Anda di halaman 1dari 21

PERTEMUAN-15

PERANCANGAN TERMAL PENUKAR PANAS

1. Penentuan Fluida Kerja Organik dan Kondisi Operasi


Pada bab ini akan dibahas bagaimana cara melakukan proses perancangan
termal untuk penukar panas yang dibantu dengan paket program Heat Transfer
Research Inc. (HTRI). Sebelum dilakukan proses perancangan termal, perlu
ditentukan fluida kerja organik yang akan digunakan karena akan berpengaruh
terhadap kondisi operasi dari penukar panas. Pada analisis bab sebelumnya,
diketahui bahwa fluida kerja yang menghasilkan daya netto terbesar adalah fluida
kerja i-pentana, sedangkan yang menghasilkan daya netto terkecil adalah n-
pentana. Untuk itu, fluida kerja yang akan dibandingkan pada proses perancangan
termal ini adalah fluida kerja i-pentana dan n-pentana. Fluida kerja i-butana dan n-
butana menghasilkan daya netto yang berada diantara kedua nilai tersebut,
sehingga tidak dilakukan proses perancangan termal. Untuk menghasilkan daya
netto maksimum fluida kerja i-butana dan n-butana memerlukan tekanan kerja
yang tinggi, sehingga akan berpengaruh terhadap faktor keselamatan serta biaya
yang diperlukan menjadi lebih tinggi. Oleh karena alasan itu, maka fluida kerja
yang akan dikaji adalah i-pentana dan n-pentana.

2.Validasi Paket Program HTRI


Sebelum paket program HTRI ini digunakan, akan dilakukan proses
validasi. Tujuannya untuk memastikan bahwa paket program ini bekerja dengan
baik dan benar, dan menghasilkan keluaran/hasil yang valid. Untuk melakukan
proses validasi ini, cara yang dilakukan adalah membandingkan hasil yang
diperoleh dari paket program HTRI dengan hasil yang ada pada jurnal teknik
kimia yang merupakan data existing desain dari penukar panas.
Pada jurnal tersebut diberikan data-data yang bermanfaat sebagai masukan data
untuk perancangan penukar panas dengan paket program HTRI. Masukan data
yang terdapat pada jurnal teknik kimia tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.1 untuk
parameter proses dan pada Tabel 4.2 untuk parameter perancangan.
Tabel 4.1 Parameter Proses Untuk Merancang Penukar
Penukar Panas [13]

Tabel 4.2 Parameter Perancangan Untuk Merancang Penukar Panas [13]

Pada jurnal tersebut diberikan hasil dari proses perancangan, dimana hasil
tersebut akan digunakan sebagai acuan untuk proses validasi. Apabila perbedaan
hasil tersebut kecil, maka paket program HTRI dikatakan valid.
Tabel 4.3 Hasil Proses Perancangan [13]
Masukan data yang diperlukan dalam paket program HTRI, diberikan pada
Gambar 4.1, dimana parameter proses dan perancangan digunakan menjadi
masukan data.

Gambar 4.1 Masukan data pada paket program HTRI.

Setelah masukan data tersebut dimasukan dalam paket program HTRI,


langkah selanjutnya adalah menjalankan paket program tersebut, sehingga akan
didapatkan keluaran data seperti pada Gambar 4.2.
Tidak semua parameter proses dan perancangan dimasukan ke dalam paket
program HTRI, karena ada data yang diolah sendiri oleh program HTRI. Hasil
keluaran dari paket program HTRI yang diberi warna merah, akan dibandingkan
dengan hasil yang ada pada jurnal teknik kimia tersebut. Data yang diberi warna
merah (duty, area dan overdesign) merupakan data yang menjadi faktor
pembanding utama antara data pada jurnal teknik kimia dengan data hasil
perancangan paket program HTRI.
Gambar 4.2 Keluaran data hasil perancangan paket program HTRI.

Kerja penukar panas yang terdapat pada jurnal teknik kimia adalah 0,46
MM Kcal/h, apabila dikonversikan menjadi 0,534 MW. Hasilnya sama dengan
keluaran dari paket program HTRI. Luas penampang perpindahan panas yang
dihasilkan dengan paket program HTRI adalah 69,69 m2, hampir sama dengan
data yang ada pada jurnal sebesar 70 m2. Untuk overdesign, data yang dihasilkan
berbeda dengan data pada jurnal, sehingga pada proses perancangan selanjutnya
akan diberikan nilai overdesign antara 15-20%.

