Anda di halaman 1dari 49

PENGARUH TINGKAT KETUAAN BAHAN SETEK DAN

KONSENTRASI INDOLE BUTYRIC ACID (IBA) PADA


PERTUMBUHAN BIBIT SETEK LADA (Piper nigrum L.)

(Skripsi)

Oleh

DENDHI FICKY FIRNANDA

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK

PENGARUH TINGKAT KETUAAN BAHAN SETEK DAN


KONSENTRASI INDOLE BUTYRIC ACID (IBA) PADA
PERTUMBUHAN BIBIT SETEK LADA (Piper nigrum L.)

Oleh

DENDHI FICKY FIRNANDA

Lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu tanaman rempah yang

digunakan untuk bumbu masak dan bahan baku pembuatan obat. Salah satu

faktor penyebab penurunan produksi lada di Indonesia adalah teknik budidaya

tanaman lada yang dilakukan oleh petani belum maksimal, khususnya pada

penyediaan bahan tanam. Oleh sebab itu, dibutuhkan penggunaan ZPT IBA

untuk merangsang perakaran setek lada. Selain itu, penggunaan bahan setek

dengan tingkat ketuaan tertentu juga diduga bepengaruh terhadap

pertumbuhan bibit setek lada. Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat

ketuaan bahan setek, konsentrasi IBA, dan interaksinya terhadap pertumbuhan

bibit setek lada. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium ilmu

tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Gedong Meneng, Bandar

Lampung pada bulan November 2018 hingga Januari 2019. Penelitian


Dendhi Ficky Firnanda

disusun secara faktorial (3x3) dalam rancangan kelompok teracak sempurna

(RKTS). Faktor pertama adalah tingkat ketuaan bahan setek yang terdiri atas

setek pangkal, tengah, dan ujung. Faktor kedua adalah konsentrasi IBA yang

terdiri atas konsentrasi 0, 500, dan 1000 ppm. Homogenitas ragam diuji

dengan uji Bartlett, aditivitas data diuji dengan uji Tukey, jika asumsi

terpenuhi data dianalisis ragam dan perbedaan nilai tengah diuji dengan uji

beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa: (1) Tingkat ketuaan bahan setek berpengaruh terhadap pertumbuhan

bibit setek lada. Pertumbuhan bibit lada terbaik terdapat pada setek lada

bagian ujung; (2) Konsentrasi IBA berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit

lada. Penggunaan konsentrasi IBA 1000 ppm secara signifikan menunjukkan

hasil terbaik; (3) Tanggapan pertumbuhan bibit setek lada pada tingkat

ketuaan bahan setek dipengaruhi oleh konsentrasi IBA yang ditunjukkan oleh

peubah panjang tunas, diameter tunas, jumlah akar buku, panjang akar primer,

bobot segar tunas, bobot segar akar buku, bobot segar akar pangkal, bobot

kering tunas, bobot kering akar buku, dan bobot kering akar pangkal.

Kata kunci: Bahan setek, IBA, Lada


PENGARUH TINGKAT KETUAAN BAHAN SETEK DAN
KONSENTRASI INDOLE BUTYRIC ACID (IBA) PADA
PERTUMBUHAN BIBIT SETEK LADA (Piper nigrum L.)

Oleh

Dendhi Ficky Firnanda

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar


SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampung Tengah tanggal 30 Desember 1996 sebagai anak

dari pasangan Bapak Sarengat dan Ibu Satirah. Penulis merupakan anak ke tiga

dari tiga bersaudara.

Penulis mengawali pendidikan formal di TK Satya Dharma Sudjana kecamatan

Terusan Nunyai, yang diselesaikan pada tahun 2003, SD Negeri 1 Gunung Madu

kecamatan Terusan Nunyai yang diselesaikan pada tahun 2009, dan SMP Satya

Dharma Sudjana kecamatan Terusan Nunyai yang diselesaikan pada tahun 2012.

Penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Terbanggi Besar yang

diselesaikan pada tahun 2015. Pada tahun yang sama penulis mengikuti seleksi

masuk perguruan tinggi negeri pada tahun 2015 dan diterima di Jurusan

Agroteknologi, Fakutas Pertanian, Universitas Lampung.

Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Negeri Agung,

Tanggamus pada bulan Februari-Maret 2018. Penulis melaksanakan Praktik

Umum (PU) di PT Pemuka Sakti Manis Indah (PSMI) pada bulan Juni-Juli 2018.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi internal kampus.

Organisasi internal kampus atau Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang penulis
ikuti yaitu, Lembaga Studi Mahasiswa Pertanian (LS-MATA). Penulis

mengawali berorganisasi internal kampus sebagai anggota bidang penelitian dan

pengembangan LS-MATA.
“Maka nikmat tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan”
(QS. Ar-Rahman: 13)
Bismillahhirohmanirrohim

Dengan mengucap syukur atas rahmat Allah SWT


Kupersembahkan karyaku kepada

Keluargaku tersayang,
Ibu Satirah dan Ayah Sarengat
kakak-kakakku: Budi haryono dan Medhi Hendra Putra
Serta seluruh keluarga besarku
Kalian yang telah mengorbankan segalanya dan
memberikan semangat dalam hidupku

Karya ini juga ku persembahkan untuk Almamaterku tercinta


Universitas Lampung
SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena limpahan nikmat dan

ridha-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun

skripsi ini. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Besar Muhammad

SAW yang penulis rindukan safaatnya di Yaumil Akhir kelak. Aamiin

Pada penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh

karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M. Si., selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Lampung

2. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku ketua Jurusan Agroteknologi

Universitas Lampung.

3. Bapak Ir. Sugiatno, M.S., selaku Pembimbing Pertama atas bimbingan,

kesabaran, bantuan, dan kebaikan hati.

4. Bapak Ir. Herry Susanto, M.P., selaku Pembimbing Kedua atas

bimbingan, bantuan, kesabaran, dan kebaikan hati.

5. Bapak Akary Edy, S.P., M.Si., selaku Penguji atas saran dan kebaikan hati.

6. Bapak Ir. Muhammad Syamsoel Hadi, M.Sc., selaku Pembimbing

Akademik atas nasihat, motivasi, bantuan, kesabaran, dan kebaikan hati.


7. Teman seperjuangan penelitian Qudus Sabha Adhinugraha, Rani Enggar Dini,

Syaicha Fachrun Nisa, Yogi Prakoso, Taufiq Ricky Kurniawan, Siti

Munawaroh, dan Agung Prayogi atas motivasi dan bantuannya.

8. Temanku Nugroho Bagus Baskoro, Ali Fitrah, Ali Rahman Hakim, Lambang

Kawilarang atas motivasi dan bantuannya.

9. Teman-teman Agroteknologi angkatan 2015.

Meskipun skripsi ini masih belum sempurna, penulis berharap dapat bermanfaat

bagi pembaca. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah

diberikan kepada penulis.

