Anda di halaman 1dari 20

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat SEPTEMBER 2018

Dan Kedokteran Komunitas


Fakultas Kedokteran
Universitas Halu Oleo

KONSEP PROBLEM BASE LEARNING DAN


PROBLEM SOLUTION CYCLE

Oleh:
Nurul Husain, S.Ked
K1A1 14 133

Pembimbing :
dr. I Putu Sudayasa, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DAN KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa:


Nama : Nurul Husain, S.Ked
NIM : K1A1 14 133
Judul Laporan : Makalah Konsep Problem Base Learning dan Problem
Solution Cycle

Telah menyelesaikan tugas Makalah konsep problem base learning dan problem
solution cycle dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Kedokteran
Keluarga dan Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, September 2018


Mengetahui,
Pembimbing Puskesmas

dr. I Putu Sudayasa, M.Kes


NIP.19690730 200212 1 003
BAB I
PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan kualitas dan


potensi yang dimiliki oleh setiap individu. Dengan kata lain, peningkatan dan
pengembangan sumber daya manusia secara berkelanjutan sangatlah penting,
terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini. Perlunya sumber daya
manusia yang berkualitas tinggi, mampu mengembangkan potensi yang
dimilikinya serta dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan di masa
mendatang. Perguruan tinggi mempunyai peran nyata dalam mewujudkan
peningkatan kualitas sumber daya manusia yang terlihat dalam melalui
pelaksanaan kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi (Fakhriyah, 2014).

Keputusan menteri pendidikan nasional nomor 045/U/2002 tentang


kurikulum inti pendidikan tinggi, mendorong para pengajar menerapkan
metode-metode yang mendukung terealisaikannya kebijakan itu dan berusaha
mengembangkan berbagai pendekatan pembelajaran baru yang lebih sesuai
dengan kebutuhan pembelajar dan tuntutan masyarakat. Tujuannya adalah
meningkatkan mutu serta relevansi pembelajaran di perguruan tinggi,
khususnya pada jenjang program S-1 di tanah air, dan salah satu model
pembelajaran baru adalah problem based learning dan problem solution cycle
(Zaduqisti, 2010).

Program Problem based learning (PBL) pertama kali diimplementasikan


oleh Faculty of Health Sciences of McMaster University di Kanada pada tahun
1969 sebagai sebuah cara belajar baru yang radikal dan inovatif dalam
pendidikan dokter. Adapun ciri khas dari pelaksanaan Problem based learning
di Mc Master University adalah filosofi pendidikan yang berorientasi pada
masyarakat, terfokus pada manusia, melalui pendekatan antar cabang ilmu
pengetahuan dan belajar berdasar masalah (liansyah, 2015).
Model pembelajaran problem based learning (PBL) atau dikenal dengan
model pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang
menggunakan permasalahan nyata yang ditemui di lingkungan sebagai dasar
untuk memperoleh pengetahuan dan konsep melalui kemampuan berpikir kritis
dan memecahkan masalah (Fakhriya, 2014), sedang untuk problem solution
cycle (PSC) yaitu proses yang digunakan untuk mengembangkan proses
berpikir melalui pemberian masalah yang akan dianalisis secara individu
maupun kelompok. Model pembelajaran problem solution cycle memiliki
langkah-langkah yaitu (1) Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan; (2)
Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah; (3) Menetapkan jawaban sementara dari masalah; (4) Menguji
kebenaran jawaban sementara; (5) Menarik kesimpulan (Djamarah dan Zain,
2010).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PROBLEM BASED LEARNING (PBL)


