Panduan Acara Adat Batak Toba Sejak Lahi
Panduan Acara Adat Batak Toba Sejak Lahi
Penulis
Dr Christianus Manihuruk SE MM MH
Ch. Manihuruk
2
Ku Persembahkan kepada :
Ch. Manihuruk
3
Profil Penulis
Ch. Manihuruk
4
KATA PENGANTAR
Tahun 2015 sebagai penulis renungan harian singkat Agama Kristen di punguan Forum Komunikasi
Parna (FKP) Sejabodetabek di ketuai Ir Martuaman Saragih MM.
Terbentuknya pengurus baru Punguan Parsadaan Pomparan Raja Naiambaton
Indonesia (PPI) tahun 2018 di Medan, ketua umum terpilih : Let Jend (Purn) Cornel
Simbolon Msi, penulis dipercayakan di Bidang ADAT. Tugas utamanya adalah
mempertahankan adat istiadat sesama marga PARNA seorang anak laki-laki atau
perempuan marga parna merupakan anak laki-laki atau anak perempuan dari marga
PARNA lainnya (merupakan anak bersama) berikhtiar tidak boleh dan pantang saling
kawin mengawin satu sama lainnya (saat ini jumlah marga-marga yang terdaftar 479
marga diantaranya83 marga Parna). Zaman sekarang, perubahan pasti akan terjadi
pengaruh pada adat istiadat Batak Toba.
Setelah penulis mendalami tugas dan panggilan sebagai seksi Adat di Punguan
Parna Indonesia, dan melihat dilapanganmasih dalam hitungan jari tangan jumlahnya
buku-buku adat istiadat masyarakat Batak Toba dan penulisannya pun dibagi-bagi
menjadi beberapa buku, oleh karenanya penulis berkeinginan untuk menulis buku Acara
Adat Batak Toba ini secara lengkap dengan ringkas sejak lahir sampai dengan meninggal
dunia, semoga dapat memperkaya pemahaman, dan bermanfaat bagi pelaksanaan adat
Batak Toba. Berdasarkan sejarah yang dapat penulis temukan dari beberapa literatur
yang tertua Mangaraja Siahaan yang selain menulis tentang Adat Batak dengan tekun
berhasil membukukan silsilah seluruh turunan Sibagotnipohan di daerah Toba cetakan
pertama tahun 1941 dan cetakan kedua tahun 1962. B.K Marpaung Buku Pusaka
Tarombo Batak tahun 1954. Drs Nalom Siahaan(1982) Adat Dalian Natolu diantara
banyak karangan mengenai Adat Batak ada dua buku yang tebal dan berbobot ditulis
oleh para pamong Belanda, yaitu J.C. Vergouwen dan W.K.H Ypes yang membahas
mengenai tata bahasa Batak dan didalamnya dilampirkan marga-marga Batak tahun 1932
dan 1933. Pada 1950 dua ahli antorpologi dari Amerika Serikat datang ke Tanah Batak
untuk mengadakan penelitian ilmiah, yaitu Dr Edwar M Bruner beserta istrinya Dr Clark
E Cunningham dan berkesimpulan bahwa orang Batak masih tetap setia pada adatnya,
berbeda dari suku bangsa lain.
Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan sebagai sarana
pelestariannya dan sekaligus sebagai bahan refrerensi bagi Mahasiswa dan masyarakat
yang berminat mengetahui dan melaksanakan Adat Batak Toba dengan baik dan benar.
Pada dasarnya kita yang sudah berumur jika bertanya pada teman atau para raja hata,
mungkin kita merasa sungkan dan malu, untuk itulah buku ini sala satu sarana untuk
menjawab kebutuhan dan pertanyaan tersebut. Demikian juga mereka yang hidup dan
berbisnis di bidang wisata Danau Toba, adat istiadat dimaksud jika dikemas dengan
baik, dapat menjadi produk parawisata yang mempunyai nilai jual yang tinggi. Pada
bagian akhir buku ini kami tuliskan berbagai pro dan kontra atas perubahan pelaksanaan
Adat Batak Toba.
Dari kebiasaan atau norma komunitas masyarakat tertentu menjadi sebuah aturan
hukum tak terlulis atau sering juga disebut orang kearifan lokal atau adat. Dilihat dari
sejarah orang pertama menemukan mobil adalah Ford (mobil Ford), pandangan orang
Amerika misalnya tentang warna , Merah berarti Bahaya, Hijau Aman, Kuning Hati-hati,
dengan berkembangkan penjualan mobil ke berbagai dunia, kita lihat disemua negara di
Ch. Manihuruk
5
dunia ini lampu lalu lintas pasti di beri tanda, Merah=Stop; . Kuning=Mengerem dan
berhenti; jika Hijau=Jalan. Amerika menyebut angka 13 angka sial, dibanyak gedung
bertingkat di banyak negara tidak terdapat lantai 13. Amerika warna merah berbahaya
sedangkan Tiongkok warna Merah adalah suka cita dan Angka 4 adalah angka sial, maka
banyak gedung pemiliknya orang Tiongkok tidak terdapat lantai 4. Angka sial bangsa
Indonesia adalah 12 atau orang Sunda bilang pamalih, karena seringkali kita dengar celaka
0 Orang Manado dan bahkan orang Batak kalau berduka mereka menggunakan warna
baju hitam, sementara masyarakat Jahudi warna hitam suka cita sedang warna berduka
mereka menggunakan warna putih. India dan Amerika memberi sesuatu kepada orang
lain dengan tangan kiri hal ini dianggap sopan tetapi di Indonesia dianggap tidak sopan,
Indonesia pada umumnya mahar atau sinamot diberikan calon penganten pria kepada
calon penganten wanita, sedangkan di India yang menyediakan hamar itu keluarga
perempuan, pada umumnya menyatakan setuju dengan menundukkan muka atau
menanggup, tetapi di India menyatakan setuju dengan menggelengkan kepala. Oleh
karena adat istidat satu dengan yang lain dapat berbeda. Dengan mempercayai dan
meyakini hal-hal dimaksud mereka merasa lebih aman dan nyaman.
Beberapa life cycle rites yang dijumpai pada masyarakat Batak Toba acara sebelum
kelahiran sampai dengan setelah meninggal duniamenurut catatan penulis A sampai
dengan Z atau 24 acara yang terkait dengan Adat Batak Toba.
Dalam bahasa yang sederhana bahwa Adat Batak Toba adalah sebagian dari
peraturan, norma, lembaga hukum yang dikenal masyarakat Batak dan sudah ada sejak
nenek moyang diterima sebagai warisan yang tidak ternilai harganya. Adat adalah
indentitas, jati diri yang menjadi tanda, ciri khas hidup manusia. Adat sama halnya
dengan undang-undang dan peraturan yang mengikat dan mengatur manusia baik
perorangan maupun masyarakat pada keseluruhan. Sejalan dengan berjalannya waktu
sulit dipungkiri terjadi perubahan ada yang bersifat positif tetapi juga banyak yang
berdampak negatif. Olehkarenanya penulis berusaha menyampaikan sumbang saran
yang mungkin berguna bagi kita semua.
Agar buku ini berdaya guna tinggi dan menjadi sumber pengetahuan dan berguna
bagi banyak orang, maka penulisan buku ini kata pengantar masing-masing topik
menggunakan bahasa Indonesia sedang materi pokok menggunakan bahasa Batak Toba.
Karena keterbatasan penulis mohon maaf sebesar-besarnya kalau ada kata-kata, tulisan,
kutipan dan terjemahan yang tidak sesuai dengan yang seharusnya; akhir kata umpasa
“Denggan ma antong, binuat tali pasa pinudun bahen ihot ni, ogung oloan; dohonon ma
antong tu, na manjaha; sai dapot hamu ma, impola na, ima martamba ma sangap,
bonggol parbinotoan”. Mauliate.
.
Jakarta, 11 Maret 2019
Dr Christianus Manihuruk SE MM MH
Ch. Manihuruk
6
DAFTAR ISI
Rumah Bolon Manihuruk Lumban Suhi-suhi.................................................................1
Pesan Sponsor.............................................................................................................................2
Profil Penulis...............................................................................................................................3
Kata Pengantar............................................................................................................................4
Daftar Isi.......................................................................................................................................6
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................................10
B. Tujuan dan Kegunaan Buku ini..........................................................................12
BAB II RAGAM DAN JENIS ACARA ADAT BATAK TOBA
A Arti Pentingnya Adat Batak Toba.....................................................................14
B. Lahir/kelahiran.........................................................................................................15
C. Babtis (Tardidi)........................................................................................................18
0 Adopsi Anak Yang Masih Kecil dan Yang Sudah Dewasa
(Mangampu Anak dan angain Anak)...............................................................20
E. Naik Sidi (Malua Sian Pangkhangkhungi)......................................................23
F. Pesta Perkawinan Secara Adat Penuh (Pesta Unjuk)...................................25
G Kesepakatan Mas Kawin dan Biaya Pesta Perkawinan Adat
(Marhata Sinamot)..................................................................................................29
H Kewajiban Sejumlah Uang Kepada Paman Kandung Pengantin Pria
(Tin Tin Marangkup).............................................................................................32
0 Kunjungan Pertama Pengantin ke Rumah Orang Tua Perempuan
dan Kunjungan Orang Tua Perempuan ke Keluarga Penganten
Laki-Laki (Paulak Une dohot Maningkir Tangga).....................................34
J Kawin Lari (Mangalua).........................................................................................35
5888Kunjungan ke rumah Orang tua Penganten wanita Setelah Kawin
Lari (Manuruk-Nuruk).........................................................................................37
L Pesta Perkawinan Secara Adat Penuh Setelah Kawin Lari (Sulang-
Sulang sian Pahompu)...........................................................................................38
M Pemberian Marga Kepada Mereka Yang Bukan Suku Batak
(Mamampe Marga).................................................................................................39
N Sembuh dari Penyakit (Malum sian Parsahiton)............................................41
O Peresmian Rumah Baru Sederhana (Manuruk Jabu)...................................42
P Peresmian Rumah Baru dan Besar (Mangompoi Jabu)...............................43
23 Memberi Makan Kepada Orang Tua Sebagai Tanda Penghormatan
(Sulang-Sulang).......................................................................................................44
R Meninggal Dunia (Namonding)..........................................................................47
S Sanggul Marata (Sijagaron).................................................................................52
5888Pemberian Ulos pada Saat Orang Tua Meninggal Dunia (Pasahat
Ulos di namonding Saput dohot Tujung).........................................................54
U Mamungka Tujung.................................................................................................55
X Mangungkap/Mamungka Hombung.................................................................56
Y Mangongkal Holi....................................................................................................58
Z Makam dan Monumen (Tambak, Batu Napir dan Tugu)............................58
BAB PANTUN BATAK TOBA (UMPASA)
Ch. Manihuruk
7
Ch. Manihuruk
8
Ch. Manihuruk
9
BAB XV PERCERAIAN
A Arti Pengtingnya Perceraian..............................................................................199
B Perceraian dalam Konsep Budaya Batak........................................................200
C Jenis dan Ragam Perceraian................................................................................201
BAB XVI MARGA-MARGA MASYARAKAT BATAK
A Arti Pentingnya Marga Batak............................................................................204
B Daftar Marga-Marga Masyarakat Batak.........................................................205
C Daftar Marga PARNA Sisada Boru Sisada Anak.......................................216
BAB XVII BEBERAPA MACAM PEMBERIAN UANG DALAM
ADAT BATAK TOBA........................................................................................................220
BAB XVIII BUNGA RAMPAI PELAKSANAAN ADAT ISTIADAT
BATAK TOBA
A Pendapat Beberapa Nara Sumber......................................................................222
0 Pekerjaan Rumah dan Pembahasannya :
1. Sinamot Mahal............................................................................. 224
2. Pesta Unjuk Melelahkan.............................................................. 225
3. Tumpak Ganti ni Ulos.................................................................. 227
4. Paulak Une dan Tingkir Tangga Formalitas................................ 229
5. Biaya Acara Adat Mahal............................................................. 230
6. Melibatkan Banyak Orang/Pihak................................................. 230
7. Kawin Lari................................................................................... 233
8. Pemberian Marga....... ,................................................................. 233
9. Ulos............................................................................................. 233
10. Godang dan Uning-Uningan..................................................... 236
11. Tor-Tor Batak Toba.................................................................. 238
12. Calon Mertua dan Partandang.................................................. 239
13. Perceraian dan Poligami............................................................ 239
14. Batu Napir dan Tugu................................................................ 242
DAFTAR PUSTAKA DAN LAMPIRAN................................................. 244
Ch. Manihuruk
10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat Indonesia memiliki sifat kehidupan yang beranekaragam ras, suku bangsa,
bahasa, budaya, agama dan sebagainya. Dasar dari keanekaragaman tersebut adalah keadaan
lingkungan yang tidak sama sehingga membawa dampak terhadap kepribadian individu
maupun segi kehidupan sosial lainnya. Keanekaragaman itu antara lain ditandai oleh
sebagian masyarakat yang masih hidup secara tradisional dan sebagian masyarakat yang
hidup secara modern. Pada masyarakat yang modern, sering dibedakan antara masyarakat
pedesaan dengan masyarakat perkotaan. Adat budaya yang turut membentuk karakter orang
Batak, membuat orang Batak dikenal sebagai salah satu etnis yang memiliki budaya yang
kental di Indonesia. Namun, seiring perkembangan zaman, adat Batak tidak banyak
mengalami perubahan makna dan hakekat tetapi sedikit mengalami pergeseran nilai dan
formalitas, terutama di kota-kota besar yang menjadi daerah perantauan komunitas Batak.
Perkembangan zaman yang semakin modern ini, upacara tradisional sebagai warisan budaya
leluhur yang bisa dikatakan masih memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat
pedesaan maupun masyarakat perkotaan.
Pada kehidupan sekarang, tidaklah mudah melestarikan kebudayaan melalui
berbagai bentuk upacara tradisional yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia yang
dialami oleh ratusan suku bangsa dengan latar belakang kebudayaan. Suku Batak Toba
merupakan salah satu suku besar di Indonesia. Suku Batak merupakan bagian dari enam
( 6) sub suku yakni: Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak
Angkola dan Mandailing. Keenam suku ini menempati daerah induk masing- masing di
daratan Provinsi Sumatera Utara. Suku Batak Toba berdiam di Kabupaten Tapanuli
Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Samosir, dan Kabupaten Humbang
Hasundutan. Setiap masyarakat di dunia pasti memiliki kebudayaan yang berbeda dari
masyarakat lainnya. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang
mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan
kemampuan-kemampuan lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai
anggota masyarakat. Demikian halnya suku Batak Toba, meskipun merupakan bagian
dari enam sub suku Batak, suku Batak Toba tentunya memiliki kebudayaan sendiri yang
membedakannya dari lima sub suku Batak lainnya.
Dalam buku ini khusus membahas tentang Pesta Adat Batak Toba dimana dalam
perkembangan zaman terjadinya perubahan dalam setiap bagian upacara adat masyarakat
Batak Toba. Perubahan yang dimaksud berarti menambah atau mengurangi kewajiban-
kewajiban tertentu dalam upacara adat tersebut. Misalnya dalam pelaksanan upacara adat
perkawinan masyarakat Batak Toba dahulu dilaksanakan dalam waktu dan proses yang
cukup lama, sekarang dipersingkat dengan istilah upacara adat ulaon sadari (pesta yang
dituntaskan selama satu hari). Adapun tahapan dalam upacara adat perkawinan dalam bentuk
ulaon sadari adalah yang dimulai dengan patua hata, marhusip, marhata sinamot, martumpol,
pesta adat na gok (unjuk) yang langsung diikuti oleh acara paulak une dan maningkir tangga.
Secara umum tahapan-tahapan acara adat yang dipersingkat ini jika dilihat dari segi waktu
sangat menguntungkan karena memberikan masyarakat kesempatan untuk mengejar
kebutuhan yang lain. Namun jika ditinjau dari segi pendidikan dan pengetahuan, hal tersebut
merugikan generasi muda sekarang karena dengan dipersingkatnya tahap-tahap perkawinan
menyebabkan generasi muda tidak lagi
Ch. Manihuruk
11
Ch. Manihuruk
12
wisata lokal negara yang bersangkutan, kami sangat senang dan puas karena masing-
masing mereka dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, dengan sendirinya
kitapun sangat senang dan puas karena mereka dapat menuturkan banyak hal dan
semuanya dapat kita mengerti. Demikian juga kiranya pada para pemandu wisata kita di
Danau Toba, mereka harus memiliki kemampuan berbahasa asing selain bahasa
Inggeris.
Danau Toba sesungguhnya sangat indah, banyak orang mengaguminya kita sepakat
sebutannya sebagai kepingan sorga, pemerintah saat ini sudah mendukung sepenuh hati,
persoalan tinggal pada orang Batak itu sendiri. Danau Toba sebagai objek wisata yang paling
utama adalah datangnya para wisatawan nasional dan asing, dimana mereka datang ingin
dipuaskan kebutuhan dan keinginan mereka dalam istilah pemasaran pembeli adalah raja.
Persoalan pada manajemen dan Sumber Daya Manusianya apakah kita siap dan iklas jadi
pelayaan bagi mereka, rendah hati dan banyak mendengar dan mau menuruti
kemauan para wisatawan?. Kalau kita mau tentunya pola pikir dan perilaku harus
berubah secara ekstrim, dimana selama ini kita semua mengaku anak ni raja dan boru
niraja atau semua kita anak raja (raja dongan tubu, raja dongan sahuta, raja ni hula-hula,
tulang, raja bius dsb) berubah menjadi pelayaan atau jadi pesuru/jongos?. Kita juga mau
dan siap mengganti lapo tuak menjadi makan dan minimuan nasional dan internasional?
Jangan sampai para pedagang yang menjual makanan dan minuman adalah para suku
lain atau pendatang, tentunya tidak menguntungkan bagi penduduk asli pulo samosir.
Penulis pada dasarnya tidak anti perubahan, tetapi yang menjadi fokus lebih kepada
faedah dan manfaatnya. Oleh karenanya pada bagian akhir buku ini diuraikan pro dan
kontra yang terjadi dimasyarakat batak toba, kita ambil hikma dan faedanya demi
kesejahteran kekerabatan masyarakat batak dan wisata Danau Toba.
Untuk itu penulis terpanggil untuk menulis buku ini, sebagai sumbangan
pemikiran
atau pembelajaran, kerinduan kami buku ini menjadi berkat/manfaat bagi para pembaca
maupun para pihak yang berkepentingan semoga.
Kepada para pihak yang telah memberikan saran, masukan termasuk kritikan
sehigga buku ini dapat diterbitkan kami mengucapkan banyak terima kasih
Penulis menyadari bahwa buku ini tidak sempurna dan banyak kelemahan dan
kekurangannya, mohon dimaklumi, namun niat baik kami ini boleh menjadi berkat dan
bermanfaat bagi para pembaca dan penulisan berikutnya.
.
B. Kegunaan dan Manfaat Buku ini.
Dengan membaca buku ini dapat membantu para pihak menggali dan memahami
makna kebudayaan atapun adat istiadat termasuk didalamnya Bahasa Batak Toba dan tak
kalah pentingnya adalah dalam menggunakan pantun (umpasa) pemakaiannya indah dan
tepat pada waktunya serta pembelajaran bagi para generasi penerus. Kegunaan lainnya
adalah mengetahui perubahan adat istiadat yang terjadi saat ini jika dibandingkan dengan
masa lalu, dan yang paling penting adalah untuk mendapatkan faedah dan manfaatnya adat
batak toba secara ringkas dan lengkap dalam buku-buku sebelumnya belum perna ada,
olehkarenanya buku ini sangat dibutuhkan dan dinanti-nantikan banyak orang.
Salah satu keunikan suku Batak Toba adalah adanya pemahaman akan keharusan
menghargai leluhur dengan mengaplikasikannya pada pengakuan terhadap tempat-tempat
suci dan aktivitas adat dalam kehidupan sehari-hari. Dalam usaha untuk mempertahankan
dan memajukan hidup, baik spritual maupun material, tantangan dan kemungkinan-
Ch. Manihuruk
13
Ch. Manihuruk
14
BAB II
ANEKA RAGAM DAN JENIS ADAT BATAK TOBA
A. Arti Pentingnya Adat Batak Toba
Adat adalah bagian dari budaya, yang beradaptasi sesuai interaksi dan respon
kepada situasi internal dan sekitar para pelaku budaya tersebut. Adat yang tidak mampu
beradaptasi, akan tinggal menjadi artefak, yang hanya indah romantis dalam kenangan
nostalgia, diawetkan di museum-museum dan ingatan kolektif antar generasi. Tidak
terkecuali adat Batak Toba.
Salah satu nilai budaya yang menjadi kebanggaan orang Batak Toba yaitu sistem
hubungan sosial dalihan na tolu yang terwujud dalam hubungan kekerabatan yang sangat
kental berdasarkan keturunan darah (genealogis) dan perkawinan yang berlaku secara
turun-temurun hingga sekarang ini. Sebagai sistem budaya, dalihan na tolu atau sering
juga diterjemahkan dengan istilah tungku nan tiga–pengertian tungku nan tiga dalam
budaya Batak ini tentu akan berbeda pengertian dan maknanya dengan nilai budaya lain
yang ada di Sumatera, seperti tungku tiga sejarangan, benang tiga sepilin, payung tiga
sekaki, dan lain sebagainya-berfungsi sebagai pedoman yang mengatur, mengendalikan
dan memberi arah kepada tata laku (perilaku) dan perbuatan (sikap atau pola tindak)
orang Batak Toba. Oleh karena itu dalihan na tolu merupakan satu sistem budaya yang
bagi orang Batak Toba nilai yang dikandungnya dijadikan tatanan hidup dan sekaligus
menjadi sumber motivasi berperilaku. Orang Batak Toba menghayati dalihan na tolu
sebagai satu sistem nilai budaya yang memberi pedoman bagi orientasi, persepsi, dan
definisi terhadap kenyataan atau realitas (Harahap dan Siahaan, 1987).
Ch. Manihuruk
15
Upacara adat Batak tampak perasaan komunal berdasarkan prinsip Dalihan Na Tolu,
dan kalau tidak berdasarkan Dalihan Na Tolu bukan adat Batak itu (Nalom Siahaan). Pihak
pengundang, baik suami maupun istri dinamai suhut. Sisuami tidak bisa dipisahkan dari
semua saudara lelakinya (satu marga), berserta istri masing-masing. Mereka itu semua
adalah suhut, dinamai hal itu sisada hasuhuton sehingga untuk membedakan disebut tuan
rumah itu suhut tangkas (suhut takkas) atau suhut sihabolonan (tuan rumah).
Suhut sihabolonan sifatnya pasif dalam mengatur acara-acara. Ia hanya diberi
kesempatan mangampu yaitu mengucapkan terima kasih kepada para hadirin sebelum
berakhir upacara itu. Yang mewakilinya terhadap dongan sabutuha dinamai suhut
paidua. Dalam pesta adat yang diadakan di rumah, dia itu boleh saudara semarga yang
masih turunan satu kakek dengan tuan rumah, sedang dalam pesta kawin atau upacara
kematian biasanya yang lebih jauh lagi hubungan darahnya dengan tuan rumah. Sahabat
karib tuan rumah, yang bukan kerabat semarga, tidak boleh mewakili tuan rumah dalam
upacara adat, tanggung jawab secara resmi dalam setiap upacara adat Batak, baik ke
dalam maupun keluar ialah dongan sabutuha/dongan tubu (satu marga).
Dalam pesta adat di rumah hanya satu pihak pengundang, yaitu tuan rumah. Pihak
mertua tidak hanya mengajak dongan sabutuha dari pihaknya untuk menyertainya, tetapi
selalu turut juga boru dari pihaknya. Di rumah tempat upacara itu dilakukan duduk diatas
tikar dua pihak berhadap-hadapan. Pada baris panjang duduk suhut, didampingi dongan
sabutuha serta boru dari pihaknya. Demikian juga pihak mertua (besan) juga didampingi
oleh dongan sabutuha dari pihaknya, kesemuanya merupakan hula-hula dari tuan rumah
dan selain itu ada juga boru dari pihak mertua tersebut.
Dibona pasogit setiap rombongan itu berbaris mulai dari gerbang kampung menuju
rumah pengundang tersebut, dan biasanya disambut di depan rumah itu oleh pihak boru
tersebut sambil berdiri. Kaum wanita dalam rombongan tadi semuanya menjunjung
semacam supit yang dinamai tandok berisi beras, Beras ini dinamai beras sipirni tondi,
artinya, beras penguatkan jiwa, sengaja beras itu diatas kepala supaya mengandung
kekuatan magis. Memang beras mengandung makna yang dalam menurut alam pikiran
para leluhur, yakni melambangkan cita-cita yang terkandung dalam pantun, “Horas tondi
madingin, pir tondi matogu”, yang dapat disimpulkan dengan satu kata saja, yakni Horas
(artinya selamat). Ada lagi yang disodorkan oleh mertua dalam suatu acara khusus
kepada sang menantu, yaitu ikan mas di atas baki, yang kita namai saja dekke sitio-tio.
Ikan itu melambangkan kesuburan karena banyak telurnya. Masyarakat Batak
mendambahkan berkembang biak keturunan dan berbuah atau berhasil apa yang hendak
dikerjakan untuk hidup sehari-hari, yang dapat disimpulkan dengan satu kata, yaitu
Gabe. Ulos juga dari pihak hula-hula, yang diletakkan diatas kedua lengan boru untuk
menghangatkan tubuh dan jiwa, merupakan perlambang dari totalitas kosmos. Semua itu
disampaikan hula-hula dalam setiap upacara adat adalah sesuai dengan semboyan yang
berbunyi Horas Jala Gabe, yang dapat kiranya diterjemahkan dengan “Selamat serta
sejahterah” dalam bahasa Indonesia.
Pihak tuan rumah sebagai boru tidak hanya menerima saja, tetapi harus memberi juga
daging bermakna (na margoar). Biasanya berupa kerbau atau babi dikalangan orang Batak
yang beragama Kristen atau Kambing dikalangan orang Batak yang beragama Islam. Na
margoar tadi setelah selasai makan bersama dibagi kepada para pihak sesuai dengan aturan
yang berlaku yang dinamai jambar. Jambar adalah bagian yang harus dibagi-bagikan dan
diterima oleh setiap kelompok kerabat berdasarkan perasaan komunal
Ch. Manihuruk
16
sesuai adat Dalian Na Tolu. Selain Jambar tadi masih ada jambar hata, yaitu hak angkat
bicara. Sebagai penutup dalam sertiap upara adat ialah marhata, yaitu dialog resmi di
antara boru di satu pihak dan hula-hula di pihak lain, Sudah barang tentu yang angkat
bicara ialah dongan sabutuha dari pihak yang satu, demikian juga dari pihak yang lain
ialah dongan sabutuha dari hula-hula tersebut. Tentu saja boru dari masing-masing
pihak, demikian pula hula-hula atau tulang lain kalau ada, turut dilibatkan dalam dialaog
itu. Marhata adalah acara penutup dari setiap adat, juga merupakan puncak dalam setiap
upacara adat. Tanpa ada acara marhata tersebut bukanlah upacara adat namanya. Dialog
itu sudah standar tata caranya dari zaman ke zaman. Sering kita dengan dalam setiap
upacara adat Batak semboyan yang berbunyi MANAT MARDONGON TUBU, ELEK
MARBORU, SOMBAH MARHULA-HULA, artinya “Hendaklah hati-hati bicara
dengan teman semarga, jangan suka bertengkar!. Terhadap boru bijak meminta agar
mereka melayani dengan baik, Berhadapan dengan hula-hula haruslah dengan sikap
hormat dan santun!.
Setiap orang Batak diberikan gelar dalam upacara adat. Kadang-kadang ia raja atau
hula-hula dan di lain waktu ia menjadi boru melayani para hula-hula, pada waktu acara yang
lain ia menjadi raja ni hula-hula, dan acara lainnya ia menjadi raja ni dongan sahuta. Biar
pangkatnya Jenderal tetapi hal ini tidak berlaku dalam suatu upacara adat, tetapi statusnya
yang disebut tadi. Prinsip yang masih dianut dalam masyarakat adat Batak ialah sisoli-soli
do adat, artinya sebagai suatu unit gotong royong dalam upacara-upacara adat
maka masing-masing anggotanya haruslah rajin berpartisipasi. Orang yang rajin
berpartisipasi akan dibalas demikian kalau ia pada suatu waktu pesta adat, akan tetapi
orang yang malas berpartisipasi, walaupun ia kaya raya atau tinggi pangkatnya, pestanya
akan sepi. Lain halnya kalau ada kesedihan, misalnya rumah terbakar atau anaknya
meninggal atau orang yang belum mempunyai cucu meninggal (pria atau wanita). Dalam
hal ini tidak berlaku pepata atau umpatan bahwa yang bersangkutan tidak mau berjumpa
sampai mati (pajumpang di tano narara), sepontanitas turut menunjukkan keperihatinan
walaupun orang yang ditimpa kesedihan tadi malas berpartisipasi dalam upacara-
uapacara adat atau pernah timbul perselesihan yang gawat dengan orang yang
bersangkutan, dengan harapan semoga orang tersebut berubah kelakuannya.
Di bona pasogit pesta adat biasanya dimulai pada pagi hari sebelum tengah hari (di
parnangkok ni mataniari). Akan tetapi karena kesibukan di daerah perantauan pada
umumnya dan di Jakarta pada khususnya, hal ini sulit dilaksanakan. Sudah menjadi
semacam tradisi jam makan mulai kira-kira jam 12.00 kalau pesta itu siang hari, dan
kira-kira jam 19.00 malam kalau di rumah itu pada malam hari. Sesuai dengan faktor
lingungan juga pesta perkawinan di perkotaan lebih sering diadakan pada hari Jumat dan
Sabtu atau pada hari libur lainnya. Pesta adat di rumah lebih sering diadakan hari
Minggu dan hari libur lainnya.
Bagi orang Batak Toba salah satu ciri khas dalihan na tolu yang dinilai tinggi adalah
sistem kekerabatan dalam konteks keluarga luas (umbilineal). Dalam konteks ini dalihan na
tolu berperan mengatur hubungan sosial di antara tiga kerabat secara fungsional, yaitu
kerabat semarga (dongan tubu), kerabat semarga suami atau disebut boru, dan kerabat
semarga keluarga yang menyerahkan putrinya untuk dipersunting atau yang disebut dengan
hula-hula. Perlu kita ketahui bahwa marga dalam sistem kekerabatan orang Batak Toba,
demikian juga orang Minang, berdasarkan keturunan sedarah (genealogis) berbeda dengan
pengertian fam yang ada di daerah lain, pengalaman penulis 5 tahun berdomisili
Ch. Manihuruk
17
di Menado pertama kali kaget ketika acara perkawinan satu marga (fam), setelah
mencari tau bahwa beberapa tempat marga disana berbeda dengan makna marga di
Batak Toba, ternyata di Minahasa satu keluarga ayah, ibu dan anak-anak dapat kita
temui ada dua macam marga, diantara mereka ada yang mememilih fam ayah dan ada
pula yang memili fam ibu dibelakang nama babtis mereka. Batak Toba perkawinan
semarga bagi orang Batak sangat dilarang meskipun daerah asal mereka berbeda.
Apabila terjadi perkawinan orang Batak dengan orang suku lain mereka akan
melakukan upacara adat untuk orang tersebut agar dapat diberikan marga tertentu dari salah
satu marga orangtuanya. Secara operasional hubungan sosial yang dibangun dalam sistem
budaya dalihan na tolu dilakukan dalam bentuk perilaku hati-hati kepada kerabat semarga
atau disebut manat mardongan tubu, perilaku membujuk kepada pihak penerima isteri atau
yang dikenal dengan istilah elek marboru, dan berperilaku santun kepada besan atau
dikatakan juga sebagai somba marhula-hula. Oleh karena itu, bagi orang Batak Toba
pengejawantahan hubungan sosial yang ada dalam budaya dalihan na tolu menuntut adanya
kewajiban individu untuk bersifat dan berperilaku pemurah kepada orang yang memiliki
hubungan kerabat, yaitu dongan tubu, boru, dan hula-hula. Orang Batak Toba mempunyai
tingkat kepatuhan dan ketaatan dalam hubungan sosial sebagaimana yang diatur dalam
struktur budaya dalihan na tolu sehingga dipersepsi sebagai salah satu cara atau metode
dalam pencapaian kehidupan. Nilai budaya ini dijadikan sebagai pandangan dan sekaligus
tujuan hidup yang dapat dirumuskan sebagai satu rangkaian tiga kata, yaitu kekayaan
(hamoraon), banyak keturunan atau banyak anak laki-laki dan perempun (hagabeon), dan
kehormatan (hasangapon). Rangkaian ketiga kata tersebut diungkapkan
dalam petuah adat yang berbunyi molo naeng ho mamora, elek ma ho marboru, asa
diurupi ulaon mu, molo naeng ho gabe, somba maho (hormat dan santun) marhula-hula
agar diberikan berkat melalui doa mereka supaya engkau diberikan keturunan oleh
Tuhan, molo naeng ho sangap manat (berhati-hati) ma ho mardongan tubu (kerabat
semarga) agar mereka mendukung engkau dalam banyak hal. Berdasarkan petuah
tersebut orang Batak Toba dalam sistem budaya dalihan na tolu dituntut berperilaku
tolong-menolong atau peduli terhadap kerabat pada setiap kesempatan dan perilaku
tersebut bagi orang Batak Toba dipersepsi sebagai nilai yang tinggi dan merupakan pula
satu perbuatan yang mulia serta luhur (Pasaribu, 2004).
Dalam kehidupan sehari-hari, secara umum orang Batak Toba mempunyai komitmen
yang tinggi terhadap nilai budaya dalihan na tolu. Hal ini dapat kita lihat bagaimana mereka
secara konsisten mematuhi nilai budaya yang diwarisi oleh leluhurnya tersebut, seperti yang
terungkap dalam pantun berikut ini : omputta na di jolo martungkot siala gundi, adat na
pinukka ni parjolo ingkon ihuthonon ni parpudi. Petuah yang terungkap dalam pantun ini
mempunyai makna yang dalam sekali, yaitu semua tata aturan yang telah ditetapkan oleh
leluhur mereka harus dituruti dan ditaati serta dilaksanakan secara turun-temurun. Oleh
karena itu, seluruh tatanan nilai adat dan budaya dalihan na tolu oleh orang Batak Toba
dianggap suci. Mereka juga beranggapan bahwa budaya ini mempunyai nilai sakralitas
dalam membangun hubungan sosial bagi kehidupan. Hal ini terungkap dalam petuah adat
yang mereka dapat dari leluhurnya : martagan sipiliton, maransimun so bolaon, adat ni ama
dohot ompu tokka siuban. Nilai yang terkandung dalam petuah adat ini mengisyaratkan
adanya satu kepatuhan dan ketaatan kepada leluhur bahwa adat yang telah diwarisi oleh
leluhur sesunguhnya tidak dapat diubah.
Dapat dimaknai bahwa kearipan lokal (local wisdom) masyarakat Batak adalah
Ch. Manihuruk
18
B. Kelahiran
Nilai budaya Batak Toba yang menjadi sumber sikap perilaku sehari-hari dalam
kehidupannya terikat pada sistem kekerabatan Batak Toba itu sendiri. Kekerabatan itu
sendiri sangat erat dengan kelahiran, dan kelahiran itu menumbuhkan kekerabatan baik
secara vertikal maupun secara horizontal (Label: article Elisa Octaviany). Kelahiran
menentukan kedudukan seseorang pada sistem kemasyarakatan Batak Toba. Karena
tingginya nilai yang terdapat pada kekerabatan itu maka batak toba beridentitas pada
marga dan garis keturunan yang disebut Tarombo atau Silsilah. Berdasarkan marga dan
silsilah itulah ditentukan kedudukan seseorang pada kelompok keluarga dan
masyarakatnya yang berkaitan pada Dalihan Na Tolu.
Ch. Manihuruk
19
Ch. Manihuruk
20
tradisi mebat (melawat) ini tentu juga baik untuk dipertahankan sebab makna yang
terkandung dalam tradisi mebat ini adalah mendekatkan si anak secara emosional
kepada kerabatnya terutama ompungnya dan tulangnya. Hal inilah yang menjadi
makna spiritualitas yang terkandung dalam upacara Mebat.
d. Ulos Parompa: ulos parompa adalah ulos yang diberikan oleh ompung kepada
cucunya. Pada zaman dahulu ulos kecil ini memang benar-benar fungsional atau
digunakan untuk menggendong (mangompa) si bayi sehari-hari. Namun sekarang
dalam prakteknya ulos parompa tinggal merupakan symbol kasih ompungnya
sebab komunitas batak modern sudah menggunakan tempat tidur bayi, kain
panjang batik, gendongan atau ayunan untuk menggendong bayi. Ada kebiasaan
komunitas batak sekarang terutama di kota-kota untuk mengobral ulos parompa.
Kini bukan hanya ompung, tetapi seolah-olah semua hula-hula harus memberikan
ulos parompa kepada bayi yang baru lahir. Obral ulos ini hanya mengurangi
makna ulos parompa. Makna spiritualitas yang terkandung dalam pemberian ulos
parompa adalah menunjukkan kedekatan atau perhatian yang besar dari
ompungnya kepada si anak yang lahir itu.
e. Pemberian Ulos Tondi: ada juga kerabat yang datang itu dengan melilitkan
selembar ulos yang dinamakan ulos tondi (ulos yang menguatkan jiwa ke tubuh si
putri dan suaminya). Pemberian ulos ini dilakukan setelah acara makan bersama.
