Anda di halaman 1dari 102

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Pada sub bab ini akan disajikan hasil penelitian mengenai pengaruh nilai

tambah ekonomi (EVA), nilai tambah pasar (MVA) dan rasio nilai buku (PBV)

terhadap tingkat pengembalian saham (return saham). Variabel independen dalam

penelitian ini yaitu adalah nilai tambah ekonomi (EVA), nilai tambah pasar

(MVA), dan rasio nilai buku (PBV), sedangkan variabel dependen dalam

penelitian ini yaitu tingkat pengembalian saham (return saham). Penlitian ini

dilkuakan pada perusahaan subsektor pertambangan batubara yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia periode 2016-2020.

4.1.1 Deskripsi Umum Perusahaan

Pada penelitian ini, perusahaan subsektor pertambangan batubara yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2016-2020 yang menjadi sampel dalam

penelitian ini berjumlah 6 perusahaan diantaranya PT Adaro Minerals Indonesia

Tbk, PT Bukit Asam Energi Tbk, PT Indo Tambangraya Megah Tbk, PT Delta

Dunia Makmur Tbk, PT Resource Alam Indonesia Tbk, dan PT Atlas Resource

Tbk.

4.1.2 Deskripsi Sejarah Perusahaan

Penlitian ini dilkuakan pada perusahaan sub sektor pertambangan batubara

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2016-2020. Di bawah ini akan

disajikan mengenai deskripsi sejarang perusahaan secara singkat diantaranya

sebagai berikut:
1. PT Adaro Minerals Indonesia Tbk

PT Adaro Indonesia (AI) merupakan perusahaan pertambangan

terbesar Grup Adaro yang beroperasi di kabupaten Tanjung provinsi

Kalimantan Selatan di bawah Perjanjian Karya Pengusahaan

Pertambangan Batubara (PKP2B) dengan Pemerintah Indonesia.

Perjanjian ini valid sampai 2022 dengan hak untuk memperpanjang

periode kontrak. Pada tanggal 17 Januari 2018, AI dan Kementerian

Energi dan Sumber Daya Batubara menandatangani amandemen PKP2B

yang mengandung penyesuaian terhadap ketentuan PKP2B dalam rangka

mematuhi ketentuan UU no. 4 tahun 2009 mengenai Pertambangan

Mineral dan Batubara sesuai persyaratan yang dinyatakan dalam pasal 169

UU tersebut. Kepemilikan AI terdiri dari Electricity Generating Authority

of Thailand International Company Limited (EGATi), perusahaan listrik

negara Thailand, dan PT Alam Tri Abadi, anak perusahaan PT Adaro

Energy Tbk, masing-masing dengan porsi 11,5% and 88,5%. AI

memproduksi batubara sub-bituminus dengan nilai kalor menengah antara

4.000 kkal/kg dan 5.000 kkal/kg GAR dari tiga tambang batubaranya:

Paringin, Tutupan dan Wara. Batubara yang diproduksi AI dijual dengan

merek Envirocoal karena karakteristiknya yang berkandungan polutan

sangat rendah, yang juga menempatkannya sebagai salah satu batubara

yang paling ramah lingkungan di dunia. Di bawah ini akan disajikan

struktur organisasi PT Adaro Minerals Indonesia Tbk yaitu sebagai

berikut:
Gambar 4.1
Struktur Organisasi PT Adaro Minerals Indonesia Tbk

2. PT Bukit Asam Energi Tbk

Pada tahun 1923-1940 tentang Air Laya mulai menggunakan

metode penambangan bawah tanah. Dan pada periode tersebut mulai

dilakukan produksi untuk kepentingan komersial, tepatnya sejak tahun

1938. Pada tahun 1950 Pengesahan pembentukan PN TABA. Seiring

dengan berakhirnya kekuasaan kolonial Belanda di tanah air, para

karyawan Indonesia kemudian berjuang menuntut perubahan status

tambang menjadi pertambangan nasional. Pada 1950, Pemerintah

Republik Indonesia kemudian mengesahkan pembentukan Perusahaan

Negara Tambang Arang Bukit Asam (PN TABA). Pada 1 Maret 1981

Perubahan Status Menjadi PT. PN TABA kemudian berubah status


menjadi Perseroan Terbatas dengan nama PT Bukit Asam (Persero), yang

selanjutnya disebut PTBA atau Perseroan. Dalam rangka meningkatkan

pengembangan industri batu bara di Indonesia, pada 1990 Pemerintah

menetapkan penggabungan Perum Tambang Batubara dengan Perseroan.

Pada 23 Desember 2022 Mencatatkan PTBA di Bursa Efek Sesuai

dengan program pengembangan ketahanan energi nasional, pada 1993

Pemerintah menugaskan Perseroan untuk mengembangkan usaha briket

batu bara. Pada 23 Desember 2002, Perseroan mencatatkan diri sebagai

perusahaan publik di Bursa Efek Indonesia dengan kode perdagangan

“PTBA”. Pada 29 November 2017 Catatan Bersejarah PTBA Pada tanggal

ini menjadi catatan sejarah bagi PTBA saat menyelenggarakan Rapat

Umum Pemegang Saham Luar Biasa. Agenda utama dalam RUPSLB

PTBA mencakup tiga hal, yakni persetujuan perubahan Anggaran Dasar

Perseroan terkait perubahan status Perseroan dari Persero menjadi Non-

Persero sehubungan dengan PP 47/2107 tentang Penambahan Penyertaan

modal Negara Republik Indonesia kedalam Modal Saham PT Inalum

(Persero), Persetujuan Pemecahan Nominal Saham (stock split), dan

Perubahan susunan Pengurus Perseroan.Dengan beralihnya saham

pemerintah RI ke Inalum, ketiga perusahaan tersebut resmi menjadi

anggota Holding BUMN Industri Pertambangan, dengan Inalum sebagai

induknya (Holding).
Pada 14 Desember 2017 Pemecahan Nilai Nominal Saham PTBA

melaksanakan pemecahan nilai nominal saham. Langkah untuk stock split

diambil perseroan untuk meningkatkan likuiditas perdagangan saham di

Bursa Efek serta memperluas distribusi kepemilikan saham dengan

menjangkau berbagai lapisan investor, sekaligus untuk mendukung

program “Yuk Nabung Saham”. Komitmen yang kuat dari Bukit Asam

dalam meningkatkan kinerja perusahaan merupakan faktor fundamental

dari aksi korporasi tersebut. Pada tahun 2018 Financial Closed Perusahaan

melakukan Financial Closed dengan China Export Import Bank terkait

dengan pinjaman untuk pembangunan PLTU Mulut Tambang Sumsel 8.

Pencapaian laba bersih tahun 2018 yang tercatat sebesar Rp5,02 triliun,

tertinggi sejak Perusahaan beroperasi. Pada tahun 2019 Ombilin Coal

Mining Heritage PTBA menerima Sertifikat Warisan Budaya Dunia

Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto dari UNESCO. Pada tahun

2020 Manajemen Anti Suap ISO 37001:2016 Bukit Asam terapkan

manajemen anti suan ISO 37001:2016 dan menjadi BUMN pertama di

Sekitarnya yang menerapkan ISO 37001:2016. Di bawah ini akan

disajikan struktur organisasi PT Bukit Asam Energi Tbk yaitu sebagai

berikut:
Gambar 4.2
Struktur Organisasi PT Bukit Asam Energi Tbk

3. PT Indo Tambangraya Megah Tbk

Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) didirikan tanggal 02

September 1987 dan memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun

1988. Pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham Indo

Tambangraya Megah Tbk (28-Feb-2022), yaitu: Banpu Minerals

(Singapore) Pte.Ltd (65,14%). Induk usaha Indo Tambangraya Megah Tbk

adalah Banpu Minerals (Singapore) Pte.Ltd. Sedangkan Induk usaha

utama ITMG adalah Banpu Public Company Limited, sebuah perusahaan


yang didirikan di Kerajaan Thailand. Berdasarkan Anggaran Dasar

Perusahaan, ruang lingkup kegiatan ITMG adalah berusaha dalam bidang

pertambangan, pembangunan, pengangkutan, perbengkelan, perdagangan,

perindustrian dan jasa. Kegiatan utama ITMG adalah bidang

pertambangan dan energi melalui investasi pada entitas anak usaha yang

dimilikinya, yang bergerak dalam industri pertambangan batubara dan jasa

pertambangan, perdagangan batubara, perdagangan minyak, pemasaran

energi, dan pembangkit tenaga listrik. Pada tanggal 07 Desember 2007,

ITMG memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan

Penawaran Umum Perdana Saham ITMG (IPO) kepada masyarakat

sebanyak 225.985.000 dengan nilai nominal Rp500,- per saham dengan

harga penawaran Rp14.000,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan

pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 18 Desember 2007. Di

bawah ini akan disajikan struktur organisasi PT Indo Tambangraya Megah

Tbk yaitu sebagai berikut:


Gambar 4.3
Struktur Organisasi PT Indo Tambangraya Megah Tbk

4. PT Delta Dunia Makmur Tbk

PT Delta Dunia Makmur Tbk. (“Perseroan”) atau yang lebih umum

disebut sebagai Delta Dunia, adalah perusahaan terbuka yang didirikan

berdasarkan hukum Negara Republik Indonesia dan berdomisili di Jakarta.

Saham Perseroan tercatat pada Bursa Efek Indonesia (“BEI”) sejak tanggal

15 Juni 2001 dengan kode perdagangan saham DOID. Sebagai perusahaan

induk, Perseroan memiliki anak perusahaan operasional, PT Bukit

Makmur Mandiri Utama (“BUMA”), salah satu kontraktor pertambangan

batubara terbesar di Indonesia berdasarkan volume produksi. Pada bulan

Desember 2021, BUMA, melalui BUMA Australia Pty. Ltd., anak

perusahaan yang dimiliki sepenuhnya oleh BUMA, mengakuisisi Open

Cut Mining East di Australia, yang sebelumnya merupakan segmen bisnis


Downer EDI Mining Pty. Ltd (“BUMA Australia”). Perseroan juga

memiliki dua anak perusahaan lainnya, yaitu PT Banyubiru Sakti (“BBS”)

dan PT Pulau Mutiara Persada (“PMP”), yang saat ini merupakan entitas

non-aktif. Sebagai perusahaan terbuka, kepemilikan Perseroan saat ini

sebesar 37,86% dipegang oleh Northstar Tambang Persada, Ltd. yang

terdiri dari Souls Humanity Pte. Ltd., dengan sisanya dimiliki oleh

pemegang saham publik. Perseroan berkomitmen untuk menjadi yang

terbaik di semua aspek bisnisnya untuk menciptakan nilai bagi pemegang

saham dan pemangku kepentingan.

Perseroan awalnya didirikan pada tanggal 26 November 1990

dengan nama PT Daeyu Poleko Indonesia. Sejak itu, Perseroan telah

mengalami beberapa kali perubahan nama dalam beberapa tahun, dan

akhirnya dinamakan PT Delta Dunia Makmur Tbk. di 2009. Pada awal

pendiriannya, Perseroan bergerak dalam bidang usaha tekstil berorientasi

ekspor, memproduksi berbagai jenis benang rayon, kapas, dan poliester.

Perseroan kemudian mengubah strategi bisnisnya dengan menjual

manufaktur tekstilnya pada Februari 2008 dan mengubah bisnisnya dengan

fokus pada pengembangan properti komersial dan industri di Indonesia.

Pada bulan November 2009, Perseroan mengakuisisi 99,9% saham BUMA

dan selanjutnya melakukan divestasi bisnis propertinya. Sejak saat itu,

bisnis utama Perseroan difokuskan pada jasa kontraktor penambangan

batubara. Akuisisi BUMA atas BUMA Australia sejalan dengan strategi

Perseroan untuk terus menemukan dan memanfaatkan peluang


diversifikasi dan ekspansi untuk melengkapi dan memperkuat portofolio

bisnisnya, memperluas jangkauan dan kemampuan geografisnya.

Perseroan dan anak usahanya bertujuan untuk menjadi yang terdepan

dalam penyediaan keseluruhan jasa pertambangan untuk menciptakan nilai

optimal bagi pemegang saham dan pemangku kepentingan. Di bawah ini

akan disajikan struktur organisasi PT Delta Dunia Makmur Tbk yaitu

sebagai berikut:

Gambar 4.4
Struktur Organisasi PT Delta Dunia Makmur Tbk
5. PT Resource Alam Indonesia Tbk

Didirikan pada tahun 1981, PT Resource Alam Indonesia Tbk pada

awalnya bernama PT Kurnia Kapuas Utama Lem Industri (KKGI) dan

terlibat dalam produksi perekat kayu. Pada tahun 1991, KKGI melakukan

Penawaran Umum Perdana dengan menerbitkan 4,5 juta saham dengan

harga penawaran Rp5.700 per saham. Sejak itu, saham Perusahaan

diperdagangkan di bawah kode saham "KKGI". Pada tahun 2003,

Perusahaan berganti nama menjadi PT Resource Alam Indonesia Tbk dan

melakukan diversifikasi ke industri pertambangan batubara. Sejak 2006,

Perusahaan telah mengoperasikan 3 (tiga) lokasi penambangan di Simpang

Pasir, Gunung Pinang, dan Bayur dari total area konsesi PKP2B seluas

24.477 hektar. Total produksi batubara anak perusahaan Perseroan telah

mencapai 2,2 juta MT pada tahun 2010 dan meningkat sebesar 91%

menjadi 4,2 juta MT pada tahun 2012 dan 2013, yang menjadikan total

produksi batubara dari tahun 2006 hingga 2013 menjadi 12,7 juta MT. Di

bawah ini akan disajikan struktur organisasi PT Resource Alam Indonesia

Tbk yaitu sebagai berikut:


Gambar 4.5
Struktur Organisasi PT Resource Alam Indonesia Tbk

6. PT Atlas Resource Tbk

Berdiri sejak 26 Januari 2007, PT Atlas Resources Tbk

(“Perseroan”) adalah salah satu produsen batubara yang cukup dikenal di

Indonesia. Dalam perjalanan usahanya selama sepuluh tahun, Perseroan

mengalami pertumbuhan bisnis yang pesat menyusul dilakukannya aksi

akuisisi, eksplorasi dan pengembangan, dengan fokus awal pada wilayah

pertambangan batubara regional berskala kecil. Sejak mulai beroperasi,

Perseroan telah terlibat dalam sejumlah pengembangan proyek, di

antaranya proyek eksplorasi dan produksi di lokasi tambang PT Diva


Kencana Borneo (DKB) di Hub Kubar yang memproduksi batubara

dengan kandungan kalori tinggi dan batubara jenis metallurgical coal.

Selain itu, Perseroan juga melakukan ekspansi aset pertambangan dengan

mengakuisisi PT Hanson Energy di Hub Oku dan kemudian dilengkapi

dengan aksi akuisisi atas Grup Gorby, yang kini dikenal dengan Proyek

Mutara (dahulu Muba), serta atas PT Optima Persada Energi (OPE), yang

memiliki 6 lahan konsesi pertambangan. Selain itu Perseroan juga

memiliki beberapa anak usaha di bidang jasa logistik. Melalui berbagai

langkah strategis tersebut, Perseroan mampu memperluas skala produksi

batubara yang dimilikinya. Hingga kini, Perseroan telah memiliki banyak

lahan konsesi yang secara keseluruhan mencapai luas lebih dari 200.000

Ha. Di bawah ini akan disajikan struktur organisasi PT Atlas Resources

Tbk yaitu sebagai berikut:


 Gambar 4.6
Struktur Organisasi PT Atlas Resources Tbk

4.2 Analisis Deskriptif

Pada sub ini akan dijelaskan hasil analisis deskriptif dari setiap variabel

dalam penelitian ini berdasarkan data hasil perhitungan dari setiap variabel. Data-

data yang telah tersedia akan disajikan dalam bentuk tabel deskriptif agar

mempermudah dalam menjelaskan hasil penelitian ini. Analisis deskriptif dalam

penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perkembangan nilai tambah ekonomi


(EVA), nilai tambah pasar (MVA), rasio nilai buku (PBV), dan tingkat

pengembalian saham (return saham) pada perusahaan subsektor pertambangan

batubara yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2016-2020 yang menjadi

sampel dalam penelitian ini.