Bandar Lampung, 30 Juli 2019

Penulis,

Dendhi Ficky Firnanda


DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. ix

I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang dan Masalah.......................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah.......................................................................... 3


1.3. Tujuan Penelitian............................................................................ 4
1.4. Kerangka Pemikiran....................................................................... 4
1.5. Hipotesis......................................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 8

2.1. Tanaman Lada................................................................................ 8

2.1.1. Klasifikasi Lada................................................................... 8


2.1.2. Morfologi Lada.................................................................... 9
2.2. Perbanyakan Tanaman Lada.......................................................... 10
2.3. Bahan Setek Lada........................................................................... 11
2.4. Zat Pengatur Tumbuh..................................................................... 13
III. BAHAN DAN METODE ................................................................... 16

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian........................................................ 16

3.2. Bahan dan Alat............................................................................... 16


3.3. Metode Penelitian........................................................................... 16
3.4. Pelaksanaan Penelitian ................................................................... 17
3.4.1. Peersiapan Media Tanam.................................................... 17
3.4.2. Pembuatan Naungan............................................................ 18
3.4.3. Persiapan Larutan IBA........................................................ 18

i
3.4.4 Persiapan Bahan Setek ....................................................... 18
.
3.4.5. Aplikasi IBA dan Penanaman Setek.................................... 19
3.4.6 Pemeliharaan Bibit.............................................................. 20
.
3.5. Pengamatan..................................................................................... 20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 23

4.1. Hasil Penelitian............................................................................... 23

4.1.1 Waktu Tumbuh Tunas.............................................................. 24


4.1.2 Panjang Tunas......................................................................... 25
4.1.3 Jumlah Daun............................................................................ 26
4.1.4 Diameter Tunas........................................................................ 27
4.1.5 Jumlah Akar ............................................................................ 28
4.1.6 Panjang Akar .......................................................................... 30
4.1.7 Bobot Segar.............................................................................. 31
4.1.8 Bobot Kering............................................................................ 34
4.2. Pembahasan ..................................................................................... 37
V. SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 44

5.1. Simpulan .......................................................................................... 44

5.2. Saran ................................................................................................ 45


DAFTAR PUSTAK ...................................................................................... 46

LAMPIRAN.................................................................................................. 49

ii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Produksi lada tahun 2013-2017 pada lima provinsi penghasil lada.... 2

2. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh tingkat ketuaan


bahan setek lada dan konsentrasi IBA terhadap pertumbuhan
bibit lada..........................................................................................................................24

3. Pengaruh tingkat ketuaan bahan setek dan konsentrasi IBA


terhadap waktu tumbuh tunas...................................................................................25

4. Tanggapan panjang tunas bibit setek lada terhadap tingkat


ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda
pada 12 MST..................................................................................................................26

5. Tanggapan diameter tunas bibit setek lada terhadap tingkat


ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda
pada 12 MST.................................................................................................................28

6. Tanggapan jumlah akar buku bibit setek lada terhadap tingkat


ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda
pada 12 MST…............................................................................................................29

7. Pengaruh tingkat ketuaan bahan setek dan konsentrasi IBA


Terhadap jumlah akar pangkal pada 12 MST…................................................30

8. Tanggapan panjang akar bibit setek lada terhadap tingkat


ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda
pada 12MST….............................................................................................................31

9. Tanggapan bobot segar tunas bibit setek lada terhadap tingkat


ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda
pada 12 MST…............................................................................................................32

10. Tanggapan bobot segar akar buku bibit setek lada terhadap t
ingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang
berbeda pada 12 MST….............................................................................................33

iii
11. Tanggapan bobot segar akar pangkal bibit setek lada terhadap
tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda
pada 12 MST..................................................................................................................34

12. Tanggapan bobot kering tunas bibit setek lada terhadap


tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang
berbeda pada 12 MST….............................................................................................35

13. Tanggapan bobot krting akar buku bibit setek lada terhadap
tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang
berbeda pada 12 MST…..............................................................................................36

14. Tanggapan bobot krting akar pangkal bibit setek lada terhadap
tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda
pada 12 MST….............................................................................................................37

15. Pengaruh tingkat ketuaan bahan setek dan konsentrasi IBA


terhadap waktu tumbuh tunas...................................................................................50

16. Uji Homogenitas Waktu Tumbuh Tunas bibit setek lada terhadap
tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang
berbeda.............................................................................................................................50

17. Hasil anara waktu tumbuh tunas bibit setek lada terhadap
tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda...................51

18. Pengaruh tingkat ketuaan bahan setek dan konsentrasi IBA


terhadap panjang tunas pada 4MST.........................................................................52

19. Uji Homogenitas Panjang Tunas bibit setek lada terhadap


tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda
pada 4MST......................................................................................................................52

20. Hasil anara panjang tunas bibit setek lada terhadap tingkat
ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda
pada 4 MST….....................................................................................................53

21. Pengaruh tingkat ketuaan bahan setek dan konsentrasi IBA


terhadap panjang tunas pada 8MST........................................................................54

22. Uji Homogenitas Panjang Tunas bibit setek lada terhadap


tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda
pada 8MST.....................................................................................................................54

23. Hasil anara panjang tunas bibit setek lada terhadap tingkat
ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda
pada 8MST.....................................................................................................................55

iv
24. Pengaruh tingkat ketuaan bahan setek dan konsentrasi IBA
terhadap panjang tunas pada 12MST......................................................................56

25. Uji Homogenitas Panjang Tunas bibit setek lada terhadap


tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda
pada 12MST...................................................................................................................56

26. Hasil anara panjang tunas bibit setek lada terhadap tingkat
ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda
pada 12MST...................................................................................................................57

27. Pengaruh tingkat ketuaan bahan setek dan konsentrasi IBA


terhadap jumlah daun pada 4MST...........................................................................58

28. Uji Homogenitas jumlah daun bibit setek lada terhadap


tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda
pada 4MST.....................................................................................................................58

29. Hasil Anara Jumlah Daun bibit setek lada terhadap tingkat
ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda
pada 4MST.....................................................................................................................59

30. Pengaruh tingkat ketuaan bahan setek dan konsentrasi IBA


terhadap jumlah daun pada 8MST...........................................................................60

31. Uji Homogenitas jumlah daun bibit setek lada terhadap


tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda
pada 8MST.....................................................................................................................60

32. Hasil Anara Jumlah Daun bibit setek lada terhadap tingkat
ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda
pada 8MST.....................................................................................................................61

33. Pengaruh tingkat ketuaan bahan setek dan konsentrasi IBA


terhadap jumlah daun pada 12MST........................................................................62

34. Uji Homogenitas jumlah daun bibit setek lada terhadap


tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda
pada 12MST...................................................................................................................62

35. Hasil Anara Jumlah Daun bibit setek lada terhadap tingkat
ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda
pada 12 MST..................................................................................................................63

36. Pengaruh tingkat ketuaan bahan setek dan konsentrasi IBA


terhadap diameter tunas pada 4MST......................................................................64

v
37. Uji Homogenitas Diameter Tunas bibit setek lada terhadap
tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda
pada 4MST.....................................................................................................................64

38. Hasil Anara Diameter Tunas bibit setek lada terhadap


tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda
pada 4MST.....................................................................................................................65

39. Pengaruh tingkat ketuaan bahan setek dan konsentrasi IBA


terhadap diameter tunas pada 8MST......................................................................66

40. Uji Homogenitas Diameter Tunas bibit setek lada terhadap


tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda
pada 8MST.....................................................................................................................66

41. Hasil anara diameter tunas bibit setek lada terhadap


tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda
pada 8 MST....................................................................................................................67

42. Pengaruh tingkat ketuaan bahan setek dan konsentrasi IBA


terhadap diameter tunas pada 12MST....................................................................68

43. Uji Homogenitas Diameter Tunas bibit setek lada terhadap


tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda
pada 12MST...................................................................................................................68

44. Hasil anara diameter tunas bibit setek lada terhadap


tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda
pada 12MST...................................................................................................................69

