Anda di halaman 1dari 40

Klasifikasi Metode Analisis Volumetri

Titrasi ada kalanya orang menyebut sebagai metode volumetric, hal ini disebabkan pengukuran
volume larutan dalam titrasi memegang peranan yang penting. Dari pengambilan analit dengan
volume tertentu hingga pembacaan volume titran yang habis dipakai untuk titrasi mempengaruhi
semua hasil analisis. Oleh sebab itu penggunaan peralatan yang tepat dalam titrasi juga tidak
boleh disepelekan.

Metode Volumetri dibedakan atas jenis-jenis reaksi yang terlibat antara titran dan analit yaitu:

 Asam-Basa. Terdapat banyak senyawa asam dan basa yang dapat ditentukan secara
titrasi. Baik asam kuat atau basa kuat, titik akhir titrasipun sangat mudah diamati dengan
penggunaan indicator asam basa seperti fenolphtalein (PP), metal merah, metal orange,
dan lainnya. Pada saat titik equivalent diperoleh maka larutan bersifat netral akan tetapi
dengan penambahan sedikit titran untuk mencapai titik akhir titrasi maka cukup untuk
mengubah warna indicator asam basa. Cara lain adalah dengan menggunakan pHmeter.
Asam lemah dan basa lemah juga dapat dititrasi begitu juga dengan asam organic yang
dititrasi dengan pelarut non-air.

 Reduksi-Oksidasi . Zat yang bersifat oksidator seperti KMnO4, K2CrO4, I2, dan zat
yang bersifat reduktor seperti H2C2O4, Fe2+, Sn2+ dapat ditentukan dengan metode
titrasi ini. Reaksi redoks terlibat saat titran dan analit bereaksi. Beberapa metode titrasi
redoks tidak membutuhkan indicator untuk melihat titik akhir titrasi seperti titrasi antara
KMnO4 dan H2C2O4 disebabkan KMnO4 itu sendiri sudah berwarna. Amylum biasanya
dipakai untuk titrasi yang melibatkan I2.

 Kompleksometri. Reaksi pembentukan kompleks antara EDTA dan ion logam


mendasari metode ini. EDTA merupakan jenis titrant yang banyak dipakai untuk titrasi
kompleksometri dan bereaksi dengan banyak logam, reaksinyapun dapat dikontrol
dengan mengontrol pH larutan.

 Pengendapan. Reaksi pembentukan endapan menjadi dasar metode ini. Titran dan analit
bereaksi membentuk endapan seperti penentuan ion klorida dengan menggunakan titran
AgNO3. Indikator dapat digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi misalnya
K2CrO4 untuk titrasi yang menggunakan titran perak nitrat.

Apa itu Titrasi ?


 Mempelajari titrasi amatlah penting bagi mahasiswa yang mengambil jurusan kimia dan
bidang-bidang yang berhubungan dengannya. Titrasi sampai sekarang masih banyak
dipakai di laboratorium industri disebabkan teknik ini cepat dan tidak membutuhkan
banyak reagen.
 Titrasi merupakan salah satu teknik analisis kimia kuantitatif yang dipergunakan untuk
menentukan konsentrasi suatu larutan tertentu, dimana penentuannya menggunakan suatu
larutan standar yang sudah diketahui konsentrasinya secara tepat.  Pengukuran volume
dalam titrasi memegang peranan yang amat penting sehingga ada kalanya sampai saat ini
banyak orang yang menyebut titrasi dengan nama analisis volumetri.
 Larutan yang dipergunakan untuk penentuan larutan yang tidak diketahui konsentrasinya
diletakkan di dalam buret (lihat gambar) dan larutan ini disebut sebagai larutan standar
atau titran atau titrator, sedangkan larutan yang tidak diketahui konsentrasinya diletakkan
di Erlenmeyer (lihat gambar) dan larutan ini disebut sebagai analit.
 Titran ditambahkan sedikit demi sedikit pada analit sampai diperoleh keadaan dimana
titran bereaksi secara equivalen dengan analit, artinya semua titran habis bereaksi dengan
analit keadaan ini disebut sebagai titik equivalen.
 Mungkin kamu bertanya apabila kita menggunakan dua buah larutan yang tidak bewarna
seperti H2SO4 dan NaOH dalam titrasi, bagaimana kita bisa menentukan titik equivalent?
 Titik equivalent dapat ditentukan dengan berbagai macam cara, cara yang umum adalah
dengan menggunakan indicator. Indikator akan berubah warna dengan adanya
penambahan sedikit mungkin titran, dengan cara ini maka kita dapat langsung
menghentikan proses titrasi.
 Sebagai contoh titrasi H2SO4 dengan NaOH digunakan indicator fenolpthalein (pp). Bila
semua larutan H2SO4 telah habis bereaksi dengan NaOH maka adanya penambahan
sedikit mungkin NaOH larutan akan berubah warna menjadi merah mudah. Bila telah
terjadi hal yang demikian maka titrasi pun kita hentikan.
 Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan adanya berubahan warna indicator disebut
sebagai titik akhit titrasi. Titrasi yang bagus memiliki titik equivalent yang berdekatan
dengan titik akhir titrasi dan kalau bisa sama.
 Perhitungan titrasi didasarkan pada rumus:

V.N titran = V.N analit

 Dimana V adalah volume dan N adalah normalitas. Kita tidak menggunakan molaritas
(M) disebabkan dalam keadaan reaksi yang telah berjalan sempurna (reagen sama-sama
habis bereaksi) yang sama adalah mol-equivalen bukan mol. Mol-equivalen dihasilkan
dari perkalian normalitas dengan volume.
 Tidak semua zat bisa ditentukan dengan cara titrasi akan tetapi kita harus memperhatikan
syarat-syarat titrasi untuk mengetahui zat apa saja yang dapat ditentukan dengan metode
titrasi untuk berbagai jenis titrasi yang ada. Mengenal berbagai macam peralatan yang
dipergunakan dalam titrasipun sangat berguna agar kita mahir melakukan teknik titrasi.
Peralatan Titrasi
 Agar kamu lebih mudah melakukkan titrasi maka sebaiknya kamu lebih familier dengan
berbagai macam alat yang akan dipergunakan untuk titrasi. Dengan mengetahui fungsi
daripada alat-alat tersebut maka diharapkan kamu bisa melakukkan dan menggunakan
alat tersebut untuk keperluan titrasi yang lebih akurat.
 Sebagai contoh pada waktu menimbang zat yang dipakai untuk larutan standar biasanya
para siswa ada yang menggunakan alas berupa kertas, padahal hal ini tidak boleh
dilakukan, kamu bisa menggunakan gelas arloji sebagai alas untuk menimbang zat
tersebut. Dengan demikian perhitungan akan menjadi lebih presisi.
 Peralatan yang umum dipakai untuk keperluan titrasi adalah buret dan statis, erlenmeyer,
labu ukur, pipet ukur, gelas arloji, pipet tetes, dan karet penghisap.

Gambar Alat Nama & Fungsi

Buret Dan Statis

Buret dipakai sebagai tempat


titran, biasanya yang dipakai
adalah buret dengan volume
50 mL. Skala 0 ada dibagian
atas dan 50 ada di bawah.
Statis dipakai untuk
menahan buret (meletakkan
buret) pada waktu titrasi.

Erlenmeyer

Erlenmeyer dipakai untuk


meletakkan analit. Biasa
yang dipergunakan untuk
titrasi adalah ukuran 250 mL
agar mudah dipegang dang
lebih mudah melihat analit.
Pipet Ukur

Untuk mengambil analit


dengan volume tertentu
misal 10, atau 25 mL maka
gunakan pipet ukur, jangan
menggunakan gelas ukur
karena pipet ukur lebih
presisi. Pipet ukur tersedia
dalam banyak ukuran.

Labu Ukur

Alat ini dipakai untuk


membuat larutan standar
dengan volume tertentu
misalnya 10, 25, 50 mL.
Jangan gunakan beaker glass
untuk membuat larutan
standar sebab labu ukur lebih
presisi.

Pipet Tetes

Pipet tetes biasanya dipakai


untuk mengambil indikator
yang akan digunakan pada
waktu titrasi.

Gelas Arloji

Untuk alas pada waktu


menimbang zat kimia (zat
untuk larutan standar) maka
jangan mengunakan kertas
akan tetapi Anda harus
meggunakan gelas arloji.
Karet Penghisap

Gunakan karet penghisap


untuk mengambil analit pada
waktu Anda menggunakan
pipet ukur. Jika analitnya
tergolong zat yang tak
berbahaya Anda bisa
menghisapnya dengan mulut.

Bagaimana Membuat Larutan Standar?

Larutan standar dalam titrasi memegang peranan yang amat penting, hal ini disebabkan larutan
ini telah diketahui konsentrasi secara pasti (artinya konsentrasi larutan standar adalah tepat dan
akurat). Larutan standar merupakan istilah kimia yang menunjukkan bahwa suatu larutan telah
diketahui konsentrasinya.

Terdapat dua macam larutan standar yaitu larutan standar primer dan larutan standar sekunder.

Larutan standar primer adalah larutan standar yang konsentrasinya diperoleh dengan
cara menimbang.

Contoh senyawa yang dapat dipakai untuk standar primer adalah:

 Arsen trioksida (As2O3) dipakai untuk membuat larutan natrium arsenit NaASO2 yang
dipakai untuk menstandarisasi larutan natrium periodat NaIO4, larutan iodine I2, dan
cerium (IV) sulfat Ce(SO4)2.
 Asam bensoat dipakai untuk menstandarisasi larutan natrium etanolat, isopropanol atau
DMF.
 Kalium bromat KBrO3 untuk menstandarisasi larutan natrium tiosulfat Na2S2O3.
 Kalium hydrogen phtalat (KHP) dipakai untuk menstandarisasi larutan asam perklorat
dan asam asetat.
 Natrium Karbonat dipakai untuk standarisasi larutan H2SO4, HCl dan HNO3.
 Natrium klorida (NaCl) untuk menstandarisasi larutan AgNO3
 Asam sulfanilik (4-aminobenzene sulfonic acid) dipakai untuk standarisasi larutan
natrium nitrit.

As2O3, asam bensoat, KBrO3, KHP, Na2CO3, NaCl, dan asam sulfanilik diatas adalah standar
primer jadi senyawa ini ditimbang dengan berat tertentu kemudian dilarutkan dalam aquades
dengan volume tertentu untuk didapatkan larutan standar primer.