4.2.1 Perkembangan Economic Value Added (EVA) Pada Perusahaan

Subsektor Pertambangan Batubara Yang Terdaftar Di Bursa Efek

Indonesia Periode 2016-2020

Economic value added (EVA) adalah ukuran keberhasilan manajemen

perusahaan dalam meningkatkan nilai tambah (value added) bagi perusahaan

(Octavianti, 2018). Pengukuran economic value added (EVA) bertujuan untuk

mengetahui seberapa tinggi kinerja manajemen perusahaan dalam menciptakan

nilai tambah bagi pemegang saham terlihat dari laba operasi setelah pajak yang

dihasilkan perusahaan setelah dikurangi dengan biaya modal yang diinvestasikan

(Invested Capital) dan biaya modal rata-rata tertimbang (WACC). Menurut

Octavianti (2018) menyebutkan bahwa rumus untuk menghitung economic value

added (EVA) yaitu sebagai berikut :

EVA = NOPAT -Capital Changers

Di bawah ini akan disajikan tabel perkembangan economic value added

(EVA) pada perusahaan subsektor pertambangan batubara yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia periode 2016-2020 yaitu sebagai berikut :


Tabel 4.1
Data Perkembangan Economic Value Added (EVA)
N EVA
Perusahaan Tahun Perkembangan Keterangan
o (Dalam Jutaan)
2016 394.325 - -
2017 573.321 178.996 Naik
1 ADRO 2018 565.556 -7.765 Turun
2019 399.408 -166.148 Turun
2020 211.487 -187.921 Turun
2016 2.041.348 - -
2017 5.469.304 3.427.956 Naik
2 PTBA 2018 5.572.925 103.621 Naik
2019 3.512.831 -2.060.094 Turun
2020 1.637.082 -1.875.749 Turun
2016 145.805 - -
2017 277.173 131.367 Naik
3 ITMG 2018 320.575 43.402 Naik
2019 119.656 -200.918 Turun
2020 68.390 -51.266 Turun
2016 99.763.655 - -
2017 108.448.243 8.684.589 Naik
4 DOID 2018 120.305.601 11.857.357 Naik
2019 86.433.788 -33.871.812 Turun
2020 -1.442.589 -87.876.377 Turun
2016 9.096.732 - -
2017 12.859.093 3.762.361 Naik
5 KKGI 2018 383.289 -12.475.804 Turun
2019 5.556.991 5.173.702 Naik
2020 -7.172.723 -12.729.714 Turun
2016 -28.040 - -
2017 -22.627 5.413 Naik
6 ARII 2018 -28.971 -6.344 Turun
2019 -33.504 -4.533 Turun
2020 -22.369 11.1345 Naik
Sumber : Data Diolah
Perkembangan Economic Value Added (EVA)
140,000,000
120,000,000
100,000,000
80,000,000
60,000,000
40,000,000
20,000,000
0
2016 2017 2018 2019 2020
-20,000,000
-40,000,000

Sumber : Data Diolah


Grafik 4.1
Grafik Perkembangan Economic Value Added (EVA)

Berdasarkan data dan grafik 4.1 di atas menunjukan bahwa secara

keseluruhan perkembangan economic value added (EVA) pada masing-masing

perusahaan subsektor pertambangan batubara yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia periode 2016-2020 cenderung fluktuatif. Di bawah ini akan dijelaskan

analisis perkembangan economic value added (EVA) pada masing-masing

perusahaan subsektor pertambangan batubara yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia periode 2016-2020 yaitu sebegai berikut :

1. PT Adaro Minerals Indonesia Tbk

Pada tahun 2016-2017 menunjukan nilai perkembangan EVA pada

PT Adaro Minerals Indonesia Tbk mengalami peningkatan. Peningkatan

tersebut dikarenakan dari produksi batubara sebesar 51,79 juta ton,


perusahaan mampu menjual batubara sebesar 51,82 juta ton. Selain itu

kondisi pasar batubara global yang membaik membuat harga jual rata-rata

batubara mengalami peningkatan sebesar 35%. Hal tersebut berdampak

pada pendapatan operasional perusahaan yang mengalami penigkatan

sebesar 29,08% dari tahun 2016 sebesar $2,524 juta menjadi $3,258 juta

tahun 2017. Disamping itu meskipun beban operasional perusahaan

mengalami peningkatan sebesar 15% dari $1,839 juta tahun 2016 menjadi

$2,117 juta tahun 2017, namun mampu ditutup dengan pertumbuhan

pendapatan operasional yang cukup signifikan. Divisi pertambangan dan

batubatara berkontribusi sebesar 93% terhadap pendapatan usaha,

disamping kontribusi pendapatan dari bisnis non batubara terus meningkat.

Tingginya pendapatan operasional perusahaan dibandingkan dengan beban

operasional perusahaan, serta adanya penurunan total utang perusahaan

berdampak pada peningkatan laba bersih operasi sebesar 61,98% menjadi

$951 juta (Sumber: Annual Report PT Adaro Minerals Indonesia Tbk).

Pada tahun 2017-2020 menunjukan nilai perkembangan EVA pada

PT Adaro Minerals Indonesia Tbk cenderung mengalami penurunan. Pada

tahun 2018 produksi batubara mengalami peningkatan menjadi 55,05 juta

ton dengan tingkat penjualan sebesar 54,39 juta ton, sehingga berdampak

pada pendapatan operasional perusahaan yang mengalami peningkatan

menjadi $3,620 juta akibat adanya peningkatan harga jual rata-rata

batubara. Namun jika dilihat dari pertumbuhan penjualan tahun 2018

hanya sebesar 11,11% lebih rendah dari tahun 2017 sebesar 29,08%.
Penurunan pada tahun 2018 dikarenakan adanya peningkatan beban

operasional sebesar 13,84% dari $2,117 juta menjadi $2,410 juta, hal

tersebut dipengaruhi oleh naiknya biaya penambangan karena kenaikan

nisbah kupas, harga bahan bakar minyak, serta pembayaran royalti kepada

pemerintah. Adanya peningkatan beban operasional yang lebih besar

dibandingkan pendapatan operasional, serta adanya peningkatan nilai total

utang berdampak pada menurunya laba bersih operasi sebesar -10,82%

menjadi $478 juta (Sumber: Annual Report PT Adaro Minerals Indonesia

Tbk).

Pada tahun 2019 produksi batubara mengalami peningkatan

menjadi 58,03 juta ton dengan tingkat penjualan sebesar 59,19 juta ton,

namun hal tersebut justru menunjukan pendapatan operasional perusahaan

yang mengalami penurunan sebesar -4,50% menjadi $3,457 juta. Hal

tersebut dikarenakan adanya peningkatan beban operasional meskipun

hanya sebesar 3,44% atau $2,493 juta seiring dengan peningkatan jumlah

produksi, serta serta adanya peningkatan nilai total utang. Selain itu faktor

lainnya yang cukup signifikan yaitu dipengaruhi oleh penurunan harga

batu bara global yang mempengaruhi harga jual rata-rata yang turun

sebesar 13%. Hal ini berdampak pada menurunya laba bersih operasi

sebesar -9,00% menjadi $435 juta (Sumber: Annual Report PT Adaro

Minerals Indonesia Tbk).

Pada tahun 2020, jumlah produksi batubara mengalami penurunan

menjadi 54,53 juta ton dengan tingkat penjulan sebesar 54,14 juta ton
turun sebesar -8,53% dari tahun sebelumnya. Penurunan jumlah produksi

dan penjualan dikarenakan permintaan batubara yang melemah akibat

lockdown di berbagai negara, serta perlambatan pertumbuhan ekonomi

global. Selain itu adanya penurunan harga batubara global yang

mempengaruhi harga jual rata-rata yang turun sebesar 18%, kondisi makro

dan industri yang sulit berdampak negatif terhadap harga batu bara dunia

dan harga jual rata-rata. Hal ini berdampak pada menurunya pendapatan

operasional poerusahaan sebesar -26,82% menjadi $2,530 juta, meskipun

beban operasional mengalami penurunan sebesar -21,46% menjadi $1,958

juta, namun tidak terlalu berpengaruh terhadap kinerja operaisonal, terlihat

dari penurunan laba operasi yang cukup signifikan sebesar -63,45%

menjadi $159 juta (Sumber: Annual Report PT Adaro Minerals Indonesia

Tbk).

2. PT Bukit Asam Energi Tbk

Pada tahun 2016-2018 menunjukan nilai perkembangan EVA pada

PT Bukit Asam Energi Tbk mengalami peningkatan. Jumlah produksi dan

tingkat penjulan batubara dari tahun 2016-2018 mengalami peningkatan

setiap tahunnya. Pada tahun 2017 jumlah produksi sebesar 24,245 juta ton

dengan tingkat penjulan sebesar 23,627 juta ton, sementara tahun 2018

jumlah produksi sebesar 26,335 juta ton dengan tingkat penjulan sebesar

sebesar 24,692 juta ton. Pendapatan dan beban operasional perusahaan dari

tahun 2016-2018 juga mengalami peningkatan setiap tahunya. Pada tahun

2017 pendapatan operasional sebesar 19,471 triliun dengan beban


operasional sebesar 10,964 triliun, sementara tahun 2018 pendapatan

operasional sebesar 21,166 triliun dengan beban operasional sebesar

12,621 triliun. Peningkatan pendapatan operasional perusahaan tidak

terlepas dari kondisi harga batubara dunia yang baik yang meningkatkan

harga rata-rata batubara. Pendapatan operasional yang lebih tinggi

dibandingkan beban operasional berdampak pada meningkatnya laba

operasi perusahaan tahun 2017 sebesar 5,898 trilun dengan peningkatan

133,07% dari tahun 2016, serta tahun 2018 sebesar 6,224 trilun dengan

peningkatan sebesar 5,52% dari tahun 2017 (Sumber: Annual Report PT

Bukit Asam Energi Tbk).

Pada tahun 2018-2020 menunjukan nilai perkembangan EVA pada

PT Bukit Asam Energi Tbk mengalami penurunan. Pada tahun 2019

jumlah produksi batubara mengelami peningkatan menjadi sebesar 29,068

juta ton dengan tingkat penjualan sebesar 27,793 juta ton, sementara pada

tahun 2020 jumlah produksi mengalami penurunan menjadi sebesar

26,124 juta ton dengan tingkat penjualan 26,124 juta ton. Disamping itu

tahun 2019 pendapatan operasional mengalami peningkatan hanya sebesar

2,93% menjadi sebesar 21,787 triliun dengan peningkatan beban

operasional sebesar 12,23% menjadi sebesar 14,176 triliun. Sementara

pada tahun 2020 pendapatan operasional mengalami penurunan sebesar -

20,48% menjadi sebesar 17,325 triliun dengan beban operasional sebesar

12,758 triliun. Pertumbuhan pendapatan operasional yang lebih rendah

dibandingkan pertumbuhan beban operasional berdampak pada laba


operasi tahun 2019 mengalami penurunan sebesar -19,44% menjadi

sebesar 5,014 triliun. Bahkan pada tahun 2020 tingakat pendapatan

operasional lebih rendah dibandingkan beban operasional berdampak pada

penurunan laba operasi sebesar -49,74% menjadi 2,520 triliun. Penurunan

pada tahun 2019 dan 2020 tidak terlepas dari adanya penurunan harga

batubara dunia yang berimbas terhadap penurunan harga batubara acuan.

Selain itu adannya pandemi Covid-19 menyebabkan lesunya

perekonomian dunia dan nasional, hal ini tentunya berdampak pada

industri batubara dengan sepertihalnya turunya permintaan batubara akibat

lockdown baik di dalam atau luar negeri (Sumber: Annual Report PT Bukit

Asam Energi Tbk).

3. PT Indo Tambangraya Megah Tbk

Pada tahun 2016-2018 menunjukan nilai perkembangan EVA pada

PT Indo Tambangraya Megah Tbk mengalami peningkatan. Jumlah

produksi dan tingkat penjulan batubara dari tahun 2016-2018 mengalami

peningkatan setiap tahunya. Pada tahun 2017 jumlah produksi sebesar 25,6

juta ton dengan tingkat penjulan sebesar 26,7 juta ton, sementara tahun

2018 jumlah produksi sebesar 22,1 juta ton dengan tingkat penjulan

sebesar sebesar 23,1 juta ton. Pendapatan dan beban operasional

perusahaan dari tahun 2016-2018 juga mengalami peningkatan setiap

tahunya. Pada tahun 2017 pendapatan operasional sebesar $1,689 juta

dengan beban operasional sebesar $1,184 juta, sementara tahun 2018

pendapatan operasional sebesar $2,007 juta dengan beban operasional


sebesar $1,423 juta. Peningkatan pendapatan operasional perusahaan tidak

terlepas dari kondisi harga batubara dunia yang baik yang meningkatkan

harga rata-rata batubara. Pendapatan operasional yang lebih tinggi

dibandingkan beban operasional berdampak pada meningkatnya laba

operasi perusahaan tahun 2017 sebesar $388 ribu dengan peningkatan

86,08% dari tahun 2016, serta tahun 2018 sebesar $432 ribu dengan

peningkatan sebesar 11,33% dari tahun 2017 (Sumber: Annual Report PT

Indo Tambangraya Megah Tbk).

Pada tahun 2018-2020 menunjukan nilai perkembangan EVA pada

PT Indo Tambangraya Megah Tbk mengalami penurunan. Pada tahun

2019 jumlah produksi batubara mengalami peningkatan menjadi sebesar

23,4 juta ton dengan tingkat penjualan sebesar 25,3 juta ton, sementara

pada tahun 2020 jumlah produksi mengalami penurunan menjadi sebesar

18,4 juta ton dengan tingkat penjualan 21,2 juta ton. Meskipun pada tahun

2019 penjualan batubara mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya,

namun pendapatan operasional justru mengalami penurunan sebesar -

14,55% menjadi $1,715 juta dengan beban operasional sebesar $1,388

juta. Hal ini juga diikuti dengan pendapatan operasional tahun 2020 yang

mengalami penurunan sebesar -30,91% menjadi sebesar $1,185 juta

dengan beban operasional sebesar $986 ribu. Pertumbuhan pendapatan

operasional tahun 2019-2020 yang mengalami penurunan tidak terlepas

dari adanya penurunan harga batubara dunia yang berimbas terhadap

penurunan harga jual rata-rata batubara. Selain itu pada tahun 2020
ditambah dengan adanya pandemi Covid-19 menyebabkan lesunya

perekonomian dunia dan nasional, hal ini tentunya berdampak pada

industri batubara dengan sepertihalnya turunya permintaan batubara di

berbagai negara (Sumber: Annual Report PT Indo Tambangraya Megah

Tbk).
4. PT Delta Dunia Makmur Tbk

Pada tahun 2016-2018 menunjukan nilai perkembangan EVA pada

PT Delta Dunia Makmur Tbk mengalami peningkatan. Jumlah produksi

dan tingkat penjulan batubara dari tahun 2016-2018 mengalami

peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2017 jumlah produksi sebesar

40,2 juta ton lebh tinggi dari tahun 2016, sementara tahun 2018

peningkatan jumlah produksi menjadi sebesar 42,3 juta ton. Pendapatan

dan beban operasional perusahaan dari tahun 2016-2018 juga mengalami

peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2017 pendapatan operasional

sebesar $765 juta dengan beban operasional sebesar $539 juta, sementara

tahun 2018 pendapatan operasional sebesar $892 juta dengan beban

operasional sebesar $677 juta. Peningkatan pendapatan operasional

perusahaan tidak terlepas dari kondisi harga batubara dunia yang baik

yang meningkatkan harga jual rata-rata batubara. Pendapatan operasional

yang lebih tinggi dibandingkan beban operasional berdampak pada

meningkatnya laba operasi perusahaan tahun 2017 sebesar $87 juta dengan

peningkatan 135,14% dari tahun 2016, serta tahun 2018 sebesar $108 juta

dengan peningkatan sebesar 14,14% dari tahun 2017 (Sumber: Annual

Report PT Delta Dunia Makmur Tbk).

Pada tahun 2018-2020 menunjukan nilai perkembangan EVA pada

PT Delta Dunia Makmur Tbk mengalami penurunan. Pada tahun 2019

jumlah produksi batubara mengalami peningkatan menjadi sebesar 50,0

juta ton, sementara tahun 2020 jumlah produksi mengalami penurunan


menjadi sebesar 45,3 juta ton. Tahun 2019 pendapatan operasional

mengalami penurunan sebesar -1,12% menjadi sebesar $882 juta dengan

beban operasional mengalami peningkatan sebesar 9,16% menjadi sebesar

$739 juta, sementara tahun 2020 pendapatan operasional mengalami

penurunan sebesar -31,75% menjadi sebesar $602 juta dengan beban

operasional sebesar $550 juta. Pendapatan operasional tahun 2019-2020

yang mengalami penurunan tidak terlepas dari adanya penurunan harga

batubara dunia yang berimbas terhadap penurunan harga jual rata-rata

batubara. Pada tahun 2019 beban operaisonal juga mengalami peningkatan

akibat peningkatan jumlah produksi, peningkatan jumlah karyawan,

perbaikan alat serta persediaan habis pakai, serta biaya-biaya lainnya.

Selain itu pada tahun 2020 ditambah dengan adanya pandemi Covid-19

menyebabkan lesunya perekonomian dunia dan nasional, hal ini tentunya

berdampak pada industri batubara dengan sepertihalnya turunya

permintaan batubara di berbagai negara yang kemudian sangat

mempengaruhi pasar dan harga batu bara dunia (Sumber: Annual Report

PT Delta Dunia Makmur Tbk).

5. PT Resource Alam Indonesia Tbk

Pada tahun 2016-2017 menunjukan nilai perkembangan EVA pada

PT Resource Alam Indonesia Tbk mengalami peningkatan. Hal ini terlihat

dari nilai pendapatan operasional tahun 2016-2017 yang cenderung

mengalami penurunan, meskipun beban operasional ikut mengalami

penurunan. Pendapatan operasional tahun 2016 sebesar $92,636 juta


dengan beban operasional sebesar $68,777 juta, sedangkan pendapatan

operasional tahun 2017 mengalami penurunan sebesar -9,58% menjadi

sebesar $83,764 juta dengan beban operasional sebesar $57,373 juta.

Penurunan pendapatan operasional dipengaruhi oleh penurunan jumlah

produksi batubara dan tingkat penjualan batubara yang cenderung

mengalami penurunan. Jumlah produksi tahun 2016 sebesar 2,182 juta ton

dengan tingkat penjualan sebesar 3,122 juta ton, sedangkan jumlah

produksi tahun 2017 mengalami penurunan menjadi sebesar 1,829 juta ton

dengan tingkat penjualan mengalami penurunan sebesar -42,52% menjadi

sebesar 1,908 juta ton. Penurunan jumlah produksi diantaranya

dipengaruhi oleh faktor cuaca hujan yang cukup ekstirm di lokasi

pertambangan dan perubahan kontraktor penambangan utama perusahaan.

Hal in tentu berdampak juga pada laba bersih operasi yang ikut mengalami

penurunan. Laba operasi tahun 2016 sebesar $9,472 juta, namun laba

operasi tahun 2017 justru mengalami peningkatan sebesar 41,88% menjadi

sebesar $13,439 juta. Kenaikan laba yang terjadi di tahun 2017

dikarenakan rendahnya beban operaisonal perusahaan, serta dipengaruhi

kondisi harga jual rata-rata baru yang sedang dalam kondisi yang tinggi

sehingga berdampak pada kinerja keuangan perusahaan yang baik.

(Sumber: Annual Report PT Resource Alam Indonesia Tbk).