45. Pengaruh tingkat ketuaan bahan setek dan konsentrasi IBA


terhadap Jumlah akar Buku.......................................................................................70

46. Uji Homogenitas Jumlah Akar Buku bibit setek lada terhadap
tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda.................70

47. Hasil anara jumlah akar buku bibit setek lada terhadap
tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda.................71

48. Pengaruh tingkat ketuaan bahan setek dan konsentrasi IBA


terhadap Jumlah Akar Pangkal.................................................................................72

49. Uji Homogenitas Jumlah Akar Pangkal bibit setek lada terhadap
tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda.................72

50. Hasil Anara Jumlah Akar Pangkal bibit setek lada terhadap
tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda.................73

vi
51. Pengaruh tingkat ketuaan bahan setek dan konsentrasi IBA
terhadap Panjang Akar................................................................................................74

52. Uji Homogenitas Panjang Akar bibit setek lada terhadap


tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda.................74

53. Hasil Anara Panjang Akar bibit setek lada terhadap


tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda.................75

54. Pengaruh tingkat ketuaan bahan setek dan konsentrasi IBA


terhadap Bobot Segar Tunas.....................................................................................76

55. Uji Homogenitas Bobot Segar Tunas bibit setek lada terhadap
tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda.................76

56. Hasil Anara Bobot Segar Tunas bibit setek lada terhadap
tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda.................77

57. Pengaruh tingkat ketuaan bahan setek dan konsentrasi IBA


terhadap Bobot Segar Akar Buku............................................................................78

58. Homogenitas Bobot Segar Akar Buku bibit setek lada terhadap
tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda.................78

59. Hasil Anara Bobot Segar Akar Buku bibit setek lada terhadap
tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda.................79

60. Pengaruh tingkat ketuaan bahan setek dan konsentrasi IBA


terhadap Bobot Segar Akar Pangkal.......................................................................80

61. Uji Homogenitas Bobot Segar Akar Pangkal bibit setek lada
Terhadap tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA
yang berbeda..................................................................................................................80

62. Hasil Anara Bobot Segar Akar Pangkal bibit setek lada terhadap
tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda.................81

63. Pengaruh tingkat ketuaan bahan setek dan konsentrasi IBA


terhadap Bobot Kering Tunas...................................................................................82

64. Uji Homogenitas Bobot Kering Tunasbibit setek lada terhadap


tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda.................82

65. Hasil Anara Bobot Kering Tunas bibit setek lada terhadap
tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda.................83

66. Pengaruh tingkat ketuaan bahan setek dan konsentrasi IBA


terhadap Bobot Kering Akar Buku..........................................................................84

vii
67. Homogenitas Bobot Kering Akar Buku bibit setek lada terhadap
tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda.................84

68. Hasil Anara Bobot Kering Akar Buku bibit setek lada terhadap
tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda.................85

69. Pengaruh tingkat ketuaan bahan setek dan konsentrasi IBA


terhadap Bobot Kering Akar Pangkal....................................................................86

70. Uji Homogenitas Bobot Kering Akar Pangkal bibit setek lada
Terhadap tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA
yang berbeda..................................................................................................................86

71. Hasil anara bobot kering akar pangkal bibit setek lada terhadap
tingkat ketuaan bahan setek pada konsentrasi IBA yang berbeda.................87

viii
vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tata Letak Percobaan...................................................................................................17

2. (A) Bahan setek pangkal, (B) Bahan setek tengah,


(C) Bahan setek ujung..................................................................................................19

3. Grafik pertumbuhan jumlah daun selama 12 MST.............................................27

4. Pertumbuhan panjang tunas selama 12 MST........................................................87

5. Grafik pertumbuhan diameter tunas selama 12 MST.........................................88

6. Grafik pertumbuhan jumlah akar selama 12 MST..............................................88

7. Grafik pertumbuhan panjang akar selama 12 MST.............................................89

8. Pertumbuhan tunas (A) Bahan setek pangkal,


(B) Bahan setek tengah, (C) Bahan setek ujung..................................................89

9. Pertumbuhan akar (A) Bahan setek Pangkal,


(B) Bahan setek tengah, (C) Bahan setek ujung..................................................90

10. Penimbangan bobot segar (A) Tunas, (B) Akar...................................................90

11. Pengovenan pada suhu 70˚C selama 72 jam.........................................................90

12. Penimbangan bobot kering (A) Tunas, (B) Akar.................................................90


1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu tanaman rempah yang digunakan

untuk bumbu masak dan bahan baku pembuatan obat. Tanaman lada termasuk

tanaman industri yang mempunyai nilai ekonomi tinggi (Rukmana, 2003).

Volume ekspor lada Indonesia pada periode Januari hingga Agustus 2017

mencapai 27,46 ribu ton, menjadikan tanaman lada sebagai salah satu sumber

devisa negara (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2017). Potensi ekonomi lada

yang sangat tinggi, maka produksi lada perlu ditingkatkan melalui tata laksana

budidaya yang baik, sehingga dapat meningkatkan penghasilan petani lada

dan mendukung peningkatan devisa negara.

Budidaya lada di Indonesia dilakukan dalam sekala kecil hingga besar. Beberapa

daerah sentra produksi lada adalah Bangka Belitung, Lampung, Sumatera Selatan,

Kalimantan Timur, dan. Sulawesi Selatan. Provinsi Lampung merupakan salah

satu sentra produksi lada di Indonesia, dengan produksi yang setiap tahunnya

selalu mengalami penurunan, data produksi lada di Indonesia disajikan pada

Tabel 1.
2

Tabel 1. Produksi lada tahun 2013-2017 pada lima provinsi penghasil lada.

Provinsi Penghasil Jumlah Produksi Lada (Ton)


Lada 2013 2014 2015 2016 2017
Kep. Bangka Belitung 33.597 33.828 31.408 31.896 32.352
Lampung 24.654 15.642 14.860 14.848 14.830
Sumatera Selatan 8.751 9.167 8.725 8.776 8.855
Kalimantan Timur 6.818 6.704 6.923 6.968 7.046
Sulawesi Selatan 4.645 5.087 5.067 5.092 5.181
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2017).

Salah satu faktor penyebab penurunan produksi lada di Indonesia adalah teknik

budidaya tanaman lada yang dilakukan oleh petani belum maksimal, khususnya

pada penyediaan bahan tanam. Sumber bahan setek yang berbeda seperti klon

yang digunakan dan umur bahan setek akan berpengaruh pada perkembangan dan

pertumbuhan tanaman lada. Perbanyakan tanaman lada secara vegetatif yaitu

dengan setek batang. Perbanyakan tanaman lada secara vegetatif yang sudah

umum dilakukan petani adalah dengan menggunakan bahan setek tujuh ruas

(Departemen Pertanian, 1985 dalam Suradal, 2005). Kelemahan dari penggunaan

setek panjang yaitu membutuhkan bahan bibit yang banyak dan resiko kematian

tinggi karena dengan menggunakan setek yang panjang maka daun yang terdapat

pada setek juga akan banyak sehingga transpirasi akan tinggi pada proses

pemindahan sebagai bibit. Selain itu, dalam perbanyakan lada perlu untuk

memperhatikan kualitas bibit yang digunakan. Kualitas bibit lada dapat

dipengaruhi oleh penggunaan bahan setek dengan tingkat ketuaan tertentu.

