Anda di halaman 1dari 22

PETUNJUK PRAKTIKUM

BLOK FUNGSI SISTEM STOMATOGNASI

ORAL BIOLOGY

DIDIN ERMA INDAHYANI

IZZATA BARID

YENNY YUSTISIA

YANI CORVIANINDYA RAHAYU

ATIK KURNIAWATI

DEPARTEMEN BIOLOGI MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER

2017
PEMERIKSAAN SPESIMEN JARINGAN DENGAN TEKNIK OROGRANULOSIT MIGRATORY
RATE (OMR)

DASAR TEORI
Mulut merupakan salah satu pintu gerbang yang berhungan langsung dengan dunia luar
dan dalam. Berbagai zat yang diperlukan tubuh masuk melewati tubuh . Dalam situasi seperti
ini, kandungan zat-zat yang tidak diinginkan tidak dapat dihindari. Karena itu mulut dilengkapai
dengan seperangkat alat-alat pertahanan guna menetralkan atau meredam hadirnya benda
asing tersebut. Misalnya saliva, yang diketahui mengandung aneka ragam substansi yang
dikatakan berfungsi sebagai pelumas, larutan pengangga, pembilas, mikrobiostatik ataupun
mikrobisid dan yang lebih penting lagi ialah mencegah kerusakan sebagai dampak reaksi
imunologik itu sendiri.
Reaksi didalam mulut pada prinsipnya mencerminkan reaksi pertahanan tubuh baik
lokal maupun sistemik. Hubungan lokal sistemik ini tercermin dalam bentuk systemic secretory
interphase dengan garis perbatasan yang disebut gingival margin. Hubungan gigi dan ginggiva ini
ditunjukkan dengan adanya perlekatan biologik yaitu epithelial attachment, yang penting
artinya karena menghubungkan dunia luar dan dalam. Dari dunia luar berupa berbagai
mikroorganisme dan antigen tertentu yang berasal dari makanan dan mencoba masuk ke
dalam. Sedangkan dari dalam berupa reaksi pertahanan yang dikembangkan di sekitar
perbatasan dengan melibatkan baik limfosit maupun sel-sel fagosit. Demikian crucialnya daerah
perbatasan ini sehingga perlu terus menerus terdapat migrasi jutaan netrofil per menit. Untuk
menjamin hidup dan berfungsinya sel-sel netrofil ini diperlukan sarana khusus berupa lapisan
lendir tipis yang bersifat isotonik meliputi seluruh permukaan gigi dan mulut. Situasi isotonik ini
mengisyaratkan bentuk peralihan antara eksistensi sistemik dan lokal
Sulkus ginggiva berisi cairan yang jumlahnya meningkat bila terdapat keradangan,
setelah makan makanan yang pedas, setelah menggosok gigi, pada saat ovulasi ataupun karena
pemakaian kontrasepsi hormonal peroral. Cairan gingiva ini mengandung sel-sel epitel yang
lepas, leukosit PMN, limfosit, monosit, pelbagai ion mineral (Na,K dan Cl), berbagai protein Ig
serta komponen komplemen, albumin dan fibrinogen. Selain itu ditemukan juga asam laktat,
urea, hidroksiprolin, asam sulfat, asam fosfat, lisosim, ensim alkalin fosfatase, dehidrogenase
laktat dan pelbagai protease. Fungsi cairan tersebut diatas antara lain adalah melarutkan
material dari sulkus gingiva, sebagai antibakteri (karena adanya antibodidan berbagai jenis
lekosit). Adesif karena adanya protein yang bersifat lengket yang meningkatkan daya lekat antar
epitelial junction dan permukaan gigi.
Mulut merupakan cermin dari rangkaian perubahan imunologik yang terjadi dalam
tubuh. Untuk itu mulut dilengkapi dengan seperangkat sistim imun di dalam rongga mulut.
Berdasarkan uraian diatas maka kesehatan rongga mulut dapat dilihat dengan menggunakan
teknik OMR. Teknik ini menghitung bermigrasinya sel-sel neutrofil per 30 detik dari pembuluh
darah yang melewati saku gusi.

Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui tingkat kesehatan secara umum melalui rongga mulut yang dilihat
dari bermigrasinya neutrofil kedalam saku gusi
Obyek praktikum :
Saliva
Metode :
Menggunakan Orogranulosit Migratory Rate
Alat Dan Bahan
Alat :
Tabung reaksi
Rak tabung reaksi
Pipet leukosit + balon penghisap
Kamar hitung
Stopwatch
Vibrator
Alat penghitung (counter)
Mikroskop
Centrifuge
Bahan :
Larutan NaCl 1,2%
Saliva

Cara Kerja :
I. KETENTUAN SEBELUM PENGAMBILAN SAMPEL
1. Gosok gigi ataupun berbagai upaya pembersihan mulut, sekurangnya 2 jam sebelum
pengambilan sampel.
2. Makan, minum, merokok, makan permen diperbolehkan 30 menit sebelum pengambilan
sampel
3. Kalau menggunakan lipstik, dihapus dulu
4. Beri kesempatan subyek untuk duduk tenang 10-20 menit bebas dari beban pikiran yang
mengganggu.
5. Hindari timbulnya suara gaduk
6. Kalau menggunakan gigi tiruan ataupun jembatan , alat orto harus dilepas
7. Hindari berbicara selama proses berkumur

II. PENGUMPULAN SALIVA


1. Disiapkan 12 tabung reaksi yang masing-masing berisi 5 cc larutan NaCl 1,2 %
2. Larutan dalam tabung pertama dimasukkan ke dalam mulut dan dikulum dengan
gerakan perlahan-lahan tanpa berdesis atau tanpa mendesakkan cairan ke sela-sela gigi
3. Setelah 27 detik, dikeluarkan tanpa banyak buih, disusul dengan memasukkan isi tabung
ke 2 tapat pada detik ke 30.
4. Selanjutnya dikeluarkan lagi pada detik ke 57, untuk mulai lagi dengan tabung ketiga
pada detik ke 60
5. Demikian seterusnya sampai akhir tahung ke 12
6. Hindari berbicara selama pengambilan sampel
7. Jika perlu subyek dibantu dalam menangani permulaan beberapa tabung pertama
8. Masing-masing tabung duberu label dan jika perlu dapat disimpan dalam refrigerator
9. Usahakan tahap perhitungan neutrofil dilakukan dalam waktu 1 jam sesudah
pengambilan