Makna spiritualitas yang terkandung adalah adanya keyakinan bahwa pemberian
ulos ini dapat memberikan ataupun menguatkan jiwa kepada suami istri yang baru
saja mempunyai kebahagiaan dengan adanya kelahiran.
f. Dugu-dugu: sebuah makanan ciri khas batak pada saat melahirkan, yang diresep
dari tanaman yang dikenal dengan nama bangun-bangun, daging ayam, kemiri dan
kelapa. Dugu-dugu ini bertujuan untuk mengembalikan peredaran urat bagi si ibu
yang baru melahirkan, membersihkan darah kotor bagi ibu yang melahirkan,
menambah dan menghasilkan air susu ibu dan sekaligus memberikan kekuatan
melalui asi kepada anaknya.
C. Babtis (Tardidi)
Dalam Agama Kristen dalam pemberian nama anak terlebih dahulu dilaksanakan babtis
oleh pendeta/pastor di Gereja, karena suka cita orang tua anak diadakan pesta babtis ini
dengan mengundang sanak keluarga termasuk didalamnya dalihan na tolu, didalamnya akan
ada penyerahan tudu-tudu sipanganon, ikan mas dan ulos atau parompa.
Adong do sipata na mangulahon partangiangan holan nasida sekeluarga di jabu
molo tardidi dakdanakna (dung mulak sian gareja).
Alai molo dipatupa pesta partangiangan patuduhon las ni rohana, na uli do. Molo
dipatupa pesta partangiangan, jouon ma:
0Dongan tubu
1Boru/bere
2Dongan sahuta
3Hula-hula
Ndang pola sahat gongkhon tu tulang (tulang ni natoras ni na tardidi) alana ulaon
na metmet do on.
Hula-hula mamboan:
1. Parbue gabe
Ch. Manihuruk
21
23 Dengke
24 Ulos parompa
Parbue gabe pintor dipasahat do on disi sahat nasida tu jabu, ia dengkena dipasahat
ma andorang so marsipanganon (laho mangan), pamoruon pasahat tudutudu ni
sipanganon tu hulahulana. Na mamilang tangiang laho marsipanganon pamoruon do alai
na mangujungi hulahula ma. Sidung marsipanganon mambagi jambar ma songon na
masa di luat i.
Andorang so dipasahat dope hata gabe, pasahaton ni hulahula ma ulos parompa tu na
tardidi, herbang do diuloshon sian jolo.
Urutan ni angka na pasahat ulos parompa:
23 Ompung baona
24 Tulang ni na tardidi
25 Dohot uduran nasida
Dung i pe asa mangalehon hata pasu gabe:
1 Boru ni hula-hula
23 Dongan tubu ni hula-hula
24 Hula-hula tangkas
Dung simpul sude, dipasahat ma tu pihak pamoruon asa mangampu. Andorang so
mangampu, jolo pasahatonna do pasituak na tonggi tu hula-hulana dohot uduranna molo
adong tupa, alai molo ndang adong tong do uli ulaon i.
Mangampu ma pamoruon:
23 Dongan sahuta
24 Boru/bere
25 Dongan tubu
26 Hasuhuton
Biasa angka piga-piga punguan adong di pasahat bantuan berupa hepeng dibagasan
amplop berdasaron Anggaran Dasar dohot Anggaran Rumah Tangga ni Punguan i.
Sidung sude mangampu dipasahat protokol nasida ma tu hula-hula laho mangujungi
dohot ende/tangiang.
Ch. Manihuruk
22
mangain anak.
Mangampu anak atau mangampu boru secara otomatis memberi marga kepada anak
atau boru yang diampu. Acara ini harus dihadiri oleh fungsional adat dalihan natolu.
Hombar tu paradaton ni halak Batak, ingkon adong do marga asa boi mardalan
adat na gok, contoh: pangolihon anak/pamuli boru.
Molo mangulahon adat Batak na gok ingkon diadopi dalihan na tolu do, ima:
23 Dongan tubu
24 Boru
25 Hulahula
Di ganup ulaon adat, lumobi adat na gok adong do panghataion namasialus-alusan dohot
aturanna. Sian parmulaan ni panghataion sahat tu na patorang tujuan/maksud ni ulaon
nunga i di bagasan acara khusus. Tingki mandok hata jotjot do dilapik umpasa.
Somalna dongan tubu ni suhut na dua pihak masisungkunan,
manungkun dohot mangalusi ruhut ni ulaon.
Ido alana molo adong anak baoa/boru-boru sian na so Batak naeng pajongjong
rumatangga dohot anak boru-boru/baoa ni halak Batak, ingkon pampehononhon do
marga tu anak/boru na so marmarga i. Marga na dipampehon i ma nagabe mangamai
ulaon i dipangkataion adat.
Molo mamampehon marga tu anak baoa ingkon setuju do:
23 Dongan tubu ni marga sipampeon i
24 Boru ni marga sipampeon i
Alana mulai sian na ampe marga i tu ibana nunga tarsurat be ibana di silsilah/tarombo ni
margana i, jala pinomparna pe ingkon mangihuthon sundut ni tarombona ma tu joloan ni
ari ima marga ni ama.
Jadi di na mamampe marga, panghataion ni hasuhuton, dongan tubu dohot boru ni
marga sipampeon i tung manontuhon do di ulaon i.
Di ulaon si songon on, hasuhuton pasahathon tudu-tudu ni sipanganon ma tu dongan
tubuna.
Manungkun ma dongan tubu taringot tu tudu-tudu ni sipanganon i. Udut tu si, dipatorang
hasuhuton ma maksud/tujuan ni ulaon i.
Ingkon adong do antong sada ni roha di hasuhuton, dongan tubu songon i nang boruna,
asa dapot songon ni dok ni umpama:
Bonang sada hulhulan
Hori sada simbolan
Tangkas masisungkunan
Unang adong masisolsolan
Dung adong sada ni roha di angka hasuhuton, dongan tubu dohot boru, dipaboa ma tu
hulahula naung sorang berenasida.
Hulahula pe, songon patuduhon las ni rohana tong do adong dipasahat tu berena. Molo
mamampe marga anak baoa somalna sigagat duhut (horbo) do dipatupa parjuhutna, ai
pesta bolon do sisongon i.
Di tingki saonarion, molo hurang sihumisik, hape porlu ingkon pampeon marga,
dipatupa ma pinahan lobu juhutna jala digoari ma i na mangain (adopsi/angkat).
Molo tarbahen, patupaonna do muse pesta na bolon/manullang horbo lumobi molo
mamampe marga ni anak baoa. Alai molo mambahen marga ni boru (mangain/marmeme)
nang pe so pesta bolon tong do uli, alana marga ni boru dang boanonni pinomparna gabe
Ch. Manihuruk
23
margana.
Jadi mambahen marga ni boru jotjot do dipatupa parjuhutna pinahan lobu, tung mansai
uli do molo sigagat duhut parjuhutna.
Molo mamampe marga ingkon jouon do:
23 Dongan tubu
24 Boru/bere
25 Dongan sahuta
26 Hulahula
Songonon ma urutan pangulahonna dung adong dos ni roha di dongan tubu dohot
boru/bere:
1. Natorasna:
Marmeme (anak baoa/anak boru) disulanghon tolu
hali Indahan
Dengke
Mual sitio-tio
Pasahat Ulos
Pasahat parbue gabe
23Hulahula Pasahat
dengke Pasahat
ulos Pasahat parbue
gabe
24 Marsipanganon
25Pasahat upa panggabei
(hepeng) Dongan tubu
Boru, bere
Dongan sahuta, ale-ale
26 Pasahat piso-piso (hepeng) tu hula-hula dohot uduranna
27 Marhata gabe horas, manggabei ma angka raja
28 Mangampu hasuhuton
29 Dipasahat ma tu hulahula asa diujungi dohot ende/tangiang
Catatan : Di tingki on nunga adong perkembangan/modifikasi adat Batak ima di
paradaton perkawinan campuran (Anak baoa/anak boru sian na so Batak dohot anak
boru/baoa ni halak Batak).
Ch. Manihuruk
24
Pemahaman Iman yang benar kepada Tuhan Yesus Kristus berdasarkan Alkitab dan
sungguh sungguh percaya dan mengakui bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan, mereka
dididik menjadi warga sidi Gereja yang bertanggung-jawab, memiliki pengetahuan
Alkitab yang cukup dan pemahaman yang benar tentang Firman Allah sesuai Alkitab,
siap dan terampil menjadi saksi Kristus.
Tong do adong na so mambahen pesta partangiangan molo malua sian
panghanghungi (naik sidi) dakdanakna. Holan nasida sakeluarga martangiang di jabu
dung mulak sian gareja.
Alai molo dipatupa pesta partangiangan, jouon ma:
Dongan tubu
Boru/bere
Dongan sahuta
Hula-hula
Di tingki on nunga diontang be hula-hulana nang pe ulaon di jabu ala nunga dianggap
sahuta di parserahan on tarlumobi ma di Jakarta. Alai dang pola sahat tu tulang ni
natoras na malua sian panghanghungon i.
Andorang so marsipanganon, jolo pasahaton ni hula-hula do dengkena, diuduti ma muse
pamoruon pasahathon tudu-tudu ni sipanganon tu hulahula. Nama milang tangiang laho
marsipanganon pamoruon do jala na mangujungi hulahula. Dung sidung marsipanganon,
marbagi jambar ma songon na ni ulahon/namasa di luat i.
Dung sidung sude parjambaran jala tingkos parpeakna tu angka tutur/tondong, diuduti
ma muse tu na pasahat hata pasu gabe tu dakdanak na malua sian panghanghungi i.
Dipiga-piga ulaon sisongonon Pihak hula-hula pasahat ulos dohot boras sipirni
tondi tu berena na malua sian panghunghungi, dung natoras na pasahat on sejumlah
amplop tu sude rombongan ni hula-hula sebagai pasituak na tonggi tarlumobi ma molo
rombongan hula-hula sian luar ni wilayah ni na toras ni panghang-hungi.
Sude raja na torop, diwakili piga-piga halak, mangalehon hata poda/pengarahan tu na
malua i asa betul-betul bertanggung-jawab di sude pangalaho na (tindakanna) secara
positip. Alana molo dung malua sian panghanghungi, di dok do naung toras jadi ingkon
do bertanggung-jawab dipangalahona. Dung sude mandok hata jala horong hulahula pe
nunga mandok hata podana, dipasahat ma tu hasuhuton asa mangampu jala laos
dipasahat ma tu na malua i laho mangampu.
Biasana angka dongan huta, namarhaha-maranggi dohot boru-bere pasahat on kado
manang berupa amplop sebagai manupaki ulaon i.
Di pangampuon i, songon on ma udutna (laos pasahathon hata poda):
Dongan sahuta
Boru/bere
Dongan tubu
Hasuhuton/natoras ni na malua
Na malua sian panghangkhungon
Sidung sude mangampu hata pasu gabe dipasahat ma tu hula-hula
laho mangujungi dohot ende/tangiang.
Ch. Manihuruk
25
Ch. Manihuruk
26
Ch. Manihuruk
27
naposo jala nunga masitiopan hata anak nami dohot boru ni raja i hula-hula nami,
songon i ma mangihuthon boa-boa ni anak nami."
Pihak parboru pe disunghkun ma boruna manang na toho do hata ni paranak i. Molo
dung tingkos naung adong dinasida hata na masioloan (masitiopan hata) dijalo ma
hata ni paranak i, on ma nanidokna patua hata (ai nunga sahat hata tu natuatua). Dung
i laos dipangido paranak ma asa diuduti sahat tu parhusipon (mangarangrangi).
Parboru pe somal na tong do satolop tu pangidoan ni paranak i. Goar na do
parhusipon, molo panghatahonna tong do gogo (tangkas) jala sude do tutur na ro i
umbegesa (marhusip-husip na gogo).
Jadi dihusipi (dirangrangi) ma di si:
Pangulaon ni pesta (dialap manang ditaruhon jual)
Godang ni sinamot
Todoan suhi ni ampang na opat
Godang ni ulos
Tintin marangkup
Ari/tanggal partumpolon
Inganan/Gareja partumpolon
Ari/tanggal Pamasumasuon
Inganan/Gareja pamasumasuon
Alaman/Gedung pesta unjuk
Godang ni undangan:
Parboru
Paranak
Dung sidung sude dihatai jala diundukhon na dua suhut, mangalehon hata pasupasu
ma parboru tu paranak, tar songon on ma parjojorna:
Mandok hata boru/bere
Mandok hata dongan sahuta
Mandok hata dongan tubu
Mandok hata (manggohi) hasuhuton bolon
Sidung on sude diulahon, dipasahat ma tu suhut paranak asa diampu, songon on ma
parjojorna:
Mangampu dongan sahuta
Mangampu boru/bere
Mangampu dongan tubu
Mangampu (manggohi) hasuhuton bolon
Dung sidung on sude, dipasahat RAJA HATA ni suhut paranak ma acara tu parboru
jala diujungi parboru ma dohot ende/tangiang.
Catatan: Hasil ni panghataion naung ditolopi di parhusipon dipangke ma i gabe
acuan tu ulaon na marhata sinamot. Biasa dung sae parhusipon masing-masing
paranak melanjut acara tonggoraja suang songoni parboru mambaen acara sendiri
na digoaran ria raja, molo adong pangarapotan si songonon dipersiapan ma
margoar na nigoaran Jambar Ni Adopan, lapatan na sude nampunasa diangka na
mardongan tubu dohot dongan sahuta.
Ch. Manihuruk
28
Yang dimaksud dengan Taruhon Jual pada intinya adalah Keluarga Besar
Penganten Pria secara penuh mengurus dan bertanggung jawab proses acara
pernikahan adat dimaksud dari awal hingga akhir dengan dibantu pihak pengaten
perempuan dan teman sekampung keluarga penganten pria. Dalam hal ini
penganten pria memberikan mahar (sinamot) secukupnya kepada keluarga
penganten perempuan sedang sebagian besar biaya pesta ditanggung pihak
penganten prianya (keluarga pria sebagai tuan rumah)
Najolo pangoli dohot pandongani do na laho tu huta ni parboru mangalap jual asa
rap borhat tu gareja. Rap udur ma borhat tu gareja pengantin, pandongani dohot
sude uduran ni parboru.
Ch. Manihuruk
29
Ch. Manihuruk
30
Pasahat panggohi ni sinamot, molo so sahat dope sude Pasahat ulos herbang
Marhata sigabe-gabe
Diujungi hula-hula
Ch. Manihuruk
31
Godang ni sinamot
Suhi ni ampang na opat
Pinggan panganan
Godang ni ulos herbang
Ulos tinonun sadari
Tintin marangkup
Dung singkop on sude dihatai raja parhata, dipaboa ma tu hasuhuton
bolon (parboru), molo dung suman dioloi ma.
Pangulaonna
Sipasahaton ni paranak:
Sinamot na gok tu suhut bolon, alai jolo dietong raja parhata ni
parboru manang naung gok songon na ginollit
Suhi ni ampang na opat:
a. Todoan ni sijalo bara (Amang tua/uda ni boru muli)
b. Todoan ni simandokkon (Iboto ni boru muli/parorot/kakak/namboru)
c. Todoan ni tulang (Tulang ni boru muli)
d. Todoan ni ompung (Ompung ni boru muli, molo mangolu dope,
khusus) Sude angka sijalo todoan adong do tolu mansam kewajibanna,
alai molo sebagian pe dipasahat nauli do ima:
Pasahat ulos herbang
Pasahat dengke
Pasahat parbue gabe
Tu sude tondong na niontang ni paranak dipasahat do jambar nasida
ima hepeng na margoar pinggan panganan.
Sipasahaton ni parboru:
a. Ulos pansamot, Ulos tu suhi ni ampang na opat:
b. Ulos hela
c. Ulos pangabarai/pangamai (Amang tua/uda ni anak mangoli)
d. Ulos simanggonghon (Haha/anggi ni anak mangoli)
e. Ulos sihunti ampang (Namboru/iboto ni anak mangoli)
Ulos pargomgom (Ompung ni anak mangoli, molo mangolu dope, khusus)
Ulos pargomgom sian Tulang ni pangoli
Na pasahat todoan/panandaion tu suhi ni ampang na opat ni pihak
parboru, langsung do pihak paranak.
Songon i do nang suhut parboru, langsung do pasahat ulos herbang tu suhi ni ampang
na opat ni paranak.
Alana molo adong namasa/ulaon di ari na mangihut suhut na dua pihak on do
masiontangan.
Jadi porlu do masitandaan angka suhut dohot paidua ni suhut ni tuturna.
Suang songoni do angka tutur na niontang ni paranak i ma:
Dongan tubu
Boru/bere
Dongan sahuta/aleale
Sude do dapotan ulos tinonun sadari (bentuk hepeng)
Ch. Manihuruk
32
Ch. Manihuruk
33
2. Marhata Sigabe-gabe
Urutan ni na mandok hata/marhata sigabe-gabe di pihak parboru
Boru/bere
Dongan sahuta/aleale
Dongan tubu
Dung singkop on sude mandok hata, dipasahat ma tu horong ni hula-hula/tulang ni
pihak parboru, urutanna ima:
Ch. Manihuruk
34
Ch. Manihuruk
35
Ch. Manihuruk
36
Najolo andorang so ro dope ugamo Kristen tu tano Batak, molo diluahon doli-doli sada
namarbaju tu hutana pintor dipaboa doli-doli i do tu natorasna. Paranak pe dijou ma
dongan tubu, boru, bere dohot dongan sahutana laho patupahon partangiangan.
Sidung marsipanganon, mandok hata gabe ma angka tutur tu hasuhuton dohot tu
pengantin baru.
Mangampu ma muse suhut dohot pengantin baru, dung i dipasahat ma tu haha ni partubu
asa diujungi dohot tangiang. Dung i laho ma dongan tubu dohot pamoruonna (hira-hira
3-4 halak) tu huta ni parboru manaruhon (boa-boa) na Jambar Suhut (Namarhodong).
Alai dung ro ugamo Kristen tu tano Batak, tu jabu ni pangula huria nama pangalua
dohot naniluahon na laho, jala disi ma tinggal na marbaju i paima sahat tu panghataion
ni natuatua asa boi marpasupasu.
Molo ndang tu jabu ni pangula ni huria dianggap melanggar peraturan ni gareja do gabe
dipabali/dipecat sian huria.
Ch. Manihuruk
37
f. Godang ni undangan
Molo ulaon sadari do paranak dohot parboru paradehon jualna asa adong pangkeonna
di ulaon mebat.
Pesta unjuk si songon on somalna metmet do alai ruhut-ruhut ni paradaton sarupa do
tu pesta unjuk taruhon/nialap jual.
Ch. Manihuruk
38
Ch. Manihuruk
39
Catatan:
Molo di dok na mangalua songon sada jalan pintas, sasintongna dang tepat. Alana
molo naeng do pardongansaripeon i dibagasan adat na gok, gabe tamba do kewajiban
siulahononton tu tingki na ro.
Ch. Manihuruk
40
Ch. Manihuruk
41
Dongan tubu
Boru/bere
Dongan sahuta/ale-ale
Hula-hula
Tulang
Nang pe so pola sahat tu tulang ontanganna tong do uli.
Molo na niontang tu ulaon di jabu olat ni hula-hulaniba, ndang pola mardalan pisopiso
dohot pasituak na tonggi. Alai molo sahat do niontang tulang, ingkon pasahaton do
pisopiso dohot pasituak na tonggi tu tulang/hulahula nang dohot uduranna andorang so
mangampu hata pasu gabe.
Parjolo ma diulahon pangupaon, songonon ma udutan na:
Natoras/haha/ompung (molo tung pe sahalak na pasahathon sian nasida nauli do)
Hulahula
Tulang
Ragam ni sipasahaton di pangupaon tong do sarupa ima:
Dengke
Ulos
Parbue gabe
Molo tung sada pe dipasahat sian na tolu ragam on tong do denggan. Dung sidung
mangupa diudutima marsipanganon, alai jolo dipasahat ma tudutudu ni sipanganon tu
hulahula. Na mamilang tangiang laho marsipanganon sian parboru, jala na mangujungi
sian hulahula. Sidung marsipanganon diuduti ma tu na marbagi jambar, diuduti muse
pasahathon hata pasu gabe tu na malum sian parsahiton i.
Adong do dua cara laho pasahathon hata pasu gabe di ulaon si songon on, ima:
Cara parjolo:
Mandok hata Boru/bere
Mandok hata dongan sahuta/ale-ale
Mandok hata dongan tubu
Mandok hata Tulang
Mandok hata Hulahula
Mangampu suhut:
Boru
Haha/anggi
Hasuhuton bolon
Cara paduahon:
Mandok hata pasu gabe Tulang dohot uduranna
Mandok hata pasu gabe hulahula dohot uduranna
Mangampu pihak pamoruon :
Dongan sahuta/ale-ale
Boru/bere
Dongan tubu
Mangampu ma hasuhuton :
Boru
Haha/anggi
Hasuhuton bolon
Biasa angka piga-piga punguan adong di pasahat bantuan berupa hepeng dibagasan
Ch. Manihuruk
42
O. Manuruk Jabu
Upacara adat memasuki rumah baru. Pesta ini tidak wajib harus dilakukan, karena
sejak dahulu ada adat batak tidak menghaskan acara ini, kecuali bagi mereka yang
dianggap mampu dan mau mengundang banyak orang termasuk didalamnya dalihan na
tolu.
Ulaon manuruk jabu di dok do ulaon na metmet, na niontang ima:
Dongan tubu
Boru/bere
Dongan sahuta/aleale
Hulahula
Najolo ndang adong dope angka pande bagas (partungkang jabu), jadi molo na
pajongjong jabu sai dongan tubu do na mangurupi pajongjonghonsa. Ditingki i, tung
mansai gomos do roha na masiurup-urupan, ido umbahen na adong hata na mandok:
"SOLISOLI ADAT SIADAPARI GOGO" (Ingkon do masiurup-urupan). Jadi najolo
ndang masa manjalo tumpak sian dongan tubu di ulaon manuruk jabu. Di tingki saonari
on dang diarop be gogo ni dongan tubu laho pajongjong jabu, gabe mangalehon tumpak
nama di tingki ulaon manuruk jabu i.
Angka na pasahat tumpak ima:
Dongan tubu
Boru/bere
Dongan sahuta/aleale
Hulahula ndang dapotan pisopiso di tingki ulaon manuruk jabu songon i nang uduranna
ndang dapotan pasituak na tonggi.
Ulaon manuruk jabu di parnangkok ni mataniari do patupaon jala parjolo ma pangupaon,
songonon ma udutanna:
Natoras/haha/Ompung (dohot sian dongan tubu; molo holan sada pe na pasahathon na uli
do)
Hulahula
Sipasahaton di tingki pangupaon ima:
Dengke
Ulos
3 Parbue gabe
Sarupa do sipasahaton ni dongan tubu dohot hulahula. Nang pe holan sada ragam
dipasahat di pangupaon na uli do i. Andorang so marsipanganon, dipasahat ma jolo
tudutudu ni sipanganon tu hulahula. Namamilang tangiang laho mangan pamoruon do
jala hulahula ma na mangujungi. Sidung marsipanganon diuduti ma muse tu na marbagi
jambar diuduti muse pasahathon tumpak dohot pasahat hata pasu gabe. Adong dua
ragam udutudutan ni na mandok hata pasu gabe: Parjolo:
Mandok hata dongan sahuta/aleale
Mandok hata boru/bere
Mandok hata dongan tubu
Mandok hata hulahula dohot uduranna
Ch. Manihuruk
43
P. Mangampu Jabu
Bagi mereka yang ekonominya mapan tentunya mampu membuat ruamah besar dan
megah. Pada saat memasuki rumah baru dengan mengadakan pesta adat. Yang tentunya
pelaksanaan besar dan melibatkan banyak orang didalamnya termasuk dalian na tolu,
sampai kepada Paman serta teman sejawat dan teman sekampung pemilik rumah
dimaksud.
Molo sahat do undangan tu tulang di goari ma i MANGOMPOI JABU alai molo
holan olat ni hula-hula do digoari ma i MANURUK JABU. Molo mangompoi jabu
pasahaton ma piso-piso tu tulang, hula-hula jala uduranna (natinogihon na) mandapot
pasituak na tonggi. Sai gumodang do piso-piso sian pasituak na tonggi.
Molo mangompoi jabu, jouon ma:
Dongan tubu
Boru/bere
Dongan sahuta/ale-ale
Hulahula
Tulang
Ia pangulahon na dos do tu na manuruk jabu, alai molo di ulaon mangompoi jabu sahat
ma piso-piso dohot pasituak na tonggi tu tulang dohot uduranna. Patupaon ma
pangupaon di parnangkok ni matani ari.
Ragam ni sipasahaton di pangupaon ima:
Dengke
Ulos
Parbue gabe
Tung so sude pe ragam na di pasahat tung do uli ulaon i.
Udutudutan ni na pasahathon pangupaon ima:
Natoras/haha/ompung
Hulahula
Tulang
Molo tung pe holan sahalak na pasahathon sian Natoras/haha/ompung tong do uli.
Diuduti ma tu na pasahat tudutudu ni sipanganon tu hulahula laos udut muse tu
marsipanganon. Na mamilang tangian sian parboru do jana na mautup sian hulahula.
Mardomu tu arga ni tingki, nuaeng on dipadomu nama asa sahali mangulahon:
1. Mangupa.
Ch. Manihuruk
44
1. Sulang-sulang Hapunjungan
Sulangsulang atau Sipanganon na Tabo, ada kalanya disebut sebagai Sulangsulang
Hapunjungan yang berarti hanya orangtua laki-laki dan perempuan saja yang boleh
makan, abang adik orangtua tersebut walaupun duduk di kiri kanannya tidak
diperkenankan ikut makan sampai selesai orangtua itu makan disulangi atau disuapi
semua keturunannya. Prosesnya, anak tertua menerangkan suatu yang akan apa
Ch. Manihuruk
45
maksud dan tujuan penyajian makanan itu antara lain "agar orangtuanya sehat-sehat,
panjang umur dan mohon doa restu serta meminta pembagian harta warisan.
Kemudian. semua keturunan orangtua itu menyuapi mulai dari anak yang tertua dan
istrinya diikuti semua adik-adiknya dan cucu hela boru orangtua itu.
2 Sulang-sulang Hariapan
Sulang-sulang Hariapan adalah sajian makanan untuk orangtua yang sudah
panjang umur, sudah uzur dan mungkin sudah sakit-sakitan dilakukan semua anak
keturunannya bersama semua unsur Dalihan na Tolu, Dongan Sabutuha. Boru dan
Hulahula serta dongan sahuta, diakhiri dengan acara margondang dan manortor.
Setelah anak tertua menerangkan apa maksud dan tujuan antara lain "agar
orangtuanya panjang urnur, sehat-sehat karena semua keturunanya masih
membutuhkan bimbingannya. agar semua keturooannya diberkati, diberi doa restu
dan harta warisan". Setelah orangtua itu memenuhi permintaan keturunannya maka
sejak saat itu dia tidak boleh lagi aktif dalam semua acara adat. Boleh hadir tetapi
tidak ada lagi hak dan kewajiban. seperti memberi nasehat, petunjuk memberi
tumpakpun tidak boleh. Hutang piutang sudah menjadi tanggungan anak-anaknya
sehingga kerjanya hanya mendekatkan diri kepada penciptanya. Itulah sebabnya di
beberapa "luat" atau daerah di Tapanuli yang jauh dari daerah Toba tidak mau
menerima sulangsulang Hariapan karena merasa dia solah-olah "dikucilkan"
Kesempatan pertama menyuapi diberikan kepada anak tertua dan istri diikuti adik-
adiknya, itonya dan semua cucu-cucunya, selanjutnya diberi kesempatan kepada
unsur Dalihan na Tolu dan dongan Sahuta dimulai horong atau kelompok Hulahula
yang tentu datang membawa dengke, boras sipir ni tondi dan ulos.
Hulahula tidak membawa sulang-sulang untuk menyuapi tetapi tetap membawa
"sipanganon" atau makanan dengke dengan doa "asa uli jala hiras rohana mandalani
ngoluna diportibion". pengertiannya : agar indah dan ceria diakhir hidupnya di dunia
ini. Doa diberikan juga dari di raja parhata apa maksud dan tujuan penyajian makanan
itu antara lain "agar orangtuanya sehat-sehat, panjang umur dan mohon doa restu
serta meminta pembagian harta warisan. Kemudian, semua keturunan orangtua itu
menyuapi mulai dari anak yang tertua dan istrinya diikuti semua adik-adiknya dan
cucu hela boru orangtua itu.
Tidak ada pembagian jambar atau daging adat, tetapi ada pihak yang keberatan
dengan alasan bahwa orangtua itu telah banyak menerima jambar selama ini, dia
harus balas "sisoli-soli do uhum sidiapari gogo", artinya seseorang yang telah
menerima rezeki dari adat bisa berupa uang, daging, bantuan dan lain-lain dia
berkewajiban melakukan hal yang sama atau membalasnya.
Setelah tudu-tudu ni sipanganon diserahkan kepada hula-hula, dengke atau ikan
adat dan ulos diserahkan hula-hula kepada borunya doa makanpun disampaikan tuan
rumah, makan bersama dimulai.
Pasituak na tonggi diberikan kepada hulahula dan tidak salah apabila diberi juga
kepada semua pihak yang ikut berpartisipasi dalam acara sulang sulang hariapan
tersebut. Bagian yang tidak terpisahkan dari acara itu adalah margondang dan
manortor.
Semua "horong" yang diundang"wajib" diberi kesempatan manortor sebagai
penghormatan dan tanda terima kasih atas partisipasinya. Kelompok boru maniuk dan
Ch. Manihuruk
46
3 Sipanganon Natua-tua
Sulang-sulang adalah makanan nasi dan lauk yang disuapkan kepada seseorang
yang dihormati. Tetapi apabila orang yang dihormati itu sudah tua apalagi sudah
sakit-sakitan maka Pengertian "disulangi" atau disuapi, disamping penghormatan
kemungkinan besar dia tidak kuat lagi mengangkat sendok yang berisi nasi.
Kondisi seperti itulah yang biasa melatar belakangi kenapa Sulang-sulang na Tabo
atau Sulang-sulang Hariapan dan Sulang-sulang Hapunjungan diberikan anak-
anaknya kepada orangtuanya.
Lain halnya dengan "Sipanganon ni NATUATUA", dimana kondisi orang- tua masih
segar-bugar dimana satu keluarga atau semua anak-anaknya memberi sipanganon
dengan berbagai "alasan", seperti sudah lama tidak ketemu, mau pergi merantau dan
lain-lain maka orangtuanya diberi sipanganon sekaligus meminta doa restu dan doa
agar orang tuanya sehat selalu.
Tidak perlu disuapi, adik abang orangtuanya ikut duduk dan makan disamping
orang tuanya. Setiap saat, acara adat seperti ini dapat dilakukan apabila ada
kesempatan dan menurut penulis acara seperti ini perlu dipelihara sebagai pengikat
rasa kekeluargaan rasa hormat, bisa sa-marga, sa-ompu.
Untuk diketahui biasanya dalam acara Sulang-sulang Hariapan terutama dalam
Sulang-sulang na Tabo pihak hula-hula selalu memberi nasehat kepada semua berenya
agar mereka berbuat yang terbaik terus menerus kepada orangtuanya dan jangan seperti
ungkapan "Jagar songon Sipaudang". Sipaudang adalah jenis ikan yang sangat jelek
penampilan dan warnanya tetapi sesudah mati atau dimasak sangat indah warnanya
seperti warna pelangi. Maka pengertian ungkapan di atas adalah: sesudah orangtuanya
meninggal, penghormatan kepada orang tuanya dibuat sangat meriah potong kerbau
besar, margondang, diperintahkan semua kedai kopi dan pedagang makanan di pinggir
jalan, kacang, jagung, lampet diberikan gratis kepada semua tamu-pengunjung padahal
sewaktu hidup orangtua itu tidak ada yang memperhatikan, beli obatnyapun tidak ada.
Untuk dicamnkan: walaupun tidak pernah diucapkannya didalam hatinya yang terdalam
terpatri lagu pop Batak yang mengatakan : Hamu anangkonhu, Tampuk ni pusu-pusuhi
dang marlapatan marende margondang marembas hamu molo dung mate ahu. Uju
dingolungkon manian tupa ma bahen angka na denggan Asa tarida sasude holong ni
rohami marnatua-tua i. Pengertiannya: diserukan kepada semua anak-anaknya agar
berbuat yang terbaik selagi dia masih hidup. Tidak ada artinya bagi dia
menyelenggarakan pesta adat besar-besaran, meriah apabila dia sudah meninggal dengan
kata lain pesta meriah itu dinikmati orang lain, bukan saya orangtuamu.
Ch. Manihuruk
47
3 aspek, yaitu : Hagabeon, banyak keturunan dan bertingkat anak, cucu, nini, nono ,
onto-onto atau cucu dari cucu. Hamoraon, kekayaan, kemakmuran, dan Hasangapon,
kehormatan dan martabat mulia.
Menurut R.M Simatupang Drs bahwa tingkat adat yang diselenggarakan pada waktu
pemberangkatan orang meninggal ke liang kubur dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Meninggal Saur Mauli Bulung, tingkat kematian yang paling tinggi dalam adat Batak,
Adakalahnya disebut meninggal Martua Dolog. Semua anaknya sudah menikah dan
punya kerurunan, punya cucu, nini, dan nono. Tidak ada dari keturunannya
mengalami musibah selama tiga tahun terakhir.
Dahulu paling sedikitnya tujuh hari digondangi dan ditortori, tidak boleh langsung
dikubur. Olah atau boan na, gajah toba sisapang na ualu untuk kakek dan horbo
sitingko tanduk untuk nenek . Pembagian daging adat harus dipakai anjungan yang
disebut pansa, tidak dibuang bulunya dan gondang sabangunan atau maung-maung
saribu raja ditabuh untuk mengiringi Gondang Sahala Raja.
Maninggal Maulibulung, hampir sama dengan Saur Mauli bulung, semua anaknya
sudah menikah dan berketurunan, punya cucu dan nini serta nono. Baon atau olah
atau hewan adat yang disembelih adalah gajah toba sitingko tanduk, pakai anjungan
atau pansa, margondang semua unsur daliahan na tolu paopoat sihal-sihal diundang.
Kebesaran adatnya tergantung dari “kondisi ekonomi” keturunannya, tidak ada
“kesedihan” lagi.
Meninggal Saur Matua, walaupun meninggal saur matua ini padanya sudah
dikategorikan “adat nagok” atau adat yang sudah lengkap atau sempurna,
margondang, sembelih kerbau, manortor gembira ria, tidak ada lagi yang “bersedih”
semua anak laki-laki dan perempuan sudah menikah dan mempunyai keturunan. Ulos
saput masih ada tetapi ulos tujung tidak ada lagi sebab yang ditinggal suami atau istri
sudah mendapat ulos sampe tua.
Meninggal Sarimatua, sebutan kepada suami atau istri yang meninggal di mana anak
laki-laki atau peempuan sudah banyak yang menikah dan mempunyai keturunan
keculai ada seorang lagi yang belum kawin yang selalu mengganggu pikirannya
sebelum meninggal atau disarihon dalam bahasa Batak. Kalau anaknya sudah dewasa
dan sudah bekerja, tidak perlu dibantu lagi malah sudah membantu, biasanya tingkat
kematian Sarimatua bisa ditingkatkan menjadi Saurmatua, yang tinggal akan
mendapat ulos sampetua. Apabila suatu waktu anaknya dapat jodoh atau kawin, maka
orangtunya akan mendapat ulos pansamot. Padahal ulos sampetua jauh lebih tinggi
statusnya atau kedudukanya dari ulos pansamot. “Pelanggaran adat” terjadi namun
atas kesepakatan atau dos ni roha dalam tonggo raja dapat diterima seperti dalam
ungkapan “opat pat ni horbo masijolo-joloan patna parjolo diihutton patna parpudi,
laos ido tu dengganna”. Terjemahan bebasnya: empat kaki kerbau kelihatannya saling
mendahului, kaki depannya selalu diikuti kaki belakangnya, itulah yang membuat
kerbau itu dapat berjalan. Boan atau hewan yang disembeli biasanya lombu sitio, ada
pembagian daging adat, ada ulos holong kepada keturunannya. Adakalanya
pemberian ulos sampetua seperti pemberian ulos tujung, di atas kepala dahulu tetapi
Ch. Manihuruk
48
pada saat itu juga diturunkan ke bawah, dipundak, sehingga namanya menjadi ulos
sampetua.
Mate Hatungganeon, adalah sebutan untuk seseorang yang meninggal sudah panjang
umur, anak-anaknya sudah dewasa malah sudah ada yang bekerja dengan posisi yang
baik tetapi belum ada yang menikah, dengan sendirinya belum ada cucu. Meninggal
Hatungganeon inilah sangat pelik dan rawan pelanggaran adat. Waktu tonggo raja,
hasuhuton meminta kepada hula-hula atau tulangnya agar dapat pemberangkatannya
ke liang kubur adalah “sarimatua” karena yang meninggal adalah anak sibulang-
bulang, ketua marga, banyak jasa pada marganya dan lain-lain kata puja-puji
sehingga boan-nya diminta lombu sitio. Ada ulos saput, ada ulos tujung, ada ulos
holong kepada keturunannya dan ada pembagian jambar. Pihak hula-hula dan tulang
berunding dan memberi jawaban yang bijaksana sebagai berikut ”menurut adat hanya
‘partangiangan’ yang dapat dilakukan”, tetapi atas putusan timbangan raja dari
kelompok hula-hula, kami menyetujui adat ‘sarimatua’ dengan boan atau hewan yang
disembelih lombu sitio”.
