Anda di halaman 1dari 32

ZAKAT DAN PAJAK SEBAGAI INSTRUMEN PENGELOLA

KEKAYAAN

Dosen pengampu: Dr. Syahril

Disusun oleh :
Miqdad Panji (NIM 1200202055)
Rahmawati (NIM 1200202060)
Zilan salsabilla (NIM 1200202062)
Nur Haqilah (NIM 1200202063)
Ni’maturrodiyah (NIM 1200202065)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM AZ-ZAYTUN INDONESIA
2022 M / 1444
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan tugas
makalah ini. Sholawat serta salam semoga tercurah limpahkan
kepada Nabi Muhammad SAW karena atas jasa beliau umatnya
dapat membedakan antara yang haq dan yang batil.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk


memenuhi tugas mata kuliah Perencanaan Keuangan Syariah.
Selain itu, makalah ini juga untuk menambah pengetahuan dan
Wawasan mengenai Zakat Dan Pajak Sebagai Instrumen

Pengelola Kekayaan bagi para pembaca dan penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Syahril selaku


dosen pengampu mata kuliah Perencanaan Keuangan Syariah
yang telah memberikan tugas ini serta semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang di tulis ini masih jauh dari


kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah
selanjutnya.

Indramayu, 15 Desember
2022

ii
Penyusun

iii
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

iii
Tabel 1.1 Penelitian yang Relevan.........................................................3

Tabel 3.1 Perbandingan Hasil Analisis dengan Penelitian Terdahulu.........63

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1......................................................................................50

Gambar 3.2......................................................................................51

Gambar 3.3......................................................................................52

Gambar 3.4......................................................................................53

Gambar 3.5......................................................................................54

Gambar 3.6......................................................................................55

Gambar 3.7......................................................................................56

Gambar 3.8......................................................................................59

Gambar 3.9......................................................................................60

Gambar 3.10.....................................................................................61

Gambar 3.11.....................................................................................62

Gambar 3.12.....................................................................................63

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Zakat merupakan instrumen khas dalam agama Islam. Sebagaimana eksistensi
perintah zakat dalam al-Qur’an yang mayoritas beriringan dengan perintah menegakkan
shalat. Di samping berdimensi ibadah mahdah yang bersifat vertical, zakat sangat
kental dengan dimensi sosial yang terasa horizontal. Dimensi sosial itu tampak nyata
bahwa zakat diwajibkan seorang muslim yang dikategorikan berkecukupan hartanya
untuk didistribusikan kepada orang lain yang masuk kategori mustahiq zakat. Itulah
sebab mengapa zakat dilabeli ibadah maliyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi sangat
penting, strategis, dan menentukan, baik dari sisi ajaran maupun dari sisi
pembangunan kesejahteraan umat. Yang sekali lagi, di samping merupakan ibadah
berdimensi mahdhah, zakat juga berdimensi sosial (Siti Tatmainul Qulub & Ahmad
Munif , 2003 : 2)

Selain dimensi sosial, dalam zakat terdapat juga unsur kebudayaan karena zakat
sendiri merupakan peraturan yang telah diatur dalam al-Qur’an dalam pelaksanaanya,
sehingga menjadi tradisi dan membudaya di kalangan umat Islam. Zakat ditunaikan
dalam kurun waktu yang telah ditentukan dan disepakati oleh jumhur para ulama yaitu
telah mencapai haul dan telah mencapai nisabnya pada harta umat muslim yang akan
dikeluarkan hartannya. Zakat merupakan intrumen finansial yang dapat dimanfaatkan
untuk menanggulangi masalah ekonomi, terutama pada kefakiran, kemiskinan.

1.2 Kerangka Penelitian


1. Apa yang dimaksud dengan zakat?
2. Apa yang dimaksud dengan pajak?
3. Bagaimana Zakat dan Pajak di jadikan sebgai instrument pengelola kekayaan?

7
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui secara umum tentang zakat
2. Untuk mengetahui secara umum tentang pajak
3. Untuk mengetahui bagaimana zakat dan pajak dijadikan sebagai instrumen
pengelola kekayaan

1.4 Penelitian yang Relevan

No Nama Judul Perbandingan


Maltuf Fitri Pengelolaan Sebagai negara muslim terbesar,
Zakat Produktif potensi zakat di Indonesia apabila
sebagai dikelola dengan baik dan penuh
Instrumen amanah dapat menjadi sumber daya
Peningkatan ekonomi untuk usaha-usaha
Kesejahteraan peningkatan kesejahteraan manuasia.
Umat Ini artinya zakat merupakan
instrumen bagi peningkatan
kesejahteraan umat.
Andi Bahri S. ZAKAT SEBAGAI Zakat sebagai instrument ekonomi
INSTRUMEN dan kesejahteraan ummat, maka
PEMBANGUNAN upaya mengoptimalkan
EKONOMI pengelolaannya menjadi suatu
KESEJAHTERAAN keharusan karena merupakan salah
UMMAT satu pilar Islam yang berdimensi
ubudiyyah, ijtimaiyyah dan
iqtishadiyyah, yang dapat
berkontribusi dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan
merupakan penjalin-tali kasih antara
manusia (hablunminannas) begitu
pula penghubung komunikasi seorang
hamba dengan Tuhannya
(hablunminallah).
Yusuf Hafandi, Pengaruh Pajak Pendapatan Asli Daerah agar bisa
Romandhon Daerah, Hasil diperoleh secara maksimal harus
Pengelolaan melakukan pembenahan dalam hal
Kekayaan peningkatan pajak daerah, hasil
Daerah yang pengelolaan kekayaan daerah yang
Dipisahkan, dipisahkan dengan memberikan ruang
Retribusi yang luas terhadap pendirian
Daerah, dan Lain perusahaan milik daerah atau swasta

8
- Lain yang ada di Wonosobo, retribusi
Pendapatan daerah, dan penerimaan lain-lain
Daerah yang Sah pendapatan daerah yang sah.
Terhadap Keterbatasan dalam penelitian ini
Pendapatan Asli yaitu ruang lingkup penelitian hanya
Daerah masih sebatas di Kabupaten
Kabupaten Wonosobo.
Wonosobo