III. PENGHITUNGAN DAN PENCATATAN JUMLAH NEUTROFIL


1. Dari 12 tabung pisahkan tabung ke 9 dan 12
2. Tambahkan kedalamnya larutan NaCl 1,2% sampai masing-masing berisi 8 CC
3. Dipusingkan selama 10 menit, pada putaran 1000g, supernatan dipisahkan sampai
volume 6 cc
4. Digetarkan diatas vibrator selama 1 menit, lalu setelah ditutup dengan parafin film
dikocok 2-3 kali
5. Masukkan pipet leukosit sampai batas pertangahan tabung, disedot isinyasampai tanda
11, lalu diletakkan pada rotor mix selama 1 menit
6. Dibuang 1-2 tetes pertama, sisipkan tetesan berikutnya diantara kaca penutup dan
kamar hitung. Sementara menunggu penghitungan dapat diletakkan dalam cawan petri
yang berisi kapas lembab
7. Dihitung dibawqah mikroskop dengan menggunakan alat penghitung leukosit, yang
dihitung hanya 4 bidang hitungan dari kamar hitung
8. Dari jumlah yang didapat dilakukan perhitungan akhir sebagai berikut :
5/4 x 1,2 x Y x 10 4.
Y = jumlah yang didapat dari perhitungan 4 bidang
9. Indek OMR dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut
OMRx 32
Indek OMR D
D = jumlah gigi
IV. APLIKASI KLINIK INDEKS OMR
1. 0.00 0,300 tidak diperlukan tindakan apapaun
2. 0.301 0,500 instruksi personal oral hygiene
3. 0.501 0.750 instruksi dibawah pengawasan dokter gigi
4. 0.751 1.200 kelainan gusi (gingivitis) cukup ditangani oleh drg
5. 1.201 lebih periodontitis harus ditangani dokter gigi spesialis
PEMERIKSAAN BUFFERING SALIVA
DASAR TEORI
Saliva merupakan cairan mulut yang komplek terdiri dari campuran sekresi kelenjar
saliva mayor dan minor yang ada dalam rongga mulut. Saliva sebagian besar yaitu sekitar
90% dihasilkan saat makan yang merupakan reaksi atas rangsangan yang berupa
pengecapan dan pengunyahan makanan.
Saliva membantu pencernaan dan penelanan makanan, di samping itu juga untuk
mempertahankan integritas gigi, lidah, dan membrana mukosa mulut. Di dalam mulut
saliva adalah unsur penting yang dapat melindungi gigi terhadap pengaruh dari luar,
maupun dari dalam rongga mulut itu sendiri. Makanan yang kita makan dapat
menyebabkan ludah kita bersifat asam maupun basa. Peran lingkungan saliva terhadap
proses karies tergantung dari komposisi, viskositas, dan mikroorganisme pada saliva.
Secara teori saliva dapat mempengaruhi proses terjadinya karies dalam berbagai
cara, antara lain aliran saliva dapat menurunkan akumulasi plak pada permukaan gigi dan
juga menaikkan tingkat pembersihan karbohidrat dari rongga mulut. Selain itu difusi
komponen saliva seperti kalsium, fosfat, ion OH - , dan fluor di dalam plak dapat
menurunkan kelarutan enamel dan meningkatkan remineralisasi gigi. Saliva juga mampu
melakukan aktivitas antibakterial karena mengandung beberapa komponen antara lain
lisosim, sistem laktoperoksidase-isitiosianat, laktoferin, dan imunoglobulin ludah
Derajad keasaman pH dan kapasitas buffer saliva ditentukan oleh susunan
kuantitatif dan kualitatif elektrolit di dalam saliva terutama ditentukan oleh susunan
bikarbonat, karena susunan bikarbonat sangat konstan dalam saliva dan berasal dari
kelenjar saliva. Derajat keasaman saliva dalam keadaan normal antara 5.6 7.0 dengan
rata-rata pH 6.7. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perubaha pada pH saliva
antara lain rata-rata kecepatan aliran saliva, mikroorganisme rongga mulut dan kapasitas
buffer saliva. Derajat keasaman saliva optimun untuk pertumbuhan bakteri 6,5 7.5 dan
apabila rongga mulut pHnya rendah antara 4,5 5,5 akan memudahkan pertumbuhan
kuman asidogenik seperti streptococcus mutans dan lactobacillus.
Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui level buffer saliva pada saat saliva istirahat dan saliva yang
dirangsang.

Obyek praktikum :
1. Saliva yang dirangsang
2. Saliva dalam keadaan istirahat (tanpa rangsangan)

