Anda di halaman 1dari 12

PENGARUH ZAKAT TERHADAP KONSUMSI NASIONAL

Rafhaela Mumtaz Tahani


Manajemen Keuangan Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas UIN Sunan Gunung Jati Bandung
Email : rafhaelamumtaz15@gmail.com

Nazma Nurul Fadila


Manajemen Keuangan Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas UIN Sunan Gunung Jati Bandung
Email : nazmanurulf80@gmail.com

ABSTRACT
Zakat has an indirect effect on consumption through income. Productive zakat which is
distributed or distributed in the form of business capital and will increase production
factors in the form of capital in business activities so as to increase output and income
and ultimately this increase in income will increase Mustahik's household consumption.
In the macroeconomic context, zakat becomes a means of income distribution to
eliminate economic inequality between upper-class economic communities and lower-
class economic communities.
Keywords:
Poverty, Consumtive Zakat, Productive Zakat, Household Consumtion

ABSTRAK
Zakat mempunyai pengaruh secara tidak langsung terhadap konsumsi melalui
pendapatan. Zakat produktif yang disalurkan atau didistribusikan berupa modal usaha
dan akan menambah faktor produksi berupa modal dalam kegiatan usaha sehingga dapat
meningkatkan output dan pendapatan dan pada akhirnya kenaikan pendapatan ini akan
meningkatkan konsumsi rumah tangga Mustahik. Dalam konteks ekonomi makro, zakat
menjadi sarana distribusi pendapatan untuk menghilangkan kesenjangan ekonomi antara
masyarakat ekonomi kelas atas dengan masyarakat ekonomi kelas bawah.
Kata Kunci:
Kemiskinan, Zakat Konsumtif, Zakat Produktif, Konsumsi Rumah Tangga
PENDAHULUAN
Zakat merupakan salah satu dari rukun Islam. Sehingga zakat secara normatif
merupakan suatu kewajiban mutlak yang dimiliki oleh setiap orang muslim. Oleh sebab
itu, zakat menjadi salah satu landasan keimanan seorang muslim, dan zakat juga dapat
dijadikan sebagai indikator kualitas keislaman yang merupakan bentuk komitmen
solidaritas seorang muslim dengan sesama muslim yang lain. Zakat juga merupakan
suatu ibadah yang memiliki nilai sosial yang tinggi. Selain itu, zakat juga memberi
dampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Bahwa dengan berzakat golongan
kaya (muzakki) dapat mendistribusikan sebagian hartanya kepada golongan fakir miskin
(mustahiq), maka terjadilah hubungan yang harmonis antara golongan kaya dan fakir
miskin. Sehingga golongan fakir miskin dapat menjalan kegiatan ekonomi di
kehidupannya.

Manusia pada dasarnya membutuhkan konsumsi untuk bertahan hidup dimana


semakin tinggi kebutuhan, konsumsi juga akan bertambah. Konsumsi setiap orang dapat
berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan tingkat pendapatan. Pendapatan yang
berbeda-beda merupakan penentu utama konsumsi. Bahkan beberapa orang yang
memiliki pendapatan sama, konsumsinya dapat berbeda.

Dalam Islam prilaku konsumsi yang dimaksud lebih kepada kemampuannya


dalam mengintegrasikan kebutuhan dasar yang bersumber dari tujuan syariah, serta
menekankan keharusan memelihara kehidupan seseorang, yakni perlindungan kepada
agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta, yang kesemuanya dilandaskan kepada skala
prioritas yakni dharuriyyat, hajiyyat, dan tahsiniyyat. Adapun yang diharapkan dengan
diangkatnya permasalahan ini yaitu bagaimana dari pendistribusian dana zakat, infak,
dan sedekah agar dapat mendorong prilaku konsumsi mustahik pada tingkat yang
berkecukupan. Sementara pada tataran praktis, hal ini sangat ditentukan oleh tingkat
keyakinan atau keimanan seseorang atau sekelompok orang yang pada umumnya telah
terbentuk dari kecenderungan berprilaku konsumsi pasar.

