rokok terbesar kedua di Indonesia. Perusahaan ini berpusat di Jakarta dan Malang. Pada 17 Juni
2009, perusahaan ini diakuisisi oleh British American Tobacco, perusahaan rokok terbesar kedua di
dunia dengan saham 85%.[1] Kemudian, pada 25 Agustus 2009, BAT menaikkan kepemilikan
saham Bentoel Group hingga 99%.[2] Pada awal tahun 2010, BAT Indonesia resmi bergabung
dengan Bentoel. Namun, pada 7 September 2011, BAT resmi menjual 13% saham Bentoel ke pihak
UBS cabang London.
Sejarah
PT Bentoel Group bermula dari pabrik rokok kecil bernama “Strootjes Fabriek Ong Hok Liong”,
yang didirikan oleh Ong Hok Liong. Pada tahun 1954 pabrik rokok tersebut berubah nama menjadi
PT Perusahaan Rokok Tjap Bentoel.
Pada akhir tahun 1960-an, Bentoel Group menjadi perusahaan pertama di Indonesia untuk
memproduksi rokok kretek filter buatan mesin dan membungkus kotak rokoknya dengan plastik.
Inovasi-inovasi ini kemudian menjadi standard pada industri tembakau nasional.
Pada tahun 1987 perusahaan Bentoel menjadi perusahaan publik terdaftar di Bursa Efek Jakarta
juga Rajawali Corpora mengambil alih pengelolaan dari perusahaan Bentoel pada perkembangan
perusahaan Bentoel mengubah nama perusahaan menjadi "PT Bentoel Internasional Investama
Tbk". Kemudian pada tanggal 17 Juni 2009, British American Tobacco mengakuisisi PT Bentoel
Internasional Investama Tbk. PT Bentoel Internasional Investama Tbk kemudian bergabung dengan
PT British American Tobacco Indonesia Tbk sejak pada tanggal 1 Januari 2010 dengan tetap
mempertahankan nama Bentoel di mana PT Bentoel Internasional Investama Tbk menjadi entitas
yang menerima penggabungan.
Kontroversi
PT Bintang Pesona Jagat ternyata mengambil merek rokok "neO Mild" yang dimiliki oleh PT Karya
Tajinan Prima yang lebih dulu menggunakan merek tersebut. Kasasi merek "neO Mild" antara
Karya Tajinan Prima dengan Bintang Pesona Jagat bermula dari gugatan yang diajukan Karya
Tajinan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya atas keputusan Bea dan Cukai pada 16 Juni
2010 yang mengizinkan kedua merek rokok itu muncul bersamaan. Tetapi kemudian pihak Bentoel
Group mengakali vonis tersebut dengan bukti-bukti bahwa merek "neO Mild" versi Bintang Pesona
Jagat yang pertama kali didaftarkan nomor 503266 tanggal 17 Mei 2001, untuk kelas 34, jenis
barang rokok dan Karya Tajinan Prima melanggar hak eksklusif atas merek dagang terdaftar "neO
Mild" dengan menggunakan merek tidak terdaftar "neO Mild" yang memiliki persamaan pada
pokoknya
British American Tobacco plc. (LSE: BATS Templat:Amex) adalah sebuah perusahaan
multinasional yang menghasilkan berbagai produk Rokok. Perusahaan ini didirikan pada tahun
1902. Merek rokok yang diproduksi di perusahaan ini ialah Dunhill, Lucky Strike dan Pall Mall.
Pada Juni 2009, perusahaan ini mengakuisisi 60 persen saham Bentoel Group, produsen rokok
terbesar kedua di Indonesia.[1]
sumber : wikipedia
Saham Bentoel Mulai Liar, Gara-gara Laporan Pajak?
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham emiten rokok PT Bentoel International Investama Tbk
(RMBA) mulai liar pada perdagangan Senin pagi ini (13/5/2019). Investor tampaknya tak
terpengaruh dengan informasinya dari Tax Justice Network terkait dengan laporan RMBA
mengindari pajak.
Data perdagangan menunjukkan, pada awal transaksi, saham RMBA sempat stagnan di level Rp
400/saham, namun kemudian naik 2,50% pada pukul 09.40 WIB di level Rp 410/saham. Nilai
transaksi cenderung kecil yakni Rp 11,97 juta dengan volume perdagangan hanya 29.400 saham.
Dalam Sepekan, saham RMBA naik 16% dan secara tahun berjalan atau year to date saham
RMBA melesat 31,41%. Hanya saja tak ada investor asing yang masuk hari ini. Bahkan secara year
to date, investor asing hanya masuk Rp 206 juta.
Lembaga Tax Justice Network merilis mengeluarkan laporan Abu Jadi Abu (Ashes to Ashes) per
April 2019 terkait dengan dugaan Bentoel International, anak usaha British American Tobacco
(BAT), dan cara perusahaan rokok menghindari pajak di Indonesia. Laporan itu tak hanya soal
Bentoel, melainkan anak-anak BAT dalam mengindari pajak di negara-negara berpendapatan
menengah dan bawah.
Beberapa negara di antaranya Indonesia, Bangladesh, Brazil, Guyana, Trinidad dan Tobago, Kenya,
Uganda dan Zambia.
Dalam laporan tersebut, disebutkan bahwa Bentoel mengindari pajak hingga US$ 14 juta per tahun
atau sekitar Rp 199 miliar (asumsi kurs Rp 14.200/US$, akibat dari pembayaran bunga pinjaman.
Selain itu, BAT juga dinilai mengalihkan sebagian pendapatannya keluar dari Indonesia melalui dua
cara.
Pertama, pinjaman antar-perusahaan pada periode 2013 dan 2015. Besaran yang lebih kecil
dilakukan melalui pembayaran kembali ke Inggris untuk royalti, biaya dan layanan.
Bentoel banyak mengambil pinjaman antara tahun 2013 dan 2015 dari perusahaan terkait di
Belanda, Rothmans Far East BV, untuk pembiayaan ulang utang atau refinancing bank dan
digunakan untuk membayar mesin dan peralatan.
Rothmans Far East BV juga memberikan pembiayaan kepada beberapa anak perusahaan BAT dan
juga terlibat dalam pemasaran rokok di Jepang dan Korea.
Pada Agustus 2013, Bentoel memperoleh fasilitas pinjaman Rp 5,3 triliun atau US$ 434 juta dan Rp
6,7 triliun (US$ 549 juta) pada 2015.
Rekening perusahaan Belanda menunjukkan bahwa dana yang dipinjamkan ke Bentoel berasal dari
perusahaan grup BAT lainnya, Pathway 4 (Jersey) Limited, yang berbasis di negara surga pajak
Britania di Jersey. Pinjaman dalam mata uang rupiah Indonesia itu menjelaskan bahwa uang itu
dimaksudkan untuk dipinjamkan ke Bentoel.
Laporan tersebut bertajuk "Ashes to Ashes, How British American Tobacco (BAT) Avoids Taxes in
Low and Middle Income Countries".
"Bentoel adalah perusahaan publik [di Bursa Efek Indonesia] dan tentu punya persyaratan untuk
mendapatkan opini kewajaran [fairness opinion] dari perusahaan penilai independen untuk transaksi
non-rutin tertentu guna melindungi [pemegang saham] minoritas. Pengenalan pinjaman antar-
perusahaan didukung oleh pendapat kewajaran dan disetujui oleh otoritas," tegas manajemen BAT,
sebagai respons dari permintaan klarifikasi Tax Justice Network.
Mengacu laporan keuangan, pada kuartal I-2019, RMBA masih betah merugi sama seperti tahun
sebelumnya. Pertumbuhan pendapatan hampir 10% sepertinya belum mampu mendongkrak kinerja
bottom line (laba) perusahaan.
Hal ini dikarenakan, sepanjang kuartal pertama tahun ini, perusahaan sudah mencatatkan kerugian
sebesar Rp 83,3 miliar.
Tahun lalu, RMBA juga mengantongi kerugian hingga Rp 608,46 miliar, 26,75% lebih tinggi
dibanding kerugian di tahun 2017 yang sebesar Rp 480,06 miliar. Perusahaan, setidaknya terus
merugi sejak tahun 2012.
sumber : https://www.cnbcindonesia.com/market/20190513100442-17-72003/saham-bentoel-
mulai-liar-gara-gara-laporan-pajak
Bentoel Didera Rugi Menahun Hingga Tudingan Memanfaatkan Celah Pajak dan Cukai
Sabtu, 18 Mei 2019 | 07:10 WIB