Anda di halaman 1dari 16

PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR

Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Fasilitator :
Ns. SANDI ALFA WIGA ARSA, M.Kep

Disusun Oleh:
ESTININGSIH (2012034)
JIDA YAJID TURJAL AMIN (2012052)
JOKO IVNU SANTOSO (2012054)
TOUFIK BRAFITANA (2012030)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ALIH JENJANG SI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PATRIA HUSADA BLITAR
2020

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan
judul “Penatalaksanaan Luka Bakar” yang diajukan untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Keperawatan Gadar. Makalah ini berisi Penatalaksanaan Luka Bakar.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Blitar, Januari 2021

Penulis

2
BAB 1
PENDAHULUAN
1. 1 Latar belakang
Luka bakar memiliki angka kejadian dan prevalensi yang tinggi,
mempunyai resiko morbiditas dan mortalitas yang tinggi, memerlukan
sumber daya yang banyak dan memerlukan biaya yang besar.
Menurut World Health Organization (WHO, 2018) combustio menyebabkan
180.000 kematian per tahun di seluruh dunia terutama di Negara miskin dan
berkembang dan hampir 2/3 terjadi di wilayah Afrika dan Asia Tenggara.
combustio yang tidak menyebabkan kematian dapat menimbulkan kecacatan pada
penderitanya. Menurut Depkes (2016) terdapat 188 kasus terjadinya combustio
yang menyebabkan 42 orang meninggal dunia, 34 orang mengalami combustio
berat dan 112 orang lainnya mengalami combustio yang ringan.
Penelitian di Indonesia yang dilakukan di rumah sakit Cipto Mangunkusumo dari
tahun 2009 sampai 2010 terdapat 303 pasien luka bakar yang dirawat, tercatat 103
pasien meninggal dengan angka kematian pada tahun 2009 sekitar 37,4% dan di
tahun 2010 sekitar 32,3%.
Fase emergency dalam kasus luka bakar merupakan fase yang sangat penting dan
layak untuk mendapatkan perhatian khusus. Selama fase emergency, luka bakar berat
akan menyebabkan berbagai respon sistemik dan munculnya berbagai macam
mediator inflamasi lokal (Keck, et al., 2009). Oleh karena kulit berfungsi sebagai
sistem pengaturan keseimbangan cairan dalam tubuh, maka akan terjadi kehilangan
cairan dalam jumlah yang besar yang menyebabkan penurunan curah jantung dan
gangguan hemodinamik pada pasien dengan luka bakar berat (Dunne & Rawlins,
2014). Gangguan hemodinamik tersebut dapat menyebabkan beberapa komplikasi
seperti syok kardiogenik, hipovolemik, dan syok distributif (Snell, et al., 2013). Hal
inilah yang menyebabkan fase emergency dalam luka bakar berat layak mendapatkan
perhatian khusus. Oleh karena semua tindakan dalam fase emergency berpotensi
untuk dapat meningkatkan angka survival pasien khusunya tindakan pemberian
resusitasi cairan. Dalam resusitasi cairan, hal-hal yang harus diperhatikan adalah jenis
cairan yang diberikan, jumlah cairan, dan waktu pemberian resusitasi cairan pada fase
emergency. Jumlah dan jenis cairan resusitasi yang diberikan tergantung dari formula
yang digunakan oleh suatu rumah sakit yang biasanya berdasarkan pada luas luka
bakar pasien (Marx, Hockberger, &Walls, 2009).
Penanganan yang tepat sangat berpengaruh pada masa penyembuhan dan
juga bekas luka yang muncul setelahnya. Berdasarkan penelitian Cleland (2013),
perawatan yang tepat dari combustio ringan adalah kunci tidak terjadinya

