Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

MODEL PROBLEM BASED LEARNING


(PBL)

DISUSUN OLEH:

NINA NISRINA I2E018019


IBRAHIM I2E018010
FAHMI I2E018006
LALU RANGKUN GUNAWAN I2E018013

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN IPA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MATARAM
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nyasehingga makalah berjudul: Model Problem Based Learning (PBL)
oleh kelompok kami dapat terselesaikan tepat pada waktunya.Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas yang diberikan di perkuliahan Desain Model Pembelajaran IPA pada
program studi pendidikan IPA pascasarjana Universitas Mataram.Makalah ini berisi hal-hal
mengenai Model PBL baik dari segi definisi, karakteristik, sintaks pembelajaran hingga
kelebihan dan kelemahan dari model.Kami berharap, makalah yang kami tulis ini dapat
digunakan sebagai sumber bacaan mengenai model PBL oleh pendidik serta dijadikan
referensi untuk penelitian terkait dengan baik.Terimakasih.

Mataram, 14 April 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Depan ..................................................................................................................i

Kata Pengantar ....................................................................................................................ii

Daftar Isi .............................................................................................................................iii

Pendahuluan ........................................................................................................................1

A. Asal-usul ModelProblem Based Learning (PBL)...........................................................2

B. Teori Belajar yang Melandasi ModelProblem Based Learning (PBL)...........................3

C. Pengertian ModelProblem Based Learning (PBL).........................................................5

D. Tujuan ModelProblem Based Learning (PBL)...............................................................7

E. Karakteristik ModelProblem Based Learning (PBL).....................................................7

F. Perencanaan ModelProblem Based Learning (PBL)......................................................8

G. Pelaksanaan Pembelajaran untuk Model Problem Based Learning (PBL).....................9

H. Kelebihan dan Kelemahan ModelProblem Based Learning (PBL) ...............................11

I. Asesmen dalam Model Problem Based Learning (PBL)................................................14

Kesimpulan .........................................................................................................................16

Daftar Pustaka .....................................................................................................................17

iii
1

PENDAHULUAN

Problem Based Learning, merupakan sebuah pembelajaran yang sudah berjalan selama
dua dasawarsa. Sejarah dari perkembangan PBL menunjukkan adanya inovasi yang terdiri
dari empat elemen yaktu sebuah masalah yang terstruktur, konten yang subtantif, peran
siswa, dan belajar mandiri.Bukti-bukti yang diperoleh dari penelitian mengenai PBL
mendukung kefektifan model ini.Selain itu, bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa PBL
lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran tradisional dalam berbagai aspek seperti
penyimpanan informasi jangka panjang, pemahaman konseptual, dan pembelajaran mandiri.
PBL dapat dimodifikasi dengan bentuk pembelajaran yang lain di tingkat sekolah dasar,
sekolah menengah pertama, dan sekolah memengah atas.
Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) merupakan inovasi
dalam pembelajaran karena pada model ini kemampuan berpikir siswa dioptimalisasikan
melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat
memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara
berkesinambungan. Akan tetapi, pada kenyataannya tidak semua pendidik (guru) memahami
konsep dari Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) ini.Mungkin
disebabkan oleh kurangnya keinginan dan motivasi untuk meningkatkan kualitas keilmuan
maupun karena kurangnya dukungan sistem untuk meningkatkan kualitas keilmuan tenaga
pendidik.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu kiranya ada sebuah bahan kajian yang mendalam
tentang apa dan bagaimana Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based
Learning) ini untuk selanjutnya diterapkan dalam sebuah proses pembelajaran, sehingga
dapat memberi masukan, khususnya kepada para guru tentang model ini. Dimana, menurut
Rusman (2010), PBL merupakan model pembelajaran yang relevan dengan tuntutan abad ke-
21 dan umumnya kepada para ahli dan prkatisi pendidikan yang memusatkan perhatiannya
pada pengembangan dan inovasi sistem pembelajaran.
PBL harus menjadi perhatian khusus bagi para pendidik karena menggabungkan
rekomendasi untuk membedakan kurikulum dan pengajaran, berhasil mensintesis perbedaan
tersebut, dan menggerakkan mereka ke arah tujuan baru.Cara terbaik untuk memahami
mengapa PBL dikembangkan dan mengapa berhasil di sekolah kedokteran adalah dengan
melihat asal-usulnya, strukturnya, dan basis penelitiannya.
2