Pada tahun 2017-2018 menunjukan nilai perkembangan EVA pada

PT Resource Alam Indonesia Tbk mengalami penurunan. Hal tersebut

tidak terlepas dari adanya penurunan pendapatan operasional perusahaan


yang berdampak pada turunya laba operasi perusahaan. Pendapatan

operasional tahun 2018 mengalami penurunan sebesar -32,02% menjadi

sebesar $56,942 juta dengan beban operasional sebesar $43,958 juta.

Penurunan pendapatan operasional tidak terlepas dari penurunan jumlah

produksi tahun 2018 menjadi sebesar 1,611 juta ton dan penurunan tingkat

penjualan sebesar -24,79% menjadi sebesar 1,435 juta ton. Penurunan

jumlah produksi diantaranya dipengaruhi oleh faktor cuaca hujan yang

cukup ekstirm di lokasi pertambangan dan perubahan kontraktor

penambangan utama perusahaan. Hal ini tentunya berdampak pada laba

operasi perusahaan tahun 2018 yang mengalami penurunan cukup

signifikan sebesar -96,46% menjadi sebesar $475 juta.

Pada tahun 2018-2019 menunjukan nilai perkembangan EVA pada

PT Resource Alam Indonesia Tbk mengalami peningkatan. Hal tersebut

tidak terlapas dari adanya peningkatan pendapatan operasional tahun 2019

sebesar 101,70% menjadi sebesar $114,851 juta dengan tingkat beban

operaisonal sebesar $98,680 juta. Peningkatan pendapatan oeprasional

tidak terlepas dari adanya peningkatan jumlah produksi batubara sebesar

129,02% menjadi sebesar 3,690 juta ton dengan tingkat penjualan yang

juga mengelami peningkatan signifikan sebesar 165,65% menjadi sebesar

3,812 juta ton. Meskipun pada tahun 2019 harga jual rata-rata batubara

mengalami penurunan, namun tingginya tingkat penjualan batubara

berdampak pada laba operasi yang mengalami peningatan signifikan


sebesar 1038,43% menjadi sebesar $5,414 juta (Sumber: Annual Report

PT Resource Alam Indonesia Tbk).

Pada tahun 2019-2020 menunjukan nilai perkembangan EVA pada

PT Resource Alam Indonesia Tbk mengalami penurunan. Hal tersebut

tidak terlapas dari adanya penurunan pendapatan operasional tahun 2020

sebesar-37,12% menjadi sebesar $72,221 juta dengan tingkat beban

operaisonal sebesar $64,879 juta. Penurunan pendapatan oeprasional tidak

terlepas dari adanya penurunan jumlah produksi batubara sebesar -92,30%

menjadi sebesar 2,864 juta ton dengan tingkat penjualan yang juga

mengalami peningkatan signifikan sebesar -25,83% menjadi 2,827 juta

ton. Penurunan jumlah produksi dikarenakan adanya pembatasan kegiatan

operaisonal. Melemahnya permintaan pasar, melemahnya harga batubara

karena kelebihan stock di pasaran, serta adanya pandemi Covid-19 yang

dimana banyak pabrik dan sektor indsutri menurunkan kapasitas produksi

sehingga permintaan energi berkurang. Hal ini tentu berdampak juga pada

laba operasi yang mengalami penurunan cukup signifikan sebesar -

260,09% menjadi sebesar $-8,668 juta (Sumber: Annual Report PT

Resource Alam Indonesia Tbk).

6. PT Atlas Resource Tbk

Pada tahun 2016-2017 menunjukan nilai perkembangan EVA pada

PT Atlas Resource Tbk mengalami peningkatan, namun masih bernilai

negatif. Hal tersebut tidak terlepas dari adanya peningkatan pendapatan

operasional sebesar 146,81% dari tahun 2016 sebesar $11,6 ribu menjadi
sebesar $28,7 ribu pada 2017. Peningkatan pendapatan operasional tidak

terlepas dari kondisi harga jual rata-rata baru yang tinggi serta adanya

peningkatan jumlah produksi dan volume penjualan batubara. Pada tahun

2016 jumlah produksi sebesar 261,7 ribu ton menjadi sebesar 557,6 ribu

ton pada 2017 dan volume penjualan tahun 2016 sebesar 298,4 ribu ton

menjadi sebesar 55,9 ribu ton pada 2017 dengan peningkatan sebesar

85,96%. Namun disisi lain, beban operasional yang mengalami

peningkatan dan masih tergolong tinggi sebesar $29,1 ribu membuat laba

bersih operasi masih mengalami kerugian yaitu sebesar -$16,7 ribu

(Sumber: Annual Report PT Atlas Resource Tbk).

Pada tahun 2017-2019 menunjukan nilai perkembangan EVA pada

PT Atlas Resource Tbk mengalami penurunan dan bernilai negatif. Hal

tersebut justru berbanding terbalik dengan adanya peningkatan pendapatan

operasional pada 2018 sebesar 32,82% menjadi sebesar $38,1 ribu dan ada

tahun 2019 sebesar 64,57% menjadi sebesar $62,8 ribu. Peningkatan

pendapatan operasional tidak terlepas dari kondisi harga jual rata-rata baru

yang tinggi dan adanya peningkatan jumlah produksi dan volume

penjualan batubara. Pada tahun 2018 jumlah produksi menjadi sebesar

749,6,6 ribu ton dan tahun 2019 menjadi sebesar 956,9 ribu ton. Volume

penjualan tahun 2018 mengalami peningkatan sebesar 23,20% menjadi

sebesar 683,7 ribu ton dan tahun 2019 mengalami peningkatan sebesar

79,14% menjadi sebesar 1,224 juta ton. Namun tingignnya pendapatan

oerpasional kurang didukung dengan efisiensi beban operasional


perusahaan, terlihat dari nilai beban operasional tahun 2018 mengelami

peningkatan menjadi sebesar $36,1 ribu dan tahun 2019 menjadi sebesar

$62,7 ribu. Tingginya beban oeprasional ini justru berdampak pada laba

bersih operasi yang masih mengalami kerugian yaitu tahun 2018 sebesar -

$28,2 ribu dan tahun 2019 sebesar -$5,5 ribu (Sumber: Annual Report PT

Atlas Resource Tbk).

Pada tahun 2019-2020 menunjukan nilai perkembangan EVA pada

PT Atlas Resource Tbk mengalami peningkatan, namun masih bernilai

negatif. Hal ini dapat dikarenakan adanya penurunan pendapatan

operasional sebesar -32,87% dari tahun menjadi sebesar $42,1 ribu pada

2020. Penurunan pendapatan operasional tidak terlepas dari kondisi harga

jual rata-rata baru yang mengelami penurunan serta adanya penurunan

jumlah produksi dan volume penjualan batubara. Jumlah produksi tahun

2020 mengalami penurinan menjadi sebesar 884 ribu ton dengan volume

penjualan sebesar 886,9 ribu ton dengan penurunan sebesar -27,58%.

Kondisi ini juga dipengaruhi oleh kondisi adanya pandemi Covid-19 yang

berdampak pada pembatasan kegiatan produksi dan rendanya permintaan

batubara. Disisi lain, beban operasional yang cenderung lebih tinggi dari

pendapatan operasional menjadi faktor penting juga yang mempengaruhi

kinerja perusahaan. Beban operasional tahun 2020 sebesar $47,4 ribu

berdampak pada laba bersih operasi masih mengalami kerugian yaitu

sebesar -$16,4 ribu (Sumber: Annual Report PT Atlas Resource Tbk).


Di bawah ini akan disajikan tabel rata-rata economic value added (EVA)

pada perusahaan subsektor pertambangan batubara yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia periode 2016-2020 yaitu sebegai berikut :


Tabel 4.2
Data Rata-Rata Economic Value Added (EVA)
Tahun
No Perusahaan
2016 2017 2018 2019 2020
1 ADRO 394.325 573.321 565.556 399.408 211.487
2 PTBA 2.041.348 5.469.304 5.572.925 3.512.831 1.637.082
3 ITMG 145.805 277.173 320.575 119.656 68.389
4 DOID 99.763.655 108.448.243 120.305.601 86.433.788 -1.442.589
5 KKGI 9.096.732 12.859.093 383.289 5.556.991 -7.172.723
6 ARII -28.040 -22.627 -28.971 -33.504 -22.369
Maksimum 99.763.655 108.448.243 120.305.601 86.433.788 1.637.082
Minimum -28.040 -22.627 -28.971 -33.504 -7.172.723
Rata-Rata 18.568.971 21.267.418 21.186.496 15.998.195 -1.120.121
Perkembangan - 2.698.447 -80.922 -5.188.301 -17.118.316
Sumber : Data Diolah

Rata-Rata Economic Value Added (EVA)


25,000,000

20,000,000

15,000,000

10,000,000

5,000,000

0
2016 2017 2018 2019 2020
-5,000,000
Grafik 4.2
Grafik Rata-Rata Economic Value Added (EVA)

Berdasarkan tabel dan grafik 4.2 di atas menunjukan bahwa secara

keseluruhan nilai rata-rata EVA pada perusahaan subsektor pertambangan

batubara yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2016-2020 cenderung

fluktuatif. Artinya, kinerja manajemen perusahaan dalam memberikan nilai

tambah ekonomi bagi pemegang saham masih belum optimal. Pada tahun 2016-

2018 nilai rata-rata EVA pada perusahaan subsektor pertambangan batubara

mengalami peningkatan. Hal tersebut dikarenakan tingginya kinerja laba operasi

yang dihasilkan perusahaan akibat adanya peningkatan jumlah produksi dan


tingkat penjualan, serta adanya peningkatan harga jual rata-rata batubara (Sumber:

Annual Report). Sementara pada tahun 2018-2020 pada perusahaan subsektor

pertambangan batubara cenderung mengalami penurunan. Hal tersebut

dikarenakan penurnan harga jual rata-rata batubara yang berdampak pada

rendahnya pendapatan operasional perusahaan., serta ditambah dengan adanya

pandemi Covid-19 yang melanda dunia sehingga berdampak aktivitas operasional

perusahaan diantaranya adanya pembatasaan kegiatan produksi, rendahnya

permintaan batubara, dan melemahnya harga jual rata-rata batubara dunia

(Sumber: Annual Report).

4.2.2 Perkembangan Market Value Added (MVA) Pada Perusahaan

Subsektor Pertambangan Batubara Yang Terdaftar Di Bursa Efek

Indonesia Periode 2016-2020

Market value added (MVA) merupakan alat ukur eksternal yang

digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam mengalokasikan

dana. Market value added (MVA) adalah perbedaaan antara nilai dari perusahaan

(hutang dan ekuitas) dengan total investasi modal ke dalam perusahaan

(Mutmainah dan Santoso, 2018). Pengukuran market value added (MVA)

bertujuan untuk mengetahui seberapa tinggi kinerja manajemen perusahaan dalam

memberikan nilai tambah perusahaan bagi pemegang saham yang tercermin dari

nilai pasar saham di pasar modal dibandingkan dengan modal yang diinvestasikan

oleh investor. Menurut Sari dan Wijayantini (2018) menyebutkan bahwa rumus

untuk menghitung market value added (MVA) yaitu sebagai berikut :

MVA = Nilai Pasar – Invested Capital


Di bawah ini akan disajikan tabel perkembangan market value added

(MVA) pada perusahaan subsektor pertambangan batubara yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia periode 2016-2020 yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.3
Data Perkembangan Market Value Added (MVA)
MVA
N Nama Tahu Perkembanga Keteranga
(Dalam
o Perusahaan n n n
Jutaan)
2016 32.369.795 0 -
2017 55.815.505 23.445.710 Naik
1 ADRO 2018 60.197.582 4.382.077 Naik
2019 42.189.485 -18.008.097 Turun
2020 37.199.676 -4.989.809 Turun
2016 17.981.888 0 -
2017 24.685.570 6.703.682 Naik
2 PTBA 2018 40.127.223 15.441.653 Naik
2019 35.372.753 -4.754.470 Turun
2020 24.450.957 -10.921.796 Turun
2016 11.446.141 0 -
2017 21.209.823 9.763.682 Naik
3 ITMG 2018 28.972.407 7.762.584 Naik
2019 19.091.213 -9.881.194 Turun
2020 10.425.818 -8.665.395 Turun
2016 1.973.374 0 -
2017 7.107.282 5.133.908 Naik
4 DOID 2018 7.112.667 5.385 Naik
2019 3.974.274 -3.138.393 Turun
2020 1.905.463 -2.068.811 Turun
2016 885.079 0 -
2017 1.860.083 975.004 Naik
5 KKGI 2018 1.865.075 4.992 Naik
2019 1.265.078 -599.997 Turun
2020 1.045.070 -220.008 Turun
2016 1.415 0 -
2017 1.796 381 Naik
6 ARII 2018 3.305 1.509 Naik
2019 2.360 -945 Turun
2020 1.670 -690 Turun
Sumber : Data Diolah
Perkembangan Market Value Added (MVA)
70,000,000

60,000,000

50,000,000
Perkembangan

40,000,000

30,000,000

20,000,000

10,000,000

0
2016 2017 2018 2019 2020

Sumber : Data Diolah


Grafik 4.3
Grafik Perkembangan Market Value Added (MVA)

Berdasarkan data dan grafik 4.3 di atas menunjukan bahwa secara

keseluruhan perkembangan market value added (MVA) pada masing-masing

perusahaan subsektor pertambangan batubara yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia periode 2016-2020 cenderung fluktuatif. Di bawah ini akan dijelaskan

analisis perkembangan market value added (MVA) pada masing-masing

perusahaan subsektor pertambangan batubara yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia periode 2016-2020 yaitu sebegai berikut :

1. PT Adaro Minerals Indonesia Tbk

Pada tahun 2016-2018 menunjukan nilai perkembangan MVA pada PT

Adaro Minerals Indonesia Tbk mengalami peningkatan. Hal tersebut tidak

terlepas dari adanya peningkatan harga saham perusahaan di pasar modal.

Pada tahun 2016 nilai harga saham 1.012, pada tahun 2017 harga saham

mengelami peningkatan menjadi sebesar 1.745, sedangkan pada tahun


2018 kembali mengalami peningkatan menjadi sebesar 1.882. Peningkatan

harga saham PT Adaro Minerals Indonesia Tbk sejalan dengan

peningkatan IHSG sebesar 20% dengan harga rata-rata 6.356 tahun 2017,

sedangkan sektor pertambangan mengalami peningkatan sebesar 15%

tahun 2017. Sementara tahun 2018 mengalami peningkatan sebsar 65

dengan harga rata-rata 6.087. Peningkatan harga saham tahun 2017-2018

dipengaruhi oleh kinerja keuangan perusahaan yang cemerlang berkat

harga batu bara global yang tinggi, meskipun pada tahun 2018 pasar

saham Indonesia dipengaruhi oleh ketidakpastian ekonomi global.

Perang dagang antara AS dan China, normalisasi kebijakan

moneter di AS dan Uni Eropa yang mendorong investor menarik modal

mereka keluar dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, dan

kinerja keuangan di Eropa dan negara-negara berkembang yang tidak

sebaik yang diharapkan adalah beberapa faktor yang menyebabkan

ketidakpastian ekonomi global selama tahun 2018. Dalam ekonomi

domestik, defisit perdagangan Indonesia dan defisit transaksi berjalan

yang semakin besar meneka Rupiah hingga mempengaruhi kinerja

keuangan emiten-emiten di BEI. Namun hal tersebut ditutup dengan

kinerja keuangan perusahaan yang positif dengan adanya peningkatan laba

bersih perusahaan, akibat adanya peningkatan harga batu bara global.

2. PT Bukit Asam Energi Tbk

Nilai perkembangan Market Value Added (MVA) pada perusahaan

PT Bukit Asam Energi Tbk mengalami peningkatan pada tahun 2016


hingga tahun 2018, namun setelahnya mengalami penurunan di tahun 2018

ke tahun 2020 dengan penurunan paling besar senilai -18.008.097. Pada

tahun 2016 nilai harga saham 1.012, pada tahun 2017 harga saham

mengelami peningkatan menjadi sebesar 1.745, sedangkan pada tahun

2018 kembali mengalami peningkatan menjadi sebesar 1.882. Peningkatan

harga saham sejalan dengan peningkatan IHSG sebesar 20% dengan harga

rata-rata 6.356 tahun 2017, sedangkan sektor pertambangan mengalami

peningkatan sebesar 15% tahun 2017. Sementara tahun 2018 mengalami

peningkatan sebsar 65 dengan harga rata-rata 6.087. Peningkatan harga

saham tahun 2017-2018 dipengaruhi oleh kinerja keuangan perusahaan

yang cemerlang berkat harga batu bara global yang tinggi, meskipun pada

tahun 2018 pasar saham Indonesia dipengaruhi oleh ketidakpastian

ekonomi global.

MVA adalah perbedaan antara nilai pasar dari perusahaan (hutang

dan ekuitas) dengan total modal yang diinvestasikan ke dalam perusahaan.

Nilai pasar dari perusahaan merupakan nilai perusahaan (enterprise value)

dari perusahaan yang bersangkutan. Dimana nilai ini merupakan hasil

jumlah seluruh nilai pasar yang diklaim oleh pihak lain terhadap

perusahaan pada suatu waktu tertentu. Total modal yang diinvestasikan

kedalam perusahaan adalah seluruh investasi yang dilakukan semua pihak

kepada perusahaan pada suatu waktu tertentu. Nilai pasar perusahaan yang

meningkat dipengaruhi oleh nilai saham yang ada pada waktu itu, maka
dari itu upaya perusahaan untuk terus meningkatkan nilai perusahaan

sangat berguna untuk menentukan dan mempertahankan nilai MVA ini.

3. PT Indo Tambangraya Megah Tbk

Nilai perkembangan Market Value Added (MVA) pada perusahaan

PT Indo Tambangraya Megah Tbk mengalami nilai yang cenderung

fluktuatif dimana pada tahun 2016 mengalami peningkatan hingga tahun

2018, sedangkan untuk tahun 2018 mengalami penurunan hingga tahun

2020. Penurunan yang paling besar terjadi di tahun 2018 hingga tahun

2019 dengan nilai sebesar -9.881.194, dan untuk peningkatan terbesar

senilai 9.763.682 dengan nilai awal 11.446.141 menjadi 21.209.823 pada

tahun 2016 ke tahun 2017.

