DISUSUN OLEH:
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Pendahuluan ........................................................................................................................1
Kesimpulan .........................................................................................................................16
iii
1
PENDAHULUAN
Problem Based Learning, merupakan sebuah pembelajaran yang sudah berjalan selama
dua dasawarsa. Sejarah dari perkembangan PBL menunjukkan adanya inovasi yang terdiri
dari empat elemen yaktu sebuah masalah yang terstruktur, konten yang subtantif, peran
siswa, dan belajar mandiri.Bukti-bukti yang diperoleh dari penelitian mengenai PBL
mendukung kefektifan model ini.Selain itu, bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa PBL
lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran tradisional dalam berbagai aspek seperti
penyimpanan informasi jangka panjang, pemahaman konseptual, dan pembelajaran mandiri.
PBL dapat dimodifikasi dengan bentuk pembelajaran yang lain di tingkat sekolah dasar,
sekolah menengah pertama, dan sekolah memengah atas.
Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) merupakan inovasi
dalam pembelajaran karena pada model ini kemampuan berpikir siswa dioptimalisasikan
melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat
memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara
berkesinambungan. Akan tetapi, pada kenyataannya tidak semua pendidik (guru) memahami
konsep dari Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) ini.Mungkin
disebabkan oleh kurangnya keinginan dan motivasi untuk meningkatkan kualitas keilmuan
maupun karena kurangnya dukungan sistem untuk meningkatkan kualitas keilmuan tenaga
pendidik.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu kiranya ada sebuah bahan kajian yang mendalam
tentang apa dan bagaimana Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based
Learning) ini untuk selanjutnya diterapkan dalam sebuah proses pembelajaran, sehingga
dapat memberi masukan, khususnya kepada para guru tentang model ini. Dimana, menurut
Rusman (2010), PBL merupakan model pembelajaran yang relevan dengan tuntutan abad ke-
21 dan umumnya kepada para ahli dan prkatisi pendidikan yang memusatkan perhatiannya
pada pengembangan dan inovasi sistem pembelajaran.
PBL harus menjadi perhatian khusus bagi para pendidik karena menggabungkan
rekomendasi untuk membedakan kurikulum dan pengajaran, berhasil mensintesis perbedaan
tersebut, dan menggerakkan mereka ke arah tujuan baru.Cara terbaik untuk memahami
mengapa PBL dikembangkan dan mengapa berhasil di sekolah kedokteran adalah dengan
melihat asal-usulnya, strukturnya, dan basis penelitiannya.
2
Model Pembelajaran Berbasis Masalah adalah model yang lahir dari teori
konstruktivitsme oleh John Dewey.Model ini muncul dan dibuat pertama kali oleh seorang
dosen kedokteran di Amerika Serikat bernama Profesor Barrows dan Tamblyn.Mereka
mengamati perlakukan setiap mahasiswa yang ada. Kemudian, apa yang terlintas di pikiran
kita ketika berpikir tentang sekolah kedokteran? Buku yang tebal dan diisi dengan berbagai
hal tentang kesehatan?Atau mahasiswa yang berkaca-mata dan terus menerus membaca di
perpustakaan hingga malam hari?Bagaimana jika mereka merupakan kubu reformasi
pendidikan yang berhasil?Tentu saja hal ini sangat sulit untuk dilihat dari sudut pandang
mereka yang berkuliah di bidang kesehatan.Meskipun bidang kesehatan tidak begitu cocok
dengan pendidikan, keberhasilan mereka dalam mengaplikasikan pembelajaran berbasis
masalah selama 20 tahun menjadi bukti lahirnya professional.Setelah masuknya PBL pada
tahun 1970, model ini terus berkembang di seluruh sekolah kedokteran di Amerika.Selain itu,
sekolah kedokteran lainnya di Jerman, Belanda, Australia juga mengaplikasikan PBL di
setiap system pembelajarannya (Gallagher, 1997).
