Anda di halaman 1dari 7

Adversity Quotient Mahasiswa Baru yang Mengikuti Kurikulum Berbasis

Kompetensi

Nita Fitria, Taty Hernawaty, Nur Oktavia Hidayati


Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
E-mail: nita_fitria2001@yahoo.com

Abstrak

Adversity Quotient (AQ) merupakan suatu bentuk pengukuran yang digunakan untuk mengetahui kemampuan
seseorang dalam merespons suatu tantangan atau kesulitan dalam kehidupannya untuk mencapai suatu
keberhasilan. Salah satu tantangan dan kesulitan bagi mahasiswa keperawatan adalah menghadapi program
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dengan Metode Student Centered Learning (SCL). Tujuan penelitian
ini untuk mengetahui gambaran Adversity Quotient mahasiswa baru yang sedang mengikuti Kurikulum Berbasis
Kompetensi dengan Metode Student Centered Learning (SCL). Metode penelitian yang digunakan adalah metode
deskriptif kuantitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah total populasi dengan jumlah sampel 142 orang
mahasiswa. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah modifikasi dari Adversity Response Profile
Quick TakeTM. Hasil penelitian didapatkan Adversity Quotient mahasiswa baru yang sedang mengakui KBK
dengan metode SCL adalah sebagian besar responden yaitu 87 orang (61,27%) pada kelompok climber, sebagian
kecil dari responden yaitu 50 orang (35,21%) pada kelompok transisi camper ke climber, sebagian kecil dari
responden yaitu 5 orang (3,52%) pada kelompok camper, tidak seorang pun responden yaitu 0 orang (0.00%)
pada kelompok transisi quitter ke camper dan tidak seorang pun responden yaitu 0 orang (0.00%) pada kelompok
quitter. Mahasiswa pada posisi climber melihat masalah yang ada saat menjalani program profesi sebagai tantangan.

Kata kunci: Adversity quotient, mahasiswa, student centered learning.

Adversity Quetient of New Enrolled Students with Competency Based


Curriculum

Abstract

Adversity Quotient (AQ) is a form of measurement that used to determine a person’s ability to respond of
challenges or difficulties as part of achieving a success in life. The challenges and difficulties for nursing students
occurred when Competency-Based Curriculum (CBC) has applied using Student Centered Learning (SCL)
method. The purpose of this study was to explore the Adversity Quotient Force of nursing students from class
of 2011 who applied CBC and SCL as their study method. The research method was descriptive quantitative.
Samples were 142 nursing student from class of 2011 who chosen by total sampling technique. The data were
collected using a modification of the Adversity Response Profile Quick TakeTM tools. The result showed the
majority of Adversity Quotient of respondent who attended CBC with SCL method was in climber categories
with 87 people (61.27%). The second majority was transition to a camper climber with 50 people (35.21%), and
then followed by camper, camper quitter, and quitter with 5 persons (3.52%), 0 (0.00%), 0 (0.00%), respectively.

Key words: Adversity quotient, students, student centered learning.

