Anda di halaman 1dari 17

PAPER MIKROBIOLOGI

PROSEDUR PENGAMBILAN SPESIMEN DARI


CAIRAN PLEURA DAN BRONKOSKOPI

Oleh:
Dr. Dian Maulisa Fitriani

Pembimbing:
Dr. Tetty Aman Nasution, M.Med, Sc

Departemen:
Ilmu Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara


2019
BAB I

1.1. Pendahuluan
Prinsip yang harus diperhatikan pada pengambilan dan pengiriman sampel / spesimen
mikrobiologi yaitu menggalang kerjasama serta saling berinteraksi secara erat antara klinisi/
spesialis, petugas rumah sakit/tenaga paramedis, pasien, dan ahli mikrobiologi agar hasil
pemeriksaan mikrobiologi dapat dipercaya dalam penanganan kasus serta pengendalian infeksi.
Hasil dari suatu pemeriksaan mikrobiologi pada umumnya dapat menunjang diagnosis
klinis, tetapi bila hasil pemeriksaan negatif, tidak berarti spesimen yang diambil mutlak salah.
Pada pengambilan bahan harus diperhatikan jumlah spesimen untuk pemeriksaan, biakan kuman,
tes resistensi antibiotika. Spesimen merupakan bagian terpenting dalam menggali suatu
pemeriksaan, dimana hasil pemeriksaan laboratorium tidak lebih baik dari mutu spesimen yang
diperoleh.
Berdasarkan cara pengambilan, spesimen digolongkan menjadi 2 kelompok yaitu,
spesimen non-invasif dan spesimen invasif. Spesimen non-invasif contohnya adalah urin,
sputum, feses, dan luka. Relatif mudah diambil ulang ketika terjadi kesalahan identifikasi.
Sedangkan untuk spesimen invasif contohnya adalah kultur darah, cairan tubuh steril sperti
cairan pleura dan cairan amnion.
Dalam pemeriksaan mikrobiologi adanya cemaran mikroba yang bukan merupakan
penyebab infeksi akan sangat mengganggu. Mikroba yang menjadi penyebab infeksi sendiri
harus dapat diperoleh dan dipertahankan hidup. Oleh karena itu cara pengambilan, penyimpanan,
dan transportasi spesimen yang baik merupakan salah satu faktor penentu mutu dari
pemeriksaan mikrobiologi atau pemeriksaan laboratorium lain.
BAB II

2.1. Cairan Pleura


2.1.1. Rongga Pleura
Rongga pleura terletak antara paru dan dinding toraks dan dalam keadaan normal terisi oleh
lapisan cairan sangat tipis. Membran serosa yang membungkus parenkim paru disebut pleura viseralis,
sedangkan yang melapisi dinding toraks, diafragma dan mediastinum disebut pleura parietalis.
Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hilus paru.

Pleura visceralis terdiri dari 3 lapisan. Bagian permukaan luarnya terdiri dati selapis sel
mesotelial yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 gm). Di antara celah sel ini terdapat beberapa
jaringan limfoid. Dibawah sel-sel mesotelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan
histiosit. Pada lapisan tengah terdapat jaringan kolagen dan serat-serat elastik. Lapisan terbawah
terdapat jaringan interstitial subpleura yang sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler
- dari arteri pulmonalis dan arteri brakialis serta pembuluh getah bening. Keseluruhan
jaringan pleura visceralis ini menempel kuat pada jaringan parenkim paru.

Pleura parietalis merupakan jaringan lebih tebal dan terdiri dari sel-sel mesotelial dan
jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat-serat elastik). Dalam jaringan ikat ini terdapat pembuluh
kapiler dari arteri interkostalis dan arteri mamaria interna, pembuluh getah bening dan banyak
reseptor saraf yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Sistem persarafan ini
berasal dari nervus interkostalis dinding dada dan aliran sesuai dengan dermatom dada.
Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tapi mudah juga dilepaskan
dari dinding dada diatasnya.

Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong antara kedua pleura tersebut,
karena terisi sedikit (10-20 cc) cairan yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak
seara teratur. Cairan yang sedikit ini merupakan lapisan pelumas antara kedua pleura, sehingga
mereka mudah bergeser satu sama lain. Jumlah cairan itu dalam keadaan normal hampir tidak
dapat diukur karena sangat sedikit
Cairan dapat masuk kedalam rongga melalui pleura parietalis dan selanjutnya keluar
lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura viseralis via sistem limfatik dan vaskuler.
Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke pleura viseralis dapat terjadi karena adanya perbedaan
tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh sistem
limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorbsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang
memudahkan penyerapan cairan pada pleura viseralis adalah terdapat banyak mikrovili disekitar
sel-sel mesotelial. Pleura viseralis yang melekat pada paru mempunyai kemampuan mereabsorbsi
sampai 90 %, sedangkan sisanya oleh pembuluh limfe.

2.1.2. Thoracentesis

Jenis cairan rongga pleura mungkin transudat atau eksudat sehingga perlu secara tepat
membedakan keduanya. Torasentesis merupakan proses pengambilan cairan ( sampling ) dari rongga
pleura. Tindakan yang juga disebut pungsi pleura ini dilakukan di linea aksilaris posterior di spasium
interkostalis VIII. Penuntun ultrasonografi (ultrasonographic guidance) atau CT scan diperlukan
bila jumlah cairan sangat sedikit, disamping bisa mengurangi insiden pneumatoraks setelah
tindakan.

Torasentesis dilakukan atas indikasi terapeutik atau diagnostik. Untuk keperluan terapeutik,
cairan yang diambil bisa mencapai 1500 ml atau lebih sampai pasien merasakan keluhannya
berkurang. Torasentesis diagnostik memerlukan lebih sedikit cairan pleura, yaitu 50-100 ml,
untuk keperluan pemeriksaan protein, glukosa, LDH, jumlah lekosit, hitung jenis, pembuatan
apusan, kultur atau analisa sitologi. Khusus untuk pemeriksaan sitologi, apabila hasil ternyata negatif,
maka harus diulangi dengan sampel yang diperoleh dari biopsi jarum (needle biopsy). Pengambilan
sampel ini memerlukan keahlian khusus mengingat komplikasi tindakan mencapai 14%.
Kemungkinan yang terjadi antara lain pneumotorak, infeksi, mengenai organ terdekat terutama paru dan
perdarahan. Syarat utama tindakan ini adalah bekerja steril untuk menghindari infeksi setelah
tindakan sekaligus memperoleh sampel yang sesuai dengan keadaan sebenarnya.
2.1.2.1. Penampungan dan waktu pengiriman

Penampungan sampel disesuaikan jenis pemeriksaan yang dilakukan. Selain untuk keperluan
kultur, sampel yang diperoleh ditampung dalam botol atau tabung bersih dan kering dengan
antikoagulan untuk mencegah terbentuknya bekuan. Untuk keperluan kultur, penampung harus
steril dan tertutup rapat. Sampel sebaiknya segera dikirim dalam keadaan segar (segera
sesudah pengambilan). Penundaan pemeriksaan tidak diperkenankan lebih dari 8 jam karena
akan menimbulkan penurunan hasil pemeriksaan protein.

2.1.2.2. Alat

Fotometer untuk pemeriksaan protein harus dalam keadaan siap pakai dan selalu
terkalibrasi.

Kaca obyek dalam keadaan baru dan atau bersih sehingga diharapkan saat melakukan
penghapusan diperoleh hasil yang baik (tidak terputus-putus akibat kotornya kaca obyek)

Bilik hitung Neubauer Improved dalam keadaan bersih sehingga saat penghitungan
tidak terganggu oleh kotoran yang melekat.

2.1.2.3. Reagen

Reagen biuret tidak mempunyai masa kadaluarsa, sehingga hasil pemeriksaan


protein dapat dipercaya.

Untuk pengecatan dalam hitung jenis lekosit, wright giemsa selalu dibuat baru sehingga
hasil pengecatan optimal (sel-sel terwamai dengan jelas).