Larutan standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya diperoleh dengan cara
mentitrasi dengan larutan standar primer.

NaOH tidak dapat dipakai untuk standar primer disebabkan NaOH bersifat higroskopis oleh
sebab itu maka NaOH harus dititrasi dahulu dengan KHP agar dapat dipakai sebagai standar
primer. Begitu juga dengan H2SO4 dan HCl tidak bisa dipakai sebagai standar primer, supaya
menjadi standar sekunder maka larutan ini dapat dititrasi dengan larutan standar primer NaCO3.

Syarat senyawa yang dapat dijadikan standar primer:

1. Memiliki kemurnian 100%

2. Bersifat stabil pada suhu kamar dan stabil pada suhu pemanasan (pengeringan)
disebabkan standar primer biasanya dipanaskan dahulu sebelum ditimbang.

3. Mudah didapatkan (tersedia diaman-mana).

4. Memiliki berat molekul yang tinggi (MR), hal ini untuk menghindari kesalahan relative
pada saat menimbang. Menimbang dengan berat yang besar akan lebih mudah dan
memiliki kesalahan yang kecil dibandingkan dengan menimbang sejumlah kecil zat
tertentu.

5. Harus memenuhi kriteria syarat-syarat titrasi.


Bilangan Titer

Apabila nantinya kamu menjadi staff laboratorium atau apa aja yang kerjanya sering di
laboratorium dan kamu sering melakukan titrasi dengan titran dan analit yang sama, maka ada
baiknya kamu menentukan “titer” agar perhitungan kamu menjadi lebih mudah dan cepat.

Titer didefinisikan sebagai:

Berat analit (biasanya dalam satuan milligram) yang akan bereaksi dengan 1 mL titran

Sebagai contoh bila larutan natrium hidroksida NaOH memiliki titer 3,65 mg HCl maka artinya
tiap 1 mL larutan standar NaOH yang anda gunakan untuk menitrasi HCl akan tepat bereaksi
dengan 3,65 mg HCl. Jika titrasi memerlukan 5 mL NaOH maka HCl yang bereaksi adalah 18,25
mg.

Satuan titer dapat kita ganti dengan berbagai macam satuan tergantung keperluan kita seperti
gram, atau mol dan sebagainya. Besar kecilnya nilai titer tergantung pada besar konsentrasi
larutan standar. Titer 0,1 N NaOH  dan 0,2 N NaOH terhadap HCl diatas tentu saja berbeda, jadi
besarnya titer tergantung pada berapa konsentrasi larutan standar yang kita gunakan sehari-hari.
Tentu saja penggunaan istilah titer hanya untuk nilai kepraktisan dalam perhitungan titrasi.

Untuk melihat berbagai macam soal tentang titer kamu dapat melihatnya disini.

 Mencari Nilai Titer AgNO3 dalam Bentuk mg Br/mL

 Menentukan Bilangan Titer K2Cr2O7 Dalam Bentuk Fe3O4

 Mencari Nilai Titer EDTA dalam Bentuk BaO


Iodometri

 Pada titrasi iodometri, analit yang dipakai adalah oksidator yang dapat
bereaksi dengan I- (iodide) untuk menghasilkan I2, I2 yang terbentuk
secara kuantitatif dapat dititrasi dengan larutan tiosulfat. Dari
pengertian diatas maka titrasi iodometri adalah dapat dikategorikan
sebagai titrasi kembali.
 Iodida adalah reduktor lemah dan dengan mudah akan teroksidasi jika
direaksikan dengan oksidator kuat. Iodida tidak dipakai sebagai titrant
hal ini disebabkan karena factor kecepatan reaksi dan kurangnya jenis
indicator yang dapat dipakai untuk iodide. Oleh sebab itu titrasi
kembali merubakan proses titrasi yang sangat baik untuk titrasi yang
melibatkan iodide. Senyawaan iodide umumnya KI ditambahkan
secara berlebih pada larutan oksidator sehingga terbentuk I2. I2 yang
terbentuk adalah equivalent dengan jumlah oksidator yang akan
ditentukan. Jumlah I2 ditentukan dengan menitrasi I2 dengan larutan
standar tiosulfat (umumnya yang dipakai adalah Na2S2O3) dengan
indicator amilum jadi perubahan warnanya dari biru tua kompleks
amilum-I2 sampai warna ini tepat hilang.
 Reaksi yang terjadi pada titrasi iodometri untuk penentuan iodat
adalah sebagai berikut:

IO3-  + 5 I-  + 6H+  -> 3I2  + H2O


I2 + 2 S2O32-  -> 2I- + S4O62-

 Setiap mmol IO3- akan menghasilkan 3 mmol I2 dan 3 mmol I2 ini


akan tepat bereaksi dengan 6 mmol S2O32- (ingat 1 mmol I2 tepat
bereaksi dengan 2 mmol S2O32-) sehingga mmol IO3- ditentukan atau
setara dngan 1/6 mmol S2O32-.
 Mengapa kita menitrasi langsung antara tiosulfat dengan analit?
Beberapa alasan yang dapat dijabarkan adalah karena analit yang
bersifat sebagai oksidator dapat mengoksidasi tiosulfat menjadi
senyawaan yang bilangan oksidasinya lebih tinggi dari tetrationat dan
umumnya reaksi ini tidak stoikiometri. Alasa kedua adalah tiosulfat
dapat membentuk ion kompleks dengan beberapa ion logam seperti
Besi(II).
 Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi
Iodometri adalah sebagai berikut:
 Penambahan amilum sebaiknya dilakukan saat menjelang akhir titrasi,
dimana hal ini ditandai dengan warna larutan menjadi kuning muda
(dari oranye sampai coklat  akibat terdapatnya I2 dalam jumlah
banyak), alasannya kompleks amilum-I2 terdisosiasi sangat lambat
akibatnya maka banyak I2 yang akan terabsorbsi oleh amilum jika
amilum ditambahkan pada awal titrasi, alasan kedua adalah biasanya
iodometri dilakukan pada media asam kuat sehingga akan menghindari
terjadinya hidrolisis amilum
 Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi terjadinya
oksidasi iodide oleh udara bebas. Pengocokan pada saat melakukan
titrasi iodometri sangat diwajibkan untuk menghindari penumpukan
tiosulfat pada area tertentu, penumpukkan konsentrasi tiosulfat dapat
menyebabkan terjadinya dekomposisi tiosulfat untuk menghasilkan
belerang. Terbentuknya reaksi ini dapat diamati dengan adanya
belerang dan larutan menjadi bersifat koloid (tampak keruh oleh
kehadiran S).
 S2O32-  +  2H+  -> H2SO3 + S
 Pastikan jumlah iodide yang ditambahkan adalah berlebih sehingga
semua analit tereduksi dengan demikian titrasi akan menjadi akurat.
Kelebihan iodide tidak akan mengganggu jalannya titrasi redoks akan
tetapi jika titrasi tidak dilakukan dengan segera maka I- dapat
teroksidasi oleh udara menjadi I2.
 Bagaimana menstandarisasi larutan tiosulfat?
 Tiosulfat yang dipakai dalam titrasi iodometri dapat distandarisasi
dengan menggunakan senyawa oksidator  yang memiliki kemurnian
tinggi (analytical grade) seperti K2Cr2O7, KIO3, KBrO3, atau
senyawaan tembaga(II).
 Bila digunakan Cu(II) maka pH harus dibuffer pada pH 3 dan dipakai
tiosianat untuk masking agent, KSCN ditambahkan pada waktu
mendektitik akhir titrasi dengan tujuan untuk menggantikan I2 yang
teradsorbsi oleh CuI. Bila pH yang digunakan tinggi maka tembaga(II)
akan terhidrolisis dan akan terbentuk hidroksidanya. Jika keasaman
larutan sangat tinggi maka cenderung terjadi reaksi I- sebagai akibat
adanya Cu(II) dalam larutan yang megkatalis reaksi tersebut.
 Beberapa contoh reaksi iodometri adalah sebagai berikut

2MnO4-  + 10 I- + 16 H+  <-> 2Mn2+  + 5 I2 + 8H2O


Cr2O72- + 6I- <-> 14 H+  <-> 2Cr3+  + 3 I2 + 7H2O
2Fe3+  +  2I-  <-> 2Fe2+  + I2
2 Ce4+  + 2I-  <-> 2Ce3+ + I2
Br2  + 2I-  <-> 2Br-  + I2
Iodimetri

 Iodimetri merupakan titrasi redoks yang melibatkan titrasi langsung I2


dengan suatu agen pereduksi. I2 merupakan oksidator yang bersifat
moderat, maka jumlah zat yang dapat ditentukan secara iodimetri
sangat terbatas, beberapa contoh zat yang sering ditentukan secara
iodimetri adalah H2S, ion sulfite, Sn2+, As3+ atau N2H4. Akan tetapi
karena sifatnya yang moderat ini maka titrasi dengan I2 bersifat lebih
selektif dibandingkan dengan titrasi yang menggunakan titrant
oksidator kuat.
 Pada umumnya larutan I2 distandarisasi dengan menggunakan standar
primer As2O3, As2O3 dilarutkan dalam natrium hidroksida dan
kemudian dinetralkan dengan penambahan asam. Disebabkan
kelarutan iodine dalam air nilainya kecil maka larutan I2 dibuat
dengan melarutkan I2 dalam larutan KI, dengan demikian dalam
keadaan sebenarnya yang dipakai untuk titrasi adalah larutan I3-.
 I2 + I-  -> I3-
 Titrasi iodimetri dilakukan dalam keadaan netral atau dalam kisaran
asam lemah sampai basa lemah. Pada pH tinggi (basa kuat) maka
iodine dapat mengalami reaksi disproporsionasi menjadi hipoiodat.
 I2 + 2OH-  <-> IO3-  +  I-  + H2O
 Sedangkan pada keadaan asam kuat maka amilum yang dipakai
sebagai indicator akan terhidrolisis, selain itu pada keadaan ini iodide
(I-) yang dihasilkan dapat diubah menjadi I2 dengan adanya O2 dari
udara bebas, reaksi ini melibatkan H+ dari asam.
 4I- + O2 + 4H+  -> 2I2 + 2H2O
 Titrasi dilakukan dengan menggunakan amilum sebagai indicator
dimana titik akhir titrasi diketahui dengan terjadinya kompleks
amilum-I2 yang berwarna biru tua. Beberapa reaksi penentuan denga
iodimetri ditulis dalam reaksi berikut:
 H2S + I2 -> S + 2I- + 2H+
 SO32- + I2 + H2O -> SO42- + 2I- + 2H+
 Sn2+  + I2  -> Sn4+ + 2I-
 H2AsO3 + I2 + H2O -> HAsO42- + 2I- + 3H+

Penentuan Titik Akhir Titrasi Redoks


Seperti yang telah kita ketahui bahwa titik akhir titrasi (TAT) redoks dapat dilakukan dengan
megukur potensial larutan dan dengan menggunakan indicator. TAT dengan mengukur potensial
memerlukan peralatan yang agak lebih banyak deperti penyediaan voltameter dan elektroda
khisus, dan kemudian diikuti dengan pembuatan kurva titrasi redoks maka dengan alasan
kemudahan dan efisiensi maka TAT dengan menggunakan indicator yang lebih banyak untuk
diaplikasikan.