Metode Pengukuran :
Pengukur buffering saliva

Alat Dan Bahan


1. Testing buffering
2. Spittoon
3. Wax
4. Pipet

Cara Kerja :
1. Pengumpulan Saliva
Untuk saliva dalam keadaan istirahat, maupun dengan rangsangan, cara kerjanya sama
dengan acara praktikum yang kedua.
.2. Pengukuran Buffering Saliva
Setelah didapatkan sampel saliva baik yang dirangsang maupun yang tidak dirangsang
yang telah terkumpul dalam spittoon kemudian bukalah buffer test yang berada dalam
packnya. Ambillah sampel saliva dengan menggunakan pipet yang telah tersedia dan
masukkan ke dalam lubang yang ada di dalam buffer test (3 buah lubang), masing-
masing 1 (satu) tetes kemudian ditunggu selama 5 menit sampai terjadi perubahan,
cocokkan dengan buffer test standart yang ada. Setelah itu hasil yang didapat
dijumlahkan dan dicocokkan lagi dengan tabel buffernya.
3. Perhitungan
Setelah terjadi perubahan kemudian dilakukan penjumlahan dari hasil yang didapat
dan jumlah yang didapat dicocokkan dengan hasil yang terdapat pada packing buffer
test. Dari hasil tersebut dapat diambil suatu kesimpulan termasuk status kesehatan
yang mana sampel yang anda periksa.
PEMERIKSAAN BUFFERING SALIVA
DASAR TEORI
Saliva merupakan cairan mulut yang komplek terdiri dari campuran sekresi kelenjar
saliva mayor dan minor yang ada dalam rongga mulut. Saliva sebagian besar yaitu sekitar
90% dihasilkan saat makan yang merupakan reaksi atas rangsangan yang berupa
pengecapan dan pengunyahan makanan.
Saliva membantu pencernaan dan penelanan makanan, di samping itu juga untuk
mempertahankan integritas gigi, lidah, dan membrana mukosa mulut. Di dalam mulut
saliva adalah unsur penting yang dapat melindungi gigi terhadap pengaruh dari luar,
maupun dari dalam rongga mulut itu sendiri. Makanan yang kita makan dapat
menyebabkan ludah kita bersifat asam maupun basa. Peran lingkungan saliva terhadap
proses karies tergantung dari komposisi, viskositas, dan mikroorganisme pada saliva.
Secara teori saliva dapat mempengaruhi proses terjadinya karies dalam berbagai
cara, antara lain aliran saliva dapat menurunkan akumulasi plak pada permukaan gigi dan
juga menaikkan tingkat pembersihan karbohidrat dari rongga mulut. Selain itu difusi
komponen saliva seperti kalsium, fosfat, ion OH - , dan fluor di dalam plak dapat
menurunkan kelarutan enamel dan meningkatkan remineralisasi gigi. Saliva juga mampu
melakukan aktivitas antibakterial karena mengandung beberapa komponen antara lain
lisosim, sistem laktoperoksidase-isitiosianat, laktoferin, dan imunoglobulin ludah
Derajad keasaman pH dan kapasitas buffer saliva ditentukan oleh susunan
kuantitatif dan kualitatif elektrolit di dalam saliva terutama ditentukan oleh susunan
bikarbonat, karena susunan bikarbonat sangat konstan dalam saliva dan berasal dari
kelenjar saliva. Derajat keasaman saliva dalam keadaan normal antara 5.6 7.0 dengan
rata-rata pH 6.7. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perubaha pada pH saliva
antara lain rata-rata kecepatan aliran saliva, mikroorganisme rongga mulut dan kapasitas
buffer saliva. Derajat keasaman saliva optimun untuk pertumbuhan bakteri 6,5 7.5 dan
apabila rongga mulut pHnya rendah antara 4,5 5,5 akan memudahkan pertumbuhan
kuman asidogenik seperti streptococcus mutans dan lactobacillus.
Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui level buffer saliva pada saat saliva istirahat dan saliva yang
dirangsang.

Obyek praktikum :
3. Saliva yang dirangsang
4. Saliva dalam keadaan istirahat (tanpa rangsangan)