Pengembangan PBL di sekolah kedokteran adalah bukti bahwa sistem yang sudah
berakar pun dapat berubah ketika disajikan dengan alternatif yang bisa
dipertahankan.Revolusi ini secara umum diaplikasikan oleh pendidik medis yang bekerja di
Universitas McMaster Kanada pada 1970-an, mereka adalah Barrows, Norman & Smith.Tim
McMaster mulai memperhatikan beberapa perbedaan yang konsisten antara lingkungan kelas
tempat siswa belajar dan lingkungan ruang periksa dokter.Mereka mengamati, misalnya,
bahwa sementara dokter menghabiskan sebagian besar waktu mereka dengan pasien,
mahasiswa pascasarjana menghabiskan sebagian besar waktu mereka dengan buku.Praktisi
dokter menghabiskan sebagian besar waktu mereka berurusan dengan situasi ambigu yang
disajikan oleh pasien, tetapi mahasiswa kedokteran menghabiskan sebagian besar waktu
mereka adalah dengan belajar dan membaca buku saja.Para peneliti melihat bahwa
mengajukan pertanyaan yang baik kepada pasien sangat penting bagi keberhasilan seorang
dokter praktek, tetapi memberikan jawaban yang benar sangat penting bagi keberhasilan
menjadi mahasiswa kedokteran. Dengan orientasi bertanya, dokter selalu siap untuk
mengubah pikiran mereka dan membentuk konsepsi baru tentang apa yang salah dengan
pasien. Saat menerima jawaban, dokter ahli menyimpan informasi yang bermanfaat dan
mengabaikan sisanya.Mereka mengakses informasi baru berdasarkan “sesuai kebutuhan”
untuk membantu pasien Barrows & Tamblyn, 1980).
3
3. Cognition plays a role in learning. Over the last 30 years social learning theory has
become increasingly cognitive in its interpretation of human learning. Awareness and
expectation of future reinforcements or punishments can have a major effect on the
behaviors that people exhibit.
4. Social learning theory can be considered a bridge or a transition between behaviorist
learning theories and cognitive learning theories.
6. Teori Belajar Jerome S. Bruner
Metode penemuan merupakan metode dimana siswa menemukan kembali, bukan
menemukan yang sama sekali benar-benar baru. Belajar penemuan sesuai dengan pencarian
pengetahuan secara aktif oleh manusia, dengan sendirinya memberikan hasil yang lebih baik,
berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta didukung oleh pengetahuan yang
menyertainya, serta menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna (Bruner, 2006).
Bruner (2006) juga menggunakan konsep scaffolding dan interaksi sosial di kelas
maupun di luar kelas. Scaffolding adalah suatu proses untuk membantu siswa menuntaskan
masalah tertentu melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan guru, teman atau
orang lain yang memiliki kemampuan lebih.
Kaitan intelektual antara pembelajaran penemuan dan belajar berbasis masalah sangat
jelas. Pada kedua model ini, guru menekankan keterlibatan siswa secara aktif, orientasi
induktif lebih ditekankan dari pada deduktif, dan siswa menentukan atau mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri. Pada belajar berbasis masalah atau penemuan, guru mengajukan
pertanyaan atau masalah kepada siswa dan memperbolehkan siswa untuk menemukan ide dan
teori mereka sendiri.
Pendidikan pada abad ke-21 berhubungan dengan permasalahan baru yang ada di
dunia nyata.Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) berkaitan
dengan penggunaan inteligensi dari dalam diri individu yang berada dalam sebuah kelompok
orang, atau lingkungan untuk memecahkan masalah yang bermakna, relevan, dan
kontekstual.
Hasil pendidikan yang diharapkan meliputi pola kompetensi dan inteligensi yang
dibutuhkan untuk berkiprah pada abad ke-21. Pendidikan bukan hanya menyiapkan masa
depan, tetapi juga bagaimana menciptakan masa depan. Nah, apakah sebenarnya Model
6
autentik dan bermakna serta memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan
penyelidikan dan inkuiri.
sehingga semua siswa terlibat dalam proses pembelajaran dan bertanggung jawab untuk
menyusun strategi dan memecahkan masalah.
d
i
g
n
e
M t
ti
n
e
a
k
u
n
a
c
r
e
P
d
i
a
g
n
e
M
a
l
b
m
e
n
r
j
P
a
u
j
t
i
s
k
n
fi
o
r
M
a
P
b
(
s
l
h
s
e
k
ti
n
i
s
a
b
r
e
B
n
m
e
l
T
s
k
i
r
e
t
a
fi
M
a
B
e
L
n
s
d
i
r k
i
p
o
)
g
a
r
j
l
s
B
M
eh
Mengidentifikasi Masalah
Mengatakan bahwa siswa yang terlibat dalam PBL memerlukan suatu masalah untuk
dipecahkan adalah seperti mengatakan bahwa atlet memerlukan bola basket jika mereka ingin
belajar bagaimana bermain bola basket. Akan tetapi, sebagaimana sekedar memiliki bola
basket tidak memastikan atlet menjadi pemain yang handal, demikian juga dengan
memperoleh masalah tidak memastikan siswa akan menjadi pemecah masalah yang handal.
