Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah – NYA sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas laporan tutorial. Laporan ini disusun untuk memenuhi step 7 dalam
seven jump steps yaitu melaporkan hasil diskusi kelompok turorial XI dalam skenario pertama
Blok 15 Perawatan Penyakit dan Kelainan Gigi Semester Gasal 2018-2019.
Penulisan laporan ini semuanya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu
penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:
1. drg. Nadie Fatimatuzzahro, M.DSc selaku tutor yang telah membimbing jalannya diskusi
tutorial kelompok XI Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember dan memberi masukan
yang membantu bagi pengembangan ilmu yang telah didapatkan.
Dalam penyusunan laporan ini tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan – perbaikan di
masa yang akan datang demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat berguna bagi
kita.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
SKENARIO 1
STEP 3 Brainstorm 2
STEP 4 Mapping 3
DAFTAR PUSTAKA iv
SKENARIO 2 : Wax
Seorang laki-laki usia 25 tahun datang ke RSGM bagian Konservasi Gigi ingin
merawatkan gigi belakang bawah kiri yang berlubang sejak 1 tahun yang lalu. Penderita
mengeluh gigi terasa ngilu bila dibuat minum dingin dan nyeri saat kemasukan makanan.
Berdasarkan pemeriksaan obyektif didapatkan tampak gigi 26 karies profunda, tes vitalitas
positif, tekanan dan perkusi negatif. Hasil pemeriksaan radiografik tampak selapis tipis dentin
dan keadaan jaringan periodontal baik. Diagnosa kasus tersebut adalah pulpitis reversible pada
26 dan akan dilakukan perawatan. Apa rencana perawatan yang tepat untuk kasus tersebut.
STEP 1
Clarifying Unfamiliar Terms
STEP 3
Brainstorm
1. Tes vitalitas digunakan untuk mengetahui apakah giginya masih vital atau sudah nekrosis
pulpa, biasanya tes termal (panas/dingin). Positif artinya giginya masih vital, infeksi dari
karies belum merusak pulpanya, giginya masih bisa dipertahankan. Tes perkusi untuk
mengetahui apakah jaringan periodontal masih sehat. Tes perkusi negatif artinya jaringan
periodontal masih sehat. Respon dari pasien, kalau stimulus membuat nyeri artinya masih
vital. Tes perkusi oklusal = jaringan periapikal, horizontal atau bukolingual = memeriksa
jaringan periodontal. Jika nyeri, artinya positif, artinya ada kelainan. Tes tekan fungsinya
untuk memeriksa jaringan peripaikal dan fraktur akar, hampir sama dengan tes perkusi,
hanya caranya dengan menggigit alat instrumen atau ditekan dengan jari.
2. Untuk melihat struktur gigi seperti selapis tipis dentin atau sudah mencapai ke pulpa,
sehingga kedalaman karies dapat dilihat. Untuk menentukan akan dilakukan perawatan
pulp capping direct atau indirect. Untuk menegakkan diagnosis sehingga menentukan
perawatan serta hasil perawatan selanjutnya.
3. Tes lain untuk menegakkan diagnosa yaitu tes visual dengan kaca mulut dan eksplorer
untuk melihat keterlibatan pulpa, fraktur gigi, dan kerusakan restorasi. Tes subjektif
anamnesis nyerinya seperti apa, kalau bengkak menentukan keparahan penyakit.
pemeriksaan objektif terdiri dari pemeriksaan IO dan EO, sedangkan pemeriksaan
subjektif seperti menganamnesa identitas dan kebiasaan tertentu pasien.
4. Hal hal yang perlu diperhatikan pada saat perawatan pulp capping
a. Ukuran pulpa yang terbuka
b. Lokasi pulpa yang terbuka
c. Kontrol perdarahan (direct), apabila darah berlebih akan menjadi barrier sehingga
bahan pulp capping tidak menyatu
d. Kontaminasi saliva dan bakteri (direct), saliva sama seperti perdarhan, bagian yang
dekat pulpa lebih sedikit kontaminasi bakterinya.
e. Fragmen dentin ; saat preparasi akan terbentuk fragmen dentin, apabila tidak
dibersihkan perawatan menjadi tidak sempurna
Bahan yang sering digunakan
a. Zinc oxide eugenol = baik untuk restorasi sementara, permanen kurang efektif karena
bersifat toxic
b. MTA = efektif sebagai capping pulp karena tidak punya efek samping, biasanya
membantu membentuk jaringan ikat.
c. RMGIC = mengurangi kebocoran mikro
d. CaOH = yang sekarang digunakan. Prinsip perawatan pulpitis reversible yaitu
merangsan dentin sekunder, CaOH kompatibel dengan rongga mulut.