Beberapa Jenis Indikator Pada Titrasi Redoks

Indikator Sendiri

Apabila titrant dan analit salah satunya sudah berwarna, sebagai contoh penentuan oksalat
dengan permanganate dimana lautan oksalat adalah larutan yang tidak berwarna sedangkan
permanganate berwarna ungu tua, maka warna permanganate ini dapat dipakai sebagai indicator
penentuan titik akhir titrasi. Pada saat titik akhir titrasi terjadi maka warna larutan akan berubah
menjadi berwarna merah muda akibat penambahan sedikit permanganate. Karena titik akhir
titrasi terjadi setelah titik equivalent terjadi (baca: TAT diamati setelah penambahan sejumlah
kecil permanganate agar tampak warna merah muda ) maka penggunaan blanko sangat
dianjurkan untuk mengkoreksi hasil titrasi pada waktu melakukan titrasi ini. Contoh lain titrasi
redoks yang melibatkan indicator sendiri adalah titrasi alkohol dengan menggunakan kalium
dikromat.

Indikator Amilum
Indikator amilum dipakai untuk titrasi redoks yang melibatkan iodine. Amilum dengan iodine
membentuk senyawa kompleks amilum-iodin yang bewarna biru tua. Pembentukan warna ini
sangat sensitive dan terjadi walaupun I2 yang ditambahkan dalam jumlah yang sangat sedikit.
Titrasi redoks yang biasa menggunakan indicator amilum adalah iodimetri dan iodometri.

Indikator Redoks

Indikator redoks melibatkan penambahan zat tertentu kedalam larutan yang akan dititrasi. Zat
yang dipilih ini biasanya bersifat sebagai oksidator atau reduktor lemah atau zat yang dapat
melakukan reaksi redoks secara reversible. Warna indicator dalam bentuk teroksidasi dengan
bentuk tereduksinya berbeda sehingga perubahan warna ini dapat dipakai untuk penentuan titik
akhir titrasi redoks. Reaksi indicator dapat dituliskan sebagai berikut: (Inox bentuk teroksidasi
dan Inred bentuk tereduksi)

Inox + ne-  <->  Inred

Indikator redoks berubah warnanya pada kisaran potensial tertentu (hal ini analog dengan
perubahan indicator asam –basa yang berubah pada kisaran pH tertentu untuk membacanya Anda
bisa mengikuti link ini). Jadi jika suatu indicator redoks mengalami reaksi berikut:

Inox + n’H+ +  ne-  <->  Inred  Eo

Maka potensial larutan dapat dinyatakan sebagai berikut:

E = Eo + 0.0591/n log [Inox][H+]n’ / [Inred]

E = Eo + 0.0591/n log [Inox]/[Inred] + 0.0591/n x n’ log [H+]

Karena perubahan warna terjadi terjadi pada saat [Inox]/[Inred] nilainya 10/1 atau 1/10 dan
asumsikan n’=1 maka persamaan diatas menjadi:

E1 = Eo + 0.0591/n log 1/10 + 0.0591/n  x log [H+]


E1 = Eo + E o + 0.0591 log [H+] – 0.0591/n

Jadi pada saat Eo = constant dan pH = Constant maka nilai E menjadi

E1 = constant – 0.0591/n ……..(1)

E2 = Eo + 0.0591/n log 10/1 +0. 0591/n x log [H+]


E2 = Eo + E o + 0.0591 log [H+] + 0.0591/n
Jadi pada saat Eo = constant dan pH = Constant maka nilai E menjadi

E2 = constant +0.0591/n  ……..(2)

Jadi Range E agar terjadi perubahan warna indicator redoks adalah:

Erange = E2-E1 = 0.0591/n – 0.0591/n = 0.118V/n

Titik akhir titrasi akan tergantung pada:

 Eo
 pH

Syarat Indikator redoks

 Indikator harus bisa megalami raksi reduksi atau oksidasi dengan cepat.
 Indikator harus dapat mengalami reaksi redoks reversibel dengan cepat sehingga bila
terjadi penumpukan massa titrant atau analit maka sistem tidak akan mengalami reaksi
oksidasi atau reduksi secara gradual.

Contoh indikator redoks adalah ferroin Tris (1, 10 phenanthroline) iron(II)Sulfate yang dipakai
untuk titrasi Besi(II) dengan Ce(IV), dimana bentuk teroksidasi ferooin berwarna biru muda dan
bentuk tereduksinya berwarna merah darah.

Lihat disini untuk soal titrasi redoks.

Titrasi Campuran Dua Basa Na2CO3 dan


NaHCO3
0 comments

Posted by indigomorie on Jul 14, 2010 in Soal Titrasi Asam Basa | 0 comments

Suatu padatan cuplikan hanya mengandung 1.372 g Na2CO3 dan NaHCO3. Ditritrasi dengan
larutan standar 0.7344 N HCl dan membutuhkan total 29.11 untuk melesaikan titrasi tersebut.
Hitung massa masing-masing komponen dalam campuran?

Jawab:
Campuran basa dapat ditritrasi dengan menggunakan asam dengan syarat perbedaan antara Kb
basa pertama dan Kb basa kedua minimal adalah 10exp4. Reaksi yang terjadi pada waktu
melakukan titrasi diatas adalah sebagai berikut:

Na2CO3 + 2 HCl -> 2 NaCl + H2O + CO2


NaHCO3 + HCl -> NaCl + H2O + CO2
Misalkan massa Na2CO3 adalah x gram maka massa NaHCO3 adalah 1.372-x gram dan masing-
masing mol dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut:

mol Na2CO3 = x/105.99 mol


mol NaHCO3 = (1.372-x)/84.01 mol

Total mol HCl yang diperlukan untuk bereaksi dengan Na2CO3 dan NaHCO3 adalah sebagai
berikut:

mol ekuivalen HCl = (0.029 L)(0.7344 M) = 0.02138 mol


mol HCl = 0.02138 mol

Dari persamaan reaksi diketahui bahwa:

2 mol Na2CO3 + 1 mol NaHCO3 = 0.02138 mol

maka :

2(x/105.99 mol) + [(1.372 – x)/84.01 mol] = 0.02138 mol

penyelesaian persamaan diatas akan diperoleh hasil bahwa :

x = Na2CO3 = 0.724 gram


NaHCO3 = 0.648 gram

VOLUMETRI
Posted: December 19, 2008 by megaspace007 in ARTIKEL

Titrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain
yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang
terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut
sebagai titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi,
titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan lain
sebagainya. (disini hanya dibahas tentang titrasi asam basa).

Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya diletakan di dalam
Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan
biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan.

Prinsip Titrasi Asam basa

Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Titrasi asam basa
berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa
dan sebaliknya.
Titrant ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya
secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik
ekuivalen”.

Pada saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer
yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titrant,
volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titrant.

Cara Mengetahui Titik Ekuivalen

Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa.

1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian


membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari
kurva titrasi tersebut adalah “titik ekuivalent”.

2. Memakai indicator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant sebelum proses titrasi
dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi
kita hentikan.

Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak diperlukan alat
tambahan, dan sangat praktis.

Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indicator yang perbahan warnanya
dipengaruhi oleh pH. Penambahan indicator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah
dua hingga tiga tetes.

Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan
titik equivalent, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indicator yang tepat dan sesuai dengan
titrasi yang akan dilakukan.

Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indicator disebut
sebagai “titik akhir titrasi”.

Larutan baku (standar) adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan
konsentrasinya biasa dinyatakan dalam satuan N (normalitas) atau M (molaritas).

Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir titrasi telah di capai.
Umumnya indicator yang digunakan adalah indicator azo dengan warna yang spesifik pada
berbagai perubahan pH.

Titik Ekuivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara stokiometri antara zat yang
dianalisis dan larutan standar.

Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan warna pada indicator yang menunjukkan
titik ekuivalen reaksi antara zat yyang dianalisis dan larutan standar.
Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan dengan titik akhir titrasi.
Ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi sangat mempengaruhi hasil analisis pada suatu
senyawa.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis volumetric adalah sebagai
berikut :

1. Reaksinya harus berlangsung sangat cepat.

2. Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi yang
kuantitatif/stokiometrik.

3. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen tercapai, baik secara kimia
maupun secara fisika.

4. Harus ada indicator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia atau fisika. Indikator
potensiometrik dapat pula digunakan.

Alat-alat yang digunakan pada analisa titrimetri ini adalah sebagai berikut :

1. Alat pengukur volume kuantitatif seperti buret, labu tentukur, dan pipet volume yang telah di
kalibrasi.

2. Larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti atau baku primer dan
sekunder dengan kemurnian tinggi.

3. Indikator atau alat lain yang dapat menunjukkan titik akhir titrasi telah di capai.

Baku primer adalah bahan dengan kemurnian tinggi yang digunakan untuk membakukan larutan
standar misalnya arsen trioksida pada pembakuan larutan iodium.