Peran zakat secara makro jika kita melihat sejarah pemerintahan khalifah Umar
Ibn Khattab, bahwa zakat merupakan sumber pemasukan Negara Islam selain Pajak dan
lain sebagainya. Sehingga zakat mempunyai peran yang sangat central dalam ekonomi
Islam. bukan hanya individu saja yang dapat merasakan dampak positif zakat,
melainkan sebuah Negara juga dapat merasakan dampak dari zakat untuk perekonomian
Negara, yakni sebagai sumber lain pemasukan Negara.

Metode Penelitian

Pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian deskriptif dilakukan untuk


mengungkapkan dan menganalisis kejadian atau fakta pemberdayaan dana zakat di
setiap lembaga yang berwenang menurut undang-undang yaitu LAZ dan Baznas.
Sumber data sekunder yaitu berbagai literatur seperti buku, jurnal, dan bahan lainnya
yang berhubungan dengan penelitian ini digunakan dalam melengkapi permasalahan
yang ada.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang ketiga, yang berarti setiap umat
muslim wajib melaksanakan zakat. Zakat bisa dikatakan menjadi landasan keimanan
seseorang serta dapat menjadi sebuah indikator kualitas keislaman seorang muslim
yakni kepedulian antara muslim yang satu dengan yang lainnya.

Yusuf Qardhawi (dalam Ali Ridho,2014) mengatakan bahwa zakat adalah kata dasar
yang artinya berkah, tumbuh, bersih dan baik. Sedangkan Rasjid (dalam Ali
Ridho,2014) mengemukakan pendapatnya bahwa zakat merupakan kadar harta tertentu
yang diberikan kepada orang yang berhak menerimanya dengan syarat tertentu.

Setiap muslim wajib mengeluarkan zakat apabila telah memenuhi syarat wajib yang
kemudian zakat tersebut diberikan kepada orang yang menerima zakat atau disebut
mustahiq. Ada 8 golongan orang yang berhak menerima zakat yakni fakir, miskin, amil,
mualaf, orang yang berhutang, hamba sahaya, fisabilillah, dan ibnu sabil. Hal itu
tercantum dalam Al-Qur’an, yang berbunyi :

ِ ‫ين َو ْال َع?ا ِملِينَ َعلَ ْيهَ?ا َو ْال ُمؤَلَّفَ? ِة قُلُ?وبُهُ ْم َوفِي ال ِّرقَ?ا‬
‫ب‬ ِ ‫ات لِ ْلفُقَ? َرا ِء َو ْال َم َس?ا ِك‬ َّ ‫إِنَّ َم?ا‬
ُ َ‫الص? َدق‬
‫يض???ةً ِمنَ هَّللا ِ ۗ َوهَّللا ُ َعلِي ٌم‬
َ ‫الس???بِي ِل ۖ فَ ِر‬َّ ‫يل هَّللا ِ َواب ِْن‬
ِ ِ‫َ???ار ِمينَ َوفِي َس???ب‬ِ ‫َو ْالغ‬
‫َح ِكي ٌم‬
Artinya : “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-
orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah,
dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. At-Taubah ayat ; 60)

Dalam ekonomi makro, zakat merupakan sumber pemasukan Negara selain


pajak sehingga zakat memiliki peran penting dalam sebuah Negara. Tak hanya individu
yang dapat merasakan dampak dari pelaksanaan pajak, melainkan perekonomian Negara
yakni sebagai sumber lain pemasukan Negara. Selain itu, Nurlita dan Ekawaty
mengatakan bahwa zakat juga menjadi sarana distribusi pendapatan untuk
menghilangkan kesenjangan ekonomi antara masyarakat kelas atas dengan kelas bawah.
Nasrullah (dalam Nurlita dan Ekawaty,2017) mengatakan bahwa  apabila zakat
dilakukan secara sistematis dan terorganisir dengan baik maka akan memberikan efek
ganda yang besar terhadap peningkatan pendapatan nasional karena terjadi percepatan
sirkulasi uang dalam perekonomian suatu Negara.

