Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KIMIA KLINIK
‘’Pemeriksaan Cairan Tubuh‘’
Disusun oleh:

Kelompok : 1(Satu)

ANGGOTA KELOMPOK:1. Abdul Farhan Al-Badriansyah

2. Anna Lisdiana Putri

3. Dianti Ismaya

4. Indah Widyawati Sari

5. Lis Diana

XI - TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

SMK NEGERI 17 SAMARINDA


TAHUN AJARAN 2017/2018
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI i

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Tujuan 1

BAB II PEMBAHASAN 2

A. Pemeriksaan Cairan Pleura 2


B. Pemeriksaan Cairan Perut 8
C. Pemeriksaan Makroskopis Feses 11
D. Pemeriksaan Darah Samar Feses 15
BAB IV PENUTUP 19

A. Kesimpulan 19
B. Saran 19
Daftar Pustaka 20

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cairan merupakan komposisi terbesar dalam tubuh manusia. Cairan berperan


dalam menjaga proses metabolisme dalam tubuh. Untuk menjaga
kelangsungan proses tersebut adalah keseimbangan cairan. Cairan dalam
tubuh manusia normalnya adalah seimbang antara asupan (input) dan
haluaran (output). Jumlah asupan cairan harus sama dengan jumlah cairan
yang dikeluarkan dari tubuh. Perubahan sedikit pada keseimbangan cairan
dan elektrolit tidak akan memberikan dampak bagi tubuh. Akan tetapi, jika
terjadi ketidak seimbangan antara asupan dan haluaran, tentunya akan
menimbulkan dampak bagi tubuh manusia. Pengaturan keseimbangan cairan
tubuh, proses difusi melalui membran sel, dan tekanan osmotik yang
dihasilkan oleh elektrolit pada kedua kompartemen (Mubarak, 2007).
Pentingnya cairan bagi tubuh membuat sel-sel tubuh hanya dapat hidup dan
berfungsi jika berada /terendam dalam cairan ekstrasel yang sesuai. Sehingga,
homeostasis cairan harus ekstrasel yang sesuai. Meskipun tubuh mempunyai
respon fisiologis untuk menjaga keseimbangan. Akan tetapi, peningkatan
volume cairan ekstrasel akan meningkatkan volume darah dan tekanan darah
serta sebaliknya. Sehingga, dari hukum tersebut dapat diasumsikan bahwa
yang mengatur tekana darah adalah volume cairan ekstrasel (Mubarak, 2007).
Asupan cairan merupakan jumlah cairan yang masuk ke dalam tubuh
manusia. Secara fisiologis, manusia sudah dibekali dengan respon untuk
memasukkan cairan ke dalam tubuh.

1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui definisi dari cairan
pleura, untuk mengetahui bagaimana cara melakukan pemeriksaan cairan
pleura, untuk mengetahui bagmaian cara melakukan pemeriksaan perut,
pemeriksaan makroskopis feses, dan untuk pemeriksaan darah sama feses.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemeriksaan Cairan Pleura

1. Definisi cairan Pleura

Efusi pleura adalah adanya penumpukan cairan dalam rongga (kavum)


pleura yang melebihi batas normal. Dalam keadaan normal terdapat 10 -
20 cc cairan. Efusi cairan pleura adalah penimbunan cairan pada rongga
pleura atau Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan
pleura dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang
disebabkan oleh ketidak seimbangan antara pembentukan dan pengeluaran
cairan pleura (Smeltzer, 2002).
Pada orang normal rongga pleura ini juga selalu ada cairannya yang
berfungsi untuk mencegah melekatnya pleura viseralis dengan pleura
parietalis, sehingga dengan demikian gerakan paru (mengembang dan
mengecil) dapat berjalan dengan mulus. Dalam keadaan normal, jumlah
cairan dalam rongga pleura sekitar 10-20 ml. Cairan pleura komposisinya
sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar
protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl (Bahar, 2001).
2. Fisiologi

Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura


parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk
mencegah pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua
buah kaca objek yang akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek
tersebut dapat bergeseran satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit
dipisahkan.
Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di
dalam pleura parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui
pleura viseralis. Masing-masing dari kedua pleura merupakan membran
serosa mesenkim yang berpori-pori, dimana sejumlah kecil transudat
cairan intersisial dapat terus menerus melaluinya untuk masuk kedalam
ruang pleura(Halim, 2001).
Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih
besar daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura
parietalis dan permukaan pleura viseralis lebih besar dari pada pleura
parietalis sehingga dalam keadaan normal hanya ada beberapa mililiter
cairan di dalam rongga pleura (Halim, 2001).
3. Etiologi
Efusi pleura umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme
pembentukan cairan dan kimiawi cairan menjadi 2 yaitu atas transudat
atau eksudat. Transudat hasil dari ketidakseimbangan antara tekanan
onkotik dengan tekanan hidrostatik, sedangkan eksudat adalah hasil dari
peradangan pleura atau drainase limfatik yang menurun. Dalam beberapa
kasus mungkin terjadi kombinasi antara karakteristk cairan transudat dan
eksudat.
4. Klasifikasi berasarkan mekanisme pembentukan cairan:
a. Transudat
Transudat adalah cairan dalan ruang interstitial yang hanya terjadi
sebagai akibat tekanan hidrostatik atau turunnya protein plasma
intravascular yang meningkat (tidak disebabkan oleh proses
peradangan/inflamasi). Berat jenis transudat biasanya kurang dari 1.012
yang mencerminkan kandungan protein yang rendah. Contoh transudat
pada ibu hamil dimana terjadi penekanan dalam cairan tubuh.
b. Eksudat
Eksudat adalah cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tingga
(diatas 1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4 mg% serta sel-sel
darah putih yang mengandung emigrasi. Cairan ini tertimbun akibat
permeabilitas vascular (yang memungkinkan protein plasma dengan
molekul besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik
intravascular sebagai akibat aliran lokal yang meningkat pula dengan
serentetan peristiwa rumit leukosit yang menyebabkan emigrasi.
Tabel perbedaan transudat dan eksudat
5. Pemeriksaan Cairan Pleura
ALAT DAN BAHAN
1. Stetoskop
2. Sarung tangan steril
3. Spuit 5 cc dan 50 cc
4. Kateter vena no. 14
5. Blood set
6. Lidocain 2%
7. Alkohol 70%
8. Plester
9. Three way stopcock
10. Kasa steril
11. Betadin
PRA ANALITIK (PENGAMBILAN SPESIMEN)
Bahan dari rongga perut , pleura, pericardium, sendi, kista dan sebagainya
didapat dengan mendakan pungsi. Sediakanlah pada waktu melakukan
pungsi selain penampung biasa juga sediakan penampung steril (untuk
biakan) dan penampung yang berisi larutan natrium citrat 20% atau heparin
steril
6. PROSEDUR PENGAMBILAN SAMPEL:
1) Pasien dipersiapkan dengan posisi duduk atau setengah duduk, sisi
yang sakit menghadap petugas yang akan melakukan punksi
2) Beri tanda (dengan spidol atau pulpen) daerah yang akan dipunksi
3) Desinfeksi  pasang duk steril
4) Anastesi lidokain 2% dimulai dari subkutis, lalu tegak lurus ke arah
pleura (lakukan tetap di daerah sela iga), keluarkan lidokain
5) Bila jumlah cairan yang dibutuhkan untuk diagnostik telah cukup, tarik
jarum dengan cepat dengan tegak lurus pada saat ekspirasi, dan bekas
luka tusukan segera ditutup dengan kassa betadin.
Sampel yang didapat ditampung dalam 3 botol:
1. Botol 1: steril untuk pemeriksaan bakteriologi
2. Botol 2: di tambah antikoagulant untuk pemeriksaan rutin
3. Botol 3: tanpa antikoagulan untuk pemeriksaan kimia
Yang harus diperhatikan pada waktu punksi adalah pengambilan cairan
tidak boleh seluruhnya karena:
• Untuk menghindari terjadinya shock
• Pada cairan acites banyak mengadung protein
Fungsi pemeriksaan:
• Untuk menentukan cairan yang diperiksa
• Mengusahakan pencari penyebabnya
7. Makroskopis Cairan Pleura