Tabel 1.1 Penelitian yang Relevan

9
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Zakat


Zakat, yang merupakan rukun Islam yang ketiga ini, disebut dalam Al-Qur'an
sebanyak 82 ayat, dalam kitab-kitab hadits, dan dikembangkan melalui ijtihad
manusia dalam berbagai aliran (mazhab) hukum Islam. Zakat berasal dari bentuk
kata "zaka" yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang.
Dinamakan zakat, karena di dalamnya terkandung harapan untuk beroleh
berkah, membersihkan jiwa dan memupuknya dengan berbagai kebaikan (Fikih
Sunnah, Sayyid Sabiq: 5). Makna tumbuh dalam arti zakat menunjukkan bahwa
mengeluarkan zakat sebagai sebab adanya pertumbuhan dan perkembangan
harta, pelaksanaan zakat itu mengakibatkan pahala menjadi banyak. Sedangkan
makna suci menunjukkan bahwa zakat adalah mensucikan jiwa dari kejelekan,
kebatilan dan pensuci dari dosa-dosa. 
Menurut istilah dalam kitab al-Hâwî, al-Mawardi mendefinisikan zakat dengan
nama pengambilan tertentu dari harta tertentu, menurut sifat-sifat tertentu dan
untuk diberikan kepada golongan tertentu. Orang yang menunaikan zakat
disebut Muzaki. Sedangkan orang yang menerima zakat disebut Mustahik.

1. Madzhab Hanafi, mendefiniskan zakat dengan “menjadikan sebagian harta


yang khusus dari harta yang khusus sebagai milik orang yang khusus,
yang ditentukan oleh syariat karena Allah SWT”.

10
2. Madzhab Maliki, mendefinisikan zakat dengan “mengeluarkan bagian yang
khusus dari harta khusus pula yang telah mencapai nisab (batas kuantitas
yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
Dengan catatan kepemilikan itu penuh dan mencapai hawl (setahun),
bukan barang tambang dan bukan pertanian”.
3. Madzhab Syafi’i, mendefinisikan zakat adalah sebuah ungkapan untuk
mengeluarkan harta atau tubuh sesuai dengan cara khusus.
4. Madzhab Hambali, mendefinisikan zakat ialah hak wajib (dikeluarkan dari
harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula). Yang dimaksudkan
dengan kelompok khusus adalah delapan kelompok yang di isyaratkan
oleh Allah SWT.

Jika pengertian itu dihubungkan dengan harta, maka menurut ajaran


Islam, harta yang dizakati itu akan tumbuh dan berkembang, bertambah, suci,
dan membawa berkah (membawa kebaikan bagi hidup dan kehidupan yang
punya). Jika beberapa makna kata diatas dijadikan dasar rumusan zakat, maka
zakat adalah bagian dari harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim yang
memenuhi syarat kepada orang-orang tertentu dengan syarat-syarat tertentu
pula. Syarat tertentu dari harta yang akan dizakati adalah nisab, haul, dan kadar
(Ali, 1988, 38-39).

2.2 Landasan Hukum Zakat


a. Hendaklah manusia mencari rezeki yang baik dan halal.

‫الش ْي ٰط ۗ ِن اِنَّهٗ لَ ُك ْم َع ُد ٌّو‬


َّ ‫ت‬ِ ‫ض ح ٰلاًل طَيِّبا ۖ َّواَل َتتَّبِعوا ُخطُ ٰو‬
ُْ ً
ِ ِ ٓ
ُ ‫ٰياَُّي َها الن‬
َ ِ ‫َّاس ُكلُ ْوا م َّما فى ااْل َ ْر‬

‫ُّمبِْي ٌن‬
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat
di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh,
setan itu musuh yang nyata bagimu.” (Q.S. Al-Baqarah (2): 168)
b. Harta kekayaan hendaklah menjadi sarana menuju kebaikan hidup di akhirat.

11
ٰ ِ ُّ ‫ك ِم َن‬ ِ َ‫الدار ااْل ٰ ِخرَة واَل َت ْنس ن‬ ٰ
ُ‫س َن اللّه‬
َ ‫الد ْنيَا َواَ ْحس ْن َك َمٓا اَ ْح‬ َ َ‫ص ْيب‬ َ َ َ َ َّ ُ‫ىك اللّه‬ َ ‫َو ْابتَ ِغ فِ ْي َمٓا ٰا ٰت‬

ُّ ‫ض ۗاِ َّن ال ٰلّهَ اَل يُ ِح‬


‫ب ال ُْم ْف ِس ِديْ َن‬ ِ ‫اد فِى ااْل َ ْر‬
َ‫س‬ َ ‫ك َواَل َت ْب ِغ الْ َف‬
ِ
َ ‫الَْي‬

“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan
Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan
berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah
tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. Al-Qasas (28): 77)
c. Allah melarang orang menimbun emas dan perak tanpa mempergunakannya
untuk kepentingan Agama dan Masyarakat.
ِ ِ ‫الرْهب‬ ِ ِ ِ
ُ َ‫َّاس بِالْبَاط ِل َوي‬
‫ص ُّد ْو َن‬ ِ ‫ال الن‬ َ ‫ان لَيَْأ ُكلُ ْو َن اَ ْم َو‬ َ ُّ ‫ٰيٓاَُّي َها الَّذيْ َن ٰا َم ُن ْٓوا ا َّن َكث ْي ًرا ِّم َن ااْل َ ْحبَا ِر َو‬
ِّ َ‫ضةَ َواَل ُي ْن ِف ُق ْوَن َها فِ ْي َسبِْي ِل ال ٰلّ ِهۙ َفب‬
‫ش ْرُه ْم‬ َّ ‫ب َوال ِْف‬ َّ ‫َع ْن َسبِْي ِل ال ٰلّ ِه ۗ َوالَّ ِذيْ َن يَ ْكنِ ُزْو َن‬
َ ‫الذ َه‬
‫اب اَلِْي ۙ ٍم‬
ٍ ‫بِ َع َذ‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya banyak dari orang-orang
alim dan rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta orang dengan jalan
yang batil, dan (mereka) menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan
orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di
jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka
akan mendapat) azab yang pedih.” (Q.S. At-Taubah (9): 34)

d. Di dalam harta kekayaan seseorang terdapat hak orang yang meminta-minta


dan hak orang (miskin) yang diam (saja).

‫لساۤ ِٕى ِل َوال َْم ْح ُرْوِم‬


َّ ِّ‫َوفِ ْٓي اَ ْم َوالِ ِه ْم َح ٌّق ل‬
“Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta
dan orang miskin yang tidak meminta.” (Q.S. Az-Zariyat (51): 19)
e. Allah memerintahkan manusia agar menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimannya, karena harta adalah amanat Allah.