5. Indirect pulp capping karena Karies profunda klas II belum perforasi ke pulpa. Belum
ada gejala dan radiografi masih ada selapis tipis dentin. (PR)
6. DIRECT : Sekali kunjungan, digunakan untuk pembusukan pulpa yang mendalam tapi
tidak infeksi
a. Cotton roll dipasang unuk mencegah kontaminasi bakteri pada karies
b. Membuka kavitas dengan round bur, jangan sampai menghilangkan selapis tipis
dentin yang tersisa. Apabila perdarahan, dihentikan dulu perdarahan.
c. Membuang jaringan karies dengan menggunakan ekskavator
d. Kavitas disterilkan dengan cairan salisil. Jangan pakai alkohol karena dapat
menyebabkan dehidrasi cairan tubulus dentin.
e. Diberi ZOE menggunakan cotton palate pada kavitas.
f. Di atas pulpa yang masih terbuka, diberi preparat CaOH hard setting (bahan ebih cepat
mengeras karena one visit). PR : mengapa menggunakan tambalan sementara
padahal one visit?
g. Kemudian ZOE, kemudian semen pospat, dan ditambal sementara.
INDIRECT
a. Foto radiografi
b. Isolasi area kerja dengan rubber dam untuk mengurangi kontaminasi saliva
c. Membuka kavitas dengan round bur, jangan sampai menghilangkan selapis tipis
dentin yang tersisa.
d. Membuang jaringan karies dengan menggunakan ekskavator
e. Kavitas disterilkan dengan cairan salisil. Jangan pakai alkohol karena dapat
menyebabkan dehidrasi cairan tubulus dentin.
f. Dikeringkan menggunakan paper point untuk menyerap cairan
g. Pelapisan dengan sub base, dengan CaOH karena merangsang dentin tersier
h. ZOE untuk restorasi sementara
i. Kenjungan ke dua, kalau tidak ada keluhan, buka sub base kemudian lakukan
tumpatan permanen
7. Kalau tidak memungkinkan pulp capping boleh dilakukan perawatan lain seperti cabut
gigi daripada infeksi semakin dalam.
8. PR : pulpitis irreversible
STEP 4
Mapping
Pemeriksaan
Diagnosis
Perawatan
Pulp Capping
Direct Indirect
• Prosedur perawatan
• Indikasi dan kontra indikasi
Kontrol
STEP 5
Formulating learning object
STEP 6
Self Study
Bunyi perkusi terhadap gigi juga akan menghasilkan bunyi yang berbeda. Pada
gigi yang mengalami ankilosis maka akan terdengar lebih nyaring (solid metalic
sound) dibandingkan gigi yang sehat. Gigi yang nekrosis dengan pulpa terbuka
tanpa disertai dengan kelainan periapikal juga bisa menimbulkan bunyi yang lebih
nyaring dikarenakan resonansi di dalam kamar pulpa yang kosong. Sedangkan
pada gigi yang menderita abses periapikal atau kista akan terdengar lebih redup
(dull sound) dibandingkan gigi yang sehat. Gigi yang sehat juga menimbulkan
bunyi yang redul (dull sound) karena terlindungi oleh jaringan periodontal. Gigi
multiroted akan menimbulkan bunyi yang lebih solid daripada gigi berakar
tunggal (Miloro, 2004)
Sondasi
Sondasi merupakan pemeriksaan menggunakan sonde dengan cara menggerakkan
sonde pada area oklusal atau insisal untuk mengecek apakah ada suatu kavitas atau
tidak. Nyeri yang diakibatkan sondasi pada gigi menunjukkan ada vitalitas gigi
atau kelainan pada pulpa. Jika gigi tidak memberikan respon terhadap sondasi
pada kavitas yang dalam dengan pulpa terbuka, maka menunjukkan gigi tersebut
nonvital (Tarigan, 1994).
