjadi longsor.
diturunkan berdasarkan jaringan drainase Peta kemiringan lereng diturunkan
yang diekstrak dari peta Rupa Bumi berdasarkan data DEM dari SRTM dengan
Indonesia skala 1:25.000, dan interpretasi resolusi spasial 30 x 30 m menggunakan
tingkat torehan (degree of dissection) software ILWIS. Data yang dihasilkan
secara visual data SRTM. Semakin tinggi dalam format raster kemudian dikonversi

41
Globe Volume 14 No. 1 Juni 2012 : 37 - 45

ke dalam format TIFF dan didelineasi


menjadi data vektor polygon.

Geomorfologi

Geomorfologi adalah studi tentang


bentang alam masa kini, termasuk
klasifikasi, deskripsi, sifat, asal, perkem-
bangan, serta hubungan dengan struktur
yang mendasarinya, demikian juga sejarah
perubahan geologi sebagaimana terlihat Gambar 4. Curah Hujan Bulanan Brebes
pada kenampakan permukaannya (Selby,
1985), Grafik curah hujan menunjukkan bahwa
Peta geomorfologi disebut juga Peta curah hujan daerah Brebes dan sekitarnya
Bentuk Lahan adalah peta yang memberi- tertinggi pada bulan Januari dan
kan informasi bagian permukaan bumi Desember yaitu sekitar 400 mm,
yang merupakan produk dari proses sedangkan puncak musim kering terjadi
geomorfologi. Bentuk lahan terdiri dari pada bulan Septem-ber yaitu sekitar 75
dataran fluvial (produk dari proses fluvial mm. Perlu diwaspadai curah hujan mulai
(terkikis, terbawa oleh air dan diendapkan), bulan November sampai bulan April
bentuk perbukitan, pegunungan dan karena curah hujan pada bulan-bulan ini
dataran tertoreh (dissected plain). Peta cukup tinggi.
unit bentuk lahan diturunkan berdasarkan
kombinasi Citra Landsat TM dan DEM HASIL PENELITIAN
SRTM. Citra Landsat memberikan kesan
rona dan pola yang merupakan kunci Peta Rawan Longsor
interpretasi untuk bentuk lahan, sedangkan
DEM SRTM memberikan kesan relief Peta Rawan Longsor adalah peta yang
yang sangat berguna sebagai patokan memberikan informasi spasial daerah yang
dalam delineasi. berpotensi rawan longsor. Peta ini
diturunkan berdasarkan overlay dari peta-
Liputan Lahan peta input seperti tersaji dalam Tabel 2.

Liputan lahan disebut juga landcover/ Peta Risiko Bencana Longsor


landuse atau tataguna lahan. Tataguna
lahan diasosiasikan dengan liputan lahan Untuk memperkirakan daerah yang
yang terencana atau menyangkut aspek beresiko terdampak longsor dilakukan
legalitasnya, sedangkan liputan lahan/ dengan overlay peta rawan longsor
landcover cenderung apa adanya atau dengan peta sebaran permukiman.
sering disebut existing land use. Data ini Langkah awalnya adalah dengan
diturunkan berdasarkan citra landsat dan melakukan interseksi (intersection) peta
peta landcover yang sudah ada dari peta rawan longsor dengan peta sebaran
Rupa Bumi Indonesia. permukiman sehing-ga didapatkan peta
sebaran permukiman dangan atribut rawan
Curah Hujan longsor. Kemudian peta permukiman diberi
skor dalam penelitian ini nilai skornya 2
Curah hujan didapatkan dari IPCC atau berapa saja lebih besar dari nol.
yaitu hujan bulanan rata-rata dari tahun Dengan melakukan operasi SIG pada
1901 sampai tahun 2000 sebagai terlihat atribut ini dikalikan dengan skor peta
pada grafik curah hujan, pada Gambar 4. rawan longsor sehingga didapatkan tingkat
risiko pada permukiman.