Semua pihak mengetahui bawah persetujuan itu melanggar aturan adat, tetapi
disetujui sebab putusan timbang raja dalam hal-hal tertentu dapat melewati atau
berada di atas semua aturan adat, sama seperti fatwa dalam hukum.
Mate Mangkar sebutan kepada seseorangyang meninggal tetapi anak-anaknya masih kecil-
kecil. Apabila si istri yang meninggal disebut matompas tataring perapian tempat
memasak ambruk), sebaliknya apabila si suami yang meninggal disebut matipul ulu
(patah kepala) dan anak-anaknya disebut na sapsap mardum (belum bisa mengurus diri
sendiri). Ada ulos saput dari pamannya apabila suami yang meninggal; atau ada ulos
tujung dari hula-hula apabila istri yang meninggal (berdasarkan kesepatan
tongoraja/pangarapotan). Karena itu ada acara membuka tujung setelah kembali dari
kuburan. Hulahula membawa dengke sitio-tio, boras sipir ni tondi, air putih untuk
mengusap air mata yang ditinggal. Untuk lauk-pauk bisa saja seekor babi disembelih
tetapi namargoarna atau daging adat tidak dihadapkan kepada hula-hula yang membuka
tujung, biasanya diputar atau dihaliangkon dengan pengertian makanan itu hanyalah lauk
bersama dan tingkat adatnya disebut partangiangan. Di beberapa daerah ada yang
memberikan piso kepada hula-hulanya dengan alasan, mereka telah memberi ulos saput
atau ulos tujung, namun di daerah yang lain tidak memberi piso itu dengan alasan
"pembiayaan" untuk anak-anak yang masih kecil itu masih banyak nanti.
Mate Diparalang-alangan adalah sebutan untuk seseorang yang meninggal sudah berumah
tangga, tetapi belum mempunyai keturunan baik laki-laki maupun perempuan. Apabila
tidak mempunyai anak laki-laki sebagai penerus silsilah atau tarombo dan tidak
mempunyai anak perempuan juga disebut mate purpur yang berarti terbang dan
menghilang dan di belakang namanya di dalam tarombo di beri tanda salib. Apabila
seseorang itu meninggal tetapi mempunyai anak perempuan saja disebut mate panu, tidak
ada penerus dalam silsilah di belakang namanya. Beda mate purpur dengan mate panu
adalah dalam harta warisan. Anak perempuan dapat mewarisi harta orangtuanya, tetapi
dalam mate purpur warisan berupa sawah atau kebun kembali kepada keluarga besarnya
tano ni Ompu. Adatnya, partangiangan jagal rombengan dari
Ch. Manihuruk
49
pasar, masih ada ulos saput dan ulos tujung yang diberikan kepada pasangan yang
ditinggal.
Mate Ponggol atau Mate Matipul, sebutan kepada seseorang yang sudah dewasa-siap
menikah, baik doli-doli maupun namarbaju, sangat menyedihkan. Selalu diupayakan
agar dikubur cepat-cepat agar kesedihan itu segera berlalu dari orangtuanya. Ulos
penutup peti matinya diberikan pamannya atau tulangnya dan dinamakan ulos
parsirangan atau perpisahan, bukan ulos saput. Meninggal sudah doli-doli atau
namarbaju disebut juga mate bulung atau daun pohon rontok yang seyogyanya
tumbuh segar. Boleh saja ada partangiangan keluarga dekat.
Mate Dakdanak, sebutan untuk orang meninggal katakanlah untuk anak-anak sampai
mendekati umur remaja, maka disebut juga mate bulung. Mayatnya disaputi tulangnya.
Banyak orang melayat diberi makan juga tetapi lauk pauk atau daging dari pasar saja.
Bisa ada partangiangan keluarga untuk penghiburan sekaligus berdoa kepada Tuhan agar
kejadian yang menyedihkan itu tidak terjadi lagi di masa yang akan datang.
Mate Poso-poso, sebutan untuk orang meninggal berumur sekitar satu atau dua tahun.
Mayatnya sudah ditutupi orangtuanya dengan parompa-nya atau kain
penggendongnya sendiri atau kain sitolutuho sebagai saputnya. Bisa dapat sakramen
baptisan kudus dari gereja apabila tadinya belum dibaptis.
Mate di Bortian, sebutan kepada "seseorang" yang meninggal masih dalam kandungan,
keguguran. Tidak ada acara adat dan tidak ada acara-acara gereja, dikubur tanpa peti
mati di samping atau di belakang rumah sendiri dan hanya dibungkus dengan
selembar kain saja.
Mate Sumaiin. sebutan kepada seorang ibu yang meninggal waktu melahirkan. Kematian
ini sangat menakutkan dalam budaya Batak dan melahirkan banyak cerita yang
menakutkan terutama ibu-ibu yang sedang hamil tua. Semua lubang-lubang di
rumahnya harus ditutup rapat-rapat agar "begunya" tidak dapat mengintip. Karena
itu, apabila seorang ibu mate sumaiin, kaki dan tangannya diikat agar dia atau
begunya atau setannya tidak bisa datang kembali ke kampung, matanya dipenuhi
abu agar tidak dapat melihat jalan kembali ke kampung mengganggu orang hamil.
Sesudah meninggal. harus segera dikubur dengan cara membuang mayatnya ke
jurang yang dalam, walaupun sudah larut malam. Tidak ada acara adat, seperti
pemberian ulos saput. tidak ada ulos tujung kepada suami yang ditinggal. tidak ada
boan dan acara adat lainnya walaupun dia telah banyak keturunan. Tulang-
belulangnya tidak akan pernah dimasukkan dalam tambak atau batu na pir atau
kuburan keluarga. Seram. kejam namun sekarang ini adat seperti itu sudah
ditinggalkan.
Apabila terjadi suatu kematian khususnya bagi mereka yang sudah berumah tangga
atau sudah tua, suatu keharusan sebelum acara pemakaman diadakan upacara adat
dengan melibatkan dalihan na tolu.
Sada unsur adat do di halak Batak molo adong na monding ingkon patupaon do acara
Ch. Manihuruk
50
mandok hata andorang so dipatuat dope tu udean. Tujuan ni na mandok hata on ima na
laho mangalehon hata togar-togar tu keluarga ni na monding (namarsitaonon) i. Laos di
tingki acara on do suhut/paidua ni suhut mangido tangiang/pasu-pasu jala mandok
mauliate tu angka tutur na ro patuduhon na dohot do nasida marhabot ni roha.
Biasa angka piga-piga punguan adong di pasahat bantuan berupa hepeng dibagasan
amplop berdasaron Anggaran Dasar dohot Anggaran Ruma Tangga ni Punguan i.
Adong dua cara mandok hata di namonding ima mandok hata na dipatupa di JABU
dohot di ALAMAN.
Mandok hata di partuat ni namonding DIPATUPA DI JABU Molo dakdanak, dolidoli,
anak boru dohot natunggane na so sarimatua manang saurmatua dope
Adong dua bentuk mandok acara di jabu ima:
Molo na monding i na so natunggane dope (dang berkeluarga dope) songon on ma udut-
udutanni na mandok hata:
Hata huhuasi sian paidua ni suhut/hasuhuton
Manjaha riwayat hidup
Mandok hata dongan tubu
Mandok hata boru/bere
Mandok hata dongan sahuta/aleale
Mandok hata pemerintah setempat (Rt/Rw)
Mandok hata pengurus parsadaan
Mandok hata tulang
Mangampu suhut
Dipasahat ma tu huria (acara huria)
Diboan ma tu udean.
Molo na monding i nunga natunggane alai dang sarimatua manang saurmatua dope,
songon on ma udutudutanna:
Hata huhuasi sian paidua ni suhut/hasuhuton
Manjaha riwayat hidup
Mandok hata dongan tubu
Mandok hata boru/bere
Mandok hata dongan sahuta/ale-ale
Mandok hata pemerintah setempat (Rt/Rw)
Mandok hata pengurus parsadaan
Mandok hata tulang rorobot
Mandok hata tulang
Mandok hata hula-hula ni na marhaha-maranggi
Mandok hata hula-hula
Mangampu suhut
Dipasahat ma tu huria (acara huria)
Diboan ma tu udean
Mandok hata di partuat ni namonding DIPATUPA DI ALAMAN Molo dung sarimatua,
saurmatua manang maulibulung.
Catatan : ala ni keadaan di kota na so maralaman na bidang, ulaon dialaman do goarna
nang pe dipatupa di bagas jabu alai jolo dialap hata ma.
Molo na monding i nunga sarimatua, songonon ma udut-udutan ni na mandok hata:
1. Hata huhuasi sian paidua ni suhut/hasuhuton
Ch. Manihuruk
51
Ch. Manihuruk
52
Ch. Manihuruk
53
Ch. Manihuruk
54
Ditingki saonarion nunga adong be formalin jadi boi do bertahan bangke i manang
pigapiga ari so pola muap nang pe bungka batang. Jala tulang (tulang, tulang rorobot,
bona tulang, bona niari) na naeng pasahat ulos holong, tu namangolu nama dipasahat
(pinompar ni mamonding i) ndang be tu namate, ima ulos holong.
Boi do ulos holong on dipasahat di tingki :
Acara di jabu
Dung sidung pasahat saput dohot tujung, pintor mangihut ma tulang (tulang, tulang
rorobot, bona tulang, bona niari) molo naeng pasahat ulos holong nasida.
Acara di alaman
Dung dapot tingki ni hulahula dohot angka tulang mandok hata, dison ma
kesempatan
dinasida pasahat ulos holong.
Ditingki pasahat hata togartogar
Ch. Manihuruk
55
U. Mamungka Tujung
Songonon ma pangulahon na:
Parjolo mambungka tujung-Nuaeng hubungka ma tujung on anggiat ma bungka
panggabean parhorasan tu ho boru/ito/lae tumpahon ni Amanta Debata.
Manuapi-Husuapi ma ho boru/ito/lae, ias ma ilu sian simalolongmu. Angka silas ni
roha ma dipasahat Tuhanta di ho boru/ito/lae dohot di hita saluhutna tu joloan ni ari
on (huhut disuapi tolu hali)
3. Mangalehon mangan-mangan ma indahan dohot dengke on asa margogo ho mangula
ulaonmu asa boi parmudu-muduon mu anakhonmi (huhut disulangkon 3 hali)
4. Painumhon-inum ma mual sitiotio on asa anggiat ma tio angka pansamotan tumpahan
ni Amanta Debata di borungku/ibotongku/laengku nang di hita saluhutna (huhut
dipainumhon 3 hali)
5. Pasahat parbue gabe-pir ma tondim pir sahalam mangiringiring sude pomparanmi
donganmu sarimatua (huhut di jomput jala dibahen disimajujung ni namabalu).
Dung sidung didok hatana, disaburhon ma parbue i tolu hali tu ginjang ni nahundul
disi huhut didok, Horas... Horas...
Horas...
Ch. Manihuruk
56
X. Mangungkap/Mambungka Hombung
Secara adat Batak Toba, jika ada orang tua yang meninggal dunia, tentunya
keluarga yang ditinggalkan mendapatkan banyak warisan yang ditinggal alamarhum,
oleh karena pihak hula-hula atau tulang untuk memastikannya secara adat dilaksanakan
pemberitahuan warisan apa saja yang ditinggalkan almarhum, dan waktu yang sama ada
kewajiban keluarga yang ditinggalkan memberikan secukupnya atau sejumlah uang
kepada pihak hula-hula atau tulang dari almarhum sebagai ucapan terima kasih keluarga
atas partisipasi selama upacara persiapan pemakaman berlangsung, atau paling tidak
pihak hula-hula dan tulang sudah memberikan ulos seperlunya kepada keluarga yang
ditinggalkan.
Hombung ima sada inganan napinatupa sian hau, ala najolo ndang adong dope
lamari, jadi hombung on inganan ni angka arta songon sibong, cicin dohot angka na
asing di halak Batak. Tingki saonarion nunga tung mansai maol luluan hombung di
halak Batak, holan lamari nama na adong. Nang pe songon i, di paradaton tong dope
dipangke goar i, ima mangungkap hombung. Molo matua sada natuatua, jala ibana nama
naparpudi sian parsaripeonna, sude ianakhonna nunga hot ripe, diulahonma mangunghap
hombung. Paraman (amang naposo)/tulang naposo ni namonding i do na berhak
mangunghap hombung i sian horong ni hula-hula. Tujuan ni mangunghap hombung ima
na laho mambuat tanda mata/kenang-kenangan sian sebagian arta na tininggalhon ni
natuatua i. Molo nuaeng on ganti ni tanda mata i dipatupa ma hepeng, alai tong do
goarna mangunghap hombung.
Pangulahon na: Dung mulak sian udean, angka dongan tubu, boru, dongan sahuta nang
horong ni hulahula dohot sude tulang, bonaniari digonghon do tu jabu pasahat hata togar-
togar. Parjolo ma marsipanganon, dung i pasahat hata togartogar ma bonaniari, tulang dohot
hula-hula. Andorang si diampu, jolo pasahaton do pisopiso tu sude horong ni hulahula,
tulang, bonaniari jala pasahaton ma muse pasi tuak natonggi tu uduran nasida. Dung sidung
on sude dipasahat, diulahon ma mangunghap hombung. Paraman (amang naposo)/tulang
naposo ni namonding i, mandok: “Najolo hupasahat hami do pauseang ulos na soraburuk (hauma)
tu amangboru dohot angka sibong (anting-anting) tu
namborunami. Mangihuthon barita dohot pamerengan nami namalo mansari do
amangboru/namboru on, sinur pinahan na, gabe naniula na. Tontu nunga godang arta
disimpan nasida, jadi mardomu tusi naeng do adong di hami tanda mata”. Mangalusi ma
pinompar ni namonding i: “Nauli rajanami”. Laos dipasahatma bentuk hepeng/barang.
Dung i mangampu ma dongan sahuta, boru, dongan tubu dohot hasuhuton. Dipasahat ma
tu hulahula laho manutup dohot ende/tangiang.
Pangarapoton
Molo monding sada natunggane/natuatua, dipatupa do pangarapoton laho mangido
paniroion sian dongan tubu, boru, dongan sahuta, hulahula dohot tulang. Parjolo do
marsipanganon asa manghatai alai ndang adong parjambaran. Di ulaon sisongonon
ndang pola sai ingkon marsipanganon lumobi molo ndang dope marpahompu. Jala muse
angka na ro tu pangarapoton i nunga jolo mangan sian bagasna alai olo do sipata
hasuhuton manggokhon asa jolo marsipanganon.
Sidung marsipanganon jala denggan hundul sude napinaraja, hasuhuton mangido
panuturion taringot tu napasahat saput, tujung dohot angka na asing, jala angka dia ma
sipatupaon (nunga marpahompu manang ndang dope). Hasuhuton patolhashon ari partuatna
tu angka raja. Jadi dung adong pangarapoton, marbinoto ma angka raja, hulahula
Ch. Manihuruk
57
dohot sude tulang laho mangatur tingkina songon i nang angka na manghobasi pe.
Sidung pangarapoton diujungi hula-hula ma dohot ende/tangiang.
Najolo, molo dung marpahompu na monding, asing-asing do parjuhut dipangarapoton tu
parjuhut di partuatna jala asing do nang arina (najolo lima sahat tu sia ari asa diboan tu
udean namonding i, lam leleng ba lam tarida ma sinadongan ni pomparanna). Molo
dipangarapoton juhutna namarmiakmiak, ba dipartuatna (diparihutna) lombu sitio ma
juhutna. Molo lombu sitiosoara parjuhutna di pangarapoton, gaja toba (horbo ±400kg)
ma dipartuatna (diparihutna).
Molo gaja toba (horbo) parihutna, dibagihon (didabuhon) ma jambar sian sada pansa
(pansa on khusus dipature di parmonding ni natua-tuaon ±2meter timbona). Najolo, jambar
on tata dope jala disi do huling-huling dohot imbuluna, digoari ma on Marpansa.
Molo hurang do sinadongan di hasuhuton (dang mampu), nang pe naung
marpahompu, ndang dibahen mangarapot/pangarapoton. Alai dipatupama partangiangan,
juhutna namarmiak-miak do. Dibagasan sadari do partangiangan dohot partuatna jala on
ma nanidokna mardalan nabolon.
Di ulaon partangiangan, mardalan do acara manjalo tumpak dohot mangalehon hata
pasugabe. Nuaeng on, tarlumobi na di kota, nang pe i namora, molo soadong be
sipaimaon ni suhut, paling lambat tolu ari nunga di boan tu udean. Pangarapoton dohot
partuatna dobagasan sadari digoari ma i, Marindahan Namasak.
Adong dua ragam marindahan namasak: - Molo hurang gabe, marpahompu, hurang
sinadongan di hasuhuton, dibahen ma pangarapoton, juhutna namarmiak-miak, digoari
ma partangiangan - Molo nunga gabe, marpahompu jala adong sinadongan, dibahen ma
pangarapoton jala parjuhutna lombu sitiosoara manang gaja toba (horbo). Molo horbo
parjuhutna, nunga ingkon adong pahompu sian anak baoa. Nuaengon nunga jolo
dibolgang (robus) sude parjambaran. Horbo ma parjuhut natumimbo dinamonding.
Pangulahon ni pangarapoton sarupa do sude:
Marsipanganon
Manjalo tumpak
Marhata sigabe-gabe
Acara di alaman/acara partuatna
Diboan ma tu udean
Y. Mangongkal Holi
Masyarakat Batak Toba banyak kita temukan pesta Mangongkal holi berarti
menggali tulang-belulang orang mati atau sering disebut saring-saring yaitu tulang
tengkorak yang meninggal. Perlu diingat bahwa bila yang digali itu seorang nenek atau
ibu, maka hula-hulanya akan menyiapkan ulos panampin atau ulos penimpus. Bila yang
digali itu seorang kakek atau bapak, maka pamannya (na mamupus) yang menyiapkan
ulos panampin. Keharusan adanya ulos panampin di waktu menggali tulang-belulang
dengan keharusan menutup mayat dengan ulos saput ketika hendak dikubur. Kerabat
pemberi ulos saput itulah yang menyiapkan ulos panampin ketika digali.
Kalau unsur hula-hula yang menyiapkan ulos penampin harus terlibat dalam
penggalian, sangatlah tidak baik bila tidak disertai dongan sabutuha. Bila kedua unsur
tersebut sudah ikut terlibat, tentu sajalah kerabat boru/bere pun sudah menjadi keharusan
terlibat. Selanjutnya dilaksanakan doa bersama ditindak lanjuti acara makan bersama.
Adapun menggali tulang-belulang adalah untuk dipindahkan dan dikubur
ketambak
Ch. Manihuruk
58
na timbo atau akan disimpan di batu napir. Bila yang akan digali itu dulu waktu meninggal
tergolong mate mangkar atau mate hatungganeon, kini anak cucunya sudah mampu
membuat kuburannya tambak na timbo atau batu napir, maka hula-hula yang akan
menyediakan ulos panampin pun pantas pula mendapat penghormatan. Penghormatan yang
dimaksud ialah membuat hula-hula tersebut uli rohana (senang hatinya). Untuk itu perlu
disepakat dengan baik mengenai piso naganjang atau upa ungkap hombung
Ch. Manihuruk
59
dimasukkan dalam peti-peti kecil dan dibungkus kain putih dan puncak acara pesta
gondang ini adalah menaikan tulang-belulang tersebut kedalam Batu Napir, dimana
sebelum di naikkan ke batu na pir ini terlebih dahulu diadakan ibadah yang dipimpin
oleh Pastur atau Pendeta. Untuk selanjutnya Batu Napir ini secara alami akan diisi
para orang meninggal yang merupakan keluarga besar mereka dengan maksud agar
supaya seluruh keluarga besar ini apabila melakukan ziarah cukup datang ke Batu
Napir ini.
3. Tugu
Sebutan tugu dalam buku ini adalah bagunan besar dan mega biasa yang dibangun di
tempat strategis di desa tempat keturunan satu leluhur bermukim. Adakalanya tugu itu
dibangun atas nama leluhur marga, ada juga atas nama satu cabang ompu generasi kedua,
ketiga, keempat, dan seterusnya. Misalnya Manihuruk di Harapohan Samosir merupakan
Tugu seluruh marga Manihuruk (3 ompu yakni Ompu Datu Tahan Diaji, Ompu Guru
Marsingal dan Ompu Guru Nianggapan) saat ini diadakan pesta secara rutin 3 tahun
sekali sebagai ajang silaturami dengan margondang sabangunan 3 hari 3 malam yang
diikuti para anak cucu manantu dan para sahabat dari keluarga besar Manihuruk yang
datang dari seluruh penjuru dunia demikian juga para keturuannya yang diluar negeri
juga datang pada saat pestu Tugu tersebut, sekaligus dalam acara ini mereka
memberbaiki atau melengkapi garis keturunan (tarombo) masing keluarga yang
bersangkutan dengan demikian daftar garis keturuan Marga Manihuruk sedunia valid dan
terdokumentasi dengan baik dan benar. Disamping pesta tersebut biasanya dilaksanakan
ajang pengabdian sosial misalnya pemeriksaan dokter
Ch. Manihuruk
60
gratis dan aksi sosial lainnya yang dilaksanakan dan dikerjakan dengan panitia pesta
tersebut.
Ch. Manihuruk
61
BAB III
PANTUN (UMPASA)
A. Arti Pentingnya Pantun (Umpasa)
Umpasa adalah jenis pantun dalam kesusastraan suku Batak Toba. Umpasa
biasanya digunakan dalam setiap upacara yang bernuansa adat. Dalam upacara
pernikahan masyarakat Batak Toba, umpasa selalu disampaikan dalam tahapan-
tahapan pernikahan Batak Toba. Penyampaian umpasa terutama dalam upacara
adat pernikahan Batak Toba pada umumnya tidak tergantung pada Raja Parhata,
melainkan seluruh anggota keluarga terutama pihak hula-hula. Penyampaian
umpasa juga berdasarkan asas “Dalihan Na Tolu”. Penggunaan umpasa tidak
pernah terlepas dari upacara adat pernikahan Batak Toba karena Umpasa yang
disampaikan dalam upacara pernikahan adat Batak Toba memiliki makna yaitu
sebagai doa, berkat atau permohonan kepada Tuhan terhadap keluarga pengantin
atau seluruhnya.
Ch. Manihuruk
62
orang tua, sembuh dari penyakit yang serius, meninggal dunia dan tempat pemakaman.
Ch. Manihuruk
63
Ch. Manihuruk
64
Ch. Manihuruk
65
Ch. Manihuruk
66
Ch. Manihuruk
67
Paranak
11.Bagot na marhalto ma na tubu di robean, Horas
ma hamu Hula-hula nami namanganton,
sai martamba sinadongan di hami namangalehon. (on ma didok
paranak/raja ni pamoruon di nalaho pasahathon tudu-tudu sipanganon.
Dohot angka naasing).
Parboru
12.Tubu simaroharoha di topi ni tapian,
Sai ro ma tuhamu silas ni roha tiur nang pansarian.
13.Ranting ni bulu duri jait masijaotan,
Angkup ni hata nauli dia ma sitaringotan,
14.Bona aek puli di dolok ni sitapongan,
Sai tubu ma di hamu angka nauli,
Ch. Manihuruk
68
Ch. Manihuruk
69
Ch. Manihuruk
70
Ch. Manihuruk
71
Ch. Manihuruk
72
paran.
4. Asa andor halumpang togutogu ni lombu, mamboan tu onan gambiri,
Sai saur matua ma hamu pairing-iring pahompu sahat tu na marnono sahat tu na
marnini.
Di ginjang ninna arirang, di toru pargomgoman,
Dao ma sian hamu hata sirang, tondi mu antong marsigonggoman.
Denggan ulos sirara, Tiur tiur dohot rambuna Sisina marsimata, Marsirat di
unsuna. Sai manumpak ma antong Tuhanta Debata, Dilehon di hita
pasupasuna, Tubu ma di hamu anak na marsangap, Dohot boru na martua.
Rimbur ni Pakkat tu rimbur ni Hotang,
Sai tudia pe hamu mangalakka, sai tu sima hamu dapot pansamotan.
Tubu ma halosi di dolok ni Pintu batu,
Hami Tulangmu na mangulosi, Debata do ianggo na mamasu-masu.
Sahat sahat ni solu, sahat di binsar ni mata ni ari,
Pasahaton nami ma ulos holong si ganjang rambu on, leleng ma
hamu mangolu di iringiring Tuhanta ganup ari.
Martintin so paruton, margolang-golang so tostosan Sai
tiur ma dalan boluson, tio nang mual dapotan
Ch. Manihuruk
73
O. Umpasa Mangulosi
Hula-hula/Tulang Pasahat Ulos tu pengantin (Seri 1)
Dakka ni arirang, peak di tonga onan,
Badan muna naso jadi sirang, tondi mu marsigomgoman
Giring-giring ma tu gosta-gosta, tu boras ni sikkoru,
Sai tibu ma hamu mangiring- iring, huhut mangompa-ompa anak dohot boru.
Rimbur ni Pakkat tu rimbur ni Hotang, Sai tudia pe hamu mangalakka, sai
tusima hamu dapot pansamotan.
Ch. Manihuruk
74
Ch. Manihuruk
75
Ch. Manihuruk
76
Ch. Manihuruk
77
Ch. Manihuruk
78
Tu Dongan Sahuta .
1. Asa harbangan dalan tu huta, balatuk dalan tu jabu,
hata pasu hata gabe naung pinasahat raja ni dongan
sahuta, Ampuon nami ma martonga ni jabu.
2. Aek marjullak-jullak,
Jullak jullak nai tinahu binahen tu tabu tabu,
Hata nauli hata nadenggan naung pinasahat muna tu
hami, Ampuan tami ma martonga ni jabu.
Sahat solu sahat ma tubortean tu tiga ras,
Leleng ma hita mangolu sahat tu panggabean tu parhorasan
Doding ni doding, doding ni Mandalas
Angka paspasumuna i sai unang ma muba unang sesa.
Bulung ni team ma tu bulung ni situlan Ba molo tarbahen sai topot hamu
hami ganup bulan Ba molo so boi bulung situlan ba pinomat bulung salaon
Ba molo so boi ganup bulan pinomat tolu hali sataon.
Ch. Manihuruk
79
S. Umpasa Marsirang
Pidong sitapi-tapi, habang diatas hauma,
Horas ma hamu na pinaborhat nami,
Horas hami na tininggalhon muna.
Dolok ni Panampahan, tondongkon ni Tara bunga
Sai horas ma hamu dipardalanan,
songoni dung sahat tu inganan muna.
Tombak ni Sipinggan di dolok ni Sitapongan,
Di dia pe hamu tinggal,
sai tong ma hita marsihaholongan.
Emne sitambatua parindahan na lohot,
Amanta Debata do silehon tua,
sai luhutna ma hita diparorot.
Mangerbang bunga-bunga, ditiur ni mata ni ari
Selamat jalan ma dihamuna, selamat tinggal ma di hami.
T. Umpasa Mangapuli
Tua na so taraithon, Soro ni ari na so tarhaishon
Alai dumenggan do dohonon umpasa on :
"Ramba Sipaholon marduhut-duhut sitata
Las ni roha dohot sitaonon sude do i sian Amanta
Debata Asa :
Hau ni Gunungtua, dangkana madagul-dagul
Tibu ma dilehon Tuhanta dihamu tua, jala tibu hamu diapul-apul
Poltak bulan tula, binsar ia mata ni ari
Tibu ma ro tu hamu soritua, singkat ni sori ni
ari Angkup ni i :
Hotang binebebebe, hotang pinilos-pulos
Unang iba mandele, ai godang do tudostudos
Hotang benebebebe, hotang ni Siringkiron Unang
iba mandele, si godang dope sihirimon
Ch. Manihuruk
80
Ch. Manihuruk
81
Umpasa Na Asing
Martahuak ma manuk di bungkulan ni ruma, Horas
ma hula-hulana, songoni nang akka boruna.
Simbora ma pulguk, pulguk di lage-lage,
Sai mora ma hita luhut, huhut horas jala gabe.
Hariara madungdung, pilo-pilo na maragar, Sai
tading ma na lungun, ro ma na jagar.
Sinuan bulu sibahen na las, Tabahen uhum mambahen na horas.
Eme ni Simbolon parasaran ni si borok,
Sai horas-horas ma hita on laos Debata ma na marorot.
Sititik ma sigompa, golang-golang pangarahutna,
Tung so sadia pe naeng tarpatupa, sai anggiat ma godang pinasuna.
Pinasa ni Siantar godang rambu-rambuna, Tung
otik pe hatakki, sai godang ma pinasuna.
Tuat si puti, nakkok sideak, Ia i na ummuli, ima ta pareak.
Napuran tano-tano rangging marsiranggongan,
Badan ta i padao-dao, tondita i marsigomgoman.
Marmutik tabu-tabu mandompakhon mataniari,
Sai hot ma di hamu akka pasu-pasu, laho marhajophon akka na sinari.
Ch. Manihuruk
82
Ch. Manihuruk
83
BAB IV
PARJAMBARAN
A. Arti Pentingnya Parjambaran
Tudutudu sipangonon berupa seekor ternak yang disembelih sebagai lauk untuk
suatu adat, bagian-bagian yang akan dijadikan jambar dipisahkan, tidak dicincang. Bila
bagian-bagian jambar disediakan secara lengkap: disebut namanya na margoarna.
Artinya bagian yang dipisahkan lengkap namanya sesuai dengan namajambar yang akan
diberikan sebuah acara adat. Tetapi bila hanya sekedar menunjukkan bahwa lauk yang
disajikan itu bukan daging kiloan dari pasar (jagal rambingan), tetapi sengaja disembelih
satu ekor babi, dan bagian-bagian jambar itu tidak harus lengkap, sajian yang seperti itu
disebut tudu-tudu ni sipanganon.
Seperti pada gambar di bawah. Biasanya Dilaksanakan sewaktu Pesta orang Batak
Toba, di antaranya : Pesta Perkawinan, Prosesi tujuh bulan Kehamilan, Babtisan, Lepas
Sidi, bahkan dalam acara Dukacita, tergantung bagai mana acara penyampaian kepada
pihak Hula-hula (keluarga dari Istri kita Laki-laki disebutlah Hula hula) sedangkan
sebutan Tulang (keluarga lakiIaki dari Ibu yang melahirkan kita atau kata lain Paman)
Mereka inilah yang selalu di sebut Hula-hula dan Tulang:
Adapun cara penyampaian tudu-tudu sipanganon mari kita perhatikan. Pertama-
tama daging tersebut (tudu-tudu ni sipanganon) di susun rapi seperti gambar berikut di
bawah ini.
Tudu-Tudu Sipanganon
Ch. Manihuruk
84
Sigagat Duhut
Na marngingi;
Osang;
Tanggalan (aliangaliang molo pinahan lobu) ;
Panamboli/ungkapan;
5. Sombasomba, (rusuk galapang, i ma sombasomba na gok, rusuk na mardomu di jolo)
;
6. Buhubuhu (soit molo pinahan lobu) ;
7. Ihur-ihur;
8. Pohu (tanggo-tanggo, jagal) .
Ch. Manihuruk
85
Ch. Manihuruk
86
Ch. Manihuruk
87
Tulang
Jambarna : Sombasomba
Bonaniari
Jambarna : Sombasomba galapang
Boru/bere
Jambarna : Osangosang
Pariban, dongan sahuta/aleale dohot pangula ni
huria Jambarna : Soit/ojahan
Dongan tubu
Jambarna : Panamboli
Hasuhuton
Jambarna : Ihurihur/pangabis
Namasa di luat naasing (Habinsaran)
Hulahula
Jambarna: Haebona pudi
Tulang
Jambarna: Haebona molo ama na monding, sombasomba molo ina
namonding Tulang rorobot
Jambarna: Tungkobona parsiamun molo ina namonding, sombasomba
molo ama namonding
Hulahula namarhahamaranggi, hulahula ni anak manjae, bona
tulang Jambarna: Sombasomba
Bonaniari
Jambarna: Sombasomba galapang
Boru/bere
Jambarna: Pultahon/panamboli
Pariban, dongan sahuta/aleale, pangula ni huria
Jambarna: Soit/ojahan
Dongan tubu/hahadoli/anggidoli
Jambarna: Panamboli
Hasuhuton
Jambarna: ulu
Siingoton:
Holan di pesta unjuk do adong dua hasuhuton ima paranak dohot parboru.
Molo di ulaon namonding, gomparan ni namonding i do suhut. Ihurihur ma
jambar ni suhut.
Angka tondong sijalo jambar Ulaon matua (saurmatua manang maulibulung), sada ulaon
na balga do on di halak Batak, ido umbahen na godang ragam ni tutur di ulaon
sisongonon. Hombar tu balga ni ulaon do ragam ni tutur na ro laos songon i do ragam ni
jambar. Molo metmet ulaon, ragam ni jambar pe otik do. Somalna andorang so diseati
dope angka jambar, jolo dialap hata do tu sude tutur manang dia na talup/pas. Ido
umbahen adong hata namandok: "Jolo diseat hata asa diseat raut", lapatanna asa unang
adong sihataan/nahumurang dipudi ni ari. Angka tondong na sumolhot do na parjolo
dapotan jambar, atik di ulaon na balga manang na met-met pe i. Songon sada gombaran
di ulaon nasaurmatua/namaulibulung,
Ch. Manihuruk
88
Sude angka na dapotan jambar juhut tong do dapotan jambar hata. Mardomu tusi,
ditingki mandok hata hulahula somalna jolo dipasahat do tu boruna asa mandok hata
pasugabe tu paribanna. Adong dua mansam pariban:
Boru ni tulang
Angkang/anggi ni pardijabu/istri
Di tingki na mandok hata, angka pariban naginoaran diginjang ondeng tongtong do
mangihuthon/mandongani uduran ni hula-hula/tulangna.
Ch. Manihuruk
89
BAB V
ULOS
A. Arti Pentingnya Ulos dalam Adat Batak
Nenek moyang orang Batak telah mempunyai alat tenun dan mampu memproduksi
berbagai jenis ulos dengan aneka ragam motif dan warna yang tidak luntur. Sebelum
kekristenan datang, ulos dianggap sangat sakral, tidak diperdagangkan, pembuatannya
selalu dimulai dengan tabastabas atau mantera. Sekarang ini, sudah diproduksi secara
massal dengan mesin tenun dan peruntukkannya tidak lagi hanya untuk keperluan acara
adat tetapi saat menyambut dan menghormati pejabat pun ulos telah diberikan (diulosi).
Peranan ulos sangat tinggi dalam pelaksanaan adat budaya Batak sehingga tanpaknya
dapat diibaratkan berbagai makanan enak tanpa garam akan terasa hambar semuanya.
Makna filosofis ulos adalah ikatan kasih sebagaimana dituangkan dalam ungkapan:
Ijuk pangihot ni hodong, ulos pangihot ni holong, terjemahannya: ulos sebagai pengikat
kasih sayang. Dalam rangka mewujudkan jalan SEIRING, semua yang bertugas pada
suatu kebaktian seperti pendeta di atas mimbar, penatua yang berdiri di altar pengumpul
persembahan, pembaca ting-ting atau pengumuman, dirigen koor, song leader dan
beberapa sekolah di Samosir menggunakan ulos sebagai rompi dan lain-lain, semuanya
menyandang ulos tenunan Batak. Di samping menghargai dan melestarikan warisan
nenek moyang, tentu kebijakan seperti itu secara langsung ikut membangun home
industry di bona ni pasogit yang akan berdampak positif pada perekonomian masyarakat
luas.
Ulos itu pada umumnya berbentuk selendang adalah kain tenun khas Batak
berbentuk selendang. Benda sakral ini merupakan simbol restu, kasih sayang dan
persatuan, sesuai dengan pepatah Batak yang berbunyi: “Ijuk pangihot ni hodong, Ulos
pangihot ni holong”, yang artinya jika ijuk adalah pengikat pelepah pada batangnya
maka ulos adalah pengikat kasih sayang antara sesama.
Dalam ritual mangulosi ada beberapa aturan yang harus dipatuhi, antara lain bahwa
seseorang hanya boleh mangulosi mereka yang menurut tutur atau silsilah keturunan
berada di bawah, misalnya orang tua boleh mengulosi anaknya, tetapi anak tidak boleh
mangulosi orang tuanya. Disamping itu, jenis ulos yang diberikan harus sesuai dengan
ketentuan adat. Karena setiap ulos memiliki makna tersendiri, kapan digunakan,
disampaikan kepada siapa, dan dalam upacara adat yang bagaimana, sehingga fungsinya
tidak bisa saling ditukar.
Contoh lainnya dimana mengulosi menantu lelaki bermakna nasehat agar ia selalu
berhati-hati dengan teman-teman satu marga, dan paham siapa yang harus dihormati;
memberi hormat kepada semua kerabat pihak istri dan bersikap lemah lembut terhadap
keluarganya. Selain itu, ulos ini juga diberikan kepada wanita yang ditinggal mati
suaminya sebagai tanda penghormatan atas jasanya selama menjadi istri almarhum.
Pemberian ulos tersebut biasanya dilakukan pada waktu upacara berkabung, dan dengan
demikian juga dijadikan tanda bagi wanita tersebut bahwa ia telah menjadi seorang
janda. Ulos lain yang digunakan dalam upacara adat adalah Ulos Maratur dengan motif
garis-garis yang menggambarkan burung atau banyak bintang tersusun teratur. Motif ini
melambangkan harapan agar setelah anak pertama lahir akan menyusul kelahiran anak-
anak lain sebanyak burung atau bintang yang terlukis dalam ulos tersebut. Secara rinci
dan prakteknya pemakaian ulos ini, dapat kita ketahui pada pembahasan selanjutnya.
