Anda di halaman 1dari 13

TUGAS LINGKUNGAN MIKRO SALIVA MANUSIA

Oleh :
JACKSON
NIM: 144011900002

Dosen pembimbing :
Dr. Erni Erfan, S.Pd, M.Biomed

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEDOKTERAN GIGI


FKG UNIVERSITAS TRISAKTI
2020
LINGKUNGAN MIKRO SALIVA MANUSIA

A. Teknik diagnostik lingkungan mikro saliva


Saliva merupakan cairan hipotonik yang terdiri dari air, protein/peptida,
asam nukleat, elektrolit, dan hormon yang berasal dari sumber lokal maupun
sistemik.1,2 komponen air dalam saliva berasal dari kapiler lokal melalui difusi
intraseluler, aquaporin water channels, dan jalur ekstraseluler. Molekul kecil
dari serum masuk melalui difusi secara pasif di sekitar kaliper dan membasahi
di sekitar kelenjar saliva, elektrolit akan masuk ke dalam saliva dengan osmotic
dan diregulasi dengan tingkat dari sekresi, komponen organik dari kelenjar
saliva mengantarkan Sebagian besar protein dari sintesis dan disimpan didalam
sel asinar, saliva merupakan cairan yang laur biasa sebagai sumber yang terdiri
dari berbagai komponen termasuk molekul yang ditemukan pada sirkulasi
sistemik, hal ini menjadikan saliva memiliki potensi sebagai cairan yang dapat
digunakan untuk mendiagnosis berbagai penyakit.3 (gambar 1)

Gambar 1. Deteksi penyakit dengan menggunakan saliva


Dalam rongga mulut terdapat 3 kelenjar mayor saliva, terdiri dari kelenjar
parotis, submandibular dan sublingual yang menjalurkan saliva kedalaman
rongga mulut. Saliva yang dialirkan oleh ketiga kelenjar memiliki cairan yang
mukus dan serus serta campuran, hal ini sangat penting dalam mendeteksi
keadaan patologi yang spesifik pada kelenjar.3 Saliva secara keseluruhan
merupakan gabungan dari cairan dalam rongga mulut yang disekresikan dari
kelenjar mayor (submandibular 65%, parotis 23%, dan sublingual 4%),
kelenjar minor (8%), serta yang bukan kelenjar saliva seperti : gingival
crevicular fluid (GCF), transudate serum dari mukosa sekitar dan daerah
inflamasi, epitel, sel imun, debri makanan dan mikroorganisme.3
Diagnostik menggunakan saliva lebih non invasif dibandingkan biopsi oral.
Patologi dalam jaringan rongga mulut dapat dideteksi menggunakan saliva,
didalam saliva terdapat kandungan sel yang tereksfoliasi dari jaringan. 1 studi
menggunakan saliva secara keseluruhan (whole saliva) lebih sering dilakukan,
oleh karena mudah untuk dikumpulkan salivanya, tidak invasif dan sangat
cepat untuk didapatkan tanpa memerlukan peralatan yang khusus serta dapat
dilakukan baik dengan maupun tanpa stimulasi. Saliva secara keseluruhan yang
tanpa stimulasi di dapat melalui metode “draining” dengan menginstruksikan
subjek memiringkan kepala kedepan sehingga saliva dapat terkumpul diregio
depan mulut setelah itu saliva yang terkumpul diteteskan kedalam wadah
steril.3,4 Saliva keseluruhan yang terstimulasi didapatkan dengan gerakan
mastikasi (contoh : subjek mengunyah paraffin) atau dengan stimulasi
gustatory (dengan pengecapan, contoh : menggunakan asam sitrat atau
meneteskan permen yang asam pada lidah subjek) setelah itu ditampung pada
wadah. Saliva yang terstimulasi lebih tidak cocok jika digunakan untuk
aplikasi diagnostik dikarenakan kemungkinan terdapat benda asing yang
digunakan untuk menstimulasi saliva mempengaruhi pH dan sekresi dari saliva
secara umumnya, sehingga menghasilkan dilusi pada konsentrasi protin.3
Hingga saat ini saliva yang tidak terstimulasi lebih banyak digunakan dalam
studi diagnostik. Data yang dihasilkan dengan menggunakan saliva terdapat
sekitar 21 biomarker yang berbeda dan memiliki hubungan dengan penilaian
penyakit periodontal serta kardiovaskular (gambar 2). Sekitar 7 marker terdiri
dari (IL-1β, IL-6, monocyte chemotactic protein-1, fractalkine, growth-
regulated oncogene 1-α, troponin [Tn]I and TNF-α).3