MVA adalah perbedaan antara nilai pasar ekuitas suatu perusahaan

dengan nilai buku seperti yang disajikan dalam neraca, nilai pasar dihitung

dengan mengalikan harga saham dengan jumlah saham yang beredar.

Perubahan nilai saham yang terjadi di Indonesia pada subsector

pertambangan secara langsung akan mempengaruhi perhitungan nilai

MVA perusahaan. Peningkatan MVA menunjukkan kinerja manajemen

perusahaan yang optimal dalam memberikan nilai tambah perusahaan bagi

pemegang saham yang tercermin dari nilai pasar saham di pasar modal

dibandingkan dengan modal yang diinvestasikan oleh investor. Total

modal yang diinvestasikan kedalam perusahaan adalah seluruh investasi

yang dilakukan semua pihak kepada perusahaan pada suatu waktu tertentu.

Nilai pasar perusahaan yang meningkat dipengaruhi oleh nilai saham yang
ada pada waktu itu, maka dari itu upaya perusahaan untuk terus

meningkatkan nilai perusahaan sangat berguna untuk menentukan dan

mempertahankan nilai MVA ini.

4. PT Delta Dunia Makmur Tbk

Nilai perkembangan Market Value Added (MVA) pada perusahaan

PT Delta Dunia Makmur Tbk menunjukkan nilai yang cukup fluktuatif

dengan peningkatan pada tahun 2016 hingga 2018 dengan kenaikan

paling besar senilai 5.133.908 pada tahun 2016 ke tahun 2017.

Peningkatan ini terjadi dikarenakan adanya kenaikan harga saham yang

terjadi. Pada tahun 2016 nilai harga saham 1.012, pada tahun 2017 harga

saham mengelami peningkatan menjadi sebesar 1.745, sedangkan pada

tahun 2018 kembali mengalami peningkatan menjadi sebesar 1.882.

Peningkatan harga saham sejalan dengan peningkatan IHSG sebesar 20%

dengan harga rata-rata 6.356 tahun 2017, sedangkan sektor pertambangan

mengalami peningkatan sebesar 15% tahun 2017. Sementara tahun 2018

mengalami peningkatan sebsar 65 dengan harga rata-rata 6.087.

Peningkatan harga saham tahun 2017-2018 dipengaruhi oleh kinerja

keuangan perusahaan yang cemerlang berkat harga batu bara global yang

tinggi, meskipun pada tahun 2018 pasar saham Indonesia dipengaruhi oleh

ketidakpastian ekonomi global.

Namun disisi lain, penurunan nilai perkembangan Market Value

Added (MVA) juga terjadi di tahun 2018 hingga tahun 2020 dengan

penurunan terbesar pada tahun 2018 ke tahun 2019 sebesar -3.138.393.


Penurunan selisih nilai pasar ekuitas (market value of equity) dengan

jumlah yang ditanamkan investor dalam perusahaan pertambangan ini.

Kunci utama dalam menghitung MVA adalah harga saham. Jika harga

saham naik maka MVA juga akan naik. Perubahan harga saham di pasar

mempengaruhi tingkat keuntungan pemegang saham, berarti pada tahun

2018 hingga tahun 2020 terdapat harga saham perusahaan yang menurun

pada periode tahun tersebut yang menyebabkan turunnya nilai MVA

perusahaan. Selain itu, harga saham perusahaan yang beredar di pasar

mencerminkan kinerja intern perusahaan.

5. PT Resource Alam Indonesia Tbk

Nilai perkembangan Market Value Added (MVA) pada perusahaan

PT Resource Alam Indonesia Tbk mengalami nilai yang cenderung

fluktuatif dimana pada tahun 2016 mengalami peningkatan hingga tahun

2018, sedangkan untuk tahun 2018 mengalami penurunan hingga tahun

2020. MVA adalah perbedaan antara nilai pasar ekuitas suatu perusahaan

dengan nilai buku seperti yang disajikan dalam neraca, nilai pasar dihitung

dengan mengalikan harga saham dengan jumlah saham yang beredar.

Perubahan nilai saham yang terjadi di Indonesia pada subsector

pertambangan secara langsung akan mempengaruhi perhitungan nilai

MVA perusahaan. Peningkatan MVA menunjukkan kinerja manajemen

perusahaan yang optimal dalam memberikan nilai tambah perusahaan bagi

pemegang saham yang tercermin dari nilai pasar saham di pasar modal

dibandingkan dengan modal yang diinvestasikan oleh investor.


Selain itu, selain pengaruh nilai saham yang mempengaruhi nilai

MVA perusahaan. Kinerja perusahaan juga secara langsung berpengaruh

terhadap hasil nilai MVA. Dengan pengukuran nilai saham yang

meningkat dan juga kinerja perusahaan yang baik akan meningkatkan nilai

MVA perusahaan secara langsung. Dimana harga pasar saham

mencerminkan seluruh informasi yang ada. Sehingga dengan itu perlunya

manajemen perusahaan untuk terus meningkatkan kinerja perusahaan

dengan harapan adanya ikut meninngkatkan nilai pasar saham akan

menaikkan keuntungan pemegang saham.

6. PT Atlas Resource Tbk

Nilai perkembangan Market Value Added (MVA) pada perusahaan

PT Delta Dunia Makmur Tbk menunjukkan nilai yang cukup fluktuatif

dengan peningkatan pada tahun 2016 hingga 2018 dengan kenaikan

paling besar senilai 1,509 pada tahun 2017 ke tahun 2018. Namun disisi

lain, penurunan nilai perkembangan Market Value Added (MVA) juga

terjadi di tahun 2018 hingga tahun 2020 dengan penurunan terbesar pada

tahun 2018 ke tahun 2019 sebesar -945.

Perubahan nilai saham yang terjadi di Indonesia pada subsector

pertambangan secara langsung akan mempengaruhi perhitungan nilai

MVA perusahaan. Peningkatan MVA menunjukkan kinerja manajemen

perusahaan yang optimal dalam memberikan nilai tambah perusahaan bagi

pemegang saham yang tercermin dari nilai pasar saham di pasar modal

dibandingkan dengan modal yang diinvestasikan oleh investor.


Selain itu, selain pengaruh nilai saham yang mempengaruhi nilai

MVA perusahaan. Kinerja perusahaan juga secara langsung berpengaruh

terhadap hasil nilai MVA. Dengan pengukuran nilai saham yang

meningkat dan juga kinerja perusahaan yang baik akan meningkatkan nilai

MVA perusahaan secara langsung. Dimana harga pasar saham

mencerminkan seluruh informasi yang ada. Sehingga dengan itu perlunya

manajemen perusahaan untuk terus meningkatkan kinerja perusahaan

dengan harapan adanya ikut meninngkatkan nilai pasar saham akan

menaikkan keuntungan pemegang saham.

Di bawah ini akan disajikan tabel rata-rata market value added (MVA)

pada perusahaan subsektor pertambangan batubara yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia periode 2016-2020 yaitu sebegai berikut :

Tabel 4.4
Data Rata-Rata Market Value Added (MVA)
N Perusahaa Tahun
o n 2016 2017 2018 2019 2020
1 ADRO 32.369.795 55.815.505 60.197.582 42.189.485 37.199.676
2 PTBA 17.981.888 24.685.570 40.127.223 35.372.753 24.450.957
3 ITMG 11.446.141 21.209.823 28.972.407 19.091.213 10.425.818
4 DOID 1.973.374 7.107.282 7.112.667 3.974.274 1.905.463
5 KKGI 885.079 1.860.083 1.865.075 1.265.078 1.045.070
6 ARII 1.415 1.796 3.305 2.360 1.670
Maksimum 32.369.795 55.815.505 60.197.582 42.189.485 37.199.676
Minimum 1.415 1.796 3.305 2.360 1.670
Rata-Rata 10.776.282 18.446.676 23.046.376 16.982.527 12.504.775
Perkembangan - 7.670.394 4.599.700 -6.063.849 -4.477.751
Sumber : Data Diolah
Rata-Rata Market Value Added (MVA)
25,000,000.00

20,000,000.00

15,000,000.00

10,000,000.00

5,000,000.00

0.00
2016 2017 2018 2019 2020
Grafik 4.4
Grafik Rata-Rata Market Value Added (MVA)

Berdasarkan tabel dan grafik 4.3 di atas menunjukan bahwa secara

keseluruhan nilai rata-rata MVA pada perusahaan subsektor pertambangan

batubara yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2016-2020 cenderung

fluktuatif. Artinya, kinerja manajemen perusahaan dalam memberikan nilai

tambah perusahaan bagi pemegang saham yang tercermin dari nilai pasar saham

di pasar modal dibandingkan dengan modal yang diinvestasikan oleh investor

masih belum optimal. Peningkatan nilai rata-rata MVA meningkat pada periode

tahun 2016 hingga 2018. Membaiknya iklim industri Batu Bara yang sempat turun

performanya beberapa tahun terakhir dimanfaatkan sebaik mungkin oleh

perusahaan dengan berbagai langkah strategis, sehingga meningkatkan nilai MVA

perusahaan. Sedangkan pada tahun 2018 hingga 2020 rata-rata nilai MVA

mengalami penurunan dengan nilai perkembangan sebesar 6.063.849 ditahun

2018 ke tahun 2019, hal ini berarti bahwa maka manajer gagal menciptakan nilai

tambah bagi perusahaan dan terdapat nilai pasar perusahaan lebih kecil daripada

modal yang diinvestasikan, yang berarti kekayaan telah dimusnahkan sehingga


menunjukkan penurunan MVA perusahaan. Hal ini juga disebabkan adanya

situasi pandemi yang membuat penurnan harga jual rata-rata batubara yang

berdampak pada rendahnya pendapatan operasional perusahaan., serta ditambah

dengan adanya pandemi Covid-19 yang melanda dunia sehingga berdampak

aktivitas operasional perusahaan diantaranya adanya pembatasaan kegiatan

produksi, rendahnya permintaan batubara, dan melemahnya harga jual rata-rata

batubara dunia sehingga menyebabkan turunnya nilai perusahaan yang ada

(Sumber: Annual Report).

4.2.3 Perkembangan Price to Book Value (PBV) Pada Perusahaan

Subsektor Pertambangan Batubara yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia periode 2016-2020

Price to book value (PBV) merupakan rasio pasar (market ratio) yang

digunakan untuk mengukur kinerja harga pasar saham terhadap nilai buku dari

ekuitas perusahaan. Semakin tinggi rasio price to book value (PBV),

menunjukkan bahwa perusahaan mampu menambah nilai melalui peningkatan

harga pasarnya (Satwiko dan Agusto, 2021). Pengukuran price to book value

(PBV) bertujuan untuk mengetahui seberapa tinggi kinerja harga saham di pasar

modal dibandingkan dengan nilai buku ekuitas per lembar saham. Melalui

pengukuran ini, investor dapat menganalisis sejauh mana perusahaan mampu

memberikan tingkat keuntungan bagi investor dari harga pasar saham dengan

modal yang diinvestasikan. Menurut Hidayat & Thamrin (2019) menyebutkan

bahwa rumus untuk menghitung price to book value (PBV) yaitu sebagai berikut :

harga per lembar saham


PBV =
nilai buku per lembar saham
Di bawah ini akan disajikan tabel perkembangan price to book value

(PBV) pada perusahaan subsektor pertambangan batubara yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia periode 2016-2020 yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.5
Data Perkembangan Price to Book Value (PBV)
N Nama Tahu Perkembang Keteranga
PBV
o Perusahaan n an n
2016 1,06 0 -
2017 1,22 0,16 Naik
1 ADRO 2018 0,72 -0,50 Turun
2019 0,68 -0,04 Naik
2020 0,67 -0,01 Naik
2016 0,70 0 -
2017 2,38 1,68 Naik
2 PTBA 2018 2,84 0,46 Turun
2019 1,54 -1,30 Turun
2020 1,86 0,32 Naik
2016 1,60 0 -
2017 2,67 1,07 Naik
3 ITMG 2018 1,84 -0,83 Turun
2019 0,97 -0,87 Turun
2020 1,16 0,19 Naik
2016 5,25 0 -
2017 3,42 -1,83 Turun
4 DOID 2018 1,33 -2,09 Turun
2019 0,39 -0,94 Naik
2020 0,86 0,47 Naik
2016 0,44 0 -
2017 1,58 1,14 Naik
5 KKGI 2018 1,26 -0,32 Turun
2019 0,75 -0,51 Turun
2020 1,07 0,32 Naik
2016 22,20 0 -
2017 5,57 -16,63 Turun
6 ARII 2018 18,57 13,00 Naik
2019 3,19 -15,38 Turun
2020 2,61 -0,58 Naik
Sumber : Data Diolah
Perkembangan Price to Book Value (PBV)
25.00

20.00
Perkembangan

15.00

10.00

5.00

0.00
2016 2017 2018 2019 2020

Sumber : Data Diolah


Grafik 4.5
Grafik Perkembangan Price to Book Value (PBV)

Berdasarkan data dan grafik 4.5 di atas menunjukan bahwa secara

keseluruhan perkembangan price to book value (PBV) pada masing-masing

perusahaan subsektor pertambangan batubara yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia periode 2016-2020 cenderung fluktuatif. Di bawah ini akan dijelaskan

analisis perkembangan price to book value (PBV) pada masing-masing

perusahaan subsektor pertambangan batubara yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia periode 2016-2020 yaitu sebegai berikut :

1. PT Adaro Minerals Indonesia Tbk

Perkembangan nilai Price to Book Value (PBV) pada perusahaan

PT Adaro Minerals Indonesia Tbk menunjukkan hasil yang cukup

fluktuatif. Rata-rata mengalami peningkatan di tahun 2016 ke tahun 2017

serta tahun 2018 hingga tahun 2020. Namun penurunan terjadi ditahun
2017 ke tahun 2019 dengan penurunan senilai -0,50 dari angka

sebelumnya yaitu 1,22 menjadi 0,72.

Penurunan dan peningkatan nilai level perkembangan Price to

Book Value (PBV) ini tidak jauh dipengaruhi oleh nilai harga saham dan

juga nilai buku per lembar sahamnya. Nilai perusahaan yang tinggi akan

meningkatkan peluang nilai PBV yang tinggi pula, namun disamping itu

jika peningkatan nilai buku persaham per lembarnya terjadi akan berisiko

menurunkan nilai PBV perusahaan dan juga sebaliknya. Pada tahun 2016

nilai harga saham 1.012, pada tahun 2017 harga saham mengelami

peningkatan menjadi sebesar 1.745, sedangkan pada tahun 2018 kembali

mengalami peningkatan menjadi sebesar 1.882. Peningkatan harga saham

PT Adaro Minerals Indonesia Tbk sejalan dengan peningkatan IHSG

sebesar 20% dengan harga rata-rata 6.356 tahun 2017, sedangkan sektor

pertambangan mengalami peningkatan sebesar 15% tahun 2017.

Sementara tahun 2018 mengalami peningkatan sebsar 65 dengan harga

rata-rata 6.087.

2. PT Bukit Asam Energi Tbk

Perkembangan nilai Price to Book Value (PBV) pada perusahaan

PT Bukit Asam Energi Tbk menunjukkan hasil yang cukup fluktuatif.

Peningkatan nilai tersebut terjadi pada tahun 2016 ke tahun 2017 dan juga

tahun 2019 ke tahun 2020. Selain itu terjadi pula penurunan nilai PBV

pada tahun 2017 hingga tahun 2019. Karena PBV merupakan rasio pasar

(market ratio) yang digunakan untuk mengukur kinerja harga pasar saham
terhadap nilai buku dari ekuitas perusahaan. Semakin tinggi rasio price to

book value (PBV), menunjukkan bahwa perusahaan mampu menambah

nilai melalui peningkatan harga pasarnya.

Pengukuran price to book value (PBV) yang bertujuan untuk

mengetahui seberapa tinggi kinerja harga saham di pasar modal

dibandingkan dengan nilai buku ekuitas per lembar saham. Melalui

pengukuran ini, investor dapat menganalisis sejauh mana perusahaan

mampu memberikan tingkat keuntungan bagi investor dari harga pasar

saham dengan modal yang diinvestasikan. Maka dari itu perusahaan perlu

melakukan upaya untuk meningkatkan kinerja perusahaannya agar dapat

mempertahankan bahkan meningkatkan nilai pasar saham dari perusahaan

itu sendiri. Penurunan nilai saham perusahaan dari tahun 2017 hingga

tahun 2019 menunjukkan korelasi dan hubungan yang sejalan dengan

penurunan nilai PBV perusahaan dimana perlu adany aupaya perusahaan

untuk meningkatkan nilai saham tersebut.

3. PT Indo Tambangraya Megah Tbk

Perkembangan nilai Price to Book Value (PBV) pada perusahaan

PT Indo Tambangraya Megah Tbk menunjukkan hasil yang cukup

fluktuatif. Peningkatan terjadi pada tahun 2016 ke tahun 2017 dan tahun

2019 ke tahun 2020, sedangkan penurunan nilai perkembangan PBV

terjadi di tahun 2017 hingga tahun 2019 dengan total penurunan sebesar -

1,7 dengan nilai awal 3,42 menjadi 0,39 pada tahun 2019.
Pengukuran price to book value (PBV) yang bertujuan untuk

mengetahui seberapa tinggi kinerja harga saham di pasar modal

dibandingkan dengan nilai buku ekuitas per lembar saham. Melalui

pengukuran ini, investor dapat menganalisis sejauh mana perusahaan

mampu memberikan tingkat keuntungan bagi investor dari harga pasar

saham dengan modal yang diinvestasikan. Maka dari itu perusahaan perlu

melakukan upaya untuk meningkatkan kinerja perusahaannya agar dapat

mempertahankan bahkan meningkatkan nilai pasar saham dari perusahaan

itu sendiri.