2.1.2.4. Pemeriksa

Pemeriksaan dil akukan oleh tenaga anali s yang t erl atih dan berpengalaman.
Hitung jenis leukosit dilakukan secara induplo untuk menghindari kesalahan subyektifitas.
2.1.3. Pemeriksaan Transudat-Eksudat
Sesuai pendapat Light, pemeriksaan LDH dan protein dapat dipakai untuk membedakan
transudat-eksudat. LDH terdapat pada semua sel tubuh, yaitu pada sitoplasma. Kadar tertinggi
terdapat dalam otot rangka, hati, jantung, ginjal dan eritrosit.41 Kadar dalam serum akan
meningkat bila terdapat kerusakan pada jaringan tubuh. Di laboratorium klinik yang
sederhana, pemeriksaan LDH biasanya belum dilakukan, sehingga pemeriksaan protein
menjadi hal yang penting.
Protein yang terdapat dalam cairan pleura khususnya eksudat secara umum sama dengan
kandungan protein yang terdapat dalam plasma pembuluh darah, yait-u mengandung albumin,
globulin dan fibrinogen. Perbandingan kadar protein cairan efusi biasanya lebih dari 0,5 dari protein
total yang terdapat didalam darah, sedangkan dalam transudat kurang dari 0,5 dari protein total
yang terdapat didalam darah. Pada kandungan protein yang tinggi dimana kadar fibrinogen
didalamnya juga tinggi, sampel tanpa antikoagulan akan membentuk bekuan yang
mengganggu pemeriksaan.
Mengingat terjadinya eksudat merupakan akibat proses inflamasi, pemeriksaan
jumlah dan hitung jenis sel dapat dilakukan untuk melengkapi penentuan transudat-eksudat.

2.1.4. Pemeriksaan Protein


Kadar protein dalam cairan pleura dapat dilakukan beberapa cara, yaitu metode Biuret,
Rivalta dan Esbach.
Cara yang umum dilakukan yaitu metoda Biuret. Tes Rivalta merupakan metoda yang
sederhana tetapi kasar dan bersifat kualitatif. Cara Esbach menghitung protein berdasarkan berat
jenis cairan yang akan diperiksa.

2.1.5 Tes Rivalta


Tes Rivalta merupakan metode sederhana. Dengan menggunakan reagen asam asetat

glasial jenuh ( 1 tetes ) yang diencerkan dalam aquades sebanyak 100 cc, diteteskan cairan yang

akan diperiksa. Jika saat diteteskan cairan tersebut menunjukkan gambaran seperti kabut atau

kapas berarti tes positif , sebaliknya jika tidak ada disebut negatif. Pemeriksaan ini bersifat

kualitatif dan kasar.4'27'42


2.1.6. Metode Esbach

Pemeriksaan ini dimulai dengan menetapkan berat jenis cairan. Apabila berat jenisnya

1,010, dibuat pengenceran 5-10 kali, sedangkan berat jenis 1,010 memerlukan pengenceran

20 kali. Pemeriksaan protein menurut Esbach dilakukan berdasarkan pengenceran yang telah

dibuat.

Rumus yang telah ditetapkan yaitu;


1. (berat jenis 1,007) x 343 = gram protein1100 ml cairan.
2. Berdasarkan rumus tersebut dapat di tentukan :
3. Berat jenis 1,010 sesuai dengan 1 g protein per 100 ml
4. Berat jenis 1,015 sesuai dengan 2,5 g protein per 100 ml
5. Berat jenis 1,020 sesuai dengan 4,5 g protein per 100 ml
6. Berat jenis 1,025 sesuai dengan 6 g protein per 100 ml
Cara Esbach ini merupakan penetapan kadar protein tidak secara langsung karena
berdasarkan berat jenis.

2.1.7. Metode Biuret


Pemeriksaan dengan metode ini bersifat kuantitatif. Pemeriksaan ini menggunakan

reagen Biuret dan hasil reaksinya dibaca dengan fotometer. Reagen Biuret terdiri dari :

Na OH 0,1 N

K-Na-Tartrat 16 mmol/L

Kalium Jodida 15 mmol/L


Tembaga Sulfat 6 mmol/L
Prinsip pemeriksaan ini adalah adanya protein dalam cairan dengan penambahan

ion tembaga dalam larutan alkalis akan menyebabkan komplek warna (ungu).

Pemeriksaan ini mudah dikerjakan dan memberikan reproduksibilitas yang baik.