12
ِ ‫ٰت اِ ٰلٓى اَ ْهلِ َه ۙا َواِذَا َح َك ْمتُ ْم َب ْي َن الن‬
 ‫َّاس اَ ْن تَ ْح ُك ُم ْوا‬ ِ ‫اِ َّن ال ٰلّهَ يْأمرُكم اَ ْن تَُؤ دُّوا ااْل َ ٰمن‬
ْ ُُ َ
ِ ‫بِالْع ْد ِل ۗ اِ َّن ال ٰلّهَ نِِع َّما ي ِعظُ ُكم بِهٖ ۗ اِ َّن ال ٰلّهَ َكا َن س ِم ْيع ۢا ب‬
‫ص ْي ًرا‬ َ ً َ ْ َ َ
“Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia
hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik
yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar,
Maha Melihat.” (Q.S. An-Nisa (4): 58)
f. Allah menggembirakan (hati) orang yang suka mendermakan hartanya di
jalan Allah dan memberikan pahala berlipat ganda di dunia dan akhirat.

ُ‫ص ۖط‬
ُۣ ‫ض َوَي ْب‬ ٰ
ْ َ‫ض ِع َفهٗ لَهٗٓ ا‬
ُ ِ‫ض َعافًا َكثِْي َرًة ۗ َواللّهُ َي ْقب‬ ٰ ُ‫سنًا َفي‬ ٰ ‫من َذا الَّ ِذي ي ْق ِر‬
َ ‫ضا َح‬
ً ‫ض اللّهَ َق ْر‬
ُ ُْ َْ

‫َواِلَْي ِه ُت ْر َجعُ ْو َن‬


“Barangsiapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah
melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan
melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (Q.S. Al-
Baqarah (2); 245)
g. Allah memerintahkan orang-orang beriman mengeluarkan sebagian dari harta
bendanya untuk kebajikan (zakat). Yang dikeluarkan itu hendaklah yang
berkualitas baik, bukan yang buruk-buruk.

ِ ‫س ْبتُ ْم َوِم َّمٓا اَ ْخ َر ْجنَا لَ ُك ْم ِّم َن ااْل َ ْر‬


‫ض ۗ َواَل َتيَ َّم ُموا‬ ِ ِ ِ ِ َّ ٓ
َ ‫ٰياَُّي َها الذيْ َن ٰا َم ُن ْٓوا اَنْف ُق ْوا م ْن طَيِّ ٰبت َما َك‬
‫ض ْوا فِ ْي ِه ۗ َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَ َّن ال ٰلّهَ غَنِ ٌّي َح ِم ْي ٌد‬ ِ
ُ ‫ث ِم ْنهُ ُت ْن ِف ُق ْو َن َولَ ْستُ ْم بِ ٰا ِخ ِذيْ ِه آاَّل اَ ْن ُت ْغ ِم‬
َ ‫الْ َخبِْي‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu
yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi
untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan,
padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan

13
memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah
Mahakaya, Maha Terpuji.” (Q.S. Al-Baqarah (2): 267)
h. Adanya perintah mendirikan shalat serta menunaikan zakat sebagai bentuk
ketaatan kita terhadap Allah Swt dan Rasul-Nya.

ِ
ِ ‫ض يْأمرو َن بِالْمعرو‬
‫ف َوَي ْن َه ْو َن َع ِن ال ُْم ْن َك ِر‬ ْ ُ ْ َ ْ ُ ُ َ ٍ ۘ ‫ض ُه ْم اَ ْوليَاۤءُ َب ْع‬ ُ ‫َوال ُْمْؤ ِم ُن ْو َن َوال ُْمْؤ ِمن‬
ُ ‫ٰت َب ْع‬
ٰ ِ ٰ ۤ ٰ
َ ‫الزٰكوَة َويُ ِط ْيعُ ْو َن اللّهَ َوَر ُس ْولَهٗ ۗاُوٰل ِٕى‬
َ‫ك َسَي ْر َح ُم ُه ُم اللّهُ ۗا َّن اللّه‬ َّ ‫َويُِق ْي ُم ْو َن‬
َّ ‫الص ٰلوَة َوُيْؤ ُت ْو َن‬

‫َع ِزْي ٌز َح ِك ْي ٌم‬


“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka
menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang
makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan salat, menunaikan
zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh
Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (Q. S. At-Taubah (9):
71)
i. Zakat dapat mensucikan harta dan diri kita sebagaimana manusia yang
banyak akan dosa.
ٰ ِ ِ ِ
ُ‫ك َس َك ٌن لَّ ُه ۗ ْم َواللّه‬ َ ‫ص ِّل َعلَْي ِه ۗ ْم ا َّن‬
َ َ‫ص ٰلوت‬ َ ‫ص َدقَةً تُطَ ِّه ُرُه ْم َوُت َزِّك ْي ِه ْم بِ َها َو‬
َ ‫ُخ ْذ م ْن اَ ْم َوال ِه ْم‬

‫َس ِم ْي ٌع َعلِ ْي ٌم‬


“Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan
mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu
(menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar,
Maha Mengetahui.” (Q.S. At-Taubah (9): 103)