Penggunaan bahan setek yang berbeda akan menghasilkan perkembangan setek

yang berbeda pula (Rismawati dan Syakhril, 2012). Keberhasilan setek dalam

membentuk akar dipengaruhi oleh umur bahan setek yang digunakan (Syakir et

al., 1992).
3

Selain dengan memperhatikan tingkat ketuaan bahan setek, hal lain yang harus

diperhatikan untuk meningkatkan pertumbuhan bibit terutama perkembangan

perakaran pada setek tanaman lada, dapat ditempuh dengan pemberian jenis zat

pengatur tumbuh. Menurut Nurhakim (2014), untuk mempercepat perakaran pada

setek diperlukan perlakuan khusus, yaitu dengan pemberian zat pengatur tumbuh.

Zat pengatur tumbuh yang mengandung auksin salah satunya adalah IBA. IBA

merupakan auksin sintetik yang banyak digunakan untuk pengakaran setek

batang. Dengan pemberian ZPT jenis ini diharapkan mampu untuk merangsang

tumbuhnya akar secara cepat, maka akan didapat percepatan pertumbuhan setek

bibit lada (Hartmann et al., 1997). Oleh sebab itu diperlukan penelitian mengenai

pengaruh tingkat ketuaan bahan setek dan konsentrasi IBA pada pertumbuhan

bibit lada.

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam

pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh perbedaan tingkat ketuaan bahan setek terhadap

pertumbuhan bibit lada?

2. Bagaimana pengaruh perbedaan pemberian konsentrasi IBA

terhadap pertumbuhan bibit lada?

3. Bagaimana tanggapan pertumbuhan bibit lada pada berbagai tingkat ketuaan

bahan setek lada terhadap beberapa konsentrasi larutan IBA?


4

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan penelitian dirumuskan sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh beberapa tingkat ketuaan bahan setek

terhadap pertumbuhan bibit lada.

2. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi IBA terhadap

pertumbuhan bibit lada.

3. Untuk mengetahui tanggapan pertumbuhan bibit lada pada beberapa tingkat

ketuaan bahan setek terhadap berbagai konsentrasi IBA.

1.4 Kerangka Pemikiran

Secara umum salah satu kedala dalam perbanyakan melalui setek batang adalah

rendahnya persentase setek yang hidup. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan

setek, yaitu meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang

mempengaruhi adalah jenis tanaman dan bahan setek yang digunakan,

sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi adalah suhu, media tanam,

kelembaban udara, dan pemberian ZPT ( Hartmann et al, 1997).

Kualitas bibit setek yang dihasilkan dipengaruhi oleh pemilihan bahan setek

(Syakir et al, 1992), penggunaan bahan setek yang berbeda-beda dapat

mempengaruhi pertumbuhan akar. Hal ini terkait dengan berbagai nutrisi yang
5

dikandung oleh bahan setek seperti protein, enzim, hormon, lipid, karbohidrat

(Hartmann et al, 1997).

Dalam pemilihan setek batang perlu diperhatikan beberapa faktor, salah satunya

adalah umur batang. Apabila batang yang digunakan terlalu tua, maka batang akan

sulit membentuk akar (waktu yang dibutuhkan akan lama), sedangkan bila

digunakan batang yang terlalu muda, proses penguapannya akan cepat sehingga

setek akan lemah dan mati. Batang yang baik untuk setek umumnya berumur

kurang dari satu tahun (Wudianto, 2002).

Penelitian menggunakan ZPT IBA yang termasuk dalam kelompok auksin.

Auksin merupakan senyawa dengan ciri-ciri mempunyai kemampuan dalam

mendukung terjadinya perpanjangan sel pada pucuk, banyaknya kandungan

auksin di dalam tanaman sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Auksin

sebagai salah satu zat pengatur tumbuh bagi tanaman mempunyai pengaruh

terhadap pengembangan sel, fototropisme, geotropime, apikal dominansi,

pertumbuhan akar partenokarpi, pembentukan kalus dan respirasi (Abidin, 1987).

IBA (Indolebutyric acid) yang merupakan ZPT sintetis berguna untuk

mempercepat dan memperbanyak keluarnya akar karena mengandung bahan aktif

dari formulasi beberapa hormon tumbuh akar (Rismunandar, 1992 dalam Yunita,

2011).

Menurut Rugayah et al. (2012) yang menggunakan IBA konsentrasi 400 ppm

pada nanas mampu meningkatkan jumlah akar primer, lebar daun, dan bobot
6

basah tanaman. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Sari (2012), perlakuan

konsentrasi IBA 600 ppm berpengaruh pada pertumbuhan bibit nanas yang

ditunjukkan oleh meningkatnya jumlah akar yang dihasilkan.

Hasil penelitian Judianto (1986), menunjukkan pemberian dengan konsentrasi

antara 500 – 750 ppm pada setek Stevia rebaudiana bertoni akan menghasilkan

panjang akar, jumlah akar, dan bobot akar yang lebih tinggi dibandingkan

dengan pemberian 0 ppm.

Hasil penelitian Trisna et al. (2013) dengan perlakuan jenis zat pengatur tumbuh

yang terdiri dari tanpa ZPT (A), air kelapa (B), dan Rootone F (C) dan Antonik

(D) di laporkan memberikan pengaruh terhadap tinggi tunas, jumlah daun pada

tunas. Air kelapa adalah salah satu bahah alami, didalamnya terkandung hormon

seperti sitokinin 5,8 mg/l, auksin 0,07 mg/l dan giberelin. Kandungan bahan aktif

yang terkandung didalam ZPT Antonik adalah Natrium para-nitrofenol (para

nitrophenol) 3.0 g/l, Natrium orto-nitrofenol (ortho nitrophenol) 2.0 g/l, Natrium

5 – nitroguaiakol (nitroguaiacol) 1.0 g/l, dan Natrium 2 – 4 dinitrofenol

(dinitrophenol) 0.5 g/l. Pemberian jenis zat pengatur tumbuh Rootone F dengan

komposisi bahan aktif adalah Napthalene Acetamida (NAA) 0,067 %; 2-metil-

1-Napthalene Acetatamida (MNAD) 0,013%; 2-metil-1-naftalenasetat 0.33%;

3-Indol butyric Acid (IBA) 0,057% dan Thyram (Tetramithiuram disulfat) 4,00

%, tinggi tunas 19 cm dan jumlah daun tunas stump 7,6 helai, sedangkan tanpa

ZPT tinggi tunas yaitu 14,9 cm dan jumlah daun 3,6 helai. Penelitian Trisna et

al.
7

(2013) menunjukkan pemberian zat pengatur tumbuh berpengaruh sangat nyata

terhadap pertambahan tinggi dan jumlah daun.

1.5 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan, maka diajukan hipotesis

sebagai berikut:

1. Tingkat ketuaan bahan setek berpengaruh pada pertumbuhan bibit lada, bahan

setek bagian tengah berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit yang paling baik.

2. Pemberian IBA dengan konsentrasi yang berbeda berpengaruh terhadap

pertumbuhan bibit lada, konsentrasi IBA 500 ppm berpengaruh terhadap

pertumbuhan bibit lada yang terbaik.

3. Tanggapan pertumbuhan bibit lada pada beberapa tingkat ketuaan bahan setek

dipengaruhi oleh berbagai konsentrasi IBA, pertumbuhan bibit lada terbaik

terjadi pada bahan setek bagian tengah dan konsentrasi IBA 500 ppm.
8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Lada

Tanaman Lada (Piper nigrum) merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di

Indonesia (Aceh, Bangka, Lampung, Kalimantan Barat). Tanaman lada

menghasilkan 2 jenis lada, yaitu lada putih dan lada hitam. Perbedaan lada putih

dan lada hitam hanya terletak pada penanganan pascapanen saja. Lada putih

diperoleh dari buah lada yang kulitnya dihilangkan, sedangkan lada hitam

diperoleh dari buah lada yang kulitnya tidak dihilangkan (Tjitrosoepomo, 1994).