3
komplikasi, yang mengarah pada kebutuhan intervensi bedah dan meningkatkan
kemungkinan hasil yang buruk. Penanganan tepat yang dapat meminimalkan rasa
sakit untuk combustio ringan yaitu dengan cara mengaliri luka dengan air atau
diberi kompres dalam waktu yang lama minimal 20 menit (Marianti, 2016).
Penanganan lebih lanjut pada luka bakar terdiri atas pembersihan luka bakar,
pemberian cairan melalui intravena untuk mencegah terjadinya dehidrasi yang dapat
berujung pada kegagalan organ, pemberian obat-obat pereda rasa nyeri; krim atau
salep untuk mempercepat penyembuhan luka bakar; dan antibiotik jika terjadi infeksi
pada luka bakar, penutupan luka dengan kasa steril untuk mencegah terjadinya
infeksi, dan operasi seperti mencangkokan kulit atau grafting pada luka bakar derajat
3 ke atas.
Pada pasien luka bakar dimana kadar albumin plasmanya menurun, tindakan
pemberian albumin intravena bisa menjadi salah satu cara untuk mengatasi hal
tersebut. Penggunaan albumin bukanlah pilihan terbaik untuk terapi luka bakar dalam
24 jam pertama post trauma, namun pengunaannya dimulai 2 hari setelah trauma.
Meskipun belum ada penelitian yang menyatakan bahwa albumin dapat menurukan
angka kecacatan dan kematian pada pasien luka bakar, tetapi the British burn
community support menggunakan albumin untuk melakukan resusitasi pada pasien
dengan luka bakar.
Manajemen nyeri untuk luka bakar merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
manajemen luka bakar yang berhubungan dengan proses penyembuhan luka bakar itu
sendiri. Nyeri pada luka bakar merupakan nyeri akut. Nyeri akut yang tidak teratasi
dapat menyebabkan beberapa akibat, yaitu respons nyeri yang tidak hilang atau
berkurang, meningkatkan risiko nyeri kronik, mampu meningkatkan respons
inflamasi tambahan, mengganggu proses penyembuhan luka, meningkatkan waktu
perawatan di rumah sakit yang akan berakibat lanjut peningkatan risiko infeksi
nasokomial, bahkan dapat meningkatkan kejadian mortalitas. Penelitian di Rumah
Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo Jakarta tahun 2011 sampai dengan 2012
menggambarkan angka mortalitas pada pasien luka bakar masih cukup tinggi, yaitu
sebesar 27,6%. Salah satu upaya menurunkan angka mortalitas yang tinggi tersebut
adalah diterapkan manajemen nyeri yang baik.

1. 2. Rumusan masalah
Bagaimana konsep penatalaksanaan luka bakar pada pasien di rumah sakit?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui konsep penatalaksanaan luka bakar pada pasien di rumah sakit.

4
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Management Penatalaksanaan


Berbagai macam respon sistem organ yang terjadi setelah mengalami luka bakar
menuntut perlunya pendekatan antar disiplin. Perawat bertanggung jawab untuk
mengembangkan rencana perawatan yang didasarkan pada pengkajian data yang
merefleksikan kebutuhan fisik dan psikososial klien dan keluarga atau orang lain
yang dianggap penting. Secara klinis klien luka bakar dapat dibagi kedalam 3 fase,
yaitu :

A. Fase Emergent (Resusitasi)


Fase emergensi dimulai pada saat terjadinya injury dan diakhiri dengan
membaiknya permeabilitas kapiler, yang biasanya terjadi pada 48-72 jam setelah
injury. Tujuan utama pemulihan selama fase ini adalah untuk mencegah shock
hipovolemik dan memelihara fungsi dari organ vital. Yang termasuk ke dalam fase
emergensi adalah (a) perawatan sebelum di rumah sakit, (b) penanganan di bagian
emergensi dan (c) periode resusitasi. Hal tersebut akan dibahas berikut
ini :

1) Perawatan sebelum di rumah sakit (pre-hospital care)


Perawatan sebelem klien dibawa ke rumah sakit dimulai pada tempat kejadian
luka bakar dan berakhir ketika sampai di institusi pelayanan emergensi. Pre-hospital
care dimulai dengan memindahkan/menghindarkan klien dari sumber penyebab LB
dan atau menghilangkan sumber panas.