Dengan siswa-siswa yang masih belum memiliki pengalaman yang tepat dalam memecahkan
masalah, masalah-masalah akan efektif jika masalah itu jernih, konkret, dan dekat dengan
keseharian pribadi (personalized). Saat memilih masalah, guru juga harus berusaha
menentukan apakah siswa-siswa memiliki cukup banyak pengetahuan awal secara efektif
dalam merancang satu strategi demi memecahkan masalah tersebut.
Mengakses Materi
Seorang guru yang menginginkan sebuah pembelajaran yang lancar adalah seorang
guru yang harus mampu menciptakan suasana dimana seluruh siswanya mampu memahami
apa yang mereka usahakan untuk dicapai (meskipun mereka mungkin tidak mampu mencapai
itu pa da awalnya) dan mereka harus mendapatkan akses pada materi-materi yang dibutuhkan
untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh karena itu, guru harus mampu menyediakan
materi yang sesuai untuk siswa sehingga siswa berhasil mengkasesnya dengan baik dan
mampu menciptakan strategi yang tepat dalam proses pemecahan masalah.
a. Autentik. Yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata siswa dari
pada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.
b. Jelas.Yaitu masalah dirumuskandengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah
baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa.
c. Mudah dipahami. Yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami siswa.
Selain itu masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
d. Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Yaitu masalah yang disusun dan
dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah tersebut mencakup seluruh
materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang
tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan.
e. Bermanfaat. Masalah yang telah disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat, baik
siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat masalah. Masalah
yang bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir
memecahkan masalah siswa, serta membangkitkan motivasi belajar siswa.
Pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa bekerja sama satu sama lain (paling
sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil). Bekerja sama memberikan motivasi
untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang
untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan
keterampilan berfikir.
Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
adalah sebagai berikut: (Rusman, 2010).
Seperti halnya model pembelajaran lainnya, bentuk asesmen harus ditentukan oleh tujuan
belajar dari suatu pelajaran.Pembelajaran Berbasis Masalah memiliki tiga tujuan belajar yang
saling terkait.
1. meningkatkan pemahaman tentang proses-proses yang terlibat dalam PBL
2. mengembangkan pembelajaran mandiri siswa
3. mendapatkan pemahaman mendalam tentang topic-topik spesifik
Asesmen tentang peraihan materi dalam model ini serupa dengan proses-proses yang ada
dalam model-model lain. Penggunaan asesmen alternatif seperti telaah langsung terhadap
kinerja siswa dalam tugas-tugas signifikan yang relevan bagi kehidupan di luar sekolah
sangat dianjurkan. Asesmen-asesmen tersebut bias efektif untuk mengukur kemampuan siswa
dengan mencakup hal berikut (Kauchak & Eggen, 2016):
Merancang strategi pemecahan masalah
Melakukan penelitian penyelidikan
Membuat hipotesis
Mengumpulkan data yang relevan bagi hipotesis
Bekerja secara kolaboratif dalam kelompok untuk memecahkan kasus.
Di luar produk, seperti jawaban atau solusi bagi satu permasalahan, guru yang
menggunakan asesmen alternatif akan berminat terhadap proses yang ditempuh siswa untuk
menyiapkan produk, yang menekankan pemikiran yang sangat rapi. Pengetahuan tentang
proses-proses ini memberi guru kesempatan untuk menilai pengetahuan mereka dan
membetulkan miskonsepsi dari siswa.
Bentuk asesmennya adalah sebagai berikut.
