0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
84 tayangan12 halaman
Menurut laporan Global Witness, PT Adaro Energy Tbk dituduh mengalihkan keuntungan dari batu bara yang ditambang di Indonesia ke anak perusahaan di Singapura, Coaltrade, untuk menghindari pajak dengan memberikan harga transfer di bawah harga pasar. Langkah ini menyebabkan kerugian penerimaan negara yang diperkirakan mencapai Rp400 miliar per tahun. Pemerintah Indonesia menyelidiki kasus ini dan mewajibkan Adaro membayar kekurang
Menurut laporan Global Witness, PT Adaro Energy Tbk dituduh mengalihkan keuntungan dari batu bara yang ditambang di Indonesia ke anak perusahaan di Singapura, Coaltrade, untuk menghindari pajak dengan memberikan harga transfer di bawah harga pasar. Langkah ini menyebabkan kerugian penerimaan negara yang diperkirakan mencapai Rp400 miliar per tahun. Pemerintah Indonesia menyelidiki kasus ini dan mewajibkan Adaro membayar kekurang
Menurut laporan Global Witness, PT Adaro Energy Tbk dituduh mengalihkan keuntungan dari batu bara yang ditambang di Indonesia ke anak perusahaan di Singapura, Coaltrade, untuk menghindari pajak dengan memberikan harga transfer di bawah harga pasar. Langkah ini menyebabkan kerugian penerimaan negara yang diperkirakan mencapai Rp400 miliar per tahun. Pemerintah Indonesia menyelidiki kasus ini dan mewajibkan Adaro membayar kekurang
Agung Cahyadi 20.G3.0006 Karl Anggara 20.G3.0008 Rany Lavendria 20.G3.0009 Profil Perusahaan Tanggal Pendirian : 10 September 1966 Bergerak di bidang Pertambangan Kantor Pusat : Jakarta, Indonesia Bergerak dalam bidang usaha perdagangan, jasa, industri, pengangkutan batubara, perbengkelan, pertambangan, dan konstruksi. Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham Adaro Energy Tbk, yaitu: PT Adaro Strategic Investments (43,91%) dan Garibaldi Thohir (presiden direktur) (6,18%). Kasus Dugaan pengalihan keuntungan dari batu bara yang ditambang di Indonesia untuk menghindari pajak. Direktorat Jenderal Pajak menyebut PT. Adaro Energy Tbk melakukan penyesuaian harga transfer batu bara dan meminta tambahan pajak senilai US$ 33,2 Juta pada tahun 2008 PT. Adaro Energy melakukan transfer pricing. Harga transfer yang diberikan pada Coaltrade jauh dibawah harga pasar, hal ini menyebabkan ketidakwajaran harga transfer. Lebih dari 70% batubara yang dijual oleh coaltrade pada periode 2009-2017 berasal dari anak perusahaan pertambangan Adaro di Indonesia Kasus pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh PT. Adaro Energy Tbk mencemari Sungai Balangan, dan empat kecamatan. Ringkasan Menurut Global Witness dalam laporan berjudul Taxing Times for Adaro, yang dirilis pada Kamis 4 Juli 2019, menyebut PT. Adaro Energy Tbk itu mengalihkan keuntungan dari batu bara yang ditambang di Indonesia untuk menghindari pajak. Manajemen baru menyatakan hal ini disengaja oleh manajemen lama guna kepentingan eksternal. Global Witness mengatakan laporan keuangan menunjukkan, nilai total komisi penjualan yang diterima Coaltrade dengan pajak rendah di Singapura meningkat rata-rata secara tahunan dari US$4 juta sebelum 2009 menjadi US$55 juta dari 2009-2017. Lebih dari 70% batu bara yang dijualnya berasal dari anak perusahaan Adaro Energy di Indonesia. PT. Adaro Energy melakukan transfer pricing. Harga transfer yang diberikan pada Coaltrade jauh dibawah harga pasar, hal ini menyebabkan ketidakwajaran harga transfer. Harga jual yang ditetapkan yakni sebesar $25 pada tahun 2005 dan $29 pada tahun 2006, padahal pada akhir 2007 harga batubara menembus harga $95 per ton. Sehingga PT Adaro sudah menyalahi prinsip arm’s length profit atau prinsip kewajaran. Kewajaran yang dimaksud adalah harga transfer yang sesuai dengan harga wajar yang terjadi seandainya transaksi dengan pihak ketiga. Hasil Analisa Memang sudah lazim, Wajib Pajak (WP) termasuk badan atau perusahaan melakukan perencanaan pajak (tax planning). Hanya saja, upaya inilah yang sering kali muncul upaya mengakali aturan pajak. Padahal tax planning sebenarnya