2.3 Macam-macam Zakat

14
Salah satu kewajiban umat muslim adalah membayarkan zakat fitrah yang
dibayarkan setiap bulan Ramadan. Zakat dibayarkan dengan 3,5liter makanan pokok
dari daerah tempat Anda tinggal, dalam hal ini di Indonesia adalah beras. Selain zakat
fitrah, ternyata masih banyak macam-macam zakat yang ada.
Adapun jenis atau macam-macam zakat, diantaranya:
1) Zakat Fitrah
Jenis zakat yang wajib dibayarkan umat muslim ketika bulan Ramadan
atau hari raya Idulfitri datang. Selanjutnya, zakat fitrah dapat dibayar dengan
3,5-liter makanan pokok dari daerah yang bersangkutan.  Di Indonesia biasanya
orang akan memberikan beras.
Ada juga yang memberikan biji-bijian, gandum, hingga kurma kering untuk
diberikan sebagai zakat fitrah. Fungsi zakat fitrah bertujuan mensucikan orang
yang berpuasa dari ucapan kotor dan perbuatan dosa. Hal ini dilakukan dengan
cara memberikan makan kepada fakir miskin dengan cara membantu mencukupi
kebutuhan fakir miskin.
2) Zakat Maal
Zakat penghasilan, selanjutnya, ada beberapa jenis zakat penghasilan
yaitu zakat hasil pertambangan, hasil pertanian, hasil laut, hasil ternak, perak,
dan ternak. Masing-masing jenis zakat memiliki ketentuan dan perhitungannya
sendiri.
Pengelolaaan zakat bahkan sudah diatur dalam undang-undang, lho. Pengelolaan
zakat diatur dalam Undang-undang (UU) pengelolaan zakat nomor 38 tahun
1998
“Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang
dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya.”
Selanjutnya, UU tersebut juga menjelaskan tentang pengelolaan zakat, fungsi
zakat dan siapa yang berhak mengatur zakat.
3) Emas dan Perak
Emas dan perak merupakan logam galian yang berharga dan merupakan
karunia Allah. Barang siapa memiliki satu nisab emas dan perak selama satu
tahun penuh, maka ia berkewajiban mengeluarkan zakatnya bila syarat-syarat
yang lain telah terpenuhi artinya bila ditengah-tengah tahun yang satu nisab
tidak dimiliki lagi atau berkurang tidak mencapai satu nisab lagi karena dijual
atau sebab lain, berarti kepemilikan satu tahun itu terputus.
Berdasarkan pendapat mayoritas ulama, seperti Imam Maliki, Imam
Syafi‟i, dan Imam Hambali berpendapat bahwa nisab emas adalah 20 mitsqal =
90gram (BAZIS) dan perak 200 dirham = 600 gram (jumhur). Besar zakatnya
adalah 2,5% setelah tersimpan selama setahun hijriyah penuh.
4) Binatang Ternak

15
Binatang ternak adalah binatang yang dengan sengaja dikembangbiakkan
agar menjadi tambah banyak. Pada binatang ternak diberlakukan nishab dan
haul. Menurut dalil yang ada bahwa binatang ternak yang dizakati itu hanya tiga
jenis, yaitu unta, sapi, dan kambing. Adapun selain dari tiga macam tersebut
baru ditunaikan zakatnya bila dijadikan barang tijarah.
Zakat unta ketentuannya sebagai berikut:
1) 5 ekor-9 ekor 1 ekor kambing
2) 10 ekor-14 ekor 2 ekor kambing
3) 15 ekor-19 ekor 3 ekor kambing
4) 20 ekor-24 ekor 4 ekor kambing
5) 5 ekor-35 ekor 1 ekor unta bintu makhad
6) 31 ekor-45 ekor 1 ekor unta bintu labun
7) 45 ekor-60 ekor 1 ekor unta hiqah
8) 61 ekor-75 ekor 1 ekor unta jadz‟ah
9) 76 ekor-90 ekor 2 ekor unta bintu labun
10) 91 ekor-120 ekor 2 ekor unta hiqah

Zakat sapi ketentuannya sebagai berikut:

1) 30 ekor-39 ekor 1 ekor sapi jantan/betina tabi‟


2) 40 ekor-59 ekor 1 ekor sapi jantan/betina musinnah
3) 60 ekor-69 ekor 2 ekor sapi jantan/betina tabi‟
4) 70 ekor-79 ekor 1 ekor sapi musinnah dan 1 ekor tabi‟
5) 80 ekor-89 ekor 2 ekor sapi musinnah

Zakat kambing memiliki ketentuan:

1) 40 ekor-120 ekor 1 ekor kambing (2 th) atau domba (1 th)


2) 121 ekor-200 ekor 2 ekor kambing/domba
3) 201 ekor-300 ekor 3 ekor kambing/domba

Keterangan:

a) Tabi‟ adalah sapi jantan atau betina yang telah berusia satu tahun
dan telah memasuki tahun kedua.

16
b) Musinnah adalah sapi betina yang telah berusia dua tahun dan
telah masuk tahun ketiga.
c) Makhad adalah unta betina yang telah berusia satu tahun dan telah
masuk tahun kedua.
d) Labun adalah unta betina yang telah berusia dua tahun dan telah
masuk tahun ketiga.
e) Hiqah adalah unta betina yang telah berusia tiga tahun dan telah
masuk tahun keempat.
f) Jadz‟ah adalah unta betina yang telah berusia empat tahun dan
telah masuk tahun kelima.
Berdasarkan jumlah tersebut, dalam ternak unta jika jumlah
tersebut bertambah 40 ekor maka zakatnya bertambah 1 ekor
bintu labun, dan setiap jumlah tersebut berjumlah 50 ekor maka
zakatnya bertambah 1 ekor hiqah. Dalam ternak sapi, setiap jumlah
itu bertambah 30 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor tabi‟ dan jika
setiap jumlah itu bertambah 40 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor
musinnah.Pada ternak kambing, setiap berjumlah 100 ekor
zakatnya bertambah 1 ekor.
4) Zakat perdagangan atau perniagaan
Adalah zakat yang dikeluarkan atas kepemilikan harta yang
diperuntukkan untuk jual beli. Zakat ini dikenakan kepada perniagaan
yang diusahakan baik secara perseorangan maupun perserikatan seperti
CV, PT, dan koperasi.
Segala macam jenis harta atau barang yang diperdagangkan
orang, baik yang termasuk dalam jenis harta yang wajib dizakati seperti:
bahan makanan dan ternak, maupun harta yang tidak wajib dizakati
seperti: tekstil, hasil kerajinan, kelapa, tebu, pisang, tanah, mebel, dan
sebagainya semuanya itu wajib dizakati jika telah memenuhi syarat-
syaratnya.

17
Nishab zakat perdagangan adalah senilai 90 gram emas setelah
berlalu satu tahun. Cara mengeluarkan zakatnya, pada awal tahun
dihitung nilai barang dagangannya. Jika sudah mencapai nishab, pada
akhir tahun dihitung kembali apakah telah mencapai nishab atau belum.
Jika telah mencapai nishab, harus dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5%.