Pengelolaan dana zakat yang baik dengan adanya pengawasan tentunya harus
melimpahkan kewenangan itu kepada satu badan. Lahirnya Undang-undang nomor 23
tahun 2011 pasal 7 menjelaskan lembaga yang berwenang mengelola dana zakat adalah
BAZNAS sedangkan lembaga amil zakat lain diharuskan memberikan laporan kepada
BAZNAS yang bertanggungjawab kepada Menteri Agama. Undang-undang tersebut
merupakan perubahan menuju pada kesempurnaan dalam regulasi zakat.

Bentuk tanggung jawab Negara dalam rangka memfasilitasi hak beragama


rakyatnya dan merupakan tanggungjawab sosial bagi kejahterahaan seluruh rakyat
Indonesia yaitu dengan melakukan sentralisasi pengelolaan zakat. Berdasarkan terori
Receptie in Complexu ada tiga unsur terkait hukum Islam di Indonesia yaitu: 23 (1)
Hukum Islam dapat berlaku di Indonesia bagi pemeluknya. (2) Umat Islam harus taat
pada agamanya. (3) Hukum Islam berlaku universal.

Teori diatas zakat yang merupakan ajaran agama Islam dan hukumnya wajib
harus diltaati oleh penganutnya. Zakat sebagaimana dalam surat Ali-Imran ayat 103
membutuhkan pengelola yang diangkat oleh Negara sebab Rosulullah saw mengangkat
sahabatnya untuk mengumpulkan zakat di berbagai daerah. Jadi wajib hukumnya
Negara campur tangan dalam pengelolaan zakat. Sejarah peradaban Islam pun
merupakan bukti historis bahwa pengelolaan zakat dilakukan oleh Negara.
Pengeluaran konsumsi masyarakat/rumah tangga merupakan salah satu variabel
makro ekonomi. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian dari pendapatan yang
dibelanjakan. Apabila pengeluaranpengeluaran konsumsi semua orang dalam suatu
negara dijumlahkan, maka hasilnya adalah pengeluaran konsumsi masyarakat negara
yang bersangkutan. Secara makro (agregat) pengeluaran konsumsi masyarakat
berbanding lurus dengan pendapatan nasional. Semakin besar pendapatan maka semakin
besar pula pengeluaran konsumsi. Perbandingan besarnya tambahan pengeluaran
konsumsi terhadap pendapatan disebut hasrat marginal untuk berkonsumsi (Marginal
Propensity to Consume: MPC).

J.M Keynes mengungkapkan bahwa besar kecilnya konsumsi pada suatu waktu
ditentukan oleh nilai absolute dari pendapatan masyarakat yang siap untuk dibelanjakan
(disposable income) pada waktu berlangsung. Pola tingkah laku konsumsi masyarakat
meningkat sejalan dengan pertambahan nilai pendapatan dan sebaliknya.

Teori konsumsi yang diajukan oleh James Dussenbery didasarkan kepada


anggapan utama atau asumsi sebagai berikut:

1) Tingkat konsumsi adalah interdependent terhadap tingkat pendapatan tinggi atau


kebiasaan yang terjadi sebelumnya. Disamping itu unsure status sosial seseorang
juga turut menentukan tingkat konsumsinya. Dengan demikian tingkat
pendapatan yang akan mempengaruhi konsumsi adalah nilai pendapatan relatif
terhadap tingkat pendapatan tertinggi yang pernah dimiliki sebelumnya
2) Tingkat konsumsi bersifat irreversible yang bermakna bahwa apa yang terjadi
pada waktu pendapatan naik, tidak akan selalu merupakan kebalikan bila terjadi
penurunan pendapatan.