Volume 1 Nomor 2 Agustus 2013 99


Nita Fitria : Gambaran Adversity Quotient Mahasiswa Baru

Pendahuluan itu diikuti oleh proses pencarian informasi


yang bersifat student-centered. Dalam PBL,
Konteks Teacher Centered Learning (TCL), content dan proses pembelajaran bagi peserta
spoon-feeding bagi para peserta didik tidak didik sangat ditekankan.
lagi sesuai karena proses pembelajaran Small Group Discussion (SGD) adalah
bersifat lamban dan para peserta didik tidak diskusi kelompok kecil (tutorial) merupakan
mempunyai peluang untuk memilih metode jantung bagi PBL. Kehidupan PBL (aktivitas
pembelajaran yang sesuai. Kelambanan pembelajaran) bertumpu pada proses tutorial.
proses pembelajaran yang terjadi didalam Didalam proses tutorial ini para peserta
paradigma metode TCL dapat menyebabkan didik bersama-sama dengan tutor melakukan
peserta didik tertinggal di belakang, tidak pemahaman dan pencarian pengetahuan yang
dapat menyesuaikan diri dengan kemajuan tersimpan di dalam masalah yang tersaji di
zaman. Untuk mengatasi kelambanan dan modul (skenario) melalui langkah-langkah
ketertinggalan maka proses pembelajaran terstruktur guna mencapai tujuan belajar
perlu diubah, dari one-way traffic menjadi yang telah ditetapkan maupun tujuan belajar
two-way traffic dan interaktif. Dengan yang lebih dari itu (Priyatmodjo, 2010)
menggunakan pembelajaran interaktif para Mahasiswa yang masuk pada semester
peserta didik dapat diajak bersama-sama pertama akan mengalami berbagai adaptasi
secara aktif untuk mencari, menemukan, terkait dengan latarbelakang setiap mahasiswa
mengolah, membangun dan memaknai ilmu dan metode pembelajaran ini yang berbeda
pengetahuan yang diminati. Pembelajaran dengan pendidikan sekolah menengah atas
interaktif merupakan salah satu karakteristik (SMA). Perbedaan yang mendasar dalam
metode Student Center learning (SCL). proses pembelajaran yang biasa yaitu TCL dan
SCL merupakan strategi pembelajaran sekarang menjadi SCL dengan menggunakan
yang menempatkan peserta didik sebagai pendekatan PBL melalui tujuh tahapan yang
subjek atau peserta didik menjadi aktif dan cukup panjang karena memerlukan waktu
mandiri, dengan kondisi psikologik sebagai sampai mendapatkan kesimpulan materi yang
adult learner, bertanggung jawab penuh atas dibahas. Selain itu mahasiswa juga dituntut
pembelajaran, serta mampu belajar beyond untuk segera beradaptasi dengan lingkungan
the classroom. Dengan prinsip-prinsip ini tempat tinggal mahasiswa berada sekarang.
maka para peserta didik diharapkan memiliki Apabila mereka tidak mampu menghadapi
dan menghayati jiwa life-long learner serta lingkungan baru yang sangat berbeda dengan
menguasai hard skills dan soft skills yang kondisi di SMA, maka akan timbul keadaan
saling mendukung. Disisi lain, para dosen stres pada mahasiswa.
beralih fungsi menjadi fasilitator, termasuk Stres menimbulkan penilaian (appraisal)
sebagai mitra pembelajaran bagi peserta oleh individu terhadap stimulus lingkungan
didik, tidak lagi sebagai sumber pengetahuan yang dihadapinya, mengacu pada suatu
utama. hubungan antara individu dan lingkungan
Student Center learning telah mempunyai yang dinilai oleh individu sebagai beban,
beberapa metode pembelajaran, salah membahayakan kesejahteraan atau rasa
satunya adalah Problem Based Learning nyaman karena melebihi kemampuan
(PBL). Pada umumnya metode PBL ini yang dimiliki oleh individu (Mitchell,
dipahami sebagai suatu strategi instruksional, 2004). Namun demikian, keadaan stres yang
kemudian peserta didik mengidentifikasi berkelanjutan dapat mengakibatkan pada
pokok permasalahan yang dimunculkan penyesuaian yang buruk, penyakit fisik dan
secara spesifik. Pokok persoalan tersebut ketidakmampuan mengatasi masalah yang
membantu dan mendorong peserta didik dihadapi oleh individu (Hawari, 2002).
untuk lebih memahami mengenai konsep Masalah psikologis yang menyebabkan
yang mendasari permasalahan yang muncul kemampuan adaptasi individu yang buruk,
serta prinsip pengetahuan lain yang relevan. ketidakmampuan fisik sampai timbul
PBL merupakan suatu metode pembelajaran penyakit tentunya sangat tidak diharapkan
bagi peserta didik. Peserta didik sejak awal bagi semua pihak baik mahasiswa maupun
dihadapkan pada suatu masalah, setelah civitas akademik.