42
Informasi Geospasial Daerah Rawan Longsor Sebagai Bahan Masukan .............................................(Arsjad, ABSM)

Risiko sosial diperkirakan dengan Peta Arahan Alokasi lahan


overlay peta kepadatan penduduk dengan
peta rawan longsor. Skor rawan longsor Peta ini adalah bagian dari Tata Ruang
dijumlah dengan skor kerapatan penduduk sebagaimana yang diatur dalam Permen
2
per km , kemudian direklasifikasi jadi tiga PU Nomor 22 Tahun 2007. Kalau
kelas (sedang, tinggi dan amat tinggi). diperhatikan pada umumnya permukiman
Data kependudukan didasarkan pada berada di kawasan budidaya terbatas,
PODES 2008 (BPS, 2008). Jadi kerapatan namun ada juga yang di kawasan lindung
penduduk yang digunakan adalah (rawan longsor) maka penduduk yang
berdasarkan data pada tahun 2008 yang berada di kawasan ini sebenarnya berada
diintegrasikan dengan batas administrasi pada daerah risiko longsor sangat tinggi.
dari peta rupabumi.

1. Liputan Lahan 2. Kemiringan Lereng 3. Kerapatan Aliran 4. Bentuk Lahan

Gambar 5. Peta Input untuk Perhitungan Tingkat Rawan Longsor

Gambar 6. Peta Bahaya Longsor pada Daerah Permukiman

43
Globe Volume 14 No. 1 Juni 2012 : 37 - 45

Gambar 7. Peta Arahan Alokasi Lahan Daerah Penelitian (Permen PU No 22/2007)

KESIMPULAN rangka mitigasi bencana dan


Pengurangan Risiko Bencana (PRB).
Peta-peta tematik sebagai input untuk
perhitungan tingkat rawan longsor di DAFTAR PUSTAKA
Kabupetan Brebes antara lain peta liputan
lahan, peta kemiringan lereng, peta BPS. 2008. Data Podes 2008. Badan
kerapatan aliran, peta bentuk lahan dan Pusat Statistik. Jakarta.
curah hujan. Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah.
Peta Arahan Alokasi Lahan sebe- 2009. Diunduh dari http://www.
narnya bagian dari proses tata ruang. jatengprov.go.id/?document_srl=11625
Peta kerawanan longsor atau potensi Kejadian longsor Jawa Tengah Tahun
longsor merupakan dasar utama dalam 2009. [17 Februari 2012].
penataan lahan daerah rawan longsor Dune T. and Leopold B.L. 1978. Water in
(Permen PU 22/2007). Environmental Planning. W.H
Walaupun demikian banyak daerah Freeman and Co. San Francisco.
permukiman yang ternyata berada di Jefri Ardian Nugroho, Bangun Muljo
daerah rawan longsor. Oleh sebab itu Sukojo dan Inggit Lolita Sari. 2008.
Peta Rawan Longsor bisa disosialisasikan Pemetaan Daerah Rawan Longsor
sebagai informasi spasial untuk dengan Penginderaan Jauh dan
.
peringatan dini bahaya longsor dalam Sistem Informasi Geografis. Program

44
Informasi Geospasial Daerah Rawan Longsor Sebagai Bahan Masukan .............................................(Arsjad, ABSM)

Studi Teknik Geomatika. FTSP. ITS. Susceptibility Mapping Using Remote


Surabaya. Sensing and SIG. Photogrammetric
Nugroho, Imam. 2012. Bimbingan Teknis Engineering & Remote Sensing. Vol.
Mitigasi Bencana Alam Geologi di 70 No. 5. May 2004, pp. 617–625.
pendapa Kecamatan Bantarkawung Selby M.J. 1985. Earth Changing
www.suaramerdeka.com. [25 Januari Surface. Clarendon Press. Oxford.
2012]. UU No RI 24 Tahun 2007 Tentang
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Penanggulangan Bencana.
Nomor 22/PRT/M/2007 Tentang UU RI No 26 Tahun 2007 Tentang
Pedoman Penataan Ruang Kawasan Penataan Ruang.
Rawan Bencana Longsor. Wikipedia 2009. Wikipedia Bahasa
Sarkar, S. dan Kanungo D.P. 2003. An Indonesia, Tata Ruang.
Integrated Approach for Landslide

45

Anda mungkin juga menyukai