Probing
Probing bertujuan untuk mengukur kedalaman jaringan periodontal dengan
menggunakan alat berupa probe. Cara yang dilakukan dengan memasukan probe
ke dalam attached gingiva, kemudian mengukur kedalaman poket periodontal dari
gigi pasien yang sakit (Grossman, dkk, 1995).
Tes vitalitas
Tes vitalitas merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah
suatu gigi masih bisa dipertahankan atau tidak. Tes vitalitas terdiri dari empat
pemeriksaan, yaitu tes termal, tes kavitas, tes jarum miller dan tes elektris.
• Tes termal, merupakan tes kevitalan gigi yang meliputi aplikasi panas dan
dingin pada gigi untuk menentukan sensitivitas terhadap perubahan termal
(Grossman, dkk, 1995).
• Tes dingin, dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan, yaitu etil
klorida, salju karbon dioksida (es kering) dan refrigerant (-50oC). Aplikasi tes
dingin dilakukan dengan cara sebagai berikut.
o Mengisolasi daerah gigi yang akan diperiksa dengan menggunakan
cotton roll maupun rubber dam
o Mengeringkan gigi yang akan dites.
o Apabila menggunakan etil klorida maupun refrigerant dapat dilakukan
dengan menyemprotkan etil klorida pada cotton pellet.
o Mengoleskan cotton pellet pada sepertiga servikal gigi.
o Mencatat respon pasien.
Apabila pasien merespon ketika diberi stimulus dingin dengan keluhan nyeri
tajam yang singkat maka menandakan bahwa gigi tersebut vital. Apabila
tidak ada respon atau pasien tidak merasakan apa-apa maka gigi tersebut
nonvital atau nekrosis pulpa. Respon dapat berupa respon positif palsu
apabila aplikasi tes dingin terkena gigi sebelahnya tau mengenai gingiva
(Grossman, dkk, 1995). Respon negatif palsu dapat terjadi karena tes dingin
diaplikasikan pada gigi yang mengalami penyempitan (metamorfosis
kalsium).
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan pnenunjang adalah pemeriksaan lanjutan yang dilakukan setelah
pemeriksaan fisik pada penderita. Untuk lesi-lesi jaringan lunak mulut, pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan radiologi, biopsi (eksisi dan
insisi: scalpel, punch, needle, brush, aspirasi), pemeriksaan sitologi, pemeriksaan
mikrobiologi dan pemeriksaan darah.
Ada beberapa teknik radiologi yang dapat dilakukan untuk melihat gambaran rongga
mulut, tergantung pada jenis lesi yang ditemukan, foto periapikal, bitewing, oklusal,
dan panoramik. Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan radiografi, yang bertujuan
untuk melihat keadaan ruang pulpa, keadaan saluran akar, keadaan periapikal, keadaan
jaringan periodontal, dan mendukung tes jarum Miller. Pemeriksaan radiografi penting
untuk membantu dokter gigi dalam menegakkan diagnosa, rencana perawatan dan
monitor selama perawatan / perkembangan lesi (Supriyadi,2012).
I. Fisik/Trauma
II. Bahan kimia
a. Asam fosfat, monomer akrilik
b. Erosi (Asam)
III. Bakteri
a. Racun yang terkait dengan karies.
b. Invasi langsung pulpa dari karies atau trauma.
c. Kolonisasi mikroba dalam pulpa oleh mikroorganisme yang ditularkan melalui
darah (Anachoresis)[3]
Histopatologi:
Pulpitis reversibel dapat berkisar dari hiperemia hingga perubahan inflamasi ringan
sampai sedang terbatas pada area tubulus dentinal yang terlibat, seperti karies dentin.
Secara mikroskopis, dapat dilihat:[2]
• Pembuluh darah melebar.
• Ekstravasasi cairan edema.
• disrupsi odontoblas.
• Dentin reparatif.
• Sel inflamasi Akut & Kronis.
Pulpitis Irreversible:
1. Secara mikroskopis, adanya area abses dengan mikroorganisme yang ada pada keadaan
karies profunda, bersama dengan limfosit, sel plasma, dan makrofag.