100 Volume 1 Nomor 2 Agustus 2013


Nita Fitria : Gambaran Adversity Quotient Mahasiswa Baru

Tummes, Janssen, & Landeweerd (2001) Stoltz (2000) menyatakan bahwa IQ dan
mengungkapkan bahwa biasanya seseorang EQ berpengaruh pada kesuksesan seseorang
akan merasakan keletihan yang hebat akibat pada kondisi atau situasi normal, namun
beban kerja yang tinggi dan dukungan sosial tidak terlalu berperan dalam kondisi kritis
yang kurang. Beratnya masalah yang dihadapi atau situasi penuh kesulitan. Pada kondisi
mahasiswa dalam menghadapi KBK dengan ini AQ dianggap lebih penting pengaruhnya
metode SCL, jika mahasiswa mempunyai dari kedua konsep sebelumnya, karena
daya juang yang tinggi dalam menghadapi AQ merupakan prediktor umum terhadap
stressor yang terjadi maka kondisi stres tidak kesuksesan dan hadir untuk menjembatani
akan terjadi. Hal ini bila tidak diatasi dengan konsep IQ dan EQ. Pengaruh AQ dapat
baik maka mahasiswa calon perawat akan meningkatkan kemampuan seseorang untuk
berisiko terjadinya burnout sebagai perawat lebih kuat dalam menghadapi masalah (Seery,
pelaksana karena akan timbul reaksi fisik yang Holman, & Silver, 2010). Adversity Quotient
negatif akibat kondisi stres yang diarasakan menggambarkan seberapa baik seseorang
selama bekerja (Fagin, Brown, Barlett, Leary, dapat bertahan dan mampu mengatasi
& Carson, 1995); Cushway, Tyler, & Nolan, kesulitan atau siapa yang tenggelam dalam
1996). Begitu juga menurut Dawkins, Depp kesulitannya, dapat meramalkan siapa yang
dan Seltzer (1985) bahwa perawat memiliki dapat melebihi harapan dari potensinya dan
risiko tinggi stres terutama perawat jiwa siapa yang akan gagal serta memprediksi
karena kesulitan dalam menghadapi masalah siapa yang akan menyerah dan siapa yang
dalam pekerjaannya. akan menang. AQ juga dapat diperbaiki
AQ merupakan bentuk kecerdasan selain secara berkelanjutan pada seseorang sehingga
IQ, SQ, dan EQ yang digunakan untuk tidak menetap menjadi suatu kepribadian
menunjukan bagaimana bertahan dan cara (Dostie & Jayaraman, 2009; Jayaraman
mengatasi kesulitan. AQ dapat digunakan & Dostie, 2006), oleh karena itu, perlu
untuk menilai sejauh mana seseorang dalam dilakukan evaluasi secara berkala mengenai
menghadapi masalah rumit. Dengan kata perkembangan AQ seseorang (Cronin-Stubbs
lain AQ dapat digunakan sebagai indikator D &Brophy E, 1985).
bagaimana kemampuan seorang dalam Tinggi rendahnya AQ seseorang menurut
bertahan dan keluar dari kondisi yang penuh Stoltz (2000) tergantung pada 4 aspek yang
tekanan serta tantangan (Seery, Holman, & perlu dikembangkan yaitu CO2RE. Aspek
Silver, 2010). pertama adalah control, seseorang merasakan
Ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi seberapa besar kendali yang dimilikinya atas
ketika seorang mahasiswa menjalani KBK peristiwa yang terjadi pada dirinya, aspek yang
dengan metode SCL, yaitu mahasiswa kedua yaitu origin and ownership, bagaimana
terus berjuang menyelesaikan perkuliahan seseorang mempertanggungjawabkan akibat
dan menjadikan masalah yang ada sebagai dari asal mula kesulitan yang dihadapi. Selain
suatu media untuk memperbaiki diri dan itu, aspek yang ketiga adalah reach, sejauh
mencari alternatif penyelesaian yang ada. mana kesulitan yang dihadapi menjangkau
Permasalahan yang terjadi dapat diselesaikan bagian-bagian kehidupan dari seseorang,
dengan cara yang baik serta menjadikan dan aspek yang terakhir adalah endurance,
sebagai pelajaran di masa yang akan datang seberapa lama kesulitan yang dihadapi akan
bila dirinya telah lulus kuliah. Kemungkinan berlangsung. Ketika keempat aspek diatas
lain mahasiswa mencoba menjalani KBK tidak dapat dikendalikan dengan baik oleh
dengan metode SCL tapi tidak mempunyai mahasiswa maka yang terjadi adalah tingkat
cita-cita setelah lulus menjadi seorang stres yang meningkat dan melebar kedalam
Sarjana Keperawatan (S.Kep), yaitu menjadi sebagian aspek kehidupan sehingga dapat
seorang perawat pelaksana, pendidik, peneliti berdampak pada penurunan kualitas hidup
atau sebagai manajer. Kemungkinan lainnya dan bahkan memperpanjang waktu studi.
adalah mahasiswa tidak mau menerima Adversity Quotient (AQ) seseorang dapat
tantangan dalam menghadapi masalah yang dikategorikan menjadi Quitter, kelompok
terjadi di lingkungan akademik Fakultas yang tidak tahan pada semua situasi dan
Keperawatan. kondisi yang berisi tantangan, mudah putus