Gambar 2. Biomarker dari saliva yang tidak terstimulasi

Seiring berkembangnya teknologi, terdapat alat yang dapat digunakan untuk


mendeteksi saliva dengan teknologi nano-chip dengan sistem sensor bio-
micro-electromechanical dan disebut sebagai chemical processing unit.
Teknologi ini mampu mendeteksi pH, elektrolit, gula, toksin, protein dan
antibodi. Teknologi yang digunakan untuk mendeteksi saliva ini dikenal
sebagai Point of care device (POC), dengan cara meletakan 100-300ul saliva
kedalam delivery module, kemudian dimasukan kedalam nano-biochip. Nano
biochip tersebut kemudian diproses secara imunofluoresence selama 5-
15menit. Fleksibilitas dari software memungkinkan untuk dilakukan modifikasi
selama pemrosesan, seperti flow rate, waktu inkubasi, pencucian reagent, hal
ini di capai dengan mengarahkan aliran cairan melalui depresi kantong cairan.
Setelah penilaian/pemrosesan biochip tersebut dapat di lepaskan secara utuh
dan dibuang kedalam tempat pembuangan biohazard waste.3,5 (gambar 3)
Gambar 3. Nano-Biochip

Teknologi POC dalam diagnostik dapat digunakan untuk mengevaluasi


biomarker yang didasarkan pada karakteristik biologis dan fisik dari individu.
Biomarker dapat digunakan untuk menilai resiko dan tingkat keparahan dari
penyakit, termasuk respon dari individu terhadap perawatan.6 Sistem biochip
bekerja dengan sistem biosensor yang merupakan teknologi analitik yang
sangat sensitif dalam mendeteksi biomarker. Diagnostic POC yang akurat tidak
memerlukan pra-pemrosesan dan penyaringan untuk identifikasi biomarker,
selain itu, pengujian non invasif ini sudah merupakan sebuah alat yang
terpatentkan. Seperti contoh untuk deteksi kanker rongga mulut yang dikenal
dengan Oral Fluid NanoSensor Test (OFNASET), deteksi infeksi HPV dengan
OraRisk HPV test dan diagnostik penyakit periodontal dengan PerioPath. 7
selain itu pada tingkal molekular pada bentuk protein, mRNA, DNA, elektrolit
dan molikel kecil lainya membutuhkan teknik dari microfabrication, seperti
micro/nanoelectromechanical systems (MEMS/NEMS).8

B. Rekayasa lingkungan mikro saliva

Pada umumnya studi mengenai gen, baik studi mengenai jumlah maupun
kualitas dari DNA membutuhkan sebuah sampel sebagai persyaratannya dan
sampel yang biasa digunakan adalah darah perifer. Prosedur untuk
mendapatkan sampel tersebut bisa menimbulkan rasa sakit, takut dan berisko
menyebarkan penyakit serta membutuhkan tenaga ahli yang professional untuk
melakukan hal tersebut.9 Pengambilan sampel saliva merupakan metode yang
lebih nyaman dan non invaif ketika dilakukan untuk mengambil spesimen
biologis dari partisipan. Penggunaan DNA saliva untuk analisis variasi gen
sudah banyak dilakukan sebelumnya.10