Meskipun penjualan batubara tahun 2020 mencapai 21,2 juta ton,

turun dibandingkan di tahun 2019 sebanyak 25,3 juta ton, namun

padatahun 2020 terjadi peningkatan harga saham perusahaan disbanding

tahun sebelumnya dengan jumlah keuntungan yang tentunya juga lebih

tinggi. Hal ini sejalan dengan perhitungan yang disajikan dalam penentuan

nilai PBV dimana tinggi rendangnya nilai harga saham per lembar akan

mempengaruhi nilai PBV perusahaan.

4. PT Delta Dunia Makmur Tbk

Perkembangan nilai Price to Book Value (PBV) pada perusahaan

PT Delta Dunia Makmur Tbk menunjukkan hasil yang cukup fluktuatif.

Pada grafik yang digambarkan menunjukkan adanya penurunan di awal

tahun 2016 hingga tahun 2019 dengan nilai penurunan terbesar terjadi

pada tahun 2017 ke tahun 2018 sebesar -2.09. Dan setelahnya terjadi
peningkatan nilai perkembangan PBV perusahaan sebesar 0,47 pada tahun

2019 ke tahun 2020 dari awal nilai 0,39 menjadi 0,86 pada tahun 2020.

Peningkatan dan penurunan nilai PBV tidak terlepas dari adanya

pengaruh tinggi rendahnya harga saham dan juga nilai buku per saham

perusahaan. Pengukuran price to book value (PBV) yang bertujuan untuk

mengetahui seberapa tinggi kinerja harga saham di pasar modal

dibandingkan dengan nilai buku ekuitas per lembar saham. Dengan

melihat adanya penurunan nilai saham perusahaan di tahun 2019 senilai

Rp 34 dari yang sebelumnya Rp 126 menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi nilai PBV perusahaan, dimana ditujukan bahwa nilai PBV

pada tahun 2019 menurun dibanding tahun sebelumnya dengan besar

penurunan sejumlah -0,94 dari yang sebelumnya 1,33 menjadi 0,39. Hal

ini menjadi salah satu tolak ukur yang sejalan dengan penentuan nilai PBV

perusahaan.

5. PT Resource Alam Indonesia Tbk

Perkembangan nilai Price to Book Value (PBV) pada perusahaan

PT Resource Alam Indonesia Tbk menunjukkan hasil yang cukup

fluktuatif. Peningkatan terjadi pada periode tahun 2016 ke tahun 2017 dan

tahun 2019 ke tahun 2020, sedangkan penurunan nilai PBV terjadi pada

tahun 2017 hingga tahun 2019. Peningkatan dan penurunan yang terjadi

juga dipengaruhi oleh penurunan serta peningkatan nilai saham per lembar

di perusahaan.
Dengan nilai saham perusahaan yang meningkat akan

meningkatkan pembilang yang akan dibagi perhitungannya dengan nilai

buku per saham perusahaan. Pengukuran price to book value (PBV) yang

bertujuan untuk mengetahui seberapa tinggi kinerja harga saham di pasar

modal dibandingkan dengan nilai buku ekuitas per lembar saham.

Penurunan nilai saham yang terjadi pada tahun 2017 ke tahun 208 pada

perusahaan PT Resource Alam Indonesia Tbk dari nilai 0,003 menjadi

0,0001 menunjukkan hubungan yang sejalan dengan penurunan nilai PBV

pada perusahaan. Hal ini tentunya menjadi salah satu perhatian perusahaan

untuk terus berusaha meningkatkan nilai saham perusahaan dengan upaya

salah satunya menningkatkan kinerja keuangan perusahaan demi

pencapaian nilai PBV yang meningkat disetiap tahunnya.

6. PT Atlas Resource Tbk

Perkembangan nilai Price to Book Value (PBV) pada perusahaan

PT Atlas Resource Tbk menunjukkan hasil yang cukup fluktuatif.

Penurunan terjadi pada tahun 2016 ke tahun 207 dan tahun 2018 ke tahun

2019. Setelahnya terjadi peningkatan yang bergantian yaitu tahun 2017 ke

tahun 2018 serta tahun 2019 ke tahun 2020. Penurunan terbesar terjadi di

tahun 2016 ke tahun 2017 senilai -16,63 dan untuk peningkatan terbesar

terjadi di tahun 2017 ke tahun 2018 dengan peningkatan sebesar 13,00.

Penurunan dan peningkatan nilai level perkembangan Price to

Book Value (PBV) ini tidak jauh dipengaruhi oleh nilai harga saham dan

juga nilai buku per lembar sahamnya. Nilai perusahaan yang tinggi akan
meningkatkan peluang nilai PBV yang tinggi pula, namun disamping itu

jika peningkatan nilai buku persaham per lembarnya terjadi akan berisiko

menurunkan nilai PBV perusahaan dan juga sebaliknya. Pada tahun 2019

terjadi penurunan harga saham perlembarnya dimana pada tahun 2018

dengan harga 1415 menjadi 918 pada tahun 2019, hal ini menunjukkan

bahwa nilai saham yang menurun akan mempengaruhi nilai PBV sebagai

hasil pembagian dari nilai saham perlembarnya dengan nilai buku per

lembar saham pada perusahaan. Perusahaan perlu melakukan upaya

peningkatan kinerja keuangan sehingga mampu meningkatkan nilai saham

perusahaan yang akan juga meningkatkan nilai PBV perusahaan. Sehingga

hasil nilai perkembangan PBV dapat selalu dipertahankan dan bahkan

meningkat signifikan yang dapat mencerminkan keoptimalan kinerja dari

manajemen perusahaan.

Di bawah ini akan disajikan tabel rata-rata price to book value (PBV) pada

perusahaan subsektor pertambangan batubara yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia periode2016-2020 yaitu sebegai berikut :

Tabel 4.6
Data Rata-Rata Price to Book Value (PBV)
N Tahun
Perusahaan
o 2016 2017 2018 2019 2020
1 ADRO 1,06 1,22 0,72 0,68 0,67
2 PTBA 0,70 2,38 2,84 1,54 1,86
3 ITMG 1,60 2,67 1,84 0,97 1,16
4 DOID 5,25 3,42 1,33 0,39 0,86
5 KKGI 0,44 1,58 1,26 0,75 1,07
6 ARII 22,20 5,57 18,57 3,19 2,61
Maksimum 22,20 5,57 18,57 3,19 2,61
Minimum 0,44 1,22 0,72 0,39 0,67
Rata-Rata 5,21 2,81 4,43 1,25 1,37
Perkembangan   -2,40 1,62 -3,17 0,12
Sumber : Data Diolah
Rata-Rata Perkembangan Price to Book Value (PBV)
6.00

5.00

4.00

3.00

2.00

1.00

0.00
2016 2017 2018 2019 2020

Sumber : Data Diolah


Grafik 4.6
Grafik Rata-Rata Price to Book Value (PBV)

Berdasarkan tabel dan grafik 4.6 di atas menunjukan bahwa secara

keseluruhan nilai rata-rata PBV pada perusahaan subsector pertambangan

menunjukkan hasil yang cukup fluktuatif. Artinya manajer perusahaan belum

mampu secara optimal menambah nilai melalui peningkatan harga pasar dari

perusahaan. Peningkatan terjadi pada tahun 2017 ke tahun 2018 dan pada tahun

2019 ke tahun 2020 dengan peningkatan terbesar senilai 4,43. Peningkatan ini

menunjukkan minat investor yang tinggi dikarenakan adanya gambaran dari

tingkat keuntungan bagi investor dari harga pasar saham dengan modal yang

diinvestasikan di perusahaan. Namun disamping itu, pada tahun 2016 ke tahun

2017 dan tahun 2018 ke tahun 2019 nilai PBV mengalami penurunan. Penurunan

ini terjadi karena adanya penurunan harga saham perusahaan dan juga harga jual

rata-rata batubara dunia sehingga menyebabkan turunnya nilai perusahaan yang

ada sehingga tidak mampu meningkatkan nilai PBV (Sumber: Annual Report).
4.2.4 Perkembangan Return Saham Pada Perusahaan Subsektor

Pertambangan Batubara Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

Periode 2016-2020

Return saham adalah total laba atau rugi yang diperoleh investor dalam

periode tertentu yang dihitung dari selesih antara pendapatan atas investasi pada

masa sekarang dengan pendapatan investasi pada masa lalu (Subagio, 2019).

Pengukuran return saham bertujuan untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat

pengembalian (return) bagi pemegang saham atau investor yang tercermin dari

harga saham perusahaan di pasar modal dari modal yang dinvestasikan. Menurut

Silitonga, Ramdhani, & Nugroho (2019) menyebutkan bahwa rumus untuk

menghitung return saham yaitu sebagai berikut :

(Pt−Pt −1) harga per lembar saham


Return Saham= PBV =
Pt −1 nilai buku per lembar saham
Di bawah ini akan disajikan tabel perkembangan return saham pada

perusahaan subsektor pertambangan batubara yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia periode 2016-2020 yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.7
Data Perkembangan Return Saham
Return
N Nama Tahu Perkembanga Keteranga
Saham
o Perusahaan n n n
%
2016 9,73% 0 -
2017 -34,68% -44,41% Turun
1 ADRO 2018 27,98% 62,66% Naik
2019 -8,04% -36,02% Turun
2020 57,34% 65,38% Naik
2016 -1,60% 0 -
2017 74,80% 76,40% Naik
2 PTBA 2018 -38,14% -112,94% Turun
2019 5,64% 43,78% Naik
2020 -3,56% -9,20% Turun
2016 22,67% 0 -
3 ITMG
2017 -2,17% -24,84% Turun
Return
N Nama Tahu Perkembanga Keteranga
Saham
o Perusahaan n n n
%
2018 -43,33% -41,16% Turun
2019 20,70% 64,03% Naik
2020 47,29% 26,60% Turun
2016 40,20% 0 -
2017 -26,57% -66,77% Turun
4 DOID 2018 -46,67% -20,09% Naik
2019 25,71% 72,38% Naik
2020 -25,00% -50,71% Turun
2016 8,00% 0,00% -
2017 9,26% 1,26% Naik
5 KKGI 2018 -33,33% -42,59% Turun
2019 12,71% 46,05% Naik
2020 -0,75% -13,46% Turun
2016 88,46% 0 -
2017 -8,16% -96,62% Turun
6 ARII 2018 -21,67% -13,50% Naik
2019 -43,83% -22,16% Turun
2020 -36,87% 6,96% Naik
Sumber : Data Diolah

Perkembangan Return Saham


100.00%

80.00%

60.00%
Perkembangan

40.00%

20.00%

0.00%
2016 2017 2018 2019 2020
-20.00%

-40.00%

-60.00%

Sumber : Data Diolah


Grafik 4.7
Grafik Perkembangan Return Saham

Berdasarkan data dan grafik 4.7 di atas menunjukan bahwa secara

keseluruhan perkembangan return saham pada masing-masing perusahaan


subsektor pertambangan batubara yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode

2016-2020 cenderung fluktuatif. Di bawah ini akan dijelaskan analisis

perkembangan return saham pada masing-masing perusahaan subsektor

pertambangan batubara yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2016-2020

yaitu sebegai berikut :

1. PT Adaro Minerals Indonesia Tbk

Perkembangan nilai return saham pada perusahaan PT Adaro

Minerals Indonesia Tbk mengalami penurunan pada tahun 2016 ke tahun

2017 dan tahun 2018 ke tahun 2019 dengan penurunan paling signifikan

yaitu pada tahun 2016 ke tahun 2017 dengan nilai -44,42%. Namun

disamping itu terdapat peningkatan nilai return saham pada tahun 2017 ke

tahun 2018 dan tahun 2019 ke tahun 2020 dengan peningkatan terbesar

senilai 65, 38% pada tahun 2019 ke tahun 2020.

Peningkatan ini berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam

mempertahankan kelangsungan usaha sehingga dapat memberikan imbal

hasil bagi pemegang saham dan manfaat bagi pemangku kepentingan

lainnya dan mempertahankan struktur permodalan yang optimal untuk

mengurangi biaya modal sehingga nilai return saham perusahaan menjadi

meningkat. Semakin tinggi tingkat return yang diharapkan investor

umumnya akan semakin tinggi juga risiko yang dihadapi investor.

Peningkatan yang terjadi di era pandemic Covid-19 ini

membuktikan nilai return saham yang tidak dipengaruhi ketidakstabilan

ekonomi yang terjadi pada era pandemic itu. Perubahan kebiasaan dan jam
kerja perusahaan batubara dan penyesuaian perusahaan terkait operasional

membuat perusahaan lebih memperhatikan struktur permodalan sehingga

dapat dengan optimal memberikan nilai yang tinggi bagi pengembalian

saham para investor. Sehingga dengan nilai perusahaan yang meninngkat

akan meningkatkan pula return saham perusahaan tersebut.

2. PT Bukit Asam Energi Tbk

Perkembangan nilai return saham yang terjadi pada perusahaan PT

Bukit Asam Energi Tbk mengalami nilai yang fluktuatif. Dengan kenaikan

yang terjadi pada tahun 2016 ke tahun 2017 dan tahun 2018 ke tahun 2019

menunjukkan tingginya level tinggi peningkatan tingkat pengembalian

(return) bagi pemegang saham atau investor yang tercermin dari harga

saham perusahaan di pasar modal dari modal yang dinvestasikan di

perusahaan. Dengan nilai peningkatan terbanyak sebesar 76,40 membuat

perusahaan memiliki tingkat pengembalian saham yang cukup tinggi.

Namun disamping itu pada tahun 2017 ke tahun 2018 dan tahun

2019 ke tahun 2020, nilai level perkembangan return saham perusahaan

mengalami penurunan dengan nilai terbesar -112,94% yang menunjukkan

kemampuan perusahaan yang kurang optimal sehingga memiliki tingkat

yang rendah dalam upaya pengembalian saham kepada para investor.

Penurunan ini juga sejalan dengan adanya kondisi pandemic Covid-19

yang berpengaruh terhadap produktivitas perusahaan batubara dalam

mengoptimalkan manajemen perusahaan dalam pengelolaan modal

perusahaan.
3. PT Indo Tambangraya Megah Tbk

Nilai level perkembangan return saham pada perusahaan PT Indoe

Tambangraya Megah Tbk menunjukkan nilai yang fluktuatif dengan

cenderung mengalami penurunan yang cukup sering ditahun 2016 hingga

tahun 2018 dan tahun 2019 ke tahun 2020, namun nilai return saham

mengalami kenaikan di tahun 2018 ke tahun 2019 sebesar 64,03% dari

angka awal -38,14% menjadi 5,64%. Peningkatan ini cukup

mengembalikan keadaan perusahaan dengan kemampuan pengembalian

saham ke para investor dengan level yang tinggi sebelumnya, namun tidak

bias dipungkiri tetap mengalami perubahan di era pandemic Covid-19

yang juga membuat penurunan kembali di periode tahun setelahnya.

Penurunan nilai perkembangan return saham menunjukkan bahwa

perusahaan belum mampu secara optimal dalam upayanya

mempertahankan kelangsungan usaha sehingga dapat memberikan imbal

hasil bagi pemegang saham dan manfaat bagi pemangku kepentingan

lainnya dan mempertahankan struktur permodalan yang optimal untuk

mengurangi biaya modal. Pengaruh adanya pembatasaan kegiatan

produksi, rendahnya permintaan batubara, dan melemahnya harga jual

rata-rata batubara dunia terhadap nilai return saham perusahaan yang

semakin menurun pada tahun 2019 sampai tahun 2020 ini menunjukkan

bahwa kemampuan perusahaan dalam adaptasi situasi tersebut masih

belum mampu mempertahankan nilai perusahaan sehingga nilai return

saham juga ikut menurun.


4. PT Delta Dunia Makmur Tbk

Hasil nilai perkembangan dari perusahaan PT Delta Dunia Makmur

Tbk mengalami nilai yang cenderung fluktuatif. Dengan penurunan dan

peningkatan nilai return saham yang bergantian ditahun 2016 ke tahun

2017 dengan penurunan sebesar -66,77%, lalu terjadi peningkatan di tahun

2017 hingga tahun 2019 dengan peningkatan yang cukup signifikan

sebesar 72,38%, lalu nilai return saham kembali mengalami penurunan di

tahun 2019 ke tahun 2020 dengan nilai sebesar -50,71%.

Hasil nilai yang cenderung fluktuatif ini menunjukkan bahwa

belum optimalnya kinerja manajemen perusahaan dalam mengupayakan

pengembalian saham bagi para investor. Perusahaan masih harus

mengelola dan mempertahankan kelangsungan usaha sehingga dapat

memberikan imbal hasil bagi pemegang saham dan manfaat bagi

pemangku kepentingan lainnya dan mempertahankan struktur permodalan

yang optimal untuk mengurangi biaya modal sehingga nilai return saham

perusahaan menjadi meningkat. Perusahaan batubara seharusnya harus

tepat dan seimbang dalam mengambil kebijakan pembayaran deviden

dengan pertumbuhan ke depan, dalam hal ini memaksimalkan harga saham

sehingga dapat mempertahankan nilai return saham yang diberikan pada

investor perusahaan.

5. PT Resource Alam Indonesia Tbk

Nilai level perkembangan return saham pada perusahaan PT

Resource Aalam Indonesia menunjukkan nilai yang cenderunng fluktuatif.


Nilai ini ditunjukkan adanya peningkatan dan penurunan yang bergantian

disetiap tahunya mulai dari tahun 2016 ke tahun 2017 dengan peningkatan

sebesar 1,26%, tahun 2017 ke tahun 2018 dengan penurunan sebesar -

42,59%, tahun 2018 ke tahun 2019 dengan peningkatan kembali sebesar

46,05%, serta di periode terakhir dari tahun 2019 ke tahun 2020

mengalami penurunan dengan nilai sebesar -13,46%.