Volume 1 Nomor 2 Agustus 2013 101


Nita Fitria : Gambaran Adversity Quotient Mahasiswa Baru

asa dan menarik diri dengan teman-temanya ini merupakan modifikasi inventori dari
di lingkungan fakultas. Camper yang bersifat uji Adversity Response Profile (ARP)
banyak perhitungan, walaupun memiliki Quick TakeTM. Penentuan klasifikasi AQ
keberanian menghadapi tantangan namun mahasiswa baru dengan menggunakan teknik
selalu mempertimbangkan risiko yang akan menjumlahkan seluruh dimensi CO2RE dari
dihadapi. Kelompok camper tidak berusaha setiap pertanyaan sehingga didapatkan skor
terlalu keras untuk menyelesaikan pekerjaan untuk setiap tingkatan dengan skor 0−12=
karena berpendapat sesuatu yang secara quitter, 13−24=transisi quitter ke camper,
terukur akan mengalami risiko, bahkan 25−36=camper, 37−48=transisi camper ke
mereka merasa cukup puas dan berada climber. 49−60=climber. Kemudian hasil
pada posisi yang aman di dalam lembaga ditabulasi dalam distribusi frekuensi untuk
pemasyarakatan. Climber, selalu berfikir setiap tingkatan AQ.
dengan berbagai macam kemungkinan dan
tidak akan mudah menyerah pada hambatan
yang dihadapi. Climber adalah kepribadian Hasil Penelitian
yang selalu bersedia mengambil risiko
dalam menghadapi semua tantangan, dapat Gambaran AQ. pada mahasiswa baru yang
mengatasi rasa takut, mempertahankan visi, sedang mengikuti KBK dengan Metode SCL,
memimpin, dan bekerja keras, serta fokus yang dilakukan pada 142 orang mahasiswa
pada usaha untuk tujuan yang ingin dicapai ditampilkan pada tabel 1. Berdasarkan tabel
tanpa menghiraukan segala hambatan yang 1 menunjukan bahwa AQ mahasiswa baru
dialaminya sampai pekerjaannya selesai. yang sedang mengikuti KBK dengan metode
Dari uraian tersebut dapat dilihat bahwa SCL adalah sebagian besar responden yaitu 87
pribadi seperti climber yang dibutuhkan orang mahasiswa (61,27%) pada kelompok
seorang mahasiswa keperawatan, seperti yang climber, 50 orang mahasiswa (35,21%)
sudah dijelaskan bahwa frekuensi tantangan, pada kelompok transisi camper ke climber,
tekanan dan kesulitan yang dihadapi selama 5 orang mahasiswa (3,52%) pada kelompok
proses pendidikan menjadi modal untuk camper, tidak seorang pun responden yaitu 0
menghadapi masa kerja setelah lulus. Oleh orang (0.00%) pada kelompok transisi quitter
sebab itu, tujuan dari penelitian ini adalah ke camper dan tidak seorang pun responden
untuk melihat gambaran adversity quotient yaitu 0 orang (0.00%) pada kelompok quitter.
pada mahasiswa baru yang sedang mengikuti
KBK dengan Metode SCL.
Pembahasan