Ch. Manihuruk
90
Di daerah Toba, Simalungun dohot Tanah Karo na masa sian manang uduran ni
Hula-hula dohot Tulang na pasahat on ulos tu pihak parboruon na manang bere-ibebere
na. Di Tapanuli Selatan, Dairi/Pakpak pada umumna uduran di boru-bere do na pasahat
on ulos tu mora manang kula-kula. Perbedaan on dang mangkurangi arga/nilai ulos i.
Ada pula pemberian ulos kepada bukan orang batak sebagai penghormatan, misalnya
kepada pejabat teras yang berkunjung ke daerah yang didiami oleh masyarakat Batak.
Dalam buku ini lebih pada pemakaian ulos di wilayah Batak Toba contoh dalam
pemberian ulos di pesta perkawinan adalah :
Parjolo ulos sian natoras ni penganten boru.
Tulang pengantin boru, termasuk tulang rorobot.
Dongan sabutuha ni parboru biasana didok ulos pamarai.
Dongan samarga natoras ni penganten boru
Pariban manang boru hula-hula natoras ni penganten boru.
Terakhir ima Tulang pengantin bawa, biasana dung manjalo sebahagian sian i sinamot na
nia jalo parboru sian par anak, godangna dos ni roha kedua bela pihak biasana 2/3 sian
par boru dohot 1/3 sian paranak.
Ia tung adong pe sian ale-ale (teman sejawat) na sipata ta bereng pasahat on ulos, sa
tingkos na di luar ni di luar tohonan Dalihan Na Tolu. Sian angka ale-ale nian berupa
hepeng manang kado do ma lebih lumeket dipasahat tu penganten.
Ch. Manihuruk
91
Dalam pesta perkawinan secara khusus ada penyerahan ulos dari punguan marga
penganten perempuan kepada punguan marga pengantin laki-laki (biasanya serah terima
ulos sesama ketua umum) sebagai suatu ikatan terjadi kedua marga dimaksud dengan
terjadi perkawinan tersebut.
Ch. Manihuruk
92
Upacara adat atau kegiatan Batak Toba erat kaitannya dengan Ulos
Selama masih ada anaknya yang belum kawin atau belum mempunyai keturuan
walaupun telah mempunyai cucu dari sebahagian anaknya, orang tua tersebut belum
bisa disebut atau digolongkan dengan tingkatan saur matua. Hanya orang yang
disebut “nagabe” sajalah yang berhak memakai ulos tersebut. Jadi ukuran hagabeon
dalam adat suku Batak bukanlah ditinjau dari kedudukan pangkat maupun kekayaan.
Tingginya aturan pemakaian jenis ulos ini menyebabkan ulos merupakan benda
langka hingga banyak orang yang tidak mengenalnya. Ulos sering menjadi barang
warisan orang tua kepada anaknya dan nilainya sama dengan “sitoppi” (emas yang
dipakai oleh istri raja pada waktu pesta) yang ukurannya sama dengan ukuran padi
yang disepakati dan tentu jumlah besar.
Ch. Manihuruk
93
Dalam system kekeluargaan orang Batak. Kelompok satu marga (dongan tubu)
adalah kelompok “sisada raga-raga sisada somba” terhadap kelompok marga lain.
Ada pepatah yang mengatakan “martanda do suhul, marbona sakkalan, marnata do
suhut, marnampuna do ugasan”, yang dapat diartikan walaupun pesta itu untuk
kepentingan bersama, hak yang punya hajat (suhut sihabolonan) tetap diakui sebagai
pengambil kata putus (putusan terakhir). Dengan memakai ulos ini akan jelas
kelihatan siapa sebenarnya tuan rumah.
Pembuatan ulos ini berbeda dengan pembuatan ulos lain, sebab ulos ini dapat
dikerjakan secara gotong royong. Dengan kata lain, dikerjakan secara terpisah dengan
orang yang berbeda. Kedua sisi ulos kiri dan kanan (ambi) dikerjakan oleh dua orang.
Kepala ulos atas bawah (tinorpa) dikerjakan oleh dua orang pula, sedangkan bagian
tengah atau badan ulos (tor) dikerjakan satu orang. Sehingga seluruhnya dikerjakan
lima orang. Kemudian hasil kerja ke lima orang ini disatukan (diihot) menjadi satu
kesatuan yang disebut ulos “Ragi Hidup”.
Mengapa harus dikerjakan cara demikian? Mengerjakan ulos ini harus selesai
dalam waktu tertentu menurut “hatiha” Batak (kalender Batak). Bila dimulai Artia
(hari pertama) selesai di Tula (hari tengah dua puluh).
Bila seorang Tua meninggal dunia, yang memakai ulos ini ialah anak yang
sulung sedang yang lainnya memakai ulos “sibolang”. Ulos ini juga sangat baik bila
diberikan sebagai ulos “Panggabei” (Ulos Saur Matua) kepada cucu dari anak yang
meninggal. Pada saat itu nilai ulos Ragi Hidup sama dengan ulos jugia.
Pada upacara perkawinan, ulos ini biasanya diberikan sebagai ulos “Pansamot”
(untuk orang tua pengantin laki-laki) dan ulos ini tidak bisa diberikan kepada
pengantin oleh siapa pun. Dan didaerah Simalungun ulos Ragi Hidup tidak boleh
dipakai oleh kaum wanita.
3. Ragi Hotang.
Ulos ini biasanya diberikan kepada sepasang pengantin yang disebut sebagai
ulos “Marjabu”. Dengan pemberian ulos ini dimaksudkan agar ikatan batin seperti
rotan (hotang).
Cara pemberiannya kepada kedua pengantin ialah disampirkan dari sebelah kanan
pengantin, ujungnya dipegang dengan tangan kanan Iaki-laki, dan ujung sebelah kiri
oleh perempuan lalu disatukan ditengah dada seperti terikat.
Pada jaman dahulu rotan adalah tali pengikat sebuah benda yang dianggap
paling kuat dan ampuh. Inilah yang dilambangkan oleh ragi (corak) tersebut.
Ch. Manihuruk
94
4. Ulos Sadum.
Ulos ini penuh dengan warna warni yang ceria hingga sangat cocok dipakai
untuk suasana suka cita. Di Tapanuli Selatan ulos ini biasanya dipakai sebagai
panjangki/parompa (gendongan) bagi keturunan Daulat Baginda atau Mangaraja.
Untuk mengundang (marontang) raja raja, ulos ini dipakai sebagai alas sirih diatas
piring besar (pinggan godang burangir/harunduk panyurduan).
Aturan pemakaian ulos ini demikian ketat hingga ada golongan tertentu di
Tapanuli Selatan dilarang memakai ulos ini. Begitu indahnya ulos ini sehingga
didaerah lain sering dipakai sebagai ulos kenang-kenangan dan bahkan dibuat pula
sebagai hiasan dinding. Ulos ini sering pula diberi sebagai kenang kenangan kepada
pejabat pejabat yang berkunjung ke daerah tersebut.
5. Ulos Runjat.
Ulos ini biasanya dipakai oleh orang kaya atau orang terpandang sebagai ulos
“edang-edang” (dipakai pada waktu pergi ke undangan). Ulos ini dapat juga diberikan
kepada penganten oleh keluarga dekat menurut versi (tohonan) Dalihan Na Tolu diluar
hasuhutan bolon, misalnya oleh Tulang (paman), pariban (kakak penganten perempuan
yang sudah kawin), dan pamarai (pakcik pengantin perempuan). Ulos ini juga dapat
Ch. Manihuruk
95
diberikan pada waktu “mangupa-upa” dalam acara pesta gembira (ulaon silas ni roha).
Kelima jenis ulos ini adalah merupakan ulos homitan (simpanan) yang hanya
kelihatan pada waktu tertentu saja. Karena ulos ini jarang dipakai hingga tidak perlu
dicuci dan biasanya cukup dijemur di siang hari pada waktu masa bulan purnama (tula).
6. Ulos Sibolang.
Ulos ini dapat dipakai untuk keperluan duka cita atau suka cita. Untuk
keperluan duka cita biasanya dipilih dari jenis warna hitamnya menonjol, sedang bila
dalam acara suka cita dipilih dari warna yang putihnya menonjol. Dalam acara duka
cita ulos ini paling banyak dipergunakan orang. Untuk ulos “saput” atau ulos
“tujung” harusnya dari jenis ulos ini dan tidak boleh dari jenis yang lain.
Dalam upacara perkawinan ulos ini biasanya dipakai sebagai “tutup ni ampang”
dan juga bisa disandang, akan tetapi dipilih dari jenis yang warnanya putihnya
menonjol. Inilah yang disebut “ulos pamontari”. Karena ulos ini dapat dipakai untuk
segala peristiwa adat maka ulos ini dinilai paling tinggi dari segi adat batak.
Harganya relatif murah sehingga dapat dijangkau orang kebanyakan. Ulos ini tidak
lajim dipakai sebagai ulos pangupa atau parompa.
8. Ulos Mangiring.
Ulos ini mempunyai corak yang saling iring-beriring. Ini melambangkan kesuburan
dan kesepakatan. Ulos ini sering diberikan orang tua sebagai ulos parompa kepada
cucunya. Seiring dengan pemberian ulos itu kelak akan lahir anak, kemudian lahir pula
adik-adiknya sebagai temannya seiring dan sejalan. Ulos ini juga dapat dipakai sebagai
pakaian sehari-hari dalam bentuk tali-tali (detar) untuk kaum laki-laki.
Ch. Manihuruk
96
Bagi kaum wanita juga dapat dipakai sebagai saong (tudung). Pada waktu upacara
“mampe goar” (pembaptisan anak) ulos ini juga dapat dipakai sebagai bulang-bulang,
diberikan pihak hula-hula kepada menantu. Bila mampe goar untuk anak sulung
harus ulos jenis “Bintang maratur”.
9. Bintang Maratur.
Ulos ini menggambarkan jejeran bintang yang teratur. Jejeran bintang yang
teratur didalam ulos ini menunjukkan orang yang patuh, rukun seia dan sekata dalam
ikatan kekeluargaan. Juga dalam hal “sinadongan” (kekayaan) atau hasangapon
(kemuliaan) tidak ada yang timpang, semuanya berada dalam tingkatan yang rata-rata
sama. Dalam hidup sehari-hari dapat dipakai sebagai hande-hande (ampe-ampe), juga
dapat dipakai sebagai tali-tali atau saong. Sedangkan nilai dan fungsinya sama
dengan ulos mangiring dan harganya relatif sama.
10. Sitoluntuho-Bolean.
Ulos ini biasanya hanya dipakai sebagai ikat kepala atau selendang wanita.
Tidak mempunyai makna adat kecuali bila diberikan kepada seorang anak yang baru
lahir sebagai ulos parompa. Jenis ulos ini dapat dipakai sebagai tambahan, yang
dalam istilah adat batak dikatakan sebagai ulos panoropi yang diberikan hula-hula
kepada boru yang sudah terhitung keluarga jauh. Disebut Sitoluntuho karena
raginya/coraknya berjejer tiga, merupakan “tuho” atau “tugal” yang biasanya
dipakai untuk melubang tanah guna menanam benih.
permata merupakan penghias dari ulos tersebut. Dahulu ulos ini dipakai oleh para
anak gadis dan keluarga Raja-raja untuk hoba-hoba yang dipakai hingga dada. Juga
dipakai pada waktu menerima tamu pembesar atau pada waktu kawin.
Pada waktu dahulu kala, purada atau permata ini dibawa oleh saudagar-saudagar
dari India lewat Bandar Barus. Pada pertengahan abad XX ini, permata tersebut tidak
ada lagi diperdagangkan. Maka bentuk permata dari ragi ulos tersebut diganti dengan
cara “manjungkit” (mengkait) benang ulos tersebut. Ragi yang dibuat hampir mirip
dengan kain songket buatan Rejang atau Lebong. Karena proses pembuatannya sangat
sulit, menyebabkan ulos ini merupakan barang langka, maka kedudukannya diganti oleh
kain songket tersebut. Inilah sebabnya baik didaerah leluhur si Raja Batak pun pada
waktu acara perkawinan kain songket ini biasa dipakai para anak gadis/penganten
perempuan sebagai pengganti ulos nanidondang. Disinilah pertanda atau merupakan
suatu bukti telah pudarnya nilai ulos bagi orang Batak.
C. Beberapa Ulos yang saat ini sering dipakai dan beberapa ulos yang sudah tidak
dipakai lagi dalam Adat Batak Toba
Dalam pesta-pesta sekarang ini hanya 4 macam yang selalu dipakai dalam acara adat
:
1. Ulos Mangiring
(Jenis ulos parompa), pamangkena:
Dipasahat tu dakdanak nabaru sorang
Dipasahat tu posoposo/dakdanak na tardidi di gareja (parompa)
Ulos saput ni posoposo/dakdanak na monding
2. Ulos Sibolang
Disebut Sibolang sebab diberikan kepada orang yang berjasa dalam mabolang-
bolangi (menghormati) orang tua pengantin perempuan untuk mangulosi ayah
pengantin laki-laki pada upacara pernikahan adat batak. Dalam upacara ini biasanya
orang tua penganten perempuan memberikan Ulos Bela yang berarti ulos menantu
kepada pengantin laki-laki.
Jotjotan do on dipangke di ulaon habot ni roha, pamangkena:
Ch. Manihuruk
98
Ch. Manihuruk
99
Ch. Manihuruk
100
BAB VI
GONDANG DAN UNING-UNINGAN
A. Arti Penting Gondang dan Uning-Uningan dalam Adat Batak Toba
Gondang merupakan musik yang dipergunakan pada pesta besar orang Batak Toba.
Jika pesta tersebut tergolong pesta biasa-biasa saja biasanya diiringi musik uning-
uningan.
Ch. Manihuruk
101
Uning-Uningan
Horas, Horas, Horas; itulah kata-kata yang diucapkan khalayak ramai setelah
selesai margondang dan manortor. Gondang dan Tor-tor Batak merupakan satu paket
dimana Gondang adalah alat seni musik tradisional orang Batak dan Tortor adalah tarian
trasdisional orang Batak yang diiringi gondang. Sekarang ini berbagai acara adat Batak
seperti pesta kawin (unjuk), pesta bona taon marga, bahkan acara adat orang meninggal
saur matua panjang umur dan banyak keturunan sudah sering diiringi alat musik “orang
lain” seperti organ, keybord, musik tiup atau trompet dan lain-lain.
Konsep margondang sekarang ini dalam acara pesta masyarakat Batak Toba dapat
dikelompokkan ke dalam 3 kelompok (R.M. Simatupang) : Margondang pesta sukacita
dalam acara kontek hiburan dan seni pertunjukan, misalnya : gondang naposo, gondang
meresmikan rumah baru dan acara pesta lainnya.
Margondang pesta adat, terkait dengan adat istiadat dalian na tolu, misalnya
gondang acara perkawinan, gondang pemberian marga kepada seseorang yang bukan
batak, gondang saur matua dan lain sebagainya.
Margondang terkait dengan iman Kristen misalnya peresmian gereja ataupun aula
gereja dan acara buka tutup tahun punguan arisan parsahutaon dan punguan keluarga
besar yang satu marga dan lain sebagainya. Khusus Acara Buka Tutup tahun sebelum
acara margondang terlebih dahulu dilaksanakan Ibadah dan makan bersama dan
menyampaikan pertangung jawaban para pengurus.
Pada masyarakat Batak kematian seseorang pada usia tua dan yang telah memiliki
keturunan, akan mengalami ritual penguburan dengan tidak sembarangan karena
kedudukannya kelak adalah sebagai leluhur yang dituakan. Hal ini ditemukan dari
Ch. Manihuruk
102
Ch. Manihuruk
103
Pada upacara ini posisi dari semua unsur Dalihan Na Tolu berbeda dengan posisi
mereka ketika mengikuti upacara di dalam rumah. Biasanya setelah keturunan yang
meninggal ini menerima ulos yang diberikan hulahula, lalu mereka mengelilingi sekali
lagi mayat. Kemudian pihak kerabat (ale-ale) yang mangaliat, juga memberikan beras
atau uang. Dan kegiatan gondang ini diakhiri dengan pihak parhobas dan naposobulung
yang menari. Pada akhir dari setiap kelompok yang manortor pada akhir gondang
wajib dimintakan gondang Hasahatan atau sitio-tio dan mengucapkan ‘horas’
sebanyak 3 kali. Pada saat setiap kelompok Dalihan Na Tolu menari, ada juga yang
mengadakan pembagian jambar, dengan memberikan sepotong daging yang
diletakkan dalam sebuah piring dan diberikan kepada siapa yang berkepentingan.
Sementara diadakan pembagian jambar, kegiatan margondang terus berlanjut. Setelah
semuanya selesai manortor, maka acara diserahkan kepada pengurus gereja, karena
merekalah yang akan menutup upacara ini. Lalu semua unsur Dalihan Na Tolu
mengelilingi peti mayat yang tertutup. Di mulai acara gereja dengan bernyanyi,
berdoa, penyampaian firman Tuhan, bernyanyi, kata sambutan dari pengurus gereja,
bernyanyi dan doa penutup. Kemudian peti mayat dipakukan dan siap untuk dibawa
ke tempat penguburannya yang terakhir yang telah dipersiapkan sebelumnya peti
mayat diangkat oleh hasuhutan dibantu degan boru dan dongan sahuta, sambil diiringi
nyanyian gereja yang dinyanyikan oleh hadirin sampai ke tempat pemakamannya.
Acara pemakaman diserahkan sepenuhnya kepada pengurus gereja. Setelah selesai
acara pemakaman, kembalilah semua yang turut mengantar ke rumah duka.
Ch. Manihuruk
104
hesek, permainan musik instrumen akan terasa kurang lengkap, sekarang ini alat musik
ini terkadang digunakan sebuah besi saja, bahkan kadang-kadang dari botol saja.
Dilihat dari segi peralatan musik Gondang yang dipergunakan waktu mengiringi
acara adat atau hiburan gondang Batak itu dapat dibagi dalam dua kelompok besar (R.M.
Simatupang) yaitu gondang bolon dan gondang hasapi. Gondang bolon, disebut juga
sebagai Gondang Sabangunan, disebut juga sebagai Gondang Saparangguan, disebut
juga sebagai Maungmaung Sariburaja terdiri dari ogung 5 buah, yaitu: ogung oioan,
ogung inutan atau ogung pangalusi, ogung panggora atau ogung jeret, ogung pandoali
atau ogung pangarahut, ogung hesek untuk pangkesehi, yakni ogung yang sudah retak.
Seperangkat tataganing 5 buah, sebuah odap, sebuah gordang atau tambur besar dan satu
atau dua sarune bolon. Kelima ogung tersebut memberikan ritme yang konstan, gordang
dan odap memberi ritme yang variable, sedangkan sa rune bolon dan tataganing
berfungsi memainkan melodi atau lugu sehingga enak didengar telinga. Tidak semua
acara adat Batak "menabuh" gondang sabangunan, hanya acara adat besar saja seperti
horja, marhau tata, adat saur matua, dan lain-lain.
Gondang hesek disebut juga sebagai Uning-uningan ditabuh pada acara adat yang
tidak resmi atau naso pola marsintuhu dalam bahasa Batak seperti pesta anak-anak,
hiburan, musik opera Batak yang masuk kampung keluar kampung dan lain-lain. Alat
musik utamanya adalah hasapi, terbuat dari kayu bulat yang isinya dihubak atau dikorek
untuk tempat udara di belakang, string-nya cuma dua tanpa grip atau pemisah nada.
Kemudian seperangkat Garantung terdiri dari delapan buah yang terbuat dari kayu ringan
suaranya baru terdengar setelah diketok. Hampir sama dengan alat musik kolintang dari
Manado yang sudah mendunia. Paduan lainnya adalah sulim atau seruling dan hesek
yang terbuat dari logam atau botol kosong yang mengatur ritme. Dahulu musik hasapi ini
sangat popular dicintai masyarakat dan semakin popular lagi setelah terbentuk kelompok
musik tradisional bernama Tilhang Parhasapi oleh Tilhang Gultom, kemudian berubah
nama menjadi Tilhang Opera Batak. Kelompok seni tradisional ini, menampilkan cerita
yang menggambarkan kehidupan masyarakat.
Batak, folklore, digabung dengan tarian dan nyanyian bersenandung kesedihan,
serta musik yang diiringi hasapi. Ada kalanya berdialog dengan umpasa yang berbalas-
balasan. Seni berpantun dan apabila ceritanya menyangkut perceraian, kematian diikuti
senandung kesedihan disertai cucuran air mata, banyak penonton ikut menangis dan
tidak mau beranjak pulang. Satu-satunya hiburan di desa sekitar tahun lima puluhan.
Menurut ceritera para orang tua dan raja-raja adat dahulu kala sangat banyak jenis
dan ragam dari gondang dan uning-uningan, namun akhir-akhir ini tergerus dengan
maraknya musik elektronik khususnya Keybord jenis dan macam gondang semakin
sedikit, yang mungkin masih ada saat ini antara lain :
Ch. Manihuruk
105
b. Gondang sombasomba
c. Gondang sampur marmeme
d. Gondang didangdidang
e. Sampur marorot
f. Gondang simonangmonang
g. Gondang sitiotio
Gondang Naposobulung
Gondang siburuk
Gondang sibane doli
Gondang sitapitola
Ch. Manihuruk
106
Gondang Monsak
a. Gondang haroharo mandailing
b.Gondang silimalima ni hurlang
c. Gondang siratutuslimapulu d.
Gondang tongging
e. Gondang ni napuran silima sahabolonan sisada haroburan
Sekarang ini dalam acara buka dan tutup tahun masing-masing marga dan
kumpulan-kumpulan parsahuta on diakan dengan meria dengan acara sebagai berikut :
Acara Parmingguan
Makan Bersama
Kata-kata sambutan
Pengumuman pergantian pengurus (jika ada)
Nama-nama anggota baru
Hiburan/Gondang
Panitia dan Badan Pengurus Harian punguan
Para orang tua/keluarga
Pemuda/i
Anak-anak
Ch. Manihuruk
107
D. Pamintaan Ni Gondang
Maminta gondang, sada ruhut na mansai arga do i di adat Batak. Sude do halak
siulahon adat ingkon jumpang tingkina di arina maminta gondang uju adong horja na
dipatongam marhite gondang sabangunan, termasuk diangka acara Bona Taon
Parmargaan.
1. Gondang Mula-Mula
Amang panggual Pargonsi nami, Batara Humundul, Batara Pandapotan Partarias
namalo.
Gorga ni jabu ruma, binuat batu hula.
Manortor hami nuaeng dison, bahen hamu ma jolo Gondang
Mulamula Nga mangarade hamu Pande nami? ........
Pande nami alu-aluhon ma parjolo tu Amanta Namartua Debata, Sitompa Hasiangan,
Sigomgom Parluhutan, Silehon Aek Na Tio, dohot nasa isi na.
Alu-luhon ma muse tu Tuhan Jesus Kritus sitobus sude dosa ni angka jolma na porsea
Ch. Manihuruk
108
di Ibana......
Alu-aluhon ma muse tu Tondi Porbadia asa tung marlasni roha hita jala dibagasan
dame sonang sohari-riboan sahat diujung di ulaonta sadari on.
Ia nunga dialualuhon hamuna i, amang pargonsi nami, Gorga ni jabu ruma, binuat batu
hula. Naeng manortor hami nuaeng dison, bahen hamu ma jolo Gondang Mulamula.
2. Gondang Somba-Somba
Mauliate ma Pande nami digondang mula-mula i,
Dison hami ......... Boru dohot Bere, asa rap marsomba hami tu Debata. Asa jumpang
na jinalahan, tarida na niluluan. Dung i laos hu somba hami ma muse ......, diantaran
na bidang, dilobuan na godang on. Ala ni i, pargonsi nami, laos bahen hamu ma
Gondang Sombasomba i.
3. Gondang Liat-Liat
Antong bahen Pande nami ma muse Gondang Liat-liat asa mangaliat angka nauli na
denggan, Gabe angka na ni ula ni pangula, mangomo angka partiga-tiga, jala naik
pangkat manang naek jabatan angka parkarejo kantor, mangaliat hami, liat ni hagabeon
ma i, liat ni parhorasan, manjalahi hamonangan, bahen ma amang Gondang Liat-liat i.
Ch. Manihuruk
109
Naeng marhata sopisik, manang marhusip ma, nian hami na marhulamula boru dohot
hami angka na marpariban, sae anggiat ma nian diulaon on, papitahon nauli,
mandimposi na denggan, pinarorot ni adat sian paradatan, pinarorot ni uhum sian
paruhuman, pinarorot ni patik sian parpatihan, bahen hamu ma Pande nami Gondang
Hata Sopisik i.
8. Gondang Didangdidang
Ia nunga dibahen hamuna Gondang Sampur Marorot i, sai pinarorot ni adat ma tutu,
pinarorot ni patik dohot uhum, saluhut hasuhuton on dohot nahumaliang.
Tinoto ni ulaon on, anggiat ma......... Tuhanta ma na masumasu hita, dohot
mandidangdidang sude gomparan ni ……, asa rap mandidang sahala ni amanta raja,
dohot badia ni inanta soripada mulia. Bahen hamu muse Gondang Didangdidang i.
Hiburan/tambahan
Gondang Bunga Jambu
Gondang Si Ute Manis
Gondang Selayang Pandang
Godang Sitio-Tio Dohot Hasahatan (gondang penutup)
Gondang dan Tortor Batak merupakan pasangan budaya Batak yang tidak
terpisahkan dari Ulos sebagai padanan utama bagi tortor. Manortor tanpa ulos akan
kehilangan makna dalam fungsinya sebagai media yang sakral menyampaikan tonggo-
tonggo atau doa permohonan kepada Mulajadi Na Bolon (baca Allah Bapa).
Ulos dalam margondang bukan hanya sekedar aksesoris saja, tetapi merupakan
bagian dari pelaksanaan acara adat margondang itu seperti waktu hula-hula memberi
pasu-pasu kepada borunya, ulos disangkutkan sebentar di bahunya. Demikian juga pada
akhir gondang Sitio Hasahatan semua yang manortor wajib memegang kedua ujung ulos
ditekuk sedikit sebagai satu perlambang bahwa semua yang dipinta telah didapat dan
Ch. Manihuruk
110
Acara Padat dan Lama tetap saja banyak orang menunggu sampai akhir
Ch. Manihuruk
111
BAB VII
MENARI TOR-TOR BATAK TOBA
Pangeal atau mangeol dalam bahasa Batak, organ badan yang berperan di sini adalah
pinggang, dauk gontingna, tulang punggung sampai daun bahu atau sasap, didukung
sepenuhnya dengan gerakan leher.
Pandenga/pajengga dalam bahasa Batak, memekarkan jari-jari tangan, organ badan yang
berperan di sini adalah tangan, daun tangan, dan jari-jari tangan, semuanya itu sangat
penting dalam tortor karena jari-jari tangan yang didukung telapak tangan bisa
Ch. Manihuruk
112
dibentuk dalam berbagai posisi seperti bentuk yang dapat menampung doa restu hula-
hula atau dibentuk seperti kipas untuk namasumasu, memberi doa restu kepada boru.
Siangkupna yang berarti temannya yang selalu ikut berperan bersama, dalam hal ini
"leher" sebab dalam rytmus menari dalam tarian Batak leher selalu mendukung
Pangurdot, Manerser, Pangeal dan Pandenggal. Leher dapat digerakkan dalam posisi
maju atau mundur, bergerak ke kiri kemudian ke kanan. berbagai variasi gerakan
badan sesuai irama gondang agar enak dipandang.
Hapunanna atau titik sentral atau pamusatan dari semua gerak ritme menari itu adalah
wajah orang yang menari itu yang merupakan pertemuan seluruhnya dari urdot,
serser, enggal dan siangkupna dan orang yang memahami tortor dapat membaca
makna dan isi tari yang ditarikan seseorang dalam tarian Batak dari wajahnya.
Pantangan besar dalam manortor memperlihatkan mata yang putih alias mata liar,
jarak pandang ke depan hanya 5-6 meter saja, senyum sedikit saja dan pinggul tidak
diperkenankan goyang terutama untuk seorang wanita yang sudah punya suami.
Ch. Manihuruk
113
Ch. Manihuruk
114
Beberapa ketentuan yang harus diketahui mereka yang manortor Batak Toba:
Penari harus berdiri dengan posisi badan tegak, pandangan mata sopan, dan selalu
tertuju ke depan, dengan jarak pandang sejauh 5-6 meter, tidak diperkenankan melirik
ke kiri atau ke kanan, mata tidak boleh liar.
Waktu menari, jari-jari tangan tidak boleh melewati ketinggian telinga kecuali dalam
gondang Somba-somba, bisa dilewati.
Pakaian harus rapi, wanita menyandang ulos Batak di bahu kanan pakai kebaya,
memakai sanggul, pakai sarung atau ulos Batak, marhophop jala mamande-nonde.
Pria, menyandang ulos, martali-tali, bisa pakai pasomen, detar semacam topi
mengikat kepala atau pakai topi saja.
Ch. Manihuruk
115
Khusus wanita ada dua hal yang harus diperhatikan betul, yaitu tidak boleh menggoyang
pinggulnya di depan umum atau mengeol dalam bahasa Batak. Untuk menghindarkan
"goyang pinggul" pada waktu mangurdot-urdot, tumit kaki yang diungkit jari-jari
kaki harus sama-sama naik-turunnya, kalau tidak sama-sama pinggul akan bergoyang.
Yang kedua adalah sebelum dan sesudah selesai satu gondang manortor, kedua belah
tangan di lipat atau marlompit tangan dan diposisikan di depan bagian perut bawah.
Lain halnya dengan pria, sebelum dan sesudah manortor tangannya dalam posisi lurus
atau tergantung saja.
Untuk keserasian dan kekompakan barisan penari, ketentuannya adalah: manortor baru
dimulai setelah sarune dibunyikan yang berarti mangurdot, padenggal tangan,
mangeal baru dimulai setelah sarune ditiup walaupun sebelumnya sudah dilakukan
urdot-urdot kecil "menangkap" irama gondang.
Ch. Manihuruk
116
BAB VIII
NAMA PANGGILAN DALAM ADAT BATAK TOBA
A. Arti Pentingnya Nama Panggilan dalam Menyapa seseorang dalam Batak Toba
Pengalaman penulis 4 kali kunjungan ke Bali dua kali diantaranya ikut paket tour,
dalam perjalan pemandu wisata menceritakn nama panggilan di yakni anak pertama Wayan,
anak kedua Ketut, anak ketiga Made dan yang ke empat anak kelima dimulai lagi dari
panggilan Wayan dan seterusnya karena dikemas dengan baik para pelancong hal ini
menarik karena di negara lain tidak ada penyebutan panggilan seperti itu, demikian juga
halnya nama panggilan bagi Batak Toba dapat dijadikan komoditi parawisata.
Sebelumnya dikemukakan tentang panggilan terkait dengan dalian na tolu (dongan
tubu, hula-hula/tulang dan boru) sesungguhnya panggilan yang disebutkan dalam dalian
na tolu dalam kehidupan sehari-hari panggilan dalam adat batak sangat banyak seperti
diuraikan berikut ini (Drs Richad Sinaga).
Nama panggilan atau kata menyapa dalam Adat Batak Toba menunjukkan hubungan
kekerabatan tersebut. Salah atau sembarangan menggunakan sapaan dapat digolongkan
sebagai orang tidak beradat dan dapat menimbulkan rasa antipati terhadap dirinya.
Sapaan sementara sebelum mengetahui betul hubung kekerabatan antara dua orang
adalah, amang, inang, lae, eda, ito, dan ampara. Sapaan amang digunakan terhadap
seorang lelaki yang dianggap sudah berkeluarga. Sapaan inang digunakan terhadap
seorang wanita yang diperkirakan sudah sebagai ibu rumah tangga Sapaan lae digunakan
terhadap seorang anak muda oleh seseorang yang kurang lebih sebaya dan oleh seorang
yang lebih tua. Sapaan eda digunakan sesama wanita oleh yang kurang lebih sebaya atau
yang lebih tua. Sapaan ito terhadap sesorang wanita muda oleh sesorang pemuda dan
oleh seseorang lelaki yang lebih tua. Sapaan ampara digunakan oleh dua orang yang
semarga yang belum jelas hubungan kekerabatan sesama mereka. ltulah sapaan
sementara bila dua orang saling sapa dalam situasi belum berkenalan lebih jauh.
Ch. Manihuruk
117
Simatua adalah orang tua (ayah dan ibu) suami kita. Disapa amang pada mertua lelaki
dan disapa inang terhadap mertua perempuan.
Parumaen adalah istri anak kita, disapa parumaen atau
inang atau pun inang parumaen.
Ompung suhut adalah orang tua dari ayah kita, disapa ompung.
Pahompu adalah anak dari anak kita (cucu), disapa dengan pahompu atau amang
bila lelaki dan inang bila perempuan. Boleh juga menyapa dengan menyebut
langsung namanya.
9. Amang mangulahi adalah ayah dari ompung suhut kita, kita sapa dengan amang.
Istrinya atau inang mangulahi kita sapa dengan inang. Sebaliknya amang
mangulahi menyapa anak mangulahinya amang. Amang mangulahi kita menyapa
saudara perempuan kita dengan ito.
Ampara adalah seseorang yang semarga dengan kita yang belum jelas hubungan
sebagai abang, adik, atau anak, disapa dengan ampara. Sapaan ampara bisa juga
sebagai akibat dari rasa sungkan menyapa dengan sapaan yang sebenamya.
Langkam adalah sapaan seseorang terhadap seseorang yang semarga dengan dia.
Pemakaian kata langkam sebagai pengganti diri ini hanyalah oleh seorang terhadap
yang kelasnya sebagai anak atau sebagai adik. Penggun sebaliknya kurang sopan.
Anggia adalah sapaan akrab kepada adik dan lebih muda tetapi terhadap yang lebih
tua walaupun keturunan anggi doli (keturunan adik leluhur) kuranglah pantas.
Demikian juga yang statusnya sebagai anak ataupun sebagai cucu (dilihat selisih
sundut) apalagi telah lebih tua di umur, sangatlah tidak pantas disapa anggi atau
anggia.
Ch. Manihuruk
118
Pariban adalah anak perempuan dari saudara laki-laki ibu suami dari pariban kita, dan
sesama perempuan bersaudara. Apabila lebih muda disapa anggi, dan bila lebih tua
disapa angkang.
Maen adalah anak perempuan dari saudara laki-laki istri kita. Suami maen kita adalah
menjadi anak kita, namun si maen tetap sebagai maen, bukan parumaen. Kecuali
suami maen itu adalah anak kita atau seseorang non-Batak kita angkat sebagai
anak kita .
Angkang boru adalah kakak istri kita, disapa dengan angkang.
Angkang baoa adalah suami dari kakak kita, suami dari kakak istri kita, disapa
dengan angkang.
Amang tua adalah suami dari kakak ibu kita, disapa dengan amangtua.
Inang tua adalah kakak dari ibu kita, disapa inang tua.
Amang uda adalah suami dari adik perempuan ibu kita, disapa dengan amang uda.
Inang uda adalah adik perempuan ibu kita, disapa dengan inang uda.
Adik perempuan ibu kita ketika masih gadis disapa dengan inang baju, setelah
bersuami barulah menjadi inang uda.
Ch. Manihuruk
119
Tunggane adalah saudara laki-laki istri kita, disapa dengan tunggane atau lae
tunggane. Selain itu, anak laki-laki tulang kita disebut juga tunggane, di beberapa
tempat dipakai juga sapaan lae.
Inang'bao adalah istri tunggane kita, disapa inang bao atau inang saja.
Tulang adalah saudara laki-laki ibu kita, disapa dengan tulang.
Istri kita tidak ikut menyapa tulang, tetapi dengan amang.
Nantulang adalah istri tulang kita, disapa nantulang. Istri kita menyapa dengan
inang.
Eda adalah sapaan sesama perempuan, yaitu sapaan saudara kita perempuan terhadap
istri kita. Sebaliknya istri kita dapat juga menggunakan sapaan itu terhadap
saudara kita perempuan.
Tulang naposo adalah anak laki-laki dari saudara laki-laki dari istri kita, disapa
dengan tulang.
Paraman (paramaan) sapaan seseorang wanita kepada anak Iaki-laki dari saudaranya
laki-laki. Adakalanya digunakan sapaan ama naposo.
Nantulang naposo adalah istri tulang naposo kita, disapa nantulang.
Tulang rorobot adalah tulang dari istri kita, disapa dengan tulang. Anak kita terhadap
anak tulang rorobot adalah juga nenyapa tulang namun anaknya perempuan tidak
boleh dikawini olehnya. ltulah yang disebut tulang soada inopon. yaitu putrinya tidak
bisa diambil sebagai istri. Istri tulang rorobot disapa dengan nantulang.
Ompung bao adalah orang tua dari ibu kita, disapa dengan ompung.
Bona tulang yang di beberapa tempat disebut juga bona hula adalah saudara laki-
Ch. Manihuruk
120
laki dari ompung suhut boru. Setaraf dengan ayah kita, disapa dengan tulang, dan
yang setaraf dengan kita, disapa dengan tunggane.
Bona ni ari adalah saudara laki-laki dari inang mangulahi kita. Sama seperti di atas,
yang setaraf dengan ayah kita, disapa dengan tulang dan yang setaraf dengan kita
disapa dengan tunggane.
Ch. Manihuruk
121
BAB IX
PERKAWINAN DALAM ADAT BATAK TOBA
Ch. Manihuruk
122
Ch. Manihuruk
123
Ch. Manihuruk
124
tiada.
Ch. Manihuruk
125
11.Perkawinan adat na gok atau sering disebut pesta unjuk, yang akan dibahas secara
lengakap dan komperhensip pada pembahasan selanjutnya.