Menurut Rahardja (2001: 45), pengeluaran konsumsi terdiri atas konsumsi


pemerintah (government consumption) dan konsumsi masyarakat atau rumah tangga
(household consumption). Beberapa alasan yang mendasari tingkat konsumsi
masyarakat atau rumah tangga adalah:

1) Pengeluaran konsumsi rumah tangga memiliki posisi terbesar dalam total


pengeluaranagregat.
2) Konsumsi rumah tangga bersifat endogenous dalam arti besarnya konsumsi
rumah tangga berkaitan dengan faktor-faktor lain yang dianggap
mempengaruhinya. Karena itu kita dapat menyusun model dan teori ekonomi
yang menghasilkan pemahaman tentang hubungan tingkat konsumsi dengan
faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Teori dan model tersebut dikenal
dengan teori model konsumsi yang telah terbukti bermanfaat bagi pengelola
perekonomian makro.
3) Perkembangan masyarakat yang begitu cepat mengakibatkan perilakuperilaku
konsumsi juga berubah cepat. Hal ini merupakan alasan lain yang memuat studi
tentang konsumsi rumah tangga tetap relevan.

Konsumsi merupakan satu dari tiga pokok kegiatan ekonomi selain produksi dan
distribusi. Kegiatan konsumsi merupakan kegiatan yang selalu dilakukan oleh setiap
individu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Konsumsi dalam islam digunakan
sebagai sarana penolong untuk beribadah kepada Allah SWT. Mengkonsumsi sesuatu
yang diniatkan hanya untuk Allah maka akan membuat konsumsi tersebut bernilai
ibadah sehingga manusia akan mendapat pahala. Apabila terjadi pengabaian terhadap
konsumsi maka sama saja dengan mengabaikan kehidupan dan tugasnya dalam
kehidupan (Arif Pujiyono, 2006. Dalam mengkonsumsi suatu barang/jasa. Manusia
harus memperhatikan kebaikan dan kehalalan dari hal tersebut. Menurut Al-Haritsi
(dalam Arif Pujiyono,2006) prinsip dasar konsumsi islam yakni :

1. Prinsip syariah : menyangkut prinsip syariah yang harus terpenuhi dalam


mengkonsumsi
2. Prinsip kuantitas : sesuai dengan batas kuantitas yang telah ditetapkan oleh
syariah islam
3. Prinsip prioritas : memperhatikan kepentingan yang harus diprioritaskan agar
tidak menjadi kemudharatan
4. Prinsip social : memperhatikan lingkungan social disekitarnya sehingga tercipta
keharmonisan hidup di masyarakat
5. Kaidah lingkungan : mengkonsumsi harus sesuai dengan potensi daya dukung
sumber daya alam dan keberlanjutannya atau tidak merusak lingkungan
6. Kuantitas barang yang dikonsumsi tidak berlebihan atau tidak teralu
sedikit/kikir, tetapi pertengahan
Manusia diperintahkan untuk mengkonsumsi pada tingkat yang layak bagi diri,
keluarga dan orang disekitarnya. Meskipun begitu, konsumsi islam melarang seseorang
melampaui batas konsumsi dasarnya, apabila dalam kondisi darurat dan dikhawatirkan
akan menyebabkan kematian, maka seseorang diperbolehkan untuk mengkonsis barang
yang haram tersebut sampai masa darurat itu hilang dan tidak mengkonsumsi barang
tersebut secara berlebihan (secukupnya).

Seperti yang kita ketahui, zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Zakat
digunakan untuk memperbaiki hubungan muzakki dengan Allah. Selain itu zakat juga
dapat digunakan untuk memeperbaiki hubungan manusia dengan manusia karena zakat
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu Negara. Zakat sangat
berpengaruh terhadap konsumsi. Zakat diberikan oleh muzaqqi kepada mustahiq.
Dimana muzaqqi memberikan 2,5% dari hartanya yang dikeluarkan setiap tahun atau
menerima penghasilan. Zakat bisa dalam bentuk konsumtif dan produktif. Asnainu
(dalam Rusli,dkk,58 : 2013), Zakat produktif adalah zakat yang dikelola secara
produktif dengan cara pemeberian modal usaha kepada penerima zakat untuk memenuhi
kebutuhan mereka di masa yang kan datang.Zakat dalam bentuk produktif yang
disalurkan berupa modal usaha dan akan menambah factor produksi  berupa modal
dalam kegiatan usaha sehingga akan meningkatkan output dan pendapatan . Hal ini pada
akhirnya akan meningkatkan konsumsi rumah tangga mustahiq.

    Zakat konsumtif yakni penyaluran zakat bebrbentuk pemberian dana langsung
berupa santunan sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan pokok penerima (Rusli,dkk,58 :
2013). Zakat dalam bentuk konsumtif akan meningkatkan daya beli mustahiq terhadap
barang yang menjadi kebutuhannya. Peningkatan daya beli akan mengakibatkan
perusahaan menambah kegiatan produksinya atau terjadi peningkatan produksi. Efek
sampingnya yakni perusahaan akan menyerap tenaga kerja lebih banyak untuk
menambah kapasitas produksi. Semakin tinggi produksinya maka akan semakin besar
pajak yang akan diberikan kepada Negara. Hal itu menyebabkan penerimaan Negara
akan bertambah dan Negara akan mampu meberikan fasilitas sarana dan prasarana
untuk public.
Dari grafik efek zakat terhadap konsumsi diatas dapat diketahui bahwa
penggunaan konsumsi dengan zakat lebih baik daripada hanya konsumsi saja karena
konsumsi+zakat akan mengakibatkan pendapatan serta konsumsi meningkat. Artinya
zakat ini berdampak positif atau berbanding lurus terhadap konsumsi masyarakat yakni
apabila zakat bertambah maka konsumsi akan bertambah. Dimana penerima zakat
(muzakki) akan memperoleh pendapatan dari mustahiq sehingga pendapatannya
bertambah. Ketika pendapatan mustahiq bertambah maka dia akan memenuhi
kebutuhan yang sebelumnya belum dapat ia penuhi dengan membelanjakan pendapatan
tersebut untuk memperoleh barang dan jasa. Maka dari itu, yang awalnya kegiatan
konsumsi yang dilakukan mustahiq sebesar x maka setelah memperoleh zakat
konsumsinya akan naik sebesar x1. Dari grafik itu juga dapat disimpulkan bahwa dalam
perspektif islam, penggunaan pendapatan dapat dituliskan dengan persamaan
Adiwarman Karim (dalam Almizan,2016) :

Y = (C+Z) + S

Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan pendapatan tidak


hanya untuk duniawi dan individualism, melainkan juga terdapat infaq berupa zakat
yang pada hakekatnya digunakan untuk membantu orang lain. Dimana zakat tersebut
akan menguntungkan bagi semua pihak baik muzakki mustahiq perusahaan dan Negara.
Muzakki (pemberi zakat) itu sendiri yang akan memperoleh ridha Allah dan untuk
tabungan akhirat, mustahiq (penerima zakat) yang bisa meningkatkan kesejahteraan
hidupnya dengan meningkatnya konsumsi yang dilakukan untuk pemenuhan hidupnya
dari zakat yang telah diperoleh, perusahaan akan menambah keuntungannya dengan
meningkatkan produksinya, serta Negara yang sumber pendapatannya akan bertambah
dan dapat membangun sarana prasarana untuk public.
Zakat yang didistribusikan memiliki dampak pada konsumsi agregat, namun
dampaknya sangat kecil walaupun secara teoritis menyatakan bahwa kecenderungan
konsumsi mustahik lebih besar daripada muzakki. Dampak kecil dari distribusi zakat
pada konsumsi mungkin disebabkan oleh digunakannya data konsumsi agregat umat
Muslim dan non-Muslim, sementara zakat yang terkumpul didistribusikan untuk
memenuhi kebutuhan umat Muslim saja.

Dalam konteks ekonomi makro, zakat menjadi sarana distribusi pendapatan


untuk menghilangkan kesenjangan ekonomi antara masyarakat ekonomi kelas atas
dengan masyarakat ekonomi kelas bawah. Apabila pengelolaan zakat dilakukan secara
sistematis dan terorganisasi dengan baik maka akan memberikan efek yang besar
terhadap peningkatan pendapatan nasional karena terjadi percepatan sirkulasi uang
dalam perekonomian suatu negara.

Zakat dalam bentuk bantuan konsumtif yang diberikan kepada mustahik akan
meningkatkan daya beli mustahik tersebut terhadap suatu barang yang menjadi
kebutuhannya. Peningkatan daya beli terhadap suatu barang akan berpengaruh pada
peningkatan produksi suatu perusahaan. Dampak dari peningkatan produksi adalah
penambahan kapasitas produksi yang berarti perusahaan akan menyerap tenaga kerja
lebih banyak. Sementara itu peningkatan produksi akan meningkatkan pajak yang
dibayarkan perusahaan kepada negara. Jika penerimaan negara bertambah, maka negara
akan mampu menyediakan sarana dan prasarana untuk pembangunan serta mampu
menyediakan fasilitas publik bagi masyarakat.

Zakat yang disalurkan kepada orang orang yang membutuhkan akan


memberikan pengaruh lebih besar pada permintaan agregat ( Agregat Demand) karena
kebutuhan konsumsi terhadap golongan ini cenderung lebih besar, akan tetapi peran
strategis zakat akan terwujud apabila kaum muslim benar benar menyakini dan
menunaikan zakat dengan benar

Menurut Monzer Kahf (537:1998), terdapat beberapa studi mengenai dampak


ekonomi dari zakat, dan beberpa ekonom muslim telah berpendapat bahwa secara
agregat konsumsi akan bertambah sejalan dengan bertambahnya pendapat dari zakat.
sehingga mendukung suatu teori konsumsi dari keynesian yang berbunyi “Pertumbuhan
konsumsi lebih kecil secara proporsional bila dibandingkan dengan pertambahan
pendapatan”. Bagaimanapun jika terdapat tambahan pada suatu kondisi dalam
pendistribusian zakat, maka konsumsi harus bertambah sejak kejadian pembelanjaan
kembali hasil zakat yang diterima orang miskin, walau bisa diasumsikan minimum
untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Penyebabnya adalah bahwa melalui golongan
mustahik, zakat memiliki peran dalam mendorong kinerja ekonomi, karena zakat yang
diterima mustahik akan meningkatkan konsumsi, yang tentunya akan meningkatkan
agregat permintaan secara makro. Sementara pada muzakki, zakat akan meningkatkan
rasio simpanan mereka, melalui asumsi bahwa tiap individu akan mempertahankan
tingkat kekayaannya. Jadi meningkatnya rasio tabungan sebagai konvensasi dari zakat.

Pernyatan Khaf sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh metwally (91):1992)
yang membandingkan total pembelanjaan konsumen dalam sebuah ekonomi islam
dengan ekonomi non islam. Sebagaimana hasil penelitian tentang efek zakat terhadap
konsumsi. Hasilnya adalah melalui sebuah hepotesa yang diberi nama dengan
pendapatan mutlat. Menurut hepotesa tersebut, bahwa konsumsi dalam periode waktu
tergantung pada pendapatan siap konsumsi (disposable income) pada periode tersebut.
Berdasarkan hipotesa pendapatan mutlak dari Metwally, diharapkan setiap usaha
redistribusi penghasilan yang menguntungkan kelompok dhuafa, karena hasrat
konsumsi kelompok ini relatif lebih tinggi sehingga konsumsi agregatnya akan
meningkat.

Pengaruh zakat pada fungsi konsumsi menurut metwally disimpulkan sebagai


berikut :

1) Disebabkan zakat, baik average propensity to consume ( APC) maupun marginal


propensity to Consume (MPC) akan lebih tinggi dalam ekonomi islam daripada
ekonomi non Islam.
2) Disebabkan zakat, Jurang pemisah investasi pada setiap level untuk menutupi
kesenjangan antara pendapatan dengan konsumsi menjadi relative lebih kecil
dalam ekonomi islam daripada ekonomi non islam.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pengaruh zakat terhadap konsumsi adalah berbanding
lurus dengan pendapatan nasional. Karena semakin besar pendapatan maka semakin
besar pula pengeluaran nya. Bahwa secara agregat konsumsi akan bertambah sejalan
dengan bertambahnya pendapatan dari zakat. Dalam hal ini zakat berpengaruh secara
tidak langsung melalui pendapatan. Zakat yang didistribusikan akan memiliki dampak
terhadap konsumsi agregat, namun dampak nya kecil, karena zakat hanya
didistribusikan kepada umat muslim.