Asesmen Kinerja
Asesmen kinerja adalah tugas-tugas dimana siswa menunjukkan tingkat kompetensi atau
pengetahuan atau keterampilan mereka dengan mengerjakan satu kegiatan atau menciptakan
satu produk.Mereka berusaha meningkatkan validitas dengan menempatkan siswa ke dalam
situasi yang sebisa mungkin mirip dengan kehidupan nyata dan mengevaluasi kinerja siswa
berdasarkan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan sebelumnya.Istilah asesmen kinerja
berasar dari bidang-bidang materi seperti IPA, dimana siswa diminta untuk menunjukkan satu
15
keterampilan dalam situasi konkret daripada mencari jawaban yang tepat dalam tes buatan
guru.
Observasi Sistematis
Observasi atau pengamatan sistematis adalah cara lain untuk mengevaluasi proses-proses
yang digunakan siswa saat mereka terlibat dalam Pembelajaran Berbasis Masalah. Observasi
ini adalah semacam asesmen yang menuntut guru menentukan kriteria-kriteria bagi proses
yang mereka nilai berdasarkan pada rubric yang dibuat. Langkah-langkah yang ada dalam
rubrik tersebut dapat berupa sebagai berikut:
1. Menyatakan masalah atau pertanyaan
2. Menyatakan hipotesis
3. Mengidentifikasi variable bebas, control, dan terikat
4. Menggambarkan cara data akan dikumpulkan
5. Menata dan menunjukkan data
6. Mengevaluasi hipotesis berdasarkan data
Dengan mengumpulkan data secara sistematis sambil siswa mengerjakan kegiatan
belajar autentik, guru berada di posisi yang lebih baik untuk menilai kekuatan dan kelemahan
siswa serta dapat memberikan umpan balik.
Daftar Periksa
Daftar periksa adalah deskripsi tertulis terhadap dimensi-dimensi yang harus ada di
dalam suatu kinerja yang diterima atau layak. Asesmen ini adalah cara lain bagi guru untuk
menilai pemikiran siswa mereka secara lebih sistematis.
Asesmen Kelompok
Penilaian kelompok menjadi sangat penting untuk dilakukan selama proses pembelajaran.
Sebab, komposisi kelompok sepanjang asesmen kelompok kolaboratif bisa secara signifikan
memengaruhi proses dan kualitas dari solusi yang siswa berikan. Sebagaimana dapat diduga,
siswa berkemampuan tinggi cenderung mendongkrak kinerja kelompok.
Asesmen Individu
Penilaian secara individu menjadi hal yang sangat penting dan diutamakan.Karena setiap
individu memberikan pengaruh yang berbeda atas hasil yang mereka berikan.Perbedaan-
perbedaan inilah yang harus dinilai dengan tepat sehingga guru dapat memberikan umpan
balik yang tepat pula saat fase akhir pembelajaran.
16
Kesimpulan
Belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dan respon, merupakan
hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Pembelajaran Berbasis Masalah
melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran yang aktif, kolaboratif, berpusat kepada
peserta didik, yang mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan
belajar mandiri yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan dan karier,
dalam lingkungan yang bertambah kompleks sekarang ini. Pengajaran berdasarkan masalah
merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berfikir tingkat tinggi.Oleh
karena itu, pembelajaran dengan model PBL menjadi pembelajaran yang saintifik dan
digunakan sesuai dengan kebutuhan abad 21 serta revolusi 4.0 untuk menciptakan inovasi
dan kreativitas.
17
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin, Nata. (2011). Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Arends, R., & Castle, S. (1991). Learning to teach (Vol. 2). New York: McGraw-Hill.
Bruner, J. S. (2006). In Search of Pedagogy Volume I: The Selected Works of Jerome Bruner,
1957-1978. Routledge.
Gallagher, S. A. (1997). Problem-based learning: Where did it come from, what does it do,
and where is it going?.Journal for the Education of the Gifted, 20(4), 332-362.
Kauchak, D. & Eggen, P. (2016).Strategi dan Model Pembelajaran. Jakarta: PT. Indeks
Jakarta.
McDevitt, T. M., & Ormrod, J. E. (2010).Child development and education. Upper Saddle
River: Merrill.
Susanto, Ahmad. (2014) Teori Belajar Pembelajaran di Sekolah. Jakarta: Prenada Media
Group.
Utami, R. P. (2011). Pgaruh Model Pembelajaran Search Solve Create And Share (SSCS) dan
Problem Based Instruction (PBI) Terhadap Prestasi Belajar dan Kreativitas Siswa.
Bioedukasi: Jurnal Pendidikan Biologi, 4(2), 57-71.