Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

DHF (DENGUE HEMORRHAGIC FEVER)

Disusun Oleh:
RISMALA PRAMUDITHA
078STYJ19

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG PROFESI
MATARAM
2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT yang telah memberikan
nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga sampai sekarang kita bisa beraktivitas
dalam rangka beribadah kepada-Nya dengan salah satu cara menuntut ilmu.
Shalawat serta salam tidak lupa penulis senandungkan kepada tauladan semua
umat Nabi Muhammad SAW, yang telah menyampaikan ilmu pengetahuan
melalui Al-Qur’an dan Sunnah, serta semoga kesejahteraan tetap tercurahkan
kepada keluarga beliau, para sahabat-sahabatnya dan kaum muslimin yang tetap
berpegang teguh kepada agama Islam.
Penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada Dosen Pembimbing
Akademik Ibu Bq. Nurul Hidayati, Ners., M.Kep. yang telah memberikan
bimbingan dan masukan sehingga Makalah “Laporan Pendahuluan DHF
(Dengue Hemorrhagic Fever)” ini dapat tersusun sesuai dengan waktu yang telah
di tentukan. Semoga amal baik yang beliau berikan akan mendapat balasan yang
setimpal dari Allah S.W.T.
Akhir kata semoga Makalah ini senantiasa bermanfaat pada semua pihak
untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Mataram, 1 April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................1
C. Tujuan......................................................................................................2
BAB II KONSEP TEORI
A. Pengertian..............................................................................................3
B. Etiologi...................................................................................................3
C. Derajat DHF...........................................................................................4
D. Manifestasi Klinis..................................................................................4
E. Patofisiologi...........................................................................................5
F. Pathway..................................................................................................9
G. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................10
H. Komplikasi...........................................................................................11
I. Penatalaksanaan...................................................................................11
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian............................................................................................14
B. Diagnosa Keperawatan.........................................................................17
C. Intervensi Keperawatan........................................................................17
D. Implementasi Keperawatan..................................................................24
E. Evaluasi................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit arboviral dengan
tingkat morbiditas dan mortalitas yang meningkat secara signifikan pada
daerah tropis dan sub tropis di seluruh dunia. Insiden DBD telah meningkat 30
kali lipat serta mengalami ekspansi geografis ke negara-negara baru serta dari
perkotaan ke pedesaan. Sekitar 2,5 miliar orang atau lebih dari 40% populasi
dunia saat ini menghadapi risiko DBD. World Health Organization (WHO)
melaporkan ada 50 juta sampai 100 juta kejadian infeksi dengue di seluruh
dunia setiap tahun (WHO, 2013).
Awalnya penyakit DBD hanya terjadi pada sembilan negara dan menjadi
epidemi pada tahun 1970. Akan tetapi saat ini DBD menjadi endemik di lebih
dari 100 negara di Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan
Pasifik Barat. Amerika, Asia Tenggara dan daerah Pasifik Barat merupakan
wilayah yang terkena dampak DBD paling serius. Kasus DBD di seluruh
Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat telah melampaui 1,2 juta kasus pada
tahun 2008 dan lebih dari 2,3 juta pada tahun 2010. Baru-baru ini jumlah kasus
yang dilaporkan terus meningkat. Pada tahun 2010, Amerika saja melaporkan
1,6 juta kasus demam berdarah dan 49.000 kasus diantaranya merupakan DBD
berat (WHO, 2013). Oleh karena itu, penulis tertarik membuat laporan
pendahuluan mengenai DHF.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari DHF?
2. Apakah Etiologi dari DHF?
3. Bagaimanakah Derajat dari DHF?
4. Apakah Manifestasi Klinis dari DHF?
5. Bagaimanakah Patofisiologi dari DHF?
6. Bagaimanakah Pathway dari DHF?
7. Bagaimanakah Pemeriksaan Penunjang dari DHF?

1
8. Apakah Komplikasi dari DHF?
9. Bagaimanakah Penatalaksanan dari DHF?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat memahami tentang konsep penyakit dan konsep
asuhan keperawatan pada pasien dengan DHF (Dengue Haemorragik
Fever).
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tentang pengertian DHF.
b. Mengetahui tentang etiologi DHF.
c. Mengetahui tentang derajat DHF.
d. Mengetahui tentang manifestasi klinis DHF.
e. Mengetahui tentang patofisiologi DHF.
f. Mengetahui tentang pathway DHF.
g. Mengetahui tentang pemeriksaan Penunjang DHF.
h. Mengetahui tentang komplikasi DHF.
i. Mengetahui tentang penatalaksanan DHF.
j.

2
BAB II
KONSEP TEORI

A. Definisi
DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) adalah penyakit yang terdapat pada
anak-anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi
yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama dan apabila timbul rejatan
(flek) angka kematian akan cukup tinggi (Junadi, 1992 dalam Ridha, 2014).
DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) merupakan suatu penyakit infeksi
yang disebabkan virus dengue dan termasuk golongan Abovirus (arthropod –
borne virus) yang disebarkan oleh nyamuk Aedes Aegepty dan Aedes
Albopictus yang disebarkan secara cepat (Marni, 2016).

