Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

“MANAJEMAN AGRIBISNIS”
“PENYEBAB KEBANGKRUTAN PADA PERUSAHAAN BUMN DAN
STRATEGI PERUSAHAAN BUMN TERSEBUT BERTAHAN ”

Nama : FRANS NATANAEL SIHOTANG


NPM : 220320034
ProdI : S1
Jurusa : AGRIBISNIS B

UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA


Jl. Harmonika baru p.bulan selayang II Medan 20131
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perusahaan Badan Usaha Milik Negara Secara umum (BUMN) adalah badan usaha yang
seluruhnya atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara
langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan (Berdasarkan UU Republik
Indonesia No.19 Tahun 2003). BUMN merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem
perekonomian nasional, disamping Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) dan koperasi. BUMN
berasal dari kontribusi dalam perekonomian indonesia yang berperan menghasilkan berbagai
barang dan jasa guna mewujudkan kesejahteraan rakyat. BUMN terdapat dalam berbagai sektor
seperti sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, keuangan, manufaktur, transportasi,
pertambangan, listrik, telekomunikasi dan perdagangan serta kontruksi.
Sebagai tonggak perekonomian di Indonesia BUMN berperan penting dalam menjaga
kestabilan kondisi perekonomian Indonesia yaitu dengan memperoleh pendapatan yang cukup
untuk menompang perekonomian Indonesia. Salah satu cara suatu perusahaan agar mendapatkan
pendapatan yaitu dengan mendaftarkan perusahaan ke Bursa Efek Indonesia. Cara ini dikenal
dengan Emiten yaitu sebutan untuk perusahaan yang melakukan penerbitan dan penjualan suatu
produk investasi (saham atau obligasi) kepada masyarakat umum (investor). Ada sekitar 20
perusahaan BUMN yang menjadi emiten dan tercatat pada Bursa Efek Indonesia.
Darsono dan Ashari (2005) menjelaskan bahwa, faktor penyebab kegagalan suatu usaha
atau kebangkrutan dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal ini berasal dari dalam perusahaan yang mempengaruhi secara finansial maupun non
finansial. Faktor finansial sendiri meliputi kewajiban jangka pendek yang lebih besar dari aktiva
lancar, lambatnya pengumpulan piutang, dan faktor-faktor lain yang terkait dengan keuangan
perusahaan. Sedangkan faktor non finansial meliputi struktur organisasi yang tidak tertata
dengan baik, sehingga terjadi kesalahan dalam pembuatan keputusan yang berhubungan dengan
kinerja perusahaan. Dan faktor eksternal ini berasal dari luar perusahaan dan berada di luar
jangkauan perusahaan yang meliputi persaingan bisnis, inovasi produk, penurunan produk dan
harga yang sangat kompetitif.
Mamduh dan Halim (2003) menjelaskan bahwa, analisis kebangkrutan dilakukan untuk

memperoleh peringatan awal kebangkrutan tersebut (tanda-tanda kebangkrutan). Semakin awal

ditemukannya indikasi kebangkrutan tersebut, semakin baik bagi pihak manajemen karena

pihak manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan.

Beberapa faktor eksternal yang terjadi di Indonesia pada tahun 2016 ini menyebabkan

beberapa perusahaan BUMN terancam mengalami kebangkrutan salah satu dari faktor eksternal

tersebut ialah dikarenakan oleh proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung pada tahun

2016. Dikarenakan proyek pembangunan kereta cepat tersebut empat perusahaan milik

pemerintah yaitu PT Perkebunan Nusantara VIII, PT Wijaya Karya (Persero), PT Kereta Api
Indonesia (Persero), dan PT Jasa Marga (Persero) yang menjalin kerjasama dengan Investor

berasal dari Tiongkok dalam proyek sebesar $5.5 miliar atau sekitar Rp 74 triliun. Mengingat

laba kedua perusahaan dari empat perusahaan yang tergabung dalam proyek pembangunan

kereta cepat mengalami penurunan berdasarkan laporan keuangan tahun 2015 PT Wijaya Karya

mengalami penurunan laba bersih sebesar 5,48% dan PT Jasa Marga mengalami penuran laba

bersih sebesar 0,61%. Dampak dari proyek yaitu ketidaksanggupan perusahaan untuk dapat

membayar hutang sebesar Rp 74 triliun yang harus dibayarkan dan akan memicu terjadinya

kebangkrutan terhadap perusahaan yang tergabung dalam proyek pembangunan kereta cepat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Penyebab terjadinya kebangkrutan di Perusahaan BUMN di indonesia
2. Bagaimana solusi Perusahaan BUMN Menjadi Perusahan Mandiri
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perusahaan BUMN PT Perkebunan Nusantara
PT Perkebunan Nusantara I berdiri dari pengambilalihan kebun swasta Jepang

dan Belanda menjadi PPN Kesatuan Aceh melalui PP Nomor 142 tahun 1961, dan

dirubah kembali menjadi PNP-I sesuai dengan PP Nomor 14 tahun 1968, dengan

memperhatikan tingkat kesehatannya maka PNP-I dirubah menjadi PT Perkebunan-

I (Persero) berdasarkan Akte Notaris Nomor 1 tanggal 02 Mei 1981.