1. Definisi
Problem Based Learning (PBL) adalah metode pendidikan yang
mendorong mahasiswa untuk mengenal cara belajar dan bekerjasama
dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah-masalah di dunia
nyata. Simulasi masalah digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan
mahasiswa sebelum mulai mempelajari suatu subyek. PBL menyiapkan
mahasiswa untuk berpikir secara kritis dan analitis, serta mampu untuk
mendapatkan dan menggunakan sumber-sumber belajar secara tepat
(Nur Cahyani, 2008).
2. Tujuan PBL
Tujuan PBL antara lain: (1) melatih kemampuan berpikir dalam
memecahkan masalah, (2) mampu menentukan sendiri apa yang harus
dipelajari (self directed learning) (3) mampu memecahkan masalah
khususnya yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari (Wulandari,
2015)
3. Karakteristik PBL
Berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow, Min Liu 2005 dalam
Lidinillah, 2012 menjelaskan karakteristik dari PBM, yaitu :
a. Learning is student-centered
Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada siswa
sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori
konstruktivisme dimana mahasiswa didorong untuk dapat
mengembangkan pengetahuannya sendiri.
b. Authentic problems form the organizing focus for learning
Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang otentik
sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut
serta dapat menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti.
c. New information is acquired through self-directed learning
Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum
mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya,
sehingga siswa berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya,
baik dari buku atau informasi lainnya.
d. Learning occurs in small groups
Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha
membangun pengetahuan secara kolaborative, maka PBM
dilaksakan dalam kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menuntut
pembagian tugas yang jelas dan penetapan tujuan yang jelas.
e. Teachers act as facilitators
Pada pelaksanaan PBL, guru hanya berperan sebagai fasilitator.
Namun, walaupun begitu guru harus selalu memantau
perkembangan aktivitas siswa dan mendorong siswa agar mencapai
target yang hendak dicapai.
4. Langkah-langkah PBL
langkah-langkah pelaksanaan PBL sebagai berikut :
a. Mahasiswa diberi permasalahan oleh guru (atau permasalahan
diungkap dari pengalaman siswa)
b. Mahasiswa melakukan diskusi dalam kelompok kecil dan melakukan
hal-hal berikut.
1) Mengklarifikasi kasus permasalahan yang diberikan ƒ
2) Mendefinisikan masalah ƒ
3) Melakukan tukar pikiran berdasarkan pengetahuan yang mereka
miliki
4) Menetapkan hal-hal yang diperlukan untuk menyelesaikan
masalah
5) Menetapkan hal-hal yang harus dilakukan untuk menyelesaikan
masalah
c. Siswa melakukan kajian secara independen berkaitan dengan
masalah yang harus diselesaikan. Mereka dapat melakukannya
dengan cara mencari sumber di perpustakaan, database, internet,
sumber personal atau melakukan observasi
d. Siswa kembali kepada kelompok PBL semula untuk melakukan tukar
informasi, pembelajaran teman sejawat, dan bekerjasaman dalam
menyelesaikan masalah.
e. Siswa menyajikan solusi yang mereka temukan
f. Siswa dibantu oleh guru melakukan evaluasi berkaitan dengan
seluruh kegiatan pembelajaran (Lidinillah, 2012).

Selain itu dalam metode pembelajaran problem-based learning (PBL)


terdapat 7 langkah dalam pelaksanaan diskusi, yaitu:

a. Tahap klarifikasi
Ini merupakan tahap awal pada proses diskusi PBL dimana pada
tahap ini kasus yang telah berisi masalah diberikan kepada peserta
diskusi. Selanjutnya mereka akan mengidentifikasi apakah ada kata-
kata yang tidak mereka mengerti kemudian akan dijelaskan oleh
peserta yang mengetahui artinya.
b. Mencari masalah atau identifikasi masalah
Pada tahap ini, peserta diskusi akan mencari dan mengidentifikasi
masalah apa saja yang ada di dalam kasus yang perlu mereka
pecahkan dan cari solusinya.
c. Brainstorming (menyampaikan pendapat)
Pada tahap ini para peserta diskusi akan berdiskusi mengenai
masalah yang telah ditentukan sebelumnya dengan pengetahuan
yang telah mereka miliki sebelumnya. Pada tahap ini, semua peserta
diskusi berkesempatan untuk dapat mengeluarkan pendapat mereka.
Semua pendapat yang dikeluarkan akan dicatat oleh notulen dalam
diskusi.
d. Penjelasan secara mendalam
Pada tahapan ini, hasil diskusi yang ada pada tahap ketiga dibahas
lagi secara lebih mendalam atau lebih rinci.
e. Learning objective
Pada tahap ini, apabila hasil dari materi atau pengetahuan pada
tahap keempat dirasa masih kurang maka pertanyaan-pertanyaan
tersebut akan dijadikan sebagai learning objective sebagai bahan
pembelajaran mandiri mereka. Selain itu juga anggota diskusi dapat
menentukan materi pembelajaran apa lagi yang mereka butuhkan
untuk memecahkan masalah yang ada pada kasus yang diberikan
dalam bentuk pertanyaan.
f. Mencari informasi
Setelah menetukan materi pembelajaran, para peserta diskusi akan
belajar secara mandiri untuk mencari atau mengumpulkan informasi
yang mereka butuhkan melalui sumber-sumber terpercaya.
g. Sintesis
Tahap ini merupakan tahapan akhir dari proses diskusi. Para peserta
diskusi saling mengemukakan pendapat yang mereka dapatkan pada
saat belajar secara mandiri mengenai masalah yang telah ada
sebelumnya. Proses ini nantinya akan memberikan jawaban dan
solusi dari pertanyaan mereka yang ada pada tahapan penentuan
learning objective.
h. Feedback
Setelah proses diskusi selesai, baik fasilitator maupun peserta
diskusi saling memberikan masukan mengenai proses diskusi yang
telah mereka lakukan agar dapat memperbaiki diskusi selanjutnya
(Susanti, 2017).

Selain beberapa langkah tersebut ada beberapa hal-hal yang terjadi


dalam diskusi kelompok Problem-Based Learning (PBL), yaitu :

a. Forming
Pada awal diskusi kelompok baru akan berbicara secara superfisial.
b. Norming
Pada tahap kedua, peraturan dan tujuan kelompok akan dibahas
secara informal sehingga akan muncul berbagai komentar dalam
kelompok.
c. Storming
Pada tahap ini mahasiswa dalam kelompok diskusi akan mulai
menyampaikan pengetahuan dalam membahas tujuan. Dalam tahap
ini mungkin akan muncul emosi karena ketidaksamaan dalam
presepsi pengetahuan maka tutor harus membina kebersamaan
mahasiswa dalam diskusi.
d. Reforming
Pada tahap ini mahasiswa mencapai kesepakatan atau keputusan
tentang tugas-tugas yang akan dilakukan oleh kelompoke.
e. Disbanding
Merupakan tahap terakhir yaitu tutor kelompok memutuskan waktu
diskusi telah habis(Susanti, 2017).
Sementara model Protokol PBL yang disajikan dalam ilustrasi berikut:

Sumber : Susanti, 2017

5. Kelebihan dan Kekurangan Problem-Based Learning (PBL)


a. Kelebihan Problem-Based Learning (PBL) :
1) Student centered: PBL mendorong keaktivan mahasiswa,
memperbaiki pemahaman, retensi, dan pengembangan skills.
2) Generic competencies: PBL memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk mengembangkan skills dan sikap yang
diperlukan dalam praktiknya dikemudian hari.
3) Integration: PBL memberi fasilitas tersusunnya integrated core
curriculum.
4) Motivation: PBL cukup menyenangkan bagi mahasiswa dan tutor.
Prosesnya membutuhkan partisipasi seluruh mahasiswa dalam
proses pembelajarannya. Lingkungan belajar memberi stimulasi
untuk meningkatkan motivasi.
5) Deep learning: PBL mendorong pembelajaran yang lebih
mendalam bagi mahasiswa sehingga akan meningkatkan
pemahaman bagi mereka.
6) Contructivist approach: mahasiswa mengaktifkan pengetahuan
sebelumnya dan mengembangkannya pada pengetahuan yang
sedang dihadapi.
7) Meningkatkan kolaborasi antara berbagai ilmu kedokteraan dasar
dan klinik.
b. Kekurangan Problem-Based Learning (PBL):
1) Human resource: jumlah pengajar yang diperlukan dalam proses
tutorial lebih banyak daripada sistem konvensional.
2) Other resources: banyak mahasiswa yang ingin mengakses
internet dalam waktu bersamaan untuk mencari referensi.
3) Role models: mahasiswa dapat terbawa dalam situasi
konvensional dimana tutor yang seharusnya sebagai fasilitator
memberikan materi selama proses diskusi (Susanti, 2017).