B. Etiologi
Penyebab penyakit DBD adalah virus dengue. Virus dengue ini terutama
ditularkan melaui vektor nyamuk Aesdes aegypti. Jenis nyamuk ini terdapat
hampir diseluruh Indonesia kecuali ketinggian lebih dari 1000 m diatas
permukaan laut. Di Indonesia, virus tersebut sampai saat ini telah diisolasi
menjadi 4 serotipe virus dengue yang termasuk dalam grup B dari arthropedi
borne viruses (Arboviruses), yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. DEN-
3 merupakan penyebab terbanyak di Indonesia. Infeksi salah satu serotipe
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan, tetapi
tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain (Nursalam dkk, 2008).

3
C. Derajat DHF
Tabel 1 Derajat DHF
Kelas Gejala Laboratorium
Sakit kepala, nyeri retro-orbital,
I (DEN 1) mialgia, arthralgia ditambah tes
tourniquet positif
Tanda-tanda di atas ditambah
II (DEN 2) Trombositopenia ≤
perdarahan spontan
100.000 / uL, hematokrit
Tanda-tanda di atas ditambah
meningkat ≥ 20%
III (DEN 3) kegagalan sirkulasi (nadi lemah,
hipotensi, gelisah)
Tanda di atas dengan tekanan
IV (DEN 4)
darah dan nadi tidak terdeteksi)
(Sumber: Ridha, 2014)

D. Manifestasi Klinis
Gejala klinis untuk diagnosis DBD menurut patokan WHO, 1995
(Ngastiyah, 2005):
1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari (tanpa sebab
jelas).
2. Manifestasi perdarahan, paling tidak terdapat uji torniquet positif dan
adanya salah satu bentuk perdarahan yang lain misalnya petekie, ekimosis,
epitaksis, perdarahan gusi, melena, atau hematemesis.
3. Pembesaran hati (sudah dapat diraba sejak permulaan sakit).
4. Syok yang ditandai nadi lemah, cepat, disertai tekanan darah yang
menurun (menjadi 20mmHg atau kurang), tekanan darah menurun
(tekanan sistolik menurun sampai 80mmHg atau kurang) disertai kulit
yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki,
pasien menjadi gelisah, timbul sianosis di sekitar mulut.
Demam berdarah dengue ditandai oleh demam mendadak tanpa sebab
yang jelas disertai gejala lain seperti lemah, nafsu makan berkurang, muntah,
nyeri pada anggota badan, punggung, sendi, kepala, dan perut. Gejala-gejala
tersebut menyerupai influenza biasa. Pada hari kedua atau ketiga demam
muncul berupa perdarahan yang beraneka ragam dimulai dari yang paling
ringan berupa perdarahan dibawah kulit (peteki/ekimosis), perdarahan gusi,

4
epistaksis, sampai perdarahan yang hebat berupa muntah darah akibat
perdarahan lambung, melena dan juga hematuria masif (Ngastiyah, 2005)

E. Patofisiologi
Virus dengue yang pertama kali masuk ke dalam tubuh manusia melalui
gigitan nyamuk aedes dan menginfeksi pertama kali memberi gejala DF.
Pasien akan mengalami gejala viremia seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri
otot, pegal seluruh badan, hyperemia ditenggorok, timbulnya ruam dan
kelainan yang mungkin terjadi pada RES seperti pembesaran kelenjer getah
bening, hati, dan limfa. Ada beberapa fase yang ketika mulai dari masuknya
virus dalam tubuh menurut Mansjoer, dkk. (2000) yaitu sebagai
berikut.
1. Fase demam
Pasien biasanya mengalami demam tinggi yang tiba-tiba. Fase demam
akut biasanya berlangsung 2-7 hari dan sering disertai dengan kemerahan
pada wajah, eritema kulit, sakit badan, mialgia, arthralgia dan sakit kepala.
Beberapa pasien mungkin memiliki sakit tenggorokan faring, noreksia, mual
dan muntah. Hal tersebut bisa sulit untuk membedakan secara klinis dari
demam berdarah nondengue penyakit pada fase awal demam. Tes tourniquet
positif dalam fase ini meningkatkan probabilitas dengue. Selain itu, fitur
klinis tidak dapat dibedakan antara kasus demam berdarah parah dan tidak
parah. Oleh karena itu pemantauan untuk peringatan tanda-tanda dan
parameter klinis lainnya adalah penting untuk mengenali perkembangan ke
fase kritis. Mild manifestasi perdarahan seperti membran petechiae dan
perdarahan mukosa (mis. hidung dan gusi). Massive pendarahan vagina
(pada wanita usia subur) dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi
selama tahap ini tetapi tidak umum terjadi. Hepar sering membesar setelah
beberapa hari demam. Kelainan paling awal dalam jumlah darah lengkap
adalah penurunan progresif dalam sel putih yang harus waspada dokter
untuk kemungkinan demam berdarah tinggi.
2. Fase Kritis