Pada pemeriksaan cairan pleura ini meliputi : jumlah, warna, kerjernihan,


bau, berat jenis, dan bekuan. Pada pemeriksaan ini akan membedakan
yang tergolong cairan transudat dan cairan eksudat. Berikut adalah
penjelasan mengenai pemeriksaan cairan pleura yaitu :
a. Jumlah
Ukurlah dan catatlah volume yang didapat dengan pungsi. Jika semua
cairan dikeluarkan jumlah itu memberi petunjuk tenteng luasnya
kelainan.
b. Warna
Mungkin sangat berbeda-beda, agak kuning, kuning campur hijau,
merah jambu, merah, putih serupa susu, dll. Bilirubin memberi warna
kuning pada transudat, darah yang menjadikannya merah atau coklat,
pus memberi warna putih-kuning, chylus putih serupa susu, B.
pyocyaneus biru-hijau. Warna transudat biasanya kekuning-kuningan,
sedangkan exudat dapat berbeda-beda warnanya dari putih melalui
kuning sampai merah darah sesuaidengan causa peradangan dan
beratnya radang. Warna exudat oleh proses radang ringan tidak banyak
berbeda dari warna transudat.
c. Kejernihan
Inipun mungkin sangat berbeda-beda dari jernih, agak keruh sampai
sangat keruh. Transudat murni kelihatan jernih, sedangkan exudat
biasanya ada kekeruhan. Jika mungkin, kekeruhan yang menunjuk
kepada sifat exudat itu dijelaskan lebih lanjtu sebagai umpamanya
serofibrineus, seropurulent, serosangineus, hemoragik, fibrineus, dll.
Kekeruhan terutama disebabkan oleh adanya dan banyaknya sel,
leukosit dapat menyebabkan kekeruhan sangat ringan sampai kekeruhan
berat seperti bubur. Eritrosit menyebabkan kekeruhan yang kemerah-
merahan.
d. Bau
Biasanya baik transudat mupun exudat tidak mempunyai bau bermakna
kecuali kalau terjadi pembusukan protein. Infeksi dengan kuman
anaerob dan oleh E. coli mungkin menimbulkan bau busuk, demikian
adanya bau mengarahkan ke exudat.
e. Berat jenis
Harus segera ditentukan sebelum kemungkinan terjadinya
bekuan. Penetapan ini penting untuk menentukan jenis cairan. Kalau
jumlah cairan yang tersedia cukup, penetapan dapat dilakukan dengan
urinometer, kalau hanya sedikit sebaiknya memakai refraktometer.
Seperti sudah diterangkan, nilai berat jenis dapat ikut memberi petunjuk
apakah cairan mempunyai cirri-ciri transudat atau exudat.
f. Bekuan
Perhatikan terjadinya bekuan dan terangkan sifatnya (renggang,
berkeping, sanagat halus, dll) bekuan it tersusun dari fibrin dan hanya
didapat pada exudat. Kalau dikira cairan yang dipungsi bersifat exudat,
campurlah tetap cair dan dapat dipakai untuk pemeriksaan lain-lain.
8. Pemeriksaan Kimia Cairan Pleura
Pemeriksaan kimia biasanya dibatasi saja kepada kadar glukosa dan
protein dalam cairan itu. Alasannya ialah cairan rongga dalam keadaan
normal mempunyai susunan yang praktis serupa dengan susunan plasma
darah tanpa albumin dan globulin-globulin. Transudat mempunyai kadar
glukosa sama seperti plasma, sedangkan eksudat biasanya berisi kurang
banyak glukosa jika eksudat itu mengandung banyak leukosit.
Protein dalam transudat dan eksudat hanya fibrinogen saja. Dalan
transudat kadar fibrinogen rendah yakni antara 300-400 mg/dl dan dalam
eksudat kadar protein 4-6 gr/dl. Berikut adalah beberapa cara melakukan
pemeriksaan kimia cairan pleura:
a. TEST RIVALTA
PRINSIP: seromucin yang terdapat dalam eksudat dan tidak terdapat
dalam transudat akan bereaksi dengan asam acetat encer membentuk
kekeruhan yang nyata. Protein + asam acetat  presipitasi
CARA KERJA:
1. Ke dalam tabung masukkan 100 ml aquadest.
2. Tambahkan 1 tetes asam acetat.
3. Homogenkan (jangan sampai berbusa dan berbuih).
4. Tambahkan 2 tetes sampel ke dalam larutan, tetesan tertinggi 1 cm dari
permukaan larutan
5. Perhatikan tetesan itu bercampur dengan larutan tersebut
INTERPRETASI HASIL:
Transudat: membentuk awan kemudian menghilang
Eksudat: presipitasi putih tenggelam
a. KADAR PROTEIN
Menentukan kadar protein dalam cairan rongga tubuh yang dapat
membantu klinik dalam membedakan transudat dan eksudat. Kadar
protein dalam transudat biasanya kurang dari 2,5 gr/dl sedangkan eksudat
berisi lebih dari 4 gr/dl.
9. Pemeriksaan Mikroskopis Cairan Pleura
Pada pemeriksaan mikroskopis cairan pleura ini meliputi : menghitung
jumlah leukosit dan menghitung jenis sel hitung eritrosit jarang di gunakan