Pada tanggal 14 Februari 1996, menjadi PT Perkebunan Nusantara I (Persero)

dibentuk dari hasil konsolidasi BUMN berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6

Tahun 1996, yang dikukuhkan dengan Akta Pendirian Nomor 34 tanggal 11 Maret

1996 oleh Notaris Harun Kamil, SH. Konsolidasi beberapa BUMN perkebunan ini

terdiri dari PT Perkebunan I (Persero) dengan komoditas kelapa sawit dan karet; PT

Cot Girek Baru (Persero) dengan komoditas kelapa sawit; Perkebunan

Pengembangan PT Perkebunan V (Persero) dengan komoditas kelapa sawit; dan

PKS Cot Girek PT Perkebunan IX (Persero) berupa pabrik kelapa sawit.

Tanggal 1 Januari 2010, PT Perkebunan Nusantara I melakukan KSO dengan PT

Perkebunan Nusantara III (Persero) yaitu pengelolaan Kebun Karang Inong dan

Kebun Julok Rayeuk Selatan; sesuai dengan perjanjian kerja sama yang telah

ditandatangani para pihak tanggal 16 Oktober 2009 dengan Nomor Surat Perjanjian

01.9/X/SJAN/15/2009-3.14/SP3/27/2009.

Selain itu PT Perkebunan Nusantara I mendirikan Perusahaan Patungan

dengan PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) dengan nama PT Agro Sinergi

Nusantara (PT ASN). Merupakan anak Perusahaan dari PTPN I (Persero) dan PTPN

IV (Persero) dengan komposisi kepemilikan saham masing-masing 49,4% untuk

PTPN I (Persero) dan 50,6% untuk PTPN IV (Persero). Pendirian Perseroan Terbatas

PT ASN dikukuhkan dengan Akta Nomor 13 tanggal 8 April 2011, berkedudukan di

Aceh Barat. Selanjutnya penyerahan Sertifikat HGU dan izin lokasi dari PTPN I

(Persero) ke PT ASN, serta administratif karyawan telah dilakukan sesuai Berita

Acara PTPN I (Persero) Nomor 01.9/X/BA/ 15/2011 dan Berita Acara PT ASN Nomor

ASN/BARA/03/ IX/2011 tanggal 21 September 2011.

Sejak tanggal 02 Oktober 2014, PT Perkebunan Nusantara I (Persero) berubah

menjadi PT Perkebunan Nusantara I bersama PT Perkebunan Nusantara II, IV

sampai XIV atau lebih dikenal dengan Holding BUMN Perkebunan. Sejalan dengan

terbitnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2014 Tentang

Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Ke Dalam Modal


Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara III, dan Surat

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 468/KNK.06/2014

Tentang Penetapan Nilai Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik

Indonesia Ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan

Nusantara III, sejak saat itu PTPN III menjadi induk dari 13 PTPN lainnya.