Secara umum, analisis molekular membutuhkan beberapa tahapan


pemrosesan dan ekstraksi DNA merupakan tahapan yang penting dari
kesuksesan studi genetik molekular. Saliva dapat dipertimbangkan sebagai
sebuah sampel yang sangat baik untuk digunakan. Terlepasnya epitel pada
lapisan superfisial mukosa rongga mulut manusia diperkirakan setiap 2.7 jam
menyebabkan komposisi dari saliva 75% merupakan sel epitel (~430.000
sel/mL) dan 25% leukosit (2-136.000 sel/mL), hal ini bergantung dari
kesehatan rongga mulut individu. Protokol untuk ekstrasi saliva umumnya
DNA diperoleh dari leukosit dibandingkan sel epitel dalam sampel saliva. 1mL
dari saliva manusia mengandung gabungan DNA dari sel epitel sekitar 4.3 x
105, leukosit 1.5 x 105, bakteri 1.7 x 107 serta DNA dari mikroorganisme lain
yang ada di dalam rongga mulut. komponen lain yang ada dalam saliva seperti
enzim, hormone, immunoglobulin dan biomolekul lainnya dapat menganggu
kualitas serta kuantitias ektraksi gen DNA sehingga perhatian lebih harus
diberikan baik untuk ekstraksi DNA serta kelestarian dari saliva.9

Saliva dapat menjadi sumber yang sangai baik untuk DNA manusia
dibandingkan alternatif sumber DNA lainnya. saliva dapat dengan mudah
diperoleh meskipun tanpa tenaga ahli dan ekstraksi DNA dengan berat molekul
yang tinggi dapat disimpan untuk jangka waktu yang lama hingga 5 tahun
dalam suhu ruangan berdasarkan Genotek DNA (DNA Genotek; Ottawa,
Ontario, Canada), serta perolehan DNA tidak menimbulkan rasa sakit, dengan
resiko penularan penyakit yang sangat minimal serta jika diperlukan
pengulangan untuk mengambil sampel saliva, partisipan umumnya toleran
karena prosedur yang lebih non invasif.9
Ekstraksi DNA dari saliva membutuhkan beberapa prosedur11 :

1. Perolehan dan penyimpanan


a. Sebelum dilakukan pengambilan saliva, dipastikan mulut individu
tersebut bebas dari makanan dan substansi lainnya dengan
menginstruksi individu tersebut untuk berkumur air dan menghindari
makan atau minum selama 30 menit sebelum dilakukan pengambilan
saliva.
b. Membuka tube 15ml centifugasi dengan 2.5ml buffer stabilisasi
DNA, pastikan tidak menyentuh bagian tabung atau tutupnya,
individu diinstruksikan untuk mengeluarkan saliva 2.5ml kedalam
larutan buffer. Jika melebihi 2.5ml akan terjadi degradasi dari
sampel dan rasio buffer stabilisasi DNA dengan sampel menjadi
tidak tepat. Jika kurang dari 2.5ml maka akan mengurangi hasil yang
diharapkan dari protokol
c. Tutup kemudian dicampurkan dengan mixture hingga homogen.
Kemudian simpan sampel dalam suhu ruangan.
2. Lisis sel dan persiapan awal
a. Sebelum ekstraksi dimulai, panaskan air hingga suhu 37oC,
kemudian siapkan ember es. 15ml conical centrifuge tubes sebanyak
3 buah dibutuhkan untuk mengekstrak tiap sampel. Masing-masing
tabung akan digunakan untuk menampung sel dan protein, gDNA
akhir, dan supernatants isopropanol dan etanol.
b. Ambil sampel dari tempat penyimpanan, membalikan sampel
beberapa kali kemudianputar dengan kecepatan sedang untuk 15s.
c. Tuangkan 2.5ml sampel kedalam tabung 15ml sentrifugasi yang
bersih dan tambahkan 5ml larutan lisis sel. Campur sampel tersebut
dengan membalikan sebnayak 50x dan inkubasi dalam suhu ruang
selama 30menit.
3. RNase treatment/ RNA removal
a. Tambahkan 40ul larutan RNase pada 100ml/ml dan inkubasi dalam
suhu 37oC selama 15menit.
b. Ambil sampel dari air 37oC kemudian dinginkan dengan es selama 3
menit,
c. Setelah RNase inkubasi, naikin suhu air hingga 65 oC untuk tahapan
DNA rehidrasi
4. Protein precipitation/ protein and lipid removal
a. Tambahkan 50ul larutan proteinase K pada 20 mg/ml, campurkan
dengan membalikan beberapa kali, inkubasi dalam suhu ruang
selama 30menit.
b. Tambahkan 1.7ml dari larutan Protein precipitation, putarkan
selama 20menit dengan kecepatan tinggi kemudian masukan
kedalam es selama 10menit.
c. Setelah itu, sentrifugasi selama 10menit dengan kecepatan 3000x
dan 4oC. presipitat dari protein harus dari pellet yang ketat.
5. Etanol precipitation / isolation and purification of gDNA
a. Tambahkan kedalam tabung sentrifugasi 15ml yang bersih, 5ml dari
isopropanol dan 8ul dari larutan glycogen murni pada 20mg/ml.
b. Tuang supernatant yang mengandung gDNA dari tahapan 4c ke
dalam tabung yang mengandung isopropanol dan larutan glycogen,
tinggalkan presipitat protein. Setelah supernatant dimasukan,
gabungkan sampel dengan membalikan sebanyak 50x dan
centrifugasi selama 30menit pada kecepatan 3000x dan 4oC.
c. tuang supernatant secara perlahan kedalam tabung 15ml. setelah
supernatannya dikeluarkan, campurkan 1ml dari 70% etanol untuk
membersihkan pellet dengan mengoyangkan secara perlahan dan
gerakan etanol kedalam presipitasi pellet. tahan etanol di dalam
tabung.
d. Setelah pembersihan awal, sentrifugasi selama 1menit pada
kecepatan 2000x dan 20oC. boleh juga dilakukan pada suhu 4oC.
e. Mengikuti pembersihan tahap awal dan sentrifugasi dari pellet,
perlahan menuangkan etanol dari tabung dan buang, kemudian
lakukan tahapan pembersihan kedua dengan mengulang step 5c dan
5d.
f. Setelah supernatannya bersih setelah pembersihan kedua, keringkan
pellet di udara selama 15menit. Jika setelah 15menit belum kering
dapat ditambahkan 15menit.
6. Rehidrasi DNA
a. Setelah kering, tambahkan 300ul dari Tris-EDTA untuk rehidrasi
pellet DNA yang sudah kering.
b. Putarkan selama 5s dalam kecepatan sedang dan tempatkan dalam
air panas 65oC selama 1 jam.
c. Keluarkan sampel dari air dan inkubasi dalam suhu ruang.

Saliva secara keseluruhan memiliki kekurangan dalam kualitas sampel


dimana memiliki potensi mengandung benda asing didalamnya. Hal tersebut
harus diminimalisir pada tahapan perolehan, protein yang tampak banyak
dalam sampel dapat merupakan sebuah tanpa adanya infeksi. Jumlah protein
yang banyak atau benda asing dapat ditemukan pada tahap akhir ekstraksi
DNA, hal ini akan menyeabkan ketidakakuratan. Jika terdapat residual protein
atau terjadi kontaminasi setelah rehidrasi, pempersihkan sampel dapat
dilakukan mulai dari tahapan presipitasi protein.11