5
Terjadi pada saat penurunan suhu badan sampai normal. Saat suhu
turun menjadi 37,5-38oC atau kurang dan tetap di bawah tingkat ini,
biasanya pada hari 3-7 penyakit terjadi peningkatan kapiler permeabilitas
secara paralel dengan tingkat hematokrit meningkat yang menandai awal
fase kritis. Periode kebocoran plasma klinis signifikan biasanya berlangsung
24-48 jam. leukopenia Progresif diikuti dengan penurunan cepat dalam
jumlah trombosit biasanya mendahului kebocoran plasma. Pada titik pasien
tanpa peningkatan permeabilitas kapiler akan membaik, sementara dengan
peningkatan permeabilitas kapiler dapat menjadi lebih buruk sebagai Hasil
volume plasma yang hilang. Tingkat kebocoran plasma bervariasi.
Efusi pleura dan asites mungkin secara klinis terdeteksi tergantung
pada derajat kebocoran plasma dan volume terapi cairan. Oleh karena itu
dada x-ray dan USG perut bisa bermanfaat alat untuk diagnosis. Tingkat
kenaikan atas dasar hematokrit sering mencerminkan tingkat keparahan
kebocoran plasma.
Shock terjadi ketika volume kritis plasma hilang melalui kebocoran.
Hal ini sering didahului oleh tanda-tanda awal. Suhu tubuh dapat di bawah
normal saat shock terjadi. Dengan shock yang berkepanjangan, hasil organ
konsekuensi hipoperfusi di progresif organ penurunan, asidosis metabolik
dan koagulasi intravascular disebarluaskan. Ini pada gilirannya
menyebabkan perdarahan parah menyebabkan hematokrit turun dan
menjadi shock berat. Leukopenia biasanya terlihat selama fase demam
berdarah, total jumlah sel darah putih dapat meningkat pada pasien dengan
pendarahan hebat.
3. Fase Pemulihan
Jika pasien bertahan pada fase kritis 24-48 jam, reabsorpsi bertahap
kompartemen cairan ekstravaskuler terjadi dalam 48-72 jam berikutnya.
Pada umumnya pasien kembali mempunyai nafsu makan, gejala
gastrointestinal mereda, status hemodinamik stabil dan diuresis terjadi
kemudian. Beberapa pasien mungkin memiliki ruam. Beberapa mungkin
mengalami pruritus umum. Bradikardi dan perubahan elektrokardiografi
biasa terjadi selama tahap ini.

6
Hematokrit yang stabil atau mungkin lebih rendah karena efek
pengenceran yang diserap cairan. Jumlah sel darah putih biasanya mulai
naik segera setelah penurunan suhu badan sampai yang normal tetapi
pemulihan jumlah trombosit biasanya lebih dari itu dari jumlah sel darah
putih. Distress pernapasan dari efusi pleura masif dan ascites akan terjadi
pada setiap saat jika cairan intravena yang berlebihan telah diberikan.
Selama kritis dan / atau pemulihan fase, terapi cairan yang berlebihan
berhubungan dengan edema paru atau kongestif gagal jantung.
Virus dengue yang telah masuk ke tubuh penderita akan menimbulkan
viremia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan komplement sehingga
terjadi komplek imun Antibodi – virus. Pengaktifan tersebut akan
membentuk dan melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin,
Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi
termoregulasi instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi
Na+ dan air sehingga terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan
peningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah menyebabkan
kebocoran plasma..
Adanya komplek imun antibodi – virus juga menimbulkan Agregasi
trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit, trombositopeni,
coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan perdarahan berlebihan yang
jika berlanjut terjadi shock dan jika shock tidak teratasi terjadi Hipoxia
jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis metabolik juga
disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya tejadi perlemahan
sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi
terjadi hipoxia jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya
dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel
manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat
tergantung pada daya tahan tubuh manusia sebagai reaksi terhadap infeksi
dan terjadi: 1) aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat
anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga
terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2)

7
agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan
menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi
mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang dan (3) kerusakan sel
endotel pembuluh darah akan merangsang atau mengaktivasi faktor
pembekuan. Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1) peningkatan
permiabilitas kapiler; (2) kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh
vaskulopati; trombositopenia; dan kuagulopati.