A. Asal-usul ModelProblem Based Learning (PBL)

Model Pembelajaran Berbasis Masalah adalah model yang lahir dari teori
konstruktivitsme oleh John Dewey.Model ini muncul dan dibuat pertama kali oleh seorang
dosen kedokteran di Amerika Serikat bernama Profesor Barrows dan Tamblyn.Mereka
mengamati perlakukan setiap mahasiswa yang ada. Kemudian, apa yang terlintas di pikiran
kita ketika berpikir tentang sekolah kedokteran? Buku yang tebal dan diisi dengan berbagai
hal tentang kesehatan?Atau mahasiswa yang berkaca-mata dan terus menerus membaca di
perpustakaan hingga malam hari?Bagaimana jika mereka merupakan kubu reformasi
pendidikan yang berhasil?Tentu saja hal ini sangat sulit untuk dilihat dari sudut pandang
mereka yang berkuliah di bidang kesehatan.Meskipun bidang kesehatan tidak begitu cocok
dengan pendidikan, keberhasilan mereka dalam mengaplikasikan pembelajaran berbasis
masalah selama 20 tahun menjadi bukti lahirnya professional.Setelah masuknya PBL pada
tahun 1970, model ini terus berkembang di seluruh sekolah kedokteran di Amerika.Selain itu,
sekolah kedokteran lainnya di Jerman, Belanda, Australia juga mengaplikasikan PBL di
setiap system pembelajarannya (Gallagher, 1997).
Pengembangan PBL di sekolah kedokteran adalah bukti bahwa sistem yang sudah
berakar pun dapat berubah ketika disajikan dengan alternatif yang bisa
dipertahankan.Revolusi ini secara umum diaplikasikan oleh pendidik medis yang bekerja di
Universitas McMaster Kanada pada 1970-an, mereka adalah Barrows, Norman & Smith.Tim
McMaster mulai memperhatikan beberapa perbedaan yang konsisten antara lingkungan kelas
tempat siswa belajar dan lingkungan ruang periksa dokter.Mereka mengamati, misalnya,
bahwa sementara dokter menghabiskan sebagian besar waktu mereka dengan pasien,
mahasiswa pascasarjana menghabiskan sebagian besar waktu mereka dengan buku.Praktisi
dokter menghabiskan sebagian besar waktu mereka berurusan dengan situasi ambigu yang
disajikan oleh pasien, tetapi mahasiswa kedokteran menghabiskan sebagian besar waktu
mereka adalah dengan belajar dan membaca buku saja.Para peneliti melihat bahwa
mengajukan pertanyaan yang baik kepada pasien sangat penting bagi keberhasilan seorang
dokter praktek, tetapi memberikan jawaban yang benar sangat penting bagi keberhasilan
menjadi mahasiswa kedokteran. Dengan orientasi bertanya, dokter selalu siap untuk
mengubah pikiran mereka dan membentuk konsepsi baru tentang apa yang salah dengan
pasien. Saat menerima jawaban, dokter ahli menyimpan informasi yang bermanfaat dan
mengabaikan sisanya.Mereka mengakses informasi baru berdasarkan “sesuai kebutuhan”
untuk membantu pasien Barrows & Tamblyn, 1980).
3

Setelah diartikulasikan, konsepsi dokter sebagai pemecah masalah ahli membantu


menentukan tujuan untuk bentuk baru pendidikan kedokteran: (a) siswa perlu diajarkan
informasi dengan cara yang mereka akan mengingatnya dan menerapkannya dengan tepat (b)
untuk belajar menghargai pertanyaan yang baik sebanyak fakta yang baik, dan (c) untuk
berlatih mengajukan pertanyaan sebagai sarana mempelajari fakta. Siswa juga membutuhkan
umpan balik pada pertanyaan mereka dan pada keterampilan mereka dalam memisahkan
antara informasi yang relevan dan tidak relevan.Yang paling penting, mereka perlu
mengembangkan ukuran internal dari kualitas penalaran mereka sendiri.

B. Teori Belajar yang MelandasiModelProblem Based Learning (PBL)

Ada beberapa teori belajar yang melandasi Model Pembelajaran Berbasis


Masalah(Problem Based Learning) sebagai berikut : (Rusman, 2010)

1. Teori Belajar Konstruktivisme


Dari segi pedagogis, Model Pembelajaran Berbasis Masalah(Problem Based
Learning) didasarkan pada teori konstruktivisme dengan ciri :
a. Pemahaman diperoleh dari interaksi dengan skenario permasalahan dan
lingkungan belajar.
b. Pergulatan dengan masalah dan proses inquiry masalah menciptakan disonansi
kognitif yang menstimulasi belajar.
c. Pengetahuan terjadi melalui proses kolaborasi negoisasi sosial dan evaluasi
terhadap keberadaan sebuah sudut pandang.