Ch. Manihuruk
126
BAB X
PROSES PERKAWINAN ADAT NA GOK (PESTA UNJUK)
A. Arti Pentingnya Proses Perkawinan Pesta Unjuk
Pernikahan Adat dalam masyarakat Batak adalah salah satu mata rantai kehidupan yang tata
pelaksanaanya melalui hukum-hukum adat yang sudah melekat dari dulu hingga saat ini dan hal
tersebut berasal dari para leluhur masyarakat Batak . Pernikahan Adat Batak mengandung nilai
sakral, yang disertai dengan perlengkapannya.
Kesakralan pernikahan Adat Batak terlihat ketika adanya pengorbanan bagi parboru
(pihak mempelai perempuan), karena pihak mempelai perempuan berkorban
memberikan anak perempuannya kepada pihak paranak (pihak mempelai laki-laki).
Balasannya, kemudian pihak laki-laki juga harus menghargai besannya dengan
mengorbankan atau mempersembahkan satu nyawa juga yakni seekor hewan (sapi
atau kerbau), yang nantinya akan dijadikan santapan (makanan adat) dalam ulaon
unjuk atau adat pernikahan adat na gok. Bukti bahwa makanan tersebut adalah hewan
yang dikorbankan secara utuh, maka pihak laki-laki harus menyerahkan bagian-
bagian tertentu dari hewan tersebut (kepala, leher, rusuk melingkar, pangkal paha,
bagian bokong dengan ekor yang masih melekat, hati, jantung, dll) (Vergouwen,
2004: 229, dalam praktek proses pernikahan dari A sampai Z akan dibahas secara
utuh pada tulis berikut.
Adapun proses perkawinan Adat Batak adalah (Drs G Nababan) berikut ini:
C. Patua Hata
(Mematangkan Pembicaraan kepada Orang tua kedua mempelai dengan sanak
keluarga)
Pihak kerabat pria tanpa hula-hula mengantarkan wadah sumpit berisi nasi dan
Ch. Manihuruk
127
lauk pauknya (ternak yang sudah disembelih) yang diterima oleh pihak parboru dan
setelah makan bersama dilanjutkan dengan pembagian Jambar Juhut (daging) kepada
anggota kerabat, yang terdiri dari:
Kerabat marga ibu (hula-hula)
Kerabat marga ayah (dongan tubu)
Anggota marga menantu (boru)
Pengetuai (orang-orang tua)/pariban
Diakhir kegiatan Pudun Saut maka pihak keluarga wanita dan pria bersepakat
menentukan waktu Martumpol dan Pamasu-masuon.
Nadidok acara PATUA HATA (mematangkan pembicaraan anak-anak mereka ke
tingkat orang tua, keluarga dan tokoh Adat). Dang pola godang ianggo pihak sian
paranak kira-kira 10-15 KK suang songonido pihak sian Parboru minimal ma sarupa
godangna, pihak paranak mamboan sipanganon secukupna lengkap dohot namargoar
(tudu-tudu sipanganon) somalna Lomok-lomok do dipatupa nalaho sipasahathon ni
Paranak (Pihak Laki-laki) tu pihak Parboru (Pihak Wanita), begitu juga sebaliknya
Parboru(Pihak Wanita) menyiapkan makanan secukupnya dohot Dengke (Ikan Mas)
yang akan di sampaikan ke pihak Laki-laki (Paranak) Setelah berkumpul semua
undangan baik pihak laki-laki maupun pihak perempuan, sudah terlebih dahulu di
unjuk sebagai protokol Juru bicara) masing-masing dari kedua belah pihak. Untuk
selengkapnya mari kita ikuti dalam bahasa Batak cara melamar calon nantu,
Naparjolo Ro ma uduraa ni Paranak tu hagas ni Parboru, di dokma ma
Horas Ma di hamu Tulang, nga boi hami Masuk? Laos di alusi Pihak Parboru. Masuk
ma hamu Amangboru ? Paranak .... " dohot uduranna masuk ma laos marsijalangan
.suangsongoni Boruni Paranak namangusung sipanganon laos di peakkon ma diatas
ni mejai,alai dang pintor hundul Laos diuduti Protokol ni paranak ma hatana didok
ma : Horas ma dihamu Raja nami,didok namboru muna, molo lao ho amang;
tu hutani Tulangmu sotung lupa ho mangusung siboan boanmu, laos ido
Tulang adong do huboan hami,asa sigat hamu ma nian nahuboan hami
on mauliate.
Dialusi Parboru ma (laos disuru ma parboruon na laho manigati boan-boan ni
paranak) huhut di dok ma,Mauliate ma amangboru , Nungnga sikkop
be boan-boan muna i tanda do hamu siboto adat siboto Uhum. Jala dang
lupa hamu natinonahon namboru nami i. laos diuduti ma muse "ba suruh
hamu ma amangboru, boru muna patupahon laos didongani boru ni parboru.
Dialusi Paranak ; Mauliate Tulang nabasa, laos di jouhon ma buru na laho paturehon
tudu
tudu ni sipanganon, huhut di dongani boru ni Parboru , di dokma. Di
hamu boru nami, boan hamu ma na taboan ni tu dapur jala-pature hamu
ma, denggan bahen hamu, rap ma hamu dohot Pariban muna. Laos di
uduti ma muse hatai di dok ma, Raja nami raja bolon paitte sidung di
pature boru nami,dohot boru ni rajai denggan ma hita marsitandaan!;
songon na nidok ni natuatua:
"Jolo tiniptip sanggar.
Asa bahen huru-huruan,
Jolo sinungkun marga,
Asa binoto Partuturan.
Ch. Manihuruk
128
PROTOKOL NI PARANAK
Di hamu rajani hula hula nami marga..... di ari nauli di bulan na denggan on, ro do
hami Rajani Pamoruon muna laho pasahathon tudu-tudu ni sipanganon
namarsaudara. Tudu tudu panggabean parhorasan ma on, di hamu Raja nami, molo
tung songonon dope na boi tarpatupa hami, las ma rohamu, asa songon didok ni natua
tua ma dohonon nami, “ Asa bagot na marhalto niagatan di robean, Horas ma di hamu
namanjalo, tugandana ma di hami namangalehon" Emma Tutu.
PROTOKOL NI PARBORU
Ch. Manihuruk
129
Ch. Manihuruk
130
PROTOKOL NI PARBORU
Di hamu Raja ni pamoruon nami, marga ...... , nangkaning nungga tangkas di pasahat
hamu tu hami tudu-tudu ni sipanganon, andorang so diseat raut asa jolo di seat hata:
tar beha ma partonding ni tudu-tudu ni sipanganon naung pinasahat muna on tu hami;
botima ....
PROTOKOL NI PARANAK
Raja nami, ianggo taringot tu tudu-tudu ni sipanganon naung hupasahat hami tu
hamu, ba .. tung surung-surung ni rajai do i. botima da raja nami.
PROTOKOL NI PARBORU
Horas ma jala gabe, mauliate ma di hamu rajani pamoruon nami , Di hita
namardongan tubu, boru, bere suang songoni dongan sahuta nami, nungga
tangkas didok rajani pamoruonta Marga...... ,ia sipanganon na tapaadop-adop dison
surung-surungta do ninna on: beha .... Saonari ma tabagi manang anon ma dung simpul
manghatai.! Molo anon do, ba nauli mai Laos dijouhon ma hamu borunami, pauli
hamu ma tudu-tudu sipanganon on tu dapur jala laos pature hamu ma na
hombar tu hasahatanna. Laos diuduti protocol ni parhoru dope..... Hamu rajani
pamoruon nami marga.............. ala nungga sun hita marsipanganon, ba nungga boi ra
ta uduti tuangka panghataion.
PROTOKOL NI PARANAK
Mauliate Tulang"
PROTOKOL NI PARBORU
Loloan napinarsangapan hita na mardongan tubu, boru, bere suang songoni raja ni
dongan sahuta nami, ala mulaanta ma makatai asa martangiang hita. Laos songoni ma
di hamu rajani Pamoruon nami na ro apala di tingkion, Andorang sohupataripar hami
pangkataion tu hamu, lean hamu majolo tingki, di hami hula-hulamuna, asa jolo
marsisungkunan hami na mardongan tubu, boru, bere dohot dongan sahuta. “ di hita
namardongan tubu, ala di haha doli ma nuaeng hasuhuton bolon, songon nasomal
taulahon, bah anggi doli ma na gabe si Raja Hata sipanungkun di ulaontaon. On pe
sahat ma tu hamu anggi ni partubu nami (boi do jala dumenggan di tariashon goar ni
ompu anggi doli i ).
ANGGI DOLI MANDOK HATA.(Adek sepupu memberikan kata sambutan)
Mauliate ma di hamu hasuhuton nami,! Ido tutu, ala di hamu haha doli ma nuaeng
ulaon, ba di hami ma na gabe parsinabul di ulaonta on,mangadopi raja ni
amangborunta marga...... Nuaeng di hita anggi doli hasuhuton, ise ma sian hita
nagabe Raja Sipanungkun apala di ulaonta, sadarion.?
Anggi doli Mangalusi. ... Ba, Laos ho ma da, nungga satolop hami sude.!
RAJA HATA NI PARBORU
Mauliate ma di suhut nami,di jalo hami mai di bagasan las niroha dohot serepni roha
molo tung na ahu pe di pajolo hamu ai narap do hita nagabe raja sipanukkun di rajani
pamoruonta,Asa "tartallik huling-huling, tarida holiholi, molo di Hahana ulaon, di
anggima panamboli, molo di anggi doli ulaon, di hahana ma penemboli".
Las boi do dohonon muse songon pangganti ni tinallik huling-huling Asa gadu-gadu
hatubuan ni siarholi-holi ; Takkas diulaonta sadarion hamu Haha nami suhut
sihabolonan. Ba bami ma antong Anggi muna nagabe Panomboli, "asa tappulan
sibaganding, Di dolok ni pangiringan, horas ma di hita namarhaha anggi, molo
Ch. Manihuruk
131
marsipairing- iringan. nuaeng pe amang boru nungga mangarade hamu...?
Ch. Manihuruk
132
Ch. Manihuruk
133
Ch. Manihuruk
134
son ma anggia).
Mauliate ma molo dung satolop hita di si.
"Di hamu rajani hula-hula nami,marga..... Na huparsangapi hami, Pangidoan nami, na
parjolo ima, asa tung sangap raja i, alapon nami do boru ni rajai sian tonga ni bagas ni
raja i, jadi Alap Jual ma nian raja name Napaduahon, ulaon sadari ma nian raja nami,
di sima napaulak une laos di si ma na maningkir tangga. Ba songoni ma rajanami
pangidoan nami ala mamereng angka tingki hita di parserahan on boti ma raja nami.
RAJA HA TA NI PARBORU
"Mauliate ma di hamu amang boru ! nunngga tangkas hubege hami pangidoan muna i
ima, AlapJjual, jala ulaon sadari. Di hita namardongan tubu, boru, bere dohot dongan
sahuta , nungga rap mambege hita di pangidoan ni raja ni pamoruonta marga .....
Parjolo hu pasahat hami ma tu haha, anggi doli.
Haha, anggi doli; langsung ma dialusi torusson damangma?
"Dihamu raja ni pamoruon nami marga .... "Pitu lili paualu ulos jugia, Nungga uli nipi,
Bere na burju. namopot boru niba " On pe amang boru, dang apala marhata sinamot
dope hita di son, alai sekedar marhusip husip na gogo do, alai nang pe songoni tong
do ingkon rangrangan tu sinamot ni Boru nami.
Antong, Pasahat hamu ma sianmot ni boru nami dua bara horbo, dua bara lombu,
lima hoda nalaho hundulon nami molo ro hami tu hutamuna, tamba ni dua ampang
sere dohot perak dohot ringgit sitio suara, ba songoni ma pangidoan nami tu hamu,
(boi do langsung pande hatana mandok ki).
Ala sisada hata do subut holon dohot parhata. Dungi di pasahat ma tu Boru,
Bere. "Ianggo sian hami boru, bere, sipanolopi nauli na denggan do hami
mauliate, Dungi di pasahat ma tu Dongan Sahuta.
“Mauliate ma di hamu hasuhuton nami molo sian hami dongan sahuta muna, ndang
adong na dumenggan sian masipaoloan. Botima. Laos diuduti Raja Hata ma muse .
Mauliate ma dihita saluhut na..? Dihamu raja nipamoruon nami marga .....
nungnga tangkas di bege hamu, setuju ma hami di pangidoan muna, ima alap jual,
jala ulaon sadari, jala nungnga tangkas di ondolhon haha,/anggi doli nami nangkin,
sinamot sipasahaton muna, tu hami ima sinamot ni boru nami. Partingkian hupasahat
hami tu hamu.
RAJA HA TA NI PARANAK
Malombok pusu hami rajanami umbege sude pangidoan muna ima di namangoloi
sude pangidoan nami ! " Tulang raja bolon, tutu do i rajanami, pandohan dohot
pangidoan munai, ima taringot sinamot ni boru ni raja i, dua bara horbo, dua bara
lombu, 5 hoda dohot 2 ampang mas dohot perak, dohot ringgit sitio soara, Alai molo
siat pangidoan nami tu raj ai, hupasada hami ma i sude gabe ringgit sitio soara
nadicetak Pamaretta nagabe Rupiah, iala sitombol ma, jala molo tung lambas roha ni
raja i, sahali mangelekkon ma hami tu adopan ni raja i, ba butima raja nami.
RAJA HATA NI PARBORU
"Dihita na mardongan tubu, boru, bere songoni dongan sahuta nami, nungnga tangkas
tabege di pangidoan ni raja ni pamoruonta marga ..... taringot sinamot ni borutta
nanaeng sipasahaton ni nasida, imasitombol, jala sahali mangelekkon nasida, on pe
hupasahat hami ma jolo tu haha, anggi doli. (di pasahat ma tu haha-anggi doli)
Haha, Anggi doli:
Ch. Manihuruk
135
Mauliate ma...' Ia anggo sian hami haha doli/anggi doli dia ma tutu sidohonon be,
molo dung songoni pangidoan jala elek-elek ni pamoruonta , ba tambos ma, jala
godang pasahat hamu, botima. (dipasahat ma muse tu Raja Hata, dungi dipasahat ma
muse tu boru-bere Sian Boru, bere anak perempuan dari Keponakan)
Mauliate ma hupasahat hami tu hamu sude hula-hula nami, molo Sian hami do,
taringot tu pangidoan ni nanaeng pariban nami, diama sibaben na denggan sipanolopi
naulima hami. Mauliate.
RAJA HATA NI PARBORU
"Mauliate ma di hita sude.! Nuaeng pe di hamu raja ni pamoruon nami marga...... nunga
sude hami mangolophon pangidoan muna i, ba, las ma roha muna disi, tariashon hamu
ma, amang boru botima ....
RAJA HATA NI PARANAK
"Mauliate ma Tulang, mauliate ma di pariban nami, mauliate ma nang tudongan
sahuta ni hula-hula nami.! Nungga lumbang panghilalaan nami, manjalo huhut
mambege sude Pandohan muna i, sahali nai hupasahat hami mauliate. Dihita
namardongarr tubu boru nami, dang somalambok pusu hita mambege alus
nalambok na pinasahat ni angka hula-hula dohot paribanta, "On pe –Rajanami ala
naung dioloi rajai do pangidoan nami nuaeng -pehutariashon hami ma tu joloni rajai,
ia sinamot somba ni adat somba ni uhum sipasahathon nami tuhamu raja nami ima
sitombol rambu penudungodangna.. Saratus juta rupiahi Sebagai Contoh do on
(Rp.l00.000.000) ma rajanami, horas ma jala gabe. RAJA HATA NI PARBORU
"Horas jala gabe !.nungga rap mambege hita, ia sinamot ni boruta na naeng pasahaton
ni raja ni pamoruonta godangna Rp. 100 juta sitombol Sebagai Contoh godangni
sinamot).
On pe di hamu rajani pamoruon nami, ala nungga satolop hami, hujalo hami ma i,
rajani pamoruon nami marga... ... . Alai amang boru yanggo sinamot ni boru nami
nanaeng sipasahaton muna di unjuk bolon i godang na 100 juta rupiah sitombol:
Asa dohononma tutu: " Amporik marlipik Onggang marbabang, Gabe do parsinamot
na otik,laos Gabe do parsinamot nagodang.... !Emma tutu ...
Alai amang boru, songon nasomal taulahon ianggo Panandaion dohot suhi ampang na
opat i , na tong do ingkon pasahaton muna di ulaon i haduan athe ?Songoni ma
hupasahat hami tu hamu butima.
RAJA HA TA NI PARANAK
Pos ma rohamuna raja nami, paradeon nami doi sude, pangidoan munai. Betak beha
adong dope tulang , hupasahat hami tu hamu botima. RAJA HA TA NI PARBORU
Na porlu muse amang boru, ima tar ingot sijalo titin marangkup tulang ni nanaeg
helanami, huhilala hami na rap paradehon ma hita disi, songon naung somal taulahon.
alai-ianggo na pasahathon hasuhutonnami ma tu haha parhundul nami dina marhata
sinamot manang di ulaon i songoni ma ate. Ianggo pinggan panganan dohot ulos-ulos
tinonun sadari marsinakohi tangga balatuna.
"songoni ma dihamu. rajani pamoruon nami, marga...... Asa dos nangkokna dohot
tuatna, ba nuaeng pe ala nungga dioloi hamu pangidoan nami, atik tung adong
nanaeng sipangidoan muna sian hami hula-hula muna, hupasahat ma partingkian tu
hamu .. botima.
Ch. Manihuruk
136
Ch. Manihuruk
137
.. ate.
RAJA HA TA NI PARANAK
Ba mauliate Tulang.... Alai hami ma parjolo Tulang, mamodai anak name ima
beremuna ...
RAJA HA TA NI PARBORU
Mauliate amang boru, ulahon hamuma,
RAJA HA TA NI PARANAK
(Dipodai ma anak na .... ). Dung sidung dipodai laos di pasahat ma muse tu Raja Hata
ni Parboru ..mauliate ma tulang nabasa nungga simpul hami mamodai anak nami
beremuna partikkian on hupasahat hami ma tu rajai.siboutbouti hami
RAJA HATA NI PARBORU
Mauliate ma amangboru, hami pe tong do podaon nami boru nami..... (laos dipodai ma
boru i) dung sidung di poda i laos diudutima muse, di jouhon "
Amang boru nungga simpul be hita mamodai ia nakkonta boha tapasahat ma ingot-
ingot...
(Nunga diparade hian hepeng laho ingot-ingot i Dipasahat pibak paranak: ma i tu
Raja Hata ni Parboru; Jala Perboru pe diparade do hepeng ingot-ingot si pasahathon
na tu Raja Hata ni Paranak , jala somal taida adong indung ni ingot-ingot i ima na
gabe di Raja Hata ni Perboru dohot Raja Hata ni Paranak).
Kemudian parhata Parboru menyeruhkan ke semua undangan " ala nungga simpul be
ulaonta sadarion,jala nungga godang natahatai, tarangrangi nahombar tusi,jadi asamar
dalan ma ingot ingot (hepeng).
Hata umpasa sian Raja Hata ni Parboru :
"Nunga jumpang:tali-aksa ihot ni ogung oloan Nanga sidung sude hata, ala tangkas do
hita masipaolo-oloan, Bulung ni losa ma tu bulung ni indot Bulung motung mardua
rapa, Sude na tahatai i ingkon taingot Asa unang adong hita as lupa .... ; Ingot-ingot;
ingot-ingot; ingot-ingot
Ch. Manihuruk
138
di hita namardongan tubu, Boru, Bere dohot dongan sahutanami, nungga tangkas
tabege pangidoan ni pamoruonta ima asa tatingkathon tu parhusipon. Beha.... Tarjalo
hita ma nuaeng haroroni pamorunta marga..... tu parhusipon? Molosatolop do hita di
pangidoan ni pamoruonta marga...... Mauliate ma !
alai Husip-husip Nagogo ma on athe?
I pe, di hamu raja ni pamoruon nami marga ..... nungga satolop hami mangoloi
pangidoan muna i, ima asa tatingkathon tu ulaon marhusip manang magarangrangi.
Ba, on pe hupasahat hami ma tu hamu manang songon dia ma husiphusip munai,
sidok boti ma hami ...
RAJA HATA NI PARANAK
Horas ma jala gabe raja nami ! nungga lam tangkas dihami, songon dia lambok dohot
burju muna marboru. "Asa Barita ni lampedang, mardangka bulung bira, Haburjuon
muna marboru tarbarita rodi di dia. I pe, nungga tung malambok pusu hami raja nami,
di naung tangkas Hubereng jala hudai hami haburjuon muna i. Tulang, raja nami
andorang so hualusi hami ima rencana dina laho pasangaphon raja i, lean hamu ma
jolo tingki di hami borumuna, asa jolo mangalap tahi hami rajanami.
Dihita namarhaha-anggi, andorang soborhat dope hita nakaning sian jabunta, nungga
jolo satahi saoloan hita di nalaho manomba pasangaphon raja ni hula-hula ta. Beha
hutoruson ma sesuai tu hasil rapotta nangkin?
Mauliate ma molo dung satolop hita di si. Di hamu rajani hula-hula nami,marga......
Na huparsangapi hami, Pangidoan nami, na parjolo ima, asa tung sangap raja i,
hamima na pahembang amak hundulanni Rajai, huhut parade sipanganon dohot
siinumon di hamu sude Rajani hula-hula nami. Dihutanami ma hita Rajanami
marpesta, alani Rajanami TARUHON JUAL ma Pangidoannami molo siat
pangidoan, asa unang palojahu hamu Rajanami laos Ulaon sadarima nian, ala
mamereng angka tingki hita di parserahan on boti ma . . raja nami.
RAJA HATA NI PARBORU
Mauliate ma di hamu amang boru ! nungga tangkas hubege hami pangidoan muna,
apala ditingkion, ima asa rumang ni ulaon nanaeng siulaonta 'I'ARUHON JUAL, i ma
nian, jalau ulaon sadari.
Di hita namardongan tubu, boru, bere dohot dongan sahuta , nungga rap mambege hita di
pangidoan ni raja ni pamoruonta marga ..... Parjolo hupasahat hami ma tu haha,
anggi doli.
"Haha, anggi doli:
"Dihamu raja ni pamoruon nami marga....mansai elek do hamu di pangidoan muna di
nalaho pasangaphon hami hula-hula muna, molo sian hami satuju ma di ulaon
Taruhon Jual. Horas jala gabe.
Dung! Dipasahat ma tu boru, bere.
"Ianggo sian hami bor, /bere, sipanolopi nauli na denggan do hami
mauliate, Dungi di pasahat ma tu Dongan Sahuta.
Mauliate ma di hamu hasuhutonnami molo sian hami dongan sahuta muna, ndang
adong na dumenggan sian masipaoloan. Butima.
RAJA HATA NI PARBORU
Mauliate ma di haha, anggi doli suang songoni tu boru, bere nami naung mangalehon
pendapat tarlumobi di hamu Dongan sahuta nami, Horas Jala gabe.
"Dihamu raja ni pamoruonnami marga..... nungga tangkas di bege hamu, angka
Ch. Manihuruk
139
pendapat sian Haha, anggi nami, bor, lbere nang dongan sahuta, nuaeng pe las ma
roha muna setuju ma hami di pangidoan muna, ima TARUHON JUAL, jala ulaon
sadari, Dihutamuna Ulaon Unjuk
PANGADATION patupaonta, horas jala gabe.; Ihut tusi, dia ma muse sihataanta
amangboru? Partingkian hupasahat hami tu hamu.
RAJA HATA NI PARANAK
Malombokpusu hami rajanami umbege alus muna na pasonang roha i. Ipe mauliate
godang ma hupasahat hami tu adopan muna saluhutna Hula-hula nami.
Di hita Namarhaha-anggi dohot boru nami,ndang so las rohatta mambege hatani
angka Paribanta, tarlumobi hatani hula-hulata namangoloi sude pangidoanta.
Tulangraja bolon, ia dung dioloi hamu pangidoan nami naparjolo, laos mangido ma
hami muse, asa laos ditingkionma hita nian marhusip-husip taringot sinamot ni boru
ni raja I,ima pangidoan nami tu jolo ni rajai. Butima.
RAJA HATA NI PARBORU
Horas Majala gabeAmangboru! "Nungga: Pitu Lili nami, Paualuhon ulos jugian nami Nungga nauli nipi
nami Ai gohanmuna ma hape hajutnami ! "Dihita na mardongan tubu, Borul, bere songoni dongan
sahutanami, nungga ro hatani Pamorunta, Namarhata Sinamot ma hita saonari nang pe dibagasan
namarhusip-husip nagogo.
Didok roha ba sian haha-anggi ma namanggollit sianamot ni borutta, partikian
pinasahat ma tuhamu.
Haha-Anggi doli Parboru (boi do langsung Raja Hata ni Parboru mangigil/manggollit)
Mauliate ma di hamu Amangboru!; Las roha nami di pandohan muna,asa laos di son
ma tahatai si namot ni boru nami, Alai amangboru, Husip-husip na gogo ma on, nang
pe tahatai dison sinamot, alai anggo namarhata sinamot di pesta Unjuk bolon ni do di
joloni Hula-hula dohot angka tulangta.
Amangboru, ianggo didok rohanami angka hariara nabolon do hamu, jadi pasahat
hamu ma antong sinamot ni borunami" Molo Horbo dohot lombu,marsuhat dibara
ma,MoloMas manang Sere do Marsuhat di ampang ma pasahat hamu, ba molo ringgit
sitio soara asa huparade hami hajut nami nagabe ingananna, Ipe amangboru pasahat
hamu ma sian i. (laos diuduti Raja hata ni Parboru ma muse).
RAJA HATA NI PARBORU
Mauliate ma di hita sude.! Nuaeng pe di hamu raja ni pamoruonnami marga......
nunga sude hami Mangolophon pangidoan muna i, ba, las ma rohamuna disi,
tariashon hamu ma, botima....
RAJA HATA NI PARANAK
Mauliate ma Tulang, Raja bolon ! Mansai tingkos do pangidoan muna i, AIai Tulang,
Pangidoan jala elek-elek nami ma on, Molotung so tarpasahat hami anon songon
pangidoan muna i. Horbo, Lombu, masna dohot sere, alai ianggo rumangna ndang
apala moru sian i Rajanami
"Jadi di hamu sude raja ni Hula-hula nami, di pasada hami ma di Elek-elek nami on,
di sima Horbona, disima Lombuna, disima masna manang sere laos disi dohot ringgit
sitio soara; jala molosiat pangidoan nami sahalai mangelekkon ma hami nian tu
adoapan ni rajai, ima pangidoan nami tu hamu sude hula-hula namai butima .
RAJA HATA NI PARBORU
"Horas jala gabe amangboru !.
Di hita namarhaha-anggi nungga takkas tabege elek-elek pangidoan ni borutta asa
Ch. Manihuruk
140
pasadaon nasida ma ninna, jala sahali mangelekkon, naung disima horbona, lombuna
masna nang sere, pasadaon nasima gabe ringgit sitio soara on pe denggan ma
tatanggapi jala ta alusi, didok roha pinasahat ma jolo tu dongan sahuta nami,
DONGAN SAHUTA NI PARBORU·
(Teman sekampung dari pihak perempuan)
Mauliate ma di hamu hasuhuton nami di jabuon, ianggo sian hami dongan sahuta,
Mardos ni roha ma hamu masiolo-oloan, ai ido na dumenggan, songoni ma sian hami
dongan sahuta muna. Mauliate,
SIAN BORU/ BERE PARBORU
(dari anak perempuan yang sudah menikah dan keponakan)
Mauliate ma di hamu hula·hula nami, molo sian hami, sitolopi nauli do sian hami
mauliate.
RAJA HATA NI PARBORU
Ianggo Hita namarhaha-anggi sisada hata do hita athe ! Dihamu raja ni pamoruon
nami marga nungga tangkas dibege hamu Pandapot nami taringot tu pangidoan muna:
nungga satolop hami di somba ni ADATdohot somba ni UHUM, di sinamot nanaeng
pasahaton muna di tingki on , on pe tariashon hamu ma Amangboru sian i.
RAJA HATA NI PARANAK
Horas ma jala gabe tulang! Massai! las roha nami, malambok pusu hami mambege
alus muna i, i pe Tulang mauliate godang ma hupasahat hami tu hamu saluhut na,
tingkos ma tutu songon ni dok ni angka namalo, Barita lampedang Mardangka bulung
bira Burjumuna marboru, Nungga tarbarita i sahat ro didia.
Nuaeng Pe, tangkas ma tutu tariashonon nami tu adopan ni Rajai, sinamot nanaeng
Sombahonon nami nagabe sinamot ni boruni Raja i, Dihita namardongan tubu dohot
boru, berenami, beha ahu ma napasahathon sesuai panghataionta dijabu nangkaning ?
Mauliate ma malo boti !
Di hamu sude Raja ni Hula-hula nami,suang songoni dohot Dongan sahuta ni Raja i
di huta on, suang songoni muse di angka Pariban nami boru, bere ni Rajai di jabu on:
la sinamot ni Boru ni Rajai nabaoi tarpasahat hami apala di tingkion di rumang ni
ulaon TARUHONJUAL godangna 100 Juta Rupiah sitombol. Songoni ma hupasahat
hami tu adopan muna Raja ni Hula-hula saluhutna, mauliate ma Horas ma jala Gabe.
RAJA HATA NI PARBORU
Horas ma jala gabe Ambangboru...! Di hita namardongan Tubu nungnga tangkas
tabege di tariashon Raja ni Pamoruonta, Ia sinamot ni borunta natarpasahat nasida Di
Ulaon TARUHONJUAL godangna 100 juta Rupiah sitombol. Alai Amangboru,
ianggo panandaion dohot tu si ampang na opat, ba, ingkon tangkas do pasahaton
muna i haduan di pesta bolon i, jala mungkin boi tamba i, tu Ompungna Suhut,
Ompungna Bao, upa parorot tu namboruna, asa diboto hamu hian paradehon.
I hut tusi Amangboru... nang pe so diigil hamu jambar ni Jalo Titi Marangkup Tulang
ni Hela nami rap patupahon ma hita disi, Alai ianggo na pasahathon hasuhuton bolon
nami ma, tu haha parhundul Nami songoni ma Amangboru. RAJA HATA NI
PARANAK
Mauliate Ma Tulang! Yanggo Panandaion Tusuhi ampang na opat tamba ni ompung
suhut/bao dohot upa parorot tu namboru na; Pos ma roha muna, tangkas mai
pasahaton nami di ulaoni.
Mandok mauliate do hami tulang, ala nungga parjolo tutu di sarihon Roha muna jambar
Ch. Manihuruk
141
ni Hula-hula nami , I ma Tulang ni Hela muna songon si Jalo Titi Marangkup na gabe
Haha Parhundul muna. Tangkas ma i tutu Paradeon nami jala dung dipasada dohot
sian hamu, Hamu ma yanggo napasahathon songoni ma Tulang hatanami, Horas jala
gabe. Hupasahat hami ma muse tu hamu.
RAJA HATA NI PARBORU
Nungga jojor be tahatai taringot tu sinamot dohot angka Parjambaran, Nuaeng pe
amangboru asa dos nangkok na dohot tuatna, atik tung adong sipangidoon muna tu
hami Hulahula muna, Rade do hami mangalusi jala mangoloi intap ni natarbahen
hami. Hupasahat hami ma tu hamu.
RAJA HATA NI PARANAK
Mauliate ma Tulang ..! so huhatahon hami dope nungga pittor di adu hamu nadi
bagasan roha namion, ido tutu Tulang masihol do hami diangka pasu pasu dohot ulos
herbang si uloshonon muna tu hami saluhutna. Ipe Tulang molo siat pangidoan, ba
sude ma hami nian Ulosi hamu dohot angka boru nami dohot berenami. Ima
pangidoan nami Rajanami.
RAJA HATA NI PARBORU
Amangboru! Pos ma roha muna, sude do hamu pasu-pasuon nami! Jala sai
Tuhanta ma napasauthon tu hamu sude. Alai molo tung so sude pe hamu mandapot
ulos herbang, mandapot ma di ulos-ulos tinonun sadari. Ianggo apala di tingkion
pasahathon nami ma ulos herbang godang na tamba ni ulos-ulos tinonun sadari. Las
ma rohamuna manjaloi . Botima.
RAJA HATA NI PARANAK
Gabe jala horas tulang, hujalo hami ma i, mauliate ma hudok hami butima.
RAJA HATA NI PARBORU
Mauliate ma amangboru...Na porlu sihataan ta muse ala dihuta muna do haduan
marulaon didok roha nami, hamu ma namambahen konsep dohot rencana, taringot tu
partingkian, bidang ni ulaon dohot angka nahombar tu ulaoni. Na maniroi ma hami
anon, ipe hupasahat hami ma tu hamu amangboru.
RAJA HATA NI PARANAK
Mauliate ma Tulang, di burjuni roha muna, pasahathon tu hami boru muna mambahen
konsep manang rencana taringot tu ulaon nanaeng ulonta tu angka ari nanaeng ro on, Alai
Tulang manang beha pe. Ingkon marguru tu hamu do hami, asa mardalan konsep namion.
Songonon ma rencana name Patupaon ma partumpolan di ari/tgl..... ima di
Gereja masuk Pukul.........
Dua minggu dung i ima Ari/tanggal tong di Gereja i, jala masuk pukul 10 manogot na
di si ma Pamasu-masuon ni ianakkonta. Mardomu tusi, Patupaon ma ulaon
SIBUHABUHAI maringanan di Bagastaon. (Alamat yang jelas).
Dung selesai Pamasu-masuon, udur ma hita tu huta nami/alaman name Gedung
pertemuan............ .
Laos di paboa ma muse songondia laho parmasuk ni penganten tu gedung Catatan:
Nungga Jam di sesuaihon: Hasuhuton Parboru dahot Paranak rap masuk
mangudurhon Penganten dungi mulak ma muse Hasuhuton Parboru tu luar asa rap
nasida dohot uduranna/dongantubuna.
Tarsongoni ma jolo konsep nami Rajanami, Molo tung adong nahurang lobi, Tuturi
hamu-hami Tulang botima.
RAJA HATA NI PARBORU
Ch. Manihuruk
142
Ch. Manihuruk
143
Martumpol
Penanda-tanganan persetujuan pernikahan adat oleh orang tua kedua belah pihak atas
rencana pernikahan anak-anak mereka dihadapan penjabat gereja, Tata cara Partumpolan
dilaksanakan oleh pejabat gereja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tindaklanjut
Partumpolon adalah pejabat gereja mewartakan rencana pernikahan dari kedua mempelai
warta jemaat, yang di HKBP disebut dengan Tingting (baca tingting) harus dilakukan dua
kali hari minggu berturut-turut. Apabila setelah dua kali tingting
tidak ada gugatan dari pihak lain berarti pemberkatan nika (pamasu-masuon) dapat
dilanjutkan. Bagi beberapa gereja tertentu acara martumpol tidak ada, yang ada
hanyalah pembekalan Firman Tuhan masa pra nikah dalam waktu tertentu oleh
pendeta atau pastor sampai dianggap kedua calon pengantin sudah siap untuk menikah.
Ch. Manihuruk
144
Ch. Manihuruk
145
Tonggoraja
(Untuk membicarakan segalapersiapan yang di perlukan dan Termasuk pembagian
undangan di Pihak Paranak)
Pada dasarnya Tonggo Raja dan Ria Raja mempunyai tujuan yang sama yaitu
pembagian tugas dalam pesta pernikahan atau unjuk agar berjalan dengan lancar.
Tonggo berarti mengundang, memohon dan raja berarti yang dihormati dalam hal ini
Raja ni dongan tubu, Raja ni boru-bere dan Dongan sahuta, Raja ni Hulahula tidak
ikut. Sehingga makna yang tersurat dan tersirat dari Tonggo dan Ria raja adalah
mengambil hati atau manubut roha dari semua pihak agar aktif berpartisipasi dalam
penyelenggaraan pesta kawin. Sintuhu ni ulaon dialap jual memberi arti bahwa yang
menyelenggarakan unj uk adalah pi hak parboru, segala sesuatu menjadi
tanggungjawab parboru, tempat, sarana, hidangan dan lain-lain. Apabila taruhon jual
maka segala sesuatu ditanggungjawabi paranak tempat, sarana, hidangan, dan lain-
lain. Istilah tonggo raja untuk parboru dan ria raja untuk paranak
Ch. Manihuruk
146
Adalah suatu kegiatan pra pernikahan adat yang bersifat seremonial yang
mutlak diselenggarakan oleh penyelenggara pernikahan adat yang bertujuan untuk :
Mempersiapkan kepentingan pernikahan adat yang bersifat teknis dan non teknis
Pemberitahuan pada masyarakat bahwa pada waktu yang telah ditentukan ada
pernikahan adat pernikahan dan berkenaan dengan itu agar pihak lain tidak
mengadakan pernikahan adat dalam waktu yang bersamaan.
Memohon izin pada masyarakat sekitar terutama dongan sahuta atau penggunaan
fasilitas umum pada pesta yang telah direncanakan.
Ulaon martonggo raja di hadiri namar dongan tubu, boru, bere nang Dongan
sahuta, laos diparade hasuhuton do sipanganon na marsaudara, ima songon dalan
manubut roha ni haha-anggi boru, bere nang dongan sahuta.
Tudu tudu sipanganon dang apala di adophon cukup ma di putar Humaliang,
paboahaon jambar ni adopan di namarhaha-maranggi napaboahon nasaulaoan do di
angka namarhaha-anggi songon nanidokni natua- tua.
Asa gadu- gadu hatubuan ni si marholi-holi, Molodi hahana ulaon, Angina ma
nagabe panamboli. ( suang songoni sebalikna ) Molo di angina Ulaon bhahana ma na
gabe panumboli.
Di tonggo raja dang pola hadir horong ni hula-hula dohot Tulang. Molo nidok
nakkaning songon namanubut roha Haha-Anggi, boru, bere dohot dongan sahuta, Ala
massai di harappon hasuhuton bolon do, bantuan partisipasi nasida di ulaon naung
binuhul. Tanpa bantuan, mamang tung so tarulahon hasuhuton do ulaon na songoni
borat.
Dung simpul marsipanganon di mulai ma namakkatai; jala di sukkun
sahalak sian Haha-Anggi taringot tudu-tudu ni sipanganon, didok ma:HAHA-
ANGGI DOLI : (Abang-Adik sepupuh)
Di hamu hasuhuton nami, gokkon si paimaon jou-jou sialusan, ba nungga ro hami
manggohi gokkon dohot jou-jou muna, sahat tu bagasta na marampang na marjual on,
Bagas sibaganding tua panjaloan sangap, dohot tua sian Tuhanta, jala nungga hundul
iba diamak tiar asa tiar ma tutu panggabean parhorasan di hita tu joloan on, nungnga
bosur hami mangan indahan nalas sagat marlompan juhut, sombu dohot minum aek
sitio-tio na tinahuan muna, on pe songon nidokni opputta sijolojolotubu: "Saijolo
ninangnang doasa di nungnung; Sai jolopinangan do asa sinukkun.
Ba nueng pe namanukkun ma hami di hamu hasuhuton nami. Dia ma laklana, dia ma
unok na Dia ma hatana, dia ma nidokna Tangkas ma di paboa amanta suhut.
PADUA NI SUHUT (Orang Kedua Keluarga yang Berpesta)
Horas ma jala gabe !
Manungkun ma tutu haha-anggidoli, dihata dohot lapatan ni sipanganoni, tung so
sadia, pe i napinatupa ni suhutta ba: dohonon nami ma:
"Marbau Tanduk,marbau holi-holi. Godang sibutung-butong, otik sipirni tondi,
Pamurnas mai tu pamatang, Saudara tu bohi, si paneang holi holi si pasindak panaili.
Sai mamasu masu ma Tuhanta lam di tambai di hamu hagabeon dohot pasamotan tu
joloansaon asa boi dope nian patupaon nami nagumodang jala natumabo, taringot di
hatani sipanganon PANGGABEAN PARHORASAN do lapatanna botima Rajani
Haha-anggi doli.
Ch. Manihuruk
147
Mauliate ma di hamu suhut nami ba molo songoni do hape nauli ma! tutu,sai asi ma
rohani Tuhanta pardenggan basai, sai ditambai dope pasu-pasu di hamu tu joloanon
asa dohonon ma:
Bagot namarhalto nadiagatan di robean, Ba sal horas ma hami
namanganthon, Sai lam tugandanama di hamu namangalehon". (emma tutu)
Alai sai marangkup do na uli, mardongan do nadenggan, siangkup songon na hundul
si udur songon namardalan, Asa tangkas uju Purba, tangkasan uju angkola, takkas
hita maduma, tangkasan ma hita mamora, siangkupni panggabean parhorasan ai tung
tangkas ma paboa hamu,
PAIDUA NI SUHUT (Orang Kedua Keluarga yang Berpesta)
Mauliate ma tutu di hamu Haha-Anggi tohoma tutu sai marakkudo na uli, mardongan
do nadenggan, siangkup songon na hundul si udur songon namardalan,Asa tangkas
uju Purba, tangkasan uju angkola, takkas hita maduma,tangkasan ma hita mamora,
siangkupni panggabean parhorasan asa tung tangkas paboan tu adopan Haha-Anggi
"Molo mangodang bulugodang tabaon ma i gabe hite-hite,nungnga mangodang anak
naengma nian hot ripe, mangodang boru naeng ma nian pahutahonon, Ido tutu di
hamu sude rajani dongan tubu, boru, bere dohot dongan sahuta, alusan ma tutu
sungkun-sungkun munai, nuaeng paboan ma tujuan ni parpunguan apala sadarion
songon naung di boto hamu na adong do ulaonta, ima di namarsangkap parbogason
pamasumasuon ni borutta sian bagas on dahot tu Marga...... Ima nanaeng ulaonta dua
minggu nai toho tgl.. ari " mardomu tusi masai huharaphon hami do paniroion dohot
gogo dohot pangurupion muna, beha asa jagar jala denggan mardalan pestai ba ido
sitakasna , botima.
HAHA- ANGGI DOLI (Abang-Adik sepupuh)
Horas ma jala gabe ! Nungga tung tangkas di paboa amatta suhut taringot tu
partonding ni parpunguanta sadarion,dang pola ganjang be sidohonon taringot
tusi,satolop ma hami di sangkap munai, jala .rade do hami mangalehon gogo dohot
pingkiran mangurupi hamu, olat ni natarbahen, on pe paboa hamu ma angka naporlu
si ulaonta, partikian pinasahat tuhamu, mauliate
PAIDUA NI SUHUT:( Orang Kedua Keluarga yang Berpesta)
Mauliate ma di hamu Haha-Anggi , patorangon ma tutu manang angka dia na porlu si
paredeonta dohot angka sihobason, ianggo sipanganon nungga di pesan tu catrering,
jadi dang pola massai repot be hita, holan namangawasi, mengkordinir nama hita. Na
porlu sihataanta, tamulai ma sian naparjolo ima ulaon sibuha-buhai.asa jojor sahat tu
ujungnat" di bacakan suhut ma konsep na )
Angka ise ma na ingkon dohot marsibuha-buhai :
Hasuhuton Bolon/ Keluarga.
Suhut paidua/Keluarga.
Haha doli/Keluarga.
Anggi doli/Keluarga
Protokol/Keluarga.
Boru, bere keluarga.
Dongan Sahuta keluarga.
Dung simpul marsipanganon ise namambahen tangiang laho paborhathon tu Gareja
(somalna Natoras ni boru muli do namambahen tangiang laho borhat tu gareja).
Dungi dung selesai pamasu-masuon ise ma na tujolo tampil mandok mauliate tu
Ch. Manihuruk
148
Marriaraja
(Untuk membicarakan segalapersiapan yang di perlukan dan Termasuk pembagian
undangan di Pihak Perempuan)
Secara umum hampir dos do tonggo raja dohot ria raja, ima pembagian tugas
pangaradeon tu ulaon pamasu-masuon dohot pesta adat di gedung pertemuan. Alai
beberapa hal adaong na berbeda, ima na papungu tumpak di jabu, molo na artongo
raja molo diulaon ria raja , napapungohon dekke siuk ima, sian angka haha-anggi
dohot boru nas sumolhoton parboru.
Molo parboru paradehon pinggan panganan tu angka nadigokkonna, paranak
paradehon ulos-ulos tinonun sadari, Panandaion, pinggan panukkunan, jala naporlu di
tontuhon di Ria raja,ise ma na gabe boru Parlopes, biasana Pariban ni namuli i do.
Molo paranak ise sihutti ampang biasana ibotoni pangoli, manang Namboruna.
Aut boha dang adong boi do sian ompu martinodohon. Hata sidohonon sarupa do di
ulaon Martonggo Raja, Molo tung adong naihurang sai ajari hamu hami.
Ch. Manihuruk
149
Laos diarsbon Protokolma suhut bolon dobot uduranna asa mangarade hita tuson ma
hamu. Di dok ma Di hamu suhut nami ala nalaho manomu-nomu hula-hula dohot
Tulang hita ,asa mangarade hita tu son ma hamu. Dung mangarade didok protocol ma
Amang Parmusik nami nadijou manogot napinahundul arian, napinaulak botari,
Parindahan nasuksuk, parlompan natabo, ala naengmanomu-nomu hami, di horong ni
hula-hula dohot Tulang nami baen damang ma nahombar tu si. Musik .
Dung masuk hula-hula dobot tulang nang angka uduranna Iaos di pajagar Protokol
ma muse, di dok ma:
di hamu hula-hula nami, Tulang nami di sabolah siamun nami ma hamu hundul, raja
nami butima, boru nami patudu hamu hundulan ni hula-hula dohot Tulang ta.
Ch. Manihuruk
150
Ch. Manihuruk
151
Ch. Manihuruk
152
Ch. Manihuruk
153
Dongan Sahuta,
Pariban,
Ale-ale,
Pangulani Huria,
Pengurus ni Punguan Marga,
Raja Hata, Sian soit ma pasahaton tu nasida.
Jambar ni boru, bere, ibebere, pasahaton ma na marngingi pangambirang tu nasida.
Jambar ni hula-hula pangalapan boru, Osang himpal.
Jambar ni Hulahula/Tulang, Bona Tulang, Tulang Rorobot, hula-hula
Namarhaha-anggi, sahat tu hula hula anak manjae sian Somba-somba ma
pasahaton tu nasida.
Ihur-ihur (namarhodong), ima jambar ni hasuhuton.
Suang songoni ma nang paranak mambagi Parjambaran tuna ginongkon na
Jambar ni dongan Tubu,
Dongan Sahuta,
Pariban,
Ale-ale.
Pangulani Huria,
Pengurus m'Punguan Marga,
Raja Hata, sian soit ma pasahaton tu nasida.
Jambar ni boru-bere, ibebere, pasahaton ma namarngingi Pangambirang tu
nasida.Jambar ni Hula - hula pangalapan boru (on kesepakatan do di napatua hata,
molo naung di hula-hula ni purboru do osang, ba tu hula-hula ni paranak manang
songon dia pei di patupa dianggapma naung osang mai.. Osang himpal.
Jambar ni Hula-hula ,Tulang, _;I1i)naTulang, Tulang Rorobot, hula-hula
namarhahaanggi, sahat tu hula hula anak manjae sian Somba-somban ma pasahaton
tu nasida.
Jambar ni hasubuton, tong ma.suursoit msnene Tanggo-tanggo.
Taringot tu namambagi Parjambaran dohonon do "Aek
Godang do aek laut, dos ni roha sibanen na saut , ia so i......boi dohonon sidapot soluk
do naro.
PROTOL NI PARANAK
Manjalo Tumpak (sumbangan suka rela)
Catatan :
1. Undangan dari Paranak
Bila undangan Paranak, posisi kita di pesta itulah yang menentukan bahwa apa ke
pesta tersebut (Drs Richad Sinaga, 59) :
a. Sebagai dongan tubu, boru-bere dongan sahuta membawa tumpak atau kado. b.
Tulang dan Hula-hula membawa ulos, ikan mas dan beras sipir ni tondi
Undangan Parboru
Sebagai dongan tubu, boru-bere dongan sahuta membawa ulos atau kado.
Tulang dan Hula-hula membawa ulos, ikan mas dan beras sipir ni tondi
Diantaranya jika mereka tidak membawa ulos, maka dapat pula mereka
memberikan berupa uang dalam amplop kepada penganten.
Undangan dari Paranak dan Parboru
Adakalanya seseorang mendapat dua undangan sekaligus, adakalanya mereka
Ch. Manihuruk
154
(suamip-istri) memilih duduk pada satu posisi paranak atau parboru. Ada juga yang
berbagi dua misalnya suami ikut paranak sedang si istri ikut parboru.
Ch. Manihuruk
155
Ch. Manihuruk
156
Ch. Manihuruk
157
Ch. Manihuruk
158
Nauli Raja nami.
Ch. Manihuruk
159
Molo pandok nami, laos i do pandokmu, ima na sisada anak sisada boru do hita. Asa
hupasahat hami ma tu ho haha-anggi, torushon ma. Botima!"
RAJA HATA NI PARBORU
"Mauliate ma di hasuhuton nami. Nuaeng pe di hamu Raja ni Pamoruon nami (didok
margana) huoloi hami jala hugabehon hami ma angidoan muna i. Hupasahat hami ma
tu hamu asa tangkas ma hatahon hamu sian i. Botima!" RAJA HATA NI PARANAK
"Maulite ma. Lambok pusu-pusunami Raja nami, ala tangkas do dioloi jala
digabehon hamu elek-elek pangidoan nami.
"Asa di hita na mardongan tubu, boru, bere nami, pintor lumbang jala neang
do panghilalaanta ate? (Jala laos diolophon nasida).
"Di hamu Raja ni Hula-hula nami, andorang so hutariashon hami elek-elek Pangidoan
nami i, mangido tingki hami asa mangido panuturion jolo hami
tu hula-hula nami dohot sude angka tulang nami.
"Di hamu hulahula nami dohot tulang (digorahon sude margana sahat tu hula-hula
namarhaha-anggi dohot anak manjae, molo adong.
Hula-hula ni anak manjae, ingkon hula-hula tangkas ni anak do molo adong naung
hot ripe jala gok adatna).
Raja nami..... , nunga tangkas nangkin hu pangido jala hu elek-elek hami raja ni hula
–hula nami, dongan parhundul mu, taringot tu sinamot ni parumaen nami, jala laos
ulaon sadari. Di tingki on mangido hami di angka poda dohot panuturion sian hamu.
Asa hupa sahat ma tingki on tu Rajai. Hamu ma na masiaturan. Botima!"
HULA-HULA NI PARANAK
Parjolo dipatamahon ma tu angka horong ni tulang dohot sude dongan parhundulna.
Alai hira sian hula-hula do muse na manghatahon tu paranak.
"Di hamupamoruon nami, Raja ....., nunga sada hami sian horong ni hula-hula
dohot tulangmu.
"Molo hata sian hami, denggan do huida hami angka pangidoan-muna dohot dongan
parhundul nami. Asa dohonon nami ma songon hata ni natuatua:
"Bona ni Aek Puli ma di atas Dolok Sitapongan. Sahat do hamu dapotan
uli, Ala takkas do dapot di hamu roba na marsipaolo-olaan.
"Songon ima hata sian hami horong ni hula-hula dohot tulang. Botima!"
RAJA HATA NI PARANAK
"Mauliate ma di hamu Hula-hula dohot Tulang nami di angka poda dohot panuturion
sian hamu!"
"Nuaeng pe sahat ma tu hita namardongan tubu, boru, bere, lumobi di hasuhuton nami."
Alai didok muse hatana, "Molosian hita ate, di naborhat pe hita sian hutanta (bagasta)
nunga dos rohanta si sada pangidoan dohot elek-elek hita. (Laos diolophon nasida)
Raja name nunga tangkas nangkin hupangido jala huelek-elek hami raja ni hula-hula
nami, dongan parhundulmu taringot tu sinamot ni boru ni rajai,jala laosulaon sadari.
"On pe di hamu raja ni hula-hula nami marga ...asa songon elek-elek pangidoan nami
tariashonon nami ma di tingki on, somba ni uhum, somba ni adat, ima sinamot ni boru
ni raja i , di sima Horbona, disima lombuna dohot hodana. Di si ma nang Emas na
dohot serena, dohot ringgit si tio soara jala Hupasada hami mai, nagabe Rupiah
nadicetak ni pamaretata Republik Indonesia Godangna (Sebagai contoh ) Rp
lOO.OOO.OOO(saratus juta rupiah) sibitombol. Asa las ma rohamuna manjalo
Ch. Manihuruk
160
Ch. Manihuruk
161
Ch. Manihuruk
162
Ch. Manihuruk
163
Ulos tu Haha-Anggi
Ulos tu Boru
dst
Ch. Manihuruk
164
Ch. Manihuruk
165
Pesan dalam menyampaikan Uloske pada kakak/bole dari pengantin Laki-laki) dohot
namboru (lae dohot Ito) "Andor hadumpang ma togu-togu ni lombu, Andor Hatiti
togu-togu ni horbo,sahat tulapo Gambiri. Penggeng ma hamu saur matua paihut-ihut
Pahompu sahat tu marnini-marnono dipasu-pasu Tuhanta ma hamu. Las ma rohamu.
Musik .
Ch. Manihuruk
166
Pesan dalam menyampaikan Ulos kepada Abang Orang tua Penganten Pria
Ch. Manihuruk
167
Pesan dalam menyampaikan Ulos kepada Adik Orang Tua Penganten Pria
Ch. Manihuruk
168
Ch. Manihuruk
169
Dung sidung sian horong ni hula-hula pasahathon angka ulos holong; jala somalna
hula- hula ma parpudi songon panggomgom- diujungi ma dohot hata pasupasu.
Langsung ma nasida mulak. Sebelum mulak di pasahat ma hatana tu RAJA HATA ni
Parboru asa di torushon ulaoni nang pe nasida :
parjolo mulak. “di dok ma" Mauliate ma amangboru nungga simpul hami pasahathon
ulos holong dohot hata poda nuaeng pe uduti hamu ulaontaon " asa songon nidok ni
situa- tua. "Mangerbang ma bunga-bunga di padadang-dadang las ni ari. selamat jalan
ma di hami hula-hula muna , selamat tinggal ma di hamu. Horas .
RAJA HATA NI PARBORU
(Mandok tu horong ni hulahula na)
"Mauliate! Malambok pusu hami di sude pambahenan muna Raja nami. ....,
Mauliate ma di hamu, Molo tung marhehe nauli hamu raja nami sai Tuhanta ma
namandongani hamu hipas hamu sahat tu bagasta sonang Soharibu-ribuan, pajuppang
dohot keluarga, Asa songon hata ni natua-tua ma dohononnami,
Marmutik ma inggir-inggir, bulung nai rata-rata, Hata nauli; hata pasupasu na
pinsahat muna i, Napasauthon ma Amanta Debata. Mangerhang ma bunga-buna
dipadadang-dadang las ni ari; selamat jalan ma di hamu hula-hula nami , selamat
tinggal ma di hami. Da da da.......
Tulang Horas .
Ditorus on ma muse pangkatai on.
"Di hamu Raja ni Pamoruon nami.i.. ala sian horong nami dohot sian hula-hula,
dohot dongan sahuta nami nunga pasahathon angka ulos holong tu hela dohot boru
nami, asa hupasahat hami ma tingki on tu hamu." butima
RAJA HATA NI PARANAK
"Mauliate ma di Raja i. ..... ".
Di pasahat ma muse tingki tu hula-hula dohot tulang ni paranak, jala didok:
"Di hamu hulahula nami, tulang, bona tulang. Molotung adong nalaho Pasahaton
muna tu beremu, hupasahat hami ma tingki on tu hamu. Jala molo suman tu rohamu
Raja nami, laos di tingki on ma hamu pasahat pasu-pasu dohot hata gabe. Jala hamu
ma Raja nami namarsiaturan.jala molo siat pangidoan raja nami, parpudi ma nian
Tulang nami songon Panggomgom, (di jouhon ma angka Margana sude Horong ni
Hula-hula dohot Tulang ) Dung sidung sian horong ni Hula-hula dohot Tulang
ni paranak pasahathon ulos holong, mulak ma nasida. Alai asa jolo di togu tulangna
ma berena tu jabu jala di bahen ma boras sipirni tondi tu simajujung ni penganten,
jala di painum do penganten i. Butima .
RAJA HATA NI PARANAK
Pasahathon hata mauliate tu horong ni hula-hula dohot tulang ni Paranak.
Ditorushon ma muse panghataion, jala didok
"Di hamu hula-hulanami marga..... , ala nunga sae be sian horong nami pasahat ulos
holong, hupasahat hami ma muse tingki on tu hamu. Hamu ma namangatur."
RAJA HATA NI PARBORU
"Nauli Amangboru..... !!!, Molodos rohanta, antar songon on ma nian konsep ni ulaonta
na mangihut-
Naparjolo : Marhata sigabegabe ma sian hami, hamu ma na mangampu.
Napaduahon - Mardalan ma olop-olop
Napatoluhon : Mardalan ma ulaon sadari, i ma paulak une.
Ch. Manihuruk
170
Ch. Manihuruk
171
Ch. Manihuruk
172
hita di angka .nahurang malo dope hami, lumobi ma i angka hata pandohan na so
haru pas di rohanta.
Catatan :
a. Masa muse taida di ulaon pesta unjuk diparade .pihak parboru dohot paranak na
nidok Jambar Tataring (Anti nyamuk). I ma berupa hepeng laho sipasahaton natu
angka dongan tubuna be, angka natua-tua namandohoti ulaon i sahat tu na
simpul. Taringot di bilanganna, saguru tu hasuhuton ma i. Alai, somalna dibagi
ma jambar tataring i andorang so mardalan ulaon sadari. Angka na uli ma i molo
sian dos ni roha.
b. Molotu angka horong ni hula-hula, sian pihak paranak manang hula-hula ni
parboru, na pasahathon ulos holong tu pengantin, dilehon do songon pasituakna-
tonggi nasida dung sae pasahathon ulos i. Angka nauli ma i tutu. Alai, adong
deba na so mangulahon i ala nunga dipasada di tingki na pasahathon upa tulang.
Alai maloboi man, asing ma tabahen jambar ni hula-hula, tulang, asing muse
masituakna-tonggi nasida. Aek godang tu aek laut, dos ni roha sibahen nasaut.
Adat Na Gok
Rumang ni Ulaon TARUHON JUAL JALA ULAON SADARI
Sinamot somba ni Uhum ni Adat RP.20.000.000,-
Suhi ni Ampang Na Opat dohot Todoan/Panandaion tangkas do pasahaton ni
Suhut Paranak, jala marsinangkohi tangga ni balatuk na be (Martaripar)
Panjuhutina : Namarmiak-miak
Parjambaran sidapot solup ma na ro.
Ulos Herbang 14 (contoh) Bulung + Ulos na tinon sadari (martaripar).
Undangan/ Bolak ni ama tu Parboru : 150 KK ( 300 Kursi)
Tintin Marangkup marsipasangap-sangapan
Marsibuha-buhai
Pagi hari sebelum dimulai pemberkatan/catatan sipil/pesta adat, acara dimulai dengan
penjemputan mempelai wanita di rumah disertai dengan makan pagi bersama dan
berdoa untuk kelangsungan pesta pernikahan, biasanya disini ada penyerahan bunga
oleh mempelai pria dan pemasangan bunga oleh mempelai wanita dilanjutkan dengan
penyerahan Tudu-tudu Ni Sipanganon dan Menyerahkan dengke lalu makan bersama,
selanjutmya berangkat menuju gereja untuk pemberkatan
Ch. Manihuruk
173
a. Hari/tanggal :
b. Jam :
c. Inganan :
d. Keperluan : Tudu-tudu Sipanganon di Bagas Ampang + Ulos Ragi
Ch. Manihuruk
174
Hotang
e. Mandok Hata :
f. Tangiang mangan :
g. Penganggung jawab Sibuha-buhai :
3. Pamasu-masuaon
a. Hari/tanggal :
b. Jam :
c. Gereja :
d. Mandok hata di Gareja :
e. Mobil Penganten :
f. Foto di Gedung :
4. Pesta Unjuk
a. HarI tangggal :
b. Pukul :
c. Gedung :
d. Musik/Gondang :
e. Prosesi Masuk Gedung : Prosesi masuk ke Gedung/Palaminan
1). Pengantin diihutthon par-Anak dohot Par-Boru
2). Dung Singkop hundul Penagtin, haruarma muse par-Boru
3). Hasuhuton par-anak ........ manomu-nomu Hula-hula par-Boru ........
Ch. Manihuruk
175
10 Protokol :
11 Parsinabung :
Ch. Manihuruk
176
1 Hula-hula :
2 Tulang :
3 Bona Tulang :
4 Tulang Rorobot :
5 Hula-hula Na marhaha-maranggi :
6 Hula-hula Anak Manjae :
1 Ulos Passamot :
2 Ulos Hela :
3 Ulos tu Amangtuana :
4 Ulos tu Amangudana :
5 Ulos tu Haha ni Hela :
6 Ulos tu Sihutti Ampang :
7 Ulos tu Amang Udana :
8 Ulos tu Amangudana :
9 Ulos tu Amangboruna :
10 Ulos tu Amangboruna :
11 Ulos tu Amangboruna :
12 Ulos tu Amangtuana :
Ch. Manihuruk
177
1 Hula-hula :
2 Tulang :
3 Bona Tulang :
4 Tulang Rorobot :
5 Hula-hula na Marhaha-maranggi :
6 Boru Suhut :
7 Bere-Ibebere :
8 Boru Parsadaan :
9 Parhalado :
10 Dongan Sahuta :
11 Protokol :
12 Parsinabung :
13 Pengurus Sektor :
14 Pengurus Cabang :
Ch. Manihuruk
178
Catatan:
Asa diparade Hasuhuton ma Ulos tu Keluarga Naso Dapotan di Gedung, boi do Ulos
na rao
i, molo so rade hian dope sian jabu.
Ulak ni Boras tu Hula-hula dohot Tulang ni Parboru dihobasi Paranak
Ch. Manihuruk
179
1. Marsibuha-buhai
a. Hari / Tanggal :
b. Jam :
c. Inganan :
d. Keperluan : Dekke di bagasan Ampang + Ulos Ragi Hotang
e. Mandok Hata :
f. Tangiang Mangan :
g. Penanggung Jawab Sibuha-buhai :
2. Pamasumasuon
a. Hari / Tanggal :
b. Jam :
c. Gareja :
d. Mandok Hata di Gareja:
e. Foto di Gareja :
f. Musik/Gondang :
3. Pesta Unjuk
a. Hari I Tanggal :
b. Jam :
c. Gedung :
Ch. Manihuruk
180
Musik dan Pujian di Gereja dan diikuti Koor oleh Jemaat Gereja
Ch. Manihuruk
181
Tulang
12 Parbue Pir
a. Si Pir ni tondi sian Horong ni Hula-
hula dohot Tulang
b. Ulak ni tandok diparade Paranak
c. Ulak ni denggke diparade Parboru
5. JOU-JOU ADAT
1 Hula-hula :
2 Tulang :
3 Bona Tulang :
4 Tulang Rorobot :
5 Hula-hula na Marhaha-Maranggi :
6 Hula-hula Anak Manjae :
.6. PARJAMBARON SIDAPOT SOLUP MA NA RO :
1 Hula-hula :
2 Tulang :
3 Bona Tulang :
4 Tulang Rorobot :
5 Hula-hula na Marhaha-Maranggi :
6 Boru Suhut :
7 Bere-Ibebere :
8 Boru Parsadaan :
9 Parhalado :
10 Dongan Sahuta :
11 Protokol :
12 Parsinabung :
13 Ketua Sektor :
14 Ketua Cabang :
Ch. Manihuruk
182
10 Protokol :
11 Parsinabung :
12 Penanggung Jawab Paulak Une :
Ch. Manihuruk
183
11 Ulos tu Todoan 6 :
12 Ulos tu Todoan 7 :
13 Ulos tu Pengurus Sektor :
14 Ulos tu Pengurus Cabang :
10. DEKKE SIUK
1 Hula-hula :
2 Tulang :
3 Bona Tulang :
4 Tulang Rorobot :
5 Hula-hula Namarhaha-Maranggi :
6 Hula-hula Anak Manjae :
11. Daftar Na Hundul di Jolo/Panggung
1 Pengantin :
2 Natoras ni Pengantin :
3 Amangudana :
4 Amangtuana :
5 Hahana :
Ch. Manihuruk
184
BAB XI
PROSES ACARA MANURUK-NURUK
Pada umumnya gadis yang dibawa kawin lari, tidak langsung ke rumah orang tua si
pemuda tetapi ke rumah selah satu penatua gereja. Dengan kata lain si pemuda dan si
gadis belum dibolehkan tidur bersama sebelum diadakan pemberkatan nikah. Atas
kesepakatan orang tua si pemuda dengan pihak pengurus gereja, pasangan yang kawin
lari ini diberkati di gereja atau dirumah si pemuda.
Seusai pemberkatan, diadakan acara perjamuan ala kadarnya. Acara ini disebut
barajahon, artinya perkawinan itu dilakukan dengan raja (bukan ramba). Untuk
perjamuan yang disebut parajahon ini, seekor anak babi disembeli dan dimasak secara
khas yaitu lengkap dengan na margoarna. Undangan yang hadir di acara ini adalah unsur
dalihan na tolu pihak paranak dan dongan sahuta, Hula-hula di acara ini adalah tulang si
pemuda, minimal yang semarga. Sebelum makan, tudu-tudu ni siapanganon itu diletak di
hadapan tulang si pemuda atau yang semarga.
Setelah selesai makan, ekor babi dari tudu-tudu ni sipanganon itu ditaro di sebuah wadah
dengan beralaskan cincang daging babi tersebut. Lalu ditutup dan dibungkus dengan
kain. Dua orang boru disertai seorang ama yang semarga dengan sipemuda disuruh
segera mengantar ihur-ihur tersebut ke salah satu dongan sabutuha dekat dari orang tua
si gadis. Penyampaian ihur-ihur itu adalah merupakan informasi resmi secara adat
kepada orang tua si gadis, bahwa anaknya gadisnya sudah diparaja (dijadikan istri) oleh
pemuda yang mencintainya.
Utusan yang mengantar ihur-ihur itu, berkata dengan mimik agak takut kurang lebih
sebagai berikut :
Di hamu na huparsangapi hami, raja ni hula-hulanami. Dison ro do hami pasahat on
ihur-ihur tu hamu songon na pabotohon, ia borumuna nunga huparaja hami gabe
perumaennami. Marboha bahenon ma hamu amang na pajolo holong papudi uhum
angka naposo on. Manganju ma hamu di nasida. Botima.
Informasi secara adat, segera disampaikan ke orang tua si gadis, agar si pajal bogas atau
sipangihut-ihut tidak meneruskan pelacakannya.
Hari-hari berikutnya orang tua si pemuda pada kesempatan pertama mencari informasi,
sejauh mana kemarahan orang tua si gadis.
Apabila diketahui rasa marah itu sudah redah, maka disuruhlah boru untuk
menjajaki diadakannya acara minta maaf kepada orang tua yang anaknya dibawa kawin
lari. Dulu, kawin lari itu disebut dengan ungkapan pajolo gogo papudi uhum. Artinya
mengandalkan kekuatan dan menyepelekan adat (Drs Richad Sinaga).
Apabila orang tua sigadis (parboru) sudah reda amarahnya, maka ditentukan hari H
untuk acara manuruk-nuruk. Parboru mengundang boru/bere, dongan tubu, dan dongan
sahuta untuk menerima kedatangan paranak yang datang manuruk-nuruk. Pihak paranak
pun mengundang boru/bere dan dongan tubu menyertai pengantin berangkat ke rumah
parboru.
Parboru menyediakan tempat untuk semua tamu kurang lebih berkisar antara 20 sampai
30 orang makanan berupa nasi, daging ayam dan dengke juga akan disediakan parboru,
sebab paranak hanya membawa daging babi dan tudu-tudu ni sipanganon. Selain itu paranak
hendaknya menyediakan beberapa amplop berisi uang, antara Rp 5.000, Rp
Ch. Manihuruk
185
10.000 sampai Rp 20.000 dan salah satu jumlahnya agak besar yang akan diberikan ke
orang tua si gadis yang borunya di bawa kawin lari. Amplok lainnya adalah untuk :
a. Upa sangke hujur (satu amplop)
b. Upa Ungkap harbangan (satu amplop)
c. Parsituak na tonggi (beberapa amplop)
Jalannya Acara manuruk- nuruk
Para undangan parboru sudah berkumpul di rumah parboru, sebelum paranak datang.
Jangan sampai rombongan paranak sudah datang rombongan parboru belum lengkap.
Sesampainya paranak di halaman rumah parboru, boru dari paranak menemui dongan
sahuta dan boru pihak parboru yang berdiri di pintu masuk.
BORU PIHAK PARANAK
Di hamu dongan sahuta dohot boru ni raja ni hula-hulanami. Loas hamu ma jolo hami
masuk mandapothon hula-hulanami. Ima pangidoan nami.
DONGAN SAHUTA/BORU PIHAK PARBORU
Na denggan ma pangidoan munai. Alai jolo pasahat hamu ma jolo upa ungkap
harbangan dohot upa sangke hujur. Upa ungkap harbangan ma i tu dongan sahuta, upa
sangke hujur ma i tu boru.
Setelah amplop tersebut diberikan, barulah bereka disilakan masuk dengan dipandu
dongan sahuta dan boru. Urutan terdepan ialah suhut paranak disertai raja parhata, lalu
diikuti pegantin, dan di belakangnya adalah boru yang membawa daging babi. Sesampai
di dalam rumah dan masih suasana berdiri, dongan sahuta atau boru pihak parboru
berkata :
Hamu suhutnami, nunga huloas hami nasida masuk mandaphon hamu. Rade ma hamu
menjalo haororo nasida.
RAJA PARHATA NI PARBORU
Suruh hamu ma nasida hundul.
Setelah rombongan paranak duduk di tempat yang disediakan, parboru duduk
ditempanya. Daging babi yang dibawa boru paranak tadi langsung dibawa ke dapur
untuk dipindahkan ke baki sebelum dipersembahkan ke parboru.
RAJA PARHATA NI PARBORU
Hita na pungu nuaeng di son. Mauliate ma di Tuhan, horas hami di dapot hamu, horas
hamu na ro. Nuaeng ro hamu dohot sauduranmuna madapoton hami, songon dia ma na
niharoromuna, ima jolo sungkun-sungkun tu hamu.
RAJA PARHATA NI PARANAK
Horas ma jala gabe raja ni hula-hula. Tung mansai las rohanami, boi hami ro
mandapoton hamu, jala dipajagar hamu hami hundul paadop-adop tu hamu na
huparsangapi hami. Songon na niidamuna rajanami, huboan hami do di son boru dohot
helamuna naung pajolo holong papudi uhum. Jadi mangalusi sungkun-sungkun muna i
raja ni hula-hula, na manopoti sala ma hami tu hamu rajanami, lumobi ma boru dohot
helamuna. Ima haroronami raja ni hula-hula.
RAJA PARHATA NI PARBORU
Antong molo i do hape na hinaroromuna mandapothon hami, saonari suru hamu ma
nasida mandapothon natorasna manopoti salana.
RAJA PARHATA NI PARANAK
Na denggan jala na uli raja ni hula-hula.
I pe di ho anaha, togihon ma inang parumaen laho ma hamu mandapothon simatuam.
Ch. Manihuruk
186
Ch. Manihuruk
187
Osang-boru/bere
Somba-somba-haha doli
Soit-anggi doli
Na marngingi-dongan sahuta
Kedua adalah raja parhata parboru meminta paranak menyampaikan amplop berisi uang
untuk suhut parboru (yang lebih besar jumlahnya), kemudian ke uandangan parboru
mewakili unsur seperti dongan tubu, boru/bere, dan dongan sahuta, ditambah beberapa
orang yang dianggap patut menerima.
Ketiga adalah menyampaikan hata sigabe-bage mewakili unsur dari undangan yang
dianggap patut berbicara. Biasanya diakhiri oleh orangtua pengantin perempuan
sekaligus memberi ulos holong. Kata-kata sambutan yang disampaikan kurang lebih
berkisar pada nasehat dan pengarahan yang ditujukan pada penganten berdua. Sala satu
harapan yang pantas disampaikan pada saat itu adalah agar paranak segera
mengupayakan pesta adat pengukuhan perkawinan tersebut yaitu mangadati.
Keempat adalah giliran paranak mengampu yaitu menerima kata-kata
yang baru saja
disampaikan pihak parboru. Isinya kurang lebih mengucapkan terima kasih atas
penerimaan pihak parboru dan meminta berkat Tuhan kiranya harapan-harapan yang
disampaikan tadi dapat diupayakan. Biasanya yang terakhir adalah pengantin berdua,
dimulai pengantin pria dan pengantin perempuan.
Terakhir adalah acara penutup yaitu bernyanyi dan doa penutup yang dibawakan salah
seorang dari parboru yang sebelumnya ditunjuk untuk itu.
Ch. Manihuruk
188
BAB XII
PROSES SULANG-SULANG PAHOMPU
kepada yang akan memberi tumpak, apabila belum diserahkan di kotak tempat
penerimaan tamu. Pada kesempatan ini pulalah petugas gedung membenahi kursi
agar paranak dan parboru duduk berhadap-hadapan
Paranak sebagai tuan rumah meminta kesediaan parboru agar acara adat dapat
dilanjutkan
Setelah parboru menyetujui, sekaligus minta waktu menyepakati juru bicara (raja
parhata) dari pihak parboru. Setelah disepakati, lalu diinformasikn kepada paranak
bahwa mereka sudah siap melanjutkan acara.
Pihak paranakpun meminta waktu untuk menyepakati juru bicara. Bila juru bicara
sudah ditentukan, juru bicara tersebut menginformasikan kepada parboru bahwa
pihaknya sudah siap melanjurkan acara.
Ch. Manihuruk
189
Ch. Manihuruk
190
Ch. Manihuruk
191
Demikian juga halnya pihak paranak proses dan cara penyampaiannya kurang
lebih sama dengan pihak parboru.
Ch. Manihuruk
192
BAB XIII
PROSES KUNJUNGAN CUCU PERTAMA
KE RUMAH KAKEKNYA
Seorang anak sulung pada suatu keluarga merupakan mata ni ari binsar atau
matahari pagi bagi keluarga itu sendiri. Anak pertama dipandang oleh keluarga memiliki
hikmad kebiijaksanaan dan nama anak sulung ini merupakan nama panggilan sehari-hari
bagi ayahnya, misalnya diberi nama Samuel, maka nama panggilan bagi ayah si anak apa
Samuel. Anak sulung merupakan takdir dan mempunyai tanggungjawab yang besar bagi
keluarga, apabila seorang ayah meninggal nantinya maka anak sulung lah yang
mengurus keluarga ataupun menggantikan posisi seorang ayah dalam keluarga. Itulah
sebabnya anak sulung itu mempunyai karisma dan wibawa. Kepemimpinan pada batak
toba berturut-turut dari anak pertama sampai dengan anak yang paling bungsu atau yang
disebut dengan garis patrikhal.