2.2 Penyebab diambang kebangkrutan Perusahaan BUMN PT. Perusahaan Perkebunan


PT Perkebunan Nusantara XIII adalah BUMN yang berbentuk Persero, bergerak pada
usaha komoditas perkebunan yaitu karet dan kelapa sawit. Hasil produksi utamanya adalah karet,
minyak sawit dan inti sawit, yang menjadi komoditas ekspor, sedangkan hasil produksi
sampingannya adalah biodiesel yang berasal pemanfaatan sisa proses produksi minyak sawit,
yang menjadi komoditas dalam negeri. Komoditas ekspor ini sangat menunjang pendapatan
PTPN XIII. Namun beberapa tahun ini, harga minyak sawit mengalami penurunan, terutama di
tahun 2015 harga minyak sawit sebesar US$ 584 per ton atau turun dari US$ 821 per ton pada
periode yang sama tahun 2014, atau turun sebesar 30%. Penurunan harga minyak sawit ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah:
1) Melemahnya permintaan
Ekspor minyak sawit ke Eropa dan Timur Tengah turun masing-masing sebesar 6% dan
7% dalam Januari-Oktober 2015, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
2) Pengaruh harga minyak bumi
Dalam periode Januari-Oktober 2015, rata-rata harga minyak bumi turun sebesar 50%
dibandingkan periode tahun lalu.
3) Terjadinya kelebihan pasokan minyak nabati dunia Disebabkan karena berhasilnya panen
dan meningkatnya produksi minyak kedelai dan rapeseed sehingga menyebabkan
menurunnya perbedaan harga minyak kedelai dan minyak sawit. Hal ini mendorong
beberapa negara importir minyak sawit beralih ke minyak nabati lainnya.
Dengan menurunnya harga minyak sawit, maka berdampak pada menurunnya pendapatan
PTPN XIII. Sedangkan biaya yang dikeluarkan oleh PTPN XIII untuk berproduksi tetap sama
atau bahkan dapat meningkat. Hal ini dapat menyebabkan dampak buruk bagi kesehatan
finansial PTPN XIII.
Dampak ini juga pernah dialami oleh PTPN X. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Prima Budiawan dengan judul “Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Ditinjau
Dari Rentabilitas, Likuiditas Dan Solvabilitas (Studi Kasus Pada PTPN X Surakarta)”,
didapatkan hasil penelitian bahwa:
 Tingkat kinerja PTPN X Surakarta di tahun 2007 adalah kurang sehat;
 Tingkat kinerja PTPN X Surakarta di tahun 2008 adalah tidak sehat.
PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIII terpaksa menghentikan pembelian tandan buah
segar (TBS) plasma mulai 1 Agustus 2018 karena kondisi keuangan yang kian kritis. Perusahaan
pun memberhentikan sementara pabrik kelapa sawitnya yang tidak memenuhi standar ketentuan
perundangan yang berlaku, misalnya Undang-Undang Lingkungan Hidup dan Undang-Undang
Ketenagakerjaan.Selama pemberhentian pabrik itu, perusahaan pun menyetop penyerapan tandan
buah segar plasma yang meliputi plasma pirbun, Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA),
Revitalisasi Perkebunan (Revitbun), hingga petani swadaya.Oleh karena itu, petani plasma dan
petani swadaya kini bisa menjual tandan buah segar ke perusahaan swasta selama PTPN XIII tak
menyerap tandan buah segar mereka.Dalam surat itu disebutkan, PTPN XIII juga meminta
dukungan pemerintah daerah dan pelbagai pihak terkait dengan konsolidasi internal yang
dilakukan perusahaan.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir buka-bukaan terkait kondisi PT
Perkebunan Nusantara (Persero) atau PTPN yang terbelit utang mencapai Rp 43 triliun. Erick
Thohir mengatakan Ini merupakan penyakit lama dan saya rasa ini korupsi yang terselubung,
yang memang harus dibuka dan dituntut pihak yang melakukan ini.