2. Tidak ada mikroorganisme yang ditemukan di pusat abses karena aktivitas fagositik dari
leukosit polimorfonuklear. [2]
a. Pulpitis reversible
Pulpitis reversibel merupakan suatu kondisi inflamasi pulpa yang tidak parah, ringan
hingga sedang. Apabila penyebabnya telah dihilangkan, inflamasinya akan pulih
kembali dan pulpa akan kembali normal. Pulpitis reversibel dapat ditimbulkan oleh
stimulus. Pulpitis reversibel dapat disebabkan karena adanya trauma oklusi, adanya
bakteri penyebab karies, kavitas kering atau dehidrasi, rangsang termal misalnya
karena bur yang terlalu lama menyebabkan panas, serta karena terkena alkohol
(Tarigan, 1994).
Pulpitis reversibel biasanya lebih sering tidak menimbulkan gejala atau asimtomatik.
Gejala pulpitis reversibel ada yang simtomatik dan asimtomatik. Gejala simtomatik
berupa rasa sakit tajam yang hanya sebentar, disebabkan oleh makanan, minuman dan
udara dingin. Tidak timbul secara spontan dan tidak berlanjut bila penyebabnya
ditiadakan, sedangkan gejala asimtomatik dapat disebabkan oleh karies yang baru
mulai dan normal kembali setelah karies dihilangkan dan gigi direstorasi dengan baik
(Tarigan, 1994).
Diagnosis pulpitis reversibel dapat diberikan apabila pada anamnesa ditemukan rasa
sakit atau nyeri sebentar dan hilang setelah rangsangan dihilangkan. Gejala subjektif
apabila ditemukan lokasi nyeri lokal, rasa linu timbul bila ada rangsangan, durasi nyeri
sebentar. Gejala objektif ditemukan kariesnya tidak dalam (hanya mengenai enamel,
kadang-kadang mencapai selapis tipis dentin), perkusi, tekanan tidak sakit. Pada tes
vitalitas hasilnya gigi masih vital (Tarigan, 1994).
Perawatan untuk pulpitis reversibel dapat bermacam-macam sesuai dengan kasus
yang ditemukan. Apabila pulpitis reversibel terjadi akibat karies media maka dapat
langsung dilakukan penumpatan, tetapi jika karies profunda perlu dilakukan
pembuatan pulp capping terlebih dahulu, apabila 1 minggu kemudian tidak ada
keluhan dapat langsung dilakukan penumpatan. Perawatan terbaik untuk pulpitis
reversibel adalah pencegahan. Perawatan periodik untuk mencegah perkembangan
karies, penumpatan awal bila kavitas meluas dan lain sebagainya. Apabila dijumpai
pulpitis reversibel, penghilangan stimulasi (jejas) biasanya sudah cukup, begitu gejala
telah reda, gigi harus dites vitalitasnya untuk memastikan bahwa tidak terjadi nekrosis.
Apabila rasa sakit tetap ada walaupun telah dilakukan perawatan yang tepat, maka
inflamasi pulpa dianggap sebagai pulpitis irreversibel, yang perawatannya adalah
eksterpasi, untuk kemudian dilakukan pulpektomi. Prognosa untuk pulpa adalah baik,
bila iritasi diambil cukup dini, kalau tidak kondisinya dapat berkembang menjadi
pulpitis irreversibel (Tarigan, 1994).
Penatalaksanaan Pulpitis Reversibel Akut
Pasien dapat menunjukan gigi yang sakit dengan tepat. Diagnosis dapat ditegaskan
oleh pemeriksaan visual, taktil, termal, dan pemeriksaan radiograf. Pulpitis reversibel
akut berhasil dirawat dengan prosedur paliatif yaitu aplikasi semen seng oksida
eugenol sebagai tambalan sementara, rasa sakit akan hilat dalam beberapa hari. Bila
sakit tetap bertahan atau menjadi lebih buruk, maka lebih baik pulpa diekstirpasi. Bila
restorasi yang dibuat belum lama mempunyai titik kontak prematur, memperbaiki
kontur yang tinggi ini biasanya akan meringankan rasa sakit dan memungkinkan pulpa
sembuh kembali. Bila keadaan nyeri setelah preparasi kavitas atau pembersihan
kavitas secara kimiawi atau ada kebocoran restorasi, maka restorasi harus dibongkar
dan aplikasi semen seng oksida eugenol (Apriyono, 2010).
