Tugas 3 Bahasa Indonesia
Tugas 3 Bahasa Indonesia
Tugas 3
Buatlah resensi atas cerpen “Mitos Ibu.” Tahap membuat resensi cerpen adalah:
Jawaban :
1. Ringkasan cerita :
Mitos Ibu
Aku memendam perasaan kesal ketika ibu mertua menyuruhku dan istri pindah ke rumahnya.
Padahal jarak rumah ibu dengan kantor cukup jauh.
Ibu yang memang percaya dengan mitos terus berkata, “ini demi keselamtan istrimu”.
Menurutnya, seorang wanita hmil memiliki pantangan tersendiri. Ada hal yang boleh
dilakukan, serta ada pula hal yang tidak boleh dilakukan.
Jika sudah begitu, aku dan istriku tak sanggup menolak kehendak ibu. Padahal masih banyak
yang harus dikerjakan di rumah kontakan kami, salah satunya seperti membuat pesanan kue
dari pelanggan.
***
Hari pertama di rumah ibu, ada saja mitos yang dikerjakannya sehingga membuatku begitu
heran. Istriku diminta menggantungkan gunting kecil di pakaian dalamnya. Aku takut sewaktu-
waktu kulit dada istriku tertusuk mata gunting. Ibu mertua merasa tersinggung, dia
menyalahkan pasangan muda jaman sekarang yang selalu menganggap semua petuah orang tua
hanyalah mitos.
***
Maryani, seorang teman di kantor mengangguk-angguk ketika ku ceritakan tentang perilaku ibu
mertua. Ia juga seperti istriku, sedang hamil. Hanya saja usia kehamilannya sudah mendekati
sembilan bulan, sedangkan istriku baru dua bulan.
Kondisi yang ku alami dengan istri ternyata tidak terjadi pada Maryani dan suaminya. Orang
tua Maryani yang berprofesi sebagai pengusaha burung walet dan dokter umum tak memiliki
pemikiran tentang mitos. Menurut mereka, semua harus berdasarkan logika dan medis. Aku
pun begitu iri terhadap Maryani dan suaminya.
Maryani memberikan saran kepadaku agar memboyong istriku kembali ke rumah kontakan
kami. Namun aku ragu, ibu mertua pasti akan marah. Aku tak ingin dianggap sebagai mantu
durhaka. Posisi ibu mertua sama saja dengan ibu kandung. Artinya, dosa durhaka kepada kedua
perempuan itu serupa.
***
Apa yang selalu kukeluhkan sejak ibu mertua memboyong aku dan istri ke rumahnya, akhirnya
mencapai titik puncak. Ibu mertua menginginkan istriku melahirkan bayi laki-laki, karena
menurutnya kelak laki-laki itulah yang akan membela adik-adik serta orang tuanya. Tapi bukan
pasal itu yang membuat keluhanku berkepanjangan. Melainkan syarat untuk mendapatkan bayi
laki-laki itu.
Setiap kali bangun tidur dan kala menyambutku pulang kantor, tak ada lagi aura keindahan
yang ditunjukan istriku kepadaku. Dia selalu mengenakan daster lusuh warisan ibu mertua.
Bahkan ia tak lagi bersolek dan mengenakan deodoran sehingga menimbulkan bau tak sedap di
tubuhnya.
Istriku berkata bahwa semua ini adalah kehendak ibu mertua yang menginginkan dia
melahirkan seorang bayi laki-laki.
Aku terperajat dan tanpa sadar kami memulai sebuah kesalahpahaman. Hingga akhirnya aku
meminta istriku untuk tak menuruti perintah ibu serta kembali merawat tubuh dan
penampilannya.
Keesokan harinya aku menemukan istriku dengan pakaian daster baru, rambutnya disisir rapi.
Dia memakai bedak tipis-tipis, serta menguar aroma harum di tubuhnya. Benar saja, ibu mertua
tidak setuju. Ia hanya menggeram sekali. Kemudian sepulang dari kantor aku menemukan
barang-barangku dan istri telah tersusun rapi di ruang tamu. Ibu menyuruh kami pulang
kembali ke rumah kontrakan. Dia kecewa karena kami tak mau menuruti petuahnya.
Ketakutanku dicap sebagai mantu durhaka ternyata tidak terbukti, ketika aku mengutarakan
perasaanku ibu mertua berkata bahwa ia tak sampai hati menganggapku demikian.
Aku bersorak dalam hati. Akhirnya aku dan istri terbebas dari mitos-mitos yang membuatku
tak habis pikir dan terus merasa kesal. Segera, aku dan istri kembali ke rumah kontrakan kami
menata hidup kembali.
***
Tujuh bulan usia kehamilan istriku, aku dan ibu mertua mengatarkannya memriksa kandungan.
Ibu mertua yang ingin mengetahui jenis kelami bakal cucunya pun lantas bertanya pada dokter.
Ibu mertua langsung memelototiku, menyalahkan karena aku dan istri membangkang pada
petuahnya. Sementara aku hanya membisu. Aku berpikir semuanya berjalan sesuai kehendak
Tuhan.
-Sekian-