dalam pemeriksaan mikroskopis cairan pleura. Menghitung jenis sel

biasanya hanya membedakan 2 golongan jenis sel yaitu golongan yang


berinti satu yang digolongkan dengan nama “limfosit” dan golongan sel
polinuklear atau “segment”. Dalam golongan limfosit ikut terhitung
limfosit, sel-sel mesotel, sel plasma dsb. Perbandingan banyak sel dalam
golongan-golongan itu memberi petunjuk kearah jenis radang yang
menyebabkan atau menyertai eksudat itu.
CARA MELAKUKAN PEMERIKSAAN CAIRAN PLEURA
Persiapan sampel: sampel harus diperiksa paling lambat 1 jam setelah
pengambilan untuk mencegah degenerasi sel yang ada. Sampel dapat
langsung dari cairan aspirasi atau dari sedimen cairan pleura yang telah
disentrifuge (paling baik)

B. Pemeriksaan Cairan Perut


Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum.
Asites dalam jumlah yang kecil kemungkinan menunjukkan gejala yang
asimptomatik, pada peningkatan jumlah cairan dapat menyebabkan distensi
abdominal dan rasa tidak nyaman, anoreksia, mual, dan gangguan
pernapasan. Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga
peritoneum. Asites dapat disebabkan oleh banyak penyakit. Antara lain
sirrosis hepatis, juga merupakan gejala yang sering terjadi pada penderita
kanker ovarium, gejala ini juga sering digunakan sebagai tanda diagnostik
adanya kemungkinan keganasan pada tumor ovarium. Pada dasarnya
penimbunan cairan di rongga peritoneum dapat terjadi melalui dua
mekanisme dasar, yakni transudasi dan eksudasi. Asites yang ada
hubungannya dengan sirosis hati dan hipertensi portal adalah salah satu
contoh penurunan cairan di rongga peritoneum yang terjadi melalui
mekanisme transudasi. Asites jenis ini paling sering dijumpai di Indonesia.
Asites merupakan tanda prognosis yang rawan pada beberapa penyakit.
Contohnnya asites pada kanker ovarium merupakan prognosis yang buruk,
ditandai dengan perut yang makin membesar karena rongga berisi cairan,
yang lama kelamaan akan menyebabkan penekanan pada rongga traktus
gastrointestinal sehingga akan timbul keluhan anoreksia. Bahkan jika cairan
makin bertambah akan menekan pada daerah diafragma sehingga akan timbul
gangguan pernapasan. (Brahmana Askandar).
Asites juga menyebabkan pengelolaan penyakit dasarnya menjadi semakin
kompleks. Seperti Infeksi pada cairan asites akan lebih memperberat
perjalanan penyakit dasarnya. Oleh karena itu asites harus dikelola dengan
baik.
Pemeriksaan Asites( Cairan Perut)
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik difokuskan pada tanda-tanda hipertensi dan penyakit
hati kronik. Pemeriksaan fisik yang ditemukan pada penyakit hati meliputi
ikterik, palmar eritem, spindernevi. Pada papasi hati sulit teraba jika
terdapat asites dalam jumlah yang banyak, tapi umumnya hati membesar.
Puddlesign menunjukan terdapat sebanyak 120 ml cairan. Ketika jumlah
cairan pertoneal sebanyak 500 ml asites dapat ditunjukan dengan
pemeriksaan shiftingdulness +. Gambara gelombang cairan biasanya tidak
akurat. Peningkatan cairan v.jugularis menunjukan penyebab utamanya
dari jantung. Nodul kenyal pada daerah umbilikus yang disebut sister mary
joseph nodul, jarang ditemukan tetapi umumnya menggambarkan adanya
Ca peritoneal juga berasal dari keganasan pada gaster, pankreas, atau
keganasan hati primer. Nodul patologis supraclavicula sebelah kiri
(virchow nodul) menunjukan adanya keganasan pada daerah abdominal
bagian atas. Pasien dengan penyakit jantung atau SN menunjukan
anasarka.
2. Pemeriksaan Lab
Cairan peritoneal harus diperiksa untuk dihitung jumlah sel, pada albumin,
kultur, total protein, pewarnaan gram, dan sitologi untuk jenis asites yang
tidak diketahui penyebabnya.
Indikasi : kebanyakan cairan asites transparan dan kuning minimal
10000 sel darah merah/microliter memeberikan warna cairan asites warna
pink dan jaringan terdapat 20000 sel darah merah/microliter diperkirakan
berwarna emrah seperti darah. Hal ini mungkin berhubungan dengan
traumatik pungsi atau keganasan.