Lada berguna untuk bumbu masak, sebagai penyedap dan pelezat, pengawet

daging, campuran obat-obatan tradisional (Sarpian, 2004).

2.1.1 Klasifikasi lada

Tanaman Lada berfamili dengan Piperaceae yang berasal dari India dan

menyebar luas keberbagai benua terutama benua Asia. Klasifikasi tanaman Lada

(Piper nigrum) adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta (tanaman berbiji)

Sub divisi : Angiospermae (biji berada di dalam buah)

Kelas : Dicotyledoneae (biji berkeping dua)


9

Ordo : Piperales

Famili : Piperaceae

Genus : Piper

Spesies : Piper nigrum Linn

Genus Piper memiliki banyak spesies. Sekitar 600 – 2.000 spesies di antaranya

tersebar di daerah tropis. Dari jumlah tersebut, terdapat beberapa spesies yang

telah dibudidayakan, antara lain Piper nigrum (lada), Piper betle (sirih), dan

Piper retrofractum (cabai jawa) (Rukmana, 2003).

2.1.2 Morfologi lada

Tanaman lada dikenal sebagai tanaman tahunan yang memanjat. Batangnya

berbuku dengan tinggi mencapai 10 m, namun dalam budidaya dibatasi hingga

ketinggian 4 m dan melekat pada tiang panjat (tajar) agar memudahkan dalam

pemeliharaan. Bila pemeliharaan dilakukan dengan baik, tajuk dapat mencapai

diameter 1,5 m. Tanaman lada terdiri atas batang,akar, daun, cabang, dahan,

bunga dan buah (Rismunandar, 2007).

Menurut Nurhakim (2014), batang lada tumbuh merambat pada tiang panjat dan

kadang-kadang menjalar di atas permukaan tanah. Tiap tanaman lada hanya

tumbuh satu batang. Apabila batang dipotong saat berumur satu tahun, akan

tumbuh tunas-tunas dengan jumlah 2-5 batang baru. Kemunculan tunas-tunas ini

bisa berasal dari ruas-ruas yang tertanam di dalam tanah maupun di atas tanah.

Tanaman lada mirip tebu yang beruas-ruas. Panjang tiap ruas tidak selalu sama
10

yaitu sekitar 4-7 cm, panjang ruas pada bagian pangkal lebih pendek

dibandingkan dengan panjang ruas pada bagian atas. Diameter batang antara 6-25

mm.

2.2 Perbanyakan Tanaman Lada

Lada dapat diperbanyak secara vegetatif maupun generatif. Perbanyakan vegetatif

untuk tanaman lada yang banyak dipraktekkan adalah dengan cara penyetekan.

Bahan setek dapat diambil dari sulur gantung, dan sulur panjat. Bahan setek yang

baik yaitu bahan setek yang diambil dari tanaman yang sehat, tumbuh akar,

berwarna hijau tua dan tidak terlihat gejala-gejala abnormal (Wudianto, 2002).

Perbanyakan tanaman lada dapat secara generatif dan vegetatif. Perbanyakan

generatif dengan biji tidak baik sebab sulur lada yang tumbuh memakan waktu

panjang untuk berbuah dan tidak menjamin hasil yang baik. Perbanyakan

vegetatif dengan menggunakan cara penyetekan bisa diambil dari sulur panjat,

sulur gantung, sulur tanah dan sulur buah. Sulur panjat adalah sulur yang tumbuh

memanjat tanaman penegak. Sulur gantung adalah sulur panjat yang menggantung

atau tidak tumbuh memanjat pada tanaman penegak. Sulur tanah adalah sulur

yang tumbuh merayap dipermukaan tanah. Sulur buah adalah cabang yang berasal

dari buah. Untuk menghasilkan tanaman lada yang tumbuh baik pada tanaman

penegak sebaiknya menggunakan sulur panjat. Setek lada dari sulur panjat yang

baik dari tanaman yang sudah berproduksi pada umur fisiologis bahan setek 6-9

bulan, pohon induk dalam keadaan pertumbuhan aktif dan tidak


11

berbunga atau berbuah. Setek tidak boleh terlalu tua atau muda dan diambil dari

sulur yang belum menjadi kayu. Bibit lada terlalu tua pertumbuhannya tidak baik

dan yang terlalu muda tidak kuat (Suprapto, 2008).

Pada umumnya perbanyakan tanaman lada sering dilakukan secara vegetatif

dengan melalui cara setek. Keuntungannya adalah karena tanaman lada memiliki

sifat-sifat genetik yang sama dengan induk lada tersebut. Penggunaan setek pada

lada dapat dilakukan dengan menggunakan 2 jenis setek yaitu setek panjang dan

setek pendek. Setek pendek yaitu setek yang berasal dari satu ruas berdaun

tunggal yang memiliki beberapa keuntungan antara lain menyediakan bibit dalam

jumlah banyak dalam waktu relatif cepat, menghemat penggunaan bahan tanaman

dan seragam (Suprapto, 2008).

2.3 Bahan Setek Lada

Pentingnya penggunaan bahan setek bermutu merupakan salah satu unsur panca

usaha pertanian yang utama dalam upaya meningkatkan produksi, penggunaan

bahan setek unggul dalam proses budidaya tanaman dapat meningkatkan kuantitas

produksi juga dapat memperbaiki kualitasnya untuk memperoleh calon bahan

setek yang bermutu tinggi.

Perbanyakan secara vegetatif terbagi dua cara yaitu perbanyakan dengan

menggunakan teknologi tinggi seperti kultur jaringan, pembiakan vegetatif jenis

ini membutuhkan biaya tinggi dan sumber daya manusia yang terdidik.
12

Sedangkan untuk jangka pendek dimana kemampuan biaya terbatas maka

solusinya adalah dengan perbanyakan vegetatif makro, perbanyakan makro

seperti setek, sambungan dan cangkok muda dipelajari dan tidak begitu

membutuhkan teknologi yang canggih. Cara ini dapat diterapkan dengan mudah

dalam pemeliharaannya dan memenuhi kaidah perbanyakan vegetatif secara

standar (Rukmana, 2010).

Setek merupakan perbanyakan tanaman yang efektif dan efisien dalam

budidaya tanaman lada. Perbanyakan lada dengan setek lebih menguntungkan

karena menghasilkan populasi tanaman yang homogen dan memiliki sifat yang

sama dengan induknya (Balai Informasi Pertanian Irian Jaya, 1994).

Setek lada digolongkan menjadi 2 jenis yaitu setek panjang dan setek pendek. Setek

panjang menggunakan bahan setek 6-8 buku sedangkan setek pendek menggunakan

dua buku.Setek pendek lebih efektif dan efisien bila dibandingkan dengan setek

panjang. Penggunaan setek panjang memiliki tingkat risiko kegagalan lebih besar.

Setek panjang memerlukan penyulaman sebesar 73,8% (Balai Penelitian Rempah dan

Obat, 1996). Hal ini karena Jumlah Akar yang dimiliki setek terlalu sedikit sehingga

tidak cukup untuk menyerap unsur hara. Keuntungan perbanyakan setek lada dua

buku antara lain dapat menyediakan bibit dalam jumlah yang banyak dalam jangka

waktu yang relatif cepat sehingga menghemat penggunaan bahan tanaman.