2.1.8. Pemeriksaan Leukosit

Pemeriksaan sel darah khususnya leukosit merupakan penentu eksudat atau transudat,

dimana pada transudat jumlah leukosit kurang dari 1.000/mm3, sedangkan pada eksudat lebih dari

atau sama dengan 1 000/mm3 terutama PMN. Berdasarkan jenis leukositnya yaitu

polimorfonuklear atau mononuklear dapat membantu mencari kemungkinan penyebab terjadinya

cairan patologis tersebut.

1. Hitung Jumlah Leukosit

Hitung jumlah leukosit dapat dikerjakan dengan menggunakan bilik hitung Neubauer

Improved atau Fuch Rosenthal dan mengunakan larutan Na C1 0,9 % dengan pengenceran seperti

pada penghitungan jumlah sel pada LCS.

Selain dengan bilik hitung dapat pula dengan digunakan Automatic Blood Counter tetapi

hasilnya sering tinggi palsu ini diakibatkan oleh sel mesotelial, sel tumor, atau debris yang ikut

terhitung.

Untuk melisiskan eritrosit dapat dipakai asam asetat glasial 3 % dan untuk memberikan

gambaran sel yang jelas dapat diberikan pewamaan methilen blue.

2. Hitung Jenis Sel


Hitung jenis sel biasanya hanya untuk membedakan dua jenis sel yaitu sel berinti satu
(MN) atau limfosit dan sel polimorfonuklear (PMN) atau segmen netrofil.
Pemeriksaan hitung jenis dilakukan preparat apus transudat-eksudat, yang dibuat dari

sampel yang telah disentrifugasi. Pengecatan dapat dilakukan dengan memakai Giemsa atau

Wright. Secara mikroskopik dibedakan PMN (Polimormonuclear) dan MN

(Mononuclear) dari 100 300 sel.



Hasil hitung jenis ini dapat memberikan keterangan tentang jenis radang. Pada proses

radang akut, leukosit didominasi jenis PMN dalam bentuk segmen netrofil, sedangkan radang

menahun didominasi jenis MN berupa limfosit.

2.2. Bronkoskopi

2.2.1. Definisi Bronkoskopi

Kata bronkoskopi berasal dari bahasa Yunani; broncho yang berarti batang

tenggorokan dan scopos yang berarti melihat atau menonton. Jadi, bronkoskopi adalah

pemeriksaan visual jalan nafas atau saluran pernafasan paru yang disebut bronkus. Lebih

khusus lagi, bronkoskopi merupakan prosedur medis, yang dilakukan oleh dokter yang

mempunyai kompetensi di bidangnya dengan memeriksa bronkus atau percabangan paru -

paru untuk tujuan diagnostik dan terapeutik (pengobatan). Untuk prosedur ini dokter

menggunakan bronkoskop, sejenis endoskop, yang merupakan instrumen untuk pemeriksaan

organ dalam tubuh. Tergantung pada alasan medis atau indikasi klinis untuk bronkoskopi,

dokter dapat menggunakan bronkoskopi kaku (rigid) atau Fiber Optic Bronchoscopy (FOB)

2.2.2. Jenis Bronkoskopi

Berdasarkan bentuk dan sifat alat bronkoskopi, saat ini dikenal dua macam

bronkoskopi, yaitu Bronkoskopi kaku (Rigid) dan Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL).

1. Bronkoskopi Kaku (Rigid)

Bronkoskopi rigid merupakan alat yang berbentuk tabung lurus terbuat dari bahan

stainless steel. Panjang dan lebar bervariasi, tetapi bronkoskopi untuk dewasa biasanya

berukuran panjang 40 cm dan diameter berkisar 9-13,5 mm, tebal dinding bronkoskop
berkisar 2-3 mm. Bronkoskopi rigid biasanya dilakukan dengan penderita di bawah anestesi

umum. Tindakan ini harus dilakukan oleh bronchoscopist yang berpengalaman di ruang

operasi. Bronkoskopi rigid diindikasikan pada penderita dengan obstruksi saluran nafas besar

dimana dengan FOB tidak dapat dilakukan. Indikasi umum lainnya adalah:

• Mengontrol dan penanganan batuk darah massif

• Mengeluarkan benda asing dari saluran trakeobronkial

• Penanganan stenosis saluran nafas

• Penanganan obstruksi saluran nafas akibat neoplasma

• Pemasangan sten bronkus

• Laser bronkoskopi

2. Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL)