2.3 Strategi Perubahan Perusahaan BUMN PT. Perkebunan Nusantara


Untuk mengurangi dampak buruk dari permasalahan tersebut, maka diperlukan adanya
perencanaan anggaran, perencanaan kegiatan dan realisasinya yang tepat. Sesuai pasal 21 dan
pasal 22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003, direksi wajib menyiapkan
rancangan rencana jangka panjang (RJP) yang merupakan rencana strategis yang memuat
sasaran dan tujuan Persero yang hendak dicapai dalam jangka waktu 5 (lima) tahun dan juga
wajib menyiapkan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) yang merupakan
penjabaran tahunan dari rencana jangka panjang.
Penyusunan RJP dan RKAP haruslah sebaik mungkin dan berdasarkan asumsi-asumsi
kondisi lingkungan yang tepat, agar nantinya dapat terealisasi dengan baik. Penyusunan RJP dan
RKAP sangatlah rentan terhadap terjadinya tindak kecurangan. Kecurangan tersebut antara lain
penyusupan program atau kegiatan “siluman”, mark up harga dan tidak transparannya proses
penyusunannya. Oleh karena itu diperlukan adanya pengawasan atau evaluasi sejak mulai
penyusunan penganggaran. Pengawasan atau evaluasi ini dapat dilakukan oleh pihak internal
maupun eksternal. PTPN XIII memiliki Satuan Pengawasan Intern (SPI), sesuai dengan pasal 28
Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor 01 Tahun 2011, sebagai wujud
penerapan tata kelola perusahaan yang baik. SPI ini memiliki fungsi yaitu:
1. Evaluasi atas efektivitas pelaksanaan pengendalian intern, manajemen risiko, dan proses
tata kelola perusahaan, sesuai dengan peraturan perundangundangan dan kebijakan
perusahaan;
2. Pemeriksaan dan penilaian atas efisiensi dan efektivitas di bidang keuangan, operasional,
sumber daya manusia, teknologi informasi, dan kegiatan lainnya.
Kemudian pengawasan atau evaluasi juga harus tetap dilakukan setelah proses penyusunan
anggaran, yaitu terhadap realisasi anggaran atau belanja. Realisasi anggaran atau belanja juga
rentan terhadap terjadinya tindak kecurangan. Kecurangan itu antara lain pelaksanaan kegiatan
secara fiktif, pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan kriteria seharusnya dan berubahnya
kegiatan yang dilaksanakan.
Pengawasan ini sangat penting dilakukan agar tidak terjadi kerugian finansial yang dialami
oleh perusahaan. Untuk itu perlu memaksimalkan fungsi dari SPI. Dari uraian masalah dan
informasi diatas, dapat diringkas bahwa BUMN merupakan bagian dari pengeluaran pembiayaan
dalam APBN, sehingga kinerjanya perlu mendapatkan pengendalian, pengawasan dan penilaian
agar memberikan keuntungan bagi pemegang saham, yang nantinya berdampak pada
pertumbuhan ekonomi Indonesia.
PTPN XII punya utang Rp 43 triliun. Sehingga Pak Erick Tohir berupaya untuk mengatasi
utang tersebut, salah satunya dengan memperpanjangan masa pelunasan utang atau
restrukturisasi. Menurut Erick, meskipun restrukturisasi sudah berhasil dilakukan, namun perlu
dibarengi komitmen perusahaan untuk membenahi kinerja keuangan. Perbaikan itu dilakukan
dengan efiensi besar-besaran biaya operasional perusahaan. Selain itu, PTPN harus pula
meningkatkan produksinya agar arus kas perusahaan bisa terjaga, sehingga bisa melunasi
utangnya. Jika tidak terbayarkan, bank yang memberi pinjaman bisa bangkrut akibat besarnya
utang PTPN. Saat itu kinerja PTPN sangat terbantu dari produksi komoditas kelapa sawit yang
memang mengalami peningkatan harga di pasar global. Namun, peningkatan produksi perlu
diikuti pula dengan peningkatan kualitas produk.
Menurut Menteri BUMN Pak Erick Tohir, seperti komoditas coklat yang dikembangkan
PTPN di Banyuwangi saat ini, kalah saing bahkan di pasar lokal. Karenanya, diperlukan upaya
lebih untuk meningkatkan kualitas komoditas coklat PTPN, sehingga bisa berdaya saing dan
berdampak positif bagi perusahaan. Oleh sebab itu, PTPN diminta untuk memberikan bibit yang
bagus kepada para petani rakyat agar ketika panen bisa menghasilkan produk berkualitas yang
dijual ke perusahaan.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. PT Perkebunan Nusantara XIII adalah BUMN yang berbentuk Persero, bergerak
pada usaha komoditas perkebunan yaitu karet dan kelapa sawit. Hasil produksi
utamanya adalah karet, minyak sawit dan inti sawit, yang menjadi komoditas
ekspor,Mempunyai Utang mencapai Rp 43 triliun, PT Perkebunan Nusantara
(PTPN) XIII terpaksa menghentikan pembelian tandan buah segar (TBS) plasma
mulai 1 Agustus 2018 karena kondisi keuangan yang kian kritis,sehingga membuat
PTPN XIII diambang kebangkrutan.
2. Evaluasi atas efektivitas pelaksanaan pengendalian intern, manajemen risiko, dan
proses tata kelola perusahaan, sesuai dengan peraturan perundangundangan dan
kebijakan perusahaan, Pemeriksaan dan penilaian atas efisiensi dan efektivitas di
bidang keuangan, operasional, sumber daya manusia, teknologi informasi, dan
kegiatan lainnya,serta memperpanjangan masa pelunasan utang atau restrukturisasi.
3.2 SARAN
Pemerintah indonesia harus lebih tegas memberi hukuman bagi mereka yang merugikan
negara dan pemerintah indonesia harus peduli terhadap masalah korupsi yang terjadi pada
PTPN.
DAFTAR PUSTAKA
Darsono dan Ashari. 2005. Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan. Yogyakarta:
ANDI.
Mamduh dan Abdul Halim. 2003. Analisis Laporan Keuangan. Edisi Revisi. Yogyakarta:
UPP AMP YKPN.
http://scholar.unand.ac.id/20864/1/BAB%20%20I%20%20Pendahuluan.pdf
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180807131436-92-320191/bumn-sawit-di-
kalimantan-barat-di-jurang-kebangkrutan
https://money.kompas.com/read/2021/09/23/103000526/erick-thohir-buka-bukaan-soal-
korupsi-terselubung-di-ptpn-tumpuk-utang-hingga

Anda mungkin juga menyukai