Adanya peningkatan dan penurunan yang terjadi pada nilai return

saham menunjukkan adanya perubahan kemampuan perusahaan batubara

dalam mempertahankan struktur permodalan yang optimal untuk

mengurangi biaya modal. Pengaruh adanya pembatasaan kegiatan

produksi, rendahnya permintaan batubara, dan melemahnya harga jual

rata-rata batubara dunia terhadap nilai return saham perusahaan yang

semakin menurun pada tahun 2019 sampai tahun 2020 ini menunjukkan

bahwa kemampuan perusahaan dalam adaptasi situasi tersebut masih

belum mampu mempertahankan nilai perusahaan sehingga nilai return

saham juga ikut menurun.

6. PT Atlas Resource Tbk

Nilai level perkembangan return saham pada perusahaan PT Atlas

Resource Tbk menunjukkan nilai yang fluktuatif dengan perkembangan

yang menurun dan meningkat secara bergantian di setiap tahunnya.

Perusahaan mengalami penurunan nilai level perkembangan return saham

pada tahun 2016 ke tahun 2017 dan tahun 2018 ke tahun 2019. Namun
disamping itu pula terdapat peningkatan nilai level perkembangan return

saham pada tahun 2017 ke tahun 2018 dan tahun 2-19 ke tahun 2020.

Hasil nilai yang cenderung fluktuatif ini menunjukkan bahwa

belum optimalnya kinerja manajemen perusahaan dalam mengupayakan

pengembalian saham bagi para investor. Perusahaan masih harus

mengelola dan mempertahankan kelangsungan usaha sehingga dapat

memberikan imbal hasil bagi pemegang saham dan manfaat bagi

pemangku kepentingan lainnya dan mempertahankan struktur permodalan

yang optimal untuk mengurangi biaya modal sehingga nilai return saham

perusahaan menjadi meningkat. Perusahaan batubara seharunya harus

tepat dan seimbang dalam mengambil kebijakan pembayaran deviden

dengan pertumbuhan ke depan, dalam hal ini memaksimalkan harga saham

sehingga dapat mempertahankan nilai return saham yang diberikan pada

investor perusahaan. Peningkatan nilai pengembalian saham di era

pandemic Covid-19 menunjukkan hasil dimana tidak ada pengaruh dalam

adanya pembatasaan kegiatan produksi, rendahnya permintaan batubara,

dan melemahnya harga jual rata-rata batubara dunia terhadap nilai return

saham perusahaan yang semakin meningkat pada tahun 2018 sampai tahun

2020.

Di bawah ini akan disajikan tabel rata-rata return saham pada perusahaan

subsektor pertambangan batubara yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode

2016-2020 yaitu sebegai berikut :


Tabel 4.8
Data Rata-Rata Return Saham
N Tahun
Perusahaan
o 2016 2017 2018 2019 2020
1 ADRO 9,73% -34,68% 27,98% -8,04% 57,34%
2 PTBA -1,60% 74,80% -38,14% 5,64% -3,56%
3 ITMG 22,67% -2,17% -43,33% 20,70% 47,29%
4 DOID 40,20% -26,57% -46,67% 25,71% -25,00%
5 KKGI 8,00% 9,26% -33,33% 12,71% -0,75%
6 ARII 88,46% -8,16% -21,67% -43,83% -36,87%
Maksimum 88,46% 74,80% 27,98% 25,71% 57,34%
Minimum -1,60% -34,68% -46,67% -43,83% -36,87%
Rata-Rata 27,91% 2,08% -25,86% 2,15% 6,41%
Perkembangan - -25,83% -27,94% 28,01% 4,26%
Sumber : Data Diolah

Rata-Rata Perkembangan Return Saham


40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
2016 2017 2018 2019 2020
-10.00%
-20.00%
-30.00%

Sumber : Data Diolah


Grafik 4.8
Grafik Rata-Rata Return Saham

Berdasarkan tabel dan grafik 4.8 diatas menunjukan bahwa secara

keseluruhan nilai rata-rata return saham mengalami perkembangan yang fluktuatif

dimana pada tahun 2016 ke tahun 2018 mengalami penurunan dengan penurunan

terbesar pada tahun 2018 senilai -25,86% dan setelahnya mengalami peningkatan

yang terus meningkat hingga tahun 2020. Faktor yang mempengaruhi tinggi

rendahnya nilai rata-rata return saham perusahaan diantaranya adalah nilai EVA

dan MVA, jika kedua nilai pada perusahaan menunjukkan nilai yang positif,
berarti ada nilai tambah bagi perusahaan, dan biasanya akan direspon oleh

meningkatnya harga saham perusahaan sehingga tingkat pengembalian saham

(stock return) akan mengalami peningkatan atau perusahaan berhasil menciptakan

nilai tambah perusahaan bagi investor. Dan sebaliknya jika EVA dan MVA

negatif berarti perusahaan mengalami penurunan kinerja yang biasanya akan

direspon dengan penurunan harga saham perusahaan sehingga tingkat

pengembalian saham (stock return) akan mengalami penurunan atau nilai

perusahaan berkurang karena tingkat pengembalian yang dihasilkan lebih rendah

dari yang diharapkan investor. Peningkatan nilai pengembalian saham di era

pandemic Covid-19 menunjukkan hasil dimana tidak ada pengaruh dalam adanya

pembatasaan kegiatan produksi, rendahnya permintaan batubara, dan melemahnya

harga jual rata-rata batubara dunia terhadap nilai return saham perusahaan yang

semakin meningkat pada tahun 2018 sampai tahun 2020.

4.3 Analisis Verifikatif

Pada sub ini akan dijelaskan hasil analisis verifikatif mengenai pengaruh

pengaruh nilai tambah ekonomi (EVA), nilai tambah pasar (MVA), rasio nilai

buku (PBV), dan tingkat pengembalian saham (return saham) pada perusahaan

subsektor pertambangan batubara yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode

2016-2020 yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Di bawah ini kan disajikan

model diagram jalur yaitu sebagai berikut :


EVA (X1) ρyx1

ρx2x1

ɛ
ɛ
1
ρx3x1 2

Return Saham
MVA (X2) ρyx2
(Y)

ρx3x3

ɛ ɛ
4 3

PBV (X3) ρyx3

ρyx1x2x3

Gambar 4.9
Diagram Jalur X1, X2, X3 Terhadap Y

Berdasarkan gambar diagram jalur di tas, maka dapat dirumuskan ke

dalam persmaan struktural yaitu sebagai berikut :

(i) Persamaan Struktural Keempat

Y = ρyx1X1 + ρyx2X2 + ρyx3X3 + Ԑ1

(ii) Persamaan Struktural Pertama

X2 = ρx2x1X1 + Ԑ2

(iii) Persamaan Struktural Kedua

X3 = ρx3x2X2 + Ԑ3

(iv) Persamaan Struktural Ketiga

X3 = ρx3x1X1 + Ԑ4
Keterangan :

ρyx1 = Koefesien jalur pengaruh EVA terhadap return saham

ρyx2 = Koefesien jalur pengaruh EVA terhadap return saham

ρyx3 = Koefesien jalur pengaruh EVA terhadap return saham

ρx2x1 = Koefesien jalur pengaruh EVA terhadap MVA

ρx3x2 = Koefesien jalur pengaruh MVA terhadap PBV

ρx3x1 = Koefesien jalur pengaruh EVA terhadap PBV

ρyx1x2x3 = Koefesien jalur pengaruh EVA, MVA,, dan PBV terhadap return

saham

Ԑ = Variabel residu

4.3.1 Uji Asumsi Klasik

Pada subbab ini akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai hasil pengujian

asumsi klasik terkait pengaruh nilai tambah ekonomi (EVA), nilai tambah pasar

(MVA), rasio nilai buku (PBV), dan tingkat pengembalian saham (return saham).

Di bawah ini akan disajikan pembahasan hasil pengujian asumsi klasik yaitu

sebagai berikut :

4.3.1.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah data observbasu dalam

model regresi terdistribusi secara normal. Di bawah ini akan disajikan hasil uji

normalitas menggunakan uji kolmogrov smirnov yaitu sebagai berikut:


Tabel 4.9
Uji Normalitas Kolmogrov Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 30
Normal Parameters a,b
Mean ,0000000
Std. Deviation ,04770243
Most Extreme Differences Absolute ,132
Positive ,068
Negative -,132
Test Statistic ,132
Asymp. Sig. (2-tailed) ,193c
Sumber: Hasil Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.9 di atas menunjukan bahwa nilai signifikansi

kolmogrov smirnov sebesar 0,193>0,05, artinya data sudah memenuhi asumsi

normalitas atau berdistribusi normal.

4.3.1.2 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dari model

penelitian terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain. Di bawah ini akan disajikan hasil uji heteroskedastisitas

mengunakan uji glester yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.10
Uji Heteroskedastisitas
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) ,066 ,034 1,931 ,064
EVA ,000 ,005 ,018 ,086 ,932
MVA -,003 ,004 -,131 -,639 ,529
PBV -,034 ,021 -,332 -1,624 ,116
Sumber: Hasil Output SPSS
Berdasarkan tabel 4.10 di atas menunjukan bahwa nilai signifikansi

variabel EVA sebesar 0,932>0,05, nilai signifikansi variabel MVA sebesar

0,529>0,05, dan nilai signifikansi variabel PBV sebesar 0,116>0,05. Dari hasil

tersebut menunjukan bahwa nilai signifikansi dari masing-masing variabel lebih

besar dari 0,05, artinya artinya tidak terjadi heteroskedasatisitas pada model

penelitian.

4.3.1.3 Uji Autokorelasi

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada

korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu

pada periode t-1 (sebelumnya) untuk menguji ada tidaknya autokorelasi, dalam

penelitian ini menggunakan uji Durbin-Watson. Berdasarkan hasil pengujian

autokorelasi diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 4.11
Uji Autokorelasi
Model Summaryb

Adjusted R
Model R R Square Square Durbin-Watson
1 ,818a ,669 ,631 1,688
Sumber: Hasil Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.11 di atas dari hasil uji autokolerasi menunjukan

bahwa nilai Durbin-Watson sebesar 1,688. Nilai ini akan dibandingkan dengan

tabel DW dengan jumlah observasi (n)=30, jumlah variabel independen (k)=3 dan

tingkat signifikansi 0,05 di dapat nilai dl=1,214 dan nilai du=1,649. Oleh karena

nilai DW=1,688 berada di atas nilai du=1,649 namun di bawah nilai 4-du=2,351

yaitu (du<d<4-du) atau (1,649<1,688<2,351), artinya tidak terdapat autokorelasi

positif atau negatif pada model penelitian.


4.3.2 Analisis Koefesien Jalur

Analisis koefesien jalur dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui

nilai koefesien jalur pengaruh nilai tambah ekonomi (EVA), nilai tambah pasar

(MVA), rasio nilai buku (PBV), dan tingkat pengembalian saham (return saham)

pada perusahaan subsektor pertambangan batubara yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia periode 2016-2020. Di bawah ini akan disajikan pembahasan hasil

penelitian analisis koefesien jalur dari masing-masing persamaan struktural yaitu

sebagai berikut :

1. Koefesien Jalur Pengaruh EVA, MVA, PBV Terhadap Return Saham

Di bawah ini akan disajikan hasil analisis koefesien jalur pengaruh EVA,

MVA, dan PBV terhadap return saham yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.12
Koefesien Jalur Pengaruh EVA, MVA, PBV Terhadap Return Saham
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -,178 ,059 -3,027 ,006
EVA ,025 ,009 ,353 2,712 ,012
MVA ,022 ,007 ,400 3,115 ,004
PBV ,084 ,036 ,297 2,321 ,028
Sumber: Hasil Output SPSS

Y = 0,353X1 + 0,400X2 + 0,297X3 + Ԑ1

Berdasarkan tabel 4.12 di atas akan dijelaskan hasil koefesien jalur yaitu

sebagai berikut :

1. Jika nilai koefesien jalur EVA terhadap return saham sebesar 0,353.

Artinya apabila variabel EVA mengalami peningkatan sebesar (satu)


satuan, maka variabel return saham akan mengalami peningkatan sebesar

0,353. Tanda positif pada nilai koefesien jalur menunjukan bahwa EVA

memiliki arah pengaruh positif terhadap return saham. Artinya semakin

tinggi EVA maka semakin tinggi return saham, begitupun sebaliknya.

2. Jika nilai koefesien jalur MVA terhadap return saham sebesar 0,400.

Artinya apabila variabel MVA mengalami peningkatan sebesar (satu)

satuan, maka variabel return saham akan mengalami peningkatan sebesar

0,400. Tanda positif pada nilai koefesien jalur menunjukan bahwa MVA

memiliki arah pengaruh positif terhadap return saham. Artinya semakin

tinggi MVA maka semakin tinggi return saham, begitupun sebaliknya.

3. Jika nilai koefesien jalur PBV terhadap return saham sebesar 0,297.

Artinya apabila variabel PBV mengalami peningkatan sebesar (satu)

satuan, maka variabel return saham akan mengalami peningkatan sebesar

0,297. Tanda positif pada nilai koefesien jalur menunjukan bahwa PBV

memiliki arah pengaruh positif terhadap return saham. Artinya semakin

tinggi PBV maka semakin tinggi return saham, begitupun sebaliknya.

2. Koefesien Jalur Pengaruh EVA Terhadap MVA

Di bawah ini akan disajikan hasil analisis koefesien jalur pengaruh EVA

terhadap MVA yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.13
Koefesien Jalur Pengaruh EVA Terhadap MVA
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 2,762 1,496 1,845 ,076
EVA ,530 ,216 ,420 2,452 ,021
Sumber: Hasil Output SPSS

X2 = 0,420X1 + Ԑ2

Berdasarkan tabel 4.13 di atas menunjukan bahwa nilai koefesien jalur

EVA terhadap MVA sebesar 0,420. Artinya apabila variabel EVA mengalami

peningkatan sebesar (satu) satuan, maka variabel MVA akan mengalami

peningkatan sebesar 0,420. Tanda positif pada nilai koefesien jalur menunjukan

bahwa EVA memiliki arah pengaruh positif terhadap MVA. Artinya semakin

tinggi EVA maka semakin tinggi MVA, begitupun sebaliknya.

3. Koefesien Jalur Pengaruh MVA Terhadap PBV

Di bawah ini akan disajikan hasil analisis koefesien jalur pengaruh MVA

terhadap PBV yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.14
Koefesien Jalur Pengaruh MVA Terhadap PBV
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -,008 ,222 -,035 ,972
MVA ,074 ,034 ,383 2,192 ,037
Sumber: Hasil Output SPSS

X3 = 0,383X2 + Ԑ3

Berdasarkan tabel 4.14 di atas menunjukan bahwa nilai koefesien jalur

MVA terhadap PBV sebesar 0,383. Artinya apabila variabel MVA mengalami

peningkatan sebesar (satu) satuan, maka variabel PBV akan mengalami

peningkatan sebesar 0,383. Tanda positif pada nilai koefesien jalur menunjukan
bahwa MVA memiliki arah pengaruh positif terhadap PBV. Artinya semakin

tinggi MVA maka semakin tinggi PBV, begitupun sebaliknya.

4. Koefesien Jalur Pengaruh EVA Terhadap PBV

Di bawah ini akan disajikan hasil analisis koefesien jalur pengaruh EVA

terhadap PBV yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.15
Koefesien Jalur Pengaruh EVA Terhadap PBV
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -,222 ,291 -,762 ,452
EVA ,101 ,042 ,412 2,395 ,024
Sumber: Hasil Output SPSS

X3 = 0,412X1 + Ԑ4

Berdasarkan tabel 4.15 di atas menunjukan bahwa nilai koefesien jalur

EVA terhadap PBV sebesar 0,412. Artinya apabila variabel EVA mengalami

peningkatan sebesar (satu) satuan, maka variabel PBV akan mengalami

peningkatan sebesar 0,412. Tanda positif pada nilai koefesien jalur menunjukan

bahwa EVA memiliki arah pengaruh positif terhadap PBV. Artinya semakin

tinggi EVA maka semakin tinggi PBV, begitupun sebaliknya.

Di bawah ini akan di akan disajikan diagram jalur pengaruh EVA, MVA,

dan PBV terhadap return saham yaitu sebagai berikut :


EVA (X1) ρyx1=0,353

ρx2x1 =0,420

ɛ
ɛ
1
ρx3x1=0,412 2
0,331
0,823

Return Saham
MVA (X2) ρyx2=0,400
(Y)

ρx3x3=0,383

ɛ ɛ
4 3

0,830 0,853

PBV (X3) ρyx3=297

ρx1x2x3=0,818

Gambar 4.17
Diagram Jalur X1, X2, X3 Terhadap Y

4.3.3 Analisis Koefesien Korelasi

Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan dan

membuktikan hipotesis hubungan antara dua variabel. Pedoman yang digunakan

untuk nilai interpretasi koefisien korelasi yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.16
Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat Lemah
0,20 – 0,399 Lemah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat Sumber
: Sugiyono (2017:250)
1. Koefesien Korelasi Parsial Antara EVA dan Return Saham

Di bawah ini akan disajikan hasil analisis koefesien korelasi antara EVA

dan return saham yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.17
Koefisien Korelasi Antara EVA dan Return Saham
Correlations
EVA Return Saham
EVA Pearson Correlation 1 ,644
Sig. (2-tailed) ,000
N 30 30
Return Saham Pearson Correlation ,644 1
Sig. (2-tailed) ,000
N 30 30
Sumber: Hasil Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.17 di atas menunjukan bahwa nilai koefisien korelasi

antara EVA dan return saham sebesar 0,644 berada di antara 0,60<0,644<0,799,

artinya EVA dan return saham memiliki hubungan yang kuat dan positif. Nilai

korelasi bertanda positif artinya memiliki hubungan yang searah. Semakin tinggi

EVA maka akan semakin tinggi return saham, begitupun sebaliknya.