4.3 Perancangan Termal Evaporator dan Preheater


Setelah dilakukan proses validasi terhadap paket progam HTRI yang
digunakan untuk melakukan proses perancangan termal, dimana hasilnya adalah
valid. Langkah selanjutnya adalah melakukan proses perancangan termal untuk
evaporator dan preheater. Dalam menggunakan paket program HTRI, parameter
yang diperlukan sebagai masukan data adalah parameter proses dan perancangan.
Parameter proses didapatkan dari hasil simulasi dengan paket program HYSYS,
sedangkan parameter perancangan didapatkan dari buku referensi
referensi kelaziman
perancangan penukar panas [12]. Pada Gambar 4.3 akan diberikan diagram alir
yang dilakukan dalam proses perancangan termal penukar panas.

Gambar 4.3 Diagram alir proses perancangan termal dengan paket program HTRI.
Dengan diagram alir proses perancangan yang telah ditunjukkan di atas,
dapat diketahui bahwa parameter proses didapatkan dari hasil simulasi paket
program HYSYS. Data yang digunakan adalah saat kondisi optimum yang dapat
menghasilkan daya netto maksimum pada paket program HYSYS. Kemudian data
tersebut digunakan sebagai masukan untuk menjalankan paket program HTRI.
Salah satu keluaran data dari paket program HTRI, yaitu penurunan tekanan pada
bagian shell & tube digunakan kembali sebagai masukan data untuk mengoreksi
nilai penurunan tekanan pada proses simulasi dengan paket program HYSYS.
Dengan dimasukkannya nilai penurunan tekanan yang baru, maka kondisi operasi
pada paket program HYSYS akan berubah. Diperlukan proses iterasi untuk
mendapatkan kondisi operasi yang konvergen (tidak berubah lagi dan
menunjukkan nilai yang tetap).
Pada proses perancangan termal evaporator dan preheater, fluida kerja
yang akan dikaji adalah i-pentana dan n-pentana. Dimana dari hasil perancangan
termal tersebut akan dipilih satu kondisi operasi yang paling optimum untuk
menghasilkan daya netto siklus yang paling maksimum. Sebelum masuk dalam
pembahasan tentang perancangan evaporator dan preheater, perlu diperhatikan
masalah pemilihan material. Pemilihan material merupakan proses yang penting
dalam tahap awal perancangan penukar panas.

4.3.1 Pemilihan Material Penukar Panas


Aliran pada suatu penukar panas terdiri dari dua buah aliran, yaitu aliran
panas dan aliran dingin. Aliran panas akan melepaskan kalor untuk diterima oleh
aliran dingin. Pada kajian ini yang berfungsi sebagai aliran panas adalah aliran
brine, sedangkan aliran dingin adalah aliran fluida kerja organik yang melewati
penukar panas. Brine akan dialirkan di dalam tube, dengan tujuan untuk
mempermudah dalam proses perawatan/pembersihan karena brine memiliki
potensi terbentuknya kerak. Fluida kerja organik dialirkan pada shell, karena
fluida organik tidak berpotensi membentuk kerak.
Material yang digunakan pada shell adalah carbon steel (ASTM a516-60),
karena pada shell mengalir fluida kerja organik yang tidak berpotensi terhadap
terbentuknya korosi. Pada bagian tube digunakan material SAF 2205 (ASTM
789), duplex stainless steel, yaitu jenis stainless steel yang memiliki dua fasa:
ferrite dan austenite. Pada bagian tube digunakan jenis material duplex stainless
steel karena kandungan brine yang mengalir memiliki kandungan pH yang rendah
(asam) dan kandungan klor (Cl) yang tinggi 1148 mg/l. Sehingga perlu digunakan
jenis material yang tidak hanya tahan terhadap korosi, tetapi juga tahan terhadap
kandungan klor yang terkandung di dalamnya. Kandungan klor yang tinggi dapat
mengakibatkan terbentuknya pitting (localize corrosion). Contoh material yang
tahan terhadap korosi, diantaranya: stainless steel tipe 304 atau 316, titanium, dan
tantalum. Diantara ketiga material tersebut, material yang tahan terhadap korosi
dan kandungan klor yang tinggi hanya titanium dan tantalum yang memiliki harga
beli yang tinggi. Untuk itu digunakan material duplex stainless steel yang
memiliki ketahanan yang tinggi terhadap korosi dan kandungan klor yang tinggi,
dengan harga beli yang relatif lebih murah dibandingkan titanium dan tantalum.
Material titanium umumnya digunakan untuk kandungan nilai klor (Cl-) lebih dari
5000 ppm, sedangkan pada brine yang dikaji hanya mengandung 920 ppm (dilihat
dari Tabel 3.1). Oleh karena itu, apabila digunakan material titanium akan
berlebihan [15].
Pada proses perancangan dengan paket program HTRI tidak didapatkan
database untuk sifat fisik material duplex stainless steel. Sehingga perlu
dimasukan sifat fisik dari material tersebut. Sifat fisik yang diperlukan dalam
proses perancangan adalah massa jenis (ρ), koefisien konduksi (k) dan nilai
modulus elastisitas (E). Nilai massa jenis dari duplex stainless steel adalah 7800
kg/m3, sedangkan kedua sifat fisik yang lain terpengaruh nilai temperatur, yang
akan ditampilkan pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5.
Tabel 4.4 Nilai Konduktivitas Termal SAF 2205 dan AISI 316L
Temperatur (oC) 20 100 200 300 400
SAF 2205 (W/moC) 14 16 17 19 20
AISI 316L (W/moC) 14 15 17 18 20
Tabel 4.5 Pengaruh Temperatur Terhadap Nilai Modulus Elastisitas
Temperatur, oC Modulus Elastisitas, GPa
20 200
100 194
200 186
300 180

Apabila nilai yang diinginkan digunakan berada di antara kedua nilai yang
telah ada, dapat dilakukan proses interpolasi linear. Dengan diketahuinya sifat
fisik dari material tube, maka proses perancangan termal dengan paket program
HTRI dapat dilakukan.

4.3.2 Perancangan Evaporator


Pada proses perancangan evaporator, masukan data yang diperlukan
adalah parameter proses yang didapatkan dari hasil simulasi paket program
HYSYS. Parameter proses yang diperlukan sebagai masukan data untuk fluida
kerja i-pentana diberikan pada Tabel 4.6 dan untuk n-pentana pada Tabel 4.7.
Tabel 4.6 Parameter Proses Perancangan Evaporator Untuk Fluida Kerja I-pentana
Aliran panas (tube) brine Aliran dingin (shell) i-pentana
Laju massa 108,38 kg/s Laju massa 34,49 kg/s
Fraksi uap masuk 0 Fraksi uap masuk 0
Temperatur masuk 158,90 oC Tekanan masuk 1530 kPa
Tekanan masuk 600 kPa Tahanan fouling 0,0003
Tahanan fouling 0,0002

Fraksi uap keluar 0 Fraksi uap keluar 1


Temperatur keluar 143,80 oC ∆P diijinkan 50 kPa
∆P diijinkan 50 kPa

Tabel 4.7 Parameter Proses Perancangan Evaporator Untuk Fluida Kerja N-pentana
Aliran panas (tube) brine Aliran dingin (shell) n-pentana
Laju massa 106,72 kg/s Laju massa 25,99 kg/s
Fraksi uap masuk 0 Fraksi uap masuk 0
Temperatur masuk 151,85 oC Tekanan masuk 1180 kPa
Tekanan masuk 500 kPa Tahanan fouling 0,0003
Tahanan fouling 0,0002
Aliran panas (tube) brine Aliran dingin (shell) n-pentana
Fraksi uap keluar 0 Fraksi uap keluar 1
Temperatur keluar 138,30 oC ∆P diijinkan 50 kPa
∆P diijinkan 50 kPa

Parameter perancangan yang perlu dimasukan dalam perancangan


evaporator dengan paket program HTRI, diberikan pada tabel 4.8.
Tabel 4.8 Parameter Perancangan Evaporator I-pentana dan N-pentana
Fluida kerja i-pentana Fluida kerja n-pentana
Tipe penukar panas AKT Tipe penukar panas AKT
Diameter shell 1550 mm Diameter shell 1420 mm
Panjang tube 8,534 m Panjang tube 7,315 m
Diameter tube 25,4 mm Diameter tube 25,4 mm
Jumlah laluan tube (tube passes) 2 Jumlah laluan tube (tube passes) 2
Jarak pitch 32 mm Jarak pitch 32 mm
Tebal tube 1,651 mm Tebal tube 1,651 mm
Tipe penampang tube 45o (staggered) Tipe penampang tube 45o (staggered)

Nilai pada parameter perancangan tersebut didapatkan dengan cara iterasi


untuk memenuhi kebutuhan kalor yang dilepas/diterima penukar panas. Tentu saja
dalam melakukan proses perancangan tersebut perlu didasarkan dengan
alasan/referensi yang kuat, sehingga nilai yang dimasukan tidak asal-asalan tetapi
berdasarkan prinsip yang benar.
Tipe penukar panas yang digunakan pada evaporator sesuai dengan
standar yang ada pada TEMA, yaitu tipe AKT.
- Tipe A yang dipilih adalah tipe front end berupa channel and removable
cover. Brine berpotensi tinggi menyebabkan fouling sehingga harus mudah dibuka
sewaktu-waktu untuk proses pembersihan/perawatan.
- Tipe K yang dipilih adalah jenis kettle. Proses yang terjadi pada
evaporator adalah proses penguapan sehingga diperlukan ruangan untuk
berkumpulnya uap. Apabila tidak ada tempat berkumpulnya uap, maka uap yang
telah terbentuk akan kembali bercampur dengan air.
- Tipe T yang dipilih adalah tipe pull through floating head.
head Fluida kerja
memiliki tekanan (P) dan temperatur (T) kerja yang tinggi sehingga untuk
menghindari
dari terjadinya ekspansi termal. Tube bundle juga lebih mudah
dibersihkan. Pada Gambar 4.4 akan diberikan gambar penukar panas tipe AKT.

Gambar 4.4 Penukar panas tipe AKT. [13]

Perbandingan antara panjang tube dengan diameter shell umumnya antara


5 - 10. Diameter luar tube yang sering digunakan adalah ¾ - 1 in,
in dimana untuk
mempermudah dalam proses pembersihan lebih baik digunakan diameter luar tube
berukuran 1 in.
ameter shell, diameter luar tube,, dan panjang tube merupakan
Nilai dari diameter
hasil iterasi untuk memenuhi persamaan kesetimbangan kalor pada penukar panas.
Jumlah tube yang melewati shell dipilih dua supaya proses perpindahan
panas yang terjadi antara shell dan tube dapatt terpenuhi dan berlangsung dengan
baik.
Jarak pitch umumnya dibuat 1,25 kali diameter luar tube, sehingga
memiliki clearance antara tube yang satu dengan tube yang lain. Tujuannya
T untuk
mempermudah dalam proses pembersihan.
Sedangkan tipe penampang tube yang digunakan adalah adalah tipe
staggered,, karena memiliki kelebihan dalam proses perpindahan panas yang lebih
baik.
Tebal tube yang dipilih merupakan tebal yang paling minimum untuk
ukuran diameter tube 1 in [12]. Tentu saja perlu memperhitungkan kemampuan
menahan tekanan operasi, yang diperoleh dari persamaan hoop:
    
(4.1)
dimana, σallow = yield strength duplex stainless steel = 485 MPa
p = 600 kPa
r = 12,7 mm
t = 1,651 mm
σ = 4,62 MPa
Nilai σallow jauh lebih besar dari nilai σ, sehingga dengan menggunakan tebal tube
yang paling minimum sudah aman dalam menahan tegangan yang terjadi.
Parameter perancangan yang membedakan antara fluida kerja i-pentana dan n-
pentana adalah ukuran diameter shell dan panjang tube-nya.
Setelah diketahui semua parameter proses dan perancangan, langkah
selanjutnya adalah memasukkan semua nilai tersebut ke dalam paket program
HTRI. Pada Gambar 4.5 ditampilkan masukan data pada paket program HTRI
untuk fluida kerja i-pentana dan pada Gambar 4.6 untuk fluida kerja n-pentana.

Gambar 4.5 Masukan data pada HTRI untuk perancangan evaporator dengan fluida kerja i-
pentana.
Gambar 4.6 Masukan data pada HTRI untuk perancangan evaporator dengan fluida kerja
n-pentana.

Setelah diberi masukan data seperti yang ditampilkan pada gambar di atas,
kemudian dilakukan proses pemilihan fluida kerja untuk aliran panas dan
dinginnya seperti yang tertera pada Gambar 4.7 untuk fluida kerja i-pentana dan
pada Gambar 4.8 untuk fluida kerja n-pentana.
Faktor yang perlu diperhatikan dari hasil perancangan HTRI adalah nilai
dari penurunan tekanan (∆P), luas penampang perpindahan panas (A), duty, nilai
overdesign, dan dimensi dasar yang dihasilkan (panjang tube, diameter shell,
diameter kettle, serta jumlah tube).
Dari kedua hasil perancangan dengan fluida kerja dan kondisi operasi yang
berbeda, maka dihasilkan juga dimensi yang berbeda.
Gambar 4.7 Hasil perancangan evaporator untuk fluida kerja i-pentana.
Gambar 4.8 Hasil perancangan evaporator untuk fluida kerja n-pentana.
Hasil dari proses perancangan dengan paket program HTRI didapatkan
nilai penurunan tekanan yang baru (∆P) pada bagian shell & tube. Nilai
penurunan tekanan yang baru ini dimasukkan kembali ke dalam proses simulasi
dengan paket program HYSYS, sehingga akan didapatkan kondisi operasi yang
baru. Proses ini dilakukan sampai didapatkan nilai yang konvergen dan stabil.
Dari kedua hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk fluida kerja i-
pentana memerlukan luas penampang perpindahan panas 983,93 m2, sedangkan
untuk fluida kerja n-pentana memerlukan luas penampang perpindahan panas
707,02 m2.

4.3.3 Perancangan Preheater


Cara yang sama dengan proses perancangan evaporator diterapkan pada
proses perancangan preheater. Kondisi operasi optimum yang didapatkan dari
hasil simulasi dengan paket program HYSYS digunakan menjadi masukan data
untuk proses perancangan dengan paket program HTRI. Pada Tabel 4.9 dan 4.10
akan ditampilkan masukan data yang merupakan parameter proses yang
dihasilkan paket program HTRI. Pada Tabel 4.11 akan ditampilkan parameter
perancangan untuk fluida kerja i-pentana dan n-pentana.

Tabel 4.9 Parameter Proses Perancangan Preheater Untuk Fluida Kerja I-pentana
Aliran panas (tube) brine Aliran dingin (shell) i-pentana
Laju massa 108,38 kg/s Laju massa 34,49 kg/s
Fraksi uap masuk 0 Fraksi uap masuk 0
Temperatur masuk 143,79 oC Temperatur masuk 41,19 oC
Tekanan masuk 600 kPa Tekanan masuk 1549,00 kPa
Tahanan fouling 0,0002 Tahanan fouling 0,0003

Fraksi uap keluar 0 Fraksi uap keluar 0


Temperatur keluar 125,00 oC Temperatur keluar 138,80 oC
∆P diijinkan 50 kPa ∆P diijinkan 50 kPa
Tabel 4.10 Parameter Proses Perancangan Preheater Untuk Fluida Kerja N-pentana
Aliran panas (tube) brine Aliran dingin (shell) n-pentana
Laju massa 106,72 kg/s Laju massa 25,99 kg/s
Fraksi uap masuk 0 Fraksi uap masuk 0
Temperatur masuk 138,30 oC Temperatur masuk 40,90 oC
Tekanan masuk 493,76 kPa Tekanan masuk 1194,00 kPa
Tahanan fouling 0,0002 Tahanan fouling 0,0003

Fraksi uap keluar 0 Fraksi uap keluar 0


Temperatur keluar 124,66 oC Temperatur keluar 133,25 oC
∆P diijinkan 50 kPa ∆P diijinkan 50 kPa

Parameter perancangan yang perlu dimasukan dalam perancangan


preheater dengan paket program HTRI, diberikan pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11 Parameter Perancangan Preheater I-pentana dan N-pentana
Fluida kerja i-pentana Fluida kerja n-pentana
Tipe penukar panas AFT Tipe penukar panas AFT
Diameter shell 1420 mm Diameter shell 1310 mm
Panjang tube 8,534 m Panjang tube 6,706 m
Diameter tube 25,4 mm Diameter tube 25,4 mm
Jumlah laluan tube (tube passes) 2 Jumlah laluan tube (tube passes) 2
Jarak pitch 32 mm Jarak pitch 32 mm
Tebal tube 1,651 mm Tebal tube 1,651 mm
Tipe penampang tube 45o (staggered) Tipe penampang tube 45o (staggered)

Tipe penukar panas yang digunakan untuk preheater adalah tipe AFT,
- Tipe A yang dipilih adalah tipe front end berupa channel and removable
cover. Brine berpotensi tinggi menyebabkan kerak sehingga harus mudah dibuka
sewaktu-waktu untuk proses pembersihan/perawatan.
- Tipe F yang dipilih adalah jenis two pass shell with longitudinal baffle.
Apabila hanya one pass shell yang dipilih maka proses perpindahan panas tidak
dapat berlangsung dengan baik.
- Tipe T yang dipilih adalah tipe pull through floating head.
head Fluida kerja
memiliki tekanan (P) dan temperatur (T) yang tinggi sehingga diperlukan untuk
menghindari
dari terjadinya ekspansi termal. Tube bundle juga lebih mudah
dibersihkan. Pada Gambar
mbar 4.9 akan diberikan
kan gambar penukar panas tipe AFT.
AF

Gambar 4.9 Penukar panas tipe AFT [13].

Perbandingan antara panjang tube dengan diameter shell umumnya antara


5 - 10. Diameter luar tube yang sering digunakan adalah ¾ - 1 in. Untuk
mempermudah dalam proses pembersihan lebih baik digunakan
kan diameter luar tube
berukuran 1 in.
Nilai dari diameter shell, diameter luar tube,, dan panjang tube merupakan
hasil iterasi untuk memenuhi persamaan kesetimbangan kalor pada penukar panas.
Jumlah tube yang melewati shell dipilih dua supaya proses perpindahan
perp
panas yang terjadi antara shell dan tube dapat terpenuhi dan berlangsung dengan
baik.
Jarak pitch umumnya 1,25 kali diameter luar tube,, sehingga memiliki
clearance antara tube dengan tube yang lain. Tujuannya untuk mempermudah
dalam proses pembersihan.
Sedangkan tipe penampang tube yang digunakan adalah adalah tipe
staggered,, karena memiliki kelebihan dalam proses perpindahan panas yang lebih
baik.
Tebal tube yang dipilih merupakan tebal yang paling minimum untuk
ukuran diameter tube 1 in.
Pada Gambar 4.10 dan Gambar 4.11 akan ditampilkan masukan data pada
paket program HTRI untuk fluida kerja i-pentana
i dan n-pentana.
Gambar 4.10 Masukan data pada HTRI untuk perancangan preheater dengan fluida kerja i-
pentana.

Gambar 4.11 Masukan data pada HTRI untuk perancangan preheater dengan fluida kerja
n-pentana.
Langkah selanjutnya adalah melihat hasil dari proses perancangan dengan
paket program HTRI. Pada Gambar 4.12 akan ditampilkan hasil keluaran paket
program HTRI untuk perancangan preheater dengan fluida kerja i-pentana,
sedangkan pada Gambar 4.13 akan ditampilkan hasil perancangan preheater
untuk fluida kerja n-pentana.

Gambar 4.12 Hasil perancangan preheater untuk fluida kerja i-pentana.


Gambar 4.13 Hasil perancangan preheater untuk fluida kerja n-pentana.

Nilai penurunan tekanan hasil perancangan paket program HTRI


dimasukan kembali ke dalam proses simulasi dengan paket program HYSYS,
sehingga akan didapatkan kondisi kerja yang baru.
Luas perpindahan panas yang diperlukan pada preheater dengan fluida
kerja i-pentana 822,18 m2, sedangkan untuk fluida kerja n-pentana diperlukan luas
penampang perpindahan panas 532,38 m2. Luas penampang perpindahan panas
yang diperlukan untuk fluida kerja i-pentana lebih besar dibandingkan dengan
fluida kerja n-pentana. Akibatnya fluida kerja i-pentana memerlukan biaya yang
lebih tinggi pada saat pembelian awal penukar panas tersebut. Hal ini perlu
dipertimbangkan dalam penentuan fluida kerja yang akan digunakan.

Anda mungkin juga menyukai