DNA yang diekstrasi melalui sel saliva telah terbukti memiliki kualitas yang
tinggi.12, 13 untuk melakukan quantifikasi DNA, cara tercepat dan murah adalah
14
dengan menggunakan metode ultraviolet (UV) spectrofotometri. cara lain
untuk penilaian ini dapat dilakukan dengan gel agarose elektroforesis,
fluorescent dyes seperti Hoeschst and PicoGreens ™, real-time polymerase
chain reaction (RT-PCR), dan teknik hidrasi.15 semua metode yang ada akan
terjadi bias pada saat quantifikasi jika sampel yang diperoleh memiliki
konsentrasi DNA yang rendah.16
Saliva mengandung material seluler dan hal ini dapat terbaca dengan
analisis DNA. PCR sangat sensitive dan 1ng hingga 5ng dari DNA dapat
terbaca dengan baik menggunakan proses ini. DNA dapat sukses terekstrak
dari saliva dari rentang 28.5 ug/ml hingga 61.5ug/ml. kekuatan penulisan DNA
dari 1uL saliva setara dengan 10uL dari darah.17

Potensial dari uji saliva untuk mendeteksi kanker rongga mulut telah
dilakukan dalam beberapa studi yang menggunakan sampel promoter
hypermethylation, sel yang eksfoliasi serta microbiota. Level transkrip dari
mRNA saliva dapat digunakan untuk diagnostik peluang kanker mulut. selain
kanker mulut, diagnosis pada rongga mulut dapat juga dilakukan dengan
analisis RNA dengan menggunakan saliva. Seperti halnya Sjogren’s sindrom
sebuha penyakit autoimun pada kelenjar saliva. Analisis teridentifikasi 26
potensial mRNA marker yang membedakan individu normal dengan penyakit
sjorgen.18

Saliva dapat menjadi refleksi dari berbagai fungsi fisiologis dari tubuh.
Saliva dapat dipertimbangkan penggunaannya untuk tujuan diagnosis, hanya
membutuhkan konsentrasi yang sedikit untuk dilakukan analisis dibandingkan
darah. Dengan berkembangnya metode molekular yang memiliki sensitifitas
yang tinggi dan teknologi nano, hal ini bukan lagi menjadi sebuah
keterbatasan.19 penggunaan saliva sebagai alat diagnostik memiliki berbagai
alasan yang kuat. (tabel 1) semua karakteristik ini menjadikan saliva sebagai
kandidat untuk deteksi dan monitoring dari berbagai biomarker pada bayi,
anak-anak, dewasa dan pasien yang tidak koperatif. Penyakit lain yang dapat di
deteksi menggunakan saliva antara lain : cystic fibrosis, penyakit jantung,
diabetes, HIV, karies, dan penyakit periodontal. Dengan pertimbangan
ketepatan, efikasi, dan kemudahan penggunaan serta harga yang lebih murah,
uji diagnostik saliva dapat diaplikasikan dalam klinis dan ilmu dasar.20
Tabel 1. Keuntungan saliva sebagai alat diagnostik

NO Alasan
1 Tidak invasive, mudah digunakan, murah
2 Mudah diaplikasikan dibandingan sampel serum (tidak membutuhkan jarum)
3 Memiliki nilai diagnostik real-time
4 Tidak membutuhkan tenaga ahli
5 Sampel yang banyak dapat didapatkan sekaligus
6 Pengambilan sampel dan skrining dapat dilakukan langsung dirumah
7 Resiko infeksi silang yang kecil
8 Sampling menjadi murah, menyaluran serta penyimpanan dibandingkan serum
9 Membutuhkan manipulasi yang lebih sedikit selama prosedur diagnostik
dibandingkan serum
10 Ketersediaan tes skrining komersial