2. Teori Belajar dari Piaget


Piaget menegaskan bahwa anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus
menerus berusaha ingin memahami dunia di sekitarnya. Rasa ingin tahu ini, menurut Piaget
dapat memotivasi mereka untuk secara aktif membangun tampilan dalam otak mereka
mengenai lingkungan yang mereka hayati. Pada saat mereka tumbuh semakin dewasa dan
memperoleh lebih banyak kemampuan bahasa dan memori, tampilan mental mereka tentang
dunia menjadi lebih luas dan lebih abstrak. Sementara itu, pada semua tahap perkembangan,
anak perlu memahami lingkungan mereka dan memotivasinya untuk menyelidiki dan
membangun teori-teori yang menjelaskan lingkungan itu.
4

3. Teori Belajar Bermakna dari David Ausubel


Rusman (2010) mengatakan bahwa Ausubel membedakan antara belajar bermakna
(meaningfull learning) dengan belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna
merupakan proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian
yang sudah dimiliki seseorang yang sedang belajar. Belajar menghafal, diperlukan bila
seseorang memperoleh informasi baru dalam pengetahuan yang sama sekali tidak
berhubungan dengan yang telah diketahuinya. Kaitannya dengan Model Pembelajaran
Berbasis Masalah(Problem Based Learning) dalam hal mengaitkan informasi baru dengan
struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.

4. Teori Belajar Vigotsky


Perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman
baru dan menantang serta ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang
dimunculkan. Dalam upaya mendapatkan pemahaman, individu berusaha mengaitkan
pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang telah dimilikinya kemudian kemudian
membangun pengertian baru. Vigotsky meyakini bahwa interaksi sosial dengan teman lain
memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Kaitannya
dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah(Problem Based Learning) dalam hal
mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa melalui
kegiatan belajar dalam interkasi sosial dengan teman lain.
5. Teori Belajar dari Albert Bandura
Model Pembelajaran Berbasis Masalah juga berlandaskan pada social leraning theory
Albert Bandura, yang fokus pada pembelajaran dalam konteks sosial (social context). Teori
ini menyatakan bahwa seorang belajar dari orang lain, termasuk konsep dari belajar
observasional, imination dan modeling. Prinsip umum dari social learning theory
selengkapnya dinyatakan oleh McDevitt & Ormrod (2010) sebagai berikut:
General principles of social learning theory follows:
1. People  can learn by observing the behavior is of others and the autcomes of those
behaviors.
2. Learning can occur without a change in behavior. Behaciorists say that learning has
to be represented by a permanent change in behavior, in contrast social learning
theorists say that because people can learn thourg observation alone, their learning
may not necessarily be shown in their performance. Learning may or may not result
in a behavior change.
5

3. Cognition plays a role in learning. Over the last 30 years social learning theory has
become increasingly cognitive in its interpretation of human learning. Awareness and
expectation of future reinforcements or punishments can have a major effect on the
behaviors that people exhibit.
4. Social learning theory can be considered a bridge or a transition between behaviorist
learning theories and cognitive learning theories.
6. Teori Belajar Jerome S. Bruner
Metode penemuan merupakan metode dimana siswa menemukan kembali, bukan
menemukan yang sama sekali benar-benar baru. Belajar penemuan sesuai dengan pencarian
pengetahuan secara aktif oleh manusia, dengan sendirinya memberikan hasil yang lebih baik,
berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta didukung oleh pengetahuan yang
menyertainya, serta menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna (Bruner, 2006).
Bruner (2006) juga menggunakan konsep scaffolding dan interaksi sosial di kelas
maupun di luar kelas. Scaffolding adalah suatu proses untuk membantu siswa menuntaskan
masalah tertentu melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan guru, teman atau
orang lain yang memiliki kemampuan lebih.
Kaitan intelektual antara pembelajaran penemuan dan belajar berbasis masalah sangat
jelas. Pada kedua model ini, guru menekankan keterlibatan siswa secara aktif, orientasi
induktif lebih ditekankan dari pada deduktif, dan siswa menentukan atau mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri. Pada belajar berbasis masalah atau penemuan, guru mengajukan
pertanyaan atau masalah kepada siswa dan memperbolehkan siswa untuk menemukan ide dan
teori mereka sendiri.