2) Penanganan dibagian emergensi


Perawatan di bagian emergensi merupakan kelanjutan dari tindakan yang telah
diberikan pada waktu kejadian. Jika pengkajian dan atau penanganan yang dilakukan
tidak adekuat, maka pre hospital care di berikan di bagian emergensi. Penanganan
luka (debridemen dan pembalutan) tidaklah diutamakan bila ada masalah-masalah
lain yang mengancam kehidupan klien, maka masalah inilah yang harus diutamakan
a) Penanganan luka bakar Ringan
Perawatan klien dengan luka bakar ringan sering kali di berikan dengan pasien
rawat jalan. Dalam membuat keputusan apakah klien dapat dipulangkan atau tidak
adalah dengan memperhatikan antara lain a) kemampuan klien untuk dapat
menjalankan atau mengikuti instruksi-instruksi dan kemampuan dalam melakukan

5
perawatan secara mandiri (self care), b) lingkungan rumah. Apabila klien mampu
mengikuti instruksi dan perawatan diri serta lingkungan di rumah mendukung
terjadinya pemulihan maka klien dapat di pulangkan.
Perawatan di bagian emergency terhadapa luka bakar minor meliputi menagemen
nyeri, profilaksis tetanus, perawatan luka tahap awal dan pendidikan kesehatan
1. Managemen nyeri
Managemen nyeri seringkali di lakukan dengan pemebrian dosis ringan morphine
atau meperidine dibagian emergency. Sedangkan analgetik oral di berikan untuk
digunakan oleh pasien rawat jalan.
2. Profilaksis tetanus
Petunjuk untuk pemberian profilaksis tetanus dalah sama pada penderita LB baik
yang ringan maupun tipe injuri lainnya. Pada kalien yang pernah mendapatkan
imunisasi tetanus tetapi tidak dalam waktu 5 tahun terakhir dapat diberikan boster
tetanus toxoid. Untuk klien yang tidak diimunisasi dengan tetanus human immune
globulin dan karenanya harus di berikan tetanus toxoid yang pertama dari serangkaian
pemberian imunisasi aktif dengan tetanus toxoid.
3. Perawatan luka awal
Perawatan luka untuk luka bakar ringan terdiri dari membersihkan luka (cleaning)
yaitu debridemen jaringan yang mati ; membuang zat-zat yang merusak (zat kimia,
tar, dll); dan pemberian/penggunaan krim atau salep antimikroba topical dan balutan
secara steril.
4. Pendidikan/ penyuluhan kesehatan
Perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan tentang perawatan lukadi
rumah sakit dan manifestasi klinis dari infeksi agar klien dapat segera mencari
pertolongan. Pendidikan lain adalah pentingnya melakukan latihan ROM (range of
motion) secara aktif untuk mempertahankan fungsi sendi agar tetap normal dan untuk
menurunkan pembentukan edema dan kemungkinan terbentuknya scar.

B. Fase Akut
Fase akut dimulai ketika pasien secara hemodinamik telah stabil, permeabilitas
kapiler membaik dan diuresis telah mulai. Fase ini umumnya dianggap terjadi pada
48-72 jam setelah injuri. Fokus management bagi klien pada fase akut adalah sebagai
berikut : mengatasi infeksi, perawatan luka, penutupan luka, nutrisi, managemen
nyeri, dan terapi fisik.

6
C. Fase Rehabilitasi

Fase rehabilitasi adalah fase pemulihan dan merupakan fase terakhir dari
perawatan luka bakar. Penekanan dari program rehabilitasi penderita luka bakar
adalah untuk peningkatan kemandirian melalui pencapaian perbaikan fungsi yang
maksimal. Tindakan-tindakan untuk meningkatkan penyembuhan luka, pencegahan
atau meminimalkan deformitas dan hipertropi scar, meningkatkan kekuatan dan
fungsi dan memberikan support emosional serta pendidikan merupakan bagian dari
proses rehabilitasi.

2.2 Terdapat 4 Jurnal yang kami review tentang penatalaksanaan luka bakar;

2.2.1 Analisis Korelasi Waktu Pemberian Resusitasi Cairan Terhadap Mortalitas


Pasien Luka Bakar Berat Fase emergency.