Bronkoskopi serat optik lentur (BSOL) juga dikenal sebagai Fiber Optic Bronchoscopy
(FOB), sangat membantu dalam menegakkan diagnosis pada kelainan yang dijumpai di paru-
paru, dan berkembang sebagai suatu prosedur diagnostik invasif paru.
FOB berupa tabung tipis panjang dengan diameter 5-6 mm, merupakan saluran untuk tempat
penyisipan peralatan tambahan yang digunakan untuk mendapatkan sampel dahak ataupun
jaringan. Biasanya 55 cm dari total panjang tabung FOB mengandung serat optik yang
memancarkan cahaya. Ujung distal FOB memiliki sumber cahaya yang dapat memperbesar 120°
dari 100° lapangan pandang yang diproyeksikan ke layar video atau kamera.
Tabungnya sangat fleksibel sehingga memungkinkan operator untuk melihat sudut 160°-
180° keatas dan 100°-130° ke bawah. Hal ini memungkinkan bronchoscopist FOB untuk melihat
ke segmen yang lebih kecil dan segmen sub cabang bronkus ke atas dan ke bawah dari bronkus
utama, dan juga ke depan belakang (anterior dan superior).
2.2.3. Pengambilan Spesimen dari Bronkoskopi
a. Bronchial Washing
Bronchial Washing atau bilasan bronkus adalah Tindakan membilas daerah bronkus dan
cabang-cabangnya dengan bantuan kateter atau fasilitas suction yang ada pada bronkoskop. Bilasan
bronkus dilakukan dengan menggunakan cairan salin atau ringer yang dialirkan melalui saluran yang ada
pada bronkoskop ke dalam bronkus yang dijumpai kelainan dan disedot kembali. Jumlah cairan yang
dialirkan 3-5 ml dan dapat diulang beberapa kali.

1). Indikasi
Terdapat beberapa indikasi dilakukannya bronchial washing, yaitu:
1. Diagnostik, yaitu untuk mendapatkan bahan pemeriksaan pada penyakit paru infeksi,
noninfeksi, keganasan, penyakit interstisial paru dan lain-lain
2. Terapeutik, yaitu pada beberapa kasus seperti pneumonia aspirasi oleh cairan lambung
dan aspirasi benda asing tertentu.
3. Perioperatif, yaitu untuk membersihkan sisa-sisa darah dan bekuan darah selama
pembedahan paru.

2). Persiapan
A. Pasien
- Permintaan dan ijin tindakan bronkoskopi (dari pasien dan diketahui keluarga
terdekat dengan saksi petugas paramedis/medis) setelah diberi penjelasan tentang
tindakan dan tujuan pemeriksaan serta komplikasinya.
- Foto toraks PA dan lateral (terbaru), bila ada foto lain (oblik, top lordotik, lateral
foto, tomogram, CT scan dan lain–lain).
- EKG baru atau hasil konsultasi kardiologi (bila perlu).
- Laboratorium (faal hemostasis, hasil pemeriksaan sputum bila ada).
- Puasa sekurang–kurangnya 5 jam sebelum tindakan.
- Codein tablet dan ekstrak belladona tablet 12 jam dan 6 jam sebelum tindakan.
- Buat status bronkoskopi.
B. Alat
- Unit Bronkoskop Serat Optik Lentur (BSOL) dan "light source" –
- Unit penyedot (suction) yang berfungsi baik dengan kekuatan sedot cukup
- Lampu kepala
- Aparatus instilasi lidocain
- Xylocain spray
- Pot lidocain dengan semprit 10 cc
- Asesori tindakan bronkoskopi
- Pulse oxymeter
- Sumber O2 dan aparatusnya (nasal kanul)
- Obat–obat emergensi
- Emergensi kit (Doctor Blue)
- Aparatus pencucian bronkoskop
- Alat–alat infuse
- Obat–obat premedikasi