Perawatan terbaik adalah pencegahan yaitu meletakkan bahan protektif pulpa dibawah
restorasi, hindari kebocoran mikro, kurangi trauma oklusal bila ada, buat kontur yang
baik pada restorasi dan hindari melakukan injuri pada pulpa dengan panas yang
berlebihan sewaktu mempreparasi atau memoles restorasi amalgam (Apriyono, 2010).
b. Pulpitis ireversibel
Pulpitis ireversibel merupakan keradangan pulpa yang terus menerus dengan atau
tanpa gejala dan disertai dengan kerusakan jaringan pulpa meskipun rangsangan
dihilangkan. Pulpitis ireversibel terutama disebabkan oleh bakteri. Penyebab lainnya
diantaranya, makanan manis, stimulus termis, mekanis, kimiawi dan asam (Bakar,
2013).
Gejala pada pasien pulpitis ireversibel dapat berupa akut atau kronis. Akut apabila
terjadi sakit terus menerus, spontan, dan bisa menjalar, sakit yang tajam, rasa sakit
bertahan beberapa menit sampai berjam-jam tetap ada meskipun stimulus dihilangkan.
Gejala kronis apabila pasien tanpa gejala dan biasanya sudah terjadi drainase eksudat
(Bakar, 2013).
Diagnosis pulpitis ireversibel dapat diberikan apabila pada pemeriksaan ditemukan
kavitas dalam yang meluas ke pulpa. Hasil tes es termal positif, tes perkusi negatif,
palpasi negatif dan mobilitas negatif. Pada pemeriksaan histopatologis ditemukan
terjadi respon inflamasi kronis dan akut, dapat menimbulkan daerah nekrotik
kemudian terjadi fagositosit leukosit pmn pada daerah neukrotik yang akan
membentuk eksudat sehingga menjadi mikroabses. Pada pemeriksaan radiologi dapat
dilihat terjadi sedikit penebalan ligament periodontal, kadang-kadang erosi lamina
dura. Perawatan yang dapat dilakukan untuk pulpitis ireversibel adalah pulpektomi
atau pengambilan seluruh pulpa (Bakar, 2013).
pulpa terhadap penyembuhan masih baik (American Academy of Pediatric Dentistry, 2014).
2. Kaping Pulpa Indirek
Menurut American Academy of Pediatric Dentistry pada 2014 perawatan pulpa indirek adalah
prosedur yang dilakukan pada gigi dengan lesi karies yang dalam mendekati pulpa tetapi tanpa ada
tanda atau gejala degenerasi pulpa. Indikasi dilakukan perawatan kaping pulpa indirek yaitu pada gigi
tanpa pulpitis atau dengan pulpitis reversibel dengan selapis tipis dentin yang masih menutupi pulpa.
Secara radiografis dan pemeriksaan klinis pulpa masih vital dan bisa merespon baik penyembuahan
dari karies.
Bahan Kaping Pulpa
Alat :
1. Bur bulat
Fungsinya :
• Untuk membur email
• Untuk menyingkirkan karies di dentin
• Untuk menyingkirkan dentin karies di daerah singulum
2. Ekscavator
Fungsinya :
• Untuk membuang sisa-sisa akhir dari debris
• Untuk membuang jaringan gigi yang lunak/karies
3. Pinset berkerat
Fungsinya :
• Untuk menjepit kapas dan gulungan kapas
4. Plastis filling instrument
Fungsinya :
• Untuk memasukkan, memanipulasi dan membentuk bahan tumpatan plastis
• Aplikasi semen
• Untuk mengurangi kelebihan bahan
5. Alat pengaduk semen
Fungsinya :
• Untuk memanipulasi bahan tumpatan
6. Stopper cement
Fungsinya :
• Untuk menempatkan atau memampatkan bahan basis/semen
Keberhasilan perawatan pulp capping secara klinis didapat dari hasil pemeriksaan
subjektif dan pemeriksaan objektif baik ekstra oral maupun intra oral. Evaluasi klinis
dilakukan dengan pemberian kriteria skor kesembuhan pada suatu kasus sebagai: buruk,
kurang, cukup, dan baik (Rukmo, 2011). Kriteria klinis yang digunakan untuk
menentukan keberhasilan perawatan pulp capping adalah tidak adanya nyeri spontan dan
atau sensitivitas pada gigi, tidak ada fistula, edema, dan atau pergerakan gigi yang
abnormal (Franzon, 2007)
Perawatan pulp capping pada situasi yang menguntungkan memberikan respons
pulpa yang baik dengan membentuk dentin reparative di balik daerah perforasi untuk
membuat jembatan dentin. Pada penggunaan bahan yang paling tepat, jembatan ini
terbentuk di dekat bahan capping, tetapi dengan bahan kalsium hidroksid sendiri,
jembatan terbentuk jauh dari bahan capping. Jembatan dentin tidak dibentuk oleh kalsium
dari bahan pulp capping.