2. Koefesien Korelasi Parsial Antara MVA dan Return Saham

Di bawah ini akan disajikan hasil analisis koefesien korelasi antara MVA

dan return saham yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.18
Koefisien Korelasi Antara MVA dan Return Saham
Correlations
MVA Return Saham
MVA Pearson Correlation 1 ,662
Sig. (2-tailed) ,000
N 30 30
Return Saham Pearson Correlation ,662 1
Sig. (2-tailed) ,000
N 30 30
Sumber: Hasil Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.18 di atas menunjukan bahwa nilai koefisien korelasi

antara MVA dan return saham sebesar 0,662 berada di antara 0,60<0,662<0,799,

artinya MVA dan return saham memiliki hubungan yang kuat dan positif. Nilai

korelasi bertanda positif artinya memiliki hubungan yang searah. Semakin tinggi

MVA maka akan semakin tinggi return saham, begitupun sebaliknya.

2. Koefesien Korelasi Parsial Antara PBV dan Return Saham

Di bawah ini akan disajikan hasil analisis koefesien korelasi antara PBV

dan return saham yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.19
Koefisien Korelasi Antara PBV dan Return Saham
Correlations
PBV Return Saham
PBV Pearson Correlation 1 ,596
Sig. (2-tailed) ,001
N 30 30
Return Saham Pearson Correlation ,596 1
Sig. (2-tailed) ,001
N 30 30
Sumber: Hasil Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.19 di atas menunjukan bahwa nilai koefisien korelasi

antara PBV dan return saham sebesar 0,596 berada di antara 0,40<0,596<0,599,

artinya PBV dan return saham memiliki hubungan yang sedang dan positif. Nilai

korelasi bertanda positif artinya memiliki hubungan yang searah. Semakin tinggi

PBV maka akan semakin tinggi return saham, begitupun sebaliknya.

4. Koefesien Korelasi Parsial Antara EVA dan MVA

Di bawah ini akan disajikan hasil analisis koefesien korelasi antara EVA

dan MVA yaitu sebagai berikut :


Tabel 4.20
Koefisien Korelasi Antara EVA dan MVA
Correlations
EVA MVA
EVA Pearson Correlation 1 ,420
Sig. (2-tailed) ,021
N 30 30
MVA Pearson Correlation ,420 1
Sig. (2-tailed) ,021
N 30 30
Sumber: Hasil Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.20 di atas menunjukan bahwa nilai koefisien korelasi

antara EVA dan MVA sebesar 0,420 berada di antara 0,40<0,420<0,599, artinya

EVA dan MVA memiliki hubungan yang sedang dan positif. Nilai korelasi

bertanda positif artinya memiliki hubungan yang searah. Semakin tinggi EVA

maka akan semakin tinggi MVA, begitupun sebaliknya.

5. Koefesien Korelasi Parsial Antara MVA dan PBV

Di bawah ini akan disajikan hasil analisis koefesien korelasi antara MVA

dan PBV yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.21
Koefisien Korelasi Antara MVA dan PBV
Correlations
MVA PBV
MVA Pearson Correlation 1 ,383
Sig. (2-tailed) ,037
N 30 30
PBV Pearson Correlation ,383 1
Sig. (2-tailed) ,037
N 30 30
Sumber: Hasil Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.21 di atas menunjukan bahwa nilai koefisien korelasi

antara MVA dan PBV sebesar 0,383 berada di antara 0,20<0,383<0,399, artinya
MVA dan PBV memiliki hubungan yang lemah dan positif. Nilai korelasi

bertanda positif artinya memiliki hubungan yang searah. Semakin tinggi MVA

maka akan semakin tinggi PBV, begitupun sebaliknya.

6. Koefesien Korelasi Parsial Antara EVA dan PBV

Di bawah ini akan disajikan hasil analisis koefesien korelasi antara EVA

dan PBV yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.22
Koefisien Korelasi Antara EVA dan PBV
Correlations
EVA PBV
EVA Pearson Correlation 1 ,412
Sig. (2-tailed) ,024
N 30 30
PBV Pearson Correlation ,412 1
Sig. (2-tailed) ,024
N 30 30
Sumber: Hasil Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.22 di atas menunjukan bahwa nilai koefisien korelasi

antara EVA dan PBV sebesar 0,412 berada di antara 0,40<0,412<0,599, artinya

EVA dan PBV memiliki hubungan yang sedang dan positif. Nilai korelasi

bertanda positif artinya memiliki hubungan yang searah. Semakin tinggi EVA

maka akan semakin tinggi PBV, begitupun sebaliknya.

7. Koefesien Korelasi Simultan Antara EVA, MVA, PBV dan Return

Saham

Di bawah ini akan disajikan hasil pengujian koefesien korelasi simultan

yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.23
Koefesien Korelasi Simultan Antara EVA, MVA, PBV dan Return Saham
Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 ,818 a
,669 ,631 ,050379
Sumber: Hasil Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.23 di atas menunjukan bahwa nilai koefisien korelasi

simultan antara EVA, MVA, PBV, dan return saham sebesar 0,818 berada di

antara 0,80<0,818<1,000, artinya hubungan secara simultan EVA, MVA, PBV,

dan return saham memiliki hubungan yang sangat kuat dan positif. Nilai korelasi

bertanda positif artinya memiliki hubungan yang searah. Semakin tinggi EVA,

MVA, dan PBV maka akan semakin tinggi return saham, begitupun sebaliknya.

Tabel 4.24
Koefisien Korelasi Simultan Antara EVA, MVA, PBV dan Return Saham
Correlations
EVA MVA PBV Return Saham
EVA Pearson Correlation 1 ,420 ,412 ,644
Sig. (2-tailed) ,021 ,024 ,000
N 30 30 30 30
MVA Pearson Correlation ,420 1 ,383 ,662
Sig. (2-tailed) ,021 ,037 ,000
N 30 30 30 30
PBV Pearson Correlation ,412 ,383 1 ,596
Sig. (2-tailed) ,024 ,037 ,001
N 30 30 30 30
Return Saham Pearson Correlation ,644 ,662 ,596 1
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,001
N 30 30 30 30
Sumber: Hasil Output SPSS

Selain itu akan disajikan juga hasil pengujian koefesien korelasi simultan

menggunakan rumus sebagai berikut :


r yx 1 +r yx 2+r yx 3−3 r yx 1 r yx 2 r yx 3 r x 1 x 2 r x2 x3 r x1 x3
r x1 x2 x3 y = ¿
1−( r ¿¿ x 1 x 2¿¿ 2) ( r x 2 x 32 ) (r x1 x22 )¿
r x1 x2 x3 y =
√ 0,227+ 0,265+ 0,177−3 ( 0,227 )( 0,265 )( 0,177 )( 0,420 )( 0,383 ) (0,412)
1−( 0,4202 ) (0,383¿¿ 2)(0,4122)
¿

r x1 x2 x3 y =
√ 0,669−0,002119
1−0,004392

r x1 x2 x3 y =
√ 0,667
0,996

r x1 x2 x3 y =√ 0,670

r x1 x2 x3 y =0,818

4.3.4 Analisis Koefesien Determinasi

Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variabilitas variabel endogen yang dapat

dijelaskan oleh variabel eksogen. Di bawah ini akan disajikan hasil pengujian

koefesien determinasi parsial dan simultan yaitu sebagai berikut :

1. Koefesien Determinasi Parsial Pengaruh EVA, MVA, PBV Terhadap

Return Saham

Di bawah ini akan disajikan hasil pengujian koefesien determinasi parsial

pengaruh EVA, MVA, PBV terhadap return saham yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.25
Koefisien Determinasi Parsial Pengaruh EVA, MVA, PBV Terhadap Return
Saham
Coefficientsa
Standardized
Coefficients Correlations
Model Beta Zero-order
1 (Constant)
EVA ,353 ,644
MVA ,400 ,662
PBV ,297 ,596
Sumber : Hasil Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.25 di atas akan disajikan perhituangan nilai koefesien

determinasi secara parsial yaitu sebagai berikut :

Pengaruh X1 terhadap Y = 0,353 x 0,644 = 0,227 atau 22,7%

Pengaruh X2 terhadap Y = 0,400 x 0,662 = 0,265 atau 26,5%

Pengaruh X3 terhadap Y = 0,297 x 0,596 = 0,177 atau 17,7%

Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh hasil bahwa besarnya variabel

EVA dalam memberikan konstribusi pengaruh terhadap variabel return saham

sebesar 22,7%. Besarnya variabel MVA dalam memberikan konstribusi pengaruh

terhadap variabel return saham sebesar 26,5%. Sementara untuk besarnya variabel

PBV dalam memberikan kontribusi pengaruh terhadap variabel return saham

sebesar 17,7%. Dari ketiga variabel menunjukan bahwa MVA memiliki kontribusi

pengaruh paling besar terhadap return saham. Artinya secara keseluruhan variabel

EVA, MVA, dan PBV dalam memberikan konstribusi pengaruh terhadap variabel

return saham sebesar 66,9%, sedangkan sisanya sebesar 33,1% dijelaskan oleh

variabel-variabel lain di luar model penelitian.

2. Koefesien Determinasi Parsial Pengaruh EVA Terhadap MVA

Di bawah ini akan disajikan hasil pengujian koefesien determinasi parsial

pengaruh EVA terhadap MVA yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.26
Koefisien Determinasi Parsial Pengaruh EVA Terhadap MVA
Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 ,420a ,177 ,147 1,389195
Sumber : Hasil Output SPSS
Berdasarkan tabel 4.26 di atas dari hasil pengujian koefesien determinasi

parsial menunjukkan bahwa nilai R Square sebesar 0,177 yang berarti bahwa

variabilitas variabel endogen yaitu MVA yang dapat dijelaskan oleh variabel

eksogen yaitu EVA adalah sebesar 17,7%, sedangkan sisanya sebesar 82,3%

dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian. Di bawah ini akan

disajikan juga perhitungan nilai sisa (residu) yaitu sebagai berikut:

Ԑ = ¿2)2

Ԑ = ( √ 1−0,177 )2

Ԑ = (0,907193)2 = 0,823 atau 82,3%

3. Koefesien Determinasi Parsial Pengaruh MVA Terhadap PBV

Di bawah ini akan disajikan hasil pengujian koefesien determinasi parsial

pengaruh MVA terhadap PBV yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.27
Koefisien Determinasi Parsial Pengaruh MVA Terhadap PBV
Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 ,383a ,147 ,116 ,274264
Sumber : Hasil Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.27 di atas dari hasil pengujian koefesien determinasi

parsial menunjukkan bahwa nilai R Square sebesar 0,147 yang berarti bahwa

variabilitas variabel endogen yaitu PBV yang dapat dijelaskan oleh variabel

eksogen yaitu MVA adalah sebesar 14,7%, sedangkan sisanya sebesar 85,3%

dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian. Di bawah ini akan

disajikan juga perhitungan nilai sisa (residu) yaitu sebagai berikut:

Ԑ = ¿2)2
Ԑ = ( √ 1−0,147 )2

Ԑ = (0,92358)2 = 0,853 atau 85,3%

4. Koefesien Determinasi Parsial Pengaruh EVA Terhadap PBV

Di bawah ini akan disajikan hasil pengujian koefesien determinasi parsial

pengaruh EVA terhadap PBV yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.28
Koefisien Determinasi Parsial Pengaruh EVA Terhadap PBV
Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 ,412a
,170 ,140 ,270458
Sumber : Hasil Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.28 di atas dari hasil pengujian koefesien determinasi

parsial menunjukkan bahwa nilai R Square sebesar 0,170 yang berarti bahwa

variabilitas variabel endogen yaitu PBV yang dapat dijelaskan oleh variabel

eksogen yaitu EVA adalah sebesar 17,0%, sedangkan sisanya sebesar 83,0%

dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian. Di bawah ini akan

disajikan juga perhitungan nilai sisa (residu) yaitu sebagai berikut:

Ԑ = ¿2)2

Ԑ = ( √ 1−0,170 )2

Ԑ = (0,911043)2 = 0,830 atau 83,0%

5. Analisis Koefesien Determinasi Simultan Pengaruh EVA, MVA, PBV

Terhadap Return Saham

Di bawah ini akan disajikan hasil pengujian koefesien determinasi

simultan pengaruh EVA, MVA, PBV terhadap return saham yaitu sebagai

berikut:
Tabel 4.29
Koefisien Determinasi Simultan Pengaruh EVA, MVA, PBV Terhadap
Return Saham
Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 ,818a ,669 ,631 ,050379
Sumber : Hasil Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.29 di atas dari hasil pengujian koefesien determinasi

simultan menunjukkan bahwa nilai R Square sebesar 0,669 yang berarti bahwa

variabilitas variabel endogen yaitu return saham yang dapat dijelaskan oleh

variabel eksogen yaitu EVA, MVA, dan PBV adalah sebesar 66,9%, sedangkan

sisanya sebesar 33,1% dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model

penelitian. Di bawah ini akan disajikan juga perhitungan nilai sisa (residu) yaitu

sebagai berikut:

Ԑ = ¿2)2

Ԑ = ( √ 1−0,669 )2

Ԑ = (0,575326)2 = 0,331 atau 33,1%

4.3.5 Pengujian Hipotesis

Anlisis pengujian hipotesis bertujuan untuk mengetahui apakah variabel

eksogen berpengaruh terhadap variabel endogen baik secara parsial atau simultan.

Di bawah ini akan disajikan hasil pengujian hipotesis parsial dan simultan yaitu

sebagai berikut :

4.3.5.1 Pengujian Hipotesis Parsial

Di bawah ini akan disajikan hasil pengujian hipotesis parsial pengaruh

pengaruh EVA, MVA, PBV terhadap return saham yaitu sebagai berikut :
1. Pengaruh EVA Terhadap Return Saham

Di bawah ini akan disajikan hasil perumusan hipotesis dan kriteria

pengambilan keputusan hipotesis parsial yaitu sebagai berikut :

Perumusan hipotesis parsial :

Ho1:β1=0, artinya EVA tidak berpengaruh terhadap return saham.

H1:β1 0, artinya EVA berpengaruh terhadap return saham.

Kriteria pengambilan keputusan :

H0 ditolak jika nilai signifikansi ≤ 0,05 atau thitung ≥ ttabel

H0 diterima jika nilai signifikansi > 0,05 atau thitung < ttabel

Nilai ttabel didapat dari : df = n-k-1 (30-3-1=26) (ttabel=1,706)

Keterangan :

n : Jumlah observasi pengamatan

k : Jumlah variabel eksogen

Di bawah ini akan disajikan hasil pengujian hipotesis parsial pengaruh

EVA terhadap return saham yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.30
Pengujian Hipotesis Parsial Pengaruh EVA Terhadap Return Saham
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -,178 ,059 -3,027 ,006
EVA ,025 ,009 ,353 2,712 ,012
MVA ,022 ,007 ,400 3,115 ,004
PBV ,084 ,036 ,297 2,321 ,028
Sumber: Hasil Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.30 di atas dari hasil pengujian hipotesis secara parsial

menunjukan bahwa nilai signifikansi variabel EVA sebesar 0,012<0,05. Selain itu
dapat dilihat dari nilai thitung sebesar 2,712 dan ttabel sebesar 1,706. Dari hasil

tersebut terlihat bahwa thitung>ttabel yaitu 2,712>1,706. Oleh karena itu dapat

disimpulkan H1 diterima, artinya EVA berpengaruh positif dan signifikan terhadap

return saham. Di bawah ini akan di akan disajikan kurva hipotesis pengaruh EVA

terhadap return saham yaitu sebagai berikut :

-ttabel 0 ttabel thitung


-1,706 1,706 2,712

Gambar 4.18
Kurva Hipotesis Pengaruh EVA Terhadap Return Saham

Hasil penelitian menunjukan bahwa EVA berpengaruh positif dan

signifikan terhadap return saham. Hal tersebut dapat dikarenakan EVA

merupakan salah satu metode rasio keuangan untuk mengukur seberapa baik

perusahaan dalam memberikan nilai tambah dari modal yang ditanamkan oleh

para pemegang saham. EVA menunjukan sejauh mana kinerja manajemen dalam

menciptakan nilai tambah ekonomi bagi stakeholder yang tercermin daari

tingginya nilai laba bersih operasi yang dihasilkan perusahaan dibandingkan

dengan biaya modal yang diinvestasikan perusahaan. Tingginya laba merupakan

cerminan bahwa manajer memiliki kemampuan dalam menciptakan nilai tambah

bagi pemegang saham. Oleh karena itu, dengan tingginya laba yang dihasilkan

perusahaan maka investor akan berpandangan bahwa perusahaan mampu


memberikan tingkat pengembalian (return) yang tinggi kepada pemegang saham.

Hal ini tentunya akan menarik minat investor untuk berinvesatsi sehingga dapat

berdampak pada tingginya harga saham di pasar modal. Tingginya harga saham

suatu perusahaan akan meningkatkan nilai pasar saham sehingga berampadak

pada tingginya return saham. Semakin tinggi EVA, maka akan semakin tinggi

pula return saham. Hasil peneltiian ini sejalan dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Warizal dkk (2019), Wayan dan Anom (2020), Ayi dan Subagio

(2019), Mutmainah dan Santoso (2018), hasil penelitian menunjukan bahwa EVA

berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Namun hasil penelitian

ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Octaver dkk (2016),

Andhika dan Yunita (2016), Satwiko dan Agusto (2021), Oktavianti (2018),

Silitonga dkk (2019), hasil penelitian menunjukan bahwa EVA tidak berpengaruh

signifikan terhadap return saham.

2. Pengaruh MVA Terhadap Return Saham

Di bawah ini akan disajikan hasil perumusan hipotesis dan kriteria

pengambilan keputusan hipotesis parsial yaitu sebagai berikut :

Perumusan hipotesis parsial :

Ho2:β2=0, artinya MVA tidak berpengaruh terhadap return saham.

H2:β2 0, artinya MVA berpengaruh terhadap return saham.