2.4 Penerima Zakat


Mengenai penerima zakat dapat dibagi kedalam dua kategori, yaitu yang
berhak dan yang tidak berhak menerima zakat. Yang berhak menerima zakat,
menurut ketentuan dalam Al-Qur'an surat At-Taubah ayat 60:

 ‫اب َوالْ ٰغ ِرِمْي َن‬ ِّ ‫ت لِ ْل ُف َق َراِۤء َوال َْم ٰس ِك ْي ِن َوالْ ٰع ِملِ ْي َن َعلَْي َها َوال ُْمَؤ لََّف ِة ُقلُ ْوُب ُه ْم َوفِى‬
ِ َ‫الرق‬ َّ ‫اِنَّ َما‬
ُ ‫الص َد ٰق‬

‫ضةً ِّم َن ال ٰلّ ِه ۗ َوال ٰلّهُ َعلِ ْي ٌم َح ِك ْي ٌم‬ َّ ‫َوفِ ْي َسبِْي ِل ال ٰلّ ِه َوابْ ِن‬
َ ْ‫السبِْي ۗ ِل فَ ِري‬
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil
zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya,
untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang
yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha
Mengetahui, Mahabijaksana.” (Departemen Agama)
Sebaliknya yang tidak berhak menerima zakat adalah kelompok orang berikut:
a) Keturunan Nabi Muhammad S.A. W., berdasarkan hadits Nabi sendiri.
“Sesungguhnya tidak halal bagi kami (ahlul bait) mengambil sedekah
(zakat).” (HR. Muslim).
b) Kelompok orang kaya.
“Tidak halal mengambil sedekah (zakat) bagi orang yang kaya dan orang
yang mempunyai kekuatan tenaga.” (HR Bukhari).
c) Keluarga Muzakki, yakni keluarga orang-orang yang wajib mengeluarkan
zakat.
d) Orang yang sibuk beribadah sunnah untuk kepentingan dirinya sendiri
sehingga melupakan kewajiban mencari nafkah untuk diri dan keluarga
serta orang-orang yang ditanggungnya.

18
e) Orang yang tidak mengakui adanya Tuhan dan menolak ajaran agama
(atheis).

2.5 Hikmah Pembayaran Zakat


Sebagaimana telah penulis uralkan di atas, bahwa zakat merupakan ibadah yang
mengandung dua dimensi, yaitu dimensi habluminallah dan dimensi hablaminannas.
Selain itu, pelaksannan zakat juga mengandung hikmah/manfaat yang bersifat
rohaniyah dan filosofis, yang disuratkan dalam Ayat Al-Qur'an dan Hadits Nahi. Di
antara hikmah-hikmah itu adalah (Alt, 1988: 241):
1) Mensyukun karunia Ilahi, menumbuh-suburkan harta dan pahala, serta
membersihkan diri dari sifat-sifat kikir dan loba, dengki, ini. serta dosa.
2) Melindungi masyarakat dari bohaya kemiskinan dan akibat kemelaratan:

3) Mewujudkan rasa solidaritas dan kasih sayang di antara sesama manusa

4) Manifestari kegotongroyongan dan tolong menolong dalam kebaikan dan


taqwa

5) Mengurangi kefakir miskinan yang merupakan masalah sosial;

6) Membina dan mengembangkan mabilitas sosial, dan

7) Salah satu jalan mewujudkan keadilan sosial

2.6 Tata Cara Menunaikan Zakat


Dalam melaksanakan zakat, baik itu zakat hana maupun zakat fitrah. ada
beberapa hal yang harus diperhatikan oleh wajib zakat. Adapun hal- hal yang
harus diperhatikan adalah sebagai berikut (Rayid, 1978: 63-68):

a) Nat. Maksudnya berniat dalam hati menunaikan zakat fardhu secara


ikhlas, bersih, mumi dan jujur, semata-mata mengharapkan ridho. Allah,
sebagaimana sabda Rasullullah: "Segala amal perbuatan itu hanyalah
bergantung niatnya dan bagi setiap orang hanyalah menurut apa yang
diniatkannya".

19
b) Menyegerakan. Artinya, apabila sudah sampai waktunya untuk membayar
zakat maka segeralah dilaksanakan, karena dengan menyegerakan
membayar zakat berarti juga menghindarkan diri dari penghalang, yang
menghalangi untuk berbuat kebajikan manusia tidak pernah akan tahu
kejadian yang tidak

c) Tidak memindahkan ketempat lain. Pada dasamya zakat dipindahkan ke


lain tempat, mengingat bahwa kewajiban menolong orang yang dekat
adalah baik dekat secara kekerabatan ataupun dekat secara lingkungan di
mana seseorang bertempat tinggal, sehingga hal itu yang harus
didahulukan sebelum menolong orang yang jauh.

d) Diserahkan kepada yang berhak. Penyerahan zakat dapat melalui badan


amal zakat (BAZ) atau dilakukan langsung oleh yang bersangkutan
kepada yang berhak menerimanya. Namun hal penting yang harus
dilakukan oleh pemberi zakat adalah jangan sampai zakat itu diberikan
kepada yang di luar delapan golongan (asnaf) yang sudah ditentukan oleh
Al-Qur'an dan Sunnah Nahi Muhammad S.AW.

Mengenai tata cara menunaikan zakat bagi yang wajib berzakat, secara
sederhana dapat penulis uraikan sebagai berikut:

1. Bagi harta kekayaan yang berbentuk emas, perak dan uang.

a. Zakat emas yang harus dikeluarkan seseorang, selain haruus dimiliki


secara pasti dan sudah dimiliki selama satu tahun (haal) juga harus
sampai jumlahnya (nisab), yaitu 20 Dinar (Q.89: 35) atau jika diukur
dengan emas di Indonesia setara dengan 96 gram emas murni
(Departemen Agama, 1978), dengan kadar Zakat yang harus
dibayarkan dikeluarkan adalah 2,5%.

b. Zakat perak yang harus dikeluarkan adalah perak yang telah dimiliki
selama satu tahun (haul) dan jumlahnya (nisab) sudah mencapai 200

20
Dirham atau setara dengan 672 gram perak mumi (Departemen
Agama, 1978), degan kadar zakat Perak yang harus dikeluarkan
adalah sebesar 2.5% e. Lang, baik ang ginal maupun uang chartal
setelah dimiliki selam satu tahun (ha) dan sudah mencapai jumlahnya
(nisab) senilai atau setara dengan 96 gram emas (Departemen Agama
1978), dengan kadar rakat uang yang harus dikeluarkan adalah
sebesar 1.5%

2. Hasil Perternakan Binatang ternak yang dikenakan zakat adalair binatang


temak yang sudah dimiliki selama satu tahun (houl) dan binatang ternak
tersebut tidak digunakan sebagai tenaga pengangkutan dan sebagainya.
Di Indonesia yang termasuk binatang ternak di sini adalah

a. Kambing, biri-biri, dan domba, yang nisabnya adalah 40 ckor. Apabila


seseorang mempunyai 40 s.d. 120 ekor, zakatnya adalah ekor Apabila
seseorang mempunyai 121 sd 200 ekor. zakatnya adalah 2 ekor.
Kemudian apabila seseorang mempunyai, 300 ekor, zakatnya adalah 3
ekor. Selanjutnya setiap pertambahan 100 ekor berikutnya, zakatnya
adalah tambah 1

b. Sapi yang nisahnya adalah 30 ekor. Apabila seserang mempunyai 30 d.