8
F. Pathway Virus Dengue

Viremia

Sistem imun/ autoimun Depresi sum- Permeabilitas Hepatomegali


sum tulang kapiler
Pelepasan
mediator- Mendesak
mediator Leukopenia Trombositopenia lambung
kimia

Melepas zat pirogen dan endogen Manifestasi Anoreksia dan


Menekan perdarahan muntah
ujung ujung
saraf bebas
Nafsu makan
Kehilangan Rejatan
Merangsang pusat pengatur suhu menurun
plasma hipovolemi
Sakit pada hipotensi
otot/sendi Intake nutrisi
kurang
Asidosis
Demam metabolik
Nyeri Akut
Risiko Syok Nutrisi kurang
hipovolemia dari kebutuhan
Hipertermi Peningkatan tubuh
nadi metabolik
Syok
Penguapan
berlebihan
Lemah
Kematian

Haus
Bedrest
Kurang
terpajan
Dehidrasi informasi
Intoleransi
aktivitas
Resti kekurangan Kurang
volume cairan Pengetahuan

Gambar 1 Pathway
Sumber: Ngastiyah (2005), Djunaedi (2006)

9
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin yang dilakukan untuk menapis pasien tersangka
DBD adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah
trombosit dan apusan darah tepi.
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :
a. Leukosit : dapat normal atau turun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit
plasma biru >15% dari jumlah total leukosit yang ada pada fase syok
akan meningkat.
b. Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia hari ke 3-8.
c. Hematokrit : Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan hematokrit > 20% dari hematokrit awal, umumnya di
temukan pada hari ke-3 demam
d. Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer,
atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan
pembekuan darah.
e. Protein/ albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma
f. SGOT/SGPT: dapat meningkat.
g. Ureum kreatinin : bila didapatkan gangguan ginjal
h. Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
i. Golongan darah dan cross match: bila akan diberikan transfuse darah
atau komponen darah.
j. Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
2. Radiologi
Pada foto dada terdapat efusi pleura, terutama pada
hemitoraks kanan tetapi bila terjadi perembesan plasma
hebat, efusi pleura ditemui di kedua hemitoraks.
Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi
lateral.

10
H. Komplikasi
Menurut Widagdo (2012) komplikasi DBD adalah sebagai berikut :
a. Gagal ginjal.
b. Efusi pleura.
c. Hepatomegali.
d. Gagal jantung

I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Pada dasarnya pengobatan pasien DBD bersifat simtomatis dan
suportif. Pengobatan terhadap virus ini sampai sekarang bersifat menunjang
agar pasien dapat bertahan hidup. Obat yang tepat belum ditemukan.
Pengobatan yang diberikan biasanya bersifat penurun demam dan
menghilangkan rasa sakit pada otot-otot atau sendi seperti paracetamol atau
novalgin selain harus istirahat mutlak dan banyak minum. Jika suhu tinggi
di kompres dingin secara intensif. Pasien yang diduga menderita demam
berdarah dengue harus dirawat di rumah sakit karena memerlukan
pengawasan terhadap kemungkinan terjadi syok atau perdarahan yang dapat
mengancam keselamatan jiwa pasien (Ngastiyah, 2005).
Penatalaksanaan untuk klien dengan DBD adalah penanganan pada
derajat I hingga derajat IV (Hidayat, 2008).
Derajat I dan II
a. Pemberian cairan yang cukup dengan infus ringer laktat (RL) dengan
dosis 75 ml/kgBB/hari untuk anak dengan berat badan kurang dari 10kg
atau bersama diberikan oralit, air, buah, atau susu secukupnya, atau
pemberian cairan dalam waktu 24 jam antara lain sebagai berikut :
1) 100ml/kgBB/24 jam untuk anak dengan BB < 25kg.
2) 75 ml/kgBB/24 jam untuk anak dengan BB < 26-30kg.
3) 60 ml/kgBB/24 jam untuk anak dengan BB < 31-40kg.
4) 50 ml/kgBB/24 jam untuk anak dengan BB < 41-50kg.

11
b. Pemberian antibiotik apabila adanya infeksi sekunder.
c. Pemberian antipiretik untuk menurunkan panas.
d. Apabila ada perdarahan hebat maka berikan darah 15cc/kgBB/hari.
Derajat III
a. Pemberian cairan yang cukup dengan infus RL dengan dosi
20ml/kgBb/jam,apabila ada perbaikan lanjutkan pemberian RL 10 ml/
kgBB/jam, jika nadi dan tensi stabil lanjutkan jumlah cairan berdasarkan
kebutuhan dalam waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk
dengan perhitungan sebagai berikut :
1) 100ml/kgBB/24 jam untuk anak dengan BB < 25kg.
2) 75 ml/kgBB/24 jam untuk anak dengan BB < 26-30kg.
3) 60 ml/kgBB/24 jam untuk anak dengan BB < 31-40kg.
b. Pemberian plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainya)
sebanyak 10 ml/ kgBB/jam dapat diulang maksimal 30 ml/kgBb dalam
24 jam, apabila setelah satu jam pemakaian RL 20 ml/kgBB/jam
keadaan takanan darah kurang dari 80 mmHg dan nadi lemah, maka
berikan cairan yang cukup berupa infus RL dengan dosis 20 ml/kgBB/,
jika baik lanjutkan RL sebagaimana perhitungan di atas.
c. Apabila 1 jam pemberian RL 10 ml/kgBb/jam keadaan tensi masih
menurun dan dibawah 80mmHg, maka penderita harus mendapatkan
plasma ekspander sebanyak 10 ml/kgBB/jam diulang maksimal 30
ml/kgBB/24 jam. Bila baik,lanjutkan cairan RL sebagaimana
perhitungan di atas.
Derajat IV
a. Pemberian cairan cukup dengan infus RL dosis 30 ml/kgBB/jam,
apabila keadaan tekanan darah baik, lanjutkan RL sebanyak 10
ml/kgBb/jam, sebagaimana perhitungan di atas.
b. Apabila keadaan tensi memburuk maka harus dipasang dua saluran
infus dengan tujuan satu untuk RL 10 ml/kgBb/1jam dan satunya
pemberian plasma ekspander (dextran L) sebanyak 20 ml/kgBb/jam
selama 1 jam, jika membaik lanjutkan RL sebagaimana perhitungan
diatas.

