Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN DISKUSI TUGAS BACA 

2
MODUL BK-PBM

Di susun oleh:

Marsya Khairunnisa I1011231006


Eka Satrya Dimas Munandar I1011231019
Ezra Della I1011231020
Shafiyya I1011231031
Irgi Gava Prama I1011231044
Ganesha Galang Yudistira I1011231054
Hafiza Aini Az-Zahra I1011231061
Salwa Az-Zahra I1011231073

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2023/2024
BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

         Sejak dulu mahasiswa ilmu kesehatan hanya mengikuti pembelajaran manual
yang telah ditentukan sebelumnya. Siswa sering mengabaikan pentingnya
menerapkan konsep-konsep ilmiah dasar dalam situasi kehidupan nyata.
Kekurangan metode pembelajaran tradisional ini dapat diatasi dengan pembelajaran
berbasis masalah (PBL). Pembelajaran berbasis masalah adalah pendekatan inovatif
yang berpusat pada siswa di mana siswa  menentukan tujuan pembelajaran mereka 
menggunakan pemicu dari situasi masalah yang telah ditentukan sebelumnya.

         Pembelajaran berbasis masalah ini pertama kali dikembangkan dan


diterapkan di ilmu kesehatan atau pendidikan dokter pada kisaran tahun 1960 di
Universitas McMaster, Kanada, oleh Howward Barrows. Metode pembelajaran
berbasis masalah ini dinilai inovatif dan efektif yang dapat berkontribusi pada
pengembangan dan promosi pembelajaran mandiri dan seumur hidup, keterampilan
komunikasi dan kerja tim, serta mengembangkan motivasi dan semangat siswa
terhadap profesinya dan menjaga etika dan perilaku profesional.

          Dalam PBL siswa ditempatkan dalam situasi belajar aktif dengan memberikan
masalah klinis dan melatih mereka untuk mengidentifikasi apa yang perlu mereka
pelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Biasanya tutorial PBL melibatkan
sekelompok 5 sampai 8 siswa mendiskusikan dan menganalisis masalah umum
pasien dalam dua pertemuan selama seminggu, setiap pertemuan berlangsung 2-3
jam.

         Pada bulan Februari tahun 2012, Ethiopia meluncurkan inisiatif kurikulum
pendidikan kedokteran baru disertai pelatihan pendidikan kedokteran menggunakan
pendekatan PBL  . Penerapan PBL ini memiliki sejarah yang relatif singkat di Ethiopia
dan Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan di Universitas Debre Tabor, salah satu
sekolah tinggi di Etiopia ini juga mengadopsi PBL sebagai salah satu strategi
pendidikan utama demi merancang kurikulum inovatif untuk bidang pendidikan
kesehatan pada tahun 2013 serta Anestesi, Keperawatan, dan Laboratorium
Kedokteran pada tahun 2016.

Begitu banyak penelitian yang telah dilakukan di seluruh dunia untuk


menunjukkan pengaruh positif PBL terhadap pembelajaran mahasiswa ilmu
kesehatan. Namun, kesan atau persepsi siswa terhadap sesi PBL masih
kontroversial dan belum ada penelitian yang membuktikannya.Oleh karena itu
laporan ini disusun untuk mengetahui bagaimana persepsi mahasiswa terhadap pbl
sehingga dapat mengetahui keefektivitasan PBL.  (sofia) (marsya)

1.1  Rumusan Masalah

1.1.1      Apa perbedaan model  problem based learning (PBL) dan konvensional?

1.1.2      Bagaimana persepsi atau pandangan mahasiswa terhadap strategi PBL?

1.1.3  Apa saja faktor penunjang dan penghambat yang dapat mempengaruhi model
pembelajaran PBL?

1.1.4  Bagaimana peran komunikasi efektif dalam pendidikan kedokteran?  

1.2  Tujuan Pembelajaran

1.2.1      Untuk mengetahui perbedaan antara PBL dan konvensional.

1.2.2       Untuk mengetahui persepsi atau pandangan mahasiswa terhadap strategi


PBL.

1.2.3       Untuk mengetahui faktor penunjang dan penghambat  yang dapat


mempengaruhi model pembelajaran PBL.