Metode Penelitian Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa


SAQ mahasiswa baru berada pada kelompok
Jenis penelitian yang digunakan adalah climber. Climber adalah orang yang berhasil
metode penelitian deskriptif kuantitatif. mencapai tujuan yang diharapkan. Mereka
Variabel dalam penelitian ini adalah senantiasa terfokus pada usaha pencapaian
adversity quotient dengan sub variabel pada tujuan tanpa menghiraukan apapun keadaan
penelitian ini adalah dimensi yang terdapat yang dialaminya. Selalu memikirkan berbagai
pada adversity quotient yaitu: control, origin macam kemungkinan dan tidak akan pernah
dan ownership, reach, dan endurance. terkendala oleh hambatan yang dihadapinya.
Keempat dimensi diatas dikenal dengan Kepribadian climber apabila dikaitkan
nama CO2RE. Dimana tingkatan AQ dibagi dengan situasi dan kondisi mahasiswa
menjadi climber, camper, quitter dan masa baru, mahasiswa sudah beradaptasi dengan
transisi dari ketiga tingkatan. kurikulum yang ada sehingga stresor pada
Populasi dalam penelitian ini adalah awal perkuliahan merupakan tantangan bagi
semua mahasiswa baru yaitu 157 orang sebagian besar mahasiswa. Bila mahasiswa
dengan jumlah sampel 142 orang setelah mendapatkan informasi dari angkatan
dilakukan teknik sampling total populasi. sebelumnya mengenai kendala yang akan
Instrumen yang digunakan dalam penelitian dihadapi maka upaya yang dilakukan adalah

102 Volume 1 Nomor 2 Agustus 2013


Nita Fitria : Gambaran Adversity Quotient Mahasiswa Baru

Tabel 1 Distribusi Frekuensi AQ Mahasiswa Baru yang sedang Mengikuti Kurikulum Berbasis
Kompetensi dengan Metode SCL (n= 142)
Adversity Quotient f %
Climber 87 61,27
Transisi Camper ke Climber 50 35,21
Camper 5 3,52
Transisi Quitter ke Camper 0 0.00
Quitter 0 0.00