Metode Pengukuran :
Pengukur buffering saliva

Alat Dan Bahan


5. Testing buffering
6. Spittoon
7. Wax
8. Pipet

Cara Kerja :
1. Pengumpulan Saliva
Untuk saliva dalam keadaan istirahat, maupun dengan rangsangan, cara kerjanya sama
dengan acara praktikum yang kedua.
.2. Pengukuran Buffering Saliva
Setelah didapatkan sampel saliva baik yang dirangsang maupun yang tidak dirangsang
yang telah terkumpul dalam spittoon kemudian bukalah buffer test yang berada dalam
packnya. Ambillah sampel saliva dengan menggunakan pipet yang telah tersedia dan
masukkan ke dalam lubang yang ada di dalam buffer test (3 buah lubang), masing-
masing 1 (satu) tetes kemudian ditunggu selama 5 menit sampai terjadi perubahan,
cocokkan dengan buffer test standart yang ada. Setelah itu hasil yang didapat
dijumlahkan dan dicocokkan lagi dengan tabel buffernya.
3. Perhitungan
Setelah terjadi perubahan kemudian dilakukan penjumlahan dari hasil yang didapat
dan jumlah yang didapat dicocokkan dengan hasil yang terdapat pada packing buffer
test. Dari hasil tersebut dapat diambil suatu kesimpulan termasuk status kesehatan
yang mana sampel yang anda periksa.
RESPON IMUN NON SPESIFIK
DASAR TEORI :
Sistem imun tidak menyusun pertahanan, tetapi sebagai sebuah sistem mempertahankan
diri sendiri, contohnya adalah mekanisme homeostasis. Tubuh yang rnelakukan pertahanan diri
sendiri adalah dengan mengeliminasi substansi benda asing dengan cara memproduksi
homeostasis ini. Kemampuannya untuk mengenali benda asing, untuk bereaksi secara spesifik
dan tidak melawan dirinya sendiri, maka sistem imun mempunyai 3 tanda penting yaitu
memori, spesifik dan toleransi. Pada binatang tingkat tinggi bentuk imusitas meliputi ketiga
tanda tersebut, tetapi pada binatang tingkat rendah membentuk imunitas secara
keseluruhannya tidak spesifik dan didasarkan pada sistim fagositosis.
Imunitas natural juga melibatkan pertahanan fisik, kulit dan mukosa. Kebanyakan
organisme uniseluler tubuhnya akan memfgosit, sedangkan multiseluler mempunyai sel sendiri
yang spesifik untuk rnenghilangkan substansi yang masuk pada permukaan barier.
Terdapat dua sistim imun dalam tubuh yaitu sistim imun alami dan sistim imun adatif.
Yang termasuk sistim imun alami adalah
1. Barier eksternal. Contohnya barier eksternal adalah kulit dan mukosa membran yang dapat
menekan atau membunuh mikroorganisme. Mekanisme tersebut termasuk sekresi laktat
dan unsaturated fatty acid dalam keringat dan sekresi sebase pada kulit dan adanya lisosim
serta air mata dalam mata, saliva dan cairan krevikular gingival dalam mulut.
2. Faktor-faktor humoral. Faktor-faktor ini tidak spesifik. Yang termasuk faktor humoral adalah
a. Lisosim (enzim yang ditemukan dalam beberapa sekresi tubuh termasuk air mata,
saliva dan cairan krevikular gingival). Enzim ini memotong tulang punggung
proteoglikan pada dinding sel bakteri.
b. Laktoferin, merupakan bahan yang mengandung besi, yang ditemukan dalam ASI,
sedikit di cairan seilunal, saliva dan cairan krevikular gingival, juga pada sekresi gastrik.
c. Komplemen, merupakan sistim yang melibatkan kurang Iebih 20 serum protein dalam
aksinya. Prinsip kerjanya adalah sebagai media terjadinya reaksi inflamasi akut dan
kemudian mengeliminasi mikroorganisme yang menginvasi.
d. Interferon (IFN) merupakan kelompok protein yang terlibat dalam pertahanan
melawan infeksi virus.
3. Faktor-faktor selular. Sekali organisme telah masuk pada barier ekterna, pertahanan tubuh
kemudian dipusatkan pada fagositosis. Ada dua prinsip fagositosis yaitu mikrofag dan
makrofag. Mikrofag merupakan polymorphonuclear neutrophil (PMN), sedangkan makrofag
berasal dari monosit menetap dijaringan yang dikenal juga dengan retikuloendothelial sistim
atau berinfiltrasi di jaringan sebagai bagian dari inflamasi kronis. PMN yang paling dominan
adalah sel darah putih, yang tidak mempunyai kemampuan untuk membelah diri (end cell)
dan masa hidupnya sangat pendek. Sedangkan makrofag, mempunyai masa hidup yang
lama, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun tergantung dari lingkungannya. Monosit
bermigrasi dari sirkulasi menjadi makrofag jaringan dan bersama dengan limfosit sebagal
bagian dari sel-sel mononuklear yang berinfiltrasi dalam inflamasi kronis.
4. Fagositosis. Leukosit manusia mampu menelan beberapa bakteri. Proses ini dikenal dengan
fagositosis. Proses fagositosis ada tiga tahap yaitu attachment, ingestion, killing and
digestion. Sebelum difagosit bakteri atau partike! akan melekat dulu pada membran fagosit.
Apabila organisme telah melekat maka akan ditelan. Penelanan ini tergantung pada energi
yang berasal dari glikolisis. Proses ini sangat penting pada daerah yang tidak atau sedikit
mempunyai oksigen misalnya pada abses dan sulkus gingival. Partikel atau bakteri yang telah
ditelan (ditutupi) oleh membran fagosit, akan membentuk vakuol fagositik atau disebut
phagosom. Sekali terbentuk fagosom, maka bakteri dengan sangat cepat dikelilingi oleh
granula sitoplasmik yang akan melepaskan kandungannya dalam fagosome.
Bentuk sistim imun yang lain adalah imun adatif. Fungsi utama system imun ini adalah untuk
memperkuat, langsung dan mempertinggi fagositosis. Dalam sistim imun adaptif ada
komponen humoral dan selular yang terlibat. Komponen humoral terdiri dari antibodi.
Antibodi merupakan molekul yang diproduksi untuk merespon antigen. Antigen merupakan
substansi yang akan mendapatkan respon antibodi.
TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mahasiswa dapat rnengetahui respon imun non spesifik
2. Mahasiswa dapat membedakan selsel PMN dan daya fagositnya
OBYEK PRAKTIKUM
Menggunakan hewan coba mencit / tikus jantan