Hasil penelitian didapatkan juga korelasi yang signifikan antara waktu pemberian
resusitasi cairan dengan mortalitaspasien luka bakar berat pada fase emergency di
RSUP Sanglah dengan nilai p (0.013) dan memiliki kekuatan korelasi yang lemah.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yakni dalam Landry, et
al. (2013) disebutkan bahwa pada luka bakar 15-20% dari total LPT, terjadi
pergeseran cairan dalam jumlah yang besar sehingga dapat menyebabkan pasien
mengalami syok dalam 6-12 jam pertama setelah cedera. Oleh karena itu resusitasi
cairan menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil klinis pasien. Hal ini
sesuai dengan penelitian oleh Danilla, et al. (2007), yang mengidentifikasi bahwa
resusitasi cairan yang merupakan langkah awal dalam penatalaksanaan luka bakar
dalam fase emergency menjadi faktor yang sangat mempengaruhi hasil klinis pasien.

2.2.2 Pemberian tehnik pada terapi latihan pasif menurunkan intensitas nyeri pada
pasien iuka bakar
Hasil penelitian didapatkan perbedaan pengaruh yang bermakna dimana intervensi
tehnik relaksasi pernafasan pada terapi latihan pasif lebih efektif menurunkan nyeri
luka bakar derajat II sebesar 66,50
Perubahan intensitas nyeri yang terjadi setelah diberikan terapi baik pada
kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan adalah kearah penurunan. Hal ini
akan mempercepat mobilisasi lebih awal dan membantu pasien kembali bekerja lebih
dini, mengurangi kunjungan klinik, memperpendek masa hospitalisasi dan
mengurangi biaya perawatan kesehatan.

7
2.2.3 Hubungan antara status hemodinamik dan angka kelangsungan hidup pada
pasien luka bakar parah selama fase darurat (Correlation Between Hemodynamic
status and survival Rates in Severe Burn Patients During Emergency Phase)
Hasil penelitian analisis hubungan menunjukkan bahwa faktor-faktor yang
berhubungan dengan Angka kelangsungan hidup adalah tekanan darah sistolik (p =
0,000) dan angka pernapasan (p = 0,000). Oleh karena itu, pemantauan status
hemodinamik pada fase darurat sangat penting untuk mengevaluasi efektivitas terapi
dalam meningkatkan angka kelangsungan hidup pada pasien luka bakar berat.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yakni Davis et al.,
(2012). Studi mereka menemukan bahwa laju pernapasan dan tekanan darah sangat
mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup pasien luka bakar parah. Hubungan antara
laju pernapasan dan angka kelangsungan hidup menunjukkan arah negatif, artinya
semakin besar laju pernapasan pasien maka semakin rendah pula angka kelangsungan
hidup pasien. Menurut Gokdemir et al. (2012), tekanan darah sistolik yang dapat
menjadi risiko kematian bagi penderita luka bakar adalah tekanan darah sistolik
kurang dari 90 mmHg sebagai tanda hipotensi. Hal ini juga dijelaskan melalui
penelitian Baxter dan Shires (1998) yang dikutip dalam Alvarado et al. (2009).
Mereka menemukan bahwa curah jantung menurun selama 4 jam pertama setelah
luka bakar yang melibatkan 30% dari luas permukaan luka bakar dan menunjukkan
respon curah jantung yang optimal pada hewan percobaan selama 8 jam pertama
setelah resusitasi cairan. Apalagi rata-rata detak jantung pasien luka bakar parah
dalam penelitian ini masih dalam kisaran normal yaitu 89,16 kali per menit.