C. Cara Kerja
- Pasien disiapkan di ruang persiapan dengan memeriksa tanda–tanda vital, status
paru dan kardiologis.
- Premedikasi dengan sulfas atropin 0,25 mg IM/IV atau diazepam 5 mg IM/IV
atau keduanya tergantung umur, status tanda vital, paru dan kardiologis.
- Anestesi lokal oral dengan kumur–kumur lidocain 5 ml selama 5 menit dalam
posisi duduk.
- Anestesi lokal lanjutan di daerah orofaring dan laringofaring serta pita suara
dengan xylocain spray 10% (5 – 7 semprot).
- Instilasi lidocain 2% 2 ml ke dalam trakea melalui pita suara dengan bantuan kaca
laring.
- Penderita siap diperiksa dalam posisi duduk, telentang atau posisi lainnya dengan
pemeriksa berdiri di belakang kepala pasien.
- Oksimeter ditempelkan pada jari telunjuk kanan/kiri, oksigen kanula nasal dengan
arus 3 – 4 liter/menit dan kedua mata ditutup dengan kain penutup untuk
mencegah terkena larutan lidocain/cairan pembilas.
- Mouth–piece diletakan di antara gigi rahang atas dan rahang bawah untuk
mencegah tergigitnya bronkoskop.
- Insersi bronkoskop bais secara transoral (tersering) atau transnasal.
- Dipelajari pita suara, trakea, karina, bronkus utama kanan/kiri, bronkus lobus,
bronkus segmen, bronkus subsegmen.
- Pada daerah bronkus yang dicurigai ada kelainan disikat dengan alat brush baik
yang tanpa selubung maupun yang dengan selubung tunggal/selubung ganda/
selubung ganda dengan ujung tertutup polyethylenegycol (tergantung pada
diameter "manouver channel" bronkoskop yang digunakan saat itu) beberapa kali
sampai dirasa cukup.
- Alat sikat ditarik ke dalam manouver channel dan bronkoskop berikut alat sikat
dikeluarkan dari pohok trakeobronkial.
- Di luar pasien, alat sikat dikeluarkan dari ujung bronkoskop sepanjang lebih
kurang 5 cm dan sikat dijentik–jentikan pada gelas objek serta ditratakan.
- Gelas objek yang telah berisi bahan pemeriksaan dilakukan fiksasi basah dan
fiksasi kering
- Fiksasi basah : setelah gelas objek difiksasi, keringkan dengan udara ruangan
kemudian direndam dalam pot plastic berisi alcohol 96%
- fiksasi kering : setelah gelas objek difiksasi, teteskan dengan alcohol 96% 1 tetes
kemudain keringkan dengan udara ruangan kemudian masukkan dalam pot plastik
steril yang kosong
- Alat brush dikeluarkan dari bronkoskop.
- Bronksokopi diulang untuk evaluasi akibat penyikatan apakah ada perdarahan.
- Bahan segera dikirim ke Laboratorium.

b. Bronchoalveolar Lavage
Bronchoalveolar lavage adalah tindakan melalui bronkoskop menguras permukaan
mukosa jalan napas kecil dan rongga alveoli.
BAL bertujuan untuk mengambil spesimen yang terletak pada ujung saluran nafas
(alveolus). Cairan salin atau ringer dimasukkan ke ujung scope bronkoskop kemudian disedot.
Tindakan ini diulang beberapa kali sampai didapat sampel 100-300 ml untuk mendapatkan
material yang cukup dari alveolus. Sampel yang didapat dilakukan pemeriksaan mikrobiologi.
1). Indikasi
1. Diagnosis, yaitu untuk membantu penegakan diagnosis pada pasien dengan penyakit
keganasan paru, penyakit interstisial paru seperti asbestosis, sarkoidosis, silikosis,
histiosistosis, pneumonitis hipersensitiviti, dan fibrosis paru idiopatik.
2. Terapeutik, yaitu untuk membantu pengeluaran benda asing yang ada di alveoli, dan pada
inhalasi zat-zat radioaktif.

2). Persiapan
A. Pasien
- Permintaan dan ijin tindakan bronkoskopi (dari pasien dan diketahui keluarga
terdekat dengan saksi petugas paramedis/medis) setelah diberi penjelasan tentang
tindakan dan tujuan pemeriksaan serta komplikasinya.
- Foto toraks PA dan lateral (terbaru), bila ada foto lain (oblik, top lordotik, lateral
foto, tomogram, CT scan dan lain–lain).
- EKG baru atau hasil konsultasi kardiologi (bila perlu).
- Laboratorium (faal hemostasis, hasil pemeriksaan sputum bila ada).
- Puasa sekurang–kurangnya 5 jam sebelum tindakan.
- Codein tablet dan ekstrak belladona tablet 12 jam dan 6 jam sebelum tindakan.
- Buat status bronkoskopi.