Pada umumnya setiap kelahiran anak pertama merupakan suatu kebanggaan dan dengan
ucapan syukur kepada Tuhan, anak sulung ini dalam adat batak pada kesempatan pertama
dibawah orang tuanya kepada kakeknya (ompung bao) yang disebut paebton anak buha baju.
Pada kunjungan ini orang tua si bayi bersama kelurga besarnya membawa makanan berupa
daging babi yang dimasak secara adat lengkap dengan na margoarna. Makanan yang dibawa
tersebut disebut sulang-sulang ni pahompu, dan dalam acara ini sekaligus secara adat ada
hak dari orang tua si bayi meminta indahan arian ni pahompu, atau dengan nama lain ulos na
so ra buruk atau pauseang berupa berupa tanah atau petak sawah. Dibeberapa tempat ada
juga yang meminta batu ni ansimun berupa ternak seperti sapi atau kerbau. Inilah pemberian
nilai yang tertinggi kepada boru secara adat batak.
Sebelum hari H acara, sebaiknya lebih dahulu diinformasikan kepada ompung bao,
dengan demikian pada acara adat tersebut berlangsung kedua belah pihak bersama-
sama boru/bere, dongan sahuta, dongan tubu dapat hadir dan ambil bagian dalam acara
dimaksud.
Setelah semua diundang duduk dengan baik, maka salah seorang dongan sabutuha
ompung bao berinisiatif berkata (Drs Richad Sinaga) : PARHATA NI OMPUNG BAO
Di hamtypsu parboruan nami, mauliate ma di Tuhan ala hipas hamu sahat tu bagas on,
jala hipas hami didapot hamu. Didok roha nami jolo marsipanganon ma hita asa tauduti
angka panghataion. Boha didok rohamuna Amang boru?
PARHATA NI PARBORU NA RO
Horas ma jala gabe. Hami pe mandok mauliate do tu Tuhan, ala hipas hamu hudapot
hami, hipas hami na ro paebathon pahompumuna di tingki on. Taringot tu na jolo
marsipanganon hita asa manghatai, na uli ma i raja hula-hula. Antong rade ma hamu, asa
ro hami pasahaton sulang-sulang ni pahompu tu ompung na, tu tulangna, tu sude tahe
hamu na huparsangapi hami.
PARHATA NI OMPUNG BAO
Nunga rade hami Amang Boru. Ro ma hamu.
PARHATA NI PARBORU NA RO
Di hamu na huparsangapi hami. Di son ro do hami mangudurhon pahompunta
pasahathon sulang-sulang tu hamu. Tung songoni pe on na hupasahat hami on, las ma
rohamuna manjalo. Asa tangiangkhon hamu rajanami hipas-hipas jala simbur
Ch. Manihuruk
193
Ch. Manihuruk
194
hatahonon.
Rajanami raja ni hula-hula. Sada adat do di adat dalihan na tolu, songon pinungka ni
ompunta sijolo-jolo tubu. Denggan ma paebaton anak buha baju tu ompung bao. Asa
tung gomos nian tangiang ni ompungna i, anggiat simbur magodang ibana. Gabe anak
siboan las ni roha di tonga-tonganta, lumobi ma di jolo ni Tuhan. Ima raja ni hula-hula
sintuhu ni haroronami mandapothon hamu. Alai tahe, otik adong tambana nananeng
sidokkononmuna, ima parumaen nami, telehon ma tingki tu nasida.
BORU NA PAEBTHON ANAK BUHA BAJU
Mauliate ma parjolo tapasahat tu Tuhan, dilehon tingki na denggan on di hita di bagasan
las ni roha. Songon ni dok ni Amang nangkin, atik adong tambana nananeng
sidokhononku. Tutu do i Bapa dohot Oma. Adong do hata ni Ompunta na mandok : Pitu
gajah nilapa, molo ndang adong na mangido ndang adong na mala. Mardomu tu si ma
Bapa dohot Oma, molo tung suman di rohammuna, lehon ma dohot ma nian andor ni
ansimun. Asa adong paihut-ihutnami dohot helamuna laho marmudu-mudu
pahompumuna on.
Alai molo alo tu rohamuna Bapa dohot ho Oma, uang pola gabe si pingkiran i di hamu.
Ima tambana sidohononku di tingki on. Botima.
PARHATA NI PARBORU NA RO
Nunga rap umbege hita raja ni hula-hula. Diantusi parumaen do hape adat pinungka ni
Ompunta. Ima indahan arian ni pahompu sian ompung bao, dohot andor ni ansimun.
Nian di parserahan on ndang tarluluan be indahan arian ima hamuma dohot andor ni
ansimun ima horbo manang lombu. Ai so parhauma be halak tunggane jala ndang
parhorbo. Alai nangpe songon i tapasahat ma tu raja i, ima Lae Tunggane mangalehon
alus. Botima.
PARHATA NI OMPUNG BAO
Nunga rap hita umbegesa, na paebaton anak buha baju ma boru dohot hela nuaeng di
son, diudurhon boru dohot dongan sabutuha nasida. Didok roha, langsung ma dialusi
Amanta. Asa pintor tangkas masialusan.
OOPUNG BAO DOLI
Ima tutu. Ro burunta paebathon anak buha bajuna. Diboan sulang-sulang na tabo di hita.
Parjolo ma i tahamauliatehon. Ai diboto do maradat maradhopon natorasna.
Parjolo ma jolo hatahu tujuhon tu pahompu na ro mangebati hita. Simbur magodan ma
ho pahompu hasian. Asi roha ni Tuhan boi ho haduan mambahen las ni roha ni
natorasmu, ima boru dohot hela. Mambaen las ni roha ni ompungmu suhut , ima natoras
ni hela na dohot mangudurhon ho mangebatai hami. Nunga tung mansai las rohanami
manganton sulang-sulang na binoanmi, pahompu.
Saonari alusan ma hata ni boruniba di son na mangidohon indahan arian ni pahompu dohot andor ni
ansimun. Toho do nidokmi boru hasian. Pitu gaja nilapa, molo andang adong na mangido ndang adong na
mala. I do sintongna. Ingkon adong do hata na mangido, ipe
asa adong na mangalehon. Jadi apala di tingki on, alus tusi, songon on ma. Titelmu ima
dokter i dohot naung ojakon di karejom di departemen i, ima indahan arian ni pahompu
i dohot andor ni ansimun na didokmi. Las ma roham disi. Alai molo sipasahatonnami
saonari. Di tingki on, di jolo ni simatuam, dongan tubum, dohot di jolo ni boru na
mangangaudurhon haroro ni pahompu on, pasahathonhu do ma tano parjabuan na di Pasar
Minggu i. Bolakna 20 hali 20 meter. Surat balik nama ta urus pe i di minggu na ro. Sahali
nai, indahan arian dohot andor ni asimun na didokmi, anggap ma i naung dijaloho.
Ch. Manihuruk
195
Ima titel dohot karejo na ojak. Las ma roham ito manjalo i. Songon i ma alus sian hami
natorasmu. Botima.
PARHATA NI OMPUNG BAO
Ima Amang boru, Nunga rap tabege. Didok roha asa bulus hamu annon mangampu,
dumenggan ma las ditambai angka dongan hata na uli hata na dengan sian boru/bere,
dongan sahuta, dongan sabutuha. Boha Amang boru, dos ma rohanta ate. PARHATA NI
PARBORU NA RO
Na uli rajanami.
Pembicaraan dilanjutkan dengan sambutan (hata sigabe-gabe atau hata na uli) mewakili
unsur boru/bere, dongan sahuta, dan dongan sabutuha dari ompung bao.
Ch. Manihuruk
196
BAB XIV
ACARA MANGAMPU ANAK
Ch. Manihuruk
197
Ch. Manihuruk
198
di hadapan masing-masing, boleh juga dengan cara prasmanan. Namun sebelum makan,
tudu-tudu ni sipanganon disampaikan dulu ke hula-hula, sebaliknya hula-hula
menyerahkan dengke ke suhut pangampu.
Doa makan dibawakan oleh salah seorang dari dongan tubu pangampu.
Setelah selesi makan, diadakanlah acara marhata na uli, mewakili unsur-unsur yang
hadir. Isi kata sambutan disampaikn kurang lebih berkisar nasihat kepada si anak yang
diterima. Demikian juga kepada suhut pangampu, berkisar mengenai kesetujuan dan
dukungan. Adakalahnyasebelum acara barhata na uli dimulai, unsur-unsur yang hadir
menerima lebih dulu amplop berisi ung, yaitu pago-pago. Kemudian suhut mangampu,
diakhiri dengan ucapan terima kasih anak diampu/ayah dari anak yang diampu
Acara ditutup dengan doa oleh salah seorang hula-hula
Itula acara mangampu anak/boru. Seterusnya dapatlah diteruskan ke acara-cara
mangarisik-risik/marhusip, marhata sinamot dan seterusnya sebgaimana jenjang acara
penyelenggaraan pesta perkawinan adat batak toba.
Menerima Setya Lencana Pahlawan Sosial Pendonor Mata dan Darah 100 x dari
Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kala
Ch. Manihuruk
199
BAB XV
PERCERAIAN
A. Arti Pentingnya Perceraian
Bagi orang Batak terlebih lagi Kristen perceraian adalah aib. Mungkin terdengar
terlalu ideal. Namun hal itulah yang diharapkan oleh setiap orang Batak Kristen,
perceraian adalah hal yang tabu dan sangat dihindari.
Dalam perkembangannya, perceraian dalam sebuah ikatan perkawinan tidak dapat
dihindari. Alasan pengajuan perceraian sangat bervariasi seperti: masuknya orang ketiga
dalam perkawinan, adanya perbedaan pandangan mengenai kewajiban suami isteri
dalam rumah tangga dan seringnya isteri ditinggal suami, perubahan peran suami isteri,
serta pertengkaran dan konflik yang berkepanjangan sehingga tidak mungkin lagi
kerukunan dan kebahagiaan rumah tangga itu dapat dipertahankan.
Hasil penelitian dan fakta menunjukkan bahwa pengaturan mengenai perceraian
dalam agama Kristen tidak ada diatur, tetapi UU Perkawinan mengatur tata cara
perkawinan. Peraturan perceraian terhadap masyarakat adat Batak Toba tidak ada yang
tertulis hanya secara tersirat saja dapat dilakukan perceraian. Yang dapat melakukan
perceraian adalah pengetua adat dan kedua belah pihak serta pihak keluarga kedua belah
pihak. Sedangkan perceraian bagi masyarakat adat Batak Toba yang beragama Kristen
yang menjadi warga Negara Indonesia dapat melakukan perceraian sesuai dengan UU
Perkawinan yang walaupun di dalam Alkitab dikatakan tidak ada perceraian kecuali
karena kematian. Alasan perceraian dalam masyarakat Batak Toba yang beragama
Kristen dapat dilihat dari dua sisi, yaitu alasan perceraian masyarakat adat Batak Toba
menurut Adat Batak Toba, alasan perceraian masyarakat adat Batak Toba menurut
gugatan pengadilan negeri, yaitu harus sesuai dengan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan
untuk dapat dijadikan sebagai alasan mengajukan perceraian. Akibat hukum perceraian
dalam masyarakat hukum Batak Toba yang beragama Kristen dapat dilihat dari 3 (tiga)
sisi, yaitu: terhadap hubungan suami istri, terhadap orang tua/anak dan Terhadap harta
benda perkawinan. Adapun saran dalam tesis ini adalah dalam hal pengaturan mengenai
perceraian Pemerintah dan DPR dalam merubah atau merombak undang-undang yang
mengatur tentang perceraian lebih memperketat peraturan mengenai perceraian, agar
tidak dengan begitu mudahnya perceraian di Indonesia, hendaknya Pengetua Adat,
Pendeta, bahkan Pengadilan Negeri memberikan masukan-masukan kepada keluarga
muda yang bermasalah dalam rumah tangga agar tidak terjadi perceraian. Sebab alasan
apapun mengenai perceraian dalam masyarakat Batak Toba yang beragama Kristen tidak
dapat dilakukan kecuali dengan kematian dan hendaknya Pengetua Adat, Pendeta,
bahkan Pengadilan Negeri memberikan masukan-masukan mengenai hal akibat hukum
perceraian dalam masyarakat hukum Batak Toba yang beragama Kristen baik itu
mengenai hubungan persaudaraan, anak bahkan harta kekayaan yang timbul dalam
perkawinan
Bagi orang Batak Kristen perceraian adalah aib. Mungkin terdengarnya terlalu
ideal. Namun hal itulah yang diharapkan oleh setiap orang Batak Kristen, perceraian
adalah hal yang tabu dan sangat dihindari.
Bagi keluarga muda terkadang terjadi “riak-riak rumah tangga”, oleh karenanya
bila terjadi perselisihan antara suami dan istri, maka sangat pantang bila istri mengadu
Ch. Manihuruk
200
kepada orangtuanya atau keluarga pihak Hulahula. Bila ada hal yang dipandang diluar
batas yang wajar sehingga harus dinasehati maka sebaiknya istri menyampaikannya
kepada Tulang suaminya, sebaliknya juga demikian jika suami merasa bahwa ada
perilaku dari istri yang perlu mendapat nasehat maka adalah pantang besar bagi seorang
suami untuk melaporkannya kepada Hulahulanya (mertuanya). Adalah jauh lebih baik
jika dia menyampaikannya kepada Tulangnya (Tulang suami). Mengapa demikian ? Hal
itu adalah salah satu konsekuensi dari Tintin Marangkup (Tulang pangoli dan Parboru
telah sepakat bahwa meskipun bukan boru kandung dari Tulangnya mempelai pria maka
akan istri dari berenya tersebut akan diperlakukan seperti borunya sendiri. Bila ada
perselisihan maka Tulang dari suami terbeban untuk mendamaikan dan menghindari
adanya perceraian.
Ch. Manihuruk
201
orang yang diset mengurus rumah tangga. Ada yang menyebut istri sebagai paniaran,
suatu kata halus dari pemberi nikmat. Dalam hubungan dengan keluarga besar, istri
disebut boru ni raja,artinya putri raja (sesuai konsep dalihan na tolu). Ada lagi sebutan
ripe, yang artinya siap (ready) atau keluarga, dan yang bermakna bahwa istri adalah
orang yang mempersiapkan segala sesuatu.
Sebab perceraian. Kasus perceraian yang umum disebabkan oleh: (1) tidak punya anak,
dikemudian hari diketahui ternyata perkawinan mereka merupakan hal yang ditabukan,
misalnya ikatan marga, dan (3) dikemudian hari diketahui ternyata menjadi kacau
hubungan struktur keluarga (sursar partuturon).
Jarang terjadi perceraian dengan alasan tidak memberi nafkah sekian bulan, atau pisah
selama 2 tahun. Mereka (suami istri) umumnya konsekwen dengan ikatan perkawinan,
malahan malu jika diketahui orang lain bahwa mereka cekcok. Jika terjadi cekcok,
sepertinya pihak keluarga luas berhak intervensi. Mungkin ini juga yang mendorong
wanita Batak cenderung masuk pasar kerja, tidak mau hanya jadi pardijabu, paniaran,
atau boruni raja, seperti ibu-ibu tukang tambal ban, pedagang di pasar, meminjamkan
uang, dan sebagainya.
Istri Batak nampaknya sadar, bahwa jika suami kurang produktif maka istri bisa
membantu, malah menjadi pencari nafkah utama. Dulu terberitakan bahwa suami malah
nongkrong di kedai kopi, sementara istri ke sawah. Semoga sekarang tidak ada ceritera
begitu.
Kecantikan dan harta. Maka itu muncul kesan bahwa istri Batak tidak lagi
mementingkan “kecantikannya”, meskipun pada dasarnya boru Batak na uli-uli. Kata
mereka, “rupa si satongkin do i, arta nasinari do i”, artinya “wajah (cantik) itu hanya
sebentar dan harta itu bisa dicari.”
Batak cerai. Sekarang memang mungkin zaman edan, keluarga Batak cerai. Nenek
moyang orang Batak kelihatannya jarang cerai, tapi mereka menganut poligami. Adat
tradisi Batak bakal menghadapi era baru, bagaimana menangani perceraian cara Batak.
Memang hampir tidak pernah kita mendengar berita adanya penyelenggaraan upacara
adat batak untuk perceraian. Seorang pengamat, Togi Siahaan, mengatakan Batak tidak
memilih cerai jika ada masalah, tapi lebih memilih kawin lagi.
Konsekwensi cerai. Jika terjadi perceraian, maka tentunya ada konsekwensi dalam adat.
Mungkinkah logika diberlakukan. Misalnya, semua yang tahu bahwa mereka menikah
dulu harus tahu bahwa mereka kini sudah cerai. Semua ikatan harus dilepas. Jika dulu
ketika menikah ada tanda ikatan, maka semua harus kembali. Apakah sinamot kembali?
Adakah tata tertib yang akan jadi pegangan? Apakah ada aturan pembagian harta gono-
gini (angka ondeng)?
Hak asuh anak. Hak asuh anak pasca perceraian, dalam sistem paternalistik Batak,
nampaknya ayah yang paling berhak daripada ibu. Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan hak asuh anak dipertimbangkan secara adil, tidak berat sebelah, tapi
tetap tanggung jawab ayahnya menyangkut biaya kehidupan sehari-hari anak-anak.
Ch. Manihuruk
202
yang merupakan pemutusan terhadap hubungan perkawinan antara suami dan istri, yang
dimana si istri mengambil keputusan untuk menceraikan suaminya. Stereotip yang
kurang baik terhadap janda atau orang yang melakukan cerai sekarang ini kurang
berlaku, yang dulunya cerai itu dianggap aib, sekarang lambat laun itu sudah mengalami
perubahan. Banyak dalam masyarakat yang telah melakukan perceraian, memutuskan
tali perkawinan dengan perceraian. Perceraian dianggap solusi yang dapat mengakhiri
penderitaan, mengakhiri permasalahan, tekanan, dan lain-lain.
Tentu secara adat bukan perkara mudah bagi pihak keluarga suami ”paulak
parumaen” (mengembalikan menantu kepada besan). Hal inilah yang membuat
meskipun kenyataannya suami istri tidak lagi serumah (padao-dao) pihak suami tidak
mengembalikan istrinya kepada mertuanya.
Dalam praktek perceraian orang Batak Toba secara garis besar dibagi dua yakni Sirang
so Sirang dan Sirang. Dilihat dari peran Nalian Na Tolu biasanya sedapat mungkin tidak
akan terjadi perceraian, tetapi jika terpaksa biasanya jalan yang ditempu melalui tahapan
Sirang so Sirang, dengan harapan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, mereka
atau suami dan istri ini akan rujuk atau berbaikan kembali. Jika proses pertama ni gagal,
tidak dapat dipungkiri kedua belah pihak yang berseteru menempuh perpisahan atau
perceraian secara permanen.
1. Sirang so Sirang
Persepsi Tokoh Masyarakat Batak Terhadap “Sirang so Sirang” Seperti diketahui
bahwa perceraian dilarang didalam Agama Kristen dan tidak dianjurkan didalam Adat
Batak karena merupakan aib bagi sebuah Keluarga Batak dan hal ini dapat
menciptakan rasa kurang berharganya seseorang di tengah masyarakat adat. Inilah
yang menjadikan sebuah keluarga batak melakukan sirang so sirang.Karena memang
tidak diperbolehkan dalam Agama Kristen maupun Adat Batak.
Kalau pun harus bercerai proses perceraian sangat rumit karena istri adalah boruni
raja (Putri Raja) dan suami adalah Anakni raja (Anak Raja), maka segala tindak
tanduk harus juga Raja (ada etika dan sopan santun yang menunjukkan
kedudukannya) sehingga kalaupun harus bercerai (sirang) maka yang boleh
menggugat cerai hanyalah suami karena istrinya sudah “dialap” (dilamar dari
keluarga besar perempuan dan dinikahi dengan prosesi adat) maka bila terpaksa
bercerai haruslah di “paulak” (dikembalikan secara adat kepada keluarga besar
perempuan). Tapi kasus seperti ini sangat jarang terjadi, sangat jarang terjadi acara
adat paulak boru karena membutuhkan kesepakatan dari keluaraga besar kedua belah
pihak dan membutuhkan banyak biaya. Dan yang perlu diketahui walaupun seorang
perempuan sudah dipaulak dalam adat Batak, perempuan dan laki-laki tersebut masih
menjadi pasangan suami istri dalam pemberkatan di Gereja, karena tidak ada kata
perceraian dalam Gereja Kristen.kecuali, salah satu dari pasangan suami istri tersebut
meninggal dunia barulah suami atau istri yang masih hidup dapat menikah kembali
dengan orang lain melalui pemberkatan di Gereja tersebut, sehigga hal ini menjadikan
rumah tangga mereka dipersimpangan jalan atau Sirang so Sirang.
2. Perceraian
Ketika Sirang so Sirang (padao-dao) mala berdampak negatip bagi para pihak, atau
lebih baik berpisah daripada tidak ada kepastian rumah tangga dimaksud mungkin
Ch. Manihuruk
203
jalan terbaik adalah berpisah atau jika nekad ingin bercerai dan siap menanggung
resiko adat dan agama (Kristen) maka proses paulakhon (St. Sampe Sitorus/br
Sitanggang/A.Hitado Managam) sebagai berikut :
Borhat ma paranak rap dohot anakna dohot parumaenna i tu huta ni parboru
mamboan sipanganon. On ma naginoaran Paulak ULOS PANGOSE
Ia namargoar ulos pangose mangihuthon hatorangan ni angka natua-tua, songon on ma
pardalanna: Olo do na mardongan saripe marrongkap badan, ndang marrongkap tondi.
Lapatanna, ndang tubuan anak nasida ndang tubuan boru (ndang adong rindangna).
Di sada tingki gabe marsirang ma nasida sian dos ni roha nasida be. Di jolo ni raja,
sipaulahon ni paranak ma ulos sampetua (ulos hela goarna nuaeng on) najinalona
hian di tingki pesta unjuk tu parboru. Ima naginoaranna ulos pangose. Ai nunga mose
padan ala so marrongkap tondi. Dung mulak ulos pangose, i pe asa boi muli boru
napinasirangna i.
Najolo ninna natua-tua, molo marhamulian sada boru naung marsirang, molo ndang
mulak ulos sampetua, dietong nasida do anak natinubuhonna i gabe rindang ni
humuliaonna na parjolo. I do umbahen jolo disungkun halak borua i, naung sirang
manang naung dipagoi, ai padalan pago-pago do paranak dohot parboru tu raja molo
masa angka sisongon i.
Catatan penting:
Seorang perempuan selama belum “dipaulak” suaminya maka dia adalah istri sah,
memiliki hak dan kewajiban dikeluarga marga suaminya sepanjang hidupnya. Bila
sudah “dipaulak” maka terhitung hari tersebut hak dan kewajiban dik eluarga
marga suaminya berakhir dengan sendirinya.
Ch. Manihuruk
204
BAB XVI
MARGA-MARGA ORANG BATAK
A. Arti Pentingnya Marga Bagi Masyarakat Batak
Marga (marga) dalam masyaraktat Batak adalah nama persekutuan dari orang-
orang bersaudara, sedarah, seketurunan menurut garis bapak, yang mempunyai tanah
sebagai milik bersama di tanah asal atau tanah leluhur. Misalnya : Samuel Manihuruk,
Samuel adalah nama kecil atau nama pribadi, sedangkan Manihuruk nama warisan yang
telah diterimanya sejak ia masih dalam kandungan ibunya, yaitu nama kesatuan atau
persekutuan keluarga besar Manihuruk. Dasar pembentukan marga adalah keluarga,
yaitu suami, istri, dan putra-putri yang merupakan kesatuan yang akrab, yang menikmati
kehidupan bersama, yaitu kebahagiaan, kesukaran, pemilikan benda, serta pertanggung
jawaban kelanjutan hidup keturunan dalam masyarakat batak.
Silisilah (Tarombo) adalah kelebihan lain dari orang Batak. Tarombo adalah
pemikiran hebat dari para raja-raja Batak terdahulu. Mereka berpikir agar kelak anak
cucu dari keturunan-keturunannya tidak putus rantai persaudaraan dan dapat mengenal
serta mengetahui dengan baik dari mana mereka berasal yang diidentifikasikan melalui
marga-marga yang bersangkutan. Banyaknya jumlah marga dalam perjalanannya terus
bertambah, dan ada pula yang marga tertentu menghilang dari daftar marga-marga yang
Ch. Manihuruk
205
ada satu dan lain hal tidak satu lembaga adat atau instansi yang mencatat dan mengaudit
keberadaan marga dimaksud, dengan demikian jumlah marga yang sebenarnya sangat
tergantung dari nara sumber yang berasangkutan, seperti hal dafatar marga yang kami
dapat berikut.
Ch. Manihuruk
206
Bancin
Bakkara
Barimbing
15 Baruara (Tambunan)
Barutu (Situmorang)
Barutu (Sinaga)
Batuara (Nainggolan)
Batubara
Barasa
Barampu
Baringin
Beru (Kotacane)
Binjori
Bintang
Biru
Boangmanalu
Boliala
Bondar
Buaton
Bunuarea (Banuarea)
Bunjori
Butarbutar
Dajawab
Dalimunte
Damunte
Dasalak
Dapari
Daulae
Debataraja (Simamora)
Debataraja (Rambe)
Doloksaribu
Dongoran
Gajah
Gajadiri
Gajamanik
Garingging
Girsang
Gorat
Gultom
Gurning
Habeahan
Harahap
Harianja
Haro
Haroharo
Hasibuhan
Ch. Manihuruk
207
Hasugian
Hobun
Hubu
Hutabalian
Hutabarat
Hutajulu
Hutagalung
Hutagaol (Lontung)
Hutagaol (Sumba)
Hutahaean
Hutapea
Hutasoit
Hutasuhut
Hutatoruan
Hutauruk
Kasogihan
Kombi (Singkil)
Kudadiri
Lambe
Limbong
Lingga
Lubis
Lubis Hatonopan
Lubis Singasoro
Lumbanbatu
Lumbandolok
Lumbangaol (Marbun)
Lumbangaol (Tambunan)
Lumban Nahor (Situmorang)
Lumbanpande (Pandiangan)
Lumbanpea (Tambunan)
Lumbaraja
Lumban Siantar
Lumbantobing
Lumbantoruan (Siringoringo)
Lumbantoruan (Sihombing)
Lumbantungkup
Maha
Mahabunga
Maharaja
Malau
Maliam
Manalu (Toga Simamora)
Manalu-Rambe
Manalu (Boang)
Manik
Ch. Manihuruk
208
Manihuruk
Manurung
Marbun
Marbun Sehun
Mardosi
Marpaung
Martumpu
Mataniari
Matondang
Meha
Mekameka
Mismis
Mukur
Mungkur
Munhte
Nababan
Nabungke
Nadapdap
Nadeak
Nahampun
Nahulae
Naibaho
Naiborhu
Naimunte
Naipospos
Nainggolan
Napitu
Napitupulu
Nasution
Nasution Bototan
Nasution Loncat
Nasution Tangga Ambeng
Nasutian Simaranggintir
Nasution Manggis
Nasution Joring
Ommpu Manungkolangit
Padang (Situmorang)
Padang (Batanghari)
Pangaraji (Tambunan)
Pakpahan
Paman
Pandeuruk
Pandiangan-Lumbanpande
Pandingan Sitanggubang
Pandiangan Sirurangke
Panjaitan
Ch. Manihuruk
209
Pane
Pangaribuan
Panggabean
Papaga
Parapat
Pardabuan
Pardede
Pardosi
Pardosi (Siagian)
Parhusip
Pasaribu
Pase
Pasi
Pinayungan
Pinarik
Pinatubatu
Pohan
Porti
Pospos
Pulungan
Purba (Toga Simamora)
Purba (Rambe)
Pusuk
Rajagukguk
Rambe-Purba
Rambe-Manalu
Rambe-Debataraja
Rangkuti-Dano
Ranguti-Pane
Rea
Rimobunga
Ritonga
Rumahombar
Rumahorbo
Rumapea
Rumasingap
Rumasondi
Sagala
Sagala-Bungarea
Sagala-Hutabagas
Sagala-Hutauruk
Saing
Sambo
Sampun
Samosir
Sapa
Ch. Manihuruk
210
Sagagi (Samosir)
Saragih (Simalungun)
Saraan (Seraan)
Saruksuk
Sarumpaet
Seun (Sehuin)
Siadari
Siagian (Siregar)
Siagian (Tuan Dibangarna)
Siahaan (Nainggolan)
Siahaan (Tuan Somanimbul)
Siahaan Hanalang
Siahaan Balige
Siahaan Lumbangorat
Siahaan Tarabunga
Siahaan Sibuntuon
Siallagan
Siambaton
Sianipar
Sianturi
Sibangebenge
Sibarani
Siboro
Siborutorop
Sibuea
Siburian
Sidabalok
Sinabang
Sidebang
Sidabariba
Sinabariba
Sidabungke
Sidabutar
Sidabutar (Silahisabungan)
Sidapintu
Siadari
Sidauruk
Sijabat
Sigalingging
Sigiro
Sihaloho
Sihite
Sihombing
Sihotang
Sikedang
Siketang
Ch. Manihuruk
211
Sijabat
Silaban
Silaen
Silalahi
Silali
Sileang
Silitonga
Simaibang
Simalango
Simamora
Simandalahi
Simanjorang
Simanjuntak
Simangunsong
Simanullang
Simanungkalit
Simorangkir
Simare-mare
Simargolang
Simarmata
Simarsoit
Simatupang
Simbiring Meha
Simbiring -Meliala
Simbolon
Sinabang
Sinabariba
Sinaga
Sibagariang
Sinambela-Humbang
Sinambela Dairi
Sinamo
Singkapal
Sinurat
Sipahutar
Sipayung
Sipangkar
Sipangpang
Sipardabuan
Sirait
Sirandos
Siregar
Siringkiron
Sirumapea
Sirumasondi
Sitanggang
Ch. Manihuruk
212
Sitanggubang
Sitarihoran
Sitindaon
Sitinjak
Sitio
Sitohang Uruk
Sitohang Tangatonga
Sitohang Toruan
Sitompul
Sitordolok
Sitorus
Situmeang
Situmorang-Lumbanpande
Situmorang Suhutnihuta
Situmorang Siringoringo
Situmorang Sitohang Uruk
Situmorang Sitohang Tonga-Tonga
Situmorang Sitohang Toruan
Situngkir
Siturangke
Sobu
Solia
Solin
Sorganimusu
Sormin
Suhutnihuta Situmorang
Suhutnihuta Sinaga
Suhutnihuta Pandiangan
Sumba
Sumbayak
Sunge
Sungu
Tamba
Tambak
Tambunan Lumban Gaol
Tambunan Lumbanpea
Tambunan Pagaraji
Tambunan Sunge
Tampubolon
Tampubolon Barimbing
Tampubolon Silaen
Takkar
Tanjung
Tarihoran
Tendang
Tinanbunan
Ch. Manihuruk
213
Tinendung
Togatorop
Tomak
Torbandolok
Tumanggor
Turnip
Turutan
Tjapa (Capa)
Tjambo (Cambo)
Tjibero (Cibero)
Ujung Rimobunga
Ujung Saribu
KAROKARO:
Karokaro Barus
Karokaro Bukit
Karo-karo Gurusinga
Karokaro Jung
Karo-karo Kaloko
Karokaro Kacaribu
Karokaro Kesogihan
Karokaro Kataren
Karokaro Kodadiri
Karokaro Purba
Karokaro Sinuraya (sian raya)
Karokaro Sekali
Karokaro Sikemit
Karokaro Sinabulan
Karokaro Sinuaji
Karokaro Sinukaban
Karokaro Sinulingga
Karokaro Simura
Karokaro Sitepu
Karokaro Surbakti
TARIGAN
Tarigan Bandang
Tarigan Ganagana
Tarigan Gerneng
Tarigan Girsang
Tarigan Jampang
Tarigan Purba
Tarigan Silangit
Tarigan Tambak
Tarigan Tambun
Tarigan Tagur
Tarigan Tua
378 Tarigan Sibero
Ch. Manihuruk
214
PERANGINANGIN
Peranginangin Penyeberang
Peranginangin Bangun
Peranginangin Kabak
Peranginangin Kacibanu
Peranginangin Keliat
Peranginangin Laksa
Peranginangin Mano
Peranginangin Namohaji
Peranginangin Panggarun
Peranginangin Pencawan
Peranginangin Parbesi
Peranginangin Perasih
Peranginangin Pinem
Peranginangin Sinubayang
Peranginangin Singarimbun
Peranginangin Sinurat
Peranginangin Sukatende
Peranginangin Ulujandi
Peranginangin Uwir
GINTING
Ginting Ajar Tambun
Ginting Baho
Ginting Beras
Ginting Gurupatih
Ginting Jadibata
Ginting Jawak
Ginting Manik
Ginting Munte
Ginting Pase
Ginting Garamata
Ginting Saragih
Ginting Sinusingan
Ginting Sugihen
Ginting Sinisuka
Ginting Tumangger
Ginting Capa
SEMBIRING
Sembiring -Brahmana
Sembiring Bunuhaji
Sembiring Busuk (Pu)
Sembiring Depari
Sembiring Galuk
Sembiring Kinaya
Sembiring Keling
Sembiring Kelola
Ch. Manihuruk
215
Sembiring Kembaren
Sembiring Meliala
Sembiring Muham
Sembiring Pandebayang
Sembiring Pandia
Sembiring Pelawi
Sembiring Sinulaki
Sembiring Sinupayung
Sembiring Sinukapar
Sembiring Takang
Sembiring Solia
MARGA SILEBAN MASUK TU BATAK
SINAGA
Sinaga Nadihayanghotoran
Sinaga Nadihayangbodat
Sinaga Sidabariba
Sinaga Sidagurgur
Sinaga Sidahapintu
Sinaga Sidahasuhut
Sinaga Siallagan
Sinaga Porti
DAMANIK
Damanik Ambarita
Damanik Bariba
Damanik Gurning
Damanik Malau
Damanik Tomok
SARAGI
Saragih Jawak
Saragih Damunte
Saragih Darsalak
Saragih Garingging
Saragih Simarmata
Saragih Sitanggang
Saragih Sumbayak
Saragih Turnip
PURBA
Purba Bawang
Purba Dagambir
Purba Dasuha
Purba Girsang
Purba Pakpak
Purba Siidadolok
Purba Tambak
HALAK SILEBAN NA MASUK TU MARGA NI
BATAK 461. Barat ( Sian Hutabarat )
Ch. Manihuruk
216
Ch. Manihuruk
217
Bancin
Banuarea/Banurea
Berampu/Brampu
Barasa/Brasa
Baringin/Bringin
Beruh (Kutacane)
Biru
Boangmanalu
Capah
Dajawak
Dalimunthe
Damunthe
Dasalak
Gajah
Ginting Beras
Ginting Bukit
Ginting Capa
Ginting Garamata
Ch. Manihuruk
218
Ch. Manihuruk
219
Simarmata
Simbolon Altong Nabegu
Simbolon Hapotan
Simbolon Juara Bulan
Simbolon Pande Sahata
Simbolon Panihai
Simbolon Suhut Nihuta
Simbolon Tuan
Simbolon Sirimbang
Sitanggang Bau
Sitanggang Gusar
Sitanggang Lipan
Sitanggang Silo
Sitanggang Upar Parangin Nawalu
Sitio
Sumbayak
Tamba
Tendang
Tinambunan/Tinambunen
Tumanggor/Tumangger
Turnip
Turutan/Turuten.
Parna Cibinong pemilihan Ketua Umum dari banyak marga candidat 2019 :
Sidabutar, Manihuruk, Sidauruk, Munthe dan Tumanggor
Ch. Manihuruk
220
XVII
BEBERAPA MACAM PEMBERIAN UANG DALAM
PESTA ADAT BATAK TOBA
1. Batu ni sulang
Batu ni sulang adalah sejumlah uang yang diterima suhut parboru di acara pesta
pangadati, jadi namanya bukan lagi sinamot. Ketika bere manulangi tulang, amplop
yang diberi bere (orang tuanya) kepada tulang, disebut juga namanya batu ni sulang
2. Domu-domu
Uang yang diterima seseorang dengan nama domu-domu (komisi) adalah sebagai
saksi dan berperan melancarkan transaksi jual beli brang/ternak
3. Jambar di alaman
Di Jakarta lebih dikenal dengn sebutan pinggan panganan. Adalah amplop yang
diterima oleh semua undangan parboru, di luar yang sudah menerima panandaion.
Uang tersebut hakekatnya adalah dari paranak, namun teknisnya parborulah yang
menyisihkan dari uang sinamot yang diterimanya.
4. Ingot-ingot
Ingot-ingot adalah uang yang diterima semua yang hadir di acara marhata sinamot.
Dari paranak yang dibagikan ke parboru dan sebaliknya dari parboru yang dibagikan
ke paranak
5. Pago-pago
Menerima uang pago-pago adalah saksi di acara mangampu anak/boru, perceraian
secara adat, pengalihan hak tanah warga kepada seseorang
6. Pasituak natonggi
Apabila suhut menerima batu sulang seperti di acara manulangi tulang, manuruk-
nuruk, pasahat ulos mula gabe, dan paebaton anak buha baju maka rombongannya
ikut juga menerima amplop berisi uang.