Caira kemerahan yang berasal dari traumatik pungsi berupa darah dan
cairan akan membentuk bekuan. Cairan yang non traumatik berwarna
kemerahan dan tidak membentuk bekuan karena cairan tersebut lisis.
Jumlah neutrofil > 50000 sel/microliter memberikan gambar purulent dan
menunjukan infeksi.
a. Jumlah hitung sel :
Cairan asites yang normal mengandung < 500 leukosit/microliter dan <
250 leukosit PMN/microliter.
Inflamasi yang alan dapat menyebabkan peningkatan sel darah putih.
Jumlah netrofil > 250 sel/microliter menunjukan adanya hepatitis
bakterial. Pada peritonitis TB dan peritoneal Carsinomatosis terhadap
predominan limfosit.
b. SAAG
SAAG adalah pemeriksaan terbaik untuk mengklasifikasikan asites
dengan hipertensi portal (SAAG>1, 1 g/dl) dan non portal HT
(SAAG<1, 1 gr/dl). Pengukuran nilai albumin berhubungan langsung
dengan tekanan portal. Spesimen harus diperoleh secara berkelanjutan.
Ketepatan hasil SAAG + 97% dalam mengklasifikasikan asites. Kadar
albumin yang meningkat dan rendah menjelaskan sifat asites
transudat/eksudat.
c. Protein total
Dulu cairan asites dikategorikan eksudat jika jumlah protein > 0.5 gr/dl,
akan tetapi ketepatan hanya 56% untuk mendeteksi penyebab eksudat.
Kadar protein total merupakan informasi tambahan pada pemeriksaan
SAAG. Peningkatan SAAG dan jumlah protein yang meningkat pada
kebanyakan kasus asites dikarenakan kongesti hati. Pada pasien - pasien
dengan asites maligna mempunyai nilai SAAG yang rendah dan kadar
protein tinggi.
d. Kultur atau pewarnaan gram
Sensitifitas kultur darah kira-kira 92 % dalam mendeteksi pertumbuhan
bakteri pada cairan asites. Pewarnaan gram sensitifitasnya hanya 10%
dalam memberikan gambaran bakteri pada peritonitis bakterial spontan.
Kira-kira diperlukan 10000 bakteri/ml agar dapat terlihat pada
pewarnaan gram. Pada peritonitis bakteri spontan nilai konsentrasi rata-
rata bakteri 1 organisme/ml.
e. Sitologi
Pemeriksaan sitologi sensitifitasnya hanya 58 -75% dalam mendeteksi
asites maligna.
C. Pemeriksaan Makroskopis Feses
Feses adalah sisa hasil pencernaan dan absorbsi dari makanan yang dimakan
yang dikeluarkan lewat anus dari saluran pencernaan. Jumlah normal
produksi 100–200 gram/hari. Terdiri dari air, makanan tidak tercerna, sel
epitel, debris, celulosa, bakteri dan bahan patologis, Jenis makanan serta
gerak peristaltik mempengaruhi bentuk, jumlah maupun konsistensinya
dengan frekuensi defekasi normal 3x per - hari sampai 3x per-minggu.
1. Makroskopis
Pemeriksaan makroskopik tinja meliputi pemeriksaan jumlah, warna, bau,
darah, lendir dan parasit. Feses untuk pemeriksaan sebaiknya yang berasal
dari defekasi spontan. Jika pemeriksaan sangat diperlukan, boleh juga
sampel tinja di ambil dengan jari bersarung dari rectum. Untuk
pemeriksaan biasa dipakai tinja sewaktu, jarang diperlukan tinja 24 jam
untuk pemeriksaan tertentu. Tinja hendaknya diperiksa dalam keadaan
segar, kalau dibiarkan mungkin sekali unsur-unsur dalam tinja itu menjadi
rusak. Bahan ini harus dianggap bahan yang mungkin mendatangkan
infeksi, berhati-hatilah saat bekerja. Dibawah ini merupakan syarat dalam
pengumpulan sampel untuk pemeriksaan feses :
1) Wadah sampel bersih, kedap, bebas dari urine.
2) Harus diperiksa 30–40 menit sejak dikeluarkan jika ada penundaan
simpan di almari es.
3) Tidak boleh menelan barium, bismuth dan minyak 5 hari sebelum
pemeriksaan.
4) Diambil dari bagian yang paling mungkin memberi kelainan. Misalnya
bagian yang bercampur darah atau lendir.
5) Paling baik dari defekasi spontan atau Rectal Toucher sebagai
pemeriksaan tinja sewaktu.
6) Pasien konstipasi dapat diberikan saline cathartic terlebih dahulu.
7) Pada Kasus Oxyuris dapat digunakan metode schoth tape & object
glass.
8) Untuk mengirim tinja, wadah yang baik ialah yang terbuat dari kaca
atau sari bahan lain yang tidak dapat ditembus seperti plastik. kalau
konsistensi tinja keras, dos karton berlapis paraffin juga boleh dipakai.
Wadah harus bermulut lebar.
9) Oleh karena unsur-unsur patologik biasanya tidak dapat merata, maka
hasil pemeriksaan mikroskopi tidak dapat dinilai derajat kepositifannya
dengan tepat, cukup diberi tanda – (negatif), (+), (++), (+++) saja.
Berikut adalah uraian tentang berbagai macam pemeriksaan secara
makroskopis dengan sampel feses.
1) Pemeriksaan Jumlah
Dalam keadaan normal jumlah tinja berkisar antara 100–250 gram per
hari. Banyaknya tinja dipengaruhi jenis makanan bila banyak memakan
sayur jumlah tinja akan meningkat.
2) Pemeriksaan Warna
a) Tinja normal kuning coklat
warna ini dapat berubah mejadi lebih tua dengan terbentuknya urobilin
lebih banyak. Selain urobilin warna tinja dipengaruhi oleh berbagai
jenis makanan, kelainan dalam saluran pencernaan dan obat yang
dimakan. Warna kuning juga dapat disebabkan karena susu, jagung,
lemak dan obat santonin.
b) Tinja yang berwarna hijau
dapat disebabkan oleh sayuran yang mengandung khlorofil atau pada
bayi yang baru lahir disebabkan oleh biliverdin dan porphyrin dalam
mekonium.
c) Warna kelabu
mungkin disebabkan karena tidak ada urobilinogen dalam saluran
pencernaan yang didapat pada ikterus obstruktif, tinja tersebut disebut
akholis. keadaan tersebut mungkin didapat pada defisiensi enzim
pankreas seperti pada steatorrhoe yang menyebabkan makanan
mengandung banyak lemak yang tidak dapat dicerna dan juga setelah
pemberian garam barium setelah pemeriksaan radiologik.
d) Tinja yang berwarna merah muda
dapat disebabkan oleh perdarahan yang segar dibagian distal, mungkin
pula oleh makanan seperti bit atau tomat.
e) Warna coklat
dapat disebabkan adanya perdarahan dibagian proksimal saluran
pencernaan atau karena makanan seperti coklat, kopi dan lain-lain.
Warna coklat tua disebabkan urobilin yang berlebihan seperti pada
anemia hemolitik. Sedangkan warna hitam dapat disebabkan obat yang
yang mengandung besi, arang atau bismuth dan mungkin juga oleh
melena.
3) Pemeriksaan Bau
Indol, skatol dan asam butirat menyebabkan bau normal pada tinja. Bau
busuk didapatkan jika dalam usus terjadi pembusukan protein yang tidak
dicerna dan dirombak oleh kuman. Reaksi tinja menjadi lindi oleh
pembusukan semacam itu. Tinja yang berbau tengik atau asam disebabkan
oleh peragian gula yang tidak dicerna seperti pada diare. Reaksi tinja pada
keadaan itu menjadi asam. Konsumsi makanan dengan rempah-rempah
dapat mengakibatkan rempah-rempah yang tercerna menambah bau tinja.
4) Pemeriksaan Konsistensi
Tinja normal mempunyai konsistensi agak lunak dan bebentuk. Pada diare
konsistensi menjadi sangat lunak atau cair, sedangkan sebaliknya tinja
yang keras atau skibala didapatkan pada konstipasi. Peragian karbohidrat
dalam usus menghasilkan tinja yang lunak dan bercampur gas. Konsistensi
tinja berbentuk pita ditemukan pada penyakit hisprung. feses yang sangat
besar dan berminyak menunjukkan alabsorpsi usus.
5) Pemeriksaan Lendir
Dalam keadaan normal didapatkan sedikit sekali lendir dalam tinja.
Terdapatnya lendir yang banyak berarti ada rangsangan atau radang pada
dinding usus.
a) Lendir yang terdapat di bagian luar tinja, lokalisasi iritasi itu mungkin
terletak pada usus besar. Sedangkan bila lendir bercampur baur dengan
tinja mungkin sekali iritasi terjadi pada usus halus.
b) Pada disentri, intususepsi dan ileokolitis bisa didapatkan lendir saja
tanpa tinja.
c) Lendir transparan yang menempel pada luar feces diakibatkan spastik
kolitis, mucous colitis pada anxietas.
d) Tinja dengan lendir dan bercampur darah terjadi pada keganasan serta
peradangan rektal anal.
e) Tinja dengan lendir bercampur nanah dan darah dikarenakan adanya
ulseratif kolitis, disentri basiler, divertikulitis ulceratif, intestinal tbc.
f) Tinja dengan lendir yang sangat banyak dikarenakan adanya vilous
adenoma colon.
6) Pemeriksaan Darah.
Adanya darah dalam tinja dapat berwarna merah muda, coklat atau hitam.
Darah itu mungkin terdapat di bagian luar tinja atau bercampur baur
dengan tinja.
7) Pemeriksaan Nanah
Pada pemeriksaan feses dapat ditemukan nanah. Hal ini terdapat pada pada
penyakit Kronik ulseratif Kolon, Fistula colon sigmoid, Lokal abses.
Sedangkan pada penyakit disentri basiler tidak didapatkan nanah dalam
jumlah yang banyak.
8) Pemeriksaan Parasit
adanya cacing ascaris, anylostoma dan spesies cacing lainnya yang
mungkin didapatkan dalam feses.
9) Pemeriksaan adanya sisa makanan.
Hampir selalu dapat ditemukan sisa makana yang tidak tercerna, bukan
keberadaannya yang mengindikasikan kelainan melainkan jumlahnya yang
dalam keadaan tertentu dihubungkan dengan sesuatu hal yang abnormal.
Sisa makanan itu sebagian berasal dari makanan daun-daunan dan
sebagian lagi makanan berasal dari hewan, seperti serta otot, serat elastic
dan zat-zat lainnya. Untuk identifikasi lebih lanjut emulsi tinja dicampur
dengan larutan Lugol maka pati (amylum) yang tidak sempurna dicerna
nampak seperti butir-butir biru atau merah. Penambahan larutan jenuh
Sudan III atau Sudan IV dalam alkohol 70% menjadikan lemak netral
terlihat sebagai tetes-tetes merah atau jingga.
D. Pemeriksaan Darah Samar Feses
1. Darah samar
Pemeriksaan kimia tinja yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap darah
samar. Tes terhadap darah samar dilakukan untuk mengetahui adanya
perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan secara makroskopik atau
mikroskopik. Adanya darah dalam tinja selalau abnormal. Pada keadaan
normal tubuh kehilangan darah 0,5–2 ml/hari. Pada keadaan abnormal
dengan tes darah samar positif (+) tubuh kehilangan darah > 2 ml/hari
Macam-macam metode tes darah samar yang sering dilakukan adalah guajac
tes, orthotoluidine, orthodinisidine, benzidin tes berdasarkan penentuan
aktivitas peroksidase/oksiperoksidase dari eritrosit (Hb).
a. Metode benzidine basa
1) Buatlah emulsi tinja dengan air atau dengan larutan garam kira-kira
10 ml dan panasilah hingga mendidih.
2) Saringlah emulsi yang masih panas itu dan biarkan filtrat sampai
menjadi dingin kembali.
3) Ke dalam tabung reaksi lain dimasukkan benzidine basa sebanyak
sepucuk pisau.
4) Tambahkan 3 ml asam acetat glacial, lalu dikocok
5) Bubuhilah 2 ml filtrate emulsi tinja, campur.
6) Berilah 1 ml larutan hydrogen peroksida 3 %, campur.
7) Hasil dibaca dalam waktu 5 menit (jangan lebih lama).
Catatan :
Hasil dinilai dengan cara :
Negative ( - ) tidak ada perubahan warna atau samar-samar hijau
Positif (+) hijau
Positif (2+) biru bercampur hijau
Positif (3+) biru
Positif (4+) biru tua
b. Metode Benzidine Dihidrochlorida
Jika hendak memakai benzidine dihirochlorida sebagai pengganti
benzidine basa dengan maksud supaya test menjadi kurang peka dan
mengurangi hasil positif palsu, maka caranya sama seperti diterangkan
diatas.
c. Cara Guajac
Prosedur Kerja :
1) Buatlah emulsi tinja sebanyak 5 ml dalam tabung reaksi dan
tambahkan 1 ml asam acetat glacial, lau campurkan.
2) Dalam tabung reaksi lain dimasukkan sepucuk pisau serbuk guajac
dan 2 ml alcohol 95 %, campur.
3) Tuang hati-hati isi tabung kedua dalam tabung yang berisi emulsi
tinja sehingga kedua jenis campuran tetap sebagai lapisan terpisah.
4) Hasil positif kelihatan dari warna biru yang terjadi pada batas kedua
lapisan itu. Derajat kepositifan dinilai dari warna itu. Zat yang
mengganggu pada pemeriksaan darah samar diantara lain adalah
preparat Fe, chlorofil, extract daging, senyawa merkuri, Vitamin C
dosis tinggi dan anti oxidant dapat menyebabkan hasil negatif (-)
palsu, sedangkan Lekosit, formalin, cupri oksida, jodium dan asam
nitrat dapat menyebabkan positif (+) palsu.
d. Pemeriksaan Darah samar Dengan menggunakan kertas Saring
1) Siapkan cawan petri, kertas saring, aquadest, lidi, dan tablet darah
samar.
2) Ambil feses dan ratakan di tegan kertas saring.
3) Simpan satu tablet darah samar di atas feses.
4) Tambahkan 1-2 tetes aquadest diatas tablet sampai meresap ke kertas
saring.
5) Liat dan amati hasil, apakah terdapat warna yang menandakan hasil
positif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

1. Efusi pleura adalah adanya penumpukan cairan dalam rongga (kavum)


pleura yang melebihi batas normal. Dalam keadaan normal terdapat 10 -
20 cc cairan.
2. Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura
parietalis dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk
mencegah pemisahan toraks dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua
buah kaca objek yang akan saling melekat jika ada air.
3. mekanisme pembentukan cairan dan kimiawi cairan menjadi 2 yaitu atas
transudat atau eksudat
4. Pemeriksaan cairan pleura terdiri atas tiga macam yaitu pemeriksaan
makroskopis cairan pleura, pemeriksaan kimia cairan pleura dan
pemeriksaan mikroskopis cairan pleura.
5. Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum.
Asites dalam jumlah yang kecil kemungkinan menunjukkan gejala yang
asimptomatik, pada peningkatan jumlah cairan dapat menyebabkan
distensi abdominal dan rasa tidak nyaman, anoreksia, mual, dan gangguan
pernapasan.
6. Feses adalah sisa hasil pencernaan dan absorbsi dari makanan yang
dimakan yang dikeluarkan lewat anus dari saluran pencernaan.
7. Pemeriksaan makroskopik tinja meliputi pemeriksaan jumlah, warna, bau,
darah, lendir dan parasit.
8. Pemeriksaan terhadap darah samar dilakukan untuk mengetahui adanya
perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan secara makroskopik atau
mikroskopik.
B. Saran
Bagi seluruh pelajar untuk terus menambah wawasan pengetahuan mengenai
pemeriksaan cairan tubih seperti pemeriksaan cairan pelura, cairan perut,
pemeriksaan makroskopis feses, dan pemeriksaaan darah samar feses.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, http://analisbantul.blogspot.co.id/2012/11/pemeriksaan-
laboratorium-pada-tinja.html (tanggal akses 17 januari 2018)
Anonim, http://pujipeje.blogspot.co.id/2012/04/pemeriksaan-
feses.html(tanggal akes 17 januari 2018)
Anonim, http://merinsach.blogspot.co.id/2017/07/laporan-kimia-klinik-
cairan-pleura.html (tanggal akses 18 januari 2018)
Anonim, http://priyantoamak.blogspot.co.id/2011/10/makalah-kimia-
klinik.html (tanggal akses 18 januari 2018)
Anonim,http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/54938/
Chapter%20I.pdf?sequence=4&isAllowed=y (tanggal akses 19
januari 2018)
Arianda, Dedy. 2017. Saku analis Kesehatan Revisi ke-6. Bekasi.

Anda mungkin juga menyukai