B. Alat
- Unit Bronkoskop Serat Optik Lentur (BSOL) dan "light source" –
- Unit penyedot (suction) yang berfungsi baik dengan kekuatan sedot cukup
- Lampu kepala
- Aparatus instilasi lidocain
- Xylocain spray
- Pot lidocain dengan semprit 10 cc
- Asesori tindakan bronkoskopi
- Pulse oxymeter
- Sumber O2 dan aparatusnya (nasal kanul)
- Obat–obat emergensi
- Emergensi kit (Doctor Blue)
- Aparatus pencucian bronkoskop
- Alat–alat infuse
- Obat–obat premedikasi

C. Cara Kerja
- Pasien disiapkan di ruang persiapan dengan memeriksa tanda–tanda vital,
status paru dan kardiologis
- Premedikasi dengan sulfas atropin 0,25 mg IM/IV atau diazepam 5 mg IM/IV
atau keduanya tergantung umur, status tanda vital, paru dan kardiologis
- Anestesi lokal oral dengan kumur–kumur lidocain 5 ml selama 5 menit dalam
posisi duduk
- Anestesi lokal lanjutan di daerah orofaring dan laringofaring serta pita suara
dengan xylocain spray 10% (5 – 7 semprot).
- Instilasi lidocain 2% 2 ml ke dalam trakea melalui pita suara dengan bantuan
kaca laring.
- Penderita siap diperiksa dalam posisi duduk, telentang atau posisi lainnya
dengan pemeriksa berdiri di belakang kepala pasien.
- Oksimeter ditempelkan pada jari telunjuk kanan/kiri, oksigen kanula nasal
dengan arus 3 – 4 liter/menit dan kedua mata ditutup dengan kain penutup
untuk mencegah terkena larutan lidocain/cairan pembilas.
- Mouth–piece diletakan di antara gigi rahang atas dan rahang bawah untuk
mencegah tergigitnya bronkoskop.
- Insersi bronkoskop bais secara transoral (tersering) atau transnasal.
- Dipelajari pita suara, trakea, karina, bronkus utama kanan/kiri, bronkus lobus,
bronkus segmen, bronkus subsegmen.
- Dipakai bronkoskop serat optik berdiameter 4 – 5,6 ml.
- Lokasi yang dipilih lobus medius atau lingula kecuali ada lesi lokal di lobus
tertentu
- Setelah dipelajari seluruh percabangan bronkus kanan dan kiri, ujung
bronkoskop ditujukan ke lobus medius atau lingula dan disumbatkan pada
bronkus lobus/ segmen tersebut
- Cairan steril garam fifiologis 0,9% dengan suhu 37°C diinstilasikan sebanyak-
banyaknya 20 – 50 ml kemudian secara hati-hati cairan tersebut dihisap
kembali dengan kecepatan 5 ml/detik.
- Tindakan tersebut dilanjutkan sampai sebanyak 100 – 300 ml.
- Cairan yang dihisap kembali hanya 40 – 60%. Pada pasien emfisema/penyakit
obstruksi jalan napas hanya 10 – 40%.
- Cairan yang diaspirasi dapat disimpan pada temperatur kamar dan
ditempatkan dalam es bila akan dikirim ke laboratorium dan dianalisis dalam
waktu 1 jam setelah pengisapan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Gandasoebrata R. Penuntun Iaboratorium klinik. Jakarta : Dian Rakyat, 1999:159-69.


2. Vandepitta, J. et al. 2010. Prosedur Laboratorium Dasar Untuk Bakteriologi Klinis Edisi
2. Jakarta : ECG.
3. Burgess LJ, Maritz FJ, Taljaraard JJ. Comparative analysis of the biochemical
parameters used to distinguish between pleural transudates and exudates. Chest,2005;
107 : 1604-9.
4. Chairlan. Lestari, E. 2011. Pedoman Teknik Dasar Untuk Laboratorium Kesehatan Edisi
2. Jakarta : ECG.

Anda mungkin juga menyukai