PENUTUP

Dalam hal ini zakat akan mempengaruhi pendistribusian harta dan penghasilan
dan menuju terciptanya suatu kondisi Equalitarian, dalam kondiisi ini didukung oleh ciri
khaz zakat yang berhubungan dengan proses distribusi. Pertama zakat akan di salurkan
kepada orang yang berhak menerima, kedua zakat dalam proses pendistribusian nya
tidak dibatasi oleh nisab. Jadi mustahik dapat diberi dana zakat dalam jumlah tertentu
yang bisa menutup kebutuhan sesuai dengan sandar Hidup Masyarakat yang berlaku.
Disertai dengan niat untuk meningkatkan kemampuan dalam meningkatkan
penghasilan, sehingga harta akan selalu beredar

Zakat dalam bentuk bantuan konsumtif yang diberikan kepada mustahik akan
meningkatkan daya beli mustahik tersebut terhadap suatu barang yang menjadi
kebutuhannya zakat mempunyai pengaruh secara tidak langsung terhadap konsumsi
melalui pendapatan. zakat produktif yang disalurkan atau didistribusikan berupa modal
usaha dan akan menambah faktor produksi berupa modal dalam kegiatan usaha
sehingga dapat meningkatkan output dan pendapatan. Dan pada akhirnya kenaikan
pendapatan ini akan meningkatkan konsumsi rumah tangga mustahik.

Pemberdayaan zakat secara konsumtif tidak memberikan dampak signifikan


dalam mengurangi angka kemiskinan. Oleh karena itu pemerintah yang mempunyai
tanggungjawab dalam hal itu pada setiap kebijakannya harus memperhatikan
kemaslahatan umum. Hal itu telah dilakukan dengan lahirnya undang-undang nomor 23
tahun 2011. Meski didalamnya masih ada kekurangan namun undang-undang itu
melegitimasi pengelolaan zakat secara produktif.

Undang-undang nomor 23 tahun 2011 merupakan bukti nyata pemerintah dalam


tanggungjawabnya untuk menciptakan kesejahteraan meski dinilai belum sempurna.
Sentralisasi dalam undang-undang nomor 23 tahun 2011 adalah implementasi ajaran
Islam dalam pengelolaan zakat. Oleh karena itu undang-undang tersebut merupakan
penyempurna dari undang-undang sebelumnya dan terkandung didalamnya tujuantujuan
syariat.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Ahmad (2015). Manajemen Zakat Dan Prilaku Konsumsi Mustahik. Jurnal
Banking and Management Review. Vol 4
Ridl, Ali. 2014. Zakat dalam Perseptif ekonomi Islam.Jurnal Al-‘Adl Vol. 7 No. 1
Nurita, elok. Serta Marina Ekawaty 2017. Pengaruh zakat terhadap konsumsi rumah
tangga mustahik. Jurnal ekonomi dan Bisnis islam, vol 3 no 2.
GM Djoko Hanantijo. Konsumsi Nasional Sebagai Penggerak Laju Pertumbuhan
Ekonomi Nasional
Almizan. 2016. Konsumsi menurut ekonomi islam dan kapitalis. Jurnal Al-Masraf
( Jurnal Lembaga Keuangan dan Perbankan). 1(1) : 29
Nurlita, Elok dan Marlina Ekawaty. 2017. Pengaruh Zakat Terhadap Konsumsi Rumah
Tangga
Mustahik (Studi Kasus Penerima Zakat dari BAZNAS Kota Probolinggo). Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Islam. 3(2) : 90-92
Praja, Juhaya S. Teori Hukum dan Aplikasinya. Bandung: Pustaka Setia, 2014.

Anda mungkin juga menyukai