Baku sekunder adalah bahan yang telah dibakukan sebelumnya oleh baku primer, dan kemudian
digunakan untuk membakukan larutan standar, misalnya larutan natrium tiosulfat pada
pembakuan larutan iodium

modul Analisis Secara Gravimetri dan Titrimetri

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara garis besar jenis analisis dikelompokan menjadi : analisis secara fisik, kimia, fisikokimia,
mikrobiologis, organoleptik. Analisis berasal dari bahasa latin yaitu analusys yang berarti
melepaskan. Secara umum analisis dapat diartikan usaha pemisahan satu-kesatuan materi bahan
menjadi komponen-komponen penyusunnya sehingga dapat diketahui lebih lanjut. Analisis juga
dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu analisis kualitatif dan kuantitatif.

Analisis kualitatif  adalah analisis yang menyangkut identifikasi zat, yaitu unsur atau senyawa
apa yang ada di dalam suatu contoh, sedangkan analisis kuantitatif  adalah analisis mengenai
penentuan berapa zat tertentu ada di dalam suatu contoh, zat yang ditentukan sering disebut
sebagai zat yang diinginkan atau analit ( dapat terdiri dari sebagian kecil atau besar dari contoh
yang dianalisis). Jika analit terdapat lebih dari 1% dianggap sebagai konstituen utama, apabila
berjumlah sekitar 0,01 sampai 1% disebut konstituen kurang penting, sedangkan jumlahnya
kurang dari 0,01% dianggap sebagai konstituen runut.

Analisis volumetri merupakan bagian dari analisis secara kuantitatif.  Analisis volumetri disebut
juga titrimetri karena proses analisisnya berupa titrasi, larutan standar (pereaksi) sebagai titran
yang ditempatkan di dalam buret yang digunakan untuk mentitrasi larutan yang akan ditentukan
jumlah analitnya.

Sedangkan gravimetri merupakan salah satu cabang utama kimia analisis. Gravimetri menjadi
metode klasik yang masih sering digunakan. Gravimetri adalah penentuan jumlah zat didasarkan
pada penimbangan. Penimbangan merupakan penimbangan hasil reaksi setelah zat yang
dianalisis direaksikan. Hasil reaksi dapat berupa sisa bahan atau suatu gas yang terjadi atau suatu
endapan yang dibentuk dari bahan yang dianalisis.

Gravimetri merupakan cara analisis tertua dan paling murah. Hanya saja gravimetri memerlukan
waktu yang relatif lama dan hanya dapat digunakan untuk kadar komponen yang cukup besar.
Suatu kesalahan kecil, secara relatif akan berakibat besar. Kendati demikian gravimetri masih
dipergunakan untuk keperluan analisis karena waktu pengerjaannya yang tidak perlu terus-
menerus dilakukan analis karena setiap tahapan pengerjaan memakan waktu yang cukup lama.

B. Tujuan

Setelah membaca modul ini, peserta diklat dapat melakukan analisis secara gravimetri dan
titrimetri.

C. Sub Kompetensi

Ruang lingkup sub kompetensi melakukan analisis secara gravimetri dan titrimetri meliputi :

1. Menyiapkan peralatan, bahan dan contoh.


2. Melakukan analisis secara gravimetri dan titrimetri
3. Memproses data
4. Menjaga keamanan lingkungan kerja
5. Memelihara catatan laboratorium

BAB II PEMBELAJARAN
Tujuan akhir pembelajaran  / Terminal Performance Objective (TPO) setelah mempelajari
kompetensi ini peserta diklat mampu melakukan melakukan analisis secara gravimetri dan
titrimetri.

Sub. Kompetensi Menyiapkan peralatan, bahan dan contoh

1. Tujuan Antara / Enabling Objective (EO)

Peserta mampu menyiapkan peralatan, bahan dan contoh.

1. Materi : Persiapan peralatan, bahan dan contoh.

Prinsip utama kegiatan menyiapkan peralatan, bahan dan contoh adalah memilih peralatan gelas,
peralatan pendukung non gelas bahan kimia, dan perlengkapan laboratorium lainnya sesuai
dengan kriteria dan peruntukkannya.

Konsep pemilihan menyiapkan peralatan, bahan dan contoh didasarkan pada :

1. Penggunaan peralatan pengujian dan persiapan bahan/pereaksi kimia.

Ketepatan hasil  analisis tergantung dari beberapa faktor yang meliputi pemilihan prosedur,
peralatan yang digunakan, bahan kimia yang digunakan serta kemampuan pelaksana  analisis.

1. Peralatan pengujian

Ketepatan peralatan yang digunakan tergantung dari jenis  peralatan, ketelitian, akurasi,
kebersihan dan ketepatan perawatan dan perbaikan. Sedangkan kemampuan seorang  analis
tergantung dari pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimiliki. Peralatan pengujian selalu
digunakan dalam setiap kegiatan analisis. Pemilihan peralatan gelas dan peralatan analisis
lainnya  didasarkan pada kegunaannya dan disiapkan sesuai dengan keperluannya.

Penguasaan cara pengoperasian peralatan dasar yang ada di laboratorium pengujian yang benar
mendasari cara pengoperasian peralatan pengujian tingkat lanjut seperti peralatan instrumen.

Peralatan dasar yang digunakan di laboratorium meliputi :

1. Peralatan gelas (glass ware equipment)

Secara garis besar peralatan gelas dibedakan menjadi dua yaitu peralatan gelas yang tahan panas
(suhu tinggi) biaanya mempunyai merk “Pyrex” dan peralatan gelas yang tidak tahan suhu tinggi.
Contoh : Buret, erlenmeyer, labu ukur, corong saring dan gelas piala.

1. Peralatan non gelas (non glass equipment) pendukung


Peralatan bukan gelas diperlukan untuk mendukung penggunaan peralatan lain seperti peralatan
gelas, peralatan pemanas dan peralatan untuk menimbang. Contoh : Klem dan statif, kaki tiga,
kawat kasa, krustang, cawan porselen dan spatula.

1. Peralatan pemanas (heating equipment)

Peralatan pemanas digunakan untuk berbagai kegiatan di laboratorium seperti pemanasan dan
pendidihan larutan, membantu melarutkan bahan kimia dan lain-lain. Peralatan pemanas yang
banyak digunakan adalah hot plate, oven dan tanur.

1. Neraca (balance) untuk menimbang.

Secara garis besar timbangan yang digunakan dibedakan menjadi timbangan kasar, sedang dan
halus. Timbangan kasar dengan ketelitian kurang  atau sama dengan 0,1 g, timbangan sedang
dengan ketelitian antara 0,01 g – 0,001 g dan timbangan halus dengan ketelitian  lebih besar atau
sama dengan 0,0001 g.

1. Bahan/pereaksi kimia

Bahan kimia/pereaksi yang akan digunakan dalam analisis harus diidentifikasi dan disiapkan
sesuai dengan metode pengujian. Bahan kimia biasanya diproduksi oleh prabrik yang dikemas
dengan wadah yang dilengkapi label berisi informasi seperti nama kimia, rumus molekul, berat
molekul, kemurnian, simbol/tanda bahaya,  kode R/S. contoh bahan/pereaksi kimia adalah asam
sulfat (H2SO4), asam klorida dan natrium oksalat pentahidrat (Na2S2O3.5H2O).

Bahan kimia yang akan digunakan harus diperhatikan derajat kemurniannya yaitu bahan kimia
teknis atau p.a (pure analyzis).

Bahan kimia yang dipergunakan pada umumnya berbentuk larutan dan harus dibuat sesuai
konsentrasi yang diperlukan misalnya konsentrasi dalam bentuk normalitas (N), molaritas (M),
persen (%) atau bahkan bpj ( bagian per juta) atau ppm (part per million).

Pembuatan dan standardisasi larutan sangat penting terutama bila analisis berhubungan dengan
analisis titrimetri. Larutan pereaksi yang digunakan dalam titrimetri disebut dengan larutan baku.

Larutan baku adalah larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat, mengandung bobot
yang diketahui dalam suatu volume tertentu larutan.

Bila pereaksi yang digunakan dalam bentuk padatan maka beratnya harus diketahui dengan tepat.
Dan bila pereaksi yang digunakan dalam bentuk larutan maka volume dan konsentrasinya harus
diketahui dengan tepat.

Larutan standar sekunder yang digunakan harus distandardisasi dengan larutan standar primer.

1. Alat pelindung diri.


Alat pelindung diri (APD) merupakan peralatan pelindung yang digunakan oleh seorang pekerja
untuk melindungi dirinya dari kontaminasi lingkungan. Setiap peralatan yang digunakan harus
mampu melindungi pemakainya.

Jenis alat pelindung diri :

1. Perlindungan mata dan wajah

Perlindungan mata dan wajah merupakan persyaratan mutlak yang harus dikenakan pemakai saat
bekerja di laboratorium terutama saat bekerja dengan bahan kimia untuk melindungi mata dan
wajah dari tumpahan bahan kimia, uap kimia dan radiasi. Secara umum perlindungan mata dan
wajah terdiri atas kaca mata pelindung, goggle, pelindung wajah dan pelindung mat khusus yaitu
goggle yang menyatu dengan masker khusus untuk melindungi mata dan wajah dari radiasi dan
bahaya laser.

1. Perlindungan badan

Baju yang dikenakan selama bekerja di laboratorium atau yang disebut jas laboratorium pada
umumnya terbuat dari katun dan bahan sintetik. Selain jas laboratorium, perlindungan badan
lainnya dapat berupa apron yang berfungsi untuk melindungi diri dari cairan korosif dan iritan
dan jumpsuits yang direkomendasikan untuk keadaan berisiko tinggi seperti penanganan bahan
karsinogenik dalam jumlah banyak.

Bahan pelindung badan harus dapat melindungi pekerja laboratorium dari percikan bahan kimia,
panas, dingin, uap lembab dan radiasi.

1. Perlindungan tangan

Sarung tangan merupakan alat yang sering digunakan untuk melindungi tangan dari bahan kimia
beracun dan korosif, perlatan gelas yang pecah dan rusak, permukaan benda kasar atau tajam dan
material panas atau dingin.

Kriteria pelindung tangan harus dipilih bahan yang sesuai dengan bahan kimia yang ditangani
karena sifat sarung tangan yang mudah rusak. Selain itu ketebalan dan daya tembus bahan kimia
ke kulit tangan.

1. Perlindungan pernafasan

Kontaminasi bahan kimia yng paling sering ke dalam tubuh manusia lewat prnafasan seperti
partikel udara, debu, uap dan gas yang dapat membahayakan pernafasan.