DAFTAR PUSTAKA
1. Wong DT, editor. Salivary Diagnostics. John Wiley & Sons; Philadelpha, PA,
USA: 2008. pp. 1–320.
2. Chianeh YR, Prabhu K. Biochemical markers in saliva of patients with oral
squamous cell carcinoma. Asian Pac J Trop Dis. 2014;4(Suppl 1):S33–40.
3. Miller CS, Foley JD, Bailey AL, dkk. Current developments in salivary
diagnostics. Biomark Med. 2010 Feb; 4(1): 1710189
4. Bhattarai KR, Kim HR, Chae HJ. Compliance With Saliva Collection
Protocol in Healthy Volunteers : Strategies for Managing Risk and Error. Int J
Med Sci. 2018; 15(8): 823-831
5. Khan RS, Khurshid Z, Asiri FYI. Advancing Point-of-Care (POC) testing
Using Human Saliva as Liquid Biopsy. Diagnostic (Basel). 2017 Sep; 7(3):
39
6. Tabak LA. Point-of-care diagnostics enter the mouth. Ann. N. Y. Acad. Sci.
2007;1098:7–14.
7. Wang A, Wang C, Tu M, dkk. Oral biofluid biomarker research: Current
status and emerging frontiers. Diagnostics. 2016;6:45.
8. Cone EJ, Clarke J, Tsanaclis L. Prevalence and disposition of drugs of abuse
and opioid treatment drugs in oral fluid. J. Anal. Toxicol. 2007;31:424–433.
doi: 10.1093/jat/31.8.424.
9. Garbieri TF, Brozoski DT, Dionisio TJ, dkk. Human DNA extraction from
whole saliva that was fresh or stored for 3, 6, 12 months using five different
protocols. J Appl Oral Sci. 2017 Mar-Apr;25(2): 147-158
10. Bruinsma FJ, Joo JE, Wong EM, dkk. The utility of DNA extracted from
saliva for genome-wide molecular research platforms. BMC Res Notes. 2018;
11: 8.
11. Goode MR, Cheong SY, Li N, dkk. Collection and Extraction of Saliva DNA
for Next Generation Sequencing. J Vis Exp. 2014; (90): 51697.
12. Hansen TV, Simonsen MK, Nielsen FC, Hundrup YA. Collection of blood,
saliva, and buccal cell samples in a pilot study on the Danish nurse cohort:
comparison of the response rate and quality of genomic DNA. Cancer
Epidemiol Biomarkers Prev. 2007;16(10):2072–2076.
13. Rogers NL, Cole SA, Lan HC, Crossa A, Demerath EW. New saliva DNA
collection method compared to buccal cell collection techniques for
epidemiological studies. Am J Hum Biol. 2007;19(3):319–326.
14. Nishita DM, Jack LM, McElroy M, McClure JB, Richards J, Swan GE,
Bergen AW. Clinical trial participant characteristics and saliva and DNA
metrics. BMC Med Res Methodol. 2009;9:71.
15. Nunes AP, Oliveira IO, Santos BR, dkk. Quality of DNA extracted from
saliva sampels collected with the oragene TM DNA self-collection kit. BMC
Med Res Mthodol. 2012; 12: 65.
16. Garcia-Closas M, Moore LE, Rabkin CS, Franklin T, Struewing J, Ginzinger
D, Alguacil J, Rothman N. Quantitation of DNA in buccal cell samples
collected in epidemiological studies. Biomarkers. 2006;11(5):472–479.
17. Khare P, Raj V, Chandra S, dkk. Quantitative and qualitative assessment of
DNA extracted form saliva for its use in forensic identification. J Forensic
Dent Sci. 2014 May-Aug; 6(2): 81–85.
18. Zimmermann BG, Park NH, Wong DT. Genomic Targets in Saliva. Ann N Y
Acad Sci. 2007.Mar; 1098: 184-191.
19. Tremblay M., Loucif Y., Methot J., Brisson D., Gaudet D. Salivary pH as a
marker of plasma adiponectin concentrations in women. Diabetol Metab
Syndr. 2012;4(4)
20. Javaid MA, Ahmed AS, Durand R, dkk. Saliva as diagnostic tool for oral and
systemic diseases. J Oral Biol Craniofac Res. 2016 Jan-Apr; 6(1): 66–75.

Anda mungkin juga menyukai