C. Pengertian Model Problem Based Learning (PBL)

Pendidikan pada abad ke-21 berhubungan dengan permasalahan baru yang ada di
dunia nyata.Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) berkaitan
dengan penggunaan inteligensi dari dalam diri individu yang berada dalam sebuah kelompok
orang, atau lingkungan untuk memecahkan masalah yang bermakna, relevan, dan
kontekstual.
Hasil pendidikan yang diharapkan meliputi pola kompetensi dan inteligensi yang
dibutuhkan untuk berkiprah pada abad ke-21. Pendidikan bukan hanya menyiapkan masa
depan, tetapi juga bagaimana menciptakan masa depan. Nah, apakah sebenarnya Model
6

Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)itu ?. Berikut akan dibahas


defenisi dari medel ini berdasarkan pendapat dari beberapa ahli.
Boud & Feletti (2013) mengemukakan bahwa Model Pembelajaran Berbasis Masalah
(Problem Based Learning) adalah inovasi yang paling signifikan dalam pendidikan.
Margetson (1991) mengatakan bahwa Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem
Based Learning) membantu untuk meningkatkan perkembangan keterampilan belajar
sepanjang hayat dalam pola pikir yang terbuka, reflektif, kritis, dan belajar aktif, serta
memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah, komunikasi, kerja kelompok, dan
keterampilan interpersonal dengan lebih baik dibanding model lain.
“Problem Based Learning (PBL) is a method of learning in which learners first
encounter a problem followed by a systematic, learned centered inquiry and reflection
process”. Artinya Problem Based Learning (PBL) adalah suatu metode pembelajaran dimana
pembelajar bertemu dengan suatu masalah yang tersusun sistematis; penemuan terpusat pada
pembelajar dan poses refleksi (Teacher and Edcucational Development ,2002).
Menurut Utami (2011), Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning)
merupakan salah satu model pembelajaran yang berasosiasi dengan pembelajaran
kontekstual. Pembelajaran artinya dihadapkan pada suatu masalah, yang kemudian dengan
melalui pemecahan masalah, melalui masalah tersebut siswa belajar keterampil-keterampilan
yang lebih mendasar.
Selain itu,Hmelo-Silver(2004) mengatakan bahwa pembelajaran berdasarkan masalah
(problem based learning) adalah suatu model untuk membelajarkan siswa untuk
mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan memecahkan masalah, belajar
peranan orang dewasa yang otentik serta menjadi pelajar mandiri. Pembelajaran berdasarkan
masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi yang sebanyak-
banyaknya kepada siswa, akan tetapi pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk
membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan
keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka
dalam pengalaman nyata dan menjadi pembelajaran yang mandiri.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli, maka dapat disimpulkan bahwa Model
Pembelajaran Berbasis Masalah(Problem Based Learning) adalah model pembelajaran yang
diawali dengan pemberian masalah kepada peserta didik dimana masalah tersebut dialami
atau merupakan pengalaman sehari-hari peserta didik. Selanjutnya peserta didik
menyeleseikan masalah tersebut untuk menemukan pengetahuan baru. Secara garis besar
PBL terdiri dari kegiatan menyajikan kepada peserta didik suatu situasi masalah yang
7

autentik dan bermakna serta memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan
penyelidikan dan inkuiri.

D. Tujuan Model Problem Based Learning (PBL)

Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah adalah: (Gallagher, 1997)


1. Mengembangkan keterampilan penalaran klinis, keterampilan memecahkan masalah, atau
keduanya
2. Meningkatkan akuisisi, retensi, dan penggunaan pengetahuan
3. Meningkatkan keterampilan belajar mandiri siswa
4. Mengembangkan minat intrinsik siswa dalam materi pelajaran dan selanjutnya, motivasi
mereka untuk belajar
5. Mengembangkan kapasitas siswa untuk melihat masalah dari sudut pandang multidisiplin,
mengintegrasikan informasi dari berbagai sumber
6. Memfasilitasi pengembangan praktik pembelajaran kolaboratif yang efektif
7. Menekankan pada siswa pentingnya belajar untuk memahami daripada belajar untuk
mengingat, dan
8. Meningkatkan pemikiran yang fleksibel dan kapasitas untuk beradaptasi terhadap
perubahan

E. Karakteristik Model Problem Based Learning (PBL)

1. Pelajaran berfokus pada memecahkan masalah


Pertama, kedua pelajaran berawal dari satu masalah dan memecahkan masalah adalah
tujuan dari masing-masing pelajaran. Menentukan apa yang memengaruhi frekuensi dari satu
pendulum sederhana adalah sebuah masalah. Kegiatan Pembelajaran berbasis masalah
bermula dari satu masalah dan memecahkannya adalah focus pelajarannya.