Kriteria pengambilan keputusan :

H0 ditolak jika nilai signifikansi ≤ 0,05 atau thitung ≥ ttabel

H0 diterima jika nilai signifikansi > 0,05 atau thitung < ttabel

Nilai ttabel didapat dari : df = n-k-1 (30-3-1=26) (ttabel=1,706)


Keterangan :

n : Jumlah observasi pengamatan

k : Jumlah variabel eksogen

Di bawah ini akan disajikan hasil pengujian hipotesis parsial pengaruh

MVA terhadap return saham yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.31
Pengujian Hipotesis Parsial Pengaruh MVA Terhadap Return Saham
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -,178 ,059 -3,027 ,006
EVA ,025 ,009 ,353 2,712 ,012
MVA ,022 ,007 ,400 3,115 ,004
PBV ,084 ,036 ,297 2,321 ,028
Sumber: Hasil Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.31 di atas dari hasil pengujian hipotesis secara parsial

menunjukan bahwa nilai signifikansi variabel MVA sebesar 0,004<0,05. Selain

itu dapat dilihat dari nilai thitung sebesar 3,115 dan ttabel sebesar 1,706. Dari hasil

tersebut terlihat bahwa thitung>ttabel yaitu 3,115>1,706. Oleh karena itu dapat

disimpulkan H2 diterima, artinya MVA berpengaruh positif dan signifikan

terhadap return saham. Di bawah ini akan di akan disajikan kurva hipotesis

pengaruh MVA terhadap return saham yaitu sebagai berikut :


-ttabel 0 ttabel thitung
-1,706 1,706 3,115

Gambar 4.19
Kurva Hipotesis Pengaruh MVA Terhadap Return Saham

Hasil penelitian menunjukan bahwa MVA berpengaruh positif dan

signifikan terhadap return saham. Hal tersebut dapat dikarenakan MVA

menunjukan sejauh mana kinerja manajemen perusahaan dalam memberikan nilai

tambah finansial bagi pemegang saham yang tercermin dari nilai pasar saham di

pasar modal dibandingkan dengan modal yang diinvestasikan oleh investor.

Secara teori, MVA yang tinggi akan membuat harga saham perusahaan tersebut

ikut tinggi, dan tentunya akan menyebabkan tingkat return saham ikut naik. Jadi

kekayaan pemegang saham akan bertambah jika MVA bertambah melalui

peningkatan capital gain dari meningkatnya harga saham, maka return saham

yang diperoleh pemegang saham juga akan meningkat. Semakin tinggi

kemampuan manajemen dalam mengelola modal untuk menciptakan nilai tambah

perusahaan, maka akan semakin tinggi nilai pasar saham. Tingginya nilai pasar

saham mencerinkan tingginya harga saham di pasar modal, sehingga hal tersebut

berdampak pada tingginya return saham. Semakin tinggi MVA, maka akan

semakin tinggi pula return saham. Hasil peneltiian ini sejalan dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Satwiko dan Agusto (2021), Badaruddin dkk
(2017), hasil penelitian menunjukan bahwa MVA berpengaruh positif dan

signifikan terhadap return saham. Namun hasil penelitian ini bertolak belakang

dengan penelitian yang dilakukan oleh Andhika dan Yunita (2016), Wayan dan

Anom (2020), Aryani dan Syawalliawaty (2021), Ayi dan Subagio (2019),

Silitonga dkk (2019), Mutmainah dan Santoso (2018), hasil penelitian

menunjukan bahwa MVA tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham.

3. Pengaruh PBV Terhadap Return Saham

Di bawah ini akan disajikan hasil perumusan hipotesis dan kriteria

pengambilan keputusan hipotesis parsial yaitu sebagai berikut :

Perumusan hipotesis parsial :

Ho3:β3=0, artinya PBV tidak berpengaruh terhadap return saham.

H3:β3 0, artinya PBV berpengaruh terhadap return saham.

Kriteria pengambilan keputusan :

H0 ditolak jika nilai signifikansi ≤ 0,05 atau thitung ≥ ttabel

H0 diterima jika nilai signifikansi > 0,05 atau thitung < ttabel

Nilai ttabel didapat dari : df = n-k-1 (30-3-1=26) (ttabel=1,706)

Keterangan :

n : Jumlah observasi pengamatan

k : Jumlah variabel eksogen

Di bawah ini akan disajikan hasil pengujian hipotesis parsial pengaruh

PBV terhadap return saham yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.32
Pengujian Hipotesis Parsial Pengaruh PBV Terhadap Return Saham
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -,178 ,059 -3,027 ,006
EVA ,025 ,009 ,353 2,712 ,012
MVA ,022 ,007 ,400 3,115 ,004
PBV ,084 ,036 ,297 2,321 ,028
Sumber: Hasil Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.32 di atas dari hasil pengujian hipotesis secara parsial

menunjukan bahwa nilai signifikansi variabel PBV sebesar 0,028<0,05. Selain itu

dapat dilihat dari nilai thitung sebesar 2,321 dan ttabel sebesar 1,706. Dari hasil

tersebut terlihat bahwa thitung>ttabel yaitu 2,321>1,706. Oleh karena itu dapat

disimpulkan H3 diterima, artinya PBV berpengaruh positif dan signifikan terhadap

return saham. Di bawah ini akan di akan disajikan kurva hipotesis pengaruh PBV

terhadap return saham yaitu sebagai berikut :

-ttabel 0 ttabel thitung


-1,706 1,706 2,321

Gambar 4.20
Kurva Hipotesis Pengaruh PBV Terhadap Return Saham
Hasil penelitian menunjukan bahwa PBV berpengaruh positif dan

signifikan terhadap return saham. Hal tersebut dapat dikarenakan PBV merupakan

rasio untuk menunjukkan seberapa besar nilai perusahaan dari apa yang

ditanamkan oleh pemegang saham. PBV yang tinggi biasanya mencerminkan


kualitas kinerja perusahaan tersebut baik dan pertumbuhannya cukup pesat. PBV

digunakan oleh investor untuk mengetahui seberapa tinggi kinerja harga saham di

pasar modal dibandingkan dengan nilai buku ekuitas per lembar saham. Melalui

pengukuran ini, investor dapat menganilisis sejauh mana perusahaan mampu

memberikan tingkat pengembalian keuntungan (return) bagi pemegang saham

yang tercermin dari harga saham perusahaan di pasar modal. Semakin tinggi harga

saham perusahaan di pasar modal, maka semakin tinggi return saham. Hasil

peneltiian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ristyawan

(2019), Ayi dan Subagio (2019), hasil penelitian menunjukan bahwa PBV

berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Namun hasil penelitian

ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Satwiko dan Agusto

(2021), hasil penelitian menunjukan bahwa PBV berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap return saham.

4. Pengaruh EVA Terhadap MVA

Di bawah ini akan disajikan hasil perumusan hipotesis dan kriteria

pengambilan keputusan hipotesis parsial yaitu sebagai berikut :

Perumusan hipotesis parsial :

Ho4:β4=0, artinya EVA tidak berpengaruh terhadap MVA.

H4:β4 0, artinya EVA berpengaruh terhadap MVA.

Kriteria pengambilan keputusan :

H0 ditolak jika nilai signifikansi ≤ 0,05 atau thitung ≥ ttabel

H0 diterima jika nilai signifikansi > 0,05 atau thitung < ttabel

Nilai ttabel didapat dari : df = n-k-1 (30-1-1=28) (ttabel=1,701)


Keterangan :

n : Jumlah observasi pengamatan

k : Jumlah variabel eksogen

Di bawah ini akan disajikan hasil pengujian hipotesis parsial pengaruh

EVA terhadap MVA yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.33
Pengujian Hipotesis Parsial Pengaruh EVA Terhadap MVA
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 2,762 1,496 1,845 ,076
EVA ,530 ,216 ,420 2,452 ,021
Sumber: Hasil Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.33 di atas dari hasil pengujian hipotesis secara parsial

menunjukan bahwa nilai signifikansi variabel EVA sebesar 0,021<0,05. Selain itu

dapat dilihat dari nilai thitung sebesar 2,452 dan ttabel sebesar 1,701. Dari hasil

tersebut terlihat bahwa thitung>ttabel yaitu 2,452>1,701. Oleh karena itu dapat

disimpulkan H4 diterima, artinya EVA berpengaruh positif dan signifikan terhadap

MVA. Di bawah ini akan di akan disajikan kurva hipotesis pengaruh EVA

terhadap MVA yaitu sebagai berikut :

-ttabel 0 ttabel thitung


-1,701 1,701 2,452
Gambar 4.21
Kurva Hipotesis Pengaruh EVA Terhadap MVA

Hasil penelitian menunjukan bahwa EVA berpengaruh positif dan

signifikan terhadap MVA. Hal tersebut dapat dikarenakan MVA merupakan

cerminan dari EVA. Nilai EVA menunjukan sejauh mana kinerja manajemen

dalam menciptakan nilai tambah ekonomi bagi stakeholder yang tercermin daari

tingginya nilai laba bersih operasi yang dihasilkan perusahaan dibandingkan

dengan biaya modal yang diinvestasikan perusahaan. Tingginya laba bersih

operasi perusahaan akan menarik minat investor untuk berinvesatsi sehingga dapat

berdampak pada tingginya harga saham. Tingginya harga saham suatu perusahaan

akan meingkatkan nilai pasar saham sehingga berampadak pada tingginya MVA.

Semakin tinggi EVA, maka akan semakin tinggi pula MVA. Hasil peneltiian ini

sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Puteri dan Timewu (2019,

hasil penelitian menunjukan bahwa EVA berpengaruh positif dan signifikan

terhadap MVA. Namun hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian

yang dilakukan oleh Sofyan dan Naomi (2020), hasil penelitian menunjukan

bahwa EVA tidak berpengaruh signifikan terhadap MVA.

5. Pengaruh MVA Terhadap PBV

Di bawah ini akan disajikan hasil perumusan hipotesis dan kriteria

pengambilan keputusan hipotesis parsial yaitu sebagai berikut :

Perumusan hipotesis parsial :

Ho5:β5=0, artinya MVA tidak berpengaruh terhadap PBV.

H5:β5 0, artinya MVA berpengaruh terhadap PBV.


Kriteria pengambilan keputusan :

H0 ditolak jika nilai signifikansi ≤ 0,05 atau thitung ≥ ttabel

H0 diterima jika nilai signifikansi > 0,05 atau thitung < ttabel

Nilai ttabel didapat dari : df = n-k-1 (30-1-1=28) (ttabel=1,701)

Keterangan :

n : Jumlah observasi pengamatan

k : Jumlah variabel eksogen

Di bawah ini akan disajikan hasil pengujian hipotesis parsial pengaruh

MVA terhadap PBV yaitu sebagai berikut :


Tabel 4.34
Pengujian Hipotesis Parsial Pengaruh MVA Terhadap PBV
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -,008 ,222 -,035 ,972
MVA ,074 ,034 ,383 2,192 ,037
Sumber: Hasil Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.34 di atas dari hasil pengujian hipotesis secara parsial

menunjukan bahwa nilai signifikansi variabel MVA sebesar 0,037<0,05. Selain

itu dapat dilihat dari nilai thitung sebesar 2,192 dan ttabel sebesar 1,701. Dari hasil

tersebut terlihat bahwa thitung>ttabel yaitu 2,192>1,701. Oleh karena itu dapat

disimpulkan H5 diterima, artinya MVA berpengaruh positif dan signifikan

terhadap MVA. Di bawah ini akan di akan disajikan kurva hipotesis pengaruh

MVA terhadap MVA yaitu sebagai berikut :

-ttabel 0 ttabel thitung


-1,701 1,701 2,192

Gambar 4.22
Kurva Hipotesis Pengaruh MVA Terhadap PBV

Hasil penelitian menunjukan bahwa MVA berpengaruh positif dan

signifikan terhadap PBV. Hal tersebut dapat dikarenakan MVA menunjukan

sejauh mana kinerja manajemen perusahaan dalam memberikan nilai tambah

finansial bagi pemegang saham yang tercermin dari nilai pasar saham di pasar
modal dibandingkan dengan modal yang diinvestasikan oleh investor. Semakin

tinggi kemampuan manajemen dalam mengelola modal untuk menciptakan nilai

tambah perusahaan, maka akan semakin tinggi nilai pasar saham. Tingginya nilai

pasar saham mencerinkan tingginya harga saham di pasar modal, sehingga hal

tersebut berdampak pada tingginya PBV. Hasil peneltiian ini sejalan dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Mikrad dan Syukur (2019), hasil penelitian

menunjukan bahwa MVA berpengaruh positif dan signifikan terhadap PBV.

Namun hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan

oleh Sobahi dkk (2019), hasil penelitian menunjukan bahwa MVA tidak

berpengaruh signifikan terhadap PBV.

6. Pengaruh EVA Terhadap PBV

Di bawah ini akan disajikan hasil perumusan hipotesis dan kriteria

pengambilan keputusan hipotesis parsial yaitu sebagai berikut :

Perumusan hipotesis parsial :

Ho6:β6=0, artinya EVA tidak berpengaruh terhadap PBV.

H6:β6 0, artinya EVA berpengaruh terhadap PBV.

Kriteria pengambilan keputusan :

H0 ditolak jika nilai signifikansi ≤ 0,05 atau thitung ≥ ttabel

H0 diterima jika nilai signifikansi > 0,05 atau thitung < ttabel

Nilai ttabel didapat dari : df = n-k-1 (30-1-1=28) (ttabel=1,701)

Keterangan :

n : Jumlah observasi pengamatan

k : Jumlah variabel eksogen


Di bawah ini akan disajikan hasil pengujian hipotesis parsial pengaruh

EVA terhadap PBV yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.35
Pengujian Hipotesis Parsial Pengaruh EVA Terhadap PBV
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -,222 ,291 -,762 ,452
EVA ,101 ,042 ,412 2,395 ,024
Sumber: Hasil Output SPSS

Berdasarkan tabel 4.34 di atas dari hasil pengujian hipotesis secara parsial

menunjukan bahwa nilai signifikansi variabel EVA sebesar 0,024<0,05. Selain itu

dapat dilihat dari nilai thitung sebesar 2,395 dan ttabel sebesar 1,701. Dari hasil

tersebut terlihat bahwa thitung>ttabel yaitu 2,395>1,701. Oleh karena itu dapat

disimpulkan H6 diterima, artinya EVA berpengaruh positif dan signifikan terhadap

PBV. Di bawah ini akan di akan disajikan kurva hipotesis pengaruh EVA

terhadap PBV yaitu sebagai berikut :

-ttabel 0 ttabel thitung


-1,701 1,701 2,395

Gambar 4.23
Kurva Hipotesis Pengaruh EVA Terhadap PBV

Hasil penelitian menunjukan bahwa EVA berpengaruh positif dan

signifikan terhadap PBV. Hal tersebut dapat dikarenakan nilai EVA menunjukan
sejauh mana kinerja manajemen dalam menciptakan nilai tambah ekonomi bagi

stakeholder yang tercermin daari tingginya nilai laba bersih operasi yang

dihasilkan perusahaan dibandingkan dengan biaya modal yang diinvestasikan

perusahaan. Tingginya laba bersih operasi perusahaan akan menarik minat

investor untuk berinvesatsi sehingga dapat berdampak pada tingginya harga

saham di pasar modal yang tercermin dari rasio PBV.. Semakin tinggi EVA, maka

akan semakin tinggi pula PBV. Hasil peneltiian ini sejalan dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Syahirah dan Lantania (2019), hasil penelitian menunjukan

bahwa EVA berpengaruh signifikan terhadap PBV. Namun hasil penelitian ini

bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Sobahi dkk (2019), serta

Mikrad dan Syukur (2019), hasil penelitian menunjukan bahwa EVA tidak

berpengaruh signifikan terhadap PBV.

4.3.5.2 Pengujian Hipotesis Simultan

Di bawah ini akan disajikan hasil perumusan hipotesis dan kriteria

pengambilan keputusan hipotesis simultan yaitu sebagai berikut :

Perumusan hipotesis parsial :

Ho7:β1,β2,β3=0, artinya EVA, MVA, dan PBV tidak berpengaruh terhadap return

saham.

H7: β1,β2,β3 0, artinya EVA, MVA, dan PBV berpengaruh terhadap return

saham.

Kriteria pengambilan keputusan :

H0 ditolak jika nilai signifikansi ≤ 0,05 atau Fhitung ≥ Ftabel

H0 diterima jika nilai signifikansi > 0,05 atau Fhitung < Ftabel
Nilai Ftabel didapat dari : df1/df2

df1 = Jumlah variabel eksogen

df2 = n-k-1 (30-3-1=26) (Ftabel=2,98)

Keterangan :

n : Jumlah observasi pengamatan

k : Jumlah variabel eksogen

Di bawah ini akan di akan disajikan hasil pengujian hipotesis simultan

pengaruh EVA, MVA, dan PBV terhadap return saham yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.35
Pengujian Hipotesis Simultan Pengaruh EVA, MVA, dan PBV Terhadap
Return Saham
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression ,134 3 ,045 17,555 ,000b
Residual ,066 26 ,003
Total ,200 29
Sumber : Hasil Output SPSS

Berdasarkantabel 4.35 di atas dari hasil pengujian hipotesis simultan

menunjukan bahwa nilai signifikansi 0,000<0,05. Selain itu dapat dilihat juga dari

nilai Fhitung sebesar 17,555 dan Ftabel sebesar 2,98. Dari hasil tersebut terlihat bahwa

Fhitung>Ftabel yaitu 17,555>2,98, maka dapat disimpulkan bahwa H7 diterima, artinya

secara simultan menunjukan bahwa EVA, MVA, dan PBV berpengaruh signifikan

terhadap return saham. Di bawah ini akan di akan disajikan kurva hipotesis

pengaruh EVA, MVA, dan PBV terhadap return saham yaitu sebagai berikut :
F tabel F hitung
2,98 17,555
Gambar 4.24
Kurva Hipotesis Pengaruh EVA, MVA, dan PBV Terhadap Return Saham

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa EVA, MVA, dan PBV

berpengaruh signifikan terhadap return saham. Return saham adalah keuntungan

yang diperoleh pemegang saham dalam bentuk divdien atau capital gain dari hasil

kebijakan investasi yang dilakukannya. Salah satu cara untuk menganalisis

seberapa tinggi tinggkat pengembalian (return) yang diperoleh pemegang saham

yaitu melalui pengukurna rasio EVA, MVA, dan PBV.

Anda mungkin juga menyukai