ALAT DAN BAHAN


Bahan:
a. E.Coli / Staphilococcus
b. Tikus/mencIt
c. Cat giemsa
d. Metanol
e. Emersen Oil XyloI Tissue Lenissa

Alat :
a. Alat sentrifuse
b. Mikrokop
c. Tabung reaksi
d. Inkubator
e. Glass obyek dan deck glass
f. disposible syring
g. gunting bedah
h pinset

CARA KERJA
Hari Pertama:
Cara 1.
a. Ambil 1 ekor mencit, lukai ekornya kurang lebih 2 cm dari ujung ekornya (cari pembuluh
darah yang terbesar) sampai keluar darah.
b. Teteskan darahnya pada glass obyek kemudian ratakan dengan deck glass
c. Fiksasi dengan Metanol absolut selama 2 - 3 menit
d. Lakukan pengecatan dengan giemsa 10%, bilas dengan air mengalir
e. Letakkan dengan tegak di rak, dan biarkan mengering
f Gambar, amati, dan hitung jumlah sel sel radang yang terdapat pada preparat tersebut
pada tiga lapang pandang
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel

Cara 2
a. Ambil 1 ekor mencit
b. Mencit diinokulasi/dipapar dengan E.Coli/Staphilococcus sebanyak 0.01/100ml: 0.9
cc/100gr BB secara intraperitorieal, dibiarkan selama 3 hari