mencoba berbagai alternatif sehingga hasrat yang lebih tinggi untuk menemukan
kendala yang ada bisa dijalani dengan baik LO dan kompetensi yang harus dicapainya
misalnya meminjam buku literatur dan bahan sehingga dirinya merasa tidak puas dengan
materi dari angkatan sebelumnya, melakukan IPK yang sudah diraih, tidak puas dengan
diskusi dengan mahasiswa berprestasi pada materi yang diberikan oleh dosen dalam
angkatan sebelumnya mengenai trik-trik metode lecture tetapi mencoba mencari tahu
agar bisa berhasil mendapatkan nilai yang sehingga wawasan mahasiswa tersebut terus
baik, dan juga menanyakan pada koordinator berkembang dan mampu mengintegrasikan
mata kuliah nilai yang diraih saat proses setiap mata kuliah di satu semester tersebut.
pembelajaran berlangsung. Adversity Quotient dengan kelompok
Mahasiswa dalam kelompok climber selain campers adalah orang yang berhenti dan
melakukan berbagai alternatif yang positif tinggal di tengah pendakian. Sifatnya adalah
juga selalu mengevaluasi tindakan yang satisfier, merasa puas diri dengan hasil yang
sudah dilakukan sebelumnya dan bila ada sudah dicapai. Apabila dikaitkan dengan
kekeliruan maka segera dilakukan perbaikan situasi dan kondisi mahasiswa, sangat sedikit
sebelum nilai kumulatif dikeluarkan oleh mahasiswa yang sudah merasa puas dengan
koordinator mata kuliah. Jenis perbaikan hasil IPK yang sudah dicapai sehingga
yang dilakukan oleh mahasiswa diantaranya pelaksanaan model seven jump hanya sebuah
dengan meminta perbaikan pada koordinator proses yang tidak bermakna bagi sebagian
mata kuliah. Adversity Quotient pada kecil mahasiswa. Kemungkinan besar hanya
kelompok transisi camper ke climber adalah sebagian kecil mahasiswa yang merasa puas
orang yang sudah cukup bertahan menembus karena orientasi mahasiswa hanya difokuskan
tantangan-tantangan. Mereka sudah dapat pada pencapaian IPK sebagai laporan untuk
memanfaatkan potensinya ketika dihadapkan orang tua bukan kompetensi yang sudah
kepada suatu tantangan dan kesulitan yang dicapai setiap mata kuliah.
rumit. Bila dikaitkan dengan situasi dan Adversity Quotient dengan kelompok
kondisi mahasiswa, sebagian kecil mahasiswa transisi quitters ke campers adalah orang
sudah cukup beradaptasi terhadap kendala yang kurang memanfaatkan kemampuan
yang dirasakan pada proses pembelajaran dan peluang yang dimiliki terlebih saat
dengan metode SCL. Kendala yang dirasakan menghadapi tantangan. Mereka menganggap
mahasiswa adalah timbul kejenuhan pada kesulitan adalah sesuatu yang menimbulkan
saat menggunakan model seven jump. Model kerugian besar. Pada penelitian ini tidak ada
ini memerlukan waktu yang cukup lama seorang pun mahasiswa yang beranggapan
agar kelompok dapat menentukan Learning bahwa metode SCL dengan model seven
Objective (LO) pada setiap kasus. Walaupun jump dapat memberikan kerugian besar bagi
demikian, mahasiswa kelompok transisi dirinya sendiri. Kemungkinan terdapat faktor
ini mencoba memanfaatkan potensi dirinya pendukung yang tinggi namun mahasiswa pada
dengan cara membuat suasana diskusi kelompok transisi ini kurang memanfaatkan
lebih ramai dan aktif sehingga kejenuhan dukungan sarana dan prasana yang tersedia di
yang dirasakan akan berkurang. Perbedaan fakultas seperti media untuk mencari literatur
antara kelompok climber dan transisi, dengan internet dan buku literatur yang sudah
antara camper ke climber adalah adanya cukup tersedia di perpustakaan.