1.3  Metode Penelitian

   metode Penelitian yang digunaan adalah metode literatur review. Literatur


review adalah studi literatur (Library Research) dan termasuk pada penelitian
kualitatif. Penelitian ini ditujukan terhadap model pembelajaran Problem Based
Learning yang berkaitan dengan pemecahan dalam kegiatan pembelajaran. Menurut
Rosyidhana (2014 : 3) dalam (Rusmawan 2019:104) studi literatur merupakan
metode pengumpulan data dengan cara mencari dan membaca sumber-sumber
tertulis yang ada seperti buku atau literatur yang menjelaskan tentang landasan teori.
Sama halnya dengan pengumpulan data dan informasi dengan cara menggali
pengetahuan atau ilmu dari sumbersumber seperti buku, karya tulis, serta beberapa
sumber lainnya yang ada hubungannya dengan objek penelitian (Dewi dalam
Rusmawan, 2019:104).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
 

2.1 Problem Based Learning

2.1.1 Definisi Problem Based Learning

           Problem Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah adalah
strategi instruksional di mana masalah digunakan sebagai pemicu pembelajaran;
siswa berkolaborasi dalam kelompok kecil; pembelajaran berlangsung di bawah
bimbingan seorang tutor; pembelajaran diprakarsai oleh siswa dan kurikulum
mencangkup waktu yang cukup untuk belajar mandiri.

2.1.2 Tujuan Problem Based Learning

           Tujuan dari Pembelajaran Berbasis Masalah ini adalah untuk menutupi
kekurangan dari pembelajaran tradisional yang selama ini telah dilakukan jauh
sebelum strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dilaksanakan di mana yang
dulunya mahasiswa akibat sistem pembelajaran tradisional sering mengabaikan
ilmu kesehatan dasar di situasi nyata menjadi lebih fokus dalam ilmu kesehatan
dasar ini dalam penyelesaian skenario atau masalah yang ditentukan.

           Dikarenakan pembelajaran berbasis masalah ini di pusat kan kepada


mahasiswa itu sendiri maka dapat juga melatih pemikiran mahasiswa untuk lebih
inovatif dalam menyelesaikan skenario masalah yang diberikan di dalam diskusi
kelompok kecil.

2.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Problem Based Learning

Kelebihan PBM:

a. Pengembangan Keterampilan Pemecahan Masalah: PBL memungkinkan


mahasiswa untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah yang sangat
penting dalam praktik medis. Mereka belajar untuk menghadapi masalah klinis,
mencari informasi yang relevan, menganalisis data, dan mengembangkan penalaran
deduktif.

b. Motivasi Mahasiswa: Pendekatan ini dapat meningkatkan motivasi mahasiswa,


terutama dalam program kedokteran. Mahasiswa cenderung lebih terlibat dalam
pembelajaran karena mereka dihadapkan pada masalah-masalah klinis yang relevan
dengan profesinya.

c. Penyimpanan Informasi yang Lebih Baik

Keterlibatan aktif dalam memecahkan masalah klinis dapat membantu siswa untuk
lebih baik menyimpan informasi dalam ingatan mereka, karena informasi tersebut
relevan dengan solusi masalah yang sedang mereka hadapi.

d. Pengembangan Penalaran Klinis

PBL dapat membantu mahasiswa mengembangkan kemampuan penalaran klinis


yang diperlukan dalam praktik medis. Mereka belajar untuk menghubungkan
informasi dengan kondisi pasien dan mengembangkan solusi berdasarkan data yang
ada.

Kekurangan PBL:

a. Kurangnya Penekanan pada Ilmu Dasar

PBL sering kali fokus pada aspek klinis evaluasi dan manajemen pasien, yang bisa
merugikan pemahaman dasar ilmu-ilmu kedokteran. Ini bisa membuat mahasiswa
kehilangan pemahaman yang kokoh tentang dasar ilmu-ilmu tersebut.

b. Keterbatasan Pengetahuan Faktual

Metode ini lebih berfokus pada keterampilan pemecahan masalah daripada pada
pengetahuan faktual. Namun, pengetahuan faktual juga penting dalam praktik medis,
dan PBL tidak selalu memberikan penekanan yang cukup pada aspek ini.

c. Kemungkinan Inefisiensi

PBL dapat memakan waktu lebih lama dalam memahami masalah klinis karena
mahasiswa harus mengatasi banyak aspek, seperti terminologi medis, anatomi,
fisiologi, dan dinamika sosial. Ini bisa menjadi tidak efisien dalam beberapa kasus.

d. Tidak Cocok untuk Ujian Sertifikasi

Metode PBL mungkin kurang sesuai untuk ujian sertifikasi yang lebih menekankan
mengingat fakta dan konsep yang terisolasi. Mahasiswa perlu memiliki pengetahuan
dasar yang kuat untuk menghadapi ujian semacam ini.

BAB III

ANALISIS MASALAH
(sofia mindmap revisi)

BAB IV

PEMBAHASAN

3.1 Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dan pembelajaran konvensional.

PBL atau PBM merupakan sistem pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Seperti yang diungkapkan oleh Indrianawati, (2014) yang mendeskripsikan bahwa
“model PBL merupakan sebuah model pembelajaran yang bersifat student center
sehingga memusatkan siswa untuk dapat menggunakan intelegensi mereka untuk
dapat menyelesaikan masalah nyata yang dipecahkan dengan teman kelompoknya”. 
pbl dihasilkan dari suatu proses pemecahan masalah Ini setara dengan penilaian
Baret, T., & Moore, S. (2011) menjelaskan dimana “PBL merupakan pembelajaran
yang dihasilkan dari suatu proses pemecahan masalah yang disajikan di awal proses
pembelajaran. Siswa belajar dari masalah yang nyata dalam kehidupan sehari-hari,
mengorganisasi, merencana, serta memutuskan apa yang dipelajari dalam kelompok
kecil”.

Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Syafriana, (2017) bahwa “PBL adalah
model pembelajaran yang berpusat pada siswa yang mengawali pembelajaran
dengan pemberian masalah nyata kepada siswa sehingga merangsang siswa untuk
belajar, kegiatan dalam model PBL didasari dari adanya kegiatan mengajukan
pertanyaan atau masalah, penyelidikan autentik, bekerjasama serta menyajikan
sebuah karya”. 

Selain itu, pendapat Gd. Gunantara, (2014) juga menyampaikan hal yang hampir
sama bahwa “PBL adalah model pembelajaran yang berorientasi pada siswa
sehingga memerlukan keterlibatan siswa untuk menyelesaikan masalah, model PBL
dapat mendorong dan meningkatkan motivasi dan rasa ingin tahu siswa sehingga
model PBL dapat menjadi suatu tempat bagi siswa untuk dapat mengembangkan
cara berpikir dan keterampilan berpikir kritisnya”.

Rahmadani & Anugraheni, (2017), juga memiliki pendapat yang setara bahwa
“PBL adalah pendekatan pembelajaran yang memanfaatkan masalah nyata sebagai
suatu bahan untuk belajar, yang berguna dalam membangkitkan keterampilan
berpikir dan keterampilan memecahkan masalah siswa untuk menangkap serta
memahami beragam konsep dari materi yang dipelajari”.

Pada jurnal Hadi, (2016) terdapat perbedaan pada bagian yang menyampaikan
bahwa PBL selain memecahkan masalah, PBL juga akan mengarahkan siswa untuk
mampu mengkonstruk serta mengintegrasi pengetahuan baru mereka melalui
kegiatan pemecahan masalah. ( marsya ) Berikut ini adalah beberapa hal menjadi
fokus pendekatan dalam model pembelajaran  PBL, yaitu:

Perbedaan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Konvensional

1. Fokus pada Pemecahan Masalah

PBM menekankan pemecahan masalah sebagai metode inti pembelajaran.


Mahasiswa diberikan masalah-masalah kompleks yang mencerminkan situasi dunia
nyata, dan mereka harus bekerja sama untuk menemukan solusinya.

2. Pendekatan Aktif

PBM mendorong siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Mereka harus
mencari informasi, menganalisis data, mengembangkan hipotesis, dan mencari
solusi sendiri.

3. Interdisipliner

PBM sering kali melibatkan berbagai disiplin ilmu karena masalah klinis atau
situasi dunia nyata seringkali kompleks dan memerlukan pengetahuan dari berbagai
bidang.

4. Berorientasi pada Konteks Klinis

PBM sering digunakan dalam pendidikan medis dan berorientasi pada


pengembangan keterampilan klinis dan pemahaman konteks pasien.

5. Pendekatan Personal 

  Setiap kelompok mahasiswa mungkin memiliki solusi yang berbeda untuk


masalah yang diberikan, dan pendekatan ini mendorong pemikiran kreatif dan
pemecahan masalah yang individual.

Pemebelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang umum


digunakan selama ini oleh pengajar. Model ini merupakan model pembelajaran yang
menekan pada pembelajaran terstruktur, yang terdiri dari ceramah, pemberian tugas
terstruktur dan evaluasi yang didominasi oleh guru.  Hal tersebut sesuai pendapat
(Wardarita, 2010), bahwa model konvensional adalah model membagi bahan ajar
menjadi materi yang terpisah satu sama lain dimana kegiatan pembelajaran lebih
didominasi oleh guru. Menurut Ningsih (2019), pembelajaran konvensional
merupakan “model pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode
ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi
lisan antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran”. Terlebih lagi,
pembelajaran tradisional digambarkan dengan alamat-alamat yang disertai dengan
penjelasan, seperti pembagian tugas, dan kegiatan.

Model ini sering membuat siswa menjadi pasif dan kurang motivasi (Trianto,
2007) akan tetapi mudah diterapkan dalam proses pembelajaran dengan sistem
pembelajarannya lebih pada pengerjaan tugas. Pembelajaran konvensional juga
dilakukan hanya dengan satu arah dari guru ke siswa “kondisi pembelajaran yang
hanya dilakukan dengan satu arah, yaitu dari guru kepada siswa. Dalam konteks
pembelajaran konvensional, siswa sekaligus mengerjakan dua kegiatan yaitu
mendengarkan dan mencatat” Sumitro,(2017).

Menurut Hamalik (2013), terdapat beberapa karakteristik dari pembelajaran


konvensional, yaitu “siswa tidak mengetahui tujuan mereka belajar pada hari itu, guru
biasanya mengajar berpedoman pada buku, tes atau evaluasi biasanya bersifat
sumatif dengan maksud untuk mengetahui perkembangan siswa, dan siswa harus
mengikuti cara belajar yang dipilih guru dengan patuh mempelajari urutan yang
ditetapkan dan kurang sekali mendapatkan kesempatan untuk menyatakan
pendapatnya”.

Siswa yang memperoleh pengalaman tersebut akan berpandangan bahwa


belajar merupakan suatu perkembangan aturan yang ditetapkan oleh pengajar dan
harus diikuti oleh siswa, sebagaimana tugas pendidik sebagai sumber belajar yang
mendasar. Dengan demikian, anak-anak terhindar dari berbagai sumber informasi
yang sebenarnya bagus. Secara lebih jelas (Subaryana, 2005) menjelaskan tentang
kelebihan model konvensional adalah efisien, tidak mahal, dan mudah disesuaikan
dengan siswa, sedangkan kekuranganya adalah kurang memperhatikan bakat dan
minat siswa, teacher center, serta sulit digunakan dalam kelompok heterogen.
Dengan demikian adapun pendekatan yang digunakan dalam model pembelajaran
konvensional diantaranya :
Pembelajaran Konvensional:

1. Metode Pengajaran Tradisional

Pendekatan konvensional seringkali melibatkan pengajaran secara langsung oleh


guru atau dosen kepada siswa. Guru memberikan materi, dan siswa mengikuti
dengan pendengaran, membaca, dan menghafal.

2. Struktur Tersusun

Pembelajaran konvensional sering memiliki struktur yang teratur, dengan materi


diajarkan dalam urutan tertentu dan diuji melalui ujian atau tes standar.

3. Fokus pada Pengetahuan Faktual

 Pembelajaran konvensional biasanya lebih berfokus pada pengetahuan faktual,


konsep, dan teori daripada pemecahan masalah praktis.

4. Individualisasi Terbatas

 Siswa seringkali diharapkan untuk mengikuti kurikulum yang telah ditentukan,


dengan sedikit kesempatan untuk mengejar minat atau eksplorasi pribadi.

5. Penilaian Berbasis Tes

 Evaluasi dalam pembelajaran konvensional sering dilakukan melalui ujian tertulis


atau tes standar yang menilai pemahaman siswa terhadap materi pelajaran.

Dari kedua pendekatan model pembelajaran di atas PBM atau PBL cenderung
lebih sesuai untuk pengembangan pemecahan masalah dan keterampilan klinis,
sementara pembelajaran konvensional lebih cocok untuk memahami konsep dasar
dan teori. Beberapa pendekatan pendidikan juga mengintegrasikan elemen-elemen
dari keduanya untuk mencapai hasil yang optimal.

3.2 Persepsi atau Pandangan Mahasiswa terhadap Strategi PBL

Persepsi mahasiswa terhadap model PBL dapat mempengaruhi sejauh mana


metode ini berhasil dalam mencapai tujuan pembelajaran. Sebab persepsi
mahasiswa terhadap PBL dapat memengaruhi motivasi belajar, tingkat keterlibatan
dalam pembelajaran, hingga hasil pembelajaran yang diperoleh. Namun perlu
diketahui bahwa persepsi siswa satu dengan yang lain  terhadap PBL dapat berbeda
– berbeda. Ada yang pro bahkan ada juga yang kontra terhadap model pembelajaran
PBL, mereka merasa bahwa PBL memakan waktu, dan terdapat evaluasi yang dirasa
tidak adil.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Chitwan Medical College (CMC),


Nepal disebutkan bahwa, sebagian besar mahasiswa kedokteran di CMC yang
diambil datanya setuju bahwa PBL merupakan model pembelajaran yang menarik.
Mahasiswa juga menerima bahwa PBL adalah metode pembelajaran yang interaktif
dan saling menguntungkan serta meningkatkan pembelajaran mandiri. Meskipun
78% merekomendasikan metode ini lebih baik daripada metode ceramah, banyak
(54,2%) yang menyatakan metode ini memakan waktu. Para peserta juga menilai
tinggi atas pernyataan peran tutor dalam meningkatkan pembelajaran aktif yang
konstruktif dan menjaga perilaku intra-pribadi yang baik. Secara keseluruhan
persepsi dan sikap siswa terhadap PBL  dan tentang peran tutor yang terlibat dalam
sesi PBL adalah positif.

Persepsi berbeda mahasiswa mengenai pbl  juga ditemukan dalam beberapa


penelitian lainnya. Pada penelitian yang dilakukan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, Universitas Debre Tabordalam  menyebutkan bahwa lebih dari separuh
siswa ilmu kedokteran  yang berpartisipasi dalam survei ini sangat setuju bahwa
pembelajaran berbasis masalah bermanfaat untuk memahami pengetahuan sains
dasar, mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, dan memotivasi mereka
untuk belajar. Mengenai fasilitator Sebagian siswa ( 31,5 %) tidak setuju bahwa tutor
siap dan memenuhi syarat untuk menjalankan sesi dan (27, 3 %) siswa tidak setuju
bahwa tutor mengevaluasi siswa secara adil. Hasil penelitian serupa juga ditemukan
pada penelitian yang dilakukan oleh Wakode dkk pada mahasiswa kedokteran tahun
pertama menemukan bahwa respon mahasiswa terhadap PBL sangat
menggembirakan. Sebagian besar siswa menyetujui isi sesi PBL, penyampaian sesi,
motivasi, perolehan keterampilan belajar dan prinsip dasar. Mengenai evaluasi siswa
terhadap kewajaran penilaian menggunakan PBL, 23% menjawab sangat tidak adil.
Hal ini mungkin terjadi karena beban kerja tutor, adanya beberapa mahasiswa yang
tidak aktif dalam sesi PBL, hingga ketidakbiasaan PBL yang diperkenalkan dalam
sejarah yang relatif singkat di Ethiopia sebagai salah satu strategi pendidikan utama.
Di Malaysia, penelitian yang dilakukan oleh Emerald et al menunjukkan bahwa PBL
memakan waktu, dan dapat digantikan dengan metode pembelajaran lain. Siswa
akan mengingat lebih banyak konten jika kegiatan singkat diperkenalkan dalam
perkuliahan, dan untuk menekankan dan menjaga tanggung jawab individu siswa,
keseluruhan kursus tidak perlu berbasis tim.

3.3 Faktor Pendukung dan Penghambat Model PBL

Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam menerapkan suatu model


pembelajaran, tentunya perlu memperhatikan beberapa faktor yang penting. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) menurut Rusman (2014,h.240) yaitu:

 Memperhatikan kesiapan siswa, meliputi dasar pengetahuan, kedewasaan


berpikir dan kekuatan motivasinya.
 Mempersiapkan siswa dalam hal cara berpikir dan kemampuan dalam rangka
melakukan pekerjaan secara kelompok, membaca, mengatur waktu, dan
menggali informasi.
 Merencanakan proses dalam bentuk langkah-langkah cycle problem based
learning.
 Menyediakan sumber bimbingan yang tepat, menjamin bahwa ada akhir yang
merupakan hasil akhir.

Menurut Savoie dan Hughes dalam Warsono dan Hariyanto (2012, h.149) ada
beberapa kegiatan yang menunjang proses pembelajaran problem based learning
yaitu :

 Identifikasikan suatu masalah yang cocok bagi para siswa


 Kaitkan masalah tersebut dengan konteks dunia siswa sehingga mereka dapat
menghadirkan suatu kemampuan otentik.
 Organisasikan pokok bahasan di sekitar masalah, jangan berlandaskan bidang
studi.
 Berilah para siswa tanggung jawab untuk dapat mendefinisikan sendiri
pengalaman belajar mereka serta membuat perencanaan dalam menyelesaikan
masalah.
 Dorong timbulnya kolaborasi dengan membentuk kelompok pembelajaran.
 Berikan dukungan kepada semua siswa untuk mendemonstrasikan hasil-hasil
pembelajaran mereka misalnya dalam bentuk karya atau kinerja tertentu.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan yang diberikan, kita dapat menyimpulkan


faktor-faktor penunjang dalam penerapan model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) sebagai berikut:

1.       Kesiapan Siswa

Faktor ini mencakup dasar pengetahuan siswa, kedewasaan berpikir, dan


motivasi siswa. Siswa perlu memiliki pengetahuan dasar yang cukup, kemampuan
berpikir yang matang, dan motivasi yang kuat untuk terlibat dalam pembelajaran
berbasis masalah.

2.       Persiapan Kemampuan Siswa

Persiapan ini melibatkan pelatihan siswa dalam berpikir kritis, bekerja secara
kelompok, membaca, mengatur waktu, dan mencari informasi. Kemampuan-
kemampuan ini sangat penting dalam mengatasi masalah yang dihadapi dalam PBL.

3.       Perencanaan Proses PBL

Proses PBL harus direncanakan dengan baik, termasuk langkah-langkah siklus


pembelajaran berbasis masalah. Rencana ini akan membantu siswa dalam
memahami bagaimana mereka akan bekerja melalui masalah yang diberikan.

4.       Sumber Bimbingan yang Tepat

Sumber-sumber bimbingan yang sesuai harus tersedia untuk siswa. Ini termasuk
panduan, materi referensi, dan bantuan dari guru atau fasilitator. Sumber ini
membantu siswa dalam memecahkan masalah dan mencapai hasil akhir yang
diharapkan.

5.       Identifikasi Masalah yang Relevan

Masalah yang dipilih harus sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Ini akan
membantu siswa terhubung dengan konteks dunia mereka dan menghadirkan
kemampuan otentik.

6.       Organisasi Berdasarkan Masalah


Pembelajaran harus diorganisasi sekitar masalah yang diberikan, bukan hanya
berdasarkan bidang studi. Ini membantu siswa untuk melihat relevansi materi
pelajaran dengan dunia nyata.

7.       Tanggung Jawab Siswa

Siswa harus diberi tanggung jawab untuk mendefinisikan pengalaman belajar


mereka sendiri dan membuat perencanaan untuk menyelesaikan masalah. Hal ini
mendorong siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran.

8.       Kolaborasi dalam Kelompok

Kolaborasi dan kerja kelompok diperkuat dalam PBL. Siswa diharapkan untuk
bekerja sama dalam kelompok untuk memecahkan masalah dan belajar dari satu
sama lain.

9.       Dukungan untuk Demonstrasi Hasil Pembelajaran

Siswa perlu mendapatkan dukungan dalam menunjukkan hasil pembelajaran


mereka. Ini bisa melibatkan presentasi, proyek, atau cara lain untuk memamerkan
apa yang mereka pelajari.

Semua faktor-faktor ini berperan penting dalam menjalankan PBL secara efektif
dan menciptakan lingkungan pembelajaran yang mendukung pemecahan masalah,
kolaborasi, dan pengembangan kemampuan siswa.

Adapun faktor yang dapat menjadi penghambat dalam pembelajaran PBL,


salah satunya adalah prokrastinasi atau penundaan.

Secara definisi, menunda-nunda atau terlambat dalam menyelesaikan sebuah


tugas tidak baik bagi seorang mahasiswa kedokteran. Banyak hal yang bisa terjadi
jika siswa sering menunda penyelesaian tugasnya. Hal ini dapat terjadi karena
kurangnya  pengetahuan siswa, kurangnya produktivitas dan masih banyak dampak
negatif lainnya. Piers Steel menggambarkan persamaan yang digunakan untuk
memahami penundaan.

Hal yang dapat mempengaruhi penundaan (prokrastinasi), yaitu sebagai berikut.

  Motivasi: Motivasi mengacu pada tingkat kemauan seseorang untuk bekerja


atau mencapai suatu tujuan. Ketika seseorang memiliki motivasi  tinggi, mereka
cenderung lebih produktif dan tidak cenderung menunda-nunda tugas.
  Expectancy: Konsep ini mencakup harapan pribadi terhadap keberhasilan dalam
melaksanakan suatu tugas atau proyek. Jika seseorang merasa memiliki
peluang sukses yang tinggi, ia mungkin akan lebih termotivasi untuk melakukan
tugas tersebut tanpa menundanya.
  Value: Nilai mengacu pada sejauh mana seseorang menyukai atau menghargai
tugas yang diminta untuk mereka lakukan. Tugas yang dianggap bernilai tinggi
atau memuaskan mungkin memiliki peluang lebih besar untuk diselesaikan
tanpa penundaan.
 Impulsiveness: Impulsif mencerminkan tingkat gangguan atau gangguan yang
mungkin dialami seseorang ketika mencoba bekerja atau menyelesaikan suatu
tugas. Tingkat impulsif yang tinggi dapat membuat seseorang lebih mudah
menunda-nunda karena  mudah teralihkan oleh hal lain.
 Delay: Penundaan mengacu pada kebiasaan menunda-nunda suatu tugas atau
tugas, yaitu ketika seseorang lebih cenderung berpikir bahwa mereka akan
melakukannya di masa depan daripada melakukannya sekarang.

Prokrastinasi dapat berpengaruh secara akademik pada mahasiswa


kedokteran. Penundaan pada akhirnya akan berujung menyebabkan perilaku
melanggar seperti plagiarisme dalam mengerjakan tugas dan menyontek selama
ujian. Dampak prokrastinasi pada studi termasuk:

 Pekerjaan yang tidak optimal.


 Pekerjaan tertunda.
 Tugas menumpuk.
 Produktivitas menurun.
 Nilai yang rendah.
 Tingkat stres dan kecemasan yang tinggi.
 Kurangnya kemampuan manajemen waktu.

Berikut ini adalah langkah-langkah untuk mengatasi sikap menunda-nunda:

 Break down the steps

Saat memiliki tugas atau proyek besar yang harus diselesaikan, sering kali akan
bermanfaat jika memecahnya menjadi tugas-tugas yang lebih kecil dan lebih mudah
dikelola. Dengan membagi tugas, Anda dapat memvisualisasikan dengan lebih baik
apa yang perlu Anda lakukan untuk menyelesaikannya, dan efisiensi serta
produktivitas Anda dapat meningkat.

 Self rewards

Self reward dapat menjadi salah satu motivasi untuk menyelesaikan tugas lebih
cepat. Mengatasi kesenangan dari pengalaman belajar, memberikan penghargaan
pada diri sendiri setelah melakukan atau menyelesaikan penugasan.

 Use parkinson's law to your advantage

ketika diberi tugas, terkadang seseorang memikirkan berapa banyak waktu yang
tersedia untuk menyelesaikan tugas tersebut, bukan berapa banyak waktu yang
sebenarnya kita perlukan. Pola pikir ini mengakibatkan waktu terbuang dan alur kerja
tidak efisien.

 Keep the task small

Harus fokus dengan setiap tugas kecil dan kerjakan lebih dahulu. Hal ini membuat
pekerjaan menjadi lebih cepat dibandingkan dengan langsung mengerjakan tugas
yang lebih besar atau sulit
 Set the bar low

Dengan memberikan standar yang rendah atau tidak terlalu tinggi membuat
pekerjaan dapat dikerjakan dengan cepat. Memberikan standar yang tinggi dapat
membuat rasa malas karena lama waktu yang diperlukan.

 Be deliberate with your study environment

Lingkungan belajar merupakan suatu penentu bagi seorang mahasiswa untuk


mengembangkan kemampuan dan mengerjakan tugasnya. Maka, kita sebagai
mahasiswa yang baik harus dapat memilah dan memilih lingkungan belajar yang
baik.

 Understand your personality type

Paham dengan tipe diri sendiri, merupakan  hal yang penting agar kita dapat
mengetahui dengan mudah cara metode belajar yang baik agar tidak mengalami
kesulitan dalam melakukan pekerjaan salah satu contohnya adalah penundaan.