Hari Ketiga
Lakukan pekerjaan seperti hari pertama cara pertama

Hari Ketujuh
Lakukan pekerjaan seperti hari pertama cara pertama
SEL RADANG AKUT DAN KRONIS
DASAR TEORI
Respon peradangan adalah salah satu mekanisme pertahanan paling penting, dan
merupakan respon tubuh terhadap luka jaringan. Hal ini diawali oleh sejumlah agen atau
rangsang dan terjadi di bagian tubuh manapun, tetapi ciri dasarnya selalu sama, apapun
penyebab dan dimanapun tempatnya. Radang dibagi menjadi radang akut dan radang kronis,
meski dapat pula keduanya tumpang tindih dan muncul bersamaan.
Radang Akut
Radang akut adalah awal atau perubahan dini, terjadi dalam beberapa jam atau hari, dan
menunjukkan usaha tubuh untuk menghancurkan atau menetralkan agen penyebab. Penyebab
radang akut umumnya adalah organisme, trauma mekanis, zat-zat kimia, radiasi, temperatur,
reaksi imunologik, dan infarksi.
Gambaran makroskopik
Merupakan tanda-tanda utama dan celcus yang meliputi tumor (pembengkakan), rubor
(kemerahan), kalor (panas setempat berlebihan) dan dolor (rasa sakit). Selain itu dapat pula
terjadi functiolaesa (hilangnya fungsi).
Tahap-tahap mikroskopik
Berkaitan dengan perubahan-perubahan dinamis dalam pembuluh darah, aliran darah dan
aktivitas leukosit, biasanya terjadi:
1. Konstriksi arteriol sementara, mungkin disebabkan oleh reflek neurogenik setempat, bisa
berkembang, tetapi hanya bertahan dalam beberapa menit. Kemudian diikuti oleh:
2. dilatasi arteriol berkepanjangan. Oleh karena itu timbul:
3. kenaikan aliran darah setempat (hiperemia) dan dilatasi kapiler setempat.
4. kenaikan permeabilitas kapiler disebabkan dua faktor utama. Pertama, dilatasi arteriol
menaikkan tekanan hidrostatik kapiler, menyebabkan aliran air lebih besar larut ke dalam
cairan interstisial. Kedua, permeabilitas endotelial venular dan kapiler ditingkatkan,
sehingga memungkinkan molekul lebih besar, khususnya albumin, memasuki jaringan
interstisial. Molekul-molekul ini mengubah tekanan osmotik setempat dan menarik lebih
banyak air ke dalam jaringan. Akumulasi cairan interstisial (inflammatory oedema) ini
berasal dan hasil-hasil sirkulasi.
5, melambatnya aliran darah kapiler dan hemokonsentrasi intravaskular. Kenaikan konsentrasi
protein plasma menghasilkan peningkatan viskositas darah. Ini diikuti oleh:
6. hilangnya aliran darah aksial normal. Secara normal, sel-sel darah mengalir ditengah kapiler
dengan plasma yang relatif bebas sel (cell free plasma) menyentuh endotel. Dalam radang
akut, sel-sel putih yang beredar, mula-mula neutrofil polimorf kemudian monosit, bergerak
keluar untuk menghasilkan:
7. penepian leukosit (peratan tepi endotel)
8. pengumpulan sel-sel merah ke tengah membentuk rouleaux.
9. terjadi perlekatan leukosit ke sel endotel kapiler diikuti dengan:
10. perpindahan aktif oleh gerakan ameboid, ke dalam jaringan perivaskular melalui celah-celah
di antara sel endotel. Setelah berada di luar, leukosit pindah dengan cara:
11. kemotaksis, proses dimana sel ditarik menuju ke substansi kimia tertentu yang
konsentrasinya lebih tinggi (chemotaxins). Pergerakan aktif ini menghasilkan:
12. akumulasi sejumlah leukosit di tempat yang sesuai.
13. fagositosis adalah fungsi utama leukosit, yaitu penelanan, pencernaan dan pembuangan
benda-benda asing tertentu, khususnya bakteri dan sel-sel rusak.
Leukosit yang terlibat
Hanya dua tipe yang penting. Pertama, golongan terbesar adalah polimorfnetrofil; sangat motil
(penuh daya gerak), mempunyai banyak lisosom untuk mencernakan bakteri dan sel-sel yang
sudah tidak berguna lagi dan berumur pendek. Kemudian, makrofag (berasal dari monosit) yang
utama (berkuasa); kurang motil, mengandung lebih sedikit lisosom dan menghilangkan debris
termasuk polimorf mati, bakteri dan fibrin.
Jika respon radang menghancurkan atau menetralkan agen penyebab tanpa disertai
kerusakan jaringan setempat yang nyata, maka akan berlangsung resolusi (perbaikan total).
Dengan adanya penghancuran jaringan, keadaan normal dapat dipulihkan melalui proliferasi
jaringan setempat (regenerasi), jika regenerasi tidak dapat terjadi, ada organisasi dan
penggantian jaringan rusak oleh fibrosis. Supurasi (pembentukan pus) dapat berkembang,
dimana kumpulan pus akan menghasilkan abses. Jika agen persisten, akan timbul radang kronis.
Radang Kronis
Perubahan yang berlangsung sampai berminggu, bulan atau bahkan bertahun ini
menunjukkan usaha tubuh untuk melokalisasi agen penyebab dan memperbaiki kerusakan yang
terjadi. Radang kronis dapat terjadi sesudah radang akut atau timbul sendiri. Penyebab radang
kronis umumnya adalah organisme, benda asing, hipersensitivitas seluler, suplai darah buruk,
zat kimia, agen penyebab radang akut persisten.
Sel yang berperan
Sel yang berperan dapat berasal dan darah atau jaringan setempat. Sel-sel darah adalah
limfosit dan sel plasma (polimorf neutrofil dalam radang akut), yang memberikan reaksi
pertahanan imunologis humoral dan selular setempat. Makrofag, seperti dalam radang akut,
adalah fagositik dan membersihkan sisa-sisa jaringan setempat kadang - kadang membentuk
sel raksasa berinti banyak (multinucleated giant cell), mungkin dengan cara fusi. Kadang-kadang
polimorf eosinofil juga ada, khususnya dalam infeksi parasit dan reaksi hipersensitivitas. Sel-sel
jaringan terutama adalah fibroblast yang berproliferasi dan sel-sel endotel yang membatasi
kapiler; keduanya selalu ditemukan bersama, dan membentuk jaringan granulasi.
Mula-mula muncul di sekitar tepi pusat radang kronis dan bertumbuh ke arah pusatnya.
Fibroblast mensekresikan kolagen, elastin dan bahan dasar. Akhirnya kebanyakan kapiler dan sel
sedikit demi sedikit menghilang, timbullah fibrosis (pembentukan jaringan parut), proses
perbaikan ini dikenal sebagai organisasi.