2. Tanggung jawab untuk memecahkan masalah yang berpusat pada siswa


Kedua, siswa bertanggung jawab untuk menyusun strategi dan memecahkan masalah.
Pembelajaran Berbasis Masalah dilakukan secara berkelompok, dengan kelompok kecil
8

sehingga semua siswa terlibat dalam proses pembelajaran dan bertanggung jawab untuk
menyusun strategi dan memecahkan masalah.

3. Guru mendukung proses saat siswa menyelesaikan masalah


Ketiga, guru menuntun upaya siswa dengan mengajukan pertanyaan dan memberikan
dukungan pengajaran lain saat siswa berusaha memecahkan masalah. Karakteristik ini
penting dan menuntut keterampilan serta pertimbangan yang sangat professional untuk
memastikan kesuksesan dari Pembelajaran Berbasis Masalah. Guru harus mampu menarik
garis batas di tempat yang tepat menuntut pertimbangan professional yang cermat.

F. Perencanaan Model Problem Based Learning (PBL)

Proses pembelajaran berbasis masalah memiliki karakteristik yang berbeda dengan


model yang lainnya. Salah satunya adalah perencanaan yang tepat dalam mengidentifikasi
masalah yang akan diberikan. Oleh karena itu dibutuhkan perencanaan yang tepat sebelum
menggunakan model pembelajaran ini. Bagan perencanaanya adalah sebagai berikut:

d
i
g
n
e
M t
ti
n
e
a
k
u
n
a
c
r
e
P
d
i
a
g
n
e
M
a
l
b
m
e
n
r
j
P
a
u
j
t
i
s
k
n
fi
o
r
M
a
P
b
(
s
l
h
s
e
k
ti
n
i
s
a
b
r
e
B
n
m
e
l
T
s
k
i
r
e
t
a
fi
M
a
B
e
L
n
s
d
i
r k
i
p
o
)
g
a
r
j
l
s
B
M
eh

Gambar 1. Perencanaan Pembelajaran Berbasis Masalah

Menentukan tujuan belajar


Saat merencanakan pelajaran untuk PBL, terdapat dua jenis tujuan
pembelajaran.Tujuan pertama adalah siswa mampu memahami dengan tepat factor-faktor
yang menyebabkan masalah terjadi dan mampu menyelesaikannya.Jenis tujuan kedua adalah
siswa mampu menumbuhkan dan meningkatkan keterampilan pemecahan masalah dan
mampu mengembangkan kemandirian mereka dalam belajar.Kemampuan pemecahan
masalah dan pembelajaran mandiri adalah tujuan jangka panjang dan siswa memerlukan
pengalaman terus-menerus untuk mencapai tujuan tersebut.
9

Mengidentifikasi Masalah
Mengatakan bahwa siswa yang terlibat dalam PBL memerlukan suatu masalah untuk
dipecahkan adalah seperti mengatakan bahwa atlet memerlukan bola basket jika mereka ingin
belajar bagaimana bermain bola basket. Akan tetapi, sebagaimana sekedar memiliki bola
basket tidak memastikan atlet menjadi pemain yang handal, demikian juga dengan
memperoleh masalah tidak memastikan siswa akan menjadi pemecah masalah yang handal.
Dengan siswa-siswa yang masih belum memiliki pengalaman yang tepat dalam memecahkan
masalah, masalah-masalah akan efektif jika masalah itu jernih, konkret, dan dekat dengan
keseharian pribadi (personalized). Saat memilih masalah, guru juga harus berusaha
menentukan apakah siswa-siswa memiliki cukup banyak pengetahuan awal secara efektif
dalam merancang satu strategi demi memecahkan masalah tersebut.

Mengakses Materi
Seorang guru yang menginginkan sebuah pembelajaran yang lancar adalah seorang
guru yang harus mampu menciptakan suasana dimana seluruh siswanya mampu memahami
apa yang mereka usahakan untuk dicapai (meskipun mereka mungkin tidak mampu mencapai
itu pa da awalnya) dan mereka harus mendapatkan akses pada materi-materi yang dibutuhkan
untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh karena itu, guru harus mampu menyediakan
materi yang sesuai untuk siswa sehingga siswa berhasil mengkasesnya dengan baik dan
mampu menciptakan strategi yang tepat dalam proses pemecahan masalah.

