Anda di halaman 1dari 3

PERTANDA PETAKA DI MIMPI IBU

Jam dinding telah menunjukkan pukul 06:00 pagi. “Steven… bangun nak, nanti kamu
terlambat masuk sekolah” ujar ibuku membangunkanku sambil mengetok ngetok pintu
kamarku. “Hmm… iya buu” jawabku dengan lesu, aku pun bangun dengan mata yang masih
mengantuk. Aku pun bergegas mandi dan bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah, jarak dari
tempat tinggalku ke sekolah sekitaran 10km, di sebuah SMA Negeri di kabupaten karo,
Sumatera Utara.

Setelah selesai sarapan, aku pun berangkat kesekolah menggunakan sepeda motor karena
lokasi sekolah yang cukup jauh. Setelah 15 menit aku pun sampai di sekolah. Pada pukul 07:30
bel masuk kelas pun berbunyi, dan pembelajaran pun dimulai. Tak terasa jam sudah
menunjukkan pukul 14:00. “Tteeett tteeet tteet” bell pulang pun telah berbunyi, aku dengan
beberapa temanku pun pulang bersamaan ber iring-iringan dengan sepeda motor. Setelah sampai
dirumah aku pun ber istirahat dan mengerjakan beberapa tugas yang diberikan guru kami.

Malam pun tiba, setelah Ibu selesai memasak kami pun makan bersama di dapur bersama
ayah, ibu, kakak, dan adikku. Setelah selesai makan ibu pun bercerita tentang mimpinya
semalam. “Semalam ibu mimpi buruk, ibu kepikiran terus” ucap ibu dengan raut muka yang
datar. “Mimpi seperti apa buu” ujar kakakku menanya. “Semalam ibu bermimpi, ibu sedang di
mobil bersama 4 orang. Ada ibu, bibi mu, nenekmu, dan 1 orang lagi ibu lupa dia siapa” ucap
ibu.” Truuss” ujar kakakku.” Dalam mimpi itu kami baru pulang dari acara pernikahan orang.
Pas di perjalanan pulang mobil yang kami naiki itu menabrak sesuatu dan mobil itu pun terbalik
balik, dan dalam kondisi mobil terbalik, ibu pun tersadar bersama bibimu, tapi yang dua
lainnya tidak sadarkan diri dengan tubuh penuh dengan luka-luka, setelah itu ibu pun
terbangun” ucap ibu dengan wajah yang sedikit khawatir. “Lokasinya dimana bu?” tanyaku.
“Lokasinya di tanjakan yang sering kamu lewati di jalan menuju sekolahmu nak” ucap ibuku.
“Tenang saja, itu kan hanya mimpi, gak ada kaitannya dengan kehidupan nyata buu” ucap
ayahku sembari memnenangkan ibuku. Setelah selesai berbincang bincang, kami pun pergi tidur
ke kamar kami masing masing.
Pagi pun tiba dengan hujan yang cukup deras. Aku terbangun lebih cepat dari biasanya
karena riuh hujan dan petir yang datang sesekali. Setelah selesai mengenakan seragam sekolah
dan sarapan, hujan pun mulai reda. Karena takut terlambat, aku pun berangkat ke sekolah dengan
sepeda motorku ditengah gerimis yang masih turun. Di perjalanan dengan santainya aku
mengendarai sepeda motor ku dengan kecepatan 70km/jam, tanpa di duga-duga,
“Bbrrraakkk…” aku pun terjatuh karena jalan yang licin, tepatnya di lokasi yang dekat dengan
yang diceritakan ibu dalam mimpinya semalam. Aku pun tergeletak di tengah jalan dan
dikerumuni oleh para pengendara lain, seketika pengelihatanku menjadi gelap, dan mulai tidak
sadarkan diri.

Setelah beberapa menit, aku pun sadarkan diri setelah di atas sebuah mobil ditemani oleh
seorang temanku yang bernama Dese menuju ke rumahku. “Aduuhh sakit…” ucapku merintih
kesakitan dengan memegangi kaki kiriku yang tidak bisa digerakkan lagi. Sesampai di rumah,
ibu dan kakakku sangat terkejut “steven kamu kenapa naak” ucap ibuku dengan berlinang air
mata melihatku sudah tidak berdaya dan penuh luka. Dengan panik dan tidak karuan ibuku pun
membawaku ke tempat pengobatan tradisional yang khusus menangani patah tulang. Karena
ayahku belum pulang kerja, kami pun diantarkan oleh paman yang tinggal di sebelah rumahku,
dikarenakan lokasinya yang cukup jauh.

Setelah beberapa saat di perjalanan, kami pun sampai di tempat pengobatan tradisional
tersebut yang kebetulan dia adalah pamanku. Aku langsung dibawa kedalam ruangan dan diobati
dengan mengurut kaki kiriku. “Ahk… aduuh” “Sakit sakiiit” ucapku sambil berteriak kesakitan.
Setelah 20 menit, aku pun telah selesai di urut dan diobati beberapa luka lecet yang ada di sekitar
kaki dan tanganku. “Kaki kiri steven patah, dia harus beristirahat sekitar 2-3 bulan, dan harus
rutin di terapi” ucap pamanku yang mengobatiku kepada ibuku. “Iya, semoga steven cepat
pulih” jawab ibuku dengan raut muka yang sedih. Selang beberapa saat ayahku pun datang.
“Steven kamu kok bisa seperti ini, ceritain sama ayah” tanyanya dengan muka yang cemas.
“Hmm nanti aku ceritain yah” jawabku dengan lemas karena masih kesakitan. Ditengah ayah,
ibu, dan paman berbincang- bincang aku pun tertidur.

Sore pun tiba, aku pun dibawa pulang ke rumah dan dirawat di rumah kami sendiri.
Sesampai dirumah aku pun selalu kepikiran tentang mimpi ibu yang dia ceritakan pada malam
itu. “Apa mimpi ibu kemarin itu pertanda ya, kalau aku akan celaka seperti ini” dalam hatiku
bertanya-tanya. Setelah 3 hari dirumah, paman pun datang untuk melakukan terapi. Setelah itu ia
pun datang seminggu sekali untuk mengontrol perkembangan kesembuhan kakiku.

Hari demi hari pun ku lewati dengan berbagai rasa sakit dan rasa bosan. Tidak terasa
sudah 3 bulan berlalu, kaki kiriku pun sudah sembuh dan sudah dapat berjalan normal lagi.
Setelah sembuh pun aku masih selalu kepikiran tentang mimpi ibu 3 bulan yang lalu. “Tapi
sudah lah, yang sudah biar lah berlalu, untuk kedepannya aku harus lebih berhati hati lagi”
dalam hatiku berbisik. Aku pun telah dapat kembali beraktivitas dan bersekolah seperti biasa,
dan bertemu dengan teman-teman yang sudah lama tidak berjumpa.

Anda mungkin juga menyukai