Masker dapat digunakan sebagai pelindung pernafasan. Pemilihan masker harus didasarkan pada
jenis kontaminasi, konsentrasi dan batas paparan. Beberapa jenis perlindungan pernafasan
dilengkapi filter pernafasan yang berfungsi menyaring udara yang masuk.

1. Persiapan contoh
Persiapan contoh merupakan hal yang sangat penting dalam analisis. Sistem penerimaan dan
penyimpanan menjadi faktor yang sangat penting dalam proses persiapan contoh. Keadaan awal
contoh harus teridentifikasi dengan baik termasuk adanya penyimpangan dari kondisi normal
atau dari kondisi tertentu.

Contoh yang dipersiapkan untuk analisis harus mewakili contoh keseluruhan. Contoh diambil
secara acak yang berarti setiap bagian contoh mempunyai kesempatan sama untuk dipilih ebagai
contoh yang akan dianalisis. Hal ini menjadi sangat penting terutama contoh yang dikemas
dalam kemasan kecil dan dalam jumlah banyak misalnya dus atau karton.

Pengambilan contoh memiliki tata cara tersendiri meliputi pengambilan contoh padatan, cairan
atau gas.

Persiapan contoh harus disesuaikan dengan sifat dan keadaan contoh. Contoh berbentuk padat
atau cair dalam satu kemasan harus dihomogenkan. Semua contoh padatan yang akan dianalisis
dihaluskan terlebih dahulu dengan diblender dan sejenisnya hingga dapat melewati saringan 20
mesh. Masukan contoh ke dalam wadah plastik atau gelas bersih bertutup. Homogenkan contoh
yang telah dihaluskan sebelum ditimbang. Jumlah (berat atau volume) contoh mencukupi untuk
semua analisis gravimetri dan titrimetri.

Contoh untuk penentuan kadar air dengan cara analisis gravimetri harus segera dianalisis
sebelum disimpan di dalam freezer. Contoh untuk analisis lemak harus dihidrolisis dengan asam.
Contoh untuk serat kasar diekstraksi terlebih dahulu untuk menghilangkan lemak dalam contoh.
Contoh analisis titrimetri yang mempunyai konsentrasi tinggi dapat diencerkan terlebih dahulu.

Sifat contoh yang akan dianalisis dicatat, kondisi bahan padat atau cair, suhu saat penerimaan,
wadah kemasan. Contoh mudah rusak disimpan di dalam freezer.  Contoh padatan ditempatkan
dalam desikator atau tempat yang tidak mudah terkontaminasi oleh bahan lain.

1. Tugas – Tugas

a)        Penguasaan konsep

 Sebutkan jenis dan fungsi peralatan yang akan digunakan dalam analisis gravimetri dan
titrimetri!
 Bagaimana cara membuat larutan BaCl2 0,2 M dan NaOH 0,1 N?
 Jelaskan fungsi alat pelindung diri saat melakukan analisis gravimetri dan titrimetri!

b)        Mengenal fakta

 Melakukan observasi. Peserta melakukan observasi dikoordinir oleh widyaiswara,


kegiatan observasi ke laboratorium pengujian dalam kegiatan persiapan peralatan, bahan
dan contoh.
 Observasi dilakukan secara berkelompok pada tempat yang berbeda.
 Observasi dilakukan untuk mengetahui bagaimana laboratorium pengujian melakukan
persiapan peralatan, bahan dan contoh. Dari hasil observasi ini selanjutnya merumuskan
kegiatan apa yang dilakukan laboratorium pengujian dan mampu memberikan konstribusi
secara positif tetapi belum ada pada konsep dasar, mengidentifikasi apa yang ada pada
konsep dasar tapi belum dilakukan oleh laboratorium pengujian dan bila dilakukan akan 
mampu memberikan konstribusi dalam meningkatkan kemampuan analisis. Saran apa
yang bisa diberikan untuk memperbaiki kegiatan persiapan peralatan, bahan dan contoh.
 Kegiatan mengenal fakta ini dapat dilakukan sekaligus untuk subkompetensi/kompetensi
dasar ; uji fisiko kimia, penggunaan peralatan gelas dan penggunaan peralatan dasar non
gelas.

c)        Merefleksikan. Setelah peserta diklat melakukan penguasaan konsep dan mengenal fakta,
selanjutnya peserta melakukan refleksi bagaimana menyiapkan peralatan, bahan dan contoh.

d)        Melakukan analisis dan sintesis

 Analisis daya dukung. Peserta diklat melakukan kegiatan analisis terhadap daya dukung
yang tersedia di tempat praktik untuk mengetahui kesesuaian dalam kegiatan persiapan
peralatan, bahan dan contoh (peralatan pengujian, bahan/pereaksi kimia dan persiapan
contoh). Kegiatan ini dilakukan berkelompok.
 Sintesis. Peserta diklat melakukan kegiatan sintesis terhadap hasil refleksi persiapan
peralatan, bahan dan contoh dan hasil analisis terhadap tingkat kesesuaian daya dukung.
Apabila terdapat ketidaksesuaian terhadap daya dukung, peserta diklat melakukan
rekonstruksi/modifikasi terhadap hasil refleksi dalam kegiatan persiapan peralatan, bahan
dan contoh. Kegiatan rekonstruksi ini tetap memperhatikan parameter persyaratan yang
diperlukan.

e)        Menyusun dan melaksanakan rencana kerja

 Peserta diklat secara berkelompok menyusun/membuat alternatif-alternatif rencana


persiapan peralatan, bahan dan contoh, rencana kerja/proposal memuat metode persiapan
peralatan, bahan dan contoh yang akan dilaksanakan, kriteria keberhasilan, waktu
pencapaian dan jadwal kegiatan serta pembagian tugas kelompok.
 Pengambilan keputusan/menetapkan rencana kerja.

Secara berkelompok peserta diklat mengambil keputusan/menetapkan alternatif rencana


persiapan peralatan, bahan dan contoh yang akan dilaksanakan dengan memperhatikan daya
dukung dan persyaratan teknis dalam persiapan peralatan, bahan dan contoh. Apabila ada
kesulitan peserta dapat mendiskusikan dengan fasilitator.

 Penetapan peran masing-masing individu dalam kelompok.

Kelompok menyusun pembagian tugas dan menentukan peran setiap anggota kelompok.

 Melaksanakan rencana kerja, peserta diklat melakukan kegiatan persiapan peralatan,


bahan dan contoh, mengacu pada rencana kerja persiapan peralatan, bahan dan contoh
yang telah disepakati.
 Proses pengamatan dan pencatatan, peserta diklat melakuka pengamatan dan pencatatan
data kegiatan persiapan peralatan, bahan dan contoh. Lembar pengamatan disiapkan
peserta diklat setelah mendapat persetujuan fasilitator.
 Evaluasi dan diskusi terhadap hasil kegiatan.

Peserta diklat melaksanakan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan dan pencapaian standar
kerja yang telah ditetapkan dalam perencanaan.

 Peserta diklat melakukan diskusi terhadap hasil kegiatan dan pencapaian standar kerja
yang telah ditetapkan dalam perencanaan.
 Peserta diklat melakukan diskusi terhadap hasil kegiatan dan hasilnya dibandingkan
dengan rancangan kerja dan konsep-konsep yang telah dirumuskan sebelumnya.
 Proses penyusunan kesimpulan dan memberikan umpan balik.

Peserta secara berkelompok menyusun umpan balik/rekomendasi terhadap metode persiapan


peralatan, bahan dan contoh untuk mendapatkan hasil yang optimal. Perumusan umpan balik ini
juga harus mempertimbangkan dasar teori, fakta dan kondisi hasil kerja.

1. Tes

1. Daftar evidence of learning yang harus dikumpulkan

 Hasil perumusan penguasaan konsep dan tugas-tugas diskusi, presentasi dan hasil
perumusan tentang persiapan peralatan, bahan dan contoh.
 Hasil observasi mengenai fakta di laboratorium pengujian tentang persiapan peralatan,
bahan dan contoh.
 Hasil refleksi tentang persiapan peralatan, bahan dan contoh.
 Hasil analisis persiapan peralatan, bahan dan contoh.
 Hasil sintesis tentang persiapan peralatan, bahan dan contoh.
 Hasil penyusunan rencana kegiatan (berupa rencana kerja/proposal implementasi) tentang
persiapan peralatan, bahan dan contoh.
 Hasil pengamatan/recording tentang persiapan peralatan, bahan dan contoh.
 Hasil evaluasi ketercapaian tentang persiapan peralatan, bahan dan contoh.
 Kesimpulan dan rekomendasi/umpan balik tentang persiapan peralatan, bahan dan
contoh.

Sub. Kompetensi Melakukan Analisis Secara Gravimetri dan Titrimetri

1. Tujuan Antara / Enabling Objective (EO)

Peserta mampu melakukan analisis secara gravimetri dan titrimetri.

1. Materi : Analisis secara gravimetri dan titrimetri.


Prinsip utama kegiatan analisis secara gravimetri dan titrimetri adalah kemampuan menggunakan
peralatan pengujian dan teknik pengujian.

Konsep melakukan analisis secara gravimetri dan titrimetri didasarkan pada :

1. Teori dasar gravimetri

Gravimetri merupakan analisis kuantitatif dengan menimbang unsur atau senyawa tertentu dalam
bentuk murninya. Analitnya dipisahkan secara fisis dari komponen lainnya. Sebagian analisis
gravimetri menyangkut unsur yang akan ditentukan menjadi senyawa murni yang stabil dan
mudah diubah ke dalam bentuk yang dapat ditimbang. Berat analat dapat dihitung dari rumus
dan berat atom senyawa yang ditimbang.

Pengendapan merupakan teknik yang paling luas penggunaannya. Hal terpenting dalam
pengendapan suatu analit adalah kemurniannya dan kemudahan penyaringan yang pasti
dilakukan dalam teknik pengendapan.

Gravimetri terbagi menjadi dua :

1. Cara evolusi ; bahan yang direaksikan akan menimbulkan gas. Gas didapatkan dengan
cara pemanasan atau mereaksikan dengan pereaksi tertentu.
2. Cara tidak langsung. Besar gas diperoleh sebagai selisih berat analat sebelum dan
sesudah reaksi.