G. Pelaksanaan Pembelajaran dengan Model Problem Based Learning (PBL)

Menurut Fibrayir (2012), berbagai pengembang pembelajaran berbasis masalah telah


menunjukkkan ciri-ciri pelaksanaan pengajaran berbasis masalah sebagai berikut.
1. Pengajuan masalah atau pertanyaan
Pengajaran berbasis masalah bukan hanya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau
ketrampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan
pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan
secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka dihadapkan situasi kehidupan nyata yang
autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi
untuk situasi itu. Menurut Arends & Castle (1991), pertanyaan dan masalah yang diajukan
haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut.
10

a. Autentik. Yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata siswa dari
pada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.
b. Jelas.Yaitu masalah dirumuskandengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah
baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa.
c. Mudah dipahami. Yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami siswa.
Selain itu masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
d. Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Yaitu masalah yang disusun dan
dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah tersebut mencakup seluruh
materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang
tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan.
e. Bermanfaat. Masalah yang telah disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat, baik
siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat masalah. Masalah
yang bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir
memecahkan masalah siswa, serta membangkitkan motivasi belajar siswa.

2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin


Meskipun pengajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran
tertentu (IPA, Matematika, Ilmu-ilmu Sosial), masalah yang akan diselidiki telah yang dipilih
benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak mata
pelajaran.
3. Penyelidikan autentik
Pengajaran berbasis masalah siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari
penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan
masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis
informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan
kesimpulan. Metode penyelidikan yang digunakan bergantung pada masalah yang sedang
dipelajari.
4. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya
Pengajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu
dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk
penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk itu dapat berupa transkipdebat, laporan,
model fisik, video atau program komputer.
11

Pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa bekerja sama satu sama lain (paling
sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil). Bekerja sama memberikan motivasi
untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang
untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan
keterampilan berfikir.
Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
adalah sebagai berikut: (Rusman, 2010).

Tabel 1. Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Tahapan Tingkah Laku Guru


Tahap 1: Guru menjelaskan tujuanpembelajaran,
Orientasi siswa menjelaskan logistic yang dibutuhkan,
kepada masalah memotivasi siswaagar terlibat pada pemecahan
masalahyang dipilihnya.
Tahap 2: Guru membantu siswa mendefinisikandan
Mengorganisasi mengorganisasikan tugas belajaryang
siswa untuk belajar berhubungan dengan masalahtersebut.

Tahap 3: Guru mendorong siswa untukmengumpulkan


Membimbing informasi yang sesuai,melaksanakan
penyelidikan eksperimen, untukmendapatkan penjelasan
individual dan danpemecahan masalahnya
kelompok

Tahap 4: Guru membantu siswa merencanakandan


Mengembagkan dan menyiapkan karya yang sesuaiseperti laporan,
menyajikan hasil video dan model sertamembantu mereka
karya berbagi tugasdengan temannya.

Tahap 5: Guru membantu siswa melakukanrefleksi atau


Menganalisis dan evaluasi terhadappenyelidikan mereka dan
mengevaluasi proses proses-prosesyang mereka gunakan.
pemecahan masalah

H. Kelebihan dan Kelemahan Model Problem Based Learning (PBL)

 Menurut Susanto (2014)


Kelebihan PBL antara lain:
1. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup baik untuk memahami isi
pembelajaran.
12

2. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan


untuk menemukan pengetahuan baru.
3. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
4. Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan
mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
5. Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan
barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
6. Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan diskusi siswa.
7. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir kritis
dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan
baru.
8. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

Kelemahan dari penerapan model PBL antara lain:


1. Bila siswa tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan bahwa masalah
yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk
mencoba.
2. Keberhasilan pendekatan pembelajar melalui pemecahan masalah membutuhkan
cukup waktu untuk persiapan
3. Tanpa pemahaman mereka untuk berusaha memecahkan masalah yang sedang
dipelajari, maka mereka tidak akan belajar dari apa yang mereka pelajari.

 Menurut Sanjaya (2013)


Kelebihan dari model PBL antara lain:
1. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi
pelajaran.
2. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan
untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
3. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran.
4. Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan
mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata siswa.
5. Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan
barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
13

6. Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan bagi siswa.