Penggunaan setek dua buku hanya memerlukan sedikit penyulaman, memiliki rata-

rata cabang generatif lebih banyak


13

sehingga dapat berbunga lebih cepat (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan

Obat, 1996).

2.4 Zat Pengatur Tumbuh

Menurut Setyati (2009), Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) adalah senyawa organic

yang bukan merupakan zat hara, dan dalam jumlah sedikit mendorong,

menghambat , atau mengatur proses fisiologis di dalam tanaman. Zat pengatur

tumbuh pada tanaman (plant growth regulator) adalah senyawa organik yang

bukan hara (nutrient), yang dalam jumlah sedikit mendukung (promote),

menghambat (inhibit), dan dapat mengubah proses fisiologi tumbuhan. Pada

kadar rendah tertentu zat pengatur tumbuh akan mendorong pertumbuhan,

sedangkan pada kadar yang lebih tinggi akan menghambat pertumbuhan,

meracuni, bahkan mematikan tanaman (Hartmann e al, 2002). Ditambahkan oleh

Wudianto (2005), zat pengatur tumbuh terdiri dari lima jenis yaitu auksin,

gibberellin, sitokinin, etilen dan asam absisat.

Tanaman telah memiliki hormon alami yaitu rizokalin yang merangsang

pertumbuhan akar, kaukalin yang merangsang pertumbuhan batang, dan antokalin

yang merangsang pembungaan. Jumlah kandungan hormon yang ada pada

tanaman sangat sedikit sehingga perlu ditambahkan. Penambahan zat pengatur

tumbuh ke tanaman diharapkan dapat lebih mempercepat pertumbuhan tanaman

(Anggalia, 2012). Hal ini sesuai dengan pernyataan Abidin (1993), dalam

penelitian kultur jaringan apabila konsentrasi auksin lebih tinggi dari konsentrasi
14

sitokinin maka akan terjadi pemacuan pertumbuhan akar. Sebaliknya, apabila

konsentrasi sitokinin lebih besar dari auksin maka akan terjadi pemacuan

pertumbuhan tunas. Apabila perbandingan sitokinin dan auksin berimbang, maka

pertumbuhan tunas, akar, dan daun akan berimbang pula.

Setyati (2009) menjelaskan bahwa auksin merupakan senyawa yang mampu

merangsang pemanjangan sel pucuk di daerah sub apikal. Auksin biasanya

merupakan asam dengan inti tidak jenuh atau derivatnya. Auksin terlibat dalam

banyak proses fisiologi dalam tumbuhan, antara lain pemanjangan sel,

fototropisme, geotropisme, dominansi apikal, inisiasi akar, produksi etilen,

pembentukan kalus, perkembangan buah, partenokarpi, absisi, dan ekspresi

kelamin pada tumbuhan hemaprodit.

Menurut Gardner (1991) dalam Armawi (2009), peranan auksin sangat tergantung

dengan konsentrasinya. Konsentrasi tinggi bersifat menghambat, dan konsentrasi

yang berlebihan dapat menyebabkan ketidaknormalan seperti epinasti daun

bawang, akar penguat yang menyatu dan batang rumput yang rapuh. Beberapa

fungsi auksin pada tumbuhan sebagai berikut: (a) perkecambahan biji, auksin akan

mematahkan dormasi biji dan akan merangsang perkecambahan biji (b)

pembentukan akar, auksin akan memacu proses terbentuknya akar serta

pertumbuhan akar lebih baik (c) pembungaan dan pembuahan, auksin akan

merangsang dan mempertinggi persentase timbulnya bunga dan buah (d)

mengurangi gugurnya buah sebelum waktunya (e) mematahkan dormasi pucuk/


15

apaikal, yaitu suatu kondisi dimana pertumbuhan tanaman terfokus ke arah

tunas apikal (Anonimous 2009 dalam Armawi 2009).

Menurut Wudianto (2005), IBA mempunyai sifat yang lebih baik dan efektif dari

pada IAA dan NAA. Dengan demikian IBA paling cocok untuk merangsang aktifitas

perakaran, karena kandungan kimianya lebih stabil dan daya kerjanya lebih lama.

IAA biasanya mudah menyebar ke bagian lain sehingga menghambat perkembangan

serta petumbuhan tunas dan NAA dalam penggunaannya harus benar-benar tahu

konsentrasi yang tepat yang di perlukan oleh suatu jenis tanaman, bila tidak tepat

akan memperkecil batas konsentrasi optimum perakaran.

Abidin (1993), menyatakan bahwa zat pengatur tumbuh IBA dengan konsentrasi

optimal dapat mempercepat pertumbuhan tanaman, akan tetapi jika konsentrasi

dinaikkan melebihi batas optimal maka pertumbuhan tanaman justru akan

terhambat. Pada penelitian Shofiana et al (2013), menyebutkan bahwa hormone

IBA memberikan pengaruh yang terbaik pada konsentrasi optimal 2000 ppm ,

sedangkan konsentrasi di bawah (500 dan 1000 ppm) atau di atas (4000 ppm)

memberikan hasil sebaliknya pada pertumbuhan akar setek batang tanaman buah

naga (Hylocereus undatus).


16

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan November 2018 sampai dengan Januari 2019, di

rumah kaca dan Laboratorium Ilmu Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas

Lampung, Gedung Meneng, Bandar Lampung.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sulur panjat tanaman lada

klon Natar-1 yang telah dipotong menjadi tiga bagian (angkal, tengah, dan ujung)

yang setiap bagian terdiri atas dua buku, pasir yang telah dicuci, arang sekam,

kantung kertas, label, polybag, paranet, bubuk IBA, KOH, dan aquades. Alat-alat

yang digunakan adalah gelas ukur, gelas piala, pipet, jangka sorong, cutter,

timbangan digital, meteran, alat tulis, dan oven.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian disusun secara faktorial (3x3) dalam rancangan kelompok teracak

sempurna (RKTS). Faktor pertama adalah tingkat ketuaan bahan setek (B) yang
17

terdiri dari setek bagian pangkal sulur (B1), setek bagian tengah sulur (B2), dan

setek bagian ujung sulur (B3). Faktor kedua adalah konsentrasi IBA (I) yang

terdiri atas 0 ppm (I0), 500 ppm (I1), dan 1000 ppm (I2). Penelitian terdiri atas 9

kombinasi perlakuan, setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali

sehingga didapatkan 27 satuan percobaan, dan setiap satuan percobaan terdiri atas

5 setek. Setelah data diperoleh, homogenitas ragam data diuji dengan uji Bartlett

dan aditivitas data diuji dengan uji Tukey. Jika asumsi terpenuhi data dianalisis

ragam dan perbedaan nilai tengah antar perlakuan diuji dengan uji beda nyata

terkecil (BNT) pada taraf α 5%. Serta data pertumbuhan ditampilkan dalam

bentuk grafik. Tata letak percobaan dapat dilihat pada Gambar 1.