Contohnya adalah penentuan kadar air. Bahan yang akan dianalisis dipanaskan pada suhu
tertentu dalam jangka waktu tertentu sehingga air menguap dan beratnya diperoleh sebagai
selisih berat bahan sebelum dan sesudah pemanasan. Contoh lain adalah penentuan karbonat,
karena pemanasan, karbonat terurai dan mengeluarkan gas CO2. Berat gas juga ditentukan
dengan menimbang bahan sebelum dan sesudah pemanasan.

1. Cara langsung. Gas yang terjadi ditimbang setelah diserap oleh suatu bahan yang khusus
untuk gas tertentu.

Pada penentuan kadar air, maka uap air yang terjadi dilewatkan tabung berisi bahan higroskopis
yang tidak menyerap gas-gas lain. Berat tabung dengan isi sebelum dan sesudah uap diserap
menunjukkan jumlah air.

1. Cara pengendapan ; analat direaksikan sehingga terjadi suatu endapan dan endapan itu
ditimbang.
2. Endapan dibentuk dengan reaksi antara  analat dengan suatu pereaksi. Endapan biasanya
berupa senyawa. Cara ini biasa disebut dengan gravimetri.
3. Endapan dibentuk secara elektrokimia. Analat dielektrolisis sehingga terjadi logam
sebagai endapan. Cara ini biasa disebut elektrogravimetri.

1. Teori dasar titrimetri


Analisis volumetri (titrimetri) adalah suatu proses untuk menentukan jumlah yang tidak
diketahui dari suatu zat dengan mengukur volume secara kuantitatif larutan pereaksi yang
digunakan untuk bereaksi sempurna dengan zat yang akan ditentukan.

Dalam analisis volumetri  perhitungan-perhitungan yang digunakan didasarkan pada hubungan


stoikiometri sederhana dari reaksi kimia seperti :

aA  +  tT                   produk

a merupakan molekul analit A, bereaksi dengan t molekul reagensia T. Reagensia T disebut


titran, ditambahkan sedikit-demi sedikit, biasanya dari dalam buret dalam bentuk larutan yang
konsentrasinya telah diketahui dengan cara standardisasi.

Penambahan titran diteruskan sampai jumlah T yang secara kimia setara dengan A, maka
dikatakan telah tercapai titik ekivalensi dari titrasi itu. Untuk mengetahui kapan penambahan
titran itu harus dihentikan maka digunakan suatu zat yang disebut indikator yang dapat
menunjukkan terjadinya kelebihan titran dengan perubahan warna.

Perubahan warna ini bisa tepat atau tidak tepat pada  titik ekuivalensi. Titik dalam titrasi pada
saat indikator berubah warna disebut titik akhir. Dalam kondisi idealnya adalah titik akhir 
sedekat mungkin dengan titik ekivalensi sehingga pemilihan indikator yang tepat merupakan
salah satu aspek yang penting dalam analisis titrimetri untuk mengimpitkan kedua titik tersebut.

Reaksi kimia yang berperan sebagai dasar dalam analisis titrimetri dikelompokkan dalam empat
jenis, yaitu ;

 Reaksi asam – basa (Titrasi netralisasi)

Reaksi didasarkan pada netralisasi proton (asam) oleh ion hidroksil (basa) atau sebaliknya :

H3O+  +  OH-                   2H2O

Asam kuat dan basa kuat terdisosiasi lengkap dalam larutan air jadi pH pada berbagai titik
selama titrasi dapat dihitung langsung dari kuantitas stoikiometri asam dan basa yang bereaksi.

Perubahan besar pada pH selama titrasi digunakan untuk menentukan kapan titik kesetaraan itu
dicapai. Untuk menentukan titik akhir titrasi digunakan indikator. Banyak asam dan basa organik
lemah yang bentuk ion dan bentuk tak terdisosiasinya menunjukkan warna yang berlainan.
Molekul-molekul semacam itu dapat digunakan untuk menetapkan kapan telah ditambahkan
cukup titran dan disebut indikator tampak ( visual indicator)

Beberapa jenis indicator : fenolftalein, brom kresol hijau, metil merah, metil oranye.

 Reaksi oksidasi – reduksi (Titrasi redoks)


Titrasi oksidasi reduksi adalah titrasi penentuan suatu oksidator oleh reduktor atau sebaliknya.
Reaksinya merupakan reaksi serah terima elektron, yaitu elektron diberikan oleh pereduksi
(proses oksidasi) dan diterima oleh pengoksidasi (proses reduksi).

Indikator yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi redoks adalah :

1. Warna dari pereaksinya sendiri (auto Indikator)

Apabila pereaksinya sudah memiliki warna yang kuat, kemudian warna tersebut hilang atau
berubah bila direaksikan dengan zat lain maka pereaksi tersebut dapat bertindak sebagai
indikator. Contoh : KMnO4 berwarna ungu, bila direduksi berubah menjadi ion Mn2+ yang tidak
berwarna atau larutan I2 yang berwarna kuning coklat dan titik akhir titrasi diketahui dari
hilangnya warna kuning, perubahan ini dipertajam dengan penambahan larutan amilum.

1. Indikator Redoks

Indikator redoks adalah indikator yang dalam bentuk oksidasinya berbeda dengan warna dalam
bentuk reduksinya. Contohnya Difenilamin dan Difenilbensidina, indikator ini sukar larut di
dalam air,pada penggunaannya dilarutkan dalam asam sulfat pekat.

1. Indikator Eksternal

Indikator eksternal dipergunakan apabila indikator internal tidak ada. Contoh, Ferrisianida untuk
penentuan ion ferro memberikan warna biru.

1. Indikator Spesifik

Indikator spesifik adalah zat yang bereaksi secara khas dengan salah satu pereaksi dalam titrasi
menghasilkan warna. Contoh : amilum membentuk warna biru dengan iodium atau tiosianat
membentuk warna merah dengan ion ferri.

 Reaksi pengendapan (Titrasi presipitasi)

Titrasi pengendapan adalah titrasi yang melibatkan terbentuknya endapan. Berdasarkan pada
cara penentuan titik akhirnya, ada beberapa metode titrasi pengendapan , yaitu :

1. Metode Guy Lussac (cara kekeruhan)


2. Metode Mohr ( pembentukan endapan berwarna pada titik akhir)
3. Metode Fajans (adsorpsi indikator pada endapan)
4. Metode Volhard (terbentuknya kompleks berwarna yang larut pada titik akhir).

 Reaksi pembentukan kompleks (Titrasi kompleksometri)

Titrasi pembentukan kompleks (Kompleksometri) adalah suatu metode analisis berdasarkan


reaksi pembentukan senyawa kompleks antara ion logam dengan zat pembentuk kompleks
(ligan). Ligan yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah Dinatrium Etilen
Diamin Tetra Asetat ( Na2EDTA) yang mempunyai rumus bangun sebagai berikut :

HOOC—CH2 CH2—COONa

N—CH2—CH2—N

NaOOC—CH2 CH2—COOH

Reaksi pembentukan kompleks dengan ion logam adalah :

H2Y2- +  Mn+ Myn-4 +    2H+

H2Y2- = EDTA

Penentuan titik akhir titrasi kompleksometri dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Cara Visual

Sebagai indikator digunakan jenis indikator logam seperti : Eriochrom Black T (EBT),
Murexide, Xylenol Orange, Dithizon, Asam sulfosalisilat.

1. Cara Instrumen

Untuk menentukan titik akhir titrasi digunakan instrumen fotometer atau potensiometer.

Macam-macam titrasi kompleksometri menggunakan EDTA adalah:

1. Titrasi langsung

Dilakukan untuk ion-ion logam yang tidak mengendap pada pH titrasi, reaksi pembentukan
kompleks berjalan cepat, dan ada indikator yang cocok.

2. Titrasi kembali

Dilakukan untuk ion-ion logam yang mengendap pada pH titrasi, reaksi pembentukan kompleks
berjalan lambat dan tidak ada indikator yang cocok.

3. Titrasi substitusi

Dilakukan untuk ion-ion logam yang tidak bereaksi (atau tidak bereaksi sempurna) dengan
indikator logam atau untuk ion-ion logam yang membentuk kompleks EDTA yang lebih stabil
daripada kompleks ion-ion logam lain. (seperti ion-ion Ca2+ dan Mg2+)

4. Titrasi tidak langsung


Dilakukan dengan berbagai cara yaitu;

1. Titrasi kelebihan kation pengendap (misalnya penetapan ion sulfat)


2. Titrasi kelebihan kation pembentuk senyawa kompleks (misalnya penetapan ion sianida).

Syarat reaksi yang dapat digunakan dalam analisis titrimetri adalah:

 Reaksi harus berjalan sesuai dengan suatu persamaan reaksi tertentu. Tidak boleh ada
reaksi samping.
 Reaksi harus berjalan secara lengkap pada titik ekuivalensi (Tetapan kesetimbangan
harus sangat besar)
 Ada indikator yang cocok untuk menentukan titik akhir titrasi
 Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan dalam beberapa menit

1. Langkah kerja analisis gravimetri dan titrimetri.


1. Penentuan Kadar Sulfat dari Natrium sulfat

Prinsip                    :   Mengendapkan sulfat dalam sampel dengan bahan pengendap BaCl2

Alat                             :    1.  Neraca analitik

1. Kaca arloji
2. Beaker glass 500 mL
3. Gelas ukur 50 mL
4. Spatula
5. Batang pengaduk
6. Kawat kasa
7. Lampu spirtus
8. Kaki tiga

Bahan                     :   1.  Contoh

2.  Natrium sulfat

3.   HCl 37%

4.    BaCl2 0,2 M

Cara Kerja     :