Pentingnya mencegah kontaminasi bakteri pada saat perforasi perlu diperhatikan.
Para peneliti menemukan bahwa bahan pulp capping harus dilapisi dengan basis; zinc
okside eugenol tampaknya paling tepat dan terbukti memperbaiki kualitas jembatan
dentin (Asma, 2014).
a. Evaluasi Keberhasilan dan Komplikasi Kegagalan Pulp Capping Indirect
Keberhasilan perawatan pulp capping direct, ditandai dengan hilangnya rasa
sakit, serta reaksi sensitive terhadap rangsang panas atau dingin yang dilakukan pada
pemeriksaan subjektif setelah perawatan. Kemudian pada pemeriksaan objektif
ditandai dengan pulpa yang tinggal akan tetap vital, terbentuknya jembatan dentin
yang dapat dilihat dari gambaran radiografi pulpa, berlanjutnya pertumbuhan akar dan
penutupan apikal.
Sebagian besar peneliti memakai kriteria jembatan dentin sebagai indikator
keberhasilan perawatan karena jembatan dentin bertindak sebagai suatu barrier untuk
melindungi jaringan pulpa dari bakteri sehingga pulpa tidak mengalami inflamasi,
tetap vital, membantu kelanjutan pertumbuhan akar dan penutupan apikal pada gigi
yang pertumbuhannya belum sempurna. Jembatan dentin terbentuk karena adanya
fungsi sel odontoblas pada daerah pulpa yang terbuka.
Reaksi jaringan dentin terhadap kalsium hidroksida terjadi pada hari pertama
hingga minggu kesembilan, sehingga pasien dapat diminta datang 2 bulan setelah
perawatan untuk melakukan control. Kemudian secara periodic setiap 6 bulan sekali
dalam jangka waktu 2 sampai 4 tahun untuk menilai vitalitas pulpa.
Faktor yang bisa menyebabkan kegagalan perawatan pulp capping yaitu pada
saat pengeburan, ada kemungkinan mata bur membuat perforasi atap pulpa. Hal ini
perawatan pulp capping indirect berganti menjadi pulp capping direct.
b. Evaluasi Keberhasilan dan Komplikasi Kegagalan Pulp Capping Direct
Pulp capping direct sampai saat ini masih merupakan suatu metode perawatan
yang valid di bidang endodontic, karena bila perawatan ini berhasil maka vitalitas dari
gigi dengan pulpa terbuka dapat dipertahankan. Kondisi ini sangat tergantung pada
diagnosis yang tepat sebelum perawatan, tidak ada bakteri yang mencapai pulpa dan
tidak ada tekanan pada daerah pulpa yang terbuka.
Keberhasilan perawatan pulp capping direct hampir sama dengan indirect,
ditandai dengan hilangnya rasa sakit, serta reaksi sensitive terhadap rangsang panas
atau dingin yang dilakukan pada pemeriksaan subjektif setelah perawatan. Kemudian
pada pemeriksaan objektif ditandai dengan pulpa yang tinggal akan tetap vital,
terbentuknya jembatan dentin yang dapat dilihat dari gambaran radiografi pulpa,
berlanjutnya pertumbuhan akar dan penutupan apikal.
Sebagian besar peneliti memakai kriteria jembatan dentin sebagai indicator
keberhasilan perawatan karena jembatan dentin bertindak sebagai suatu barrier untuk
melindungi jaringan pulpa dari bakteri sehingga pulpa tidak mengalami inflamasi,
tetap vital, membantu kelanjutan pertumbuhan akar dan penutupan apikal pada gigi
yang pertumbuhannya belum sempurna. Jembatan dentin terbentuk karena adanya
fungsi sel odontoblas pada daerah pulpa yang terbuka.
Reaksi jaringan dentin terhadap kalsium hidroksida terjadi pada hari pertama
hingga minggu kesembilan, sehingga pasien dapat diminta datang 2 bulan setelah
perawatan untuk melakukan control. Kemudian secara periodic setiap 6 bulan sekali
dalam jangka waktu 2 sampai 4 tahun untuk menilai vitalitas pulpa.
Kegagalan perawatan pulp capping biasanya dikarenakan
perdarahan yang terjadi dapat berperan sebagai penghalang sehingga tidak terjadi
kontak antara bahan kalsium hidroksida dengan jaringan pulpa. Hal ini menyebabkan
proses penyembuhan pulpa terhambat.
Kegagalan perawatan ditandai dengan pemeriksaan subjektif yaitu timbulnya
keluhan, misalnya gigi sensitive terhadap rangsang panas dan dingin atau gejala lain
yang tidak diinginkan. Kemudian pada pemeriksaan objektif dengan radiografi dilihat
adanya gambaran radiolusen yang menunjukkan gumpalan darah atau terjadinya
resorpsi internal.
Setelah dilakukan perawatan pulp capping dengan prognosa yang baik, maka
sebagai dokter gigi kita wajib dan harus memberi edukasi dan evaluasi mengenai
perawatan tersebut kepada pasien anak dan orang tuanya. Salah satu contohnya yaitu
Dental health education. Dental health education adalah suatu proses belajar yang
ditujukan kepada individu dan kelompok masyarakat untuk mencapai derajat
kesehatan gigi yang setinggi-tingginya. Suatu usaha atau aktivitas yang
mempengaruhi orang-orang untuk bertingkah laku sedemikian rupa sehingga baik
untuk kesehatan gigi dan mulut pribadi maupun masyarakat (Herijulianti, 2000).
Diharapkan dengan diberikan edukasi dan evaluasi tersebut, baik orang tua dan
anak dapat merubah dan menjaga oral hygine. Sebagai orang tua harus lebih
memperhatikan kebersihan mulut dari sang anak (Todd and Dodd, 1985).
Perawatan Flare-up
Aspek terpenting perawatan flare-up adalah menenangkan pasien. Umumnya pasien
merasa ketakutan dan kesal bahkan menyangka bahwa perawatan telah gagal dan gigi
harus dicabut. Berilah keyakinan kepada pasien bahwa rasa nyeri yang timbul dapat
ditanggulangi dan kasusnya akan segera ditangani. Kasus kedaruratan antar kunjungan
dapat dibagi menjadi kasus tanpa dan dengan pembengkakan, dan yang diagnosis awalnya
pulpa vital atau nekrosis. Jika pada diagnosis awalnya pulpa masih vital, jarang timbul
flare-up (Apriyono, 2010).
DAFTAR PUSTAKA
Alex, G. 2018. Direct and indirect pulp capping: A brief history, material innovations, and
clinical case report. Compendium. Vol. 39(3): 182-189.
American Academy of Pediatric Dentistry. 2014. Pulp Therapy for Primary and
Immature Permanent Teeth. Journal AADP 39(6):325-333.
Apriyono, Dwi Kartika. 2010. Kedaruratan Endodontik. Stomatognatic (J.K.G. Unej) Vol.
7 No. 1 : 45-50. Jember: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember.
Armilia, Milly. 2007. Penatalaksanaan Keadaan Darurat Endodontik. Bandung: ITB
Asma, Qureshi. 2014. Recent Advances in Pulp Capping Materials: An Overview. Journal of
Clinical and Diagnostic Research
Bakar, A., 2013, Kedokteran Gigi Klinis, edisi 2, Quantum, Yogyakarta.
Baum, Lloyd. Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi / Baum Philips Lund; alih bahasa, Rasinta
Tarigan; editor, Lilian Yuwono. - Ed. 3 – Jakarta: EGC, 1997
Bender IB. 2000. Reversible and irreversible painful pulpitis: Diagnosis and treatment. Aust
Endod J;26(1):10-14.
Burns, C. R., Cohen, S., 1994, Pathways of The Pulp, 6th Ed, Mosby-Year Book,
Philadelphia.
C. J. R. Stock, R. T. Walker. 2014. Endodontics / eds. China: Elsevier. 388 p.
Dabuleanu M. 2013. Pulpitis reversible/irreversible. J Can Dent Assoc. 79:90-94.
Fagundes, T. C., dkk., 2009. Indirect Pulp Treatment in a permanent molar: case report of
4-year follow up. J Appl Oral Sci. Vol. 17(1): 70-74.
Franzon, R. 2007. Clinical and Radiographic Evaluation of Indirect Pulp Treatment in
Primary Molars: 36 Months Follow-up. American Journal of Dentistry, 20 (3). 190
Kartika, Dwi Apriyono. Kedaruratan Endodonsia. Stomatognatic (J.K.G. Unej)
2010;7(1):45-50. Herijulianti E., Indriani TS., Artini S. Pendidikan kesehatan gigi. Jakarta :
EGC Penerbit Buku Kedokteran,2002: 119-132.
Kusuma, Andina R P. 2016. Pengaruh Lama Aplikasi dan Jenis Bahan Pencampur
Sserbuk Kalsium Hidroksida Terhadap Kekerasan Mikrodentin Saluran Akar. Odonto Dental
Jurnal. Vol 3(1) : 48-54.
Milcheva, N., R. Kabaktchirva, dan N. Gateva. 2016. Direct Pulp Capping In Treatment
of
Miloro, M, 2004, Peterson’s Principles of Oral and Maxillofacial Surgery, BC Decker Inc
Hamilton London
Nugraheni, T.,dkk. 2013. Pengaruh Lama Kontak Campuran Kalsium Hidroksida-
Gliserin dan Kalsium Hidroksida-Chlorehexidin Diglukonate 2 % Terhadap Kekerasan
Mikrodentin Pada Segmen Sepertiga Servikal Saluran Akar. Jurnal Kedokteran Gigi 4(2):39-
44.
Rukmo, M. (2011). Perkembangan Metode Penelitian Kesembuhan Penyakit Periapikal
setelah Perawatan Endodontik. Proceeding Kongres IKORGI ke IX dan Seminar Ilmiah
Nasional Recent advances in Conservative Dentistry. 8-9
Reversible Pulpitis In Primary Teeth-Clinical Protocol. JIMBAB. 22(4): 1348-1351.
Grosman, L. I., Seymour, O., Carlos, E., D., R., 1995, Ilmu Endodontik dalam Praktek, edisi
kesebelas, EGC, Jakarta.
Supriyadi.Pedoman Interpretasi Radiograf Lesi-Lesi Di Rongga Mulut. Stomatognatic (J.
K. G Unej).2012;9(3):134-139.
Tarigan, R., 1994, Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti), Widya Medika, Jakarta.
Tarigan, R., 2002, Perawatan Pulpa Gigi (endodontic), EGC, Jakarta.
Triharsa S.,Mulyawati E. Perawatan Saluran Akar Satu Kunjungan Pada Pulpa Nekrosis
Disertai Restorasi Mahkota Jaket Porselin Fusi Metal dengan Pasak Fiber Reinforced Composit
(Kasus Gigi Insisivus Sentralis Kanan Maksila). Maj Ked Gi.2013; 20(1): 71-77
Todd. J.E.. and T. Dodd. (1985). Childrens Dental Health in The United Kingdom 1983 :
London. Hee Majesty’s Stationeray Office.
Walton, R.E., Torabinejad, M., 2008, Prinsip & Praktik Ilmu Endodonsia, EGC, Jakarta.
Walton, Richard. E & Torabinejad, Mahmoud. 1997. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsi.
Jakarta : EGC.
Yati R, Taqwa D, Octiara E. Pedodonsia Terapan. Medan: FKG USU. 2009. 14. Bakar
Abu. Kedokteran Gigi. Klinis. Edisi 2. Yogyakarta