Ulangan
1
B 1 I2 B 2 I2 B 3 I0 B 1 I1 B 3 I1 B 3 I2 B 2 I1 B 1 I0 B 2 I0
2
B 3 I1 B 2 I2 B 3 I2 B 3 I0 B 2 I1 B 2 I0 B 1 I2 B 1 I1 B 1 I0
3
B 1 I0 B 3 I2 B 1 I1 B 3 I1 B 3 I0 B 1 I2 B 2 I1 B 2 I2 B 2 I0

Keterangan:
B1 = setek pangkal B2 = setek tengah B3 = setek ujung
I0 = IBA 0 ppm I1 = IBA 500 ppm I2 = IBA 1000 ppm

Gambar 1. Tata Letak Percobaan

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Persiapan media tanam

Media tanam yang digunakan dalam penelitian adalah campuran pasir dan arang

sekam. Pasir yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu hingga bersih, untuk

menghilangkan kotoran yang terdapat pada pasir. Pasir yang telah bersih
18

dicampur dengan arang sekam dengan perbandingan volume 1:1 dan campuran

media tanam tersebut dimasukkan ke dalam polybag ukuran 20 x 20 cm sebanyak

¾ dari tinggi Polybag. Setelah itu polybag yang berisi media tanam disusun di

atas bed sesuai dengan tata letak percobaan (Gambar 1).

3.4.2 Pembuatan naungan

Paranet digunakan sebagai naungan yang berfungsi mengatur tingkat cahaya yang

masuk ke rumah kaca. Ukurun yang digunakan adalah 10 x 3 meter.

3.4.3 Persiapan larutan IBA

Bubuk IBA ditimbang dengan bobot masing-masing 0,5g dan 1g, masukkan ke

dalam gelas piala 25 ml, kemudian ditetesi KOH sebanyak 5 tetes agar terdispersi.

Bubuk IBA yang telah terdispersi dimasukkan ke dalam gelas piala 1000 ml,

tambahkan aquades sampai volume 1000 ml. Sehingga diperoleh larutan IBA

dengan konsentrasi 500 ppm dan 1000 ppm.

3.4.4 Persiapan bahan setek

Setek berasal dari kebun percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

Lampung di Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Lampung Selatan. Setek

berasal dari sulur panjat, yaitu sulur yang arah pertumbuhannya vertikal, tanaman

lada klon Natar-1. Bahan setek dipotong menjadi tiga bagian yaitu pangkal,

tengah, dan ujung. 6 buku bagian ujung digunakan sebagai bahan setek ujung, 6

buku dari bagian pangkal digunakan sebagai bahan setek pangkal, dan 5 buku
19

pada bagian tengah digunakan sebagai bahan setek tengah. Setelah dikategorikan ke dalam tiga

bagian, setek lalu dipotong menjadi Masing-masing bagian potongan setek terdiri atas dua buku

dan daun pada buku bagian pangkal dipotong sehingga didapatkan setek lada dua buku satu

daun. Bagian pangkal setek

o
dipotong meruncing dengan sudut 45 .

A B C

Gambar 2. (A) Bahan setek pangkal, (B) Bahan setek tengah,


(C) Bahan setek ujung.

3.4.5 Aplikasi IBA dan penanaman setek

Aplikasi IBA dilakukan dengan cara merendam pangkal setek ke dalam larutan

IBA 0, 500, dan 1000 ppm selama 15 detik. Setek yang telah diaplikasi IBA

ditanam pada media tanam yang telah disiapkan, dengan cara pangkal setek

dimasukkan ke lubang tanam pada media tanam dengan buku bagian pangkal

setek berada di dalam media tanam yang sebelumnya media tanam disiram air

atau dilembabkan, media tanam dipadatkan kemudian polybag diberi kertas label.

Penanaman setek lada untuk kontrol (tanpa IBA) setek langsung ditanam dalam

media campuran pasir dan arang sekam.


20

3.4.6 Pemeliharaan bibit

Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan membersihkan gulma yang terdapat

pada media. Melakukan penyiraman pada pagi dan sore hari untuk

mempertahankan kelembaban dalam media setek.

3.5 Pengamatan

Peubah-peubah yang diamati dalam penelitian sebagai berikut:

a. Waktu tumbuh tunas

Waktu tumbuh tunas adalah waktu yang dibutuhkan setek untuk mulai

menumbuhkan tunas. Kriteria dalam pengamatan adalah tunas yang tumbuh

memiliki panjang 1 cm. Pengamatan dilakukan setiap hari hingga setek

berumur 12 minggu setelah tanam (MST).

b. Panjang Tunas

Pengukuran panjang tunas dilakukan dari pangkal tunas hingga ujung

tunas menggunakan meteran dengan satuan centimeter. Pengamatan

dilakukan setiap 4 minggu hingga setek berumur 12 MST.

c. Jumlah Daun

Daun yang muncul pada tunas dan telah terbuka sempurna pada setiap setek

dihitung jumlahnya. Perhitungan jumlah daun dilakukan setiap 4 minggu

sekali hingga 12 MST.


21

d. Diameter Tunas

Diameter tunas diukur pada bagian ruas pertama tunas dengan menggunakan

jangka sorong dengan satuan milimeter. Pengukuran diameter tunas dilakukan

pada 4, 8, dan 12 MST.

e. Jumlah akar

Jumlah akar dihitung dengan melihat akar yang muncul pada bagian pangkal

bibit dan bagian buku pertama pada setek lada. Perhitungan jumlah akar

dilakukan pada 12 MST.

f. Panjang Akar

Pengukuran panjang akar dilakukan menggunakan meteran dengan satuan

centimeter (cm). Akar yang diukur adalah akar terpanjang pada bagian

pangkal setek dan bagian buku pertama.

g. Bobot segar dan bobot kering akar

Akar segar dan akar kering ditimbang menggunakan timbangan digital dengan

satuan gram (g) dua angka di belakang koma. Bobot akar terbagi menjadi

bobot segar akar dan bobot kering akar. Bobot segar akar diperoleh pada saat

bibit berumur 12 MST, bobot kering akar diperoleh setelah akar dioven pada

o
suhu 70 C selama 72 jam. Kriteria pengamatan dibagi menjadi bobot akar

buku dan akar pangkal.

h. Bobot segar dan bobot kering tunas

Bobot tunas terbagi menjadi bobot segar tunas dan bobot kering tunas. Bobot

segar tunas diperoleh saat setek berumur 12 MST, bobot kering tunas
22
o
diperoleh setelah tunas dikeringkan menggunakan oven pada suhu 70 C

selama 72 jam.
44

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka disimpulkan sebagai berikut:

1. Tingkat ketuaan bahan setek berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit setek

lada. Pertumbuhan bibit lada terbaik terdapat pada setek lada bagian ujung.

2. Konsentrasi IBA berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit lada. Penggunaan

konsentrasi IBA 1000 ppm secara signifikan menunjukkan hasil terbaik

dibandingkan konsentrasi 0 ppm dan 500 ppm dalam meningkatkan jumlah

akar buku, jumlah akar pangkal, panjang akar primer, bobot segar akar

buku, bobot segar akar pangkal, bobot kering akar buku dan bobot kering

akar pangkal

3. Tanggapan pertumbuhan bibit setek lada pada tingkat ketuaan bahan setek

dipengaruhi oleh konsentrasi IBA yang ditunjukkan oleh peubah panjang

tunas, diameter tunas, jumlah akar buku, panjang akar primer, bobot segar

tunas, bobot segar akar buku, bobot segar akar pangkal, bobot kering

tunas, bobot kering akar buku, dan bobot kering akar pangkal.
45

5.2. Saran

Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian adalah perlu dilakukan penelitian

yang sama namun dengan menggunakan rentang dosis yang lebih banyak untuk

memperoleh dosis IBA optimum terhadap keberhasilan pertumbuhan setek Piper

nigrum L.
46

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 1987. Dasar-Dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh.


Angkasa. Bandung. 65 hlm.

Abidin, Z. 1993. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh.


Angkasa. Bandung. 85 hlm.

Anggalia, I. 2012. Pengaruh konsentrasi dan cara aplikasi IBA (Indole Butyric Acid)
terhadap pertumbuhan bibit nanas (Ananas comosus [L]. Merr) asal tunas
mahkota. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 60 hlm.

Armawi. 2009. Pengaruh Tingkat Kemasakan Buah Kelapa dan Konsentrasi Air
Kelapa pada Media Tanam terhadap Pertumbuhan Jamur Tiram Putih
(Pleurotus ostreatus). Skripsi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang. 115 hlm.

Balai Informasi Pertanian Irian Jaya. 1994. Perbanyakan Tanaman


Lada (Piper nigrum L.). BIP Irian Jaya. Jayapura. 4 hlm

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 1996. Monograf Tanman Lada.
Balitro. Bogor. 234 hlm.

Devlin, R. M. 1975. Plant Physiology Third Edition. New York. D. Van


Nostrand. 600 hlm.

Direktorat Jendral Perkebunan. 2017. Statistik Perkebunan Indonesia. Direktorat


Jendral Perkebunan Indonesia. Jakarta. 36 hlm.

Gardner, F.P., R.B. Pearce , dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi


Tanaman Budidaya. Terjemahan. UI Press. Jakarta. 428 hlm.

Hambrick, C.E.I., Davies Jr., F.T., & Perberton, H.B. (1991). Seasonal changes in
Carbohydrate nitrogen levels during field rooting of Rosa multiflora
Scientia Horticultural. 46: 137-146.

Harjadi, S.S. 1996. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta. 195 hlm.


47

Hartmann, H.T., D.E. Kester, F.T. Davies, dan R.L. Geneve. 1997. Plant
th
Propagation: Principles and Practice. 6 Edition. Prentice Hall Inc.
New Jersey. pp. 277-385.

Hartmann, H. T., D. E. Kester, F. T. Davies, dan R. L. Geneve. 2002. Plant


Propagation: Principles and Practice. 7th ed. Prentice Hall. New York.
750 p.

Januwati, M., dan Rosita, SM. 1992. Faktor-Faktor Ekologi Yang Mempengaruhi
Pertumbuhan Tanaman Sirih (Piper betle L.). Jurnal Warta Tumbuhan
Obat Indonesia. 1(1): 15-21.

Judianto, D. 1986. Pengaruh IBA dan Jumlah Daun Stek Terhadap


Pertumbuhan Bibit dan Hasil Tanaman Stevia rebaudiana bertoni M.
Skripsi IPB. Bogor. 40 hlm.

Nurhakim, Y.I. 2014. Perkebunan Lada Cepat Panen. Infra Pustaka.


Jakarta. 75 hlm.

Oboho, E.G., & Iyadi, J.N. (2013). Rooting potential of mature stem cuttings of
some forest tree species for vegetative propagation. Journal of Applied
and Natural Science. 5(2): 442-446.

Rismawati dan Syakhril. 2012. Respon Asal Bahan Setek Sirih Merah
(Piper crocatum Ruiz and Pav.) tehadap Konsentrasi Rootone-F. j.Agrifor.
11(2): 148-156.

Rismunandar. 2007. Lada Budidaya dan Tata Niaga. Penebar Swadaya. Jakarta
140 hlm.

Rosyidah, M., Bambang, G., dan Nurul, A. 2017. Pengaruh Dosis Zat Pengatur
Tumbuh dan Bahan Tanam Terhadap Pertumbuhan Bibit Sirih Merah
(Piper crocatum Ruiz and Pav). Jurnal Produksi Tanaman. 5(11): 1791-
1799.

Rugayah, I. Anggalia, dan Y. C. Ginting, 2012. Pengaruh Konsentrasi dan Cara


Aplikasi IBA (Indole Butyric Acid) Terhadap Pertumbuhan Bibit Nanas
(Ananas comosus L. Merr.) Asal Tunas Mahkota. Jurnal Agrotropika.
17(1): 35-38.

Rukmana, R. 2003. Usahatani Lada Perdu. Penerbit Kansius.


Yogyakarta. 60 hlm.

Rukmana, D. 2010. Teknik Perbanyakan Setek Lada Melalui Kebun Induk Mini.
Buletin Teknik Pertanian. 15(2): 63-65.

Salisbury, F. B. dan W. C., Ross, 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid Tiga.


Penerbit ITB. Bandung. 343 hlm.
48

Saptariani, E. Widayati, L. Sari, dan B. Sarbowo. 2002. Membuat tanaman


cepat berbuah. Penebar Swadaya, Jakarta. 72 hlm.

Sari, F.O. 2012. Pengaruh Konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid) dan Jenis
Media Tanam terhadap Pertumbuhan Bibit Nanas (Ananas comosus L.)
Asal Tunas Mahkota. Skripsi. Universitas Lampung. 74 hlm.

Sarpian, T. 2004. Lada: Mempercepat Berbuah, Meningkatkan


Produksi, Memperpanjang Umur. Penebar Swadaya. Jakarta. 55-
59 hlm.

Setyati, S. 2009. Zat Pengatur Tumbuh. Penebar swadaya. Jakarta. 76 hlm

Shofiana, A., Y. S. Rahayu, dan L. S. Budipramana. 2013. Pengaruh


pemberian berbagai konsentrasi hormon IBA (Indole Butyric Acid)
terhadap pertumbuhan akar pada stek batang tanaman buah naga
(Hylocereus undatus). Jurnal LenteraBio. 2(1): 101-105.

Suprapto dan A. Yani. 2008. Teknologi Budidaya Lada. Balai Besar


Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Lampung. 28 hlm.

Suwandiyati, N.S. 2009. Pengaruh Asal Bahan Setek dan Dosis Pupuk Kandang
sapi terhadap Pertumbuhan Bibit Nilam (Pogostemon cablin B.).
Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 70 hlm

Syakir, M., M.H. Bintoro, dan Y.D. Amrin. 1992. Pengaruh Berbagai Zat
Pengatur Tumbuh dan Bahan Setek Terhadap Pertumbuhan Setek Cabang
Buah Lada. J. Littri Puslitbang Perkebunan. 19(3-4): 59-65.

Tjitrosoepomo, G. 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat-Obatan. UGM Press.


Yogyakarta. 447 hlm.

Trisna, N., H. Umar, dan Irmasari. 2013. Pengaruh Berbagai Jenis Zat Pengatur
Tumbuh terhadap Pertumbuhan Stump Jati (Tectona gradis L.F). Warta
Rimba. 1(1): 1-9.

Waluyo, R. 2000. Studi penggunaan bahan pelembab pada penyimpanan


dan lama penyimpanan terhadap persentase tumbuh stek. Skripsi.
Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB, Bogor. 39 hlm

Wudianto, R. 2002. Membuat Setek, Cangkok dan Okulasi. Penebar Swadaya.


Jakarta. 172 hlm.

Yunita, R. 2011. Pengaruh Pemberian Urine Sapi, Air Kelapa, dan Rootone F
terhadap Pertumbuhan Setek Tanaman Markisa (Passiflora Edulis Var.
Flavicarpa). Skripsi. Universitas Solok. Sumatera Barat. 86 hlm.

Anda mungkin juga menyukai