 Pipet 25 mL larutan yang mengandung ± 0,3 gram Natrium sulfat, masukan ke dalam
beaker glass 500 mL dan tambahkan 0,3 – 0,6 mL HCl 37%
 Encerkan dengan aquadestt sampai volume ± 200 mL. Panaskan larutan hingga
mendidih.
 Tambahkan 10 – 12 mL larutan BaCl2 0,2 M tetes demi tetes sambil diaduk
 Biarkan endapan turun selama beberapa menit. Periksalah pada bagian atas larutan
apakah pengendapan telah sempurna. Dengan menambahkan beberapa tetes larutan
pengendap
 Bila masih terjadi endapan, tambahkan 3 mL larutan pengendap
 Biarkan endapan dan cairan selama 1 jam di atas penangas air dalam keadaan tertutup
kaca arloji. Jaga larutan hingga tidak kurang dari 150 mL
 Endapan harus sudah mengendap dan larutan harus sudah jernih. Periksa dengan
beberapa tetes larutan BaCl2 hingga tidak terbentuk larutan lagi dan siap disaring
 Dekantasi cairan bagian atas melalui kertas saring bebas abu dan pindahkan endapan
dalam kertas saring
 Bersihkan sisa endapan dengan menggunakan policeman
 Endapan di kertas saring dicuci dengan sedikit air panas beberapa kali dan biarkan air
cucian pertama habis terlebih dahulu sebelum menambahkan air cucian baru
 Teruskan pencucian sampai ± 5 mL air cucian terakhir hingga tidak memberikan
kekeruhan dengan setetes larutan AgNO3
 Lipat kertas saring kering dan masukan ke dalam cawan porselen
 Keringkan endapan di atas nyala api kecil sampai kertas saring menjadi hitam
 Pijarkan cawan tersebut dalam tanur hingga berwarna putih
 Dinginkan dan timbang hingga berat konstan

1. Titrasi asam basa

Prinsip                    :   Reaksi penetralan asam oleh basa atau sebaliknya

Alat                             :    1.  Neraca analitik

1. Labu ukur 100 mL


2. Erlenmeyer 250 mL
3. Buret
4. Corong saring

Bahan                     :   1.  Contoh

2.  HCl 0,1 N

3.  NaOH 0,1 N

4.  Asam oksalat dihidrat

5.  Fenolftalein

Cara Kerja     :

a. Pembuatan Larutan Standar Sekunder HCl 0,1 N


 Didihkan kurang lebih 1 L aquadestt selama 5 – 10 menit, dinginkan dan masukkan
dalam botol tertutup
 Masukkan ke dalamnya kurang lebih 8 mL asam klorida pekat ( ±12N ).
 Kocok dan beri etiket. Standardisasi larutan asam klorida ini dengan larutan standar
primer

b. Pembuatan Larutan Standar Sekunder NaOH 0,1 N

 Larutkan kurang lebih 25 gram natrium hidroksida ke dalam 25 mL aquadestt di dalam


botol tertutup plastik. Bila diperlukan lakukan dekantasi.
 Sementara itu panaskan 1 L aquadestt, didihkan 5 – 10 menit, kemudian dinginkan dan
masukkan ke dalam botol lain yang bertutup plastik.
 Dengan menggunakan pipet ukur ambil 6,5 mL larutan natrium hidroksida tersebut
(bagian yang jernih), masukkan ke dalam botol yang berisi aquadest tadi
 Beri label setelah botol dikocok.
 Standardisasi larutan natrium hidroksida ini dengan larutan standar primer
 Kocok dan beri label.

c. Standardisasi larutan NaOH dengan larutan asam oksalat

 Timbang dengan teliti 0,1 gram H2C2O4.2H2O, masukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL.
 Tambahkan ke dalamnya 25 mL aquadest yang telah dididihkan dan didinginkan.
 Tambahkan 3 tetes indikator Fenolftalein
 Titrasi dengan larutan NaOH dari buret sampai terbentuk warna merah jambu yang tidak
hilang setelah dikocok selama 15 detik.
 Lakukan titrasi duplo.
 Hitung rata-rata dari normalitas natrium hidroksida.

e. Penetapan kadar HCl oleh NaOH o,1 N

 Pipet 25 mL sampel asam klorida masukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL.


 Tambahkan ke dalamnya 2 – 3 tetes indikator fenolftalein.
 Titrasi larutan HCl dengan larutan NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah muda
yang tidak hilang setelah dikocok 15 detik

1. Tugas – Tugas

1)        Penguasaan konsep

 Sebutkan contoh elektrogravimetri yang paling sering digunakan!


 Sebutkan jenis titrasi redoks!
 Sebutkan indikator untuk titrasi redoks, titrasi pengendapan dan titrasi kompleksometri!
 Jelaskan prinsip analisis secara gravimetri dan titrimetri!
 Sebutkan bahan pengendap yang dapat digunakan dalam analisis secara gravimetri?
2)        Mengenal fakta

 Melakukan observasi. Peserta melakukan observasi dikoordinir oleh widyaiswara,


kegiatan observasi ke laboratorium pengujian dalam kegiatan analisis secara gravimetri
dan titrimetri.
 Observasi dilakukan secara berkelompok pada tempat yang berbeda.
 Observasi dilakukan untuk mengetahui bagaimana laboratorium pengujian melakukan
analisis secara gravimetri dan titrimetri. Dari hasil observasi ini selanjutnya merumuskan
kegiatan apa yang dilakukan laboratorium pengujian dan mampu memberikan konstribusi
secara positif tetapi belum ada pada konsep dasar, mengidentifikasi apa yang ada pada
konsep dasar tapi belum dilakukan oleh laboratorium pengujian dan bila dilakukan akan 
mampu memberikan konstribusi dalam meningkatkan kemampuan analisis. Saran apa
yang bisa diberikan untuk memperbaiki kegiatan analisis secara gravimetri dan titrimetri.
 Kegiatan mengenal fakta ini dapat dilakukan sekaligus untuk subkompetensi/kompetensi
dasar ; uji fisiko kimia, penggunaan peralatan gelas dan penggunaan peralatan dasar non
gelas.

3)        Merefleksikan. Setelah peserta diklat melakukan penguasaan konsep dan mengenal fakta,
selanjutnya peserta melakukan refleksi bagaimana melakukan analisis secara gravimetri dan
titrimetri, berdasarkan konsep dasar dan hasil observasi analisis secara gravimetri dan titrimetri
di laboratorium pengujian.

4)        Melakukan analisis dan sintesis

 Analisis daya dukung. Peserta diklat melakukan kegiatan analisis terhadap daya dukung
yang tersedia di tempat praktik untuk mengetahui kesesuaian dalam kegiatan analisis
secara gravimetri dan titrimetri (alat dan bahan, proses data, keselamatan lingkungan dan
pemeliharaan rekaman analisis). Kegiatan ini dilakukan berkelompok.
 Sintesis. Peserta diklat melakukan kegiatan sintesis terhadap hasil refleksi analisis secara
gravimetri dan titrimetri dan hasil analisis terhadap tingkat kesesuaian daya dukung.
Apabila terdapat ketidaksesuaian terhadap daya dukung, peserta diklat melakukan
rekonstruksi/modifikasi terhadap hasil refleksi dalam kegiatan analisis secara gravimetri
dan titrimetri. Kegiatan rekonstruksi ini tetap memperhatikan parameter persyaratan
analisis secara gravimetri dan titrimetri.

5)        Menyusun dan melaksanakan rencana kerja

 Peserta diklat secara berkelompok menyusun/membuat alternatif-alternatif rencana


analisis secara gravimetri dan titrimetri, rencana kerja/proposal memuat metode analisis
secara gravimetri dan titrimetri yang akan dilaksanakan, kriteria keberhasilan, waktu
pencapaian dan jadwal kegiatan serta pembagian tugas kelompok.
 Pengambilan keputusan/menetapkan rencana kerja.

Secara berkelompok peserta diklat mengambil keputusan/menetapkan alternatif rencana analisis


secara gravimetri dan titrimetri yang akan dilaksanakan dengan memperhatikan daya dukung dan
persyaratan teknis dalam analisis secara gravimetri dan titrimetri. Apabila ada kesulitan peserta
dapat mendiskusikan dengan fasilitator.

 Penetapan peran masing-masing individu dalam kelompok.

Kelompok menyusun pembagian tugas dan menentukan peran setiap anggota kelompok.

 Melaksanakan rencana kerja, peserta diklat melakukan kegiatan analisis secara gravimetri
dan titrimetri, mengacu pada rencana kerja analisis secara gravimetri dan titrimetri yang
telah disepakati.
 Proses pengamatan dan pencatatan, peserta diklat melakukan pengamatan dan pencatatan
data kegiatan analisis secara gravimetri dan titrimetri. Lembar pengamatan disiapkan
peserta diklat setelah mendapat persetujuan fasilitator.
 Evaluasi dan diskusi terhadap hasil kegiatan.

Peserta diklat melaksanakan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan dan pencapaian standar
kerja yang telah ditetapkan dalam perencanaan.

 Peserta diklat melakukan diskusi terhadap hasil kegiatan dan pencapaian standar kerja
yang telah ditetapkan dalam perencanaan.
 Peserta diklat melakukan diskusi terhadap hasil kegiatan dan hasilnya dibandingkan
dengan rancangan kerja dan konsep-konsep yang telah dirumuskan sebelumnya.
 Proses penyusunan kesimpulan dan memberikan umpan balik.

Peserta secara berkelompok menyusun umpan balik/rekomendasi terhadap metode analisis


secara gravimetri dan titrimetri untuk mendapatkan hasil yang optimal. Perumusan umpan balik
ini juga harus mempertimbangkan dasar teori, fakta dan kondisi hasil kerja.

Analisis anorganik kualitatif


Analisis anorganik kualitatif atau analisis kualitatif adalah bidang kimia analitik yang
membahas tentang identifikasi zat-zat, mengenai unsur atau senyawa apa yang terdapat dalam
suatu sampel atau contoh [1]

Pada pokoknya tujuan analisis kualitatif adalah memisahkan dan mengidentifikasi sejumlah unsur [2].
Analisis kuantitatif berurusan dengan penetapan banyak suatu zat tertentu yang ada dalam sampel [2]
.Analisis kualitatif diperuntukkan untuk analisa komponen atau jenis zat yang ada dalam suatu larutan
[2]
. Analisa kualitatif merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mempelajari kimia dan unsur-
unsur serta ion-ionnya dalam larutan [2]
Metode

Analisa suatu larutan dapat digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu golongan I asam
klorida, golongan II hidrogen {[sulfida]], golongan III ammonium sulfida]] dan golongan IV
ammonium klorida dan golongan V adalah sisa [3]. Dalam metode analisis kualitatif digunakan
beberapa pereaksi diantaranya pereaksi golongan dan pereaksi spesifik, kedua pereaksi ini
dilakukan untuk mengetahui jenis anion atau kation suatu larutan [3]. Regensia golongan yang
dipakai untuk klasifikasi kation yang paling umum adalah asam klorida, hidrogen sulfida,
ammonium sulfida, dan amonium karbonat [3]. Klasifikasi ini didasarkan atas apakah suatu kation
bereaksi dengan reagensia-reagensia ini dengan membentuk endapan atau tidak [3]. Sedangkan
metode yang digunakan dalam anion tidak sesistematik kation [3]. Namun skema yang digunakan
bukanlah skema yang kaku, karena anion termasuk dalam lebih dari satu golongan [3].Golongan I
disebut juga dengan golongan asam klorida [3]. Kation golongan ini membentuk endapan dengan
asam klorida encer [3]. Ion golongan ini adalah Pb, Ag, Hg. (PbCl2, HgCl2, AgCl).[3]

Referensi

1. ^ Vogel`s. 1979. Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis Fifth Edition.
New York: Longman Group.
2. ^ a b c d Underwood & R.A Day. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta
3. ^ a b c d e f g h i Darusman L K. 2001. Diktat Kimia Analitik 1 jilid 1. Bogor: Departemen Kimia FMIPA-
IPB.
4. ^ Harjadi, W. 1993.Ilmu kimia analitik Dasar .Erlangga. Jakarta.
5. ^ Harjadi W H. 1989. Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Proses

Analisis ini dilakukan dengan tiga macam reaksi yaitu selektif, sensitif dan spesifik [4].

Unsur kimia, atau hanya disebut unsur, adalah zat kimia yang tak dapat dibagi lagi menjadi zat yang
lebih kecil, atau tak dapat diubah menjadi zat kimia lain dengan menggunakan metode kimia biasa.
Partikel terkecil dari unsur adalah atom. Sebuah atom terdiri atas inti atom (nukleus) dan dikelilingi oleh
elektron. Inti atom terdiri atas sejumlah proton dan neutron. Hingga saat ini diketahui terdapat kurang
lebih 117 unsur di dunia.

Gambaran umum

Hal yang membedakan unsur satu dengan lainnya adalah jumlah proton dalam inti atom
tersebut. Misalnya, seluruh atom karbon memiliki proton sebanyak 6 buah, sedangkan atom
oksigen memiliki proton sebanyak 8 buah. Jumlah proton pada sebuah atom dikenal dengan
istilah nomor atom (dilambangkan dengan Z).

Namun demikian, atom-atom pada unsur yang sama tersebut dapat memiliki jumlah neutron
yang berbeda; hal ini dikenal dengan sebutan isotop. Massa atom sebuah unsur (dilambangkan
dengan "A") adalah massa rata-rata atom suatu unsur pada alam. Karena massa elektron
sangatlah kecil, dan massa neutron hampir sama dengan massa proton, maka massa atom
biasanya dinyatakan dengan jumlah proton dan neutron pada inti atom, pada isotop yang
memiliki kelimpahan terbanyak di alam. Ukuran massa atom adalah satuan massa atom (smu).
Beberapa isotop bersifat radioaktif, dan mengalami penguraian (peluruhan) terhadap radiasi
partikel alfa atau beta.

Unsur paling ringan adalah hidrogen dan helium. Hidrogen dipercaya sebagai unsur yang ada
pertama kali di jagad raya setelah terjadinya Big Bang. Seluruh unsur-unsur berat secara alami
terbentuk (baik secara alami ataupun buatan) melalui berbagai metode nukleosintesis. Hingga
tahun 2005, dikenal 118 unsur yang diketahui, 93 unsur diantaranya terdapat di alam, dan 23
unsur merupakan unsur buatan. Unsur buatan pertama kali diduga adalah teknetium pada tahun
1937. Seluruh unsur buatan merupakan radioaktif dengan waktu paruh yang pendek, sehingga
atom-atom tersebut yang terbentuk secara alami sepertinya telah terurai.

Daftar unsur dapat dinyatakan berdasarkan nama, simbol, atau nomor atom. Dalam tabel
periodik, disajikan pula pengelompokan unsur-unsur yang memiliki sifat-sifat kimia yang sama.

[sunting] Tata nama

Penamaan unsur telah jauh sebelum adanya teori atom suatu zat, meski pada waktu itu belum
diketahui mana yang merupakan unsur, dan mana yang merupakan senyawa. Ketika teori atom
berkembang, nama-nama unsur yang telah digunakan pada masa lampau tetap dipakai. Misalnya,
unsur "cuprum" dalam Bahasa Inggris dikenal dengan copper, dan dalam Bahasa Indonesia
dikenal dengan istilah tembaga. Contoh lain, dalam Bahasa Jerman "Wasserstoff" berarti
"hidrogen", dan "Sauerstoff" berarti "oksigen".

Nama resmi dari unsur kimia ditentukan oleh organisasi IUPAC. Menurut IUPAC, nama unsur
tidak diawali dengan huruf kapital, kecuali berada di awal kalimat. Dalam paruh akhir abad ke-
20, banyak laboratorium mampu menciptakan unsur baru yang memiliki tingkat peluruhan cukup
tinggi untuk dijual atau disimpan. Nama-nama unsur baru ini ditetapkan pula oleh IUPAC, dan
umumnya mengadopsi nama yang dipilih oleh penemu unsur tersebut. Hal ini dapat
menimbulkan kontroversi grup riset mana yang asli menemukan unsur tersebut, dan penundaan
penamaan unsur dalam waktu yang lama (lihat kontroversi penamaan unsur).

[sunting] Lambang kimia

Sebelum kimia menjadi bidang ilmu, ahli alkemi telah menentukan simbol-simbol baik untuk
logam maupun senyawa umum lainnya. Mereka menggunakan singkatan dalam diagram atau
prosedur; dan tanpa konsep mengenai suatu atom bergabung untuk membentuk molekul. Dengan
perkembangan teori zat, John Dalton memperkenalkan simbol-simbol yang lebih sederhana,
didasarkan oleh lingkaran, yang digunakan untuk menggambarkan molekul.

Sistem yang saat ini digunakan diperkenalkan oleh Berzelius. Dalam sistem tipografi tersebut,
simbol kimia yang digunakan adalah singkatan dari nama Latin (karena waktu itu Bahasa Latin
merupakan bahasa sains); misalnya Fe adalah simbol untuk unsur ferrum (besi), Cu adalah
simbol untuk unsur Cuprum (tembaga), Hg adalah simbol untuk unsur hydrargyrum (raksa), dan
sebagainya.

Simbol kimia digunakan secara internasional, meski nama-nama unsur diterjemahkan


antarbahasa. Huruf pertama simbol kimia ditulis dalam huruf kapital, sedangkan huruf
selanjutnya (jika ada) ditulis dalam huruf kecil.

[sunting] Simbol non-unsur

Non unsur, khususnya dalam kimia organik dan organometalik, seringkali menggunakan simbol
yang terinspirasi oleh simbol-simbol unsur kimia. Berikut adalah contohnya:

Cy - sikloheksil; Ph - fenil; Bz - benzoil; Bn - benzil; Cp - Siklopentadiena; Pr - propil; Me -


metil; Et - etil; Tf - triflat; Ts - tosil; Hb - hemoglobin.

[sunting] Kelimpahan
Unsur Ppm (w/w)

Hidrogen 739,000

Helium 240,000

Oksigen 10,400

Karbon 4,600

Neon 1,340

Besi 1,090

Nitrogen 960

Silikon 650

Magnesium 580

Sulfur 440

Kalium 210

Nikel 100

Senyawa kimia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

(Dialihkan dari Senyawa)

Belum Diperiksa

Langsung ke: navigasi, cari

Senyawa kimia adalah Zat tunggal yang terbentuk dari beberapa unsur dengan melalui reaksi
kimia dan senyawa tersebut juga dapat diuraikan lagi menjadi unsur-unsur pembentuknya
dengan reaksi kimia tersebut. Contohnya, dihidrogen monoksida (air, H2O) adalah sebuah
senyawa yang terdiri dari dua atom hidrogen untuk setiap atom oksigen.

Umumnya, rasio tetap ini harus tetap karena sifat fisikanya, bukan rasio yang dipilih manusia.
Oleh karena itu, material seperti kuningan, superkonduktor YBCO, semikonduktor "aluminium
galium arsenida", atau coklat dianggap sebagai campuran atau aloy, bukan senyawa.

Ciri-ciri yang membedakan senyawa adalah dia memiliki rumus kimia. Rumus kimia
memberikan rasio atom dalam zat, dan jumlah atom dalam molekul tunggalnya (oleh karena itu
rumus kimia etena adalah C2H4 dan bukan CH2. Rumus kimia tidak menyebutkan apakah
senyawa tersebut terdiri atas molekul; contohnya, natrium klorida (garam dapur, NaCl adalah
senyawa ionik.

Senyawa dapat wujud dalam beberapa fase. Kebanyakan senyawa dapat berupa zat padat.
Senyawa molekuler dapat juga berupa cairan atau gas. Semua senyawa akan terurai menjadi
senyawa yang lebih kecil atau atom individual bila dipanaskan sampai suhu tertentu (yang
disebut suhu penguraian).

Setiap senyawa kimia yang telah dijelaskan dalam literatur memiliki nomor pengenal yang unik,
yaitu nomor CAS.

[sunting] Jenis senyawa

 asam
 basa
 senyawa ionik
 garam
 oksida
 senyawa organik

 Kimia analitik adalah cabang ilmu kimia yang berfokus pada analisis cuplikan material
untuk mengetahui komposisi, struktur, dan fungsi kimiawinya. Secara tradisional, kimia
analitik dibagi menjadi dua jenis, kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan
untuk mengetahui keberadaan suatu unsur atau senyawa kimia, baik organik maupun
inorganik, sedangkan analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui jumlah suatu unsur
atau senyawa dalam suatu cuplikan.
 Kimia analitik modern dikategorisasikan melalui dua pendekatan, target dan metode.
Berdasarkan targetnya, kimia analitik dapat dibagi menjadi kimia bioanalitik, analisis
material, analisis kimia, analisis lingkungan, dan forensik. Berdasarkan metodenya, kimia
analitik dapat dibagi menjadi spektroskopi, spektrometri massa, kromatografi dan
elektroforesis, kristalografi, mikroskopi, dan elektrokimia.

 Meskipun kimia analitik modern didominasi oleh instrumen-instrumen canggih, akar dari
kimia analitik dan beberapa prinsip yang digunakan dalam kimia analitik modern berasal
dari teknik analisis tradisional yang masih dipakai hingga sekarang. Contohnya adalah
titrasi dan gravimetri.

Anda mungkin juga menyukai