TUJUAN PRAKTIKUM:
1. Mahasiswa dapat mengetahui perjalanan radang secara klinis dan mikroskopis
2. Mahasiswa dapat mengamati perbedaan sel radang akut dan sel radang kronis

OBYEK PRAKTIKUM
Menggunakan hewan coba mencit / tikus jantan
ALAT DAN BAHAN :
Bahan :
a. E. Colli / staphylococcus
b. Tikus / mencit
c. Cat giemsa
d. Metanol
e. Emersen oil xylol Tissue Lenissa
Alat :
a. Alat sentrifuse
b. Mikroskop
c. Tabung Reaksi
d. Inkubator
e. Glass obyek dan deck glass
f. Disposable syring
g. Gunting bedah
h. Pinset
i. Pisau cukur
j. Jangka sorong
CARA KERJA
Hari Pertama:
Cara 1.
a. Ambil 1 ekor mencit, lukai ekornya kurang lebih 2 cm dan ujung ekornya (cari pembuluh darah
yang terbesar) sampai keluar darah.
b. Teteskan darahnya pada glass obyek kemudian ratakan dengan deck glass
c. Fiksasi dengan metanol absolut selama 2 - 3 menit
d. Lakukan pengecatan dengan giemsa 10%, bilas dengan air rnengalir
e. Letakkan dengan tegak di rak, dan biarkan mengering
f Amati dan hitung jumlah sel sel radang yang terdapat pada preparat tersebut pada tiga
lapang pandang
Cara 2
1. ambil 1 ekor mencit
2. mencit dicukur punggungnya dengan diameter kurang lebih 10 mm
3. suntikkan suspensi bakteri staphylococcus/ E.Colli dengan konsentrasi lxl06 dipunggung
mencit yang sudah dicukur sebanyak 0,1 cc
4. ukur diameter post injeksi dengan jangka sorong dan amati bila ada perubahan yang terjadi

Hari ketiga
1. buat hapusan darah tepi dari perlukaan pada ekor mencit yang lakukan 1 cm dari luka
pertama (seperti cara 1)
2. ukur diameter post injeksi dengan jangka sorong dan amati perkembangannya
3. amati hapusan darah dengan mikroskop, hitung jumlah PMN/makrofag
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel

Hari ketujuh
1. buat hapusan darah tepi dengan luka baru 1 cm dari luka kedua (seperti cara 1)
2. ukur diameter lesi post injeksi
3. lakukan seluruh pemeriksaan klinis dan mikroskopis, hitung jumlah PMN/makrofag
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel

Anda mungkin juga menyukai