Volume 1 Nomor 2 Agustus 2013 103


Nita Fitria : Gambaran Adversity Quotient Mahasiswa Baru

Adversity Quotient dengan kelompok program profesi ners dan menjadi suatu
camper adalah orang yang berhenti dan peluang serta tantangan yang harus dihadapi
tidak berusaha untuk melanjutkan. Berusaha sehingga kompetensi sebagai perawat
secukupnya lalu berhenti dan mengakhiri profesional dapat diraih.
pencapaiannya. Sifatnya adalah satisfier,
merasa puas diri dengan hasil yang sudah
dicapai. Pada penelitian ini tidak ada Daftar Pustaka
seorangpun mahasiswa yang beranggapan
bahwa metode SCL dengan model seven Dostie, B., & Jayaraman, R. (2009). The
jump sangat memberatkan bagi mahasiswa. effect of adversity on process innovations
Mahasiswa dengan AQ camper memilih untuk and managerial incentives. Social Science
keluar dari fakultas keperawatan. Mahasiswa Research Network, 9(2).
pada kelompok ini menginginkan adanya
kemudahan untuk mendapatkan nilai yang Cronin-Stubbs, D. & Brophy, E. (1985).
baik dan tidak memperdulikan pencapaian Burnout: can social support save the
kompetensi yang harus diraihnya, protes psychiatric nurse? . Journal of Psychosocial
bahkan bisa sampai mengundurkan diri. nursing and mental health service, 23(7),
Kemungkinan tidak ada seorang pun 8–13.
mahasiswa baru berada pada kelompok AQ
camper ini karena faktor pendukung secara Cushway, D.,Tyler, P., & Nolan P. (1996).
internal maupun ekternal sangat kuat untuk Development of a stress scale for mental
menjalani program SCL tersebut. Faktor health profesional. British Journal of Clinical
pendukung internal ini membedakan dengan Psychology, 2, 279–295.
kelompok transisi dari quitter ke camper,
pada saat pendukung eksternal seperti sarana Dawkins, J. E., Depp, F. & Seltzer, N. (1985)
dan prasarana serta fungsi fasilitator kurang .Stress and the psychiatric nurse. Journal of
kondusif, maka faktor pendukung internal Psychosocial Nursing, 23, 9–15.
ini akan memainkan peranan besar dalam
mencapai prestasi yang gemilang untuk Fagin, L., Brown, D., Barlett, H., Leary, J., &
menjadi seorang perawat profesional. Carson, J. (1995). The claybury community
psychiatric stress survey: Is it more stressful
to work in hospital or the community?.
Simpulan Journal of Advance Nursing, 22(2), 347–358.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini bahwa Hawari, D. (2002). Managemen stres, cemas,
persentase terbesar AQ mahasiswa baru adalah dan depresi. Jakarta: FK UI Press.
climber, yaitu mahasiswa mampu melihat
masalah yang ada saat menjalani program Jayaraman, R., & Dostie, B. (2006).
profesi sebagai suatu tantangan, mahasiswa Determinant of scholl enrollment in Indian
mampu beradaptasi dari kurikulum yang ada villages. Economics Development and
pada program akademik sehingga stresor Cultural Change. 54 (2), 405–421.
terhadap proses pembelajaran merupakan
tantangan bagi sebagian besar mahasiswa. Mitchell, D. (2004). Stress, coping, and
Mahasiswa dengan AQ climber berusaha appraisal: A test of the goodnes-of-fit
mendapatkan informasi mengenai kendala hypothesis. Ohio: Ohio University Press.
yang dihadapi, sehingga mahasiswa dapat
melakukan berbagai alternatif untuk Priyatmojo, A., Kumara, A., Innaka, A.,
mengatasi kendala yang ada. Achmad, B., Pranowo, D., Widiayati, D. T.,
Hasil penelitian ini, disarankan agar . . . Prabandari, Y. S. (2010). Buku panduan
mahasiswa yang telah memiliki AQ pada pelaksanaan student centered learning (SCL)
kelompok climber perlu mempertahankan dan dan student teacher aesthethic role-sharing
meningkatkan potensi untuk memanfaatkan (STAR). Yogyakarta: Pusat Pengembangan
situasi dan kondisi apapun saat menjalani Pendidikan UGM.

104 Volume 1 Nomor 2 Agustus 2013


Seery, M. D., Holman, E. A., & Silver, mengubah hambatan menjadi peluang.
R. C. (2010). Whatever does not kill us: Jakarta: Grasindo.
cumulative lifetime adversity, vulnerability
and resilience. Journal of Personality and Tummes, G. E. R., Janssen P. P. M., Landeweerd,
Social Psychology, 99(6), 1025–1041. A. & Houkes, I. (2001). Stress measure based
on a structural equation model. Journal of
Stoltz, P. G. (2000). Adversity quotient, Advanced Nursing, 36 (1), 151–162.

Volume 1 Nomor 2 Agustus 2013 105

Anda mungkin juga menyukai