Anda di halaman 1dari 7

KASUS PERPAJAKAN 13

Adaro Tersandung Kasus Dugaan Penggelapan Pajak USD 14 Juta Tiap Tahun Sejak 2009
Jumat, 5 Juli 2019 11:25
Reporter: Agustina Melani dan Bawono Yadika Tulus

Merdeka.com - PT Adaro Energy Tbk tengah dirundung masalah. Sebuah laporan


internasional mengungkapkan perusahaan yang dipimpin Garibaldi Thohir itu melakukan
penggelapan pajak lewat anak usahanya Coaltrade Services International di Singapura.
Berdasarkan laporan Global Witness berjudul Taxing Times for Adaro yang dirilis pada Kamis 4
Juli 2019, Adaro dikabarkan telah mengalihkan keuntungan dari batubara yang ditambang di
Indonesia. Hal ini untuk menghindari pajak di Indonesia.
Dari laporan itu disebutkan kalau dari 2009-2017, perseroan melalui anak usahanya di
Singapura, Coaltrade Services International membayar USD 125 juta atau lebih sedikit dari yang
seharusnya dilakukan di Indonesia. Dengan mengalihkan lebih banyak dana melalui tempat
bebas pajak, Adaro mungkin telah mengurangi tagihan pajak Indonesia dan uang yang tersedia
untuk pemerintah Indonesia untuk layanan-layanan publik penting hampir USD 14 juta per
tahun.
Direktur Utama PT Adaro Energy Tbk (ADRO) Garibaldi Thohir membantah terkait
tudingan laporan oleh organisasi global yakni Global Witness atas upaya penggelapan pajak
lewat anak usahanya. "Kita itu perusahaan publik, tentu menerapkan prinsip tata kelola
perusahaan yang baik atau good corporate governance dan senantiasa patuh terhadap aturan yang
berlaku, termasuk aturan perpajakan," tuturnya kepada Liputan6.com, Jumat (5/7).
Pria yang akrab disapa Boy ini menjelaskan, anak perusahaanya yaitu Coaltrade Services itu,
memang bertugas memasarkan batubara di pasar ekspor, atau dengan kata lain di pasar
internasional.
"Tentu sebagai kantor pemasaran internasional, mereka berperan penting untuk
memperluas pasar internasional dengan tetap berpegangan pada ketentuan Harga Patokan
Batubara (HPB) serta aturan perpajakan dan royalti yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia,"
tegas dia.
Boy menegaskan, segala informasi perpajakan yang terafiliasi dengan Coaltrade Services
International Pte.Ltd, sudah tertera dalam situs resmi Perseroan dan otoritas Bursa Efek
Indonesia (BEI) sebagai regulator.
"Pembayaran pajak dan royalti sudah diungkapkan di dalam laporan keuangan
perusahaan, itu bisa dilihat di situs resmi perusahaan dan idx sebagai regulator," kata dia.
Sementara, Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan mengaku akan
mempelajari laporan Global Witness yang menyebutkan PT Adaro Energy Tbk mengalihkan
keuntungan sehingga menghindari pajak lebih besar.
"Kami akan pelajari laporan tersebut, tetapi kami juga tidak bisa menyampaikan data atau
informasi spesifik terkait wajib pajak tertentu," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan
Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama saat dihubungi Liputan6.com lewat
pesan singkat.
Sebelumnya, Global Witness mengatakan laporan keuangan menunjukkan, nilai total
komisi penjualan yang diterima Coaltrade dengan pajak rendah di Singapura meningkat rata-rata
secara tahunan dari USD 4 juta sebelum 2009 menjadi USD 55 juta dari 2009-2017. Lebih dari
70 persen batu bara yang dijualnya berasal dari anak perusahaan Adaro Energy di Indonesia.
Peningkatan pembayaran mendorong keuntungan di Singapura, dengan pengenaan rata-rata
pajak tahunan 10 persen. Sedangkan keuntungan dari komisi perdagangan batu bara perseroan di
Indonesia mungkin akan dikenakan pajak di Indonesia dengan tingkat lebih tinggi secara rata-
rata tahunan sekitar 50 persen. Global Witness pun meminta Adaro untuk berkomentar mengenai
hal itu tetapi belum menerima jawaban.
Laporan itu juga menyebutkan, pada 2008, Adaro membayar USD 33 juta untuk