B. PROBLEM SOLUTION CYCLE


1. Definisi
Problem solution cycle adalah suatu pendekatan pengajaran
menghadapkan pada peserta didik permasalahan sebagai suatu konteks
bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan
keterampilan permasalahan, serta untuk memperoleh pengetahuan dan
konsep esensial dari materi pembelajaran. Metode problem solving yang
dimaksud adalah suatu pembelajaran yang menjadikan masalah
kehidupan nyata, dan masalah-masalah tersebut dijawab dengan
metode ilmiah, rasional dan sistematis (Mulyasa, 2004)
Problem solution cycle atau sering juga disebut dengan nama
metode pemecahan masalah merupakan suatu cara mengajar yang
merangsang seseorang untuk menganalisa dan melakukan sintesa
dalam kesatuan struktur atau situasi di mana masalah itu berada, atas
inisiatif sendiri. Metode ini menuntut kemampuan untuk dapat melihat
sebab akibat atau relasi-relasi diantara berbagai data, sehingga pada
akhirnya dapat menemukan kunci pembuka masalahnya (Armei, 2002).
2. Tujuan Problem solution cycle
Adapun tujuan dari Problem solution cycle antara lain:
a. Peserta didik menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan
kemudian menganalisisnya dan akhirnya meneliti kembali hasilnya.
b. Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam sebagai hadiah intrinsik
bagi peserta didik.
c. Potensi intelektual peserta didik meningkat.
d. Peserta didik belajar bagaimana melakukan penemuan dengan
melalui proses penemuan.
3. Tahapan Problem solution cycle
Tahapan Problem solution cycle atau pemecahan masalah dapat
dilakukan melalui beberapa langkah :
a. Menemukan Permasalahan
menentukan seputar akibat dan menggambarkan langkah apa yang
akan dipilih. Dengan cara meminimalisir kegagalan yang mungkin
ditimbulkan. Tahap ini menuntut peserta didik untuk menyusun info
sebaik mungkin, meminimalisir kegagalan terhadap apa yang dipilih.
b. Identifikasi Permasalahan
mengidentifikasi objek yang dipelajari dan menentukan kendala dan
penghalang yang mungkin menjadi penyebab permasalahan.
Brainstorming sangat dibutuhkan pada tahap ini, dengan tujuan
mengelompokkan aspek-aspek penting dari permasalahan kemudian
menentukan asosiasi dan hubungan. Terdapat dua cara yakni
fleksibel dan fluency. Fleksibel adalah konstruksi dari keragaman
solusi. Fluency adalah konstruksi dari banyaknya solusi yang
ditawakan. Cara efektif lain adalah memecah permasalahan menjadi
bagian-bagian kecil, dimana bisa jadi lebih terorganisir dan akan
lebih mudah diselesaikan.
c. Merancang Beberapa Alternatif Hipotesis
Hipotesis adlah bagian terpenting dalam menyeesaikan
permasalahan. Studi yang dilakukan oleh Chi, Gaser, dan farr (1989)
menemukan bahwa fisikawan profesional menentukan hubungan
antara konsep dan delevop, refine, dan simulasi multipel test dari
hipotesis. Untuk membangun hipotesis maka harus mengakses prior
knowledge dan menggunakan pengetahuan baru (dari ahli dan
sumber lain) untuk menggeneralisasi ide dan mengidentifikasi solusi
potensial. Setelah menentukan solusi yang berpotensi, maka harus
menentukan pilihan.
d. Membuat Penilaian dan Keputusan mengenai Hipotesis yang akan
digunakan.
Mempertimbangkan kembali karakter dari tujuan pemecahan
masalah mereka dalam rangka memastikan apakah penyelesaian
mereka tetap pada jalur. Pemecahan masalah harus menghasilkan
argumen-argumen pendukung untuk mendukung pilihan mereka.
e. Evaluasi dan Pengujian Solusi
Ketika mencoba efisiensi dari solusi, pemecah masalah harus
menganalisis hasil dana menjelaskan mengapa solusi bekerja atau
tidak. Jika solusi yang dipilih tidak berhasil atau kurang, pemecah
masalah harus memilih alternatif lain dengan mempertimbangkan
apa yang sudah di lakukan dan mengulangi proses hingga solusi
ditemukan.
4. Kelebihan dan Kekurangan Problem solution cycle
a. Kelebihan Problem solution cycle
Penerapan Problem solution cycle memiliki bberapa kelebihan
antara lain:
1) Melatih peserta didik untuk mendesain suatu penemuan .
2) Berpikir dan bertindak kreatif.
3) Memecahkan masalah secara realistis.
4) Mengeidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
5) Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
6) Merangsang perkembangan kemajuan berpikir peserta didik
untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
7) Membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan
khususnya dunia kerja.
b. Kekurangan Problem solution cycle
Meski demikian, dalam penerapannya Problem solution cycle
memiliki beberapa kekurangan di antaranya:
1) Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan
metode ini. Keterbatasan alat di laboratorium menyulitkan
peserta didik untuk melihat dan mengamati serta dapat
menyimpulkan kejadian atau konsep tertentu.
2) Membutuhkan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan
dengan metode pembelajaran yang lain (Bagus, 2014).

C. IMPLEMENTASI MASALAH KESEHATAN YANG ADA DI PUSKESMAS


1. Analisis situasi
Langkah analisis situasi dimulai dengan menganalisis data laporan
yang telah dimiliki oleh organisasi (data primer) atau mengkaji laporan
lembaga lain (data sekunder) yang datanya dibutuhkan, observasi dan
wawancara. Langkah analisis situasi bertujuan untuk mengumpulkan
jenis data atau fakta yang berkaitan dengan masalah kesehatan yang
dijadikan dasar penyusunan perencanaan. Data yang diperlukan terdiri
dari:
a. Data tentang penyakit dan kejadian sakit (diseases and illnesess).
b. Data kependudukan.
c. Data potensi organisasi kesehatan.
d. Keadaan lingkungan dan geografi.
e. Data sarana dan prasarana.
Proses pengumpulan data untuk analisis situasi dapat dilakukan dengn
cara:
a. Mendengarkan keluhan masyarakat melalui pengamatan
langsung kelapangan.
b. Membahas langsung masalah kesehatan dan kebutuhan
pelayanan kesehatan yang dikembangkan bersama tokoh-tokoh
formal dan informal masyarakat setempat.
c. Membahas program kesehatan masyarakat dilapangan bersama
petugas lapangan kesehatan, petugas sektor lain, atau bersama
dukun bersalin yang ada diwilayah kerja puekesmas.
d. Membaca laporan kegiatan program kesehatan pada pusat0pusat
pelayanan kesehatan di suatu wilayah.
e. Mempelajari peta wilayah, sensus penduduk, statistik
kependudukan, laporan khusus, hasil survei, petunjuk
pelaksanaan (jutlak) program kesehatan, dan laporan tahunan.

2. Identifikasi masalah
Mengidentifikasi masalah kesehatan dapat diperoleh dari berbagai cara
antara lain:
a. Laporan kegiatan dari program kesehatan yang ada.
b. Survailance epidemilogi atau pemantauan penyebaran penyakit
c. Survei kesehatan yang khusus diadakan untuk memperoleh
masukan perencanaan kesehatan.
d. Hasil kunjungan lapangan supervisi dan sebagainya.

3. Menetapkan prioritas masalah


Kegiatan identifikasi masalah menghasilkan banyak masalah
kesehatan yang menunggu untuk ditangani. Karena keterbatasan
sumber daya baik biaya, tenaga dan teknologi, maka tidak semua
masalah tersebut dapat dipecahkansekaligus (direncanakan
pemecahannya). Untuk itu maka harus dipilih masalah yang mana yang
‘feasible’ untuk dipecahkan. Proses pemilihan prioritas masalah dapat
dilakukan melalui dua cara, yakni:
a. Melalui teknik skoring, yakni memberikan nilai (scor) terhadp
masalah tersebut dengan menggunakan ukuran (parameter) antara
lain:
1) Prevelensi penyakit (prevelence) atau besarnya masalah.
2) Berat ringannya akibat yang ditimbulkan oleh masalah tersebut
(severity).
3) Keinginan masyarakat untuk menyelesaikan masalah tersebut
(degree of umeet need).
4) Keuntungan sosial yang diperoleh bila masalah tersebut diatasi
(social benefit).
5) Teknologi yang tersedia dalam mengatasi masalah (technical
feasibility).Sumber daya yang tersedia yang dapat digunakan
untuk mengatasi masalah (reseources availability).
Masing-masing ukuran tersebut diberi nilai berdasarkan justifikasi
kita, bila masalahnya besar diberi 5 paling tinggi, dan bila sangat kecil
diberi nilai 1. Kemudian nilai-nilai tersebut dijumlahkan. Masalah yang
mempunyai nilai tertinggi (terbesar) adalah yang di prioritaskan, masalah
yang memperoleh nilai terbesar kedua dan selanjutnya. Melalui teknik
non scoring dengan menggunakan teknik ini masalah dinilai melalui
diskusi kelompok, oleh sebab itu, juga disebut nominal group technique
(NGT). Ada dua NGT, yakni:
1) Delphi technique: yaitu masala-masalah didiskusikan oleh
sekelompok orang yang mempunyai keahlian yang sama. Melalui
diskusi tersebut akan menghasilkan prioritas masalah yang
disepakati bersama.
2) Delbeg technique: menetapkan prioritas masalah menggunakan
teknik ini adalah juga melalui dikusi kelompok, namun peserta
diskusi terdiri dari para peserta yang tidak sama keahliannya,
maka sebelumnya dijelaskan dulu, sehingga mereka mempunyai
persepsi yang sama terhadap masalah-masalah yang akan
dibahas. Hasil diskusi ini adalah prioritas masalah yang disepakati
bersama.

4. Menentukan tujuan
Menentukan tujuan perencanaan pada dasarnya adalah membuat
ketetapan-ketetapan tertentu yang ingin dicapai oeh perencanaan
tersebut. Semakin jelas rumusan masalah kesehatan maka akan
semakin mudah menentukan tujuan. Penetapan tujuan yang baik apabila
dirumuskan secar kongkret dan dapat diukur.
Perumusan sebuah tujuan operasional program kesehatan harus
bersifat SMART: spesific (jelas sasarannya dan mudah dipahami oleh
staf pelaksana), measurable (dapat diukur kemajuannya), appropriate
(sesuai dengan strategi nasional, tujuan program dan visi/misi institusi,
dan sebagainya), realistic (dapat dilaksanakan sesuai dengan fasilitas
dan kapasitas organisasi yang ada), time bound (sumber daya dapat
dialokasikan dan kegiatan dapat direncanakan untuk mencapai tujuan
program seuai dengan target waktu yang telah ditetapkan). Hal yang
perlu diperhatikan dalam menyusun tujuan program:
a. Tujuan adalah hasil akhir dari sebuah kegiatan.
b. Tujuan harus sesuai dengan masalah, terget ditetapkan sesuai
dengan kemampuan organisasi, dan dapat diukur.
c. Tujuan operasional basanya ditetapkan dengan batas waktu (batas
pencapaiannya) dan hasil akhir yang ingi dicapai pada akhir kegiatan
program (dead line).
d. Berbagai macam kegiatan altrnatif dipilih untuk mencapai tujuan.
e. Masalah, faktor penyebab masalah, dan dampak masalah yang telah
dan akan mungkin terjadi dimsa depan sebaiknya dikaji terlebih
dahulu.

5. Menyusun rencana kegiatan


Rencana kegiatan adalah uraian tentang kegiatan-kegiatan yang akan
dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Pada
umumnya kegiatan mencakup 3 kegiatan pokok, yakni:
a. Kegiatan pada tahap persiapan, yakni kegiatan-kegiatan yang di
lakukan sebelum kegiatan pokok dilaksanakan. Misalnya: perizinan,
rapat koordinasi.
b. Kegiatan pada tahap pelaksanaan yakni kegiatan pokok program
yang bersangkutan.
c. Kegiatan pada tahap penilaian yakni kegiatan untuk mengevaluasi
seluruh kegiatan dalam rangka pencapaian program tersebut.

6. Pelaksanaan
Melaksanakan semua kegiatan yang sudah direncanakan untuk
mencapai tujuan yang telah disepakati (Muninjaya, 2004).
BAB III
KESIMPULAN
Penerapan problem based learning dapat membantu dala
mengembangkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Kemampuan berpikir
kritis perlu dikembangkan oleh mahasiswa sebagai upaya mempersiapkan diri
untuk menghadapi tantangan dan permasalahan yang akan ditemui sekarang
maupun nantinya.

Pembelajaran berbasis masalah termasuk dalam pembelajaran


kontekstual yang lebih menekankan pada pemecahan terhadap masalah yang
di berikan yang telah dirumuskan. Model pembelajaran ini bersifat, membangun
pembelajaran aktif, pebelajar menjadi penerima informasi aktif, serta lebih
menekankan pada program pendidikan dari mengajar menjadi pembelajaran.
Pembelajaran ini juga meningkatkan sikap menyelesaikan masalah, berfikir,
kerja kelompok, berkomunikasi.

Terdapat perbedaan antara konsep PBL (ProblemBased Learning) dan


pemecahan masalah (Problem solution cycle). Pemecahan masalah
menempatkan masalah sebagai target untuk dipecahkan, sedangkan PBL
menggunakan masalah yang tepat sebagai pemicu untuk meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman.
DAFTAR PUSTAKA

1. Fakhriyah, 2014. Penerapan problem Based Learning Dalam Upaya


Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasis. Jurnal
Pendidikan IPA indosia. Kudus.
2. Zaduqisti, 2010. Konsep Ideal Model Pembelajaran untuk
Peningkatan Prestasi Belajar dan Motivasi Berprestasi.
3. liansyah, 2015. Problem Based Learning Sebagai Metode
Perkuliahan Kedokteran Yang Efektif. Banda Aceh
4. Djamarah, S.B dan A. Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Rineka
Cipta: Jakarta.
5. Nur Cahyani, 2008. Hubungan Persepsi Mahasiswa terhadap Tutorial
dengan Prestasi Belajar Blok 16 “Endocrine and Metabolism” di
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Jurnal Pendidikan
Kedokteran dan Profesi Kesehatan Indonesia.
6. Lidinillah, 2012. Problem Based Learning. Direktorat file UPI.
Tasikmalaya.
7. Susanti, 2017. Hubungan Kualitas Skenario Terhadap Keefektif
Diskusi Problem Based Learning Pada Mahasiswa Fakultas
kedokteran Lampung.
8. Mulyasa, E, 2004. Implementasi Kurikulum 2004 Panduan
Pembelajaran KBK. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.
9. Armei Arif, 2002, Pengantar Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Islam.
Ciputat Pers. Jakarta.
10. Bagus, 2014. Metode Problem Solving. Academia.Edu. Universitas
Negri Malang.
11. Muninjaya, Gde. 2004.Manajemen Kesehatan : Edisi 2.jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai