Anda di halaman 1dari 12

REFERAT

PENANGANAN LUKA BAKAR AKUT

Disusun oleh :
Raka Aditya, dr.
130221180507

DIVISI BEDAH PLASTIK REKONSTRUKSI DAN ESTETIK


DEPARTEMEN ILMU BEDAH
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. HASAN SADIKIN
BANDUNG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

Luka bakar meupakan permasalahan yang kompleks yang harus ditangani dengan
tepat mulai dari proses awal hingga akhir. Banyak faktor yang berperan dalam penanganan
luka bakar terutama pada fase akut. Pernanganan luka bakar harus memperhatikan prinsip-
prinsip utama trauma, yakni survey primer dan survey sekunder.
Luka bakar akut merupakan fase awal luka bakar yang terjadi < 24 jam pertama
setelah kejadian. Penentuan tingkat keparahan suatu luka bakar menjadi penentu dalam
penanganannya. Selanjunya, pengambilan keputusan dalam menentukan terapi menjadi
sangat krusial.
Pada referat ini dibahas mengenai penanganan luka bakar pada fase akut. Bagaimana
melakukan survey primer dan sekunder serta penanganan luka bakar akut pada kondisi
khusus seperti luka bakar kimia dan luka bakar listrik.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KLASIFIKASI LUKA BAKAR AKUT


Pemeriksaan dan penanganan yang cepat merupakan tindakan yang dapat
menyelamatkan nyawa pada pasien luka bakar. Meski kebanyakan pasien luka bakar ringan
tidak disertai cidera penyerta lainnya, kebanyakan pasien dengan luka bakar berat disertai
derngan cidera penyerta lainnya. Pasien luka bakar dibagi menjadi 3 kategori :
 Pasien luka bakar tanpa cidera penyerta lain
 Pasien luka bakar dengan cidera penyerta nyata
 Pasien luka bakar dengan cidera penyerta tersembunyi

B. PEMERIKSAAN DAN PENANGANAN EMERGENSI


Cedera penyerta (non luka bakar) yang mengancam jiwa mungkin luput didiagnosis
karena fokus pada cedera luka bakar yang tampak parah. Riwayat mekanisme trauma dan
keadaan lingkugan saat terjadinya trauma harus diperhatikan oleh petugas kesehatan yang
menangani luka bakar untuk kemungkinan adanya cidera tambahan.
Petugas kesehatan harus menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti sarung
tangan, kacamata, dan jubah pelindung sebelum menangani pasien. Pertolongan pertama di
tempat kejadian:
 Hentikan proses pembakaran, diikuti oleh
 Pendinginan luka bakar
 Cegah hipotermia
Selanjutnya adalah proses melakukan survey primer dan survey sekunder. Saat ini di
Indonesia menggunakan standar aturan Emergency Management of Severe Burns (EMSB)
dari Australian and New Zealand Burn Association (ANZBA), yang telah diadopsi oleh
Kolegium Ilmu Bedah Indonesia (KIBI) dan Perhimpunan Ahli Bedah Plastik Rekonstruksi
dan Estetik Indonesia (PERAPI). EMSB kini telah menjadi standar yang wajib diikuti oleh
seluruh dokter Indonesia pada penanganan luka bakar, khususnya luka bakar berat.

3
Salah satu kondisi khusus pada luka bakar adalah adanya cidera inhalasi. Secara
anatomis, cedera inhalasi dibagi menjadi 3 kategori:
 Atas laring
o Tatalaksana: Intubasi, Proteksi servikal
 Bawah laring
o Oksigen aliran tinggi, Intubasi, Intermittent Positive Pressure Ventilation (IPPV)
 Sistemik
o Terapi oksigen, Proteksi servikal

Menurut ATLS, berikut ini adalah algoritma khusus apabila dicurigai atau ditemukan
adanya cidera inhalasi.

4
C. PENENTUAN LUAS LUKA BAKAR
Luas luka bakar secara aplikatif menggunakan aturan Rule of 9, karena penentuan
luas sangat penting diketahui secara cepat agar pasien dapat segera mendapatkan cairan
resusitasi yang adekuat, tidak kurang dan tidak lebih. Luas luka bakar berbeda sesuai usia
pasien. Penentuan luas luka bakar pun dapat dibantu oleh Rule of Palm yang merupakan
luas telapak tangan pasien yang dianggap 1% dari luas tubuh.

5
Selain luas, kita harus memperhatikan kedalaman luka bakar. Semakin dalam luka
bakar, semakin buruk dan lama penyembuhan luka nya. Gambar dan table di bawah ini
menunjukkan kedalaman dan ciri dari masing-masing kedalaman luka bakar.

6
D. ESTIMASI KEBUTUHAN CAIRAN RESUSITASI
Kebutuhan cairan menggunakan rumus cairan modifikasi dari Parklan/Baxter.
Kebutuhan cairan harus segera diberikan pada pasien luka bakar.

Pada tabel di bawah ini menunjukkan rumus-rumus yang digunakan untuk


mengestimasi kebutuhan cairan pada luka bakar.

7
Pemantauan kecukupan resusitasi yang kita lakukan paling mudah adalah dengan
menggunakan parameter output urin sebagai berikut.

E. TATALAKSANA LUKA
Luka bakar dapat menyebabkan masalah khusus terutama bila terjadi luka bakar yang
serkumferensial (melingkar) pada ekstermitas. Hal tersebut dapat mengurangi perfusi ke
distal bahkan menjadi suatu sindroma kompartemen. Tatalaksana terhadap luka tersebut
diantaranya elevasi tungkai hingga eskarotomi dengan desain seperti berikut.

8
9
F. LUKA BAKAR LISTRIK
Tatalaksana pada luka bakar listrik dapat dilakukan pada kondisi awal adalah
mematikan sumber listrik. Perlu kehati-hatian dalam melakukannya. Selanjutnya adalah
melakukan survey primer dan sekunder. Perhatikan apakah pasien perlu dilakukan resusitasi
atau tidak. Luka bakar listrik perlu dilakukan monitoring EKG untuk menilai adanya
gangguan irama jantung.
Karena pada luka bakar listrik sering terjadi gangguan sirkulasi perifer, monitoring
perfusi distal wajib dilakukan. Apabila ditemukan gangguan perfusi distal, dapat dilakukan
fasciotomy untuk merilis sindroma kompartemen yang terjadi.

G. LUKA BAKAR KIMIA


Prinsip utama pada tatalaksana luka bakar kimia adalah dengan menghentikan proses
terbakar dengan menghilangkan sisa bahan kimia yang masih ada pada luka. Hal tersebut
dapat dilakukan dengan beberapa cara, umumnya dilakukan pembilasan minimal 30 menit
hingga 1 jam. Dilanjutkan dengan survey primer-sekunder, resusitasi bila diperlukan, dan
apabila bahan kimia diketahui, dilakukan tatalaksana sesuai dengan bahan kimia tersebut.

10
BAB III
KESIMPULAN

1. Penanganan luka bakar yang tepat pada fase akut berpengaruh terhadap prognosis
akhir.
2. Luka bakar kondisi khusus (akibat listrik atau kimia), perlu penanganan khusus pula.

11
DAFTAR PUSTAKA

Buku Pedoman Kursus EMSB. Edisi 18 (2016)

Total Burn Care

12

Anda mungkin juga menyukai