12
c. Apabila keadaan masih juga buruk, maka berikan plasma ekspander 20
ml/kgBb/jam, jika membaik lanjutkan Rl sesusai perhitungan di atas.
d. Apabila masih tetap buruk, maka berikan plasma ekspander 10 ml/
kgBB/jam diulangi maksimum 30 ml/ kgBB/24 jam, jika membaik,
berikan RL sebagaimana perhitungan di atas.
e. Jika setelah dua jam pemberian plasma dan RL tidak menunjukkan
perbaikan, maka konsultasikan ke bagian anastesi untuk perlu tidaknya
dipasang Central Vascular Pressure (CVP).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Pengawasan tanda vital (nadi, tekanan darah, suhu, pernafasan) perlu
dilakukan secara kontinue, bila perlu setiap jam dan harus ada catatan yang
diisi setiap melakukan observasi pasien. Pemeriksaan Hematokritt,
Hemoglobin dan trombosit sesuai permintaan dokter biasanya setiap 4 jam
dan harus dicatat hasilnya secara rapi karena pasien DBD memerlukan
pemantauan yang terus menerus sampai akhir. Perhatian apakah pasien ada
kencing/tidak. Bila dijumpai kelainan-kelainan tersebut segera hubungi
dokter (Ngastiyah, 2005).

13
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, no.
rekam medis, diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Demam tinggi dan mendadak, perdarahan (petekie, ekimosis, purpura
pada ekstremitas atas, dada, epistaksis, perdarahan gusi), kadang-kadang
disertai kejang dan penurunan kesadaran.
3. Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Badan panas, suhu tubuh tinggi secara mendadak dalam waktu 2 – 7 hari,
terdapat bintik merah pada ekstremitas dan dada, selaput mukosa mulut
kering, epistaksis, gusi berdarah, pembesaran hepar, kadang disertai
kejang dan penurunan kesadaran.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pernah menderita DHF, malnutrisi.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada keluarga yang terserang DHF.
d. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Apakah lingkungan tempat tinggal sedang terserang wabah DHF.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum dan Tanda – Tanda Vital
Adanya penurunan kesadaran, kejang dan kelemahan; suhu tubuh tinggi;
nadi cepat, lemah, kecil sampai tidak teraba; sesak nafas; tekanan darah
menurun (sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang).

14
b. Sistem Tubuh
1) Pernapasan
Anamnesa : Pada derajat 1 dan 2 awal jarang terdapat gangguan pada
sistem pernapasan kecuali bila pada derajat 3 dan 4 sering disertai
keluhan sesak napas sehingga memerlukan pemasangan oksigen.
Pemeriksaan fisik : Pada derajat 1 dan 2 kadang terdapat batuk dan
pharingitis karena demam yang tinggi, terdapat suara napas tambahan
(ronchi; wheezing), pada derajat 3 dan 4 napas dangkal dan cepat
disertai penurunan kesadaran.
2) Kardiovaskuler
Anamnesa : Pada derajat 1dan 2 keluhan mendadak demam tinggi 2 –
7 hari, mengeluh badan terasa lemah, pusing, mual, muntah; derajat 3
dan 4 orang tua / keluarga melaporkan pasien mengalami penurunan
kesadaran, gelisah dan kejang.
Pemeriksaan fisik : Derajat 1 Uji torniquet positif, merupakan
satusatunya manifestasi perdarahan. Derajat 2 terdapat petekie,
purpura, ekimosis, dan perdarahan konjungtiva. Derajat 3 kulit dingin
pada daerah akral, nadi cepat, hipotensi, sakit kepala, menurunnya
volume plasma, meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah,
trombositopenia dan diatesis hemorragic. Derajat 4 shock, nadi tidak
teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
3) Persarafan
Anamnesa : Pada derajat 1 dan 2 pasien gelisah, cengeng dan rewel
karena demam tinggi dan pada derajat 3 dan 4 terjadi penurunan
tingkat kesadaran.
Pemeriksaan fisik : Pada derajat 1 dan 2 konjungtiva mengalami
perdarahan, dan pada derajat 3 dan 4 terjadi penurunan tingkat
kesadaran, gelisah, GCS menurun, pupil miosis atau midriasis, reflek
fisiologis atau patologis sering terjadi.
4) Perkemihan – Eliminasi Urinaria
Anamnesa : Derajat 3 dan 4 kencing sedikit bahkan tidak ada kencing.