adalah seni untuk membayar pajak seefisien mungkin. Ini pula yang menjadikan tax planning berujung dua persimpangan yakni tax evasion dan tax avoidance. Keduanya sangat berkaitan tapi berbeda. Perbedaan antara kedua strategi pajak itu adalah legalitasnya. PT. Adaro Energy Tbk mendulang keuntungan melalui sumber daya di Indonesia, namun pemasukan pajak yang diterima negara tidak maksimal. Malah keuntungan itu dilarikan ke negara dengan pajak yang lebih rendah. Tindakan tersebut dianggap sebagai penghindaran pajak yang legal (tax avoidance). Meski legal, tindakan tersebut dipandang tidak etis karena bertentangan dengan tujuan pembuatan undang undang perpajakan, yaitu pajak seharusnya dibayar di negara tempat penghasilan diperoleh. Langkah Pemerintah Indonesia
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mendalami dugaan
penghindaran pajak (tax avoidance) yang dilakukan perusahaan batu bara PT Adaro Energy Tbk dengan skema transfer pricing melalui anak perusahaan yang berada di Singapura. 34 anggota DPR mendesak dilakukannya hak angket terhadap dugaan transfer pricing oleh Adaro. Mereka mendesak Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) menunda pelaksanaan penawaran saham perdana (IPO) PT Adaro Energy Tbk, holding Adaro. Pemerintah mewajibkan Adaro membayar kekurangannya tanpa dikenai sanksi Dampak kasus
Penerimaan Negara di sector Pajak berkurang yang bisa
saja menyebabkan Indonesia mengalami shortfall pajak Dari berkurangnya pendapatan pajak itu sendiri saja sudah akan memberikan dampak bagi pertumbuhan ekonomi negara Indonesia. Negara diperkirakan telah dirugikan Rp 400 miliar per tahun Dampak-dampak tidak langsung yang kemudian muncul seperti berkurangnya dana untuk pelayanan masyarakat, berkurangnya dana bantuan/ subsidi dari pemerintah. Analisa Analisa Kasus Laporan berjudul “Jaringan Perusahaan Luar Negeri Adaro” tersebut memaparkan alur niaga batu bara Adaro di pasar Internasional. Coaltrade, anak perusahaan di Singapura, membeli batubara dari perusahaan afiliasi di Indonesia dengan harga rendah. Komoditas tersebut kemudian dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi. Global Witness menghitung harga penjualan kembali oleh coaltrade pada periode sebelum 2008 mencapai 15 persen lebih tinggi ketimbang membeli dari perusahaan Grup Adaro. Belakangan selisihnya turun menjadi sekitar 4% yang ditengarai dipicu oleh pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak terhadap penjualan batu bara ke Coaltrade pada 2004 dan 2005. Perseroan diminta melunasi kurang bayar pada 2008. Analisa Kasus Kendati modus penghindaran pajak lewat selisih penjualan antar- perusahaan terafiliasi telah berkurang. Adaro diduga melakukan cara lain untuk mengurangi keuntungan di Indonesia. Kajian Global Witness mendapati melonjaknya komisi pemasaran yang harus dibayarkan Grup Adaro ke Coaltrade sejak 2009. Pada periode tiga tahun sebelum 200, Stuart memeparkan, Coaltrade mengantongi komisi sebesar US$ 4 Juta per tahun. Namun angkanya menjadi US$ 55 Juta per tahun pada 2009-2017. Hasil perhitungan ini diperkirakan mengurangi keuntungan Adaro sebelum pajak hingga senilai US$ 416,8 Juta. Praktik ini dilakukan lantaran Coaltrade hanya membayar pajak dengan tarif rata-rata 10,7 persen, jauh lebih rendah disbanding pajak yang harus dibayar Adaro yang setiap tahun rata-rata mencapai 50,8 persen. Jika komisi penjualan pada periode tersebut dikenai pajak di Indonesia, pemerintah dapat memperoleh hamper US$ 14 Juta per tahun atau total sekitar US$ 125 Juta. Saran Perbaikan Dalam hal ini, pemerintah seharusnya semakin ketat dalam melakukan pengawasan terhadap sitem harga transfer yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di indonesia . Penggelapan pajak karena transfer pricing itu telah menyimpang dari ketentuan perpajakan yang berlaku, Sehingga dengan demikian perusahaan yang melakukan hal tersebut harus dikenai sanksi pidana perpajakan. Sebab masalah transfer pricing belum pernah diadili secara pidana. Sumber Data dan Informasi