2.2.4 Efek Pemberian Fujimin Kapsul Untuk Peningkatan Albumin Darah Pada
Proses Penyembuhan Pasien Luka Bakar (Combustio) Di Rumah Sakit Wilayah Kota
Ambon
Hasil penelitian menujukkan pemberian fujimin kapsul pada pasien luka bakar
selama dua minggu dengan dosis 3x2 dapat meningkatkan kadar albumin darah
sebesar 0,2 – 0,3 mg/dl. Penyembuhan luka bakar pada kelompok perlakuan lebih
cepat dari pada kelompok kontrol dengan nilai rerata penurunan luas luka sebesar 5%
- 6%.
Fungsi utama albumin adalah mempertahankan tekanan koloid osmotic oleh
karena albumin sebagai fraksi protein yang terkandung dalam plasma, mempunyai
sifat menarik air. Sehingga apabila kadar albumin menurun maka tekanan koloid akan
ikut turun, daya tarik air akan ikut menurun, sehingga air akan lebih mudah keluar ke

8
cairan interstisial. Apabila hal ini terjadi dalam jumlah besar maka akan terjadi
udema. (Linder, 2006).
Albumin sebagai salah satu bentuk protein yang penting dalam membantu &
mempertahankan tekanan osmotik koloid kapiler yang mencegah cairan plasma
keluar dari kapiler (Linder, 1992; Gibson, 2005; Kertawinata, 2006). Albumin juga
berperan sebagai protein transport yang mempunyai fungsi sebagai cadangan atau
sumber asam amino yang siap digunakan, sebagai alat transport asam amino ke
jaringan permukaan untuk menggantikan yang hilang, sintesis di hati, otot dan organ
lain, berfungsi dalam sistem enzimatik serta bertanggung jawab dalam kekebalan
alamiah (Stepanuk, 2000; Gibson, 2005).
Peran lain dari albumin adalah membatasi jumlah protein lain yang menyebabkan
sel-sel saraf meradang. Sel-sel saraf normalnya akan mensekresikan protein inflamasi
selama waktu kejadian fraktur, yang terus berlanjut dan membawa kepada kerusakan
otak. Penatalaksanaan dengan protein dapat mencegah kerusakan dengan
menghambat kejadian inflamasi (Finch, 1999).

2.3 Hasil literatur review dari 4 jurnal yang kami dapatkan, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
A. 1 jurnal menerangkan bahwa didapatkan korelasi yang signifikan antara waktu
pemberian resusitasi cairan dengan mortalitas pasien luka bakar berat pada
fase emergency
B. 1 jurnal menerangkan bahwa didapatkan perbedaan pengaruh yang bermakna
dimana intervensi tehnikj relaksasi pernafasan pada terapi latihan pasif lebih
efektif menurunkan nyeri luka bakar derajat II sebesar 66,50.
C. 1 jurnal menerangkan bahwa pemantauan status hemodinamik pada fase
darurat sangat penting untuk mengevaluasi efektivitas terapi dalam
meningkatkan angka kelangsungan hidup pada pasien luka bakar berat.
D. 1 jurnal menerangkan bahwa Efek Pemberian Fujimin Kapsul Untuk
Peningkatan Albumin Darah Pada Proses Penyembuhan Pasien Luka Bakar
(Combustio) dapat meningkatkan kadar albumin darah sebesar 0,2 – 0,3
mg/dl. Penyembuhan luka bakar pada kelompok perlakuan lebih cepat dari
pada kelompok kontrol dengan nilai rerata penurunan luas luka sebesar 5% -
6%.

9
BAB 3
KESIMPULAN

Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera (injuri) sebagai akibat kontak langsung atau
terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik (electrict), zat kimia (chemycal), atau
radiasi (radiation). Luka bakar memiliki angka kejadian dan prevalensi yang
tinggi, mempunyai resiko morbiditas dan mortalitas yang tinggi, memerlukan
sumber daya yang banyak dan memerlukan biaya yang besar.
Penanganan yang tepat sangat berpengaruh pada masa penyembuhan dan
juga bekas luka yang muncul setelahnya. Berdasarkan penelitian Cleland (2013),
perawatan yang tepat dari combustio ringan adalah kunci tidak terjadinya
komplikasi, yang mengarah pada kebutuhan intervensi bedah dan meningkatkan
kemungkinan hasil yang buruk. Penanganan tepat yang dapat meminimalkan rasa
sakit untuk combustio ringan yaitu dengan cara mengaliri luka dengan air atau
diberi kompres dalam waktu yang lama minimal 20 menit (Marianti, 2016).

Berdasarkan uraian diatas, adapun penatalaksanaan yang bisa dilakukan untuk


kasus luka bakar antara lain:
1. Penggunaan waktu pemberian resusitasi cairan dengan mortalitas pasien luka
bakar berat pada fase emergency.
2. Pemberian tehnik pada terapi latihan pasif menurunkan intensitas nyeri pada
pasien luka bakar.
3. Pemantauan status hemodinamik pada fase darurat sangat penting untuk
mengevaluasi efektivitas terapi dalam meningkatkan angka kelangsungan
hidup pada pasien luka bakar berat.
4. Pemberian albumin sangat penting sebagai alat transport asam amino ke
jaringan permukaan untuk menggantikan protein yang hilang akibat luka
bakar.

10
DAFTAR PUSTAKA

Gibson, S. 2005. Principle of Nutrition Assesment, published by Oxford University


Press.Inc.198 Madison Avenue. New York. Guyton & Hall, 2008.Bahan
Ajar Fisiologi Kedokteran.EGC. Jakarta.
Rodwell, 2006. Metabolisme dan Asam Amino. Biokimia Harper Edisi 25.EGC
Jakarta.
Almatsier, Penuntun Diet, Gramedia Jakarta, 2008 Anonim, luka
bakarwww.askep.blogspot.com/2008/ 01/luka-bakar:html, diakses 10
Maret 2010
Ayu Agung Laksmi, Ida (2016). Analisis Korelasi Waktu Pemberian Resusitasi
Cairan Terhadap Mortalitas Pasien Luka Bakar Berat Faseemergency.
Vol.5, No 2 (I) edition, Jurnal Kesehatan.
Agustini Aryani , Kadek (2013). Giving Breath Relaxation Techniques In Passive
Exercise Therapy Reduce Pain Intensity In Patients In Second Degree
Burns Sanglah Hospital In Denpasar. Vol.1, No 2 (I) edition, Majalah
Ilmiah Fisioterapi Indonesia.
Rahagia LukaRasi,Anggun Pranessia Anggrasari (2020). Korelasi Antara Status
Hemodinamik Dan Angka Kelangsungan Hidup Pada Pasienbakar Parah
Saat Gawat Darurat. Vol.9 No.2 November 2020 Halaman.1390-1395
edition, Strada Jurnal Ilmiah Kesehatan.
Ayu Agung Laksmi, Ida (2016). Analisis Korelasi Waktu Pemberian Resusitasi
Cairan Terhadap Mortalitas Pasien Luka Bakar Berat Faseemergency.
Vol.5, No 2 (I) edition, Jurnal Kesehatan.
Kementrian Kesehatan Indonesia (2019).Pedoman Pelayanan Kedokteran
Tatalaksana Luka Bakar.No HK 01.07/MENKES/555/2019.

11
LAMPIRAN 1: Tabel Review Jurnal
NO Judul Penelitian Variabel, Sampel dan Instrumen (Alat ukur) Desain Penelitian Hasil
Teknik Sampling
1 Analisis Korelasi -variabel Instrumen menggunakan Analitik observasional Didapatkan juga korelasi yang
Waktu Pemberian independen:Waktu lembar pengumpulan dengan rancangan signifikan antara waktu
Resusitasi Cairan pemberian resusitasi cairan data dengan meneliti kohort retrospektif pemberian resusitasi cairan
Terhadap Mortalitas -variabel dependen waktu pemberian dengan mortalitaspasien luka
Pasien Luka Bakar mortalitas resusitasi cairan sebagai bakar berat pada fase emergency
Berat -Besar sampel yang variabel independen dan di RSUP Sanglah dengan nilai p
Faseemergency digunakan berjumlah 78 mortalitas sebagai (0.013) dan memiliki kekuatan
sampel rekam medis di variabel dependen. korelasi yang lemah.
RSUP Sanglah selama
periode 2 tahun terakhir
(2014-2016).
-Teknik sampling yang
digunakan dalam
penelitian ini adalah
purposive sampling
dengan kriteria inklusi
pasien luka bakar berat
dengan luas > 20% dari

12
total luas permukaan tubuh
yang disebabkan karena
cedera termal.
2 Pemberian tehnik Variabel independen : Instrument dengan Penelitian Didapatkan perbedaan pengaruh
pada terapi latihan terapi latihan pasif dan menggunakan lembar eksperimental, dengan yang bermakna dimana intervensi
pasif menurunkan tehnik relaksasi pengumpulan data desain randomized pre tehnikj relaksasi pernafasan pada
intensitas nyeri pada pernafasan. dengan hasil nilai VAS test and pos test terapi latihan pasif lebih efektif
pasien iuka bakar Variabel dependen ; control group design menurunkan nyeri luka bakar
perubahan intensitas derajat II sebesar 66,50
nyeri yang diukur dengan
skala VAS
Tehnik sampling yang
digunakan randomized
sampling

3 Hubungan antara Variabel Instrumen yang Analisis dokumen Hasil analisis hubungan
status hemodinamik - Independen : digunakan dengan dengan desain menunjukkan bahwa faktor-faktor
dan angkaStatus hemodinamik pengumpulan data yang penelitian kohort yang berhubungan dengan
kelangsungan hidup - Dependen : diambil dari rekam retrospektif Angka kelangsungan hidup adalah
pada pasien luka Angka kelangsungan medik pasien tekanan darah sistolik (p = 0,000)

13
bakar parah selama hidup dan angka pernapasan (p =
fase darurat 0,000).
(Correlation Sampel Oleh karena itu, pemantauan
Between 80 sampel rekam medis status hemodinamik pada fase
Hemodynamic Status di RSSA Malang selama darurat sangat penting untuk
and Survival periode 2 tahun (Mei mengevaluasi
Rates in Severe Burn 2018 – Mei 2020) efektivitas terapi dalam
Patients During meningkatkan angka
Emergency Phase) Teknik Sampling kelangsungan hidup pada pasien
Teknik purposive luka bakar berat.
sampling , dengan
kriteria inklusi pasien
luka bakar berat > 20%
luas permukaan tubuh
karena cidera termal
dengan uji korelasi
spearman

4 Efek Pemberian Variable : pemberian Peneliti menggunakan Penelitian ini Hasil penelitian menujukkan
Fujimin Kapsul fujimin kapsul, Instrumen pengumpulan merupakan suatu studi pemberian fujimin kapsul pada
Untuk Peningkatan peningkatan albumin data secara manual kasus dengan jenis pasien luka bakar selama dua

14
Albumin Darah Pada darah, dan proses dengan menganalisis penelitian eksperimen minggu dengan dosis 3x2 dapat
Proses Penyembuhan penyembuhan luka bakar table antara kelompok yaitu penelitian meningkatkan kadar albumin
Pasien Luka Bakar Populasi dalam penelitian kasus dan control. dengan rancangan darah sebesar 0,2 – 0,3 mg/dl.
(Combustio) Di ini adalah semua pasien eksperimental Penyembuhan luka bakar pada
Rumah Sakit luka bakar (Combustio) di terhadap manusia kelompok perlakuan lebih cepat
Wilayah Kota Rumah Sakit Wilayah (pasien) untuk dari pada kelompok kontrol
Ambon Kota Ambon. membandingkan efek dengan nilai rerata penurunan luas
Teknik sampling yang akibat intervensi luka sebesar 5% - 6%.
digunakan adalah antara kelompok
purposive sampling yang eksperimen (kasus)
diambil berdasarkan dengan kelompok
kriteria inklusi kontrol.
a) Semua pasien luka
bakar (Combustio);
b) Menyatakan kesediaan
disertakan dalam
penelitian;
c) Tidak mengalami
penyakit lain.
Kriteria ekslusi yaitu;
a) Penderita

15
menghentikan/tidak mau
menerima kapsul;
b) Penderita pindah /
kembali ke luar daerah;
c) Terjadi komplikasi
selama intervensi.

16

Anda mungkin juga menyukai