7. Piso
Piso ada kalanya disebut piso na ganjang, di bonapasogit kadang diberi berupa ternak
ada juga sudah berupa uang. Bergantung kesepakatan hula-hula penerima dengan
boru sipemberi. Hula-hula si penerima piso ini adalah singbungka hombung dari
seseorang yang meninggal sari matua atau saur matua dan dikubur di tambak na
timbo atau patu na pir
8. Piso-piso
Piso-piso adalah amplop berisi uang yang diterima hula-hula pemberi ulos di acara
adat kematian seseorang ama/ina yang sudah sari matua atau saur matua. Bila hula-
Ch. Manihuruk
221
hula pemberi ulos saput menerima piso na ganjang, hula-hula lainya yang memberi
ulos akan menerima piso-piso
Sinamot adalah uang mahar, uang yang diberikan keluarga penganten ria kepada
keluarga pengantin wanita
Silua bawaan berupa oleh-oleh (berupa benda atau uang) ketika berknjung ke rumah
seseorang atau sumbangan
Situak na tonggi uang yang diberikan pihak boru kepada hula-hulanya yang maksudnya
untuk membeli tuak manis
Tin-tin Marangkup adalah perolehan berupa uang yang diterima oleh tulang pengantin
pria pada acara pesta perkawinan. Uang tersebut berasal dari ayah si pengantin pria,
diserahkankepa orangtua pengantin wanita dan menambahnya separo dari yang
diterima dari ayah si pengantin pria, kemudian diserahkan bersama-sama ke tulang
pengantin pria.
Ch. Manihuruk
222
BAGIAN XVIII
BUNGA RAMPAI ADAT ISTIADAT BATAK TOBA
Ch. Manihuruk
223
kota besar dimana waktu kerja sangat terjadwal, maka tidak banyak waktu berlama-lama
dalam acara adat. Apalagi kedua pengantin sudah tidak terbiasa lagi mengikuti adat yang
memakan waktu cukup lama. Pada umumnya yang sudah lahir di kota mengeluh dengan
lamanya waktu adat perkawinan. Kita bayangkan pengantin bangun pukul 05.00 WIB
pagi dan masih dinasehati di rumah sampai pukul 22.00 WIB tanpa istirahat.
Sebaiknya waktu bisa dipersingkat sesimpel mungkin, yang penting syarat adat
"suhi ampang na opat" dilaksanakan sudah dapat disebut adat na gok dan makna adat itu
tidak hilang. Jadi prinsip adat kecil atau adat besar bisa berlangsung (adat do na gelleng,
adat do na balga). Untuk apa acara perkawinan mewah, tapi ke depannya menjadi
kesulitan. Jadi, yang penting maknanya tidak hilang.
Selain itu, bagi orang Batak, pernikahan sebenarnya diatur oleh tiga hukum,
Hukum Positif (UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan), Hukum Agama dan
Hukum Adat. Mana yang dominan, sebenarnya yang dominan Hukum Agama (khusus
Kristen) karena agama Kristen tidak mengenal perceraian kalau bukan karena
perzinahan. Artinya hukum Negara dan Adat, bisa menyesuaikan khususnya adat.
Sedangkan Hukum Negara tidak jadi masalah karena tidak memerlukan biaya
besar. Jadi kembali ke adat yang membuat pernikahan ini sulit bagi sebagaian orang.
Harus ada jalan keluar dengan mempersingkat waktu tetapi maknanya tidak hilang. Perlu
penyederhanaan adat itu sendiri.
Rustika,SH mengatakan saya melihatnya kedua pihak perlu komitmen akan makna
pernikahan itu sendiri, pernikahan sebagai amanat Tuhan. Maka jika faktor uang yang
signifikan seperti besarnya sinamot, pesta yang butuh biaya besar, ada yang menikah di
gereja kharismatik. Jadi, perlu penyederhanaan biaya.
Rosmawati br Siregar berpendapat menikah dengan pemuda Kristen dari suku lain
yaitu NTT. Itu pilihan terbaik, karena sempat pihak keluarga orang batak yang semula
melamarnya, ada keberatan keluarga akibat dia tidak punya saudara laki-laki (yang
hidup), tidak ada tulang nantinya. Ini hambatan keluarga, nantinya dianggap tidak
"sangap". Akhirnya, keputusan diambil, dengan calon lainnya dari NTT dengan
memberikan marga Rajagukguk. Semua bisa berjalan lancar dan kebahagiaan juga
mereka dapatkan.
Toni Limbong menyebutkan adat, adalah kesepakatan kedua pihak. Yang penting
adalah kesepakatan kedua calon mempelai, yang sudah mencintai. Bila tidak sepakat,
ada sarana adat, sulang-sulang pahompu. Guna mewadahi kepentingan pemuda, perlu
dipikirkan Gereja membuat ruang kecil yang bisa dilangsungkan pernikahan orang batak
dalam skala kecil. Sehingga biaya gedung bisa menolong jemaatnya yang punya
keterbatasan.
Obet Hutabarat berpendapat saya sebagai orang batak terdorong untuk mengetahui
lebih banyak lagi soal adat batak. Topik ini sedikit banyak saya dengar dan setuju
dicarikan solusi agar jangan terhambat pelaksanaan pernikahan yang sudah saling
mencintai hanya gara gara besar biaya, jadi batal.
Julious Pasaribu, SH mengatakan adat namenek, adat na balga. Pengalaman pribadi
yang mengambil boru dari Toraja, merasakan faktor kesulitan mengikuti adat di
kalangan orang batak saat itu. Walau sekarang, ternyata adat Toraja juga tidak kurang
murahnya, tetap saja punya adat yang memerlukan dana yang tidak sedikit. Jadi, dana
yang besar, karena tuntutan adat istiadat setempat.
Johannes Situmorang, memandang bahwa soal dana ini adalah urusan orang tua.
Ch. Manihuruk
224
Justru yang menjadi masalah saat ini bagi orang batak adalah kecocokan pria dan wanita.
Banyak anak muda batak yang sulit menentukan pilihannya. Keterbukaan sangat kurang,
saling menunggu sehingga banyak anak muda usianya diatas 30 tahun baru menikah.
Namun sepakat agar anak muda perlu keberanian dan komitmen bersama dalam
melangsungkan pernikahan.
Delly br Sinaga berharap ada kompromoni kedua pihak saling menerima jika ada
yang punya kendala. Jangan sampai gagal karena adanya kendala dana sedangkan
keduanya sudah saling mengasihi.
Ch. Manihuruk
225
besar. Sehingga bisa dibilang ini jadi momok yang cukup menakutkan bagi
pasangan anak muda Batak di zaman sekarang. Banyak keluhan-keluhan terkait
harga Sinamot yang begitu tinggi, sampai-sampai banyak komentar di media sosial
yang meminta harga Sinamot diturunkan. Terlebih diwilayah perkotaan disamping
harus persekot gedung pesta antri satu tahunan, dan biaya sewanya sangat mahal
antara Rp 35 juta sampai Rp 100juta hal ini terjadi karena adat batak terkait
dengan tudu-tudu sipanganon, tidak banyak gedung pertemuan yang menerima
pesta adat Batak Toba dan melibatkan banyak orang. Demikian juga biaya
konsumsi di perkotaan saat ini antara Rp 40.000 sampai dengan Rp 100.000
perporsi, dan juga harus menyiapkan makanan nasional yang harganya tentu lebih
tinggi dari makanan tradisional.
Biaya perkawinan diperkotaan saat ini dapat menghambat minat para pemuda
Batak melamar perempuan Batak, seperti kita ketahui sebagian besar pemuda kita
adalah perantau dan mungkin juga masih baru lulus kuliah dan belum punya
pekerjaan yang mumpuni, ini merupakan hambatan yang menjadi perhatian kita
semua, saran yang paling mungkin adalah menganjurkan pesta di laksanakan di
bonapasogit, disamping dikerjakan secara gotong royong karena dikampung
sendiri bisa buka pagelaran dihalaman dengan menggunakan tenda dan biaya
konsumsi yang relatif lebih murah ketimbang diperkotaan.
Pada dasarnya Sinamot itu sendiri adalah wujud “penghormatan” orangtua dan
(calon) pengantin pria kepada pihak orangtua perempuan karena putri mereka akan
dijadikan istri, menantu, dan ibu bagi keluarga marga lain, dimana secara sadar
atau tidak sadar kita membicarakan besarnya sinamot seperti barang dagangan
yang dipatok parboru misalnya jika tamatan SMU sebesar Rp 15juta, tamatan D3
sebesar Rp 20juta, tamatan S1 sebesar Rp 30juta dan S2 Rp 50juta. Apalagi bila
tingkat pendidikan ditambahkan lagi sudah bekerja mau berapa besar lagi
sinamotnya tentu hal ini juga berdampak negatif bagi para pria demikian juga bagi
mereka yang punya putri khususnya.
Ch. Manihuruk
226
adalah di hari Sabtu atau libur. Hampir semua hari Sabtu dan libur di Jakarta ini
misalnya, sudah ditandai untuk pelaksanaan acara adat. Termasuk 17 Agustus,
segera setelah upacara bendera di kantor-kantor !!! Orang tua tersita waktunya dari
memanfaatkan hari libur – quality of time – dengan anak-anaknya. Penganten yang
duduk seharian, khususnya wanita memakai pakaian kebaya kain ketat, menahan
kencing, mulai dari jam 5 pagi sibuha-buhai, pemberkatan pagi hari, usai pesta jam
7 malam, dan bahkan hingga jam 9 malam (karena seusai pesta di gedung masih
dilanjut dengan acara manjalo parumaen di rumah orang tua pengantin pria). I tell
you, ini tidak sehat. Kwalitas bibit yang dihasilkan (kalau sekiranya sepulang
handai taulan kedua mempelai melaksanakan ritual panggilan alam hubungan
suami isteri) pun sudah exhausted. Lemah.
Hasuhuton, juga akan tersandera duduk seharian atau hingga tiba giliran
pasahat ulos. Begitu ulos telah disampaikan (biasanya diawali dengan mandok
hata nauli na denggan, nasehat dan seterusnya), yang bisa berlangsung sampai
sepuluh menit, akan dilanjutkan dengan rombongan yang baris berbaris, berjoget
ria diiringi musik maumere, goyang melayu, boru batak, despacito, sekedar
menyampaikan ulos kepada kedua pengantin. Yang manguloasi masih berdiri di
depan, namun ulos itu segera diturunkan petugas boru, dilipat dan disimpan di
goni di belakang pengantin, untuk ditimpa dengan giliran yang mangulosi lainnya.
Saya tidak habis pikir dan agak gagal paham. Inikah yang dimaksudkan dengan
pasahat ulos ? Inikah kesakralan adat batak yang dicoba pertahankan itu ?
Namun demikian tentunya sangat menyita tenaga bukan. Namun demikian
pelaksanaan pernikahan sekarang ini dapat disimpulkan telah terjadi penyingkatan
waktu jika dibandingkan pelaksanaan adat pada zaman dahulu kala, misalnya ada
hari untuk maningkir tangga dan hari lainnya paulak une, saat ini disingkat
menjadi ulaon sadari.
Terasa sangat lama jika kita bandingkan dengan resepsi perkawinan para
tetangga disekitar kita demikian juga saudara kita masyarakat Jawa dan Betawi
biasanya cuma dilangsungkan selama kurang lebih 2 jam, tamu-tamu bersalaman
dengan mempelai, foto bareng, menyantap makanan prasmanan, lalu pulang.
begitulah tamu datang silih berganti. Sementara, pesta perkawinan adat Batak
Toba terasa lebih lama dan rumit, karena sebagian besar prosesi adat dilakukan
pada satu waktu. Beda dengan adat Jawa yang prosesi seserahan, siraman, dan
resepsinya dilangsungkan pada waktu yang berbeda.
Dalam bukunya ‘Perwakinan Adat Dalihan Natolu’, (Drs Richard Sinaga)
memaparkan 11 cara mempersingkat waktu sehingga pesta di gedung bisa
dilaksanakan cukup dengan waktu 3,5 jam atau separuh waktu biasa merupakan
masukan yang sangat berharga yakni :
1). Paling Lambat Pukul 12.00 Pengantin Masuk ke Pelaminan
2). Parboru Tidak Perlu Disambut Khusus oleh Paranak Saat Masuk Gedung
3). Hula-hula yang Disambut Masuk Gedung Dibatasi
4). Tidak Menentukan Raja Parhata di Gedung
5). Tidak Ada Pemberian Tumpak Khusus
7). Bicara Efektif (to the point)
8). Panandaion Paling Banyak 8 Penerima
9). Ulos Na Marhadohoan Tidak Lebih dari 17 ulos
Ch. Manihuruk
227
Pro dan Kontra menurut penulis kenapa dalam prateknya belangsung cukup lama
memang disengaja supaya dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan para pihak
terkait yang terlibat langsung di pesta tersebut. Para tamu dapat dikategorikan menjadi
2 kelompok besar adalah mereka yang usinya rata-rata 50 tahun keatas yang pada
umumnya sudah pensiun yang menginginkan waktu berlama-lama karena tujuan
kepesta sambil menikmati suguhan musik hiburan gratis juga menyaksikan berbalas
pantun para pihak, sekalian reunian sesama alamamater (satu listing) mereka dan pada
umumnya perekonomian mereka sudah mapan atau paling tidak
mereka mandapatkan uang pensiunan bulanan. Bedahalnya dengan para pihak
yang berusia dibawa 50 tahun meskipun waktu pesta umumnya sabtu libur,
mereka merasa pelaksanaan pesta lambat dan ingin pesta segera berakhir karena
masih ada urusan bisnis dan keperluan mengurus anak-anak dirumah dan kepeluan
lainnya, termasuk didalamnya kemacetan yang terjadi di jalan raya.
Ch. Manihuruk
228
Ch. Manihuruk
229
Ch. Manihuruk
230
parhata, ingot-ingot kepada situan na torop. Pertanyaannya, untuk apa semewah itu
untuk kegiatan hanya pasada tahi ?. Kenapa harus memotong hewan lomok-
lomok, menyediakan minuman botol (hard and soft drink), melewati beberapa
tahapan pada hari yang berbeda. Belum lagi kerugian waktu, ongkos transportasi
serta hilangnya quality of time dengan anak-anak.
Kemudian, ketika hari H telah tiba, akan diadakan pesta unjuk. Menyewa gedung,
mempersiapkan makanan dan minuman, dan mengundang seluruh unsur keluarga,
keluarga dari keluarga, duduk diam seharian, hanya untuk mendengar beberapa
orang bersahut-sahutan bertukar kata dan pantun, mengulang pembicaraan yang
sudah matang pada waktu marhusip.
Pesta adat Batak Toba yang sulit dihindari adalah pesta adat kematian bagi
orang tua yang sudah saur matua apalagi maulibulung. Disamping berbagai biaya
yang besar sebagaimana diuraikan sebelumnya pada pesta adat kematian,
pelaksanaan pesta kematian ini disamping menghadirkan banyak pihak juga
pelaksanaannya berhari-hari (ada yang sampai 1 minggu) sehingga secara ekonomi
keluarga yang berduka terbebeni biaya yang mahal, jika kita badingkan dengan
agama atau suku tertentu, masalah kematian sangat peraktis dan tidak melelahkan
serta dilakukan penguburan cukup dengan acara ritual keagamaan dan dalam
jangka waktu tak kurang 1 hari prosesi penguburan telah selesai dengan baik,
bukankan yang diperlukan adalah doa dari para sanak keluarga dan
Pastor/Pendeta/Penatua dan pengurus gereja.
Ch. Manihuruk
231
di atas 4 jam berbahaya untuk kesehatan. Belum lagi makan daging yang penuh
kolesterol, ditambah bir dan asap rokok.
Pada hal, lingkungan pergaulan di perkotaan sudah berubah. Lingkungan sosial
kita sudah berbeda. Selain menghadiri pesta unjuk, ada banyak relasi, kenalan,
teman lintas profesi yang juga berpesta di hari Sabtu/libur. Kita terkadang tidak
dapat menghadiri undangan rekan lain suku, hanya karena tertawan dengan
menghadiri adat kerabat sendiri, tanpa peran yang penting. Just parsidohot. Kawan
dan kenalan kita dari suku-suku lain juga punya adat masing-masing. Tetapi
mereka telah cukup cerdas dan adaptif dengan kemajuan zaman. Mereka dapat
memisahkan ritual adat dengan pesta/ resepsi.
Untuk memperbaiki hal hal di atas, saya mengajukan dua gagasan, yang satu
revolusioner, yang satu lagi evolusioner.
Pertama, adalah memisahkan pemenuhan prosesi adat dari acara gereja/ agama,
dan pesta.
Untuk prosesi adat, agar dikembalikan ke substansinya saja. Tidak perlu itu
marhori-hori dinding, patua hata, marhusip dan martonggo raja melibatkan non
hasuhuton utama. Sesungguhnya, acara ini pada zaman dahulu diadakan, adalah
karena teknologi informasi belum ada, sehingga perlu pasada tahi, agar tidak ada yang
bentrok acara yang sahasuhuton. Sekarang sudah ada WA, twitter, FB dan Email. Itu
harus dimanfaatkan. Pasahat sinamot, manggarar adat na gok, cukup dilaksanakan
kedua hasuhuton utama, beserta unsur dalihan natolu derajat pertama. Seluruh acara
ini, dapat dilaksanakan secara intern. Ini akan agak mirip dengan acara lamaran,
midodareni dan siraman pada rekan kita dari suku Jawa misalnya.
Acara pemberkatan gereja dan catatan sipil cukup dilakukan secara internal
saja. Agak mirip dengan yang dilakukan rekan kita pada saat pelaksanaan akad.
Keluarga inti terdekat saja. Saya mau sedikit bahas hal martumpol dan tingting
parjolo maupun tingting paduahon. Esensi martumpol adalah menyatakan kepada
umum bahwa dua sejoli telah mengikat janji akan masuk ke jenjang pernikahan.
Silakan kalau ada yang belum beres dengan pihak ketiga agar diselesaikan.
Kemudian diumumkan (ditingtinghon) seusai ibadah gereja di dua hari minggu
berturut-turut. Saya kira ini bukan doktrin gereja yang bersifat umum. Buktinya,
model ini hanya ada pada beberapa aliran gereja di Indonesia. Denominasi aliran
gereja yang sama di Eropah misalnya tidak mengenal martumpol dan tingting
parjolo paduahon. Pada zaman modern ini, tahapan ini sudah tidak relevan. Kata
orang bahwa pacaran saja sudah diumumkan dan diupload di medsos. Selain itu,
juga pemborosan. Umumnya, beda pakaian pengantin untuk martumpol, beda
untuk tarpasu-pasu. Pada hal hanya untuk satu kali pakai. Kenapa tidak menyewa
saja, kalau harus pingin tampil beda ?.
Melibatkan banyak orang dalam adat Batak Toba ya benar dan amin, namun
bukan berarti juga semua orang, atau termasuk anak-anak bahkan pemuda (kecuali
untuk acara khusus naposo bulung) dilibatkan dalam acara adat formil, hal
mengingatkan kita seperti kejadian yang baru-baru ini viral di media sosial dimana
dalam suatu pesta unjuk seorang boca yang cerdas pintar, jenius menyampaikan
umpasa dengan baik bahkan mangulosi penganten baru menggantian orang tuanya
sebagai tulang atau hula-hula, sesuatu yang tidak pantas dan banyak orang berreaksi
keras itu pantang atau tidak boleh. Dalam kasus ini memang banyak juga orang
Ch. Manihuruk
232
terhibur dan kagum kepada boca dimaksud, anak-anak kita seperti anak ini perlu
dilestarikan dan didukung, benar sekali, tetapi tempat dan waktunya tentunya
bukan pada saat pesta unjuk yang formil, tetapi dicarikan panggunggnya
tersendiri, mungkin dalam kontes atau perlombaan tertentu dengan mendapatkan
hadiah bahkan sertifikat sekali bahwa dia menjadi parsinabung yang hebat dan
handal, tetapi apapun alasannya anak-anak ini tidak boleh menggantikan peran
orang tuanya dalam acara adat Batak Toba yang formil.
7. Kawin Lari
Nah, dalam tatanan adat Batak Toba resikonya adalah tidak dapat menerima
adat penuh seperti pasangan yang sudah melangsungkan adat pernikahan penuh.
Dan yang paling menyedihkan kedua mempelai tidak akan dianggap dalam tatanan
adat batak, apalagi pasangan itu sudah tua, memiliki anak laki-laki dan perempuan
serta sudah punya cucu.
Misalnya saja ketika pasangan kawin lari (mangalua) memiliki anak yang
akan melangsungkan pernikahan dengan adat Batak akan terancam batal jika
orangtua mereka tidak membayar adat pernikahan. Jika salah satu pasangan
mangalua maka perlakuan adat tidak akan berjalan.
Umumnya keluarga pihak perempuan sangat menyasali tindakan mangalua
ini, karena pihak laki-laki telah mengambil anak perempuan mereka tanpa ijin.
Tindakan pihak laki-laki itu diaggap telah mencorengkan arang di muka keluarga
perempuan. Seharusnya sebagai hula-hula kedudukan mereka merupakan yang
tertinggi dalam struktur dalihan na tolu dan harus dijunjung tinggi serta struktur
dalihan na tolu harus dijunjung tinggi oleh pihak laki-laki.
Biasanya si perempuan tidak akan mau berlama-lama dalam status kawin lari
(mangalua) ini (dalam situasi belum diadatkan atau mangadati), karena perkawinan ini
belum kuat adanya, sehinga kalaupun dia diceraikan tidak akan ada pihak yang
dapat mempertahankanya atau menanggungjawabnya.
Supaya mereka diakui sebagai keluarga yang utuh solusinya kesempatan
pertama mereka harus melakukan Manuruk-nuruk, meskipun bukan adat lengkap
tetapi setelah proses Manuruk-nuruk ini suami istri baru dapat mengunjungi
keluarga besar orang tua si perempuan, bila tiba waktunya mereka sudah punya
anak dan ekonomi sudah memadai mereka dapat melaksanakan adat penuh atau
disebut sulang-sulang pahompu. Dalam prakteknya di lapangan dalam pesta
Manuruk-nuruk itu juga berjalan dalian na tolu dan melibatkan banyak orang
sehingga diperlukan dana yang cukup besar baru bisa menjalankan acara ini,
tentunya karena aturan ini menyulitkan para pihak untuk menjalankan niat baik
mereka melakukan pernikahan sesuai dengan aturan adat.
8. Pemberian Marga
Secara prinsip (dan dalam praktek), setidaknya ada tiga cara menyematkan marga
ke nama seseorang. Pertama, berdasarkan keturunan yang berasal dari marga Ayah.
Karena Adat Istiadat Batak/Mandailing menggunakan sistem patrilineal, maka
seorang anak mewarisi marga dari ayahnya. Misalnya, seorang anak otomatis
bermarga Manihuruk bila ayahnya juga bermarga Manihuruk. Kedua, pemberian
marga karena perkawinan. Misalnya, seorang laki-laki Batak Toba Marga Sinaga
Ch. Manihuruk
233
menikah dengan perempuan dari suku atau bangsa lain, begitu juga sebaliknya,
maka pasangannya bisa juga diberikan marga. Biasanya, apabila si perempuan
berasal dari suku/bangsa non-Batak Toba, maka marga yang diberikan kepada si
perempuan itu adalah marga ibunda (calon) suaminya.
Sedangkan apabila laki-laki yang berasal dari suku/bangsa non Batak maka
diberikan marga “anak boru” dari pasangan wanita Batak itu. Walaupun orang
Batak menganut garis keturunan patrilineal pemberian marga kepada pasangan
laki-laki non Batak tidak lagi dipersoalkan orang (Horja Adat istilah Dalian Natolu
1993) Ketiga, penabalan marga kepada toko-toko yang dianggap berjasa bagi
masyarakat Batak/Mandailing. Beberapa tokoh yang diberikan marga tercatat
dalam Buku Horja Istiadat Dalian Na Tolu diantannya Prof Hazarin, dan Siti
Hardiyanti Rukmana yang diberikan marga Harahap serta mantan menteri
Kebudayaan Daud Jusuf yang diberikan marga Nasution.
Namun perlu diketahui bahwa pencantuman atau panabalan marga dalam
perkawinan dan panabalan kepada tokoh-tokoh itu tidak bisa dilakukan
sembarangan. Proses pemberian dan panabalan marga kepada orang-orang non
Batak/Mandailing itu harus dilakukan pada suatu sidang dengan mengacu kepada
ketentuan-ketentuan dan syarat dalam adat istiadat Dalian Na Tolu
Banyak orang mempertanyakan manfaat apa sih yang kita peroleh jika seseorang
kita berikan marga kita kepada mereka?. Secara ekonomis mungkin tidak ada
pengaruhnya bagi marga yang memberikan marga tersebut, namun secara pisikologis
tentunya paling tidak yang bersangkutan merasa senang dan ada memori bahwa
mereka adalah bagian dari marga dimaksud, apabila mereka berada disuatu komunitas
jika berbincang tentang masyarakat Batak Toba pejabat yang mendapat marga tadi
bisa bercerita panjang lebar tentang marga yang diterimanya tentunya ini juga
merupakan kebanggaan atau kehormatan juga pada keluarga besar yang
memberi marga dimaksud. Yang menjadi perhatian kita, adalah mereka yang
diberikan marga harus memelalui seleksi yang ketat, dan orang-orang yang
kredibilitasnya baik dan dipastikan yang bersangkutan tidak akan membuat
pemakaian marga tersebut mencemarkan nama baik marga yang diterimanya.
9. Ulos
Di masa lampau bagi masyarakat Batak, ulos dibuat untuk pakaian (baju)
sehari-hari dan untuk maksud lain. Juga dibuat kain adat untuk tujuan kegiatan
resmi masyarakat Batak dan adat Batak. Namun demikian dengan berkembangnya
zaman dan kemajuan teknologi sandang, penggunaan ulos sebagai baju sehari-hari
tidak lazim lagi, tetapi sebagai kain adat tidak berubah.
Ch. Manihuruk
234
a. Acara suku cita ulos diselendangkan di atas bahu sebelah kanan pemakai ulos
dimaksud
b. Acara duka cita ulos diselendangkan diatas bahu sebelah kiri pemakai ulos
dimaksud
Ch. Manihuruk
236
Dalam prakteknya banyak sekali mereka termasuk juga mereka yang sudah
termasuk yang dituakan bahkan menjadi parsinabung, termasuk kelaurga besar
yang berdukacita lalai dalam hal pemakaian ulos khususnya pada acara dukacita
mereka menyematkan atau memakaikan ulos disebelah kanan, padahal sesuai
aturan adat jika berdukacita pemakaian ulos disebelah kiri.
Menurut pandangan penulis makna pemakaian ulos berduka bahu sebelah kiri
melambangkan rasa duka yang mendalam termasuk juga dalam acara kematian yang
saur matua, meskipun memang dapat diperdebatkan bahwa saur matua
dimaksud sudah tidak ada duka tetapi suka cita. Kami tetap menyatakan sepantasnya
tetap memakai ulos di bahu kiri terutama keluarga utama (hasuhuton) yang beduka,
hal ini agar tidak pernah terjadi lagi beberapa waktu yang lalu sangat viral di media
sosial tentang kritik orang banyak dimana dalam satu pesta saur matua semua orang
berjoget ria, mulai dari lagu sayur kol, maumere, anak medan sampai dengan lagu
opera jamila, sementara sang jenazah ditinggal sendirian kaku di dalam peti tidak
ada yang menungguinya, hal ini tentunya tidak pantas dan orang barat yang modern
sekali pun tidak akan melakukan itu.
Ch. Manihuruk
237
Ch. Manihuruk
238
Gondang Sabangunan bisanya dilakukan pada saat Pesta Raya dan Kematian
orang tua saur matua dan keluarganya mampu mengadakan Pesta Raya dimaksud.
Banyak sekali orang Batak ketika hidupnya sukses di perantaun jarang pulang
kampung, tetapi ketika meninggal dunia diminta untuk dikuburkan di kampung
halaman. Oleh masyarakat setempat dipaksakan Gondang Sabangunan,
maksudnya baik, tetapi persoalan yang kerap kali terjadi bahwa, sebagian besar
mereka yang berdominisi di perantauan belum tentu kaya dan keluarganya mampu
membiayai acara dimaksud, akhir setelah selesai acara pemakaman keluarga yang
ditinggalkan harus menyelesaikan berbagai biaya atau utang yang harus dibayar
lunas, padahal diantara mereka keluarga yang pulang kampung tersebut sudah
mengeluarkan banyak biaya pesawat untuk pulang kampung.
Ch. Manihuruk
239
Ch. Manihuruk
240
dipenuhi ialah tiap istri diberi rumah dan sawah tersendiri untuk bisa hidup berdiri
sendiri secara ekonomis. Tidak diperbolehkan oleh masyarakat adat Batak dua istri
atau lebih dibawa satu atap, sebab perkelahian yang tak kunjung padam akibatnya.
Walapun poligami diperbolehkan oleh adat, tetapi hanya sedikit penghuni desa
yang melakukannya.
Perceraian menjadi pelik dalam masyarakat Batak, sebab ada hukum adat yang
berbunyi Dialap sian jolo ni raja, dipaulak tu jolo ni raja, artinya diresmikan
perkawinananya di hadapan para pengetua adat jadi kalau cerai harus diresmikan pula
oleh para pengetua adat. Kalau perkawinan itu menghasilkan anak maka segala usaha
dilakukan oleh masyarakat adat untuk mencega perceraian demi kepentingan
keturunan tersebut, sebab biar bagaimanapun anak-anak akan menjadi korban
perceraian orang tuanya. Kadang-kadang si istri disuruh pulang dulu ke rumah
orang tuanya untuk diajarin atau dibina, kalau memang ada alasan yang kuat untuk
itu. Biasanya sebelum dilangsungkan upacara percerian suami istri itu pisah tidak
serumkah (pado-dao) supaya dapat perceraian haruslah terlebih dahulu mardalan
pago-pago sirang, artinya harus dibagi-bagikan uang saksi kepada para pengetua
adat dalian na tolu yang hadir sebagai acara penutup dalam suatu upacara
perceraian.
Jika sang istri yang sudah mempunyai anak tersebut cerai dari sumainya, kalau
ia belum kawin kembali dan tidak pindah dari desa itu, ia tidak boleh diusir dari
rumah yang didiaminya. Bekas suaminya yang keluar dari rumah. Kalau suaminya
kawin lagi dengan wanita lain maka mereka ini mendiami rumah lain. Juga tidak
boleh dirampas dari padanya harta ataupun yang telah diserahkan kepadanya
sebelum cerai. Hal itu semua demi pekentingan sianak, atau anak-anak kalau lebih
dari satu, yang merupakan anak bersama dari seluruh marga tersebut.
Poligami dan perceraian merupakan perbuatan yang dilarang secara total oleh
norma-norma agama Kristen yang dianut oleh penduduk di derah Toba (Tapanuli
Utara) . Yang melakukan poligami atau perceraian dikucilkan dari keanggotaan
gereja, pengucilan itu diumumkan secara lisan dari mimbar Gereja dalam
kebaktian pada hari Minggu. Adat Dalian Na Tolu sudah mempersulit proses
perceraian, kini ditambah lagi dengan sanksi
Gereja, dapat dimengerti mengapa poligami hampir tidak ada dan angka
percerian rendah sekali di Tapanuli pada umumnya .
Tentu secara adat bukan perkara mudah bagi pihak keluarga suami ”paulak
parumaen” (mengembalikan menantu kepada besan). Hal inilah yang membuat
meskipun kenyataannya suami istri tidak lagi serumah (padao-dao) pihak suami
tidak mengembalikan istrinya kepada mertuanya.
Bila hal itu terjadi berikut adalah beberapa pertanyaan yang akan muncul
dikemudian hari.
a. Bagaimana bila ternyata istri tersebut belum melahirkan anak bagi suaminya, si
istri tidak “dipaulak” malah si suami menikah lagi dengan wanita lain. Tidak ada
alasan menceraikan istri karena belum dikarunia anak dan si suami pun dengan
alasan tersebut tidak dibenarkan untuk menikah lagi (ingat pernikahan Kristen
adalah monogami). Si istripun tidak diperkenankan kembali sendiri kepada orang
tuanya. Bila suaminya meninggalkannya maka dari sisi adat batak dia berhak untuk
tetap dikeluarga suaminya, bila perlu dia menetap dirumah mertuanya.
Ch. Manihuruk
241
e. Bila belum “dipaulak” semua anak yang lahir dari hasil pernikahan tersebut
adalah anak dari marga terdahulu. Bahkan bila kemudian hari perempuan
tersebut meninggal dunia maka putra putri dari suami pertama berhak untuk
meminta ibunya dimakamkan di makam keluarga mereka, karena hak dan
kewajiban perempuan tersebut belum lepas. Sebaliknya bila sudah “dipaulak”
maka putra putri dari suami pertama tidak berhak apapun bahkan bila mereka
hadir diacara adat meninggal “mantan” ibunya, kehadiran mereka sama seperti
pelayat umum bukan sebagai anak.
Ch. Manihuruk
242
Dengan demikian perceraian dalam masyarakat Batak Kristen adalah hal yang
sangat tabu dan bila terpaksa dilakukan prosesnya sangat rumit, mendapat sanksi
sosial dan dari sisi gereja (secara khusus HKBP) maka orangtua dan keluarga
tersebut akan mendapat siasat penggembalaan, dibeberapa gereja lain istilahnya
berbeda namun pada umumnya mendapat penggembalaan.
Ch. Manihuruk
243
untuk tempat penginapan para keluarga satu marga yang mungkin sudah tidak
punya saudara dekat/keluarga dekat di kampung tersebut, mereka dapat
menggunakan fasilitas tersebut tempat mereka menikmati kampung halaman
dengan nyaman dan aman.
Pengalaman penulis di Bali seberang Danau Batur komunitas masyarakat
Terenyan (kemenyan) dimana orang mati tidak dikubur dalam tanah, tetapi hanya
diletakkan dan diberikan sedikit kain kelambu dibawa pohon kemenyan para mayat
baunya busuknya tidak berbau karena terserap oleh wangi pohon kemenyan,
dengan demikian dibawa pohon kemenyan tersebut banyak berserakan tulang
belulang orang yang meninggal, ternyata banyak juga orang yang menikmati wisata
kuburan di Terenyan tersebut dan kita bisa melihat dan memegang beberapa tulang
belulang atau tengkorak dapat digunakan untuk foto sebagai tanda wisata Terenyan.
Pengalaman penulis ke Toraja, wisata kuburan mereka yang digeletakkan para mayat
di atas batu-batuan ternyata wisata kuburan ini merupakan wisata unik dan justru
maskot wisata di Toraja Sulawesi Selatan yang banyak penggemarnya.
Beberapa tugu dan Batu Napir di samosir sesungguhnya dapat dijadikan objek
wisata termasuk pada saat pesta tugu hal ini juga unik bagi orang asing,
persoalannya bagaimana cara mengelolanya dengan dinas parawisata dan
masyarakat sekitar agar beberapa tugu baik itu berfungsi sebagai kuburan atau
hanya sebagai meseum dapat dimanfaatkan keberadaannya sebagai objek wisata
menarik dan mempunyai nilai jual yang tinggi.
Ch. Manihuruk
244
DAFTAR PUSTAKA
Batakcommunitycolorado.com
Bruner, Edward M. Prof Dr 1959, The Batak Vilage in Skiner, G.W (ed), Local, Ethnic
and National Loyalities in Vilage of Indonesia (Yale University)
Harahap H Basyral, Siahaan Hotman M, 1987, Orientasi Nilai-Nilai Budaya Batak,
Sanggar Willem Iskandar, Jakarta.
Hitabatak.com 2018
https://thomanpardosi.wordpress.com
6.https://www.researchgate.net/publication/44709368_Fenomena_Perceraian_Dikalanga
n_Batak_Toba_Kristen [accessed Jul 26 2018].
id.wikipedia.org 2018
I. Gede Ab. Wiranata, Hukum Adat di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2005),
Gultom Sherly Deasy Anjuwita, Musik Gondang Batak : Studi tentang Perubahan
Makna dan Fungsi Musik Gondang Batak Pada Masyarakat Batak di
Surabaya. Skripsi thesis, Universitas Airlangga
Nababan Gerson Drs,Panduan Praktis Menjadi Juru Bicara Perkawinan Adat Batak
Toba (Parsinabung) ;
Pasaribu. Abdul Chaer., 2003. Analisis Musik Indonesia.Pantja Simpati: Jakarta
Siahaan H.B. Mangaraja 1963, Adat Batak, Balige
Siahaan Nalom, Drs, 1982, Adat Dalihan Na Tolu (Prinsip dan Pelaksanaanya), Grafina.
Siahaan Daniel Ostega, 2016. Hubungan Perkawinan “Sirang So Sirang”(Pisah Tidak
Pisah) Pada Keluarga Etnis Batak Toba Kristen Di Kandis Kota Kabupaten Siak
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau, JOM FISIP VOL. 5 No
Pekanbaru
Sihombing T.M, Jambar Hata, CV Tulus Jaya
16 Simatupang RM Drs, 2017, Margondang Sabangunan Manerser Sauduran, Bornrich
Publidhing, Tangerang
Sinaga Richad Drs. 2013. Perkawinan Adat Batak Dalian Natolu, (op Livia), Dian
Utama, Jakarta
_______2013. Meninggal Adat Dalian Natolu, Dian Utama, Jakarta
_______2016 Kamus Batak Toba –Indonesia, Dian Utama, Jakarta
Sitorus Sampe SE, 2018, Di Ulaon Habot Ni Roha (Mate Mangkar) dan ulaon lainnya
Sitorusdori.wordpress.com
Sitorusdori.wordpress.com; Perceraian
Simarmata Janner websiteSimarmata.or.id Mei 2018
Tobing. L, PhD. 1956, The Structur of The Toba Batak Belief in The High God,
Ch. Manihuruk
245
Amsterdam.
Umpasa Batak Toba, email mp.sianturi@gamail .com Juni 2018
Vergouwen, J.C. 1986. “Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba”. Pustaka Azet,
Jakarta
Wp/bbc/Gondang Batak Toba
WWW,.Kompasiana.com Kardomian Tumangger 2018
Ch. Manihuruk