menyelesaikan perselisihan dengan otoritas pajak Indonesia atas aturan sebelumnya dengan
Coaltrade. Sebagian besar dari keuntungan yang terdaftar di Singapura tampaknya telah
dipindahkan ke luar negeri, ke salah satu anak perusahaan Adaro di Mauritius, yang tidak
dikenakan pajak sama sekali sebelum 2017 dan mungkin masih belum.
Laporan tersebut juga menemukan Adaro baru-baru ini akuisisi anak perusahaan di
Labuan, Malaysia yang merupakan surge pajak. Hal ini untuk membeli saham tambang batu bara
di Australia. Pada saat yang sama, Adaro juga telah memperluas jaringan offshore, dan akan
diuntungkan oleh jaminan keuangan pemerintah Indonesia untuk pembangkit listrik tenaga
batubara Batang senilai USD 4 miliar, seperti disebutkan dalam laporan tersebut.
Mengenal soal Penghindaran Pajak yang Dituduhkan ke Adaro
Danang Sugianto - detikFinance
Jumat, 05 Jul 2019 16:32 WIB
Jakarta - Laporan yang belum lama dikeluarkan oleh Global Witness cukup
menghebohkan. Laporan itu menyebutkan bahwa perusahaan tambang besar di Indonesia, PT
Adaro Energy Tbk melakukan akal-akalan pajak. Adaro disebut melakukan transfer pricing
melalui anak usahanya di Singapura, Coaltrade Services International. Upaya itu disebutkan
telah dilakukan sejak 2009 hingga 2017.
Adaro diduga telah mengatur sedemikian rupa sehingga mereka bisa membayar pajak US$ 125
juta atau setara Rp 1,75 triliun (kurs Rp 14 ribu) lebih rendah daripada yang seharusnya
dibayarkan di Indonesia. Jika laporan itu benar, apakah yang dilakukan perusahaan melanggar
aturan. Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo menjelaskan, wajib pajak (WP) termasuk badan
atau perusahaan lazim melakukan perencanaan pajak (tax planning). Namun upaya inilah yang
sering muncul upaya mengakali aturan pajak.
"Saya kira dalam konteks perpajakan siapapun punya kesempatan dan peluang melakukan tax
planning yang pada akhirnya beurujung pada penghindaran pajak," ujarnya
kepada detikFinance, Jumat (5/7/2019).
Tax planning sebenarnya adalah seni untuk membayar pajak seefisien mungkin. Nah
upaya ini berujung dua persimpangan yakni tax evasion dan tax avoidance. Keduanya sangat
berkaitan tapi berbeda. Perbedaan antara kedua strategi pajak itu adalah legalitasnya.Tax
avoidance adalah trik penghindaran pajak. Caranya dengan memanfaatkan celah dari peraturan
pajak yang ada. Upaya ini legal namun tidak etis dilakukan.
Sedangkan tax evasion adalah penggelapan pajak. Cara ini terbilang kotor dan ilegal karena
melakukan pengurangan pajak terutang atau bahkan tidak membayar pajak sama sekali.
Dalam konteks laporan Global Witness, Adaro disebut melakukan transfer pricing. Nah menurut
Yustinus jika itu benar kategorinya masuk dalam tax avoidance.
"Karena secara legal memenuhi syarat, kalau skema Adaro ini bikin anak di Singapura,
Coaltrade," tambahnya.
Menurutnya, Adaro memanfaatkan celah dengan menjual batu baranya ke Coaltrade
Services International dengan harga yang lebih murah. Kemudian batu bara itu dijual ke negara
lain dengan harga yang lebih tinggi. Alhasil pendapatan yang dikenakan pajak di Indonesia lebih
murah. "Artinya penjualan dan laba yang dilaporkan di Indonesia lebih rendah dari yang
seharusnya," tambah Yustinus.
Memang cara itu tidak melanggar aturan, tapi tidak etis dilakukan. Sebab perusahaan yang
mendulang keuntungan melalui sumber daya di Indonesia, namun pemasukan pajak yang
diterima negara tidak maksimal. Malah keuntungan itu dilarikan ke negara dengan pajak yang
lebih rendah. "Ini yang biasa dilakukan perusahaan batu bara. Kalau dilihat bisnis batu bara itu
kan simpel, cuma mengeruk, tidak ada proses lagi, yang jual juga sudah ada. Kenapa harus
dibikin rumit, sampai harus buat perusahaan di negara lain?" tutupnya.

Dituding Menghindari Bayar Pajak, Ini Penjelasan Adaro


Danang Sugianto - detikFinance
Jumat, 05 Jul 2019 06:59 WIB
Jakarta - Isu yang tak mengenakan tengah menerpa PT Adaro Energy Tbk. Emiten berkode
ADRO itu dituding melakukan penggelapan pajak. Global Witness menerbitkan laporan yang
menyebutkan bahwa Adaro Energy melakukan pengalihan keuntungan perusahaan ke luar
negari. Tujuannya diduga untuk menghindari pajak.

Dalam laporannya Adaro melalui memindahkan laba ke jaringan perusahaannya di Singapura,


Coaltrade Services International. Upaya itu disebutkan telah dilakukan sejak 2009 hingga 2017.
Namun kabar itu dibantah oleh perusahaan yang dipimpin Garibaldi Thohir itu. Berikut berita
selengkapnya:
1. Adaro diduga telah mengatur sedemikian rupa sehingga mereka bisa membayar pajak US$
125 juta atau setara Rp 1,75 triliun (kurs Rp 14 ribu) lebih rendah daripada yang seharusnya
dibayarkan di Indonesia.
2. Dengan memindahkan sejumlah besar uang melalui suaka pajak, Adaro berhasil mengurangi
tagihan pajaknya di Indonesia. Laporan itu menyebutkan pemasukan pajak RI berkurang
hampir US$ 14 juta setiap tahunnya.
3. "Operasi luar negeri Adaro yang ekstensif ini nampaknya memiliki posisi yang bertolak
belakang dengan citra publik yang mereka sudah mereka bangun dengan hati-hati, yaitu
kebanggaan mereka akan kontribusi kepada Indonesia. Di saat Adaro menerima manfaat dari
jaminan yang diberikan pemerintah pada beberapa pembangkit listrik besar, mereka sedang
mengembangkan jaringan luar negerinya dan memindahkan sejumlah besar uang keluar
Indonesia,'' kata Manajer Kampanye Perubahan Iklim untuk Global Witness Stuart
McWilliam dilansir dalam laporanya.
4. Masih menurut laporan itu nilai total komisi penjualan yang diterima Coaltrade di negara
dengan tingkat pajak rendah seperti Singapura, telah meningkat dari rata-rata tahunan US$ 4
juta sebelum 2009, ke US$ 55 juta dari tahun 2009 sampai 2017.
5. Lalu lebih dari 70% batu bara yang dijual berasal dari anak perusahaan Adaro di Indonesia.
Peningkatan pembayaran ini juga mendorong peningkatan keuntungan mereka di Singapura,
di mana mereka dikenakan pajak dengan tingkat rata-rata tahunan sebesar 10%.
6. Keuntungan dari komisi yang berasal dari perdagangan batu bara Adaro yang ditambang di
di Indonesia seharusnya dapat dikenakan pajak di Indonesia dengan tingkat pajak yang lebih
tinggi yaitu 50%.
7. Pada tahun 2008, perusahaan Garibaldi Thohir ini membayar US$ 33 juta untuk
menyelesaikan sengketa dengan otoritas pajak Indonesia terkait bisnis mereka dengan
Coaltrade.
8. Sebagian besar keuntungan yang ada di Singapura, nampaknya telah dipindahkan lebih jauh
ke luar negeri, ke salah satu anak perusahaan Adaro di negara suaka pajak, Mauritius. Di
sana perusahaan itu tidak dikenakan pajak apa pun sebelum tahun 2017 dan mungkin hingga
kini.
9. Laporan ini juga menemukan bahwa Adaro baru-baru ini mengakuisisi sebuah perusahaan di
kawasan suaka pajak di Malaysia, Labuan, dan perusahaan itu telah digunakan untuk
membeli sejumlah besar saham perusahaan tambang batu bara Australia.
10. Direktur Utama Adaro Energy Garibaldi Thohir pun buka suara. Dia mengaku tak khawatir
dengan isu tersebut. Menurutnya yang berhak menentukan hal itu adalah Ditjen Pajak.

"Dari saya simple, yang bisa menentukan apakah kita melakukan hal tersebut adalah Dirjen
Pajak. Negara kita tidak boleh dijajah oleh bangsa lain dan dengan opini-opini institusi lain,
karena yang paling tahu adalah otoritas pajak Indonesia," ujar pria yang akrab disapa Boy,
dilansir dari CNBC Indonesia, Kamis (4/7/2019). Boy menegaskan bahwa perusahaannya
selama ini merupakan wajib pajak yang taat. Apalagi Adaro Energy juga sering mendapatkan
penghargaan dari Ditjen Pajak.
"Nanti biar otoritas pajak saja yg menentukan. Mereka kan sudah ada perjanjian dengan
otoritas pajak Singapore," tambahnya.

Perusahaan pun membantah tudingan tersebut. Pihak Adaro menegaskan bahwa selama ini
perusahaan bekerja dengan menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik good corporate
governance/GCG) dan senantiasa patuh terhadap aturan yang berlaku, termasuk aturan
perpajakan.

"Selama bertahun-tahun Adaro terpilih sebagai salah satu Wajib Pajak yang menerima apresiasi
dan penghargaan atas kontribusinya terhadap penerimaan negara, patuh terhadap peraturan
perpajakan serta responsif," kata Head of Corporate Communication
PT Adaro Energy Tbk Febriati Nadira dalam keterangan resminya, Kamis (4/7/2019).

Menurutnya, Adaro sebagai perusahaan nasional justru telah banyak berkontribusi bagi
pembangunan dan kemajuan ekonomi Indonesia melalui pembayaran pajak dan royalti. Pada
2018 Adaro telah memberikan kontribusi kepada negara senilai total US$ 721 juta atau setara Rp
10,09 triliun. Angka itu terdiri dari US$ 378 juta dalam bentuk royalti dan US$ 343 juta dalam
bentuk pajak.

Febriati juga menjelaskan, bahwa anak usaha Adaro, Coaltrade Services International Pte.Ltd
merupakan salah satu perusahaan grup Adaro yang berbasis di Singapura untuk memasarkan
batubara Adaro di pasar internasional (ekspor).

Sebagai kantor pemasaran internasional, Coaltrade Services International Pte.Ltd berperan untuk
memperluas pasar internasional dengan tetap berpegangan pada ketentuan Harga Patokan
Batubara (HPB) serta aturan perpajakan dan royalti yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia.
Pertanyaan:
1. Berikan pendapat Anda terkait mekanisme tax planning yang dilakukan Adaro!
2. Menurut Anda, apakah Adaro Indonesia melakukan tax avoidance dan/atau tax evasion?
Apabila Adaro melakukan praktik tersebut, jelaskan praktik tax avoidance dan/atau tax
evasion yang dilakukan oleh Adaro!
3. Menurut Anda, apakah ada isu terkait etika perpajakan dalam kasus Adaro di atas?
4. Menurut Anda, langkah-langkah apa yang seharusnya diambil oleh Pemerintah
Indonesia? Kementerian Keuangan dan/atau Dirjen Pajak untuk menghindari Kasus
Adaro terulang lagi di masa depan oleh perusahaan yang lain?
Catatan:
Dalam melakukan analisis kasus di atas, Anda dipersilakan untuk mencari referensi tambahan
terkait kasus Adaro. Anda juga harus menyertakan peraturan perpajakan Indonesia yang terkait
dengan analisis Anda.

Anda mungkin juga menyukai