Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kosmetik
Kosmetik berasal dari kata “kosmetikos” yang berarti keterampilan
menghias atau mengatur. Menurut Menteri Kesehatan RI
445/Menkes/Permenkes/1998 kosmetika adalah sediaan atau paduan bahan yang
siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan
organ kelamin bagian luar), gigi, dan rongga muluut untuk membersihkan,
menambah daya tarik, mengubah penampilan, melindungi agar tetap dalam keadaan
baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau
menyembuhkan penyakit. Tujuan utama dari penggunaan kosmetika pada
masyarakat adalah untuk kebersihan pribadi, meningkatkan daya tarik dan rasa
percaya diri sehingga membuat perasaan menjadi tenang, melindungi kulit dan
rambut dari kerusakan sinar ultra violet, polusi dan faktor lingkungan lain,
mencegah penuaan dan membantu seseorang lebih menghargai dan menikmati
hidup (Tranggono dan Latifah, 2007).

B. Rambut
Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang, juga sebagai lambang
kecantikan bagi wanita dan kejantanan/keperkasaan bagi pria. Walaupun begitu
rambut pada manusia tidak hanya tumbuh di kepala saja, tetapi juga di seluruh tubuh
manusia kecuali pada telapak tangan dan telapak kaki (Putro, 1998). Komposisi
kimia rambut yang utama adalah protein yaitu 65-95%. Rambut meningkat pada
masa pubertas dan kemudian menurun seiring bertambahnya usia. Elemen seperti
Cu, Cd, Cr, Hg, Pb, An juga terdapat pada rambut. Rambut berasal dari sumber
eksogen (kosmetik, polusi udara) atau sumber endogen (matriks, papilla, sebasea
dan kelenjar keringat). Rambut terdiri dari tiga bagian yaitu ujung rambut, batang
rambut dan akar rambut (Bariqina dan Ideawati, 2001). Batang rambut tersusun
oleh tiga lapisan yaitu :

6
7

1. Kutikula
Kutikula merupakan lapisan yang mendasari fisis rambut dan merupakan
lapisan paling luar yang terdiri atas sel-sel keratin tipis yang saling bertautan.
Kutikula berfungsi sebagai pelindung rambut dari kekeringan dan pemasukan
benda asing dari luar. Kutikula dapat rusak akibat adanya pengaruh luar baik berupa
rangsangan mekanis maupun kimiawi (Putro, 1998).
2. Korteks
Korteks merupakan lapisan yang merupakan rambut sejati dan banyak
mengandung serabut-serabut polipeptida yang berdekatan dan banyak mengandung
pigmen rambut dan rongga udara. Struktur korteks inilah yang sebenarnya
menentukan jenis rambut apakah lurus, ikal atau keriting (Putro, 1998).
3. Sumsum rambut (Medula)
Sumsum rambut terletak pada lapisan paling dalam dari batang rambut yang
dibentuk oleh zat tanduk atau keratin yang tersusun sangat renggang dan
membentuk semacam jala atau anyaman sehingga terdapat rongga-rongga yang
berisi udara (Bariqina dan Ideawati, 2001).

C. Pewarna Rambut
Sediaan pewarna rambut adalah salah satu kosmetika yang digunakan dalam
tata rias rambut untuk mewarnai rambut agar terlihat lebih menarik dan indah.
Warna rambut manusia bermacam-macam, hitam, merah, cokelat, keemasan
(pirang) bergantung pada jenis pigmen yang terdapat di dalam korteks rambut. Bila
sudah mencapai usia lanjut, warna rambut berubah menjadi putih, yang kurang
disukai keberadaannya (Bariqina dan Ideawati, 2001). Untuk mengubah warna
rambut diperlukan pengetahuan tentang warna dasar, yaitu warna primer yang
terdiri atas merah, kuning, biru. Warna sekunder adalah warna yang dibentuk dari
campuran warna primer, yaitu merah-kuning (oranye), kuning-biru (hijau), merah-
biru (violet). Warna tersier adalah campuran warna sekunder, yaitu merah-oranye,
oranye-kuning, dan sebagainya (Bariqina dan Ideawati, 2001). Proses pewarnaaan
pada rambut sebetulnya terjadi karena adanya reaksi kimia antara molekul rambut
dengan zat pewarna rambut. Reaksi pada umumnya merupakan reaksi oksidasi.
8

Rambut pada dasarnya adalah keratin, yaitu sejenis protein yang juga sama
ditemukan pada kulit dan kuku. Warna rambut ditentukan oleh pigmen melanin di
dalam rambut yang ada dalam lapisan korteks. Bahan asal pigmen melanin adalah
melanosit yang berada dalam umbi rambut. Melanosit adalah sel-sel yang
menghasilkan pigmen (zat warna) yang menyebabkan rambut asli dapat memiliki
bermacam-macam warna (Bariqina dan Ideawati, 2001).
Warna alami pada rambut bergantung pada perbandingan dan jumlah dari
dua jenis protein yaitu eumelanin dan phaeomelanin. Eumelanin adalah zat yang
berperan pada pewarnaan rambut coklat ke corak hitam sedangkan phaeomelanin
berperan pada pewarnaan rambut keemasan, pirang, dan merah. Ketidakikutsertaan
salah satu dari melanin tersebut akan mengakibatkan warna putih atau abu-abu pada
rambut. Manusia telah mewarnai rambut mereka sejak ribuan tahun yang lalu
dengan menggunakan tumbuhan dan mineral alami, contohnya inai, kerak biji
kacang kenari, dan cuka (vinegar) (Carbett, 1988).
Zat warna yang digunakan dalam pewarna rambut dapat berasal dari alam,
sintetik, maupun logam. Zat warna alam yang lazim digunakan adalah zat warna
yang diperoleh dari sumber alam berasal dari tumbuhan, baik sebagai simplisia,
sediaan galenika seperti ekstrak dan rebusan, sari komponen warna, maupun zat
semisintetik yang dibuat berdasarkan pola warna senyawa komponen warna yang
terkandung dalam simplisianya (Ditjen POM, 1985). Pewarna rambut dapat
digolongkan berdasarkan lama bertahannya pewarna dalam helai rambut,
dikelompokkan menjadi tiga kategori pewarnaan rambut.
1. Pewarnaan Sementara (Temporary Color)
Pewarna jenis ini adalah pewarna yang paling lembut. Penggunaannya
adalah dengan cara mencuci rambut dengan air larutan bahan pewarna ini sehingga
warna yang terkandung di dalamnya tertinggal pada permukaan kulit ari. Sifat
pewarna ini akan mudah hilang bila rambut dikeramas atau dihapus dengan tisu/
kapas. Pewarnaan ini digunakan ketika diperlukan saja. Setelah itu, warna tersebut
dapat dihilangkan dengan cara menghapus atau mencuci dengan air. Pewarna
rambut temporer bekerja dengan cara melapisi rambut dengan bantuan asam.
Pewarnaan rambut sementara tersedia sebagai shampoo, gel, semprotan, dan busa.
9

Jenis pewarnaan rambut sementara biasanya lebih terang dan lebih hidup daripada
warna rambut semi-permanen dan permanen. Pewarna jenis ini paling sering
digunakan untuk warna rambut untuk acara-acara khusus dan sering digunakan
untuk acara, pesta dan halloween. Molekul-molekul pigmen warna sementara tidak
bisa menembus lapisan kutikula sehingga partikel warna hanya diserap oleh batang
rambut dan mudah dihapus dengan cucian rambut pertama. Warna rambut
sementara dapat bertahan jika rambut pengguna terlalu kering atau rusak,
memungkinkan untuk migrasi dari pigmen ke bagian dalam batang rambut
(Bariqina dan Ideawati, 2001).
2. Pewarna Semi Permanen (Semi Permanent Color)
Bahan pewarna ini hanya dapat dipakai sebagai pengganti rona rambut dan
tidak dapat memudakan (mencerahkan) warna. Warnanya dapat meresap ke dalam
kulit ari, tetapi akan hilang setelah enam sampai delapan kali pencucian rambut.
Fungsi bahan ini bisa sebagai penyamar (camouflage) warna rambut yang
sebenarnya atau sekadar mengikuti trend. Pewarna semi permanen tidak
mengandung amoniak dan peroksida yang membuka kutikula rambut sehingga zat
warna tertinggal di bagian rambut saja. Tujuan pemberian bahan pewarna semi
permanen selain untuk menyegarkan warna rambut yang kusam, dapat pula
digunakan pada saat pewarnaan permanen untuk mempertahankan kemilau rambut.
Oleh sebab itu, rambut putih yang dicat hitam dengan jenis cat yang bersifat semi
permanen ini secara perlahan-lahan, setelah 4-6 minggu, akan menguning
kecoklatan dan akhirnya rambut akan kembali menjadi putih atau putih kekuningan.
Pada pewarna rambut semi permanen sebeblum proses pewarnaan, rambut
dipanaskan dengan tujuan membuka lapisan kutikula. Pewarna ini membuat warna
rambut pucat (Bariqina dan Ideawati, 2001)
3. Pewarna Tetap (Permanent Color)
Pewarna tetap dibuat dari cat yang bermolekul kecil, yaitu
parafenilendiamina. Pemakaian pewarna jenis ini, dalam pelaksanaan pengecatan
rambut, memerlukan hidrogen peroksida untuk menghantarkan zat pewarna agar
dapat meresap ke dalam lapisan korteks/kulit rambut sampai pada bagian yang
paling dalam dari lapisan kulit rambut tersebut. Pewarna tetap terdapat dalam
10

berbagai bentuk dan macam, seperti krim, jelly, dan cairan. Bahan yang digunakan
dalam pewarna rambut ini antara lain, hidrogen peroksida, diaminofenol,
parafenilendiamina, trietanolamina, amonia, resorsinol, dan sulfat. Pewarna ini
berguna untuk menutupi warna rambut putih, rambut beruban, serta rambut dengan
warna asli untuk mendapatkan warna-warna yang mendekati warna asli lain
menurut selera atau zaman. Untuk rambut yang telah diwarnai dengan pewarna
tetap, sebaiknya digunakan pula sampo yang berformula lembut dengan sesuai
dengan kondisinya (Bariqina dan Ideawati, 2001).

A B C
Gambar 1. Deposit zat warna pada proses pewarnaan rambut (Mitsui, 1997).

Keterangan:
a = pewarna rambut temporer
b = pewarna rambut semipermanen
c = pewarna rambut permanen

D. Gel
Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu
dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik
yang besar dan saling diserapi cairan (Ansel, 2008). Gel terdiri dari dua fase kontinu
yang saling berpenetrasi. Fase yang satu berupa padatan, tersusun dari partikel-
partikel yang sangat tidak simetris dengan luas permukaan besar, sedang yang lain
adalah cairan. Secara luas sediaan gel banyak digunakan pada produk obat-obatan,
kosmetik dan makanan juga pada beberapa proses industri. Pada kosmetik yaitu
sebagai sediaan untuk perawatan kulit, sampo, sediaan pewangi dan pasta gigi
(Herdiana, 2007).
11

1. Penggolongan gel
Gel dapat dibedakan menjadi beberapa golongan berdasarkan jumlah fase,
karakteristik cairan yang ada dalam gel dan bahan pembentuk gel :
1.1. Berdasarkan jumlah fasenya. Gel dibedakan menjadi gel fase tunggal
dan gel fase ganda. Gel tunggal banyak digunakan karena bentuknya semi padat,
tingkat kejernihan tinggi dan mudah diaplikasikan serta dihilangkan. Bahan
pembentuk gel fase tunggal seperti tragakan, gelatin, metil selulosa, karboksimetil
selulosa, Na-alginat, carbomer, dan polivinil alkohol. Gel fase ganda terdiri dari
jaringan partikel kecil yang terpisah. Contohnya bentonit magma, gel aluminium
hidroksida, gel aluminium fosfat, gel aluminium karbonat (Saifullah dan
Kuswahyuning, 2008). Formulasi Sediaan Masker Gel Peel-Off Ekstrak etanol
Daun Pepaya (Carica papaya L.) dengan basis terbaik menggunakan PVA 12% dan
HPMC 1% menghasilkan sediaan yang stabil berdasarkan uji organoleptik, pH,
sentrifugasi dan stabilitas dipercepat selam 28 hari penyimpanan (400C) (Syraifah
et al., 2015).
1.2. Berdasarkan karakteristik cairan yang ada dalam gel. Gel lipofilik
(oleogel) merupakan gel dengan basis yang terdiri dari paraffin cair, polietilen atau
minyak lemak yang ditambah dengan silika koloid atau sabun sabun aluminium
atau seng. Sedangkan gel hidrofilik, basisnya terbuat dari air, gliserol atau propilen
glikol, yang ditambah gelling agent seperti amilum, turunan selulosa, carbomer dan
magnesium-aluminum silikat (Gaur et al., 2008).
1.3. Berdasarkan bahan pembentuk gel. Gel dikelompokkan menjadi gel
organik dan gel anorganik. Gel organik merupakan gel fase ganda seperti
aluminium hidroksida dan bentonit magma. Gel organik berupa gel fase tunggal
mengandung polimer baik sintetik maupun alami sebagai bahan pembentuk gel,
seperi tragakan dan karbopol (Saifullah & Kuswahyuning, 2008). Formulasi
sediaan gel ekstrak etanol daun Tapak kuda dengan konsentrasi basis Karbopol
0,5% menghasilkan gel secara organoleptik, homogenitas, daya lekat, daya sebar
dan pH yang memenuhi parameter kualitas gel yang baik (Saraung et al.,2018).
12

2. Parameter uji mutu fisik gel


Mutu fisik dan kimia gel dipengaruhi oleh penambahan reaktan, pH, suhu,
dan kondisi lama pengandapan gel. Gel harus memenuhi persyaratan kontrol
kualitas yang telah ditetapkan, antara lain :
2.1 Organoleptis. Organoleptis dilakukan untuk melihat tampilan fisik
sediaan dengan cara pengamatan bentuk, warna, dan bau dari sediaan yang dibuat.
2.2 Homogenitas. Homogenitas suatu sediaan penting untuk dievaluasi.
Parameter ini menggambarkan proses pengadukan selama proses produksi (Kurnia,
2015). Pengadukan yang terlalu lambat membuat campuran bahan-bahan menjadi
tidak merata. Pengadukan yang terlalu cepat akan menimbulkan gelembung udara
yang berpotensi membuat produk teroksidasi, selain juga akan mengurangi estetika
penampilan gel. Dengan melakukan uji ini, akan diketahui apakah pencampuran
sudah dilakukan secara merata atau belum (Kurnia, 2015).
2.3 pH. Nilai pH menunjukkan derajat keasaman suatu sediaan yang
bertujuan untuk menghindari iritasi. Normalnya pH kulit manusia antara 4,5-6,5
(Ansel, 2012). Pengukuran pH dapat menggunakan pH universal yang dicelup ke
dalam sediaan kemudian hasilnya dibandingkan pada kertas pH sesuian perubahn
warna.
2.4 Viskositas. Viskositas merupakan besaran suatu tahanan cairan untuk
mengalir. Viskositas dipengaruhi oleh suhu, semakin meningkatnya suhu maka
viskositas semakin berkurang. Viskositas menentukan sifat sediaan seperti
konsistensi, daya sebar, daya lekat, dan kelembaban. Viskositas suatu sediaan
dipengaruhi oleh zat pengental, surfaktan, proporsi fase terdispersi, dan ukuran
partikel. Penurunan viskositas dipengaruhi oleh peningkatan ukuran globul (Ibrani,
2012). Tidak ada standar viskositas yang baik pada sediaan gel.
2.5 Daya sebar. Penggunaan gel sebagai sediaan topikal mengharuskan
penyebaran obat pada kulit dengan optimal. Daya sebar gel menggambarkan
bagaimanakah penyebaran gel ketika dioleskan pada kulit. Sediaan yang baik harus
cepat tersebar pada tempat pemakaian untuk memastikan dosis dapat dilepaskan
secara utuh. Tidak ada standar pasti nilai daya sebar yang baik untuk sediaan gel
(Kurnia, 2015).
13

2.6 Daya lekat. Daya lekat gel berhubungan dengan lamanya kontak antar
gel dengan kulit dan kenyamanan penggunaan gel. Gel yang baik mempunyai
waktu kontak yang efektif sehingga efek yang diharapkan tercapai (Kurnia, 2015).
3. Uji stabilitas
Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk obat atau
kosmetik untuk bertahan dalam spesifikasi yang diterapkan sepanjang periode
penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas, dan
kemurnian produk (Djajadisastra, 2004). Stabilitas fisik dari sediaan semisolid
seperti gel perlu diamati. Contoh bentuk ketidakstabilan antara lain pemisahan fase
baik fase cair maupun fase padat, perubahan viskositas dan konsistensi sehingga
berubah dari sediaan semisolid menjadi sediaan cair.

E. Monografi Bahan
1. Carbomer
Carbomer merupakan basis polimer sintetik turunan Karbopol dengan BM
(berat molekul) yang tinggi. Konsentrasi yang digunakan dalam sediaan gel yaitu
dalam rentang 0,5-2,0%. Warna Carbomer putih, higroskopis, memiliki sedikit
karakteristik bau khas. Carbomer bersifat asam dan terdispersi dalam air sehingga
sebelum digunakan perlu dinetralkan terlebih dahulu dengan penambahan basa atau
agen alkali yaitu trietanolamin (TEA) (Wade and Weller, 1999). Tipe basis
Carbomer memang cukup banyak, namun pada formulasi sediaan gel ini digunakan
basis Carbomer 934 karena memiliki efektifitas yang tinggi dalam perannya untuk
memberikan viskositas yang baik pada gel (Allen, 2002). Dalam temperatur ruang,
Carbomer dapat stabil dalam jangka waktu lama dan akan tetap stabil atau
mengalami perubahan tak berarti apabila ada penambahan senyawa antioksidan
dalam formulasi (Johnson and Steer, 2006).
2. CMC-Na
CMC-Na merupakan singkatan dari Carboxymethylcellulose Sodium.
CMC-Na memiliki nama lain Akucell, Aqualon CMC, Aquasorb, Blanose, Carbose
D, carmellosum natricum dan cellulose gum (Rowe et al., 2009). CMC-Na
merupakan garam natrium dari polikarboksimetil eter selulosa. CMC-Na digunakan
14

secara luas dalam formulasi sediaan oral atau topikal untuk meningkatkan
viskositas sediaan. CMC-Na berwarna putih sampai krem, tidak berasa, tidak
berbau, memiliki bentuk granul, bersifat higroskopis setelah proses pengeringan.
CMC-Na bersifat stabil walaupun termasuk material yang higroskopis. CMC-Na
praktis tidak larut dalam solven organik seperti aseton, etanol 95%, eter, dan toluen,
namun mudah terdispersi dalam air dengan berbagai temperatur membentuk larutan
koloid. Viskositas CMC-Na akan optimum pada pH netral dan mencapai
maksimum pada pH 7-9. Larutan CMC-Na dalam air stabil pada pH 2-10 (Rowe et
al., 2009). Presipitasi dapat terjadi pada larutan dengan pH kurang dari 2. Viskositas
CMC-Na akan menurun secara cepat pada pH lebih dari 12. Konsentrasi CMC-Na
sebesar 3%-6% biasanya digunakan untuk menghasilkan gel (gelling agent).
Derivat selulosa sering digunakan karena menghasilkan gel yang bersifat netral,
jernih, viskositas stabil, dan resisten terhadap pertubuhan mikroba.
3. Trietanolamin (TEA)
TEA biasa digunakan sebagai buffer, pelarut, penetral dan humektan
sehingga sering digunakan dalam preparasi farmasetik topikal. Walaupun tidak
toksik, tetapi hipersensitif atau dapat mengiritasi kulit ketika digunakan dalam
formulasi, maka penggunaannya harus sesuai dengan rentang aman pada manusia
(Johnson and Steer, 2006). Trietanolamin secara luas digunakan dalam formulasi
sediaan topikal terutama pada emulsi sebagai agen alkali dan dapat juga sebagai
pengemulsi. Trietanolamin berupa cairan kental bening tidak berwarna kuning
pucat, mempunyai sedikit bau amoniak dan larut dalam air (Kibbe, 2004).
4. Gliserin
Glycerolum, gliserin atau gliserol mempunyai bobot molekul 92,09 dengan
rumus molekul C3H8O3. Kegunaannya sebagai humektan dan pelarut. Pemerian
gliserin meurakan cairan jernih seperti sirup yang tidak berwarna, bearasa manis,
berbau khas lemah, higroskopis dan netral terhadap lakmus. Gliserin dapat
bercampur dengan air dan etanol. Tidak larut dalam kloroform, eter, minyak lemak
dan minyak menguap (Kibbe, 2004).
15

5. Nipagin (MehtylParaben)
Metil paraben memiliki nama lain Aseptoform M, CoSept M, E218, metil
ester asam 4-hidroksibenzoat, metil p-hidroksibenzoat, Nipagin M, dan Solbrol M.
Metil paraben memiliki rumus molekul C8H8O3 dengan bobot molekul 152,15.
Metil paraben berbentuk hablur atau serbuk tidak berwarna, atau kristal putih, tidak
berbau, atau berbau khas lemah digunakan secara luas sebagai pengawet dan
antimikroba dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi sediaan farmasi.
Metil paraben memiliki aktivitas antimikroba pada range pH 4-8 (Rowe et al.,
2009).

F. Tanaman Bunga Telang (Clitoria ternatea L.)


Menurut Michael dan kalamani (2003), bunga telang memiliki klasifikasi
sebagai berikut :
1. Klasifikasi Bunga Telang (Clitoria ternatea L.)
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Clitoria
Species : Clitoria ternatea L.
2. Nama Tanaman
Bunga telang memiliki nama daerah bunga biru, bunga telang (sumatera);
kembang telang (sunda); menteleng, kembeng teleng (jawa).
3. Morfologi Tanaman
Ciri-ciri umum: merupakan tanaman perdu yang tumbuh merambat. Batang
berambut halus, pangkal batang berkayu, batang muda berwarna hijau, dan batang
tua berwarna putih kusam. Daun majemuk dengan pertulangan menyirip ganjil.
Anak daun berjumlah 3-9 lembar, berwarna hijaum bertangkai pendek, berbentuk
oval atau elips, pangkal daun runcing, sedangkan ujungnya tumpul. Diketiak daun
terdapat daun perumpu yang berbentuk garis. Bunga tunggal, muncul dari ketiak
16

daun bentuknya menyerupai kupu-kupu. Kelopak bunga berwarna hijau sedangkan


mahkota bunga berwarna biru nila dengan warna putih di tengahnya. Buah polong
berbentuk pipih memanjang. Polong muda berwarna hijau dan polong matang
berwarna kecoklatan (Utami, 2008).
4. Kandungan Kimia Tanaman
Mahkota bunga telang kaya akan kandungan kimia flavonoid dengan kadar
sebesar 20,07 mmol/mg bunga. Ekstrak mahkota bunga telang mengandung 14
flavonol glikosida serta 19 antosianin. Empat di antaranya delfinidin dan 15 lainnya
berupa ternatin (Kazuma et al., 2003).
5. Antosianin
Antosianin adalah yang paling utama dari sejumlah senyawa flavonoid yang
terdapat pada bunga telang. Antosianin adalah senyawa berwarna golongan
flavonoid yang bertanggung jawab untuk kebanyakan warna merah, biru, dan ungu
pada buah, sayur dan tanaman hias. Manfaatnya terhadap kesehatan manusia telah
banyak dilaporkan. Beberapa peneliti melaporkan bahwa antosianin merupakan
antioksidan yang kuat (Rein, 2005). Antosianin juga dilaporkan memiliki
kemampuan untuk mencegah kanker, memperlambat penuaan, menghambat
penyakit neurologis, inflamasi, diabetes dan infeksi bakteri. Ditemukan dalam
ektrak bunga telang antara lain delfinidin 3-O-(2"-O-alfa-ramnosil-6"-O-malonil)-
beta-glukosida(6). Flavonoid mempengaruhi warna bunga telang. Ternatin
merupakan kelompok 15 poliasilat delfinidin glukosida, yang diidentifikasi dalam
semua line warna. Semua jenis warna mengandung 15 flavonol glikosida dalam
rasio yang setara (Kazuma, 2003). Perubahan warna dari biru ke ungu tidak berkait
dengan struktur antosianidin dari delfinidin tetapi dari kurangnya substituti gugus
grup poliasilat glukosil pada posisi -3' dan -5' dari ternatin. Selain delphinin, bunga
telang juga mengandung flavonoid berupa kaemferol dan kuersetin (Manjula et al.,
2013).
17

Gambar 2. Delfinidin 3-O-(2"-O-alfa-ramnosil-6"-O-malonil)-beta-glucosida (Budiasih,


2017).

6. Manfaat Tanaman
Tanaman telang memiliki manfaat sebagai tonikum otak yang sangat baik
dan berguna untuk mengatasi infeksi mata dan tenggorokan, penyakit kulit,
gangguan urinaria, sariawan mulut atau ulcer dan keperluan anti racun (Malabodi
dan Nataraja, 2001). Tanaman telang juga berkhasiat sebagai obat bronkis, demam,
menghilangkan dahak, mengatasi radang mata merah, abses, bisul, untuk cuci
darah, dan sebagai bahan pewarna (Utami, 2008). Bagian daun dari tanaman telang
dapat dimakan sebagai lalap maupun pakan ruminansia, tumbukan daunnya
bermanfaat untuk mempercepat pematangan bisul, bermanfaat sebagai obat batuk
jika diformulasikan dengan bawang merah dan adas pulosari (Herman, 2005).
Bunga telang yang berwarna biru mengandung senyawa antosianin yang
dapat digunakan sebagai pewarna alami pengganti pewarna sintetis pada makanan
dan kosmetik. Bunganya direndam air panas dan diminum seperti teh untuk
mengurangkan sakit akibat ulcer mulut dan perawatan insomnia. Air rendaman
bunganya dapat digunakan untuk obat tetes mata pada penderita konjungtivitis
(Herman, 2005).

G. Penyarian
Penyarian merupakan kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan
yang tidak dapat larut dengan pelarut yang berbentuk cair. Penyarian berlangsung
dengan perpindahan massa, dimana zat yang semula berada di dalam sel ditarik oleh
cairan penyari sehingga larutan penyari menjadi larutan zat yang diinginkan. Pada
18

umumnya proses penyarian akan bertambah baik apabila luas permukaan yang
bersentuhan dengan cairan penyari makin besar, sehingga dikatakan bahwa
semakin kecil ukuran serbuk simplisia maka semakin baik proses penyariannya
(Ansel, 2008).
1. Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi standar baku yang telah
ditetapkan (Depkes RI, 2000).
Ekstraksi adalah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah
obat dan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diiinginkan dapat
larut.bahan mentah obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan ataupun hewan tidak
perlu di proses lebih lanjut kecuali dikumpulkan atau dikeringkan. Tiap-tiap bahan
mentah obat disebut ekstrak, tidak mengandung satu unsur saja tetapi berbagai
unsur tergantung obat yang digunakan dan kondisi ekstraksi. Ekstraksi atau
penyarian merupakan peristiwa perpindahan masa zat aktif yang semula berada
dalam sel, ditarik oleh cairan penyari. Umumnya penyarian semakin baik jika
serbuk simplisia yang bersentuhan semakin luas (Ansel, 2008).
2. Ultrasonic-assisted extraction (UAE)
Ultrasonic-assisted extraction merupakan salah satu metode ektraksi
dengan gelombang ultrasonik. Gelombang ultrasonik adalah gelombang suara yang
memiliki frekuensi diatas pendengaran manusia (≥ 20 kHz). Metode ekstraksi
ultrasonik digunakan untuk memperoleh kandungan antioksidan yang lebih tinggi
dengan waktu yang relatif singkat. Dengan sifat non-destructive dan non-invasive
ultrasonik dapat dengan mudah diadaptasikan ke berbagai aplikasi. Ultrasonik
membuat proses ektraksi senyawa organik pada tanaman dan biji-bijian dengan
menggunakan pelarut organik dapat berlangsung lebih cepat karena, dinding sel
dari bahan dipecah dengan getaran ultrasonik sehingga kandungan yang ada di
dalamnya dapat keluar dengan mudah (Sholihah et al., 2017).
19

H. Metode Factorial design


Optimasi merupakan suatu metode atau desain eksperimental dengan tujuan
untuk memperoleh interpretasi data secara matematis serta memudahkan dalam proses
penyusunannya (Armstrong, 2006). Factorial design digunakan untuk mencari efek
dari berbagai faktor atau kondisi terhadap hasil penelitian. Factorial design
merupakan aplikasi persamaan regresi untuk memberikan model hubungan antara
variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas (Bolton, 1990).
Factorial design merupakan desain yang menjelaskan efek dari beberapa
faktor dan melihat interaksi faktor tersebut terhadap respon (Fayuktika, 2010).
1. Faktor
Faktor merupakan variabel yang ditetapkan meliputi suhu, waktu maupun
bahan. Factorial design dapat memiliki satu faktor atau lebih. Tahapan utama
menentukan formula optimum dalam metode factorial design adalah menentukan
faktor yang ingin diteliti.
2. Level
Level merupakan harga yang ditetapkan untuk faktor, contohnya 20oC dan
60oC untuk faktor suhu. Factorial design yang paling sederhana memiliki dua faktor
dengan dua level yaitu maksimum (+1) dan minimum (-1) sehingga jumlah percobaan
ada empat. Replikasi formula bisa digunakan untuk mendapatkan hasil yang lebih
optimal dan mendapatkan persamaan terhadap masing-masing respon untuk
mengetahui efek yang dihasilkan..
Jumlah percobaan = 2n
Keterangan:
2 = jumlah level
n = jumlah faktor yang diteliti
3. Respon
Respon merupakan percobaan untuk memperoleh hasil terukur, tergantung
dari variasi level, data sifat atau hasil percobaan yang telah diamati dan dapat
dikuantitatifkan.
20

4. Efek
Efek merupakan perubahan level faktor yang menyebabkan perubahan respon.
Main effect merupakan rata-rata respon pada level tinggi dikurangi respon pada level
rendah.
5. Interaksi
Interaksi merupakan tidak adanya afiditas dari penambahan efek-efek faktor.
Dapat bersifat antagonis (efek interaksi lebih kecil dari efek seluruh faktor) atau
sinergis (efek interaksi lebih besar dari efek seluruh faktor). Persamaan umum
factorial design:
Y = B0 + Ba XA + Bb Xb + Bab Xa XB ................................................................................................................... (1)
Keterangan:
Y = Respon yang terukur
Ba Bb Ba = Koefisien dapat dihitung dari percobaan
XA XB = Level faktor A dan B
B0 = Intersep atau rata-rata hasil percobaan

Factorial design dua faktor dan dua level berarti ada dua faktor yaitu faktor A
dan faktor B yang masing-masing diuji pada level berbeda yaitu level rendah dan
level tinggi.
Tabel 1. Factorial design dengan dua faktor dan dua level
Eksperimen Faktor A Faktor B
(1) - -
A + -
B - +
AB + +
Factorial design sering menggunakan notasi dua level yaitu level tinggi dan
level rendah. Faktor yang berada di level tinggi dilambangkan dengan “+”
sedangkan faktor level rendah dilambangkan dengan “-“ (Amstrong dan James,
1996).

I. Landasan Teori
Kosmetik pewarna rambut digunakan dalam tata rias bertujuan untuk
mengubah warna rambut asal atau warna rambut lain agar telihat lebih cantik. Peran
zat pewarna dan pengharum sangat besar dalam sediaan kosmetik dekoratif,
sebagian besar penggunaan zat pewarna rambut dari bahan sintetis dan bahan kimia
21

memiliki efek samping pada kulit kepala dan rambut. Salah satu tanaman yang
berpotensi sebagai pewarna rambut alami adalah Bunga Telang (Clitoria ternatea
L.) yang mengandung antosianin pada pH 1-3 berwarna merah hingga ungu dan
pada pH 4-6 akan berwarna ungu kebiruan (Mastuti et al., 2013). Sehubungan
dengan pH kulit kepala dan rambut yaitu 4,5-5,5, bunga telang pada pH 5 berpotensi
sebagai pewarna alami rambut. Antosianin memiliki sifat larut dalam air dan mudah
mengalami degradasi oleh pengaruh pH. Penelitian Moulana (2012), membuktikan
bahwa pelarut yang paling baik untuk ekstraksi antosianin adalah pelarut etanol.
Pewarna rambut dalam bentuk sediaan gel memberikan sifat mudah
mengering, membentuk lapisan film yang mudah dicuci dan memberikan rasa
dingin serta viskositas yang cenderung stabil (Ansel, 2008). Sediaan gel
memungkinkan pemakaian pada bagian tubuh yang berambut, dan memiliki
kemampuan menyebar yang baik pada kulit (Voigt, 1984). Untuk memperoleh gel
dengan mutu fisik tertentu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya diperlukan
campuran dua atau lebih basis atau gelling agent (Lieberman et al., 1998). CMC-
Na digunakan sebagai basis gel karena memberikan viskositas yang stabil pada
sediaan, namun dapat membuat gel menjadi tidak jernih karena menghasilkan
dispersi koloid dalam air dengan munculnya bintik-bintik dalam gel. Gel barbasis
CMC-Na memiliki diameter penyebaran yang lebih kecil dibanding gel berbasis
carbomer. Oleh karena itu, kombinasi gel CMC-Na dan carbomer pada proporsi
tertentu diharapkan dapat memperbaiki kekurangan tersebut dan memberikan gel
dengan mutu fisik yang baik (Rowe et al., 2006). untuk meminimalkan terjadinya
reaksi terhadap kulit kepala rambut, sediaan gel pewarna rambut juga diuji iritasi
primer terhadap punggung kelinci.
Metode yang digunakan untuk mendapatkan kombinasi carbomer dan
CMC-Na yang menghasilkan formula dengan mutu fisik optimal adalah Factorial
Design Metode ini cepat dan praktis untuk menghindarkan dari penentuan formula
coba-coba (trial and error) dan dapat digunakan untuk optimasi formula pada
jumlah dan komposisi bahan yang berbeda.
22

J. Hipotesis
Hipotesis yang dapat disusun pada penelitian ini adalah :
1. Mutu fisik optimum gel pewarna rambut ekstrak bunga telang (Clitoria ternatea
L.) dipengaruhi oleh kombinasi Carbomer dan CMC Na.
2. Gel ekstrak bunga telang (Clitoria ternatea L.) dengan kombinasi Carbomer dan
CMC Na tertentu memberikan mutu fisik optimum dengan metode Factorial
Design.
3. Formula optimum pewarna rambut ekstrak bunga telang memiliki stabilitas fisik
hingga waktu tertentu meliputi daya lekat, daya sebar, pH, dan viskositas.
4. Formula optimum gel ekstrak bunga telang dengan kombinasi Carbomer dan
CMC Na aman berdasarkan parameter uji iritasi.
5. Formula optimum pewarna rambut ekstrak bunga telang cukup disukai panelis
berdasarkan uji hedonik.
6. Formula optimum pewarna rambut ektrak bunga telang dapat memberikan
warna ungu kebiruan terhadap rambut.

Anda mungkin juga menyukai