Anda di halaman 1dari 3

Perjanjian Integrasi Vertikal (Vertical Integration)

Integrasi Vertikal adalah bagian dari hambatan (Vertical restraint).


Hambatan vertikal adalah segala praktik yang bertujuan untuk mencapai suatu
kondisi yang membatasi persaingan dalam dimensi vertikal atau dalam perbedaan
jenjang produksi (stage of production) atau dalam usaha.Larangan terhadap suatu
praktik yang menghambat secara vertikal disebabkan dapat mendukung suatu
tindakan anti persaingan, memperbesar kekuatan pasar serta dapat dijadikan alat
untuk melakukan segmentasi pasar secara geografis.

Integrasi vertikal di atur pada pasal 14 UU No. 5 tahun 1999 sebagai


berikut.

“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk
dalam rangkaian produksi baran dan/ jasa tertentu dimana setiap rangkaian
produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan baik dalam satu
rangkaian langsung maupun tidak langsung yang dapat mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan/ atau merugikan masyarakat.”

Secara umum bahwa yang dimaksud dengan integrasi vertikal adalah suatu
penguasaan serangkaian proses produksi atas barang tertentu mulai dari hulu
sampai hilir atau proses yang berlanjut atas suatu layanan jasa tertentu oleh pelaku
usaha tertentu.Dengan demikian terdapat beberapa manfaat tambahan yang dapat
diperoleh suatu perusahaan bila perusahaan tersebut melakukan integrasi vertikal
ke hulu dan/atau ke hilir, makanya pendekatan yang digunakan dalam pasal ini
adalah dengan menggunakan rule of reason approach.

Beberapa manfaat melakukan integral vertikal diantaranya adalah.

1. Manfaat ekonomi karena karakter teknologi


2. Manfaat ekonomi karena adanya kepastian kontrak
3. Manfaat ekonomi karena pengurangan biaya transaksi

Integrasi vertikal karena alasan-alasan diatas pada dasarnya adalah integrasi


vertikal karena alasan-alasan diatas pada dasarnya adalah integrasi vertikal yang
wajar karena didorong oleh keinginan untuk menekan biaya produksi. Namun,
terdapat juga motivasi integral vertikal yang tidak terlalu positif (negatif) seperti
terjadinya.

a. Diskriminasi harga
b. Integrasi vertikal untuk monopoli Industri
Mekanisme hubungan antar satu kegiatan usaha dengan kegiatan usaha
lainnya yang bersifat integrasi vertikal dalam perspektif hukum persaingan,
khususnya UU No. 5 Tahun 1999 digambarkan dalam suatu rangkaian
produksi/operasi yang merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik
dalam suatu rangkaian langsung maupun tidak langsung (termasuk juga
rangkaian produksi barang dan atau jasa substitusi dan atau komplementer).

Mekanisme hubungan kegiatan usaha yang bersifat integrasi vertikal dapat


dilihat pada skema produksi sebagai berikut yang menggambarkan hubungan
dari atas ke bawah, yang sering disebut juga dengan istilah dari hulu (upstream)
ke hilir (downstream).

Gambar 1. Skema Hubungan Vertikal


Perjanjian Tertutup (Exclusive Dealing)

Pada prinsipnya seorang pelaku usaha bebas untuk menentukan sendiri


pihak penjual atau pembeli atau pemasok suatu produk di pasar sesuai dengan
berlakunya hukum pasar. Karen itu dilarang, dilarang setiap perjanjian yang
bertentangan dengan kebebasan tersebut dan dapat mengakibatkan timbulnya
persaingan tidak sehat. Perjanjian tertutup adalah perjanjian yang mengondisikan
bahwa pemasok dari suatu produk akan menjual produknya hanya jika pembeli
tidak akan membeli produk pesaingnya atau untuk memastikan bahwa seluruh
produk tidak akan tersalur kepada pihak-pihak lain. Seorang pembeli (biasanya
distributor) melalui perjanjian tertutup mengondisikan bahwa penjual atau
pemasok produk tidak akan dijual atau memasok setiap produknya kepada pihak
tertentu atau pada tempat tertentu.

Perjanjian tertutup dilarang oleh pasal 15 UU No.5 tahun 1999 yakni


sebagai berikut:

(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain
yang memuat persyaratan bahwa pihak yang meneria barang dan/atau
jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang
dan/atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan/atau tempat tertentu.
(2) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang
membuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan/atau
jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan/atau jasa lain dari
pelaku usaha pemasok
(3) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau
potongan harga tertentu atas barang dan/atau jasa yang memuat
persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan/atau jasa
dari pelaku usaha pemasok:
a. Harus bersedia membeli barang dan/atau jasa lain dari pelaku
usaha pemasok atau
b. Tidak akan membeli barang dan/atau jasa yang sama atau sejenis
dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha
pemasok.

Pasal 15 ayat 1 dan 2 melarang setiap bentuk kesepakatan mengikat


eksklusif (kontrak penjualan, atau kewajiban memasok eksklusif) dan juga
melarang kesepakatan penjualan mengikat selektif.

Anda mungkin juga menyukai