7. Pemecahan masalah dapat mengembangkan berpikir siswa kritis.

Kelemahan dari model PBL antara lain:


1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan bahwa
masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan
untuk mencoba.
2. Keberhasilan pendekatan pembelajaran melalui pemecahan masalah membutuhkan
cukup waktu untuk persiapan.
3. Tanpa pemahaman mereka untuk berusaha memecahkan masalah yang sedang
dipelajari, maka mereka tidak akan belajar dari apa yang mereka pelajari.

 Menurut Abuddin (2011) Pembelajaran Berbasis Masalah memiliki beberapa kelebihan


dan kekurangan sebagai berikut. Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah.
1. Dapat digunakan pada dunia pendidikan seperti di sekolah lebih relevan dengan
kehidupan, khususnya pada dunia kerja.
2. Dapat membiasakan peserta didik menghadapi dan memecahkan masalah secara
terampil, yang selanjutnya mereka dapat menggunakannya saat menghadapi
permasalahan yang sesungguhnya di masyarakat kelak.
3. Dapat merangsang pengembangan kemampuan berfikir peserta didik secara kreatif
dan menyeluruh, karena pada proses pembelajarannya peserta didik banyak
melakukan kegiatan mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai aspek.
Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah.
1. Terjadinya kesulitan dalam menemukan permasalahan yang sesuai dengan tingkat
berfikir siswa. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya perbedaan pada tingkat pola
pikir siswa.
2. Perlunya waktu yang lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan metode
konvensional.
3. Mengalami kesulitan dalam merubah kebiasaan belajar dari semula belajar
mendengar, mencatat, dan menghafal informasi yang disampaikan oleh guru, menjadi
belajar dengan cara mencari data, analisis, menyusun hipotesis dan memecahkan
masalah dengan sendiri.
14

I. Assessmen dalam Model Problem Based Learning (PBL)

Seperti halnya model pembelajaran lainnya, bentuk asesmen harus ditentukan oleh tujuan
belajar dari suatu pelajaran.Pembelajaran Berbasis Masalah memiliki tiga tujuan belajar yang
saling terkait.
1. meningkatkan pemahaman tentang proses-proses yang terlibat dalam PBL
2. mengembangkan pembelajaran mandiri siswa
3. mendapatkan pemahaman mendalam tentang topic-topik spesifik

Asesmen tentang peraihan materi dalam model ini serupa dengan proses-proses yang ada
dalam model-model lain. Penggunaan asesmen alternatif seperti telaah langsung terhadap
kinerja siswa dalam tugas-tugas signifikan yang relevan bagi kehidupan di luar sekolah
sangat dianjurkan. Asesmen-asesmen tersebut bias efektif untuk mengukur kemampuan siswa
dengan mencakup hal berikut (Kauchak & Eggen, 2016):
 Merancang strategi pemecahan masalah
 Melakukan penelitian penyelidikan
 Membuat hipotesis
 Mengumpulkan data yang relevan bagi hipotesis
 Bekerja secara kolaboratif dalam kelompok untuk memecahkan kasus.

Di luar produk, seperti jawaban atau solusi bagi satu permasalahan, guru yang
menggunakan asesmen alternatif akan berminat terhadap proses yang ditempuh siswa untuk
menyiapkan produk, yang menekankan pemikiran yang sangat rapi. Pengetahuan tentang
proses-proses ini memberi guru kesempatan untuk menilai pengetahuan mereka dan
membetulkan miskonsepsi dari siswa.
Bentuk asesmennya adalah sebagai berikut.
Asesmen Kinerja
Asesmen kinerja adalah tugas-tugas dimana siswa menunjukkan tingkat kompetensi atau
pengetahuan atau keterampilan mereka dengan mengerjakan satu kegiatan atau menciptakan
satu produk.Mereka berusaha meningkatkan validitas dengan menempatkan siswa ke dalam
situasi yang sebisa mungkin mirip dengan kehidupan nyata dan mengevaluasi kinerja siswa
berdasarkan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan sebelumnya.Istilah asesmen kinerja
berasar dari bidang-bidang materi seperti IPA, dimana siswa diminta untuk menunjukkan satu
15

keterampilan dalam situasi konkret daripada mencari jawaban yang tepat dalam tes buatan
guru.
Observasi Sistematis
Observasi atau pengamatan sistematis adalah cara lain untuk mengevaluasi proses-proses
yang digunakan siswa saat mereka terlibat dalam Pembelajaran Berbasis Masalah. Observasi
ini adalah semacam asesmen yang menuntut guru menentukan kriteria-kriteria bagi proses
yang mereka nilai berdasarkan pada rubric yang dibuat. Langkah-langkah yang ada dalam
rubrik tersebut dapat berupa sebagai berikut:
1. Menyatakan masalah atau pertanyaan
2. Menyatakan hipotesis
3. Mengidentifikasi variable bebas, control, dan terikat
4. Menggambarkan cara data akan dikumpulkan
5. Menata dan menunjukkan data
6. Mengevaluasi hipotesis berdasarkan data
Dengan mengumpulkan data secara sistematis sambil siswa mengerjakan kegiatan
belajar autentik, guru berada di posisi yang lebih baik untuk menilai kekuatan dan kelemahan
siswa serta dapat memberikan umpan balik.

Daftar Periksa
Daftar periksa adalah deskripsi tertulis terhadap dimensi-dimensi yang harus ada di
dalam suatu kinerja yang diterima atau layak. Asesmen ini adalah cara lain bagi guru untuk
menilai pemikiran siswa mereka secara lebih sistematis.

Asesmen Kelompok
Penilaian kelompok menjadi sangat penting untuk dilakukan selama proses pembelajaran.
Sebab, komposisi kelompok sepanjang asesmen kelompok kolaboratif bisa secara signifikan
memengaruhi proses dan kualitas dari solusi yang siswa berikan. Sebagaimana dapat diduga,
siswa berkemampuan tinggi cenderung mendongkrak kinerja kelompok.

Asesmen Individu
Penilaian secara individu menjadi hal yang sangat penting dan diutamakan.Karena setiap
individu memberikan pengaruh yang berbeda atas hasil yang mereka berikan.Perbedaan-
perbedaan inilah yang harus dinilai dengan tepat sehingga guru dapat memberikan umpan
balik yang tepat pula saat fase akhir pembelajaran.
16

Kesimpulan

Belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dan respon, merupakan
hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Pembelajaran Berbasis Masalah
melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran yang aktif, kolaboratif, berpusat kepada
peserta didik, yang mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan
belajar mandiri yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan dan karier,
dalam lingkungan yang bertambah kompleks sekarang ini. Pengajaran berdasarkan masalah
merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berfikir tingkat tinggi.Oleh
karena itu, pembelajaran dengan model PBL menjadi pembelajaran yang saintifik dan
digunakan sesuai dengan kebutuhan abad 21 serta revolusi 4.0 untuk menciptakan inovasi
dan kreativitas.
17

DAFTAR PUSTAKA

Abuddin, Nata. (2011). Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Arends, R., & Castle, S. (1991). Learning to teach (Vol. 2). New York: McGraw-Hill.

Barrows, H. S., & Tamblyn, R. M. (1980).Problem-based learning: An approach to medical


education. Springer Publishing Company.

Boud, D., & Feletti, G. (2013).The challenge of problem-based learning.Routledge.

Bruner, J. S. (2006). In Search of Pedagogy Volume I: The Selected Works of Jerome Bruner,
1957-1978. Routledge.

Gallagher, S. A. (1997). Problem-based learning: Where did it come from, what does it do,
and where is it going?.Journal for the Education of the Gifted, 20(4), 332-362.

Hmelo-Silver, C. E. (2004). Problem-based learning: What and how do students


learn?.Educational psychology review, 16(3), 235-266.

Kauchak, D. & Eggen, P. (2016).Strategi dan Model Pembelajaran. Jakarta: PT. Indeks
Jakarta.

Margetson, D. (1991). Why is problem-based learning a challenge.The challenge of problem


based learning, 42-50.

McDevitt, T. M., & Ormrod, J. E. (2010).Child development and education. Upper Saddle
River: Merrill.

Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran (mengembangkan profesionalisme


guru).Bandung: RajagrafindoPersada.

Sanjaya, Wina. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.


Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Susanto, Ahmad. (2014) Teori Belajar Pembelajaran di Sekolah. Jakarta: Prenada Media
Group.

Utami, R. P. (2011). Pgaruh Model Pembelajaran Search Solve Create And Share (SSCS) dan
Problem Based Instruction (PBI) Terhadap Prestasi Belajar dan Kreativitas Siswa.
Bioedukasi: Jurnal Pendidikan Biologi, 4(2), 57-71.

Anda mungkin juga menyukai