39 ekor, zakatnya adalah 1 ekor yang berum lebih dari 1 tahun.
Apabila seseorang mempunyai 60 sd 69 ekor, zakatnya adalah 2 ekor
yang berumur lebih dari 1 tahun. Kemudian apabila seseorang
mempunyai 70 sd 79 ekor, zakatnya adalah 2 ekor (1 ekor berumur
lebih dari 1 tahun dan i ek lagi berumur lebih dari 2 tahun).
Selanjutnya setiap tambahan 30 ekor berikutnya, zakatnya adalah
ditambah 1 ekor sapi yang berumur lebih dari 1 tahun.

c. Kerbau dan Kada, yang nisub dan kadarnya adalah sama dengan zakat
sapi.

21
3. Tumbuh-tumbuhan (Hasil Bumi) Padi

a. yang haulnya adalah setiap panen jika jumlahnya (misab). sudah


mencapai sejumlah 1350 kg gabah atau setara dengan 750 beras,
dengan kadar zakat yang harus dibayar sebesar 10% untuk sawah
tadah hujan, sedangkan kadar zakat untuk sawah yang diniri dengan
irigasi adalah 5%.

b. Biji-bijian (jagung, kedelai dsb), yang haulnya adalah setiap panen


yang nisab dan kadar zakataya sama dengan zakat padi, Umbi-umbian
(uhi, kentang, ubi kayu, abi jalar, jahe, dsh.).. yang hasul, nisab, dan
kadar zakutnya adalah sama dengan zakat padi.

c. Buah-buahan (kelaps, pisang, duku, tambutan, durian, mangga, apel,


jeruk, pepaya, nanas, kelapa, pala, lada, pinang dan sejenisnya), yang
haul, nisab, dan kadar zakamnya adalahsama dengan zakat padi.

d. Tanaman hias (anggrek, dan segala jenis bunga), yang haul nisab, dan
kadar zalcatnya adalah sama dengan zakat padi. Rumput-rumputan
(serei, bambu, tehu, dan sejenisnya), yang haul, nisab, dan kadar
zakatnya adalah sama dengan zakat padi Daun-daunan (teh.
tembakau, vanili dan sejenisnya), yang haul, nisab, dan kadar
zakatnya adalah sama dengan zakat padi.

e. Sayur-sayuran (hawang, mentimen, kol, wortel, bayam, sawi, cabai,


dan sejenisnya), yang haul, nisah, dan kadar zakatnya adalah sama
dengan zakat padi

4. Perdagangan, Pendapatan, dan Usaha-usaha

1. Industri, seperti: tekstil, baja, keramik, bana merah, genting,


kapur, tempe, tahu, batik, ukir-ukiran, dan sejenisnya, jika sudah
diperdagangkan selama satu talun (haul) dan jumlahnya (ninab)

22
sudah senilai setara dengan 96 gram emas murni, maka kadar
zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5%

2. Industri pariwisata, seperti: hotel, cottage, penginapun, villa,


restoran, buskep, kolam renang dan sejenisnya, jika stadah
dijalankan selama satu tahun dan nisabnya sudah senilai/setara
dengan 96 gram emas, maka kadar zakat yang harus dikeluarkan
sebesar 2.5 %.

3. Perdagangan, seperti eksport impurs atau perdagangan. dalam


negeri misalnya: pertokoan, warung, kios/depot, percetakan, dan
penerbitan, jika sudah berjalan selamat satu tahun (haut) dan
nisabnya sudah senilai setara dengan 6 gram emas murti, maka
kadar zakat yang harus dikeluarkan sebesar 2,5%.

4. Jasa, seperti: notaria, pengacara, akuntan, travel biro, biro


reklame, designer, salon, dan transportasi darat atau lan atau
udara, jika sudah berjalan selama satu tahun (haul) dan niaabnya
sudah senilai/setara dengan 96 gram emas mumi, maka kadar
zakat yang harus dikeluarkan sebesar 2.5%.

5. Real estate, seperti perumahan itu penyewaan rumah tanah, jika


sudah berjalan selama satu tahan (haul) dan misahnya sulah senilai
setara dengan 96 gram emas mumi maka, kadar Zakat yang harus
dikeluarkan sebesar 2.5%

6. Pendapatan, seperti: goji, honorarium, kamini, atau penghasilan


dokter, jika sudah didapat selacca sata tahun (haal) dan nisahnya
sudah senilai/setara dengan 96 gram ems mumi, maka kadar zakat
yang he sebesar 2,5%.

7. Usaha-usaha pertanian atau perkebunan kebun teh karet kopi,


peternakan dan sebagainya, jika sudah berjalan selama satu tahun

23
(haul) dan nisabnya wadah senilai/setara dengan 96 gram emas
murni, maka kadar zakat yang harus dikeluarkan. sebesar 2,5%

8. Uang simpanan, seperti: tabanas, deposito, uang tunai, dan


sejenisnya, jika sudah dimiliki selama satu tahun (haul) dan
nisahnya sudah senilai/setara dengan 96 gram emas muni, maka
kadar zakat yang harus dikeluarkan sebesar 2,5%.

5. Zakat Fitrah.

Tata cara perhitungan zakat fitrah bergantung pada jenis makinan pokok
suatu daerah, jumlahaya (nisab) melebihi kebutuhan (yang wajar) untuk
keluarga pada hari raya idul fitri. haulnya tiap akhir ramadhan kadarnya
2.5 kg atau 3,5 liter makanan pokok atau boleh juga dalam ben makanan
pokok tersebut.

2.7 Pengertian Pajak


Menurut Undang-Undang dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah
kontribusi Wajib Pajak kepada Negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau
Badan yang bersifat yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang sifatnya
dapat di paksakan dan di pungut oleh Undang-Undang, serta tidak mendapat
imbalan secara langsung dan di gunakan untuk keperluan Negara bagi
sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. (Mardiasmo. Perpajakan. (Edisi Revisi
2009, Yogyakarta, Penerbit Andi. Muljono, Djoko, 2010), 22-23.)
A. Dasar Hukum Pajak
Berikut ini berbagai dasar hukum yang mengatur perpajakan di Indonesia.

1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang diatur


dalam UU No. 6/1983 dan diperbarui oleh UU No. 16/2000.
bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menunjung tinggi hak dan
kewajiban warga negara, karena itu menempatkan perpajakan sebagai salah

24
satu perwujudan kewajiban kenegaraan bagi para warganya yang merupakan
sarana peran serta dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional;
2. Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) yang diatur dalam UU No. 7/1983
dan diperbarui oleh UU No. 17/2000.
Dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan,
telah diatur mengenai kewajiban perpajakan sehubungan dengan penghasilan
yang diterima atau diperoleh Subyek Pajak perseorangan maupun badan
guna mewujudkan semangat kegotong-royongan nasional dalam pembiayaan
Negara dan pelaksanaan pembangunan.
3. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan yang diatur
oleh UU No. 8/1983 dan diganti menjadi UU No. 18/2000.
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah
4. Undang-undang penagihan pajak dan surat paksa yang diatur dalam UU No.
19/1997 dan diganti menjadi UU No. 19/2000.
Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak
5. Undang-Undang Pengadilan Pajak yang diatur dalam UU N0. 14/2002.
Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus
Sengketa Pajak. (2) Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa
dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain
oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
B. Unsur-unsur Pajak
Berikut ini adalah unsur-unsur yang terdapat pada pengertian pajak:
a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang.
Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang
menyatakan, “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk
keperluan negara diatur dalam undang-undang.

25
b. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang
dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar
pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan
orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.
c. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum
pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin
maupun pembangunan.
d. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib
pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi
sesuai peraturan perundang-undangan.
C. Fungsi Pajak
Pajak mempunyai beberapa fungsi yaitu sebagai berikut:
a. Fungsi anggaran (budgetair)
Fungsi ini terletak pada sector fublik, yaitu mengumpulkan uang pajak
sebanyak-banyaknya, sesuai dengan undang-undang yang berlaku untuk
membiayai pengeluaran Negara. Sebagai suber pendapatan Negara pajak,
berfungsi untuk membiayai pengeluaran Negara.untuk menjalankan tugas-
tugas rutin Negara dan melaksanakan pembangunan. Digunakan untuk
pembiayaan rutin, seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan,
dan segainya.
b. Fungsi mengatur (regulered)
Fungsi mengatur berarti pajak di jadikan alat bagi pemerintah untuk
mencapai tujuan tertentu, baik dalam bidang ekonomi moneter, social,
kultural, maupun dalam bidang politik.

Selain dua fungsi di atas, pajak juga memiliki fungsi lain yaitu:

1) Fungsi stabilitas Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana


untuk melaksanakan kebijakan yang berkaitan dengan stabilitas harga
sehingga inflasi dapat di kendalikan. Hal ini dapat di lakukan dengan

26
mengatur peredaran uang yang beredar di masyarakat, pemungutan
pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

2) Fungsi redistribusi pendapata Pajak yang sudah di pungut oleh Negara


di gunakan untuk membiayai kepentingan umum, termasuk untuk
membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja
yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat.
3) Fungsi demokrasi Pajak yang sudah di fungut oleh Negara merupakan
wujud sitem gotong royong. Fungsi ini di kaitkan dengan tingkat
pelayanan pemerintah kepada masyarakat pembayar pajak.
D. Jenis Pajak
Pajak dapat di kelompokan ke dalam tiga jenis, yaitu:
a. Berdasarkan golongannya, pajak di kelompokan atas dua golongan yaitu:
1) Pajak Langsung
Pajak yang harus di pikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat di
bebankan atau tidak dapat di limpahkan kepada orang lain. Contoh: PPh,
PPN, PPn BM, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Materai.
2) Pajak Tidak Langsung
Pajak yang pada akhirnya dapat di bebankan atau dapat di limpahkan
kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
b. Berdasarkan sifatnya, pajak di kelompokan atas:
1) Pajak Subjektif
Pajak berpangkal atau berada pada subjeknya, dalam arti memperhatikan
keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan (PPn).
2) Pajak Objektif
Pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri
wajib pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak atas Barang
Mewah (PPn BM).
c. Berdasarkan Lembaga Pemungutannya pajak di kelompokan atas:
1) Pajak Pusat

27
Pajak yang di pungut oleh pemerintah pusat dan di gunakan untuk
membiayai rumah tangga Negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai, Pajak Atas Penjualan Barang Mewah, Pajak Bumi dan
Bangunan Dan Beamatrai.
2) Pajak Daerah
Pajak yang di pungut oleh pemerintah daerah dan di gunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah.
a) Pajak provinsi, contoh: pajak kendaraan bermotor dan pajak bahan
bakar kendaraan bermotor.
b) Pajak kabupaten/kota, contoh: pajak hotel pajak restoran pajak
hiburan.
E. Zakat dan Pajak sebagai Instrumen Pengelola Kekayaan
Zakat dan pajak memiliki tujuan yang selaras yaitu untuk
menyejahterakan masyarakat dan meningkatkan kemakmuran atau kekayaan
setiap individu masyarakat. Dalam konteks pemenuhan kewajiban membayar
zakat dan pajak sebelumnya banyak yang memperdebatkan bahwa zakat dan
pajak adalah sama, sehingga dapat dikatakan bahwa zakat dapat mengurangi
pajak. Namun, jika dikaji lebih dalam pajak dan zakat memiliki kedudukan dan
hukum yang berbeda. Zakat itu adalah sebagian harta yang harus dikeluarkan
atas kewajiban manusia terhadap Tuhannya. Berbeda dengan pajak, Sebagian
harta yang dikeluarkan itu untuk memenuhi kewajiban manusia terhadap negara
(umum).
Meskipun berbeda pajak dan zakat memiliki keselarasan tujuan sosial dan
ekonomi. Dalam tujuan sosial zakat dan pajak dapat memberikan bantuan atas
kesejahteraan masyarakat, hanya saja dalam zakat ada delapan golongan
khusus yang berhak menerimanya sebagaimana yang telah dijelaskan
sebelumnya. Sedangkan pajak diperuntukkan untuk kesejahteraan umum, yang
belum tentu semua dapat merasakan secara langsung hasil dari pembayaran
pajak. Karena pajak diutamakan untuk membantu pemerintah dalam pengaturan

28
negaranya, baik dalam segi pembangunan atau pun program-program yang
menunjang kemajuan suatu negara.
Menurut Quraish Shihab, dalam penjelasannya mengenai membayar pajak
itu adalah suatu kewajiban agama melalui negara yang harus kita penuhi,
sedangkan zakat kewajiban agama melalui tuntunan Al-Qur’an. Jika kita kaitkan
pada zaman Nabi, ada yang namanya Jizyah atau pemasukan kas negara dari
warga non-muslim sebagai imbalan untuk jaminan yang diberikan oleh suatu
negara untuk menjamin kehidupan mereka atau menjaga keamanan. Oleh
karena itu, sebetulnya membayar pajak pun adalah salah satu perintah agama.
Namun, semakin berkembangnya zaman pajak yang dapat kita rasakan
tidak hanya sebatas menjaga keamanan namun untuk meningkatkan kekayaan
atau kesejahteraan suatu negara. Dengan adanya pajak, dapat digunakan untuk
perbaikan jalan sehingga kita dapat menikmati perjalanan denga aman, adanya
pembangunan suatu usaha untuk memperluas lapangan pekerjaan, hingga
terbantunya para pengusaha mikro demi meningkatkan perekonomian suatu
negara.
Jika pajak dan zakat dapat dipenuhi oleh setiap individu atau perusahaan
dengan baik, maka hasil dana keduanya dapat memenuhi instrumen pengelola
kekayaan yang cukup besar. Namun, Lembaga pengelola pajak dan zakat juga
harus mampu mengelola dana yang diperoleh demi kepentingan masyarakat
umum bukan hanya sebagai pemenuhan untuk kekayaan pemerintah.
Pajak dan zakat dapat dikatakan sebagai instrumen pengelola kekayaan
jika Lembaga yang menaungi dapat memberikan hukum tegas terhadap
pemenuhan kewajiban setiap individunya untuk dapat membayar pajak dan
zakat. Kemudian, dari Lembaga pajak dan zakat dapat mengelola dana zakat dan
pajak yang terkumpul dengan baik, sehingga hasil kekayaan yang terkumpul
dapat dirasakan oleh semua masyarakat secara adil dan merata.

29
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Zakat, yang merupakan rukun Islam yang ketiga ini, disebut dalam Al-Qur'an
sebanyak 82 ayat, dalam kitab-kitab hadits, dan dikembangkan melalui ijtihad
manusia dalam berbagai aliran (mazhab) hukum Islam. Zakat berasal dari
bentuk kata "zaka" yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang.
Dinamakan zakat, karena di dalamnya terkandung harapan untuk beroleh
berkah, membersihkan jiwa dan memupuknya dengan berbagai kebaikan
(Fikih Sunnah, Sayyid Sabiq: 5).

Menurut Undang-Undang dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi


Wajib Pajak kepada Negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan
yang bersifat yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang sifatnya
dapat di paksakan dan di pungut oleh Undang-Undang, serta tidak mendapat
imbalan secara langsung dan di gunakan untuk keperluan Negara bagi
sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. (Mardiasmo. Perpajakan. (Edisi Revisi
2009, Yogyakarta, Penerbit Andi. Muljono, Djoko, 2010), 22-23.)

Menurut Quraish Shihab, dalam penjelasannya mengenai membayar pajak itu


adalah suatu kewajiban agama melalui negara yang harus kita penuhi,
sedangkan zakat kewajiban agama melalui tuntunan Al-Qur’an. Jika kita kaitkan
pada zaman Nabi, ada yang namanya Jizyah atau pemasukan kas negara dari
30
warga non-muslim sebagai imbalan untuk jaminan yang diberikan oleh suatu
negara untuk menjamin kehidupan mereka atau menjaga keamanan. Oleh
karena itu, sebetulnya membayar pajak pun adalah salah satu perintah agama.

Afrida, Yenti, ‘Analisis Pembiayaan’, Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam (JEBI) ,
Volume 1.Nomor 2 (2016), Hlm. 157
Chasanah Novambar Andiyansari, ‘Akad Mudharabah Dalam Perspektif Fikih
Dan Perbankan Syariah’, SALIHA: Jurnal Pendidikan & Agama Islam, 3.2
(2020), 42–54 <https://doi.org/10.54396/saliha.v3i2.80>
Djohar Arifin, ‘Subtansi Akad Dalam Transaksi Syariah’, Jurnal Kajian
Ekonomi Dan Perbankan Syari’ah, 6.1 (2014), 170
<https://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/amwal/article/view
/254>
Hadi, Imam Abdul, ‘Wakalah Dalam Aplikasi Perbankan’, Jurnal Ekonomi Dan
Hukum Islam, 3.2 (2013), 94–116
Hendi Suhendi, ‘Fiqh Muamalah, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), h.1
1’, 2008, pp. 1–15
Izza, Diana, and Siti fatimah Zahro, ‘Jurnal Keadaban’, Jurnal Keadaban, 3.2
(2021), 36–45
Kamal Zubair dan Abdul Hamid Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri,
Muhammad, Kata Kunci, and Keuangan Syariah, ‘Eksistensi Akad Dalam
Transaksi Keuangan Syariah’, 2015
Lutfi, Mohammad, ‘Penerapan Akad Wadiah Di Perbankan Syariah’, Madani
Syariah, 3.2 (2020), 132–46
Ppn, ‘Bab 4 Gambaran Umum Transaksi Pembiayaan’, 2010, pp. 41–93
Santoso, Harun, and Anik Anik, ‘Analisis Pembiayaan Ijarah Pada Perbankan
Syariah’, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 1.02 (2017), 106–16
<https://doi.org/10.29040/jiei.v1i02.33>
Semmawi, Ramli, ‘Urgensi Akad Dalam Hukum Ekonomi Islam’, Jurnal Ilmiah
Al-Syir’ah, 8.2 (2010), 498–517 <https://doi.org/10.30984/as.v8i2.23>

31
Sukma, Febri Annisa, Refki Kurniadi Akbar, Nuri Nur Azizah, and Giri Putri
Juliani, ‘Konsep Dan Implementasi Akad Qardhul Hasan Pada Perbankan
Syariah Dan Manfaatnya’, Amwaluna: Jurnal Ekonomi Dan Keuangan
Syariah, 3.2 (2019) <https://doi.org/10.29313/amwaluna.v3i2.4296>

32

Anda mungkin juga menyukai