15
Pemeriksaan fisik : Produksi urin menurun (oliguria sampai anuria),
warna berubah pekat dan berwarna coklat tua pada derajat 3 dan 4.
5) Pencernaan – Eliminasi Fekal
Anamnesa : Pada derajat 1 dan 2 mual dan muntah / tidak ada nafsu
makan, haus, sakit menelan, derajat 3 nyeri tekan ulu hati, konstipasi.
Pemeriksaan fisik : Derajat 1 dan 2 mukosa mulut kering, hiperemia
tenggorokan, derajat 3 dan 4 terdapat pembesaran hati dan nyeri
tekan, sakit menelan, pembesaran limfe, nyeri tekan epigastrium,
hematemisis dan melena.
6) Muskuloskeletal
Anamnesa : pada derajat 1 dan 2 pasien mengeluh nyeri otot,
persendian dan punggung, pegal seluruh tubuh, mengeluh wajah
memerah, pada derajat 3 dan 4 terdapat kekakuan otot / kelemahan
otot dan tulang akibat kejang atau tirah baring lama.
Pemeriksaan fisik : Pada derajat 1 dan 2 Nyeri pada sendi, otot,
punggung dan kepala; kulit terasa panas, wajah tampak merah dapat
disertai tanda kesakitan, sedangkan derajat 3 dan 4 pasien mengalami
parese atau kekakuan bahkan kelumpuhan.
5. Data Penunjang
a. Hematokrit normal : PCV/ Hm= 3 X Hb sampai meningkat
>20 %.
b. Trombositopenia, kurang dari 100.000/mm3.
c. Masa perdarahan dan protombin memanjang.
d. Ig G dengue positif.
e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan
hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia.
f. Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, neutropenia,
aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan basofil.
g. SGOT / SGPT mungkin meningkat.
h. Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
i. Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.

16
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (DHF), viremia, nyeri otot
dan sendi.
3. Ketidakseimbangan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan : mual, muntah,
anoreksia.
4. Risiko / aktual kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah.
5. Risiko syok berhubungan dengan hipovolemia.
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit.

17
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan
Intervensi Rasional
Keperawatan kriteria hasil
Hipertermia Setelah dilakukan Mandiri :
berhubungan tindakan keperawatan 1. Monitor suhu klien. 1. Pola demam dapat membantu dalam
dengan proses selama 2 x 24 jam diagnosis; kurva demam lanjut lebih
penyakit (viremia). diharapkan panas tubuh dari 4 hari menunjukan infeksi yang
klien turun dengan lain.
kriteria hasil (NOC) 2. Anjurkan pasien untuk banyak 2. Peningkatan suhu tubuh
pasien akan: minum (lebih kurang 2,5 liter/ 24 Mengakibatkan penguapan tubuh
3. Mendemons jam). meningkat sehingga perlu diimbangi
trasikan suhu dalam dengan asupan cairan yang banyak.
batas normal, bebas 3. Berikan kompres hangat. 3. Dengan vasodilatasi dapat
dari kedinginan. meningkatkan penguapan yang
4. Tidak mempercepat penurunan suhu tubuh.
mengalami komplikasi 4. Anjurkan untuk tidak memakai 4. Pakaian tipis membantu mengurangi
yang berhubungan. selimut dan pakaian yang tebal. penguapan tubuh.
Kolaborasi :
5. Berikan terapi cairan intravena dan 5. Pemberian cairan sangat penting bagi
obat-obatan sesuai program dokter. pasien dengan suhu tinggi.
6. Berikan antipiretik. 6. Digunakan untuk mengurangi demam
dengan aksi sentralnya pada
hipotalamus.
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
berhubungan keperawatan selama 2 x 24 1. Kaji tingkat nyeri yang dialami 1. Untuk mengetahui berapa berat nyeri
dengan agen jam diharapkan nyeri pasien. yang dialami klien.
injuri fisik menghilang kriteria 2. Berikan posisi yang nyaman, 2. Posisi nyaman dan lingkungan tenang
(DHF), viremia, evaluasi (NOC) : usahakan situasi ruangan yang mengurangi rasa nyeri.

18
nyeri otot dan Pasien akan : tenang.
sendi. A. Men 3. Berikan tindakan kenyamanan seperti 3. Menurunkan tegangan otot,
gatakan nyeri hilang perubahan posisi dan dorong meningkatkan istirahat dan relaksasi,
atau terkontrol. penggunaan tehnik relaksasi, seperti memusatkan perhatian, dapat
B. Men imajinasi, visualisasi, latihan napas meningkatkan kontrol dan
unjukan relaksasi, dalam. kemampuan koping.
dapat tidur atau 4. Berikan kesempatan pada anak untuk 4. Dapat menguragi ansietas dan rasa
istirahat. berkomunikasi dengan teman- takut, sehingga mengurangi persepsi
C. Men temannya atau orang terdekat. akan intensitas rasa sakit.
unjukan perilaku Kolaborasi
mengurangi nyeri. 5. Berikan obat-obat analgetik. 5. Analgetik dapat menekan atau
mengurangi nyeri pasien.