3.4 Bagaimana Peran pembelajaran berdasarkan masalah dan etika / bioetika


dalam membentuk  Komunikasi Efektif di dunia kedokteran 

Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan


oleh kedua pihak, pasien dan dokter. Opini yang menyatakan bahwa
mengembangkan komunikasi dengan pasien hanya akan menyita waktu dokter,
tampaknya harus diluruskan. Sebenarnya bila dokter dapat membangun hubungan
komunikasi yang efektif dengan pasiennya, banyak hal-hal negatif dapat dihindari.
Dokter dapat mengetahui dengan baik kondisi pasien dan keluarganya dan pasien
pun percaya sepenuhnya kepada dokter. Kondisi ini amat berpengaruh pada proses
penyembuhan pasien selanjutnya. Pasien merasa tenang dan aman ditangani oleh
dokter sehingga akan patuh menjalankan petunjuk dan nasihat dokter karena yakin
bahwa semua yang dilakukan adalah untuk kepentingan dirinya. Pasien percaya
bahwa dokter tersebut dapat membantu menyelesaikan masalah kesehatannya.

Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan


waktu lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan lebih sedikit waktu karena
dokter terampil mengenali kebutuhan pasien (tidak hanya ingin sembuh). Dalam
pemberian pelayanan medis, adanya komunikasi yang efektif antara dokter dan
pasien merupakan kondisi yang diharapkan sehingga dokter dapat melakukan
manajemen pengelolaan masalah kesehatan bersama pasien, berdasarkan
kebutuhan pasien.

Dalam kurikulum kedokteran untuk membangun komunikasi efektif dokter -


pasien dapat dibangun melalui pembelajaran berdasarkan masalah. Melalui
pembelajaran berdasarkan masalah peserta didik atau mahasiswa yang aktif untuk
menyelesaikan situasi permasalahan dari suatu pemicu dengan menerapkan
tahapan ilmiah. Permasalahan yang harus diselesaikanyaitu masalah yang kompleks
dan nyata, kemudian proses pemecahan permasalahan dikaitkan dengan
pengetahuan yang telah dipelajari. Untuk memecahkan masalah diperlukan
komunikasi yang baik agar dapat menemukan solusi dan tujuan dari permasalahan
dapat dipecahkan dengan baik. Dengan demikian pembelajaran berdasarkan
masalah dapat menjadi langkah awal untuk membentuk komunikasi efektif guna
memudahkan berkomunikasi dengan pasien atau keluarganya. 

Dalam pelaksanaanya, pembelajaran berdasarkan masalah juga memerlukan


etika dan bioetika guna menjunjung tinggi nilai moralitas yang dapat menjadi acuan
dalam kepribadian masing - masing individu.

BAB V

HASIL DAN KESIMPULAN

Pembelajaran menggunakan metode Problem Based Learning ataupun


konvensional memiliki kelebihan tersendiri. Pembelajaran menggunakan metode
problem based learning memiliki beberapa kelebihan dibandingkan pembelajaran
menggunakan metode konvensional seperti mudahnya membentuk sifat berpikir
kritis terhadap mahasiswa. Namun masih terdapat beberapa hambatan yang dialami
mahasiswa membuat pembelajaran metode PBL menjadi kurang efektif seperti
waktu yang digunakan lebih lama dan terdapat penilaian tutor yang dianggap kurang
adil. Adapun kelebihan pembelajaran metode konevensional adalah tidak
membutuhkan waktu yang lama sehingga pembelajaran dapat lebih efisien namun
tidak lebih efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Yadav R.L., Piryani R.M., Deo G.P., Yadav L.K., Islam N. Attitude and perception of
undergraduate medical students toward the problem-based learning in Chitwan
Medical
College, Nepal. Adv in Med Edu and Pract. 2018; 9: 317-22.

Kibret S., Teshome D., Fenta E., Hunie M., Taye M.G.,Fentie Y., et al. Medical and
Health
Science Students Perception Towards a Problem-Based Learning Method: A case of
Debre Tabor University. Adv in Med Edu and Pract. 2021; 12: 781-6.

Jubbal, Kevin. Procrastination – 7 Steps to Cure. Youtube. Med School Insiders.


(2018). Pada laman https://youtu.be/irp5ghCVNAM.

Ed, Int. J. Engng. 2003. Characteristics of Problem-Based Learning. International


journal of engineering education, 19(5), 657-662.

Zahid MA, Varghese R, Mohammed AM, Ayed AK. Comparison of the problem based
learning-driven with the traditional didactic-lecture-based curricula. Int J Med Educ.
2016 Jun 12;7:181-7.

Anda mungkin juga menyukai