Ketidakseimba Setelah dilakukan tindakan Mandiri :


ngan nutrisi : keperawatan selama 2 x 24 1. Kaji keluhan mual, sakit menelan, 1. Untuk menetapkan cara mengatasinya.
Kurang dari jam diharapkan kebutuhan dan muntah yang dialami pasien
kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan 2. Berikan makanan yang mudah ditelan 2. Membantu mengurangi kelelahan
tubuh Kriteria evaluasi (NOC) seperti bubur. pasien dan meningkatkan asupan
berhubungan Pasien akan : makanan.
dengan - Mempertahankan 3. Berikan makanan dalam porsi kecil 3. Untuk menghindari mual.
ketidakmampu berat badan dan dan frekuensi sering.
an untuk keseimbangan 4. Catat jumlah / porsi makanan yang 4. Untuk mengetahui pemenuhan
mencerna nitrogen positif. dihabiskan oleh pasien setiap hari. kebutuhan nutrisi.
makanan : - Menunjukkan perilaku Kolaborasi:
mual, untuk meningkatkan/ 5. Berikan obat-obatan antiemetik sesuai 5. Antiemetik membantu pasien
muntah, mempertahankan program dokter. mengurangi rasa mual dan muntah dan

19
anoreksia. berat badan yang meningkatkan toleransi pada makanan.
sesuai. 6. Kolaborasi: pemberian Antasida, 6. Kerja pada asam gaster, dapat
contoh Mylanta. menurunkan iritasi/ risiko perdarahan
7. Vitamin, contoh B komplek, C, 7. Memperbaiki kekurangan dan
tambahan diet lain sesuai indikasi. membantu proses penyembuhan.

Kekurangan Setelah dilakukan Mandiri :


volume cairan tindakan keperawatan 1. Kaji keadaan umum pasien (lemah, 1. Menetapkan data dasar pasien untuk
berhubungan selama 2 x 24 jam pucat, takikardi) serta tanda-tanda mengetahui penyimpangan dari
dengan diharapkan volume vital. keadaan normal.
peningkatan cairan tubuh terpenuhi 2. Observasi tanda-tanda syok. 2. Agar dapat segera dilakukan tindakan
permeabilitas dengan kriteria evaluasi untuk menangani syok.
pembuluh (NOC) : 3. Anjurkan pasien untuk banyak 3. Asupan cairan sangat diperlukan
darah, Pasien akan : minum. untuk menambah volume cairan
perdarahan. Mempertahankan tubuh.
keseimbangan cairan 4. Catat intake dan output cairan. 4. Untuk mengetahui keseimbangan
dibuktikan oleh cairan.
kelembapan 5. Palpasi nadi perifer, capilary refill, 5. Kondisi yang berkontribusi dalam
membran mukosa, temperatur kulit, kaji kesadaran, tanda kekurangan cairan ekstraselular yang
turgor kulit baik, tanda perdarahan. dapat menyebabkan kolaps pada
vital stabil, dan secara sirkulasi/ syok.
individual 6. Monitor adanya nyeri dada tiba-tiba, 6. Hemokonsentrasi dan peningkatan
haluaran urine adekuat, dispnea, sianosis, kecemasan yang platelet agregrasi dapat
capilary refill cepat. meningkat, kurang istirahat. mengakibatkan pembentukan emboli
sistemik.
7. Kaji kemampuan menelan klien. 7. Kegagalan refleks menelan, anoreksia,

20
tidak nyaman dimulut, perubahan
tingkat kesadaran merupakan faktor
yang mempengaruhi kemampuan
klien untuk mengganti cairan oral.
Kolaborasi :
8. Berikan cairan intravena sesuai 8. Hipotonik solution (NaCl 0,45%)
program dokter : NaCl 0,45%, RL digunakan untuk memenuhi
solution. kebutuhan elektrolit.
9. Koloid: dextran, plasma/albumi, 9. Koreksi defisit konsentrasi protein
Hespan. plasma, meningkatkan tekanan
osmotik intravaskular, dan
memfasilitasi kembalinya cairan
kedalam kompartemen pembuluh
darah.
10. Tranfusi Whole blood / tranfusi PRC 10. Mengindikasikan hipovolemia yang
berhubungan dengan kehilangan darah
aktif.
11. Plasma beku segar (FFP). 11. Mungkin diperlukan untuk
menggantikan faktor pembekuan pada
adanya defek koagulasi.
12. Berikan sodium bicarbonat jika 12. Diberikan untuk koreksi asidosis berat
diindikasikan. saat koreksi keseimbangan cairan.
13. Berikan makanan melalui NGT 13. Penambahan penggantian cairan dan
termasuk cairan sesuai kebutuhan. nutrisi ketika terjadi gangguan
menelan.
14. Monitor nilai laboratorium : Hb, Ht, 14. Bergantung pada kehilangan cairan
Trombosit, elektrolit, koagulasi. vena, ketidakseimbangan elektrolit
memerlukan koreksi, peningkatan Ht,

21
penurunan trombosit meningkatkan
risiko perdarahan.
Risiko Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
terjadinya syok keperawatan selama 2 x 24 1. Monitor keadaan umum pasien. 1. Memantau kondisi pasien selama
berhubungan jam diharapkan klien terhindar masa perawatan terutama pada saat
dengan dari syok turun dengan terjadi perdarahan sehingga segera
hipovolemia. kriteria evaluasi : diketahui tanda syok dan dapat segera
Pasien akan : ditangani.
Menunjukkan membran 2. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 2. Tanda vital normal menandakan
mukosa / kulit lembab, sampai 3 jam. keadaan umum baik.
tanda vital stabil, 3. Monitor tanda perdarahan. 3. Perdarahan cepat diketahui dan dapat
haluaran urin adekuat, diatasi sehingga pasien tidak sampai
nadi perifer normal syok hipovolemik.
4. Palpasi nadi perifer; capilary refill, 4. Kondisi yang berkontribusi dalam
temperatur kulit, kaji kesadaran. kekurangan cairan ekstraselular yang
dapat menyebabkan kolaps pada
sirkulasi/ syok.
5. Lapor dokter bila terdapat tanda syok 5. Untuk mendapatkan penanganan lebih
hipovolemik. lanjut sesegera mungkin.
Kolaborasi Kolaborasi
6. Cek laboratorium :haemoglobin, 6. Untuk mengetahui tingkat kebocoran
hematokrit, trombosit. pembuluh darah yang dialami pasien
sebagai acuan melakukan tindakan
lebih lanjut.
7. Berikan cairan sesuai program 7. Koreksi defisit konsentrasi protein
:Koloid : dextran, plasma/ albumin, plasma, meningkatkan tekanan
Hespan. osmotik intravaskular, dan
memfasilitasi kembalinya cairan ke

22
dalam kompartemen pembuluh darah.
8. Tranfusi Whole blood/ tranfusi 8. Mengindikasikan hipovolemia yang
PRC. / FFP berhubungan dengan kehilangan darah
aktif.

Kurang Setelah dilakukan tindakan TEACHING:


pengetahuan keperawatan selama 2 x 24 PENGETAHUAN PROSES PENYAKIT
proses: jam diharapkan pasien 1. Berikan penilaian tentang tingkat 1. Untuk mengkaji tingkat pengetahuan
pengobatan mengetahui tentang proses pengetahuan pasien tentang proses pasien.
penyakit dengan indikator penyakit yang spesifik
pasien dapat : 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit 2. Untuk menambah pengetahuan pasien.
1. Familiar dengan nama dan bagaimana hal ini berhubungan
penyakit dengan anatomi dan fisiologi
2. Mendeskripsikan proses 3. Gambarkan tanda dan gejala yang 3. Untuk meningkatkan pemahaman
penyakit biasa muncul pada penyakit pasien.
3. Mendeskripsikan faktor 4. Gambarkan proses penyakit. 4. Untuk meningkatkan pemahaman
penyebab pasien.
4. Mendeskripsikan faktor 5. Identifikasi kemungkinan penyebab 5. Agar semua faktor risiko dapat terkaji.
resiko dengan cara yang tepat
5. Mendeskripsikan efek 6. Sediakan informasi tentang kondisi 6. Untuk memantu pasien agar tidak
penyakit pasien cemas akan kondisinya.
6. Mendeskripsikan tanda 7. Diskusikan perubahan gaya hidup 7. Menghindari risiko kekambuhan
dan gejala yang mungkin diperlukan untuk berulang.
7. Mendeskripsikan mencegah komplikasi di masa yang
perjalanan penyakit akan datang dan atau proses
8. Mendeskripsikan tindakan pengontrolan penyakit
untuk menurunkan 8. Diskusikan pilihan terapi 8. Melakukan kolaborasi dengan tim

23
progresifitas penyakit medis jika perlu.
9. Mendeskripsikan
komplikasi

24
D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
status kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan
(Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997).

E. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan
secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Jika hasil evaluasi menunjukan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa
keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali
ke dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang (reassessment) (Asmadi,
2008).

24
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat. (2008). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta:


Salemba Medika.

Arif, Mansjoer, dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. FKUI. Jakarta:
Medica.

Asmadi. (2008) Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC

Djunaedi, D. (2006). Demam Berdarah Dengue (DBD). Malang :


Penerbit. Universitas Muhammadiyah Malang.

Marni (2016). Asuhan Keperawatan Anak dengan Penyakit Tropis. Jakarta: Erlangga.

Ngastiyah. 2005. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta: EGC.

Potter & Perry. (1997). Fudamental of Nursing Concept: Buku Ajar Fundamental
Keperawatan. Volume 1. Edisi 4. United States of America: EGC.

Ridha, N. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Widagdo. (2012) Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan


Demam. Jakarta: Sagung Seto.

WHO (2013). Dengue and severe dengue. Dari http